bab ii landasan teori 2.1. kesejahteraan...
TRANSCRIPT
BAB II
Landasan Teori
2.1. Kesejahteraan Sosial
Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah
kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua
mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin. Namun,
dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam
kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha
untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh
atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinya
dilakoni oleh manusia. Jangankan yang halal, yang harampun rela dilakukan demi
kesejahteraan hidup.
Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai kondisi
sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk
kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian,
perumahan, pendidikan dan perwatan kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial
juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian
pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang
beruntung (disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan
sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah
contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik,
Universitas Sumatera Utara
taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik
belaka, tapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan
spiritual. Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera dari suatu
masyarakat, kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi kesehatan, keadaan
ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Di Indonesia kesejahteraan
sosial dijamin oleh UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34. Dalam UUD 1945 jelas
disebutkan bahwa kemakmuran rakyat yang lebih diutamakan dari pada
kemakmuran perseorangan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara. Namun pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terlantar tidak mendapatkan perhatian.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga
berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik. Pembangunan tidak hanya dapat dilihat dari aspek
pertumbuhan saja. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan
paradigma pertumbuhan semata adalah munculnya kesenjangan antara kaya
miskin, serta pengangguran yang merajalela. Pertumbuhan selalu dikaitkan
dengan peningkatan pendapatan nasioanal (gross national products) (Todaro,
1998).
Menurut Jayadinata (1999), bahwasanya pembangunan meliputi tiga
kegiatan yang saling berhubungan, antara lain:
1. Menimbulkan peningkatan kemakmuran dan peningkatan pendapatan
serta kesejahteraan sebagai tujuan, dengan tekanan perhatian pada lapisan
terbesar (dengan pendapatan terkecil) dalam masyarakat;
2. Memilih tujuan yang sesuai untuk mencapai tujuan itu;
Universitas Sumatera Utara
3. Menyusun kembali (restructuring) masyarakat dengan maksud agar
terjadinya pertumbuhan sosial ekonomi yang kuat.
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan
melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial
untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial,
serta memperkuat institusi-institusi sosial (Suharto, 1997). Lebih lanjut Suharto
(2009), menyatakan bahwasanya tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:
1. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan
jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok
masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan
perlindungan sosial;
2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan system dan kelembagaan
ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat
kemanusiaan;
3. Penyempurnaan kebebesan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-
pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar
kemanusiaan.
Apabila fungsi pembangunan nasional disederhanakan, maka ia dapat
dirumuskan dalam tiga tugas utama yang mesti dilakukan sebuah Negara-bangsa
(nation-state), yakni pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan
masyarakat (community care) dan pengembangan manusia (human development).
Universitas Sumatera Utara
Fungsi pertumbuhan ekonomi mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha”
(misalnya melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh pendapatan
financial yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Fungsi
perawatan masyarakat menunjuk pada bagaimana merawat dan melindungi warga
Negara dari berbagai macam risiko yang mengancam kehidupannya (misalnya
menderita sakit, terjerembab kemiskinan atau tertimpa bencana alam dan sosial).
Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah pada peningkatan
kompetensi Sumber Daya Manusia yang menjamin tersedianya angkatan kerja
yang berkualitas yang mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan
nasioanal berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar global, ketiga aspek
tersebut harus dicakup secara seimbang.
Gambar 2.1 Pembangunan Kesejahteraan Sosial dalam Konteks
Pembangunan Nasional Berdasarkan Indonesian Human Devalopment Report 2004 bahwasanya
Kesejahteraan masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang
dilakukan pemerintah. Dengan pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan
masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik. Kesejahteraan masyarakat
Pertumbuhan Ekonomi
(Keuangan, Industri)
Perawatan Masyarakat (Kesehatan,
Kesejahteraan Sosial)
Pengembangan Manusia
(Pendidikan)
Universitas Sumatera Utara
sendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang dapat
dipakai adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur capaian
umum suatu daerah dalam tiga dimensi utama pembangunan manusia, yaitu
panjangnya usia (diukur dengan angka harapan hidup), pengetahuan (diukur
dengan capaian pendidikan), dan kelayakan hidup (diukur dengan pendapatan
yang telah disesuaikan).
