bab ii landasan teori 2.1 perilaku asertif 2.1.1...

12
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi individu itu sendiri. Gunarsa (1992) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan antar pribadi. Lazarus (dalam Rakos,1991) adalah tokoh yang pertama sekali mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan dan meminta sesuatu, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri percakapan.

Upload: duongdat

Post on 12-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku Asertif

2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif

Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif

merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi

individu itu sendiri.

Gunarsa (1992) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar

pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan

pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial

dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan

dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif

menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan

antar pribadi.

Lazarus (dalam Rakos,1991) adalah tokoh yang pertama sekali

mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah

cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai

kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan

dan meminta sesuatu, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif

ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta

mengakhiri percakapan.

9

Master dan Rim (dalam Rakos, 1991) mengatakan bahwa perilaku asertif

merupakan perilaku interpersonal antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan

pernyataan relatif dan pikiran dan perasaan secara tepat dalam situasi sosial

dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan. Kesemua definisi

ini menitikberatkan pada ungkapan emosi sebagai faktor utama dalam perilaku

asertif.

Corey (2007) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi langsung,

jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak

seseorang tanpa kecemasan yang beralasan.

Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) perilaku

asertif adalah sebuah kemampuan untuk mempromosikan kesetaraan dalam

hubungan manusia, yang memungkinkan individu-individu untuk bertindak

menurut kepentingan individu sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa

kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur

dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkal hak-

hak orang lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah

perilaku antar pribadi yang menyangkut ekspresi yang tepat, jujur, terbuka,

mempunyai sikap yang tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat

mengutarakan akan sesuatu objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Alberti dan Emmons.

10

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Rakos (1991) mengungkapkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi

perilaku asertif. Menururt Rakos, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

asertif adalah pola asuh orang tua, jenis kelamin dan kebudayaan.

1. Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua yang demokratis dan memberikan kebebasan untuk

mengekspresikan diri akan menciptakan perilaku aserti, sebab pola asuh yang

demokratis akan membuat anak memiliki rasa percaya diri.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin, bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita karena

adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif, mandiri dan

kompetitf. Sedangkan pada wanita umumnya lebih pasif dan tergantung.

3. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

terbentuknya sikap asertif. Sebab perilaku asertif tidak dibawa sejak lahir,

sesuatu yang dipelajari.

2.1.3. Ciri-Ciri Perilaku Asertif

Menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) orang yang memiliki ciri

perilaku asertif antara lain merasa bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat

berkomunikasi dengan bermacam-macam orang secara terbuka, langsung dan

tepat, memiliki orientasi yang aktif terhadap kehidupan, bertindak dalam cara

yang dihargainya dalam situasi menekan dan menghasilkan tingkah laku

interpersonal yang efektif.

Sedangkan menurut Corey (2007), individu yang berperilaku asertif memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Individu tersebut mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung

dengan tidak menyakiti orang lain.

2. Tidak menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan tidak mendorong orang

lain untuk mendahuluinya.

3. Tidak mengalami kesulitan untuk mengakan kata “tidak” ketika ia merasa tidak

setuju terhadap suatu hal tanpa merasa takut untuk menolak.

4. Tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon

lain.

5. Merasa punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran

sendiri tanpa merasa tertekan dengan perasaan dan pikiran dari orang lain.

11

Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki

sifat asertif adalah orang yang mempunyai keberanian untuk mengungkapkan

perasaan, pikiran dan hak-hak pribadinya tanpa menyinggung perasaan orang lain

atau menyakiti orang lain.

2.1.4. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Alberti dan Emmons (dalam Siampa,2011) menyebutkan ada sepuluh pokok

kunci yang merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku asertif

yang dimunculkan oleh seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Pengungkapan diri yang baik kepada orang lain. Dalam hal ini yang

dimaksud adalah mampu untuk mengkomunikasikan apa yang dirasakan,

diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain.

2. Menghormati orang lain dan tidak mengganggu hak orang lain, dalam hal ini

yang dimaksud adalah dalam bersikap dengan orang lain.

3. Mampu secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran

dengan apa adanya, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam

berkomunikasi dengan orang lain.

