bab ii kriteria barang yang bisa dikenakan pajak ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. bab 2.pdf ·...

22
BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 2.1. Konsep Dasar Pajak Pertambahan Nilai Untuk mengetahui konsep dasar PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pertama yang harus di mengerti adalah apa pengertian mengenai PPN (Pajak Pertambahan Nilai) itu sendiri. Dalam berbagai literatur banyak definisi yang diberikan mengenai PPN( Pajak Pertambahan Nilai). Pada dasarnya pengertian PPN ( Pajak Pertambahan Nilai), adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. 12 Atau dengan kata lain PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak penjualan atas yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada pada semua jalur produksi dan distribusi. Dan dalam bahasa Inggris PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) disebut Value Added Tax. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah semua faktor produksi yang timbul di setiap jalur peredaran (jalur produksi dan distribusi) suatu barang seperti bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. 13 12 Deddy Sutrisno dan Indrawati, Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Pajak, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,Surabaya,2009, h.126 13 Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak, Rajawali Pers, Jakarta,2012, h.222 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA ADITYA ARYA SADANA

Upload: domien

Post on 18-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

BAB II

KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK

PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 42 TAHUN 2009

2.1. Konsep Dasar Pajak Pertambahan Nilai

Untuk mengetahui konsep dasar PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pertama

yang harus di mengerti adalah apa pengertian mengenai PPN (Pajak Pertambahan

Nilai) itu sendiri. Dalam berbagai literatur banyak definisi yang diberikan

mengenai PPN( Pajak Pertambahan Nilai).

Pada dasarnya pengertian PPN ( Pajak Pertambahan Nilai), adalah pajak

atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat

di setiap jalur produksi dan distribusi.12

Atau dengan kata lain PPN ( Pajak

Pertambahan Nilai) adalah pajak penjualan atas yang dipungut atas dasar nilai

tambah yang timbul pada pada semua jalur produksi dan distribusi. Dan dalam

bahasa Inggris PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) disebut Value Added Tax.

Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah semua faktor produksi yang

timbul di setiap jalur peredaran (jalur produksi dan distribusi) suatu barang seperti

bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba.13

12

Deddy Sutrisno dan Indrawati, Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Pajak, Fakultas Hukum

Universitas Airlangga,Surabaya,2009, h.126 13

Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak, Rajawali Pers, Jakarta,2012,

h.222

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 2: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ini di dasarkan atau dipengaruhi atas

beberapa faktor, yaitu perkembangan transaksi bisnis dan pola konsumsi

masyarakat yang merupakan obyek dari Pajak Pertambahan Nilai. Perkembangan

transaksi bisnis yang dalam tahun ke tahun perubahannya semakin dinamis, baik

itu dalam hal jenis transaksi maupun pola transaksi bisnis.

Atau jika dijabarkan lebih luas lagi faktor- faktor yang mendasari atau

mempengaruhi pengenaan pajak pertambahan nilai adalah dipakainya faktor

produksi dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan

barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen, juga semua biaya

untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa,

penyusutan dan upah kerja.

Dalam hal transaksi bisnis yang dinamis ini memang perlu diadakan atau

dilakukan pembaharuan dan penyempurnaan Undang- Undang Pajak Pertambahan

Nilai (PPN). Karena jika tidak dilakukan pembaharuan dan penyempurnaan

Undang- Undang PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) maka tidak ada payung hukum

yang mampu mengakomodir perubahan- perubahan yang sangat dinamis tersebut.

Perubahan Undang- undang PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) ini pada

dasarnya bertujuan sebagai berikut:14

1. Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai. Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah

14

Deddy Sutrisno dan Indrawati, Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Pajak, Fakultas Hukum

Universitas Airalngga,Surabaya,2009, h.127

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 3: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

menciptakan pola transaksi baru yang perlu ditegaskan lebih lanjut

pengenaannya dalam Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai. Penyederhanaan

sistem pajak pertambahan nilai dilakukan dengan mengubah atau

menyempurnakan ketentuan dalam Undang- Undang Pajak Pertambahan

Nilai yang menyulitkan Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak

dan kewajiban perpajakannya.