2.1.1. Masalah Kesejahteraan Sosial
Menurut Fadhil Nurdin (1990), timbulnya masalah-masalah yang berkaitan
dengan kesejahteraan sosial disebabkan oleh 5 hambatan:
1. Ketergantungan Ekonomi. Ketergantungan ekonomi merupakan
hambatan utama yang menyebabkan adanya berbagai masalah. Hal ini
dapat dilihat pada kesulitan yang dialami individu, kelompok dan
masyarakat. Sebab dari Ketergantungan ekonomi sebagian besar
disebabkan kurangnya pendapatan sehingga tidak dapat memenuhi
standar kehidupan minimal dalam kehidupannya, atau ketidakmampuan
mengelola pendapatan mereka yang seharusnya dapat mencukupi. Dari
hambatan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah social antara
lain kemiskinan;
2. Ketidakmampuan Menyesuaikan Diri. Ketidakmampuan menyesuaikan
diri ini timbul dari masalah kemiskinan dan emosional, yaitu
ketidakmampuan menyesuaikan diri. Hal ini merupakan jenis hambatan
yang dikenal dengan istilah “hambatan sosial psikologis”. Masalah yang
apat timbul dari permasalahan ini antara lain: seseorang mengalami
Universitas Sumatera Utara
perubahan, baik sikap maupun perilakunya dalam berinteraksi dengan
orang lain dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang
berlaku di lingkungan tertentu. Masalah-masalah penyesuaian diri dapagt
menimbulkan berbagai bentuk masalah seperti kenakalan remaja,
pelacuran dan lain sebagainya;
3. Kesehatan Yang Buruk. Kesehatan yang buruk dapat disebabkan
beberapa factor: lingkungan yang buruk atau kotor, adanya berbagai
penyakit dan ketidakmengertian anggota masyarakat itu sendiri. Ketiga
factor tersebut berkaitan pula dengan kemiskinan dan kurangnya
pendidikan. Persoalan-persoalan yang bersumber dari berbagai factor
diatas dapat menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan
penyakit-penyakit menular, kekurangan gizi, yang akhirnya menuju
kematian;
4. Rekreasi dan Pengisian Waktu Senggang. Rekreasi dan pengisian waktu
senggang merupakan kebutuhan yang fundamental bagi kehidupan
seseorang serta memiliki fungsi-fungsi lain untuk memberikan
keseimbangan dalam kehidupan seseorang, pembebasan dari suasana
rutin yang terus menerus, penyegaran dari beban pikiran dan tanggung
jawab yang berat, atau perasaan jenuh selama bejerja di kantor. Perlunya
memperhatikan rekreasi dan pengisian waktu luang yang positif setiap
ada waktu luang yang digunakan dengan baik sifatnya cenderung
digunakan secara negative. Pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai
macam masalah seperti kenakalan remaja, perkelahian, penyalahgunaan
narkoba, pembunuhan, pencurian dan perampokan.
Universitas Sumatera Utara
5. Kondisi Sosial, Penyediaan dan Pengelolaan Pelayanan Sosial yang
Kurang atau Tidak Baik. Kondisi sosial, penyediaan dan pengelolaan
pelayanan sosial yang kurang atau tidak baik misalnya keadaan
lingkungan pergaulan yang buruk sehingga dapat dengan kuat
mempengaruhi kepribadian individu. Demikian pula halnya dengan
penyediaan dan pengelolaan pelayanan sosial yang kurang atau tidak
baik, akan mengakibatkan hasil pelayanan yang kurang memadai
terhadap para pengguna pelayanan tersebut. Misalnya, kurangnya
kualitas pelayanan rumah sakit, kurangnya sarana pendidikan yang
memadai dan sebagainya. Masalah-masalah dapat ditimbulkan oleh
kondisi social, pelayanan yang kurang atau tidak baik dapat menjangkau
penerima pelayanan.
Paling tidak, kelima jenis hambatan diatas (selain banyak lagi masalah
sosial lainnya yang belum teridentifikasi) merupakan dasar atau sumber timbulnya
masalah-masalah kesejahteraan sosial masyarakat yang mau tidak mau harus
diatasi, tidak hanya oleh masing-masing individu, melainkan oleh pemerintah
daerah.