4. Langsung, yang berarti mengekspresikan diri tanpa berbelit-belit dan dapat

terfokus dengan benar berkomunikasi maupun bertindak.

5. Tidak membeda-bedakan orang dan menguntungkan semua pihak.

6. Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta, pendapat-pendapat,

permintaan-permintaan dan batasan-batasan). Dalam hal ini yang dimaksud

adalah dalam berkomunikasi.

7. Nonverbal, termasuk gaya dan pesan (kontak mata,suara, postur, ekspresi

muka, gesture, jarak, waktu, kelancaran dan mendengarkan).Dalam hal ini

yang dimaksud adalah berupa tindakan atau sikap terhapad orang lain.

8. Bukan suatu yang universal,

9. Bertanggung jawab secara sosial terhadap pikiran, perasaan dan perilakunya.

10. Perilaku asertif merupakan suatu hal yang dipelajari bukan suatu hal yang

dibawa sejak lahir.

2.1.5. Kemampuan Asertif

Menurut Stain & Howard kemampuan asertif meliputi tiga komponen dasar,

yakni:

1. Kemampuan mengungkapkan perasaan misalnya untuk mengungkapkan

perasaan marah, hangat, dan seksual.

2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka dalam

berkomunikasi dalam hal ini mampu menyuarakan pendapat, menyatakan

12

ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit

melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan

sesuatu).

3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi dalam hal ini tidak

membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita.

Dari ketiga komponen dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang

memiliki kemampuan perilaku asertif, orang yang mampu mengungkapkan

perasaan, mampu mengungkapkan pikiran dan mampu mempertahankan hak-hak

pribadinya.

2.1.6. Kategori Perilaku Asertif

Menurut Gunarsa (1992) perilaku asertif dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

1. Asertif penolakan, yaitu ditandai oleh ucapan untuk memperhalus seperti

kata-kata maaf.

2. Asertif pujian, yaitu ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan

perasaan positif seperti menyukai, menghargai, mencintai, memuji dan

bersyukur.

3. Asertif permintaan, yaitu terjadi apabila individu meminta orang lain dalam

mencapai tujuan individu itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan.

Dari ketiga kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki

perilaku asertif juga memiliki ketiga kategori tersebut, dapat menolak sesuatu hal

dengan cara yang halus, dapat memuji maupun dapat meminta suatu hal tanpa ada

paksaan.

2.2 Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan

Menurut Romlah (2001) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan

kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis yang dilakukan oleh seorang

ahli telah mendapatkan latihan khusus untuk itu dan dimaksudkan agar individu

dapat memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengembangkan dirinya serta

optimal untuk kesejahteran dirinya dan kesejahteraan masyarakat.

13

Sedangkan menurut Kartono (1985) bimbingan merupakan pertolongan yang

diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan,

pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong)

kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingan dalam rangka

menemukan pribadi yang dimaksud agar individu mengenal kekuatan dan

kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai

modal pengembangan diri lebih lanjut.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu

proses pemberian bantuan pertolongan yang dilakukan oleh seorang ahli yang

telah mendapat latihan khusus kepada orang lain yang memerlukan pertolongan

bimbingnan dalam rangka menemukan pribadinya.

Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) bentuk – bentuk bimbingan terbagi

menjadi dua yaitu bimbingan individu dan bimbingan kelompok dan ada tiga

ragam bimbingan yaitu bimbingan karier, bimbingan akademik dan bimbingan

pribadi sosial.

2.2.2 Pengertian Kelompok

Menurut Webster (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua atau lebih

benda atau orang yang membentuk suatu pola; suatu kesatuan orang – orang atau

benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu

persatuan, suatu kumpulan objek yang mempunyai hubungan, kesamaan atau

sifat-sifat yang sama.

2.2.3 Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok

Sukardi (2008) layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang

memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh

berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor).

Nurihsan (2005) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang

dimaksudkan untuk memungkinkan klien/siswa secara bersama-sama memperoleh

berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.

Bahan yang dimaksudkan adalah bahan yang digunakan untuk mengambil

keputusan.