3. Mengurangi biaya kepatuhan. penyederhanaan sistem pajak pertambahan

nilai diharapkan pula dapat mengurangi biaya, baik biaya administrasi

bagi wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan kewajibannya

maupun biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam

rangka mengawasi kepatuhan wajib pajak.

4. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tercapainya tujuan tersebut

diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak.

Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan

penerimaan pajak yang tercermin dengan naiknya rasio pajak (tax ratio)

5. Tidak menggangu penerimaan PPN ( Pajak Pertambahan Nilai). Di

samping tujuan- tujuan di atas, fungsi pajak sebagai sumber penerimaan

negara tetap dipertimbangkan

6. Mengurangi distorsi dan meningkatkan kegiatan ekonomi

Untuk mengetahui definisi atau pengertian PPN (pajak Pertambahan Nilai)

jangan hanya dilihat dari definisi kata perkata saja. Tetapi harus diliat juga faktor-

faktor yang mendasari atau mempengaruhi pengenaan pajak pertambahan nilai.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 4: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Sehingga definisi atau pengertian mengenai PPN (Pajak pertambahan Nilai)

tersebut menjadi lebih jelas dan tidak kabur pemaknaannya.

Untuk mengetahui konsep dasar PPN (Pajak Pertambahan Nilai), bukan

hanya diliat dari definsinya saja. Karena masih banyak yang harus diketahui

tentang konsep PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) seperti kelebihan PPN (Pajak

Pertambahan Nilai), pemungut PPN, sifat pemungutan, prinsi pemungutan.

Hal yang paling penting untuk mengetahui konsep dasar PPN ( Pajak

Pertambahan Nilai) adalah mengetahui keunggulan atau kelebihan- kelebihannya.

Kelebihan - kelebihan PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) adalah:15

1. Fiscal Advantage

Bagi Pemerintah terdapat beberapa keuntungan jika menerpkan PPN.

Pertama, karena cakupannya luas yang meliputi jalur produksi dan

distribusi sehingga potensi pemajakannya juga besar. Kedua, karena

sangat mudah untuk menimbulkan vallue added disetiap jalur produksi

dan distribusi sehingga potensi pemajakannya semakin besar. Terakhir,

dengan menggunakan sistem invoice ( faktur pajak), dengan demikian

akan mudah untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh

wajib pajak.

2. Psycological Advantages

15

Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar Ilmu Pajak, Rajawali Pers, Jakarta,2012, h.

224

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 5: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Karena pajak pada umumnya sudah dimasukkan kedalam harga jual atau

harga yang dibayar oleh konsumen maka sering kali konsumen tidak

menyadari bahwa dia sudah membayar pajak.

3. Economic Advantages

Hal ini berdasarkan atau berlandaskan kenetralan terhadap pilihan

seseorang apakah akan menyimpan terlebih dahulu ataukah langsung

mengkonsumsikan penghasilan yang didapatkannya.

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pemerintah, badan,

atau instansi- instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk,

menyetor, dan melaporkan pajak terutang dari pengusaha kena pajak atas

penyerahan barang kena pajak, dan penyerahan jasa kena pajak kepada

pemerintah, badan atau instansi pemerintah terkait.16

Selain itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mempunyai sifat- sifat

pemungutan yaitu:17

1. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) sebagai pajak obyektif

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini didasarkan pada

obyeknya saja tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak

2. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) sebagai pajak tidak langsung

16

Deddy Sutrisno dan Indrawati, Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Pajak, Fakultas Hukum

Universitas Airalngga,Surabaya,2009, h.132 17

Ibid., h.132-133

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 6: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Secara ekonomis beban PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) dapat dialihkan

kepada pihak lain, namun dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran

pajak tidak berada pada penanggung pajak

3. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) multi stage tax

Pemungutan Pajak pertambahan Nilai dilakukan pada setiap mata rantai

jalur yang menghasilkan nilai tambah dari pabrikan, pedagang besar,

sampai dengan pengecer

4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipungut dengan menggunakan faktur