2.1.2. Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Sebagai Salah Satu Masalah Kesejahteraan Sosial
Dari hasil penelitian Gayo (2001), setidaknya dapat disimpulkan,
bahwasanya terdapat beberapa faktor utama penyebab semakin terpuruknya
kondisi ekonomi masyarakat desa baik itu petani, nelayan, perajin, peternak dan
buruh, faktor-faktor tersebut antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Kuatnya posisi pedagang perantara yang didukung oleh birokrat
perdesaan yang juga turut menikmati sebagian keuntungan dari
mekanisme pasar yang tidak berpihak pada petani;
2. Seluruh pasar baik lokal, regional maupun ekspor umumnya telah
dikuasai pedagang dengan distribusi income yang semakin tidak adil bagi
produsen di perdesaan;
3. Bantuan-bantuan yang berasal dari pemerintah jumlahnya sangat kecil
yang benar-benar sampai kepada masyarakat yang menjadi target;
4. Tingkat pendidikan masyarakat desa yang relatif rendah sehingga tidak
mampu menerma modernisasi dalam upaya meningkatkan teknologi
untuk mengefesienkan kegiatan ekonomi mereka.
Tujuan pengembangan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan secara bertahap, pola yang dapat diterapkan untuk
mewujudkannya antara lain:
1. Pembentukan lembaga koperasi oleh masyarakat, agar masyarakat
mampu melaksanakan processing, pemasaran dan melindungi dirinya
dari ulah para spekulan;
2. Pengembangan produk pertanian unggulan yang berkaulitas dan berdaya
saing tinggi;
3. Peningkatan kesempatan berusaha dan bekerja guna peningkatan
pendapatan;
Universitas Sumatera Utara
4. Pengemabangan lembaga-lembaga pemerintah untuk memfasilitasi
kebutuhan modal, kegiatan usaha dan pengembangan sumber daya
manusia di perdesaan.
Kini pendekatan pengembangan perdesaan dilaksanakan secara holistik
melalui core business yakni penyediaan sarana dan prasarana dasar perdesaan
dengan memprhatikan kelestarian lingkungan, sehingga dicapai pembangunan
yang berkelanjutan. Pengembangan perdesaan melalui bina manusia, bina
lingkungan dan bina usaha (Tribina).
Sedangkan bina usaha meliputi usaha-usaha pengembangan agribisnis,
industry kecil/pengolahan, kerajinan rakyat, pariwisata (agro-eko-kultur). Semua
itu termasuk ditribusi dan pemasarannya serta pemanfaatan sumber daya alam,
diimbangi dengan tumbuhnya agropolitan.
Konsep dan pendekatan baru tersebut, menurut M.Yusuf Gayo, merupakan
solusi jitu bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Jadi tantangan
kedepannya adalah mewujudkan hal tersebut.
2.2. Alokasi Dana Kampung
2.2.1. Pengertian Alokasi Dana Kampung
Alokasi Dana Kampung merupakan komponen penting yang diharapkan
mendorong kemandirian pemerintahan kampung dalam mengelola keuangan dan
pertanggungjawabannya secara transparan. Alokasi Dana Kampung merupakan
wujud nyata upaya untuk mengangkat derajat dan martabat kehidupan masyarakat
kampung/desa yang berlandaskan otonomi desa dalam melaksanakan tugas
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan yang terdiri dari kewenangan, pembangunan, dan keuangan desa.
Alokasi Dana Kampung (ADK) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk kampung (menjadi hak kampung), yang bersumber dari
bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota. Alokasi Dana Kampung merupakan instrument penting untuk
terselenggaranya otonomi dan desentralisasi di tingkat kampung. Pelaksanaan
alokasi dana kampung sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah yang bertujuan untuk mengembangkan pemerintahan
kampung yang mandiri dan mampu menjalankan fungsi desentralisasi. Alokasi
Dana Kampung merupakan bagian keuangan kampung yang diperoleh dari bagi
hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima oleh Kabupaten. Berdasarkan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor
16 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Kampung bahwa
besaran Alokasi Dana Kampung minimal 10% (sepuluh persen) dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten setelah
dikurangi belanja aparatur. Hal tersebut telah sesuai dengan peraturan menteri
dalam negeri nomor 37 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa
pada pasal 18 bahwasanya Alokasi Dana Desa berasal dari APBD
Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota untuk desa paling sedukit 10%
(sepuluh persen). Alokasi Dana Kampung merupakan bagian dari pendapatan
kampung yang dimasukkan kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung
(APBKp) yang disusun melalui musyawarah kampung dan ditetapkan dengan
Universitas Sumatera Utara
Qanun Kampung setelah mendapat persetujuan Badan Permusyawaratan
Kampung.
Alokasi Dana Kampung dimaksudkan untuk membiayai program
pemerintahan Kampung dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan,
pembangunan, perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari Alokasi
Dana Kampung adalah
1. Menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan;
2. Meningkatkan kemandirian kampung dalam penyusunan perencanaan
dan penganggaran pembangunan ditingkat kampung dan pemberdayaan
masyarakat;
3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur skala kampung;
4. Meningkatkan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
peningkatan sosial kemasyarakatan;
5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
6. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat kampung dalam rangka
pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
8. Meningkatkan pendapatan kampung dan masyarakat kampung melalui
badan usaha milik kampung (BUMK).