Winkel & Sri Hastuti (2004) layanan bimbingan kelompokadalah kegiatan

kelompok diskusi yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan

sosial masing-masing individu-individu dalam kelompok, serta meningkatkan

14

mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para

partisipan.

Dari pengertian layanan bimbingan kelompok di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan

kepada individu/ layanan bimbingan yang diberikan oleh narasumber dalam

kegiatan kelompok yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan

sosial masing-masing individu dalam kelompok guna mencapai tujuan untuk

mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.4 Manfaat Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) manfaat layanan bimbingan kelompok :

1. Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa, dengan

memberikan layanan bimbingan kelompok dapat bertemu dengan banyak

siswa dan dapat mengerti perkembangan siswa.

2.Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa, dengan berkontak dengan

banyak siswa, dapat mengetahui yang dibutuhkan oleh siswa sehingga kita

dapat memberikan informasi.

3.Siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, setelah pemberian

informasi.

4. Siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya

sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama

dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam

kelompok, dalam hal ini yang dimaksud lebih terbuka dalam berkomunikasi.

5. Diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama.

6. Lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan

oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.

Sedangkan menurut Sukardi (2008) manfaat layanan bimbingan kelompok

sebagai berikut :

1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan

membicarakanberbagai hal yang terjadi disekitarnya.

2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai

hal yang mereka bicarakan.

3. Menimbulkan sikapyang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka

yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.

4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap

yang buruk dan dukungan terhadap yang baik.

15

5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil

sebagaimana yang mereka programkan semula.

Dari manfaat layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa

manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah kesempatan berkontak dengan

siswa dari berkontak dengan siswa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

siswa, dari informasi yang diberikan siswa dapat menyadari tantangan yang akan

dihadapi, siswa dapat berpendapat secara terbuka maupun pandangan yang luas

akan suatu hal yang dibicarakan, dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan

dalam kelompok siswa dapat menyusun program-program kegiatan untuk

mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik

serta dapat melaksanakan kegiatan secara nyata.

2.2.5 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004)

adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-

masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok

guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan.

Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) tujuan layanan bimbingan kelompok

adalah sebagai berikut :

1. Memberi kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna

bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan,

pekerjaan, pribadi dan sosial.

2. Memberi layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok.

3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan

efektif dari pada melalui kegiatan bimbingan individual.

4. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.

Berdasarkan tujuan layanan bimbingan kelompok tersebut dapat

disimpulkan bahwa tujuan dari layanan bimbingan kelompok adalah

menunjang perkembangan pribadi sosial dalam menghadapi persoalan.

16

2.2.6 Teknik-teknik Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok ada beberapa

teknik yang biasa digunakan. Romlah (2001) mengemukakan teknik – teknik

dalam bimbingan kelompok tersebut antara lain pemberian informasi atau

ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran, permainan

simulsai, teknik penciptaan suasana kekeluargaan dan karyawisata.

a. Pemberian informasi atau ekspositori

Pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada sekelompok

pendengar. Bisa juga diberikan secara tertulis misal pada papan bimbingan,

majalah sekolah, rekaman, selebaran,video dan film.

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara

tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk

memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin.

c. Pemecahan masalah

Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana

memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah

secara sistematis adalah :

1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah

2. Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah

3. Mencari alternatif pemecahan masalah

4. Menguji kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya

5. Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan

6. Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai

d. Permainan Peran

Suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha

memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa

yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan. Memerankan sikap yang

berlawanan dengan yang sebenarnya, semisal pemalu berperan sebagai orang

yang memiliki perecaya diri yang tinggi.

e. Permainan Simulasi

Bermain simulasi adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat

kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan simulasi adalah permainan yang

dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan

yang sebenarnya.

f. Teknik penciptaan suasana kekeluargaan

Teknik penciptaan suasana kekeluargaan adalah dimana siswa dan guru

menciptakan suasana yang nyaman seperti ketika mereka berada dirumah

sehingga siswa tidak akan malu dalam berbicara dihadapan teman dan guru.

17

g. Karyawisata

Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk

mengunjungi obyek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari

siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus.