Sebagai bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pengusaha

Kena Pajak (PKP) harus menerbitkan faktur pajak

5. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netralitas

Sifat netralitas ini bisa terbentuk karena PPN ( Pajak Pertambahan Nilai)

dikenakan atas konsumsi barang atau jasa dan PPN ( Pajak Pertambahan

Nilai) di pungut berdasarkan prinsip tempat tujuan

6. Pajak Pertmbahan Nilai tidak menimbulkan pajak ganda

7. Pajak Pertambahan Nilai( PPN) dikenakan terhadap konsumsi dalam

negeri berupa penyerahan Barang Kena Pajak atau jasa kena pajak

Dari Mekanisme pemungutan PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) , terdapat

2 prinsip Pemungutan, yaitu:18

1. Prinsip Tempat Tujuan ( destination) : PPN ( Pajak Pertambahan Nilai)

dipungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi

18

Ibid., h.133

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 7: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

2. Prinsip Tempat Asal (orign principle) : PPN ( Pajak Pertambahan Nilai)

dipungut ditempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi

Sistem tarif PPN ( Pajak Pertambahan Nilai) menganut sistem tarif tunggal

yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) untuk import BKP ( Barang Kena Pajak),

penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan JKP ( Jasa Kena Pajak), hal ini

menurut pasal 7 ayat 1 Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang Peubahan

ketiga atas Undang- Undang no 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai

atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah .

Namun demikian menurut pasal 7 ayat 3 Undang- Undang no 42 tahun

2009 tentang Perubahan ketiga atas Undang- Undang no 8 tahun 1983 Tentang

Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah, tarif tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% ( lima persen) dan

paling tinggi 15% (lima belas persen)

Perubahan tarif tersebut didasarkan pada pertimbangan- pertimbangan

tertentu, seperti perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan untuk

pembangunan. Menurut pasal 7 ayat 3 Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang

Peubahan ketiga atas Undang- Undang no 8 tahun 1983 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah, pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) menjadi paling rendah 5% ( lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas

persen) tetapi dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 8: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Perubahan ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan

Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan RAPBN ( Rancangan

Anggaran Penerimaan Belanja Negara).

Dalam pasal 7 ayat 2 Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang

Peubahan ketiga atas Undang- Undang no 8 tahun 1983 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah, dalam hal untuk kegiatan tertentu dikenakan tarif pajak 0% ( nol persen).

Kegiatan tertentu tersebut yaitu:

1. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud

2. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud dari dalam daerah pabean yang

dimanfaatkan di luar daerah pabean

3. Ekspor Jasa Kena Pajak

Di dalam pasal 8 a ayat 1 Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang

Perubahan ketiga atas Undang- Undang no 8 tahun 1983 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah, “Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan

Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Import, Nilai Ekspor, atau

nilai lain.”

Maksud dalam pasal tersebut di atas jika diperjelas menjadi:

PPN terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 9: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Secara garis besar penjelasan Harga Jual, penggantian, nilai import, nilai

ekspor dan nilai adalah sebagai berikut:

1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, dan hal ini termasuk semua biaya

yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan

BKP ( Barang Kena Pajak), akan tetapi tidak termasuk PPN ( Pajak

Pertambahan Nilai) yang dipungut menurut undang- undang dan

potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2. Penggantian adalah nilai berupa uang, dalam hal ini termasuk semua

biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena

penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang

Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan

Nilai yang di pungut menurut Undang- Undang PPN ( Pajak

Pertambahan Nilai) dan potongan harga yang di cantumkan dalam faktur

pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh

penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena pajak dan/atau oleh

penerima manfaat barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena

pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean

3. Nilai Import adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan

bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur kepabeanan dan cukai untuk import

Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang- Undang

PPN( Pajak Pertambahan Nilai)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 10: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh importtir

5. Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan

pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Nilai lain yang diterapkan sebagai dasar pengenaan pajak adalah sebagai

berikut:19

1. Untuk pemakaian sendiri BKP (Barang Kena Pajak) dan atau JKP

(Jasa Kena Pajak) adalah harga jual atau penggantian setelah

dikurangi laba kotor

2. Untuk pemberian cuma- cuma BKP (Barang Kena Pajak) dan atau

JKP (Jasa Kena Pajak) adalah harga jual atau penggantian setelah

dikurangi harga kotor

3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah

perkiraan harga Harga Jual rata- rata

4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata perjudul

film

5. Untuk persediaan BKP (Barang Kena Pajak) yang masih tersisa pada

saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar

6. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut

ketentuan dapat dikreditkan adalah harga pasar yang wajar

19

Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 11: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

7. Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari

Harga Jual

8. Untuk penyerahan biro jasa perjalanan atau jasa biro pariwisata

adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang

seharusnya ditagih

9. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih

10. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh

imbalan yang diterima berupa service charge, provisi dan diskon

11. Untuk penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan atau JKP (Jasa

Kena Pajak) dari pusat ke cabang atau dari cabang ke pusat dan

penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan atau JKP (Jasa Kena

Pajak) antar cabang adalah harga jual atau penggantian setelah

dikurangi laba kotor

12. Untuk penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) kepada pedagang

perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang

2.2.Rumusan Objek Pajak

Objek pajak merupakan segala sesuatu yang dikenakan pajak, sedangkan

subjek pajak adalah pihak- pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan

pajak. Definisi - definisi subjek dan objek pajak ini harus dimengerti, karena hal

ini sangatlah penting. Perbandingan definisi ini akan mempermudah untuk

membahas lebih jauh lagi mengenai rumusan objek pajak.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 12: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Objek pajak di bedakan menjadi 2, yaitu:

1. Objek Pajak Langsung

Pada dasarnya objek pajak ini masih dipengaruhi oleh keadaan wajib

pajaknya .Contoh Objek Pajak langsung adalah PPh ( Pajak Penghasilan),

PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan)

2. Objek Pajak Tidak Langsung

Pada dasarnya objek pajak ini tidak dipengaruhi oleh keadaan wajib

pajaknya. Contoh objek pajak tidak langsung adalah PPN ( Pajak

Pertambahan Nilai), Bea Materai, Cukai, PPN-BM ( Pajak Penjualan

Barang Mewah)

Walaupun segala sesuatu dapat dijadikan objek pajak, namun pemerintah

harus hati-hati dalam mengambil keputusan untuk menentukan objek pajak.

Karena jika Pemerintah salah dalam pengambilan keputusan untuk menentukan

objek pajak akan berdampak kepada sistem perekonomian negara,

Jadi di dalam menentukan objek pajak yang harus atau yang akan

dikenakan pajak, pemerintah harus melakukan penelitian yang lebih mendalam

lagi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 13: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

2.3 Dasar Barang Bisa dikenakan Pajak

Sebelum membahas tentang dasar barang bisa dikenakan pajak, terlebih

dahulu kita mengetahui definisi barang itu sendiri. Pada dasarnya barang adalah

sesuatu yang memiliki nilai, dimana nilai tersebut bisa diukur dari barang tersebut

memiliki niai ekonomis atau tidak. Dan juga barang tersebut bisa diperjualbelikan

yang berwujud atau berjasad.

Dan menurut Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang Perubahan ketiga

atas Undang-Undang no 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah, definisi barang adalah

barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang

bergerak, barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud.

Menurut pasal 8a Undang- Undang no 42 tahun2009 tentang Perubahan

ketiga atas Undang-Undang no 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai

atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah, dasar pengenaan

pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai import, nilai ekspor, dan nilai

lain.

Pengertian Barang yang bisa dikenakan pajak ini adalah jika diliat dari

pengertian barang secara harfiah dan dari pengertian barang menurut Undang-

Undang no 42 tahun 2009. Oleh karena itu tidak semua barang bisa kenakan pajak

dan hanya barang berdasarkan Undang- Undang PPN yang dapat dikenai pajak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 14: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Untuk memperjelas lagi yang dimaksud barang yang bisa diklasifikasikan

barang kena pajak, itu dengan melihat di dalam Undang- Undang no 42 tahun

2009 tentang Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas barang mewah.

Karena di dalam dalam Undang-Undang no 42 tahun 2009 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah,

berisi mengenai jenis barang Kena Pajak, jenis barang yang tidak dikenai pajak,

pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk dalam pengertian

penyerahan Barang Kena Pajak. Dan karena itu harus diliat satu- persatu agar

perumusan Dasar Barang Kena Pajak bisa lebih dimengerti dan dipahami.

Yang termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena pajak menurut

pasal 1A Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas

Undang-Undang no 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah adalah:

1. Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian

2. Pengalihan barang kena pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/ atau

perjanjian sewa guna usaha

3. Penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui

juru lelang

4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma- cuma atas barang kena pajak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 15: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

5. Barang kena pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan

semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan

6. Penyerahan barang kena pajak secara konsinyasi

7. Penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak kepada pihak

yang membutuhkan barang kena pajak

Yang tidak termasuk dalam pengertian Barang Kena Pajak adalah:

1. Penyerahan barang kena pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud

dalam kitab undamg- undang dagang

2. Penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang piutang

Dan jenis- jenis barang yang tidak dikenai PPN( Pajak Pertambahan Nilai)

menurut pasal 4A ayat 2 Undang- Undang no 42 tahun 2009 tentang Tentang

Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas barang

mewah adalah:

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung

dari sumbernya

2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan orang banyak

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung makan dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang

dikonsumsi ditempat ataupun tidak, termasuk makanan dan minuman

yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering

4. Uang, emas batangan, dan surat berharga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 16: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

2.4 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Dasar konsepsi pemungutan Pajak dirumuskan oleh Adam Smith dalam 4

(empat) asas yang lazim disebut The Four Maxims, yaitu :20

1. Asas Persamaan (equality) yang menekankan wajib pajak yang

mendapatkan keuntungan dari perlindungan negara untuk memberikan

sumbangannya pada negara sebanding dengan kemampuan masing –

masing. Dalam asas ini negara tidak boleh mengadakan diskriminasi

antara wajib pajak.

2. Asas Kepastian ( Certainty ) yang menekankan bagi wajib pajak harus

jelas dan pasti tentang waktu, jumlah dan cara pembayaran pajak,

terutama mengenai subjek dan objek pajak

3. Asas Menyenangkan ( Conveniency of Payment ) yaitu pajak

seharusnya dipungut pada waktu yang tepat dan dengan cara yang

menyenangkan, misal saat petani sedang panen dan memperoleh uang.

4. Asas Efesiensi ( Low Cost of Collection ) yang menekankan biaya

pemungutan pajak tidak boleh melebihi dari hasil yang diterima.

Selanjutnya Adof Wagner mengemukakan terpenuhinya pajak ideal, jika

memenuhi asas – asas sebagai berikut :21

1. Asas Politik Finansial yang meliputi :

a. Jumlah penerimaan yang cukup untuk menutupi kekurangan biaya negara

b. Pajak yang bersifat dinamis, yang artinya meningkat sebanding dengan

kebutuhan masyarakat.

2. Asas Ekonomis artinya pajak yang dikenakan bagi wajib pajak yang paling

adil adalah Pajak pendapatan.

3. Asas Keadilan yang meliputi :

a. Sifat pajak yang umum sehingga tidak boleh ada diskriminasi

b. Kesamaan beban dengan memperhatikan daya pikul ( kemampuan

membayar ) seseorang.

4. Asas Administrasi meliputi :

a. Kepastian perpajakan

b. Keluwesan dalam penagihan

c. Ongkos pemungutan diusahakan sekecil – kecilnya

5. Asas Yuridis atau asas hukum meliputi :

a. Kejelasan Undang – Undang Perpajakan

20

Bohari, Op.Cit, h.41-42 21

Ibid..h.43

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 17: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

b. Perumusan kata – kata dalam Undang – Undang tidak bermakna ganda

sehingga menimbulkan intepretasi berbeda.