2.2.2. Dasar Hukum Pelaksanaan Alokasi Dana Desa/Kampung
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 212 ayat 3 yang berbunyi: sumber pendapatan desa terdiri dari;
1) Pendapatan asli desa;
Universitas Sumatera Utara
2) Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh Kabupaten/Kota;
4) Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
Kabupaten/Kota;
5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (Pasal 68
ayat 1 huruf c)
3. Surat Edaran Mendagri Nomor 140/640/SJ tertanggal 22 Maret 2005
Tentang Pedoman Alokasi Dana Desa yang ditujukan kepada pemerintah
Kabupaten/kota
4. Surat Edaran Mendagri Nomor.140/286/SJ tertanggal 17 Februari 2006
tentang Pelaksanaan Alokasi Dana Desa
5. Surat Edaran Mendagri No. 140/1841/SJ tertanggal 17 Agustus 2006
tentang perintah penyediaan Alokasi Dana Desa kepada Provinsi
(evaluator) dan Kabupaten/kota sebagai pelaksana.
6. Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pengelolaan Alokasi Dana Kampung
2.2.3. Prinsip Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Kampung
Pengelolaan Alokasi Dana Kampung harus menyatu di dalam pengelolaan
APBKp, sehingga prinsip pengelolaan Alokasi Dana Kampung sama persis
dengan pengelolaan APBKp, yang harus mengikuti prinsip-prinsip good
governance:
Universitas Sumatera Utara
1. Partisipatif
Proses pengelolaan Alokasi Dana Kampung, sejak perencanaan,
pengambilan keputusan sampai dengan pengawasan serta evaluasi harus
melibatkan banyak pihak. Artinya, dalam mengelola Alokasi Dana Kampung
tidak hanya melibatkan para elit desa saja (Pemerintah Kampung, BPK, Pengurus
LKMK ataupun tokoh-tokoh masyarakat), tetapi juga harus melibatkan
masyarakat lain seperti petani, kaum buruh, perempuan, pemuda, dan sebagainya.
Sebagai contoh, dalam musrenbangdes di Desa Tanjungan Klaten, agar
seluruh pihak dapat terlibat maka musyawarah dilakukan di lapangan terbuka
(bukan di kantor desa) pada malam hari. Bahkan anak-anak pun dapat difasilitasi
keterlibatannya melalui kegiatan menggambar. Mereka diminta untuk
menggambarkan desa seperti apa yang mereka harapkan sekaligus menyampaikan
apa saja sarana yang mereka butuhkan.
2. Transparan
Semua pihak dapat mengetahui keseluruhan proses secara terbuka. Selain
itu, diupayakan agar masyarakat desa dapat menerima informasi mengenai tujuan,
sasaran, hasil, manfaat yang diperolehnya dari setiap kegiatan yang menggunakan
dana ini.
Sebagai contoh, pada beberapa desa di Sanggau-Kalimantan Barat,
catatan/hasil dari setiap pertemuan, perencanaan dan penggunaan anggaran di
kampung ditempelkan di tempat-tempat umum, sehingga seluruh masyarakat
dapat membacanya.
Universitas Sumatera Utara
3. Akuntabel
Keseluruhan proses penggunaan Alokasi Dana Kampung, mulai dari usulan
peruntukkannya, pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak terutama masyarakat kampung.
Sebagai contoh, di Desa Wiladeg Gunung Kidul dalam setiap pembahasan
program dan anggaran dilakukan oleh pemerintah desa beserta masyarakat dan
disiarkan langsung melalui radio komunitas. Sehingga masyarakat bisa
memahami argumentasi setiap pos-pos anggaran dan keluaran yang dicapai.
4. Kesetaraan
Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan Alokasi Dana Kampung
mempunyai hak dan kedudukan yang sama.
Sebagai contoh, di Komunitas Sedulur Sikep (masyarakat Samin) – Jawa
Tengah, ketika membahas suatu persoalan, maka setiap orang memiliki hak bicara
yang sama dan terdapat semacam aturan bahwa setiap orang harus mempunyai
pendapatnya sendiri untuk masalah yang dibahas.
Peruntukkan Alokasi Dana Kampung seharusnya dimusyawarahkan antara
Pemerintah Kampung dengan Masyarakat Kampung serta pihak lainnya (BPK,
Lembaga Adat, LSM, dll) untuk kemudian dituangkan dalam Peraturan Kampung
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBKp) tahun yang
bersangkutan.
Sebagai langkah awal, kampung harus terlebih dahulu merencanakan
penggunaan APBKp (dimana Alokasi Dana Kampung masuk ke dalamnya)
berdasarkan penggalian kebutuhan dari masyarakatnya. Hal ini tentu saja berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan masa lalu, dimana program untuk desa direncanakan dan ditetapkan dari
atas (oleh dinas/instansi pemerintah Kabupaten/ kota terkait), bukan berasal dari
kebutuhan yang sebenarnya di desa/kampung. Sehingga, meskipun programnya
baik tetapi sering tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kampung.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 64, mengamanatkan
bahwa setiap desa harus menyusun RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa) 5 tahunan. Dan selanjutnya RPJMDes dirinci menjadi RKPDes
(Rencana Kerja Pembangunan Desa) Tahunan. Secara umum, tahapan yang biasa
dilakukan dalam proses perencanaan dan penganggaran RKPKp adalah sebagai
berikut: Dengan adanya Alokasi Dana Kampung, kampung memiliki tambahan
dana yang lebih besar, sehingga bisa lebih leluasa untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat kampung. Selain itu, yang terpenting masyarakat dapat
langsung merealisasikan beberapa kebutuhannya yang kemudian dituangkan
dalam dokumen perencanaan di tingkat kampung.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perencanaan Kampung/Desa Secara Partisipatif
Kegiatan Mekanisme Pihak yang Terlibat I. Tahap Perencanaan Pembangunan Desa A. Menyusun usulan-
usulan kegiatan pembangunan dusun/kampung/RT/RW
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dusun/kampung/RT/RW
Seluruh warga, Kepala Dusun, Ketua RT/RW. Kelompok-kelompik masyarakat yang ada di dusun serta lembaga terkait lainnya (LSM, Lembaga Adat, dll)
B.1.Membahas Usulan kegiatan pembangunan yang diajukan dusun/kampung/RT/RW
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa
Kepala Desa, Kepala Dusun, Masyarakat dan lembaga yang ada di desa (LSM, Lembaga Adat, dll)
B.2.Menyusun skala prioritas kegiatan pembangunan
B.3.Mengkonsultasikan hasil prioritas kegiatan pembangunan
B.4.Menyusun Usulan yang diterima dalam format APBDes (pos-pos pendapatan belanja)
B.5.Pengajuan RAPBDes untuk dibahas oleh BPD
II. Tahap Pembahasan Anggaran Desa A.1.Mengkonsultasikan
RAPBDes ke masyarakat melalui BPD
Rapat/musyawarah BPD, Masyarakat Desa dan lembaga yang ada di desa (LSM, Lembaga Adat, dll)
A.2.Penyusunan tanggapanb, koreksi, dan usulan perbaikan
A.3.Perumusan dan Penetapan persetujuan
B. Penetapan pengesahan dan pengundangan (menjadi Perdes mengenai APBDes)
Rapat paripurna pengesahan RAPBDes
Kepala Desa, BPD, Masyarakat
C. Sosialisasi Pengumuman dan sosialisasi melalui saluran-saluran komunikasi yang ada di desa
Forum Pengembangan Pembaharuan Desa
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Rumus Penetapan Alokasi Dana Kampung
Berdasarkan Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Kampung bahwa rumus yang digunakan
dalam penetapan Alokasi Dana Kampung untuk masing-masing kampung adalah:
1. Azas merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Kampung yang sama
untuk setiap kampung, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Kampung
Minimal (ADKMx);
2. Azas adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Kampung berdasarkan
nilai bobot kampung (BKx) yang dihitung dengan rumus dan variabel
independent utama (misalnya: kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan,
jumlah penduduk, luas wilayah) serta variabel independent tambahan
(misalnya: keterjangkauan, potensi ekonomi, partisipasi masyarakat,
jumlah dusun) yang selanjutnya disebut dengan Alokasi Dana Kampung
Proporsional (ADKPx).
3. Besaran prosentasi perbandingan antara azas merata dan azas adil yaitu
besaran Alokasi Dana Kampung Minimal (ADKM) minimal 60% dan
besaran Alokasi Dana Kampung Proporsional (ADKP) maksimal 40%
dari total jumlah Alokasi Dana Kampung.
2.2.5. Pengelolaan Alokasi Dana Kampung
Pengelolaan Alokasi Dana Kampung merupakan satu kesatuan dengan
pengelolaan keuangan kampung oleh sebab itu pengelolaan Alokasi Dana
Kampung harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk mengelola Alokasi
Dana Kampung, kampung harus mempersiapkan kelembagaan yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
tim pelaksana, tim pengawas dan tim evaluasi secara khusus. Tim-tim tersebut
dibutuhkan agar Alokasi Dana Kampung dapat terkelola dengan baik dan sesuai
dengan kepentingan masyarakat. Hal tersebut bercermin pada kebijakan masa lalu
dimana bantuan untuk kampung/desa dari pemerintah daerah Kabupaten/kota
secara kelembagaan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota
tersebut, maka dengan adanya Alokasi Dana Kampung pelaksana program adalah
perangkat kampung bersama masyarakatnya.
Umumnya yang terjadi, kelembagaan pengelola Alokasi Dana Kampung
untuk tingkat Kabupaten/kota diserahkan kepada Kabupaten/kota terkait.
Demikian pula dengan desa, dimana kelembagaan pengelola Alokasi Dana
Kampung juga diserahkan kepada kepala kampung (Gecik) atau yang setingkat.
Yang terpenting dalam tim pengelola Alokasi Dana Kampung tersebut, adalah
mengupayakan agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan Alokasi
Dana Kampung tidak memakan proses birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Penelitian Sebelumnya
Sulistianto (2001), dalam penelitian Sulistianto yang berjudul “Pengaruh
Program dana Bantuan Desa Terhadap Perkembangan Desa Di Kecamatan
Stabat”. menunjukkan bahwa desa-desa di Kecamatan Stabat menyatakan ada
hubungan yang positif dan signifikan antara Dana Bantuan Desa dengan indikator
Perkembangan Desa dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1999.
Sinaga (2004), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Proyek
Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) Terhadap Pembangunan Desa di
Kecamatan Dolok Pangaribuan Kabupaten Simalungun” Dalam penelitian ini
menyatakan tujuan untuk menggambarkan proses dan peran masyarakat dalam
pelaksanaan Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) dan mengetahui
manfaat Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) di Kecamatan Dolok
Pangaribuan Kabupaten Simalungun. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) memberikan Pengaruh
yang positif terhadap Pembangunan Desa.
Purba (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Partisipasi
Masyarakat Terhadap Program Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan
Gunung Malela Kabupaten Simalungun”. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakteristik umur, pendidikan serta pendapatan berpengaruh
positif terhadap partisipasi masyarakat, sehingga Partisipasi Masyarakat dapat
berpengaruh dalam keberhasilan program bantuan pembangunan desa.
Simanjuntak (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Alokasi
Dana Desa APBD Serdang Bedagai Terhadap Pengembangan Desa Di Kecamatan
Sei Rampah”. Bahwa terdapat perbedaan signifikan pendapatan rata-rata rumah
Universitas Sumatera Utara
tangga sebelum dan setelah pelaksanaan alokasi dana desa di Kecamatan Sei
Rampah. Serta terdapat perbedaan tanggapan yang signifikan menurut pemimpin
desa dan masyarakat desa dalam pemanfaatan Alokasi Dana Desa di Kecamatan
Sei Rampah bagi peningkatan produksi, sedangkan sarana pendidikan dan
pembinaan pemuda tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
2.4. Kerangka Berpikir
Alokasi Dana Kampung merupakan salah satu alat dari Pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
khususnya di tingkat kampung. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues melaksanakan
Alokasi Dana Kampung ke setiap kampung di Kabupaten Gayo Lues sebagai
wujud nyata pemenuhan hak kampung dalam membiayai program pemerintahan
kampung dalam melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat di kampung. Alokasi Dana Kampung digunakan dalam pembangunan
fisik dan non fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat kampung.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
APBD Kabupaten Gayo Lues
Alokasi Dana Kampung
Tercapainya Kesejahteraan
Masyarakat Kampung
Pembangunan Fisik Kampung:
1. Pembangunan Jalan 2. Pembangunan jembatan 3. Pembangunan irigasi 4. Pembangunan sarana
pendidikan tingkat kampung
Pembangunan Non Fisik Kampung:
1. Pemberdayaan masyarakat kampung
2. Pengurangan angka kemiskinan di kampung
3. Peningkatan usaha ekonomi masyarakat kampung
4. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
5. Peningkatan kualitas pendidikan dasar
1. Peningkatan pendapatan masyarakat kampung
2. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kampung
3. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat kampung
Universitas Sumatera Utara