Dari beberapa teknik diatas tidak semua teknik akan digunakan dalam

layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku asertif, teknik yang

digunakan adalah yang sesuai atau membantu dalam meningkatkan perilaku

asertif.

2.2.7 Asas - Asas Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (1995), asas-asas layanan bimbingan kelompok adalah asas

kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan.

a. Asas kerahasiaan, para anggota harus menyimpan dan merahasiakan

informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak

layak diketahui orang lain

b. Asas keterbukaan, para anggota bebas dan terbuka mengemukakan

pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan

dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.

c. Asas kesukarelaan, semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan

tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok.

d. Asas kenormatifan, semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh

bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.

2.2.8 Tahap- Tahap Layanan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok berlangsung melalui empat tahap. Menurut Prayitno (

1995), tahap-tahap bimbingan kelompok adalah sebagai berikut tahap

pembentukan, tahap peralihan , tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.

a. Tahap Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap

memasukkakan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada

umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan

tujuan ataupun harapan-harapan masing-masing anggota. Pemimpin kelompok

menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan bimbingan kelompok. Dalam

tahap pembentukan biasanya diberikan ice breaking untuk lebih

mengakrabkan masing-masing anggota dan menciptakan suasana yang

nyaman.

18

b. Tahap Peralihan

Langkah selanjutnya ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya,

pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota

kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok.

Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam

kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah

siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin

kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.

Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Dalam

hal ini pemimpin kelompok membawa para anggota meniti jembatan tersebut

dengan selamat. Bila perlu, beberapa hal pokok yang telah diuraikan pada

tahap pertama seperti tujuan dan asas-asas kegiatan kelompok ditegaskan dan

dimantapkan kembali, sehingga anggota kelompok telah siap melaksankan

tahap bimbingan kelompok selanjutnya.

c. Tahap kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari layanan bimbingan kelompok dimana

masing - masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan

tanggapan. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat

tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya

berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar.

d. Tahap Pengakhiran

Pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran

ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan

kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu.

Dengan kata lain kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu

akan melakukan kegiatan. Dapat disebutkan kegiatan-kegiatan yang perlu

dilakukan pada tahap ini adalah:

1.Penyampaian pengakhiran kegiatan oleh pemimpin kelompok

2. Pengungkapan kesan-kesan dari anggota kelompok

3.Penyampaian tanggapan-tanggapan dari masing-masing anggota

4. Pembahasan kegiatan lanjutan

5. Penutup

2.3 Temuan Penelitian yang Relevan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ichda Satria Figraha (2012) dengan

judul Upaya Peningkatan Sikap Asertif Melalui Sosiodrama pada Siswa Kelas X.1

Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012,

menunjukkan adanya peningkatan perilaku asertif setelah dilakukan layanan

bimbingan kelompok yang berupa teknik sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya peningkatan asertif. Pra tindakan yang dilakukan dengan menyebar

angket diperoleh hasil bahwa sikap asertif siswa masih rendah dengan rata-rata

19

kelas mencapai 49%. Pada siklus pertama yang terdiri dari tiga tindakan tingkat

persentase siswa meningkat menjadi 72,51%. Siklus kedua dilakukan peneliti

dikarenakan hasil post test pertama belum mencapai pada kriteria keberhasilan

yang peneliti harapkan. Siklus kedua yang juga terdiri dari tindakan mampu

meningkat persentase siswa yang semula 72,5% menjadi 77,3% atau sudah masuk

pada persentase baik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa adanya perubahan

sikap dari siswa yang semula kurang asertif lambat laun sudah menunjukkan

asertif.

Sedangkan penelitian Tri Astutik (2005) dengan judul efektifitas layanan

bimbingan kelompok dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas II SMP

Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006 menunjukkan siswa sebelum

mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 2,28 setelah

mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,25, sehingga

dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif.

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang

akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya

dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di

lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data, maka

peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Ada peningkatan yang signifikan perilaku asertif siswa kelas X SMA

Kartika III-1 Banyubiru melalui layanan bimbingan kelompok atau dengan kata

lain layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan perilaku asertif siswa kelas

X SMA Kartika III-1 Banyubiru.