Menurut Pasal 1 angka 27 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah

bendahara pemerintah, badan atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh

Pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan

jasa kena pajak kepada bendahara pemerintah, badan atau instansi pemerintah

tersebut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 563/KMK.03/2003 tanggal

24 Desember 2003 dan mulai berlaku 1 Januari 2005 yang Termasuk Pemungut

Pajak Pertambahan Nilai adalah :

Instansi Pemerintah :

a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau

Kota.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 yang

dimaksud dengan :

1. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan

pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 18: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau

Kota.

2. Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak

yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai

Barang Mewah adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan

Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan

Kas Negara sebagaimana tersebut dalam Surat Perintah Membayar. Jumlah Pajak

Pertamabahan Nilai atau Pajak Pertambahan Barang Mewah yang Dipungut

sebagai berikut :

a. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak hanya terutang Pajak Pertambahan

Nilai, maka jumlah Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah yang dipungut

adalah 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh ) bagian dari jumlah pembayaran.

b. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dari

pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

tersebut, di samping terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak

Pertambahan Nilai Barang Mewah, maka jumlah Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah yang dipungut adalah sebesar

20% (dua puluh persen), maka jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang

dipungut sebesar 10/130 (sepuluh per tiga puluh) bagian dari jumlah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 19: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

pembayaran sedangkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah yang

dipungut sebesar 20/130 (sepuluh per tiga puluh) bagian dari jumlah

pembayaran.

c. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta

rupiah) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah tidak perlu

dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar

Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) tersebut hendaknya diartikan termasuk

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah.

Tata cara pemungutan dan penyetoran dilakukan sebagai berikut :

a. Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan Surat

Setor Pajak pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan

Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara baik untuk sebagian

maupun seluruh pembayaran.

b. Surat Setor Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan

membubuhkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan identitas Pengusaha Kena

Pajak Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan Surat

Setor Pajak dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau Kantor

Perbendahraan dan Kas Negara sebagai penyetor atas nama Pengusaha Kena

Pajak Rekanan Pemerintah.

c. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak tersebut terutang Pajak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 20: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Pertambahan Nilai Barang Mewah maka Pengusaha Kena Pajak rekanan

Pemerintah mencantumkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah

yang terutang pada Faktur Pajak.

d. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3

(tiga), yaitu :

- lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau Kantor

Perbendaharaan Dan Kas Negara sebagai Pemungut Pajak

Pertambahan Nilai.

- lembar ke-2 untuk arsip Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah.

- lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan

Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara.

e. Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, Surat Setor Pajak

sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah

Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah

disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar Surat Setor Pajak

tersebut diperuntukkan sebagai berikut :

- lembar ke-1 untuk Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.

- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara.

- lembar ke-3 untuk Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah

dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Masa Pajak Pertambahan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 21: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

Nilai.

- lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.

- lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.

f. Dalam hal pemungutan oleh Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara, Surat

Setor Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 4

(empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :

- lembar ke-1 untuk Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah.

- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor

Perbendaharaan Dan Kas Negara.

- lembar ke-3 untuk Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah

dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan masa Pajak Pertambahan

Nilai.

- lembar ke-4 untuk pertinggal Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara.

g. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh

Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap

"Disetor tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan

Pemerintah.

h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan

SSP sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh Kantor Perbendaharaan dan

Kas Negara yang melakukan pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA

Page 22: BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK ...repository.unair.ac.id/13780/9/9. Bab 2.pdf · KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG

advis Surat Perintah Membayar.

i. Surat Setor Pajak lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada

huruf f dibubuhi cap "Telah Dibukukan" oleh Kantor Perbendaharaan Dan

Kas Negara.

j. Faktur Pajak dan Surat Setor Pajak merupakan bukti pemungutan dan

penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Pertambahan Nilai

Barang Mewah.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PAKAIAN BEKAS IMPORT DALAM PERSPEKTIF HUKUM PAJAK INDONESIA

ADITYA ARYA SADANA