bab ii konsep keadilan atas penguasaan dan...

56
31 BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN KEKAYAAN ALAM Konsep keadilan atas penguasaan dan penggunaan kekayaan alam. Pada dasarnya manusia menghendaki keadilan, manusia memiliki tanggungjawab besar terhadap hidupnya, karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index, ludex, dan vindex. 1 Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Konsep keadilan, bahkan konsep kepastian dan kebenaran akan selalu berevolusi, oleh karena itu keadilan harus mampu melakukan interaksi sirkular dengan perkembangan ilmu-ilmu lain, antara lain teologi, ideologi, dan teknologi. Perkembangan keadilan di Barat misalnya, konsep keadilan yang pada mulanya sifatnya mytologicaI, pada masa ini keadilan hanya terdapat pada para dewa. Aristoteles dan Plato kemudian mengembangkan konsep keadilan tersebut menjadi intelektual-rasional. Keadilan kemudian dikaitkan dengan institusi dan kolektifitas kehidupan manusia. Perubahan konsep keadilan dari waktu ke waktu lebih banyak terjadi pada dataran operasional, sedangkan sifatnya selalu statis dan politis. 1 Sebagai index : menilai perbuatan yang akan datang. Sebagai ludex : menilai perbuatan yang sedang dilakukan. Sebagai vindex : menilai perbuatan yang telah berlangsung. Poedjawijatna, 1978, Pembimbing ke Alam FiIsafat, Pembangunan, Jakarta, hal 12.

Upload: ledat

Post on 07-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

31

BAB II

KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN

KEKAYAAN ALAM

Konsep keadilan atas penguasaan dan penggunaan kekayaan alam.

Pada dasarnya manusia menghendaki keadilan, manusia memiliki

tanggungjawab besar terhadap hidupnya, karena hati nurani manusia

berfungsi sebagai index, ludex, dan vindex.1 Pembicaraan keadilan memiliki

cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai

pada keadilan sosial.

Konsep keadilan, bahkan konsep kepastian dan kebenaran akan selalu

berevolusi, oleh karena itu keadilan harus mampu melakukan interaksi

sirkular dengan perkembangan ilmu-ilmu lain, antara lain teologi, ideologi,

dan teknologi. Perkembangan keadilan di Barat misalnya, konsep keadilan

yang pada mulanya sifatnya mytologicaI, pada masa ini keadilan hanya

terdapat pada para dewa. Aristoteles dan Plato kemudian mengembangkan

konsep keadilan tersebut menjadi intelektual-rasional. Keadilan kemudian

dikaitkan dengan institusi dan kolektifitas kehidupan manusia.

Perubahan konsep keadilan dari waktu ke waktu lebih banyak terjadi

pada dataran operasional, sedangkan sifatnya selalu statis dan politis.

1 Sebagai index : menilai perbuatan yang akan datang. Sebagai ludex : menilai

perbuatan yang sedang dilakukan. Sebagai vindex : menilai perbuatan yang telah

berlangsung. Poedjawijatna, 1978, Pembimbing ke Alam FiIsafat, Pembangunan, Jakarta,

hal 12.

Page 2: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

32

Keadilan berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak yang

bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya yaitu

hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Dari

konsep perubahan dan dengan berpegang pada konsep "hak" kemudian

dikembangkan diferensiasi jenis keadilan. Tantangan utama dalam

pembentukan prinsip keadilan di zaman sekarang ini adalah bagaimana

mencari celah di antara benturan liberalisme dan sosialisme, terutama yang

menyangkut perkembangan ekonomi, sehingga keadilan menjadi erat

kaitannya dengan ekonomi. Selain itu, keadilan merupakan salah satu tujuan

sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Dalam hal inilah, maka keadilan

adalah kehendak yang ajeg atau tetap untuk memberikan kepada siapa pun

sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan tuntutan

jaman.

Pembahasan dalam Bab ini akan dilakukan dalam tiga tataran

analisis. Pertama, pada tataran konseptual dan filsafat penulis akan

menjelaskan konsep keadilan dari pandangan tradisional, pandangan modern,

pandangan tokoh bangsa Indonesia. Tata rakit antara konsep keadilan dengan

filsafat sebagai induk ilmu (mother of science) adalah untuk mencari jalan

keluar dari belenggu kehidupan secara rational dengan menggunakan hukum

yang berlaku untuk mencapai keadilan dalam hidupnya, oleh sebab itu

penulis akan menggali konsep keadilan berdasarkan pandangan-pandangan

Page 3: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

33

tokoh-tokoh dan doktrin-doktrin hukum yang berkembang dalam Ilmu

Hukum. Kedua, pada tataran analitik dalam bab ini akan menjelaskan konsep

fungsi pemerintah, dalam hal ini berkaitan dengan fungsi pemerintah sebagai

pewujud keadilan sosial dalam masyarakatnya. Ketiga, pada tataran yuridis,

penulis akan menjelaskan konsep asas keadilan dalam materi muatan

peraturan perundang-undangan dan makna keadilan dalam penguasaan dan

penggunaan kekayaan alam menurut Pasal 33 UUD 1945.

A. Konsep Keadilan

Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal

dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang

berbeda yaitu: (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair

(sinonimnya justness); (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan

hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman

(sinonimnya judicature); dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak

menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan

(sinonimnya judge, jurist, magistrate).2 Sedangkan kata “adil” dalam bahasa

Indonesia merupakan serapan dari bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya

2 Muchamad Ali Safa’at, Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan John Rawls),

http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/keadilan.pdf, diakses pada tanggal 2 Maret 2012.

Page 4: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

34

sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang

dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.3

Dari pengertian keadilan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

keadilan adalah kehendak yang ajeg dan menetap untuk memberikan kepada

masing-masing bagiannya. Dalam bahasa Inggris terjemahannya berbunyi

“to give everbody his owm” atau memberikan kepada setiap orang yang

menjadi haknya. Inti dari pengertian tersebut bahwa memberikan masing-

masing haknya dan tidak lebih, tapi juga tidak kurang daripada haknya.4

Pada bahasan konsep keadilan ini, penulis akan menguraikan konsep

keadilan dari pandangan tradisional, pandangan modern, pandangan tokoh

bangsa Indonesia dan berdasarkan pasal 33 UUD 1945.

1. Pandangan Tradisional

Gagasan keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal

munculnya filsafat Yunani. Teori-teori Hukum Alam tetap mempertahankan

keadilan sebagai mahkota hukum—yang dalam hal ini menurut penulis:

konsep keadilan dari teori hukum alam merupakan konsep keadilan

tradisional. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.5

Pandangan tradisional mengenai keadilan, dapat dirunut dari

pemikiran Plato. Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui

3 Ibid.

4 O. Notohamidjojo, Op.cit, hal. 86.

5 Theo Huijebers, Op.cit, hal 196.

Page 5: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

35

kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional

masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan,

Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa.

Oleh sebab itu ia sangat dipengaruhi oleh cita-cita kolektivistik yang

memandang keadilan sebagai hubungan harmonis dengan berbagai

organisme sosial. Setiap warga Negara harus melakukan tugasnya sesuai

dengan posisi dan sifat alamiahnya.6

Pendapat Plato tersebut di atas merupakan pernyataan kelas, maka

keadilan Platonis berarti bahwa para anggota setiap masyarakat harus

menyelesaikan pekerjaan masing-rnasing dan tidak boleh mencampuri

urusan anggota kelas lain.7 Pembuat peraturan harus menempatkan dengan

jelas posisi setiap kelompok masyarakat di mana dan situasi bagaimana yang

cocok untuk seseorang. Pendapat tersebut berangkat dari asumsi dasar bahwa

manusia bukanlah suatu jiwa yang terisolir dan bebas melakukan apa saja

yang dikehendakinya, tetapi manusia adalah jiwa yang terikat dengan

peraturan dan tatanan universal yang harus menundukkan keinginan

pribadinya kepada organik kolektif. Dari sini terkesan pemahaman bahwa,

keadilan dalam konsep Plato sangat terkait dengan peran dan fungsi individu

dalam masyarakat. Idealisme keadilan akan tercapai bila dalam kehidupan

6 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Gajahmada University Press,

Yogyakarta, 2009, hal 47. 7 Krishna Djaya Darumurti, Pemerintah Memiliki Tanggungjawab Menciptakan

Keadilan, Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Airlangga, 2011, (tidak dipublikasikan), hal 4.

Page 6: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

36

semua unsur masyarakat berupa individu dapat menempatkan dirinya pada

proporsi masing-masing dan bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang

diemban, selanjutnya tidak dapat mencampuri urusan dan tugas kelompok

lain.8 Dalam hubungan dengan kehidupan bernegara, keadilan menurut Plato

itu terletak pada persesuaian dan keselarasan antara fungsi di satu pihak

kecakapan serta kesanggupan di pihak lain.9

Pandangan tradisional mengenai keadilan dapat dirunut juga dari

pandangan Aristoteles tentang keadilan yang bisa kita dapatkan dalam

karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya,

dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi

keadilan, yang, berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap

sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan

dalam kaitannya dengan keadilan”.10

Menurut Aristoteles, di samping keadilan sebagai keutamaan umum

(yaitu ketaatan kepada hukum alam dan hukum positif) terdapat juga

keadilan sebagai keutamaan moral khusus, yang menetukan sikap manusia

pada bidang tertentu. Sebagai keutamaan khusus keadilan itu ditandai oleh

sifat-sifat yang berikut:11

8 Ibid.

9 Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Cetakan II Edisi Revisi, Pustaka

Mizan, 1997, Bandung, hal. 5. 10

Carl Joachim Friedrich, Op.cit, hal. 24 11

Theo Huijebers, Op.cit, hal.29.

Page 7: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

37

a. Keadilan menentukan bagaimanakah hubungan yang baik antara

orang yang satu dengan yang lain.

b. Keadilan berada di tengan dua ekstrem, yaitu diusahakan supaya

dalam mengejar keuntungan terciptalah keseimbangan antara dua

pihak: jangan mengutamakan pihaknya sendiri dan jangan juga

mengutamakan pihak lain.

c. Untuk menentukan di manakah terletak keseimbangan yang tepat

antara orang-orang digunakan ukuran kesamaan; kesamaan ini

dihitung secara aritmetis atau geometris.

Selain itu, menurut Aristoteles, keadilan yang mengatur hubungan

dengan sesama manusia, meliputi beberapa bidang:12

a. Terdapat keadilan mengenai pembagian jabatan-jabatan dan harta

benda publik. Pembagian ini harus sesuai dengan bakat dan

kedudukan orang dalam negara.

b. Terdapat keadilan dalam bidang transaksi jual beli.

c. Keadilan dalam hukum pidana diukur secara geometris juga.

d. Terdapat keadilan juga dalam bidang privat yaitu dalam hukum

kontrak dan dalam delik privat. Kesamaan yang dituju dalam bidang-

bidang ini ialah kesamaan aritmetis.

12

Ibid, hal 31.

Page 8: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

38

e. Terdapat semacam keadilan juga dalam bidang penafsiran hukum, di

mana hukum diterapkan pada perkara-perkara yang konkret. Di sini

Aristoteles menghendaki, agar seorang hakim yang mengambil

tindakan in concreto hendaknya mengambil tindakan seakan-akan ia

menyaksikan sendiri peristiwa konkret yang diadilinya. Dalam

menerapkan hukum pada perkara-perkara konkret itu kesamaan

geometris atau aritmetris tidak berperanan lagi. Apa yang diperlukan

adalah epikea yaitu suatu rasa tentang apa yang pantas. Sebagai

demikian epikea termasuk prinsip-prinsip regulatif, yang memberi

pedoman bagi praktek hidup negara menurut hukum.

Aristoteles memberikan arti keadilan sebagai, “ius suum cuique

tribuendi” adalah memberikan masing-masing bagiannya.13

Lebih lanjut,

Aristoteles membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan

keadilan korektif. Keadilan distributif dan korektif sama-sama rentan

terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam

kerangkanya.

Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa

imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang

kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan

oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.

13

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983,

hal. 23.

Page 9: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

39

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor,

kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam

masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah

bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang

berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku di kalangan warga. Distribusi

yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai

kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.14

Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang

salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka

keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi

pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman

yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun,

ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah

mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali

kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif

merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan

bidangnya pemerintah.15

Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya

dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat

kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim,

14

Theo Huijebers, Op.cit, hal. 25. 15

Carl Joachim Friedrich, Op.cit.

Page 10: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

40

dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum

tertentu. Pembedaan ini jangan dicampur adukkan dengan pembedaan antara

hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat—

karena berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua penilaian yang terakhir itu

dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas

tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain kendati diwujudkan dalam

bentuk perundang-undangan, tetap merupakan hukum alam jika bisa

didapatkan dari fitrah umum manusia.16

Selanjutnya, dari pemikiran Thomas Aquinas kemudian terbit

pemahaman mengenai keadilan proposional. Keutamaan yang disebut

keadilan menurut Thomas Aquinas menentukan bagaimana hubungan orang

dengan orang lain dalam hal iustum, yakni mengenai ’apa yang sepatutnya

bagi orang lain menurut sesuatu kesamaan proporsional’ (aliquod opus

adaequatum alteri secundum aliquem aequalitatis modum).17

Filsuf Hukum Alam, Thomas Aquinas, membedakan keadilan atas

dua kelompok, yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus.

Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak Undang-Undang, yang

harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya keadilan khusus

16

Ibid, hal. 26-27. 17

Theo Huijebers, Op.cit, hal 42.

Page 11: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

41

adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus

ini dibedakan menjadi:18

a. Keadilan distributif (justitia distribution).

Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional

diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.

b. Keadilan komutatif (justitia commutative).

Keadilan komutatif adalah keadilan dengan mempersamakan antara

prestasi dan kontraprestasi. Keadilan ini juga sering disebut sebagai

keadilan tukar menukar. Ukurannya bersifat aritmetis.

c. Keadilan vindikatif (justitia vindication).

Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman

atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Keadilan ini termasuk dalam

keadilan tukar menukar.

d. Keadilan legal (justitia legalis).

Keadilan legal menyangkut keseluruhan hukum, sehingga dapat

dikatakan bahwa kedua keadilan tadi terkandung dalam keadilan legal

ini. Keadilan legal menuntut supaya orang tunduk pada semua undang-

undang, oleh karena undang-undang itu menyatakan kepentingan

umum. Dengan mentaati hukum adalah sama dengan bersikap baik

18

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op.cit, hal. 156-157.

Page 12: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

42

dalam segala hal, maka keadilan legal disebut keadilan umum (justitis

generalis).

2. Pandangan Modern

Menurut John Rawls, pada masyarakat yang telah maju (modern),

hukum baru akan ditaati apabila ia mampu meletakkan prinsip-prinsip

keadilan.19

Pemikiran mengenai keadilan John Rawls inilah, yang penulis

anggap sebagai kategori konsep keadilan modern. Menurut pendapat Rawls,

berbicara mengenai keadilan, maka hukum tidak boleh dipersepsikan sebagai

wasit yang tidak memihak dan bersimpati dengan orang lain. Hukum justru

harus menjadi penuntun agar orang dapat mengambil posisi tetap

memperhatikan kepentingan individunya. Jika bidang utama keadilan adalah

struktur dasar masyarakat, problem utama keadilan, menurut Rawls, adalah

merumuskan dan memberikan alasan pada sederet prinsip-pisnsip yang harus

dipenuhi oleh sebuah struktur dasar masyarakat yang adil. Dengan

diterapkan pada fakta struktur dasar masyarakat, prinsip-prinsip keadilan

harus mengerjakan dua hal:20

a. Prinsip keadilan harus memberi penilaian konkret tentang adil tidaknya

institusi-institusi dan praktik institusional.

19

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op. cit., hal. 161. 20

Ibid, hal. 162-163.

Page 13: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

43

b. Prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita ke dalam

memperkembangkan kebijakan-kebijakan dan hukum untuk

mengoreksi ketidakadilan alam struktur dasar masyarakat.

Rawls mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk

mementingkan diri sendiri merupakan kendala utama dalam mencari prinsip-

prinsip keadilan itu. Apabila dapat menempatkan diri pada posisi asli,

manusia akan sampai pada dua prinsip keadilan yang paling mendasar,

yaitu:21

1) Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of greatest

equal liberty). Menurut pinsip ini setiap orang mempunyai hak yang

sama atas seluruh keuntungan masyarakat.

2) Prinsip ketidaksamaan atau perbedaan, yang menyatakan bahwa

situasi perbedaan (sosial ekonomi) harus diberikan aturan sedemikian

rupa sehingga dapat menguntungkan golongan masyarakat yang

paling lemah (paling tidak mendapat peluang untuk mencapai

prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas). Rumusan prinsip

kedua ini sesungguhnya merupakan gabungan dari dua prinsip, yaitu

prinsip perbedaan (difference principle) dan prinsip persamaan yang

adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity).

21

Ibid, hal 165.

Page 14: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

44

Menurut Rawls, kekuatan dalam keadilan dalam arti Fairness justru

terletak pada tuntutan bahwa ketidaksamaan dibenarkan sejauh juga

memberikan keuntungan bagi semua pihak dan sekaligus memberi prioritas

pada kebebasan.22

Ini merupakan dua tuntutan dasar yang dipenuhi dan

dengan demikian juga membedakan secara tegas konsep keadilan sebagai

Fairness dari teori-teori yang dirumuskan dalam napas intuisionisme dalam

cakrawala teologis. Untuk terjaminnya efektivitas dari kedua prinsip keadilan

itu, Rawls menegaskan bahwa keduanya harus diatur dalam suatu tatanan

yang disebutnya serial order.23

Dengan pengaturan seperti itu, Rawls

menegaskan bahwa hak-hak serta kebebasan-kebebasan dasar tidak dapat

ditukar dengan keuntungan sosial dan ekonomis. Ini berarti prinsip keadilan

yang kedua hanya bisa mendapat tempat dan diterapkan apabila prinsip

keadilan yang pertama telah dipenuhi. Artinya penerapan dan pelaksanaan

prinsip keadilan yang kedua tidak boleh bertentangan dengan prinsip

keadilan yang pertama. Dengan demikian hak-hak dan kebebasan-kebebasan

dasar dalam konsep keadilan memiliki priroritas utama atas keuntungan

sosial dan ekonomis.

Setelah era pandangan tradisional mengenai keadilan, Karen Lebacqz

mengevaluasi pemikiran enam tokoh mengenai keadilan, yaitu: Mill, Rawls,

Nozick, Para Uskup, Niebuhr, dan Miranda. Mereka menggunakan keadilan

22

Abdul Ghofur Anshori, Op.cit, hal.52. 23

Ibid.

Page 15: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

45

distributif dalam maknanya yang luas: pertanyaannya bukan lagi “Siapa yang

memperoleh?”, namun juga “Apakah jenis yang diperoleh semestinya?” dan

“Siapa yang berhak memutuskannya?”.24

Berikut ini merupakan ringkasan

pemikirin keadilan Mill, Rawls, Nozick, Para Uskup, Niebuhr, dan Miranda:

a. John Stuart Mill25

Pendekatannya terhadap keadilan terletak di dalam analisis mengenai

akal sehat dan kepekaan moral pada saat itu. Keadilan dipahami oleh

Mill ketika berhadapan dengan klaim atau hak personal, dan berusaha

melandasi klaim-klaim tersebut dengan argumen utilitarian. Menurut

Mill, tidak ada teori teori keadilan yang bisa dipisahkan dari tuntutan

kemanfaatan. Keadilan adalah istilah yang diberikan kepada aturan-

aturan yang melindungi klaim-klaim yang dianggap esensial bagi

kesejahteraan masyarakat, klaim untuk memegang janji, diperlakukan

setara, dan sebagainya. Klaim seperti ini merupakan pokok-pokok

hitungan utilitarian. Sifat esensial keadilan dalam skema utilitarian

adalah: keadilan mengakui hak-hak individu yang didukung

masyarakat. Keadilan mensyaratkan aturan-aturan yang ditetapkan

menjadi kebaikan masyarakat demi menjamin pemenuhan kewajiban

tertentu yang keras dan demi melindungi hak-hak individu. Keadilan

24

Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan (Six Theories of Justice), Nusa Media,

Bandung, 1986, hal. 2. 25

Ibid, hal. 13-41.

Page 16: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

46

bisa memadukan konsep mengenai perlakukan setara dan pengabaian.

Keadilan bukan Sui Generis, karena dia bergantung sepenuhnya pada

kemanfaatan sosial sebagai fondasinya. Semua aturan keadilan bisa

tunduk kepada tuntutan-tuntutan kemanfaatan. Apapun yang

membawa kebaikan terbesar bagi semuanya dapat disebut adil.

b. John Rawls26

Prinsip-prinsip keadilan diperoleh bukan dengan mengevaluasi

kemanfaatan dari tindakan-tindakan melainkan dari pilihan rasional

di dalam kondisi adil. Prinsip-prinsip tersebut dilekatkan pada

struktur dasar masyarakat, bukannya setiap tindakan atau setiap

tingkatan di mana keadilan dipersoalkan. Teori keadilan Rawls,

menggunakan kontrak sosial sebagai basis teori keadilan. Prinsip-

prinsip Rawls melindungi pihak-pihak yang paling kurang beruntung

di masyarakat. Tidak ada pertukaran kebebasan atau kesejahteraan

mereka dengan kesejahteraan orang lain yang dibolehkan.

Kebebasan-kebebasan dasar harus didistribusikan setara dan tidak

boleh dikorbankan demi pencapaian ekonomi.

c. Robert Nozick27

Nozick menolak peran negara di dalam keadilan distributif. Keadilan

dibatasi hanya pada ruang komutatif pertukaran individu. Keadilan

26

Ibid, hal. 49-79. 27

Ibid, hal 89-113.

Page 17: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

47

terdapat di dalam pertukaran yang adil. Keadilan tidak dapat

membuat klaim yang substantif apapun, selain hanya mengandung

persyaratan prosedural bagi keadilan pertukaran. Keadilan tidak

terdapat di dalam propaganda kebaikan terbesar untuk jumlah

terbesar dan tidak juga di dalam upaya untuk melindungi pihak-pihak

yang kurang beruntung.

d. Para Uskup28

Keadilan berakar pada tradisi iman yang merespon Tuhan yang adil

dan penuh kasih. Para Uskup mengajukan konsep keadilan sebagai

kebaikan bersama. Kebaikan bersama didasarkan pada keberpihakan

kepada orang miskin, tidak pernah kebaikan yang lebih besar

sejumlah orang dapat menjustifikasi keterpurukan orang lain.

Keberpihakan kepada orang-orang yang malang menjadi tongkat

pengukur keadilan suatu masyarakat.

e. Reinhold Niebuhr29

Pendekatan Niebuhr terhadap keadilan adalah dengan penekanan

terhadap konsep dosa. Menurut Niebuhr, di sebuah dunia yang sudah

dirembesi dosa, tidak ada satu pun prinsip atau pendekatan dapat

menghasilkan prinsip keadilan yang sahih selamanya. Keadilan tetap

harus dicirikan pertama dan terutama oleh keseimbangan kekuasaan.

28

Ibid, hal 119-146. 29

Ibid, hal 157-184.

Page 18: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

48

Yang ideal adalah harmoni diri dengan diri, sehingga keadilan

berusaha mendekati yang ideal dengan menyeimbangkan kekuasaan

sehingga yang lemah akan terlindungi dari yang kuat. Kesimbangan

seperti itu bukan harmoni yang relatif, melainkan harmoni yang

dibutuhkan dan adil. Keadilan tidak pernah bersifat mutlak dan

tercapai seutuhnya. Setiap keadilan relatif adalah sekaligus ketidak-

adilan relatif.

f. Jose Porforio Miranda30

Miranda berfokus pada kasih istimewa Tuhan bagi kaum papa dan

tertindas. Keadilan dimulai dari menolak ketidakadilan. Tuhan

dikenal hanya dari tindakan keadilan, dan tindakan keadilan berarti

bertindak adil kepada orang miskin. Tidak ada pemisahan ruang

ekonomi dan politik, karena keadilan meliputi segala sesuatu.

Tradisi menyebutkan bahwa prinsip resmi keadilan distributif adalah

”bagi masing-masing sesuai dengan yang layak baginya.”31

Pemikiran enam

tokoh mengenai keadilan, yaitu: Mill, Rawls, Nozick, Para Uskup, Niebuhr,

dan Miranda—berbeda dengan pandangan tradisional yaitu:32

a. John Stuart Mill: Bagi masing-masing sesuai dengan kecenderungan

tindakan yang memaksimalkan kemanfaatan bagi semuanya.

30

Ibid, hal 196-233. 31

Karen Lebacqz, Op.cit, hal. 236. 32

Ibid.

Page 19: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

49

b. John Rawls: Bagi masing-masing sesuai dengan struktur dasar yang

dapat menguntungkan pihak-pihak kurang beruntung (di mana

batasannya adalah kesetaraan hak-hak politik, kesetaraan

kesempatan, dan pelestarian yang adil bagi generasi masa depan)

c. Robert Nozick: Bagi masing-masing sesuai dengan pilihan-pilihan

yang sudah menjadi hak mereka.

d. Para Uskup: Bagi masing-masing sesuai dengan martabat mereka

sebagai makhluk yang diciptakan secitra Allah (dengan kewajiban

dan hak yang sesuai dengan citra tersebut dalam bentuk tiga aspek

keadilan)

e. Reinhold Niebuhr: Bagi masing-masing sesuai dengan prinsip

kebebasan, khususnya kesetaraan, yang diimbangi kasih da keadilan.

f. Jose Porforio Miranda: Bagi masing-masing sesuai dengan campur

tangan Tuhan di dalam sejarah dalam membebaskan orang miskin

dan tertindas.

Dari pemikiran enam tokoh di atas mengenai keadilan, yang

mengejutkan adalah hilangnya beberapa konsep tradisional seperti klaim

aristotelian bahwa keadilan bisa dimaknai sebagai distribusi asalkan

beriringan dengan kebaikan.33

Dalam hal pencapaian keadilan, tentunya

33

Ibid, hal 237.

Page 20: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

50

dibutuhkan persyaratan. Karen Lebacqz juga mengevaluasi pemikiran enam

tokoh mengenai persyaratan keadilan, yaitu:34

a. John Stuart Mill: Persyaratan keadilan tercapai melalui pencarian

hakikat umum di dalam konsep-konsep yang ada selama ini mengenai

apa yang adil dan tidak adil.

b. John Rawls: Persyaratan keadilan tercapai melalui pilihan rasional di

dalam setting yang fair.

c. Robert Nozick: Persyaratan keadilan bagi hak-hak minimal tercapai

melalui pendeduksian maksim Kantian yang memperlakukan setiap

pribadi sebagai tujuan akhir, bukan hanya sebagai alat/cara.

d. Para Uskup: Persyaratan keadilan tercapai melalui perwujudan visi

keadilan berbasis iman dalam prinsip-prinsip filosofis dan teologis

mengenai kewajiban dan hak.

e. Reinhold Niebuhr: Persyaratan keadilan tercapai melalui prinsip

kasih berbasis iman yang selalu tarik ulur dengan realitas-realitas

dosa.

f. Jose Porforio Miranda: persyaratan keadilan tercapai melalui

konfirmasi Alkitab bagi analisis Marxis tentang ketidakadilan yang

dialami kaum tertindas.

34

Ibid.

Page 21: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

51

Dari Mill dan kaum utilitarian, keadilan mencakup pengertian

fundamental mengenai kesetaraan, karena setiap kebaikan pribadi haruslah

terhitung sama dengan kebaikan orang lain.35

Di mata Rawls, teori keadilan

pada akhirnya harus bergerak menuju kesetaraan distribusi, meskipun dia

tidak mensyaratkan kesetaraan sebagai prinsip distribusi. Jika bidang utama

keadilan adalah struktur dasar masyarakat, problem utama keadilan, menurut

Rawls, adalah merumuskan dan memberikan alasan pada sederet prinsip-

pisnsip yang harus dipenuhi oleh sebuah struktur dasar masyarakat yang adil.

Keadilan dalam pandangan Niebuhr lebih kepada fundamental hakikat

manusia. Perhatian Nozick terarah kepada keniscayaan dan batasan-batasan

negara; perhatian Miranda terfokus kepada cara berpikir Alkitab; sedangkan

perhatian para uskup terfokus langsung pada kemiskinan.

3. Pandangan Tokoh bangsa Indonesia

Konsep keadilan sosial di negara Indonesia telah mendapat tempat

yang utama oleh para tokoh bangsa Indonesia. Salah satunya adalah

Soekarno, hal ini jelas sekali dapat dibuktikan dari gagasan Soekarno dalam

pembicaraannya tentang Dasar Negara Indonesia di dalam sidang BPUPKI

(1 Juni 1945). Menurut Soekarno, yang dimaksud sebagai keadilan sosial

ialah:

“Suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur,

berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada

35

Karen Lebacqz, Op.cit, hal. 233.

Page 22: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

52

penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada exploitation de

I’homme par I’homme. Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup

pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja.”36

Pemikiran Soekarno tentang keadilan sosial di atas sungguh jelas,

tepat, sistematis dan tegas. Tampak sekali bahwa Seoekarno sangat

memprioritaskan nilai keadilan dan menjunjung tinggi nilai hak-hak asasi

manusia dalam konsep hidup berbangsa dan bernegara. Sudah tentu, lahirnya

gagasan tentang definisi keadilan sosial ini merupakan hasil refleksi

Soekarno tentang masa gelap sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia

telah mengalami penderitaan, penindasan, penghinaan dan penghisapan oleh

penjajahan Belanda dan Jepang. Pernyataan teks di atas membuktikan bahwa

Soekarno ingin mencanangkan keadilan sosial sebagai warisan dan etika

bangsa Indonesia yang harus diraih. Selain itu, cita-cita keadilan Soekarno

juga berdasarkan penggunaan industrialisme modern untuk kepentingan

umum, Soekarno pernah mengatakan bahwa:

“Sudah pernah saya katakan bahwa cita-cita dengan keadilan sosial

ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur. Saya tekankan adil

dan makmur, makmur dan adil, dengan menggunakan alat-alat

industri, alat-alat teknologi yang sangat modern....Tetapi

industrialisme modern itu kita pergunakan untuk kepentingan

umum.”37

Upaya agar keadilan sosial dapat terwujud, maka keadilan sosial itu

harus dimulai dari hidup bermasyarakat. Soekarno menyadari bahwa negara

36

Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Media Pressindo,

Yogyakarta, 2006, hal 277-278. 37

Ibid, hal 295.

Page 23: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

53

Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa akan mencapai

keadilan sosial asalkan rakyat Indonesia telah dipersatukan menjadi satu

bangsa, yakni bangsa Indonesia. Pemahaman aspek persatuan ini jelas tidak

bisa terlepas dari aspek “rasa” setiap orang. Rupanya konsep tentang

persatuan bangsa ini sudah lama digagas oleh Soekarno. Hal ini dapat dibaca

dalam isi pidatonya di Sidang BPUPKI:

“Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan

buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan,

maupun golongan yang kaya, - tetapi “semua buat semua”. Inilah

salah satu dasar pikiran yang nanti yang akan saya kupas lagi. Maka,

yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di

dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai ini,

akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah: Dasar pertama,

yang baik dijadikan dasar buatan Negara Indonesia, ialah dasar

kebangsaan.”38

Berbicara tentang cara mencapai keberhasilan ide menunju keadilan

sosial ini, maka Soekarno melihat bahwa keadilan sosial tidak bisa terlepas

dari usaha mempersatukan bangsa. Demikian juga bahwa persatuan bangsa

juga tidak bisa lepas dari tata negara “Gotong Royong”. Apa yang dimaksud

dengan Gotong Royong? Menurut Soekarno :

“Gotong-royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari

“kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah salah satu

faham yang statis, tetapi gotong-rouong menggambarkan satu usaha,

satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat

Soekardjo: satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo,

gawe, pekerjaan amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah

pembanting tulang bersama pemerasan keringat bersama, perjuangan

38

Saafroedin Bahar (ed), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus

1945. Edisi kedua. Sekretaris Negara RI, Jakarta, 1995, hal. 71.

Page 24: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

54

bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua,

keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat

kepentingan bersama! Itulah gotong-royong!” 39

Soekarno memiliki buah pikiran yang cemerlang tentang keadilan

sosial. Gagasan keadilan sosial tidak bisa terlepas dari gerakan persatuan dan

gotong royong. Justru bangsa yang tahu bersatu dan mau berkerjasama akan

dapat memahami nilai keadilan sosial. Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh

Soekarno dalam pidatonya yang berbicara tentang nilai kebersamaan untuk

mencapai cita-cita bangsa, yakni menciptakan masyarakat adil dan makmur.

Selain Soekarno, tokoh bangsa Indonesia adalah Sutan Syahir. Sjahrir

dalam pidato di depan Kongres Majelis Pemuda Kristen Oikumenia IV di

Bandung, 18 April 1957, berkata, "Tujuan itu haruslah membangun suatu

masyarakat yang berbahagia, yang berdasarkan kerakyatan serta keadilan

sosial. Rasa kemanusiaan harus kita perkuat."40

Menurut Sjahrir, kita harus

pula menyadarkan rakyat kita bahwa rasa kemanusiaan, kerakyatan, dan

keadilan sosial hanya berarti serta dapat diwujudkan dengan sempurna, jika

masyarakat kita berdasarkan pada kemakmuran bersama serta merata.41

Jakob Oetama (Pimpinan Umum Kompas) ketika menyampaikan makna

Peringatan Seratus Tahun Sutan Sjahrir mengatakan, buah pemikiran Sjahrir

adalah sistem ekonomi pasar sosial yang mengombinasikan peran sosial

39

Ibid, hal 82. 40

Kompas, Sosok Sjahrir Relevan bagi Masa Depan Bangsa,

http://nasional.kompas.com/read/2009/03/31/20504632/, diakses pada tanggal 7 Maret 2012. 41

Ibid.

Page 25: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

55

peran negara dan peran pasar, yang bertujuan untuk menyejahterakan

rakyat.42

Apa yang dinyatakan oleh Sjahrir tersebut senada dengan Muh.

Yamin yang menyatakan bahwa kesejahteraan rakyat yang menjadi dasar dan

tujuan Negara Indonesia Merdeka adalah pada ringkasannya keadilan

masyarakat atau keadilan sosial.43

Mohammad Hatta juga menyadari mengenai pentingnya keadilan

sosial bagi rakyat Indonesia, yang berakibat kepada kesejahteraan rakyat,

namun hal ini menurutnya harus mengandaikan kedaulatan rakyat. Dalam

sebuah pidato di Aceh pada tahun 1970, ia mengatakan:

“Apakah yang dimaksud dengan Indonesia yang adil? Indonesia yang

adil maksudnya tak lain daripada memberikan perasaan kepada

seluruh rakyat bahwa ia dalam segala segi penghidupannya

diperlakukan secara adil dengan tiada dibeda-bedakan sebagai warga

negara. Itu akan berlaku apabila pemerintahan negara dari atas

sampai ke bawah berdasarkan kedaulatan rakyat.”44

Pemikiran Bung Hatta yang sangat komprehensif tentang keadilan

sosial dapat dilihat dan ditelusuri pada saat ia berbicara tentang Pancasila,

suatu dasar yang dibelanya secara sungguh-sungguh baik dalam teori

maupun praktek. Bagi Hatta sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan

prinsip pembimbing bagi cita-cita kenegaraan di Indonesia. Prinsip spiritual

dan etik ini memberikan bimbingan kepada semua pihak yang baik bagi

42

Kompas, Buah Pikiran Sjahrir Tidak Lekang oleh Waktu,

http://nasional.kompas.com/read/2009/03/05/22073081/Buah.Pikiran.Sjahrir.Tidak.Lekang.

oleh.Waktu, diakses pada tanggal 7 Maret 2012. 43

Saafroedin Bahar (ed), Op.cit, hal. 28. 44

Mohammad Hatta, dalam Franz Magnis Suseno, Bung Hatta dan Demokrasi,

Tempo, 18 Agustus 2002.

Page 26: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

56

rakyat dan bangsa. Sejalan dengan prinsip dasar ini, sila kemanusiaan yang

adil adan beradab adalah kelanjutan dari sila pertama dalam praktik. Begitu

pula sila ketiga dan keempat. Sedangkan sila kelima, “Keadilan Sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia”, menjadi tujuan terakhir dari ideologi Pancasila.45

Hatta juga menegaskan bahwa di bawah bimbingan sila pertama, sila

Ketuhanan Yang Maha Esa, kelima sila itu saling mengikat.46

Hal yang pernah diperjuangkan Bung Hatta dalam rangka

penyusunan konsep keadilan sosial dalam UUD 1945 adalah dengan

keberhasilannya memasukkan perihal ekonomi dan kesejahteraan rakyat

pada pasal 33 sebelum diamandemen yang berbunyi:

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk

kemakmuran rakyat.

Dari isi Pasal 33 UUD 1945 ini sangat terasa bahwa HAM dalam

artian berpihak pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia cukup

45

A. Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan

dalam Konstituante. LP3ES, Jakarta, 1987, hal. 155. 46

Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, Idayu Press, Jakarta, 1977, hal.20.

Page 27: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

57

dijamin.47

Hatta ingin agar Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya itu dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat—

dengan demikian nasionalisme Indonesia jika ingin difungsikan dalam

kenyataan tidak harus sekedar ditujukan untuk melawan eksploitasi dan

dominasi asing dalam politik, ekonomi, dan budaya, tetapi juga harus

dihadapkan kepada unsur kolonial domestik.48

Senada dengan konsep keadilan Bung Hatta, Abdurrahman Wahid

juga menyatakan bahwa keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup

mikro dari kehidupan warga masyarakat Indonesia secara perorangan,

melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri.49

O. Notohamidjojo juga menuturkan bahwa keadilan itu menuntut perlawanan

terhadap kesewanang-wenangan kepada manusia, keadilan memberikan

kepada masing-masing haknya, dengan kata lain keadilan merupakan

postulat (tuntutan atau dalil, yang tidak dapat dibuktikan, yang harus

diterima untuk memahami fakta atau peristiwa tertentu) bagi perbuatan

manusia—karena keadilan menuntut untuk melihat sesama manusia sebagai

47

Todung Mulya Lubis, Hak Azasi Manusia dan Kita. Sinar Harapan, Jakarta,

1982, hal 18. 48

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan.

Gramedia, Jakarta, 1981, hal.120. 49

Abdurrahman Wahid, Konsep Keadilan,

http://www.gusdur.net/Pemikiran/Detail/?id=28/hl=id/Konsep_Keadilan, diakses pada

tanggal 5 Maret 2012.

Page 28: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

58

manusia, mewajibkan memanusiakan manusia (Vermenschlichung den

Menschen).50

B. Fungsi Pemerintah Sebagai Pewujud Keadilan Sosial

Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau

beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu

hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang

berdaulat.51

Mengenai tugas negara dibagi menjadi tiga kelompok:52

Pertama, negara harus memberikan perlindungan kepada penduduk dalam

wilayah tertentu. Kedua, negara mendukung atau langsung menyediakan

berbagai pelayanan kehidupan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan

kebudayaan. Ketiga, negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-

pihak yang berkonflik dalam masyarakat serta menyediakan suatu sistem

yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam hubungan kemasyarakatan.

Tugas negara menurut faham modern sekarang ini (dalam suatu Negara

Kesejahteraan atau Social Service State), adalah menyelenggarakan

kepentingan umum untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang

sebesar-besarnya berdasarkan keadilan dalam suatu Negara Hukum.53

50

O. Notohamidjojo, Op. cit., hal. 89. 51

Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi),

Penerbit Renaka Cipta, Jakarta, 2000, hal 64. 52

Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia

Widiarsana Indonesia, Jakarta, 2009, hal.1. 53

Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi

dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, 1985, hal. 110.

Page 29: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

59

Keadilan sosial yang berakibat kepada kesejahteraan umum adalah

cita-cita setiap negara, demikian halnya Negara Indonesia, hal ini tercermin

dalam cita-cita luhur dan tujuan negara Indonesia dalam pembukaan UUD

1945, yang berbunyi :

“Berkat rahmat Allah Maha Kuasa dan dengan didorongkan atas

keinginan luhur supaya berperikehidupan kebangsaan yang bebas,

merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur maka rakyat Indonesia

menyatakan kemerdekaannya …dan membentuk pemerintah negara

Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial.”

Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya

bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial. Hukum dan cita hukum

(Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban

manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum

(Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan

kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa

berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi

cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan

senantiasa terpadu dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan

kedayagunaan hukum (Zeweckmassigkeit). Tiap makna dan jenis keadilan

merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan komutatif, distributif

maupun keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin

Page 30: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

60

warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia.

Hukum dan keadilan sungguh-sungguh merupakan dunia dari trans empirical

setiap pribadi manusia.

Dalam mencapai tujuan dari negara dan menjalankan negara,

dilaksanakan oleh pemerintah. Mengenai pemerintah, terdapat dua

pengertian, yaitu pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti

sempit. Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas

seluruh badan-badan, lembaga-lembaga dan petugas-petugas yang diserahi

wewenang mencapai tujuan Negara.54

Sedangkan, pemerintah dalam arti

sempit (bestuur) mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas

pemerintahan.55

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, keadilan merupakan hak

mutlak bagi setiap warga negara. Pemerintah harus mampu menegakkan

keadilan bagi setiap warga negaranya. Keadilan tersebut harus menyangkut

semua aspek kehidupan, baik keadilan hukum, politik, maupun kesejahteraan

ekonomi.56

Pengendalian dan pengorganisasian fungsi negara mengusahakan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tersebut dilakukan dengan perantaraan

pemerintah beserta segala alat-alat perlengkapannya. Sebab dalam

kenyataannya, pihak atau organ yang meyelenggarakan kekuasaan negara

54

Kuntjoro Purbopranoto, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia,

Binacipta, Bandung, 1981, hal.1. 55

Ibid. 56

Krishna Djaya Darumurti, Op.cit, hal.28.

Page 31: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

61

adalah pemerintah, baik dalam arti sempit—lembaga eksekutif—maupun

dalam arti luas, meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam

Negara—hal ini merupakan fungsi pemerintah sebagai administrasi negara.

Administrasi (Negara) adalah badan atau jabatan dalam lapangan kekuasaan

eksekutif yang mempunyai kekuasaan mandiri berdasarkan hukum untuk

melakukan tindakan-tindakan pemerintahan baik di lapangan pengaturan,

maupun penyelenggaraan administrasi negara.57

Keterlibatan pemerintah

yang sedemikian luas dalam tugas Negara ini menempatkan dirinya sebagai

servis publik, yakni menyelenggarakan dan mengupayakan suatu keadilan

dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakatnya.58

Dalam mewujudkan keadilan sosial, kekuasaan dan atau kewenangan

pemerintah ditetapkan secara umum dalam Undang-undang Dasar,

sedangkan kekuasaan dan atau kewenangan pemerintah daerah termasuk

dalam pembentukan produk hukum ditetapkan oleh lembaga pembuatan

undang-undang di tingkat pusat.59

Negara Indonesia adalah negara yang

berbentuk kesatuan (unitary state). Kekuasaan asal berada di pemerintah

pusat, namun kewenangan (authorithy) pemerintah pusat ditentukan batas-

batasnya dalam UUD dan Undang-undang, sedangkan kewenangan yang

tidak disebutkan dalam UUD dan Undang-undang ditentukan sebagai

57

Ibid, hal.29. 58

Ibid. 59

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia, Bogor, 2007.hal 111.

Page 32: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

62

kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.60

Asas pemerintahan

daerah ditegaskan di dalam Pasal 18 Ayat (2) bahwa pemerintahan daerah

propinsi dan daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Oleh sebab itu

secara universal asas pemerintahan daerah mencakup 3 (tiga) asas penting

yaitu:61

1. Asas desentralisasi.

2. Asas dekonsentarsi.

3. Tugas pembantuan.

Pemerintah pusat sebagai pihak yang melimpahkan wewenang tetap

bertanggungjawab terhadap pelaksanaan urusan yang telah dilimpahkan.

Penyelenggaraan asas desentralisasi dan dekonsentralisasi dilaksanakan di

propinsi. Desentralisasi menggambarkan pengalihan tugas operasional ke

pemerintahan lokal dan juga menggambarkan pendelegasian atau devolusi

kewenangan pembuatan keputusan kepada pemerintah yang tingkatannya

lebih rendah.62

Dengan kata lain desentralisasi merupakan pelaksanaan

60

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Pemikiran UUD Negara Kesatuan RI, The

Habibie Centre, Jakarta, 2001, hal. 28. 61

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Sinar Harapan, Jakarta,

2000, hal 32. 62

Ibid.

Page 33: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

63

pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

dalam negara kesatuan dalam rangka otonomi daerah.63

Di dalam Undang Undang 32 Tahun 2004, pada Pasal 1 Angka 6

pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pembentukan daerah otonom merupakan “perintah” (amanat) konstitusi.

Daerah otonom tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan wilayah

sebagai kesatuan masyarakat yang mempunyai ikatan serta mempunyai

kewenangan untuk mengurus kepentingan dengan tetap berada dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.64

Daerah otonom dibangun melalui

perangkat substansi (kaidah) hukum, yang memiliki kewenangan “otonomi”.

Penguatan otonomi menciptakan keseimbangan antara penyerahan dan

pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah dan menjaga keutuhan

NKRI.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

dikemukakan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan.65

Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

63

Mustamin Dg Matutu, dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya di

Indonesia, UIII Press, Yogyakarta, 2004, hal. 35-36. 64

Lihat Penjelasan Umum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 65

Ibid.

Page 34: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

64

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan daerah diharapkan

mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan

keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya

dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua

urusan pemerintahan, di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan

membuat kebijakan daerah berupa peraturan-peraturan untuk memberi

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat

yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat—yang berakibat pada

keadilan sosial.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi

yang nyata dimana urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,

wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk

tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan

daerah.66

Hal senada diungkapkan oleh Hatta67

bahwa dasar kedaulatan

rakyat adalah hak rakyat untuk menentukan nasibnya, yang tidak hanya ada

66

Penjelasan Umum angka 1 huruf b.UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. 67

Mohammad Hatta, Ke Arah Indonesia Merdeka Kumpulan Karangan Jilid I,

Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hal. 103.

Page 35: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

65

pada pucuk pemerintah negeri, melainkan juga pada setiap tempat (daerah).

Tiap-tiap golongan atau bagian rakyat mendapat otonomi (membuat dan

menjalankan peraturan sendiri) dan zelfbestuur (menjalankan peraturan yang

dibuat oleh dewan yang lebih tinggi). Hal ini menjadi penting karena

keperluan tiap tempat dalam satu negeri tidak sama, melainkan berbeda-

beda.

Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu

sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang

bertanggung jawab menurut Undang-undang Pemerintahan Daerah 2004

adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan

dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang

merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu

penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan

aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi

daerah, juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan

Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar

Daerah.

Page 36: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

66

Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus

mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah,

artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan

tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka

mewujudkan tujuan Negara. Kewenangan daerah otonom secara jelas

disebutkan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu:

“Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,

pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta

kewenangan bidang lain”.68

Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan, maka dapat

diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan di bidang pemerintahan

yang tidak diserahkan kepada daerah, sehingga kewenangan tersebut tetap

menjadi wewenang pemerintah pusat dalam wujud dekonsentrasi dan tugas

pembantuan. Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan.69

Sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat, daerah dan daerah

mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan,

kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan daerah

mendapat perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat,

68

Lihat Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 69

Wahidudin Adam, Permasalahan Hukum yang berkaitan dengan Peraturan

Daerah, disampaikan pada Pelatihan Teknis Perancang Peraturan Perundang-undangan

Tahun 2008, Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, tanggal 17 Desember 2008, hal. 3.

Page 37: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

67

sedangkan otonomi daerah pemberdayaan daerah merupakan suatu proses

pembelajaran dan penguatan bagi daerah untuk mengatur, mengurus dan

mengelola kepentingan dan aspirasi masyarakat sendiri. Undang Undang

Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan

bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang untuk

mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan

memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerahnya.

Kewenangan ini merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah

dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, karena Pemerintah dalam

hal ini pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi hanya diberi kewenangan

meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi

pada semua aspek pemerintahan.

Selain itu, dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang intinya menyatakan

bahwa hak menguasai negara terhadap pengelolaan kekayaan sunber daya

alam itu harus benar-benar ditujukan bagi kemakmuran rakyat, pernyataan

pasal ini sudah menggarisbawahi pemerintah bahwa tidak satupun alasan dari

pemerintah untuk tidak melaksanakan pasal tersebut secara konsekuen. Di

dalam merealisasikan fungsi pemerintah mewujudkan kesejahteraan sosial

atau keadilan sosial tersebut, administrasi negara harus selalu berpegang

pada asas legalitas sebagai salah satu asas penting negara hukum. Asas the

rule of law demikian ini menghendaki setiap tindakan administrasi Negara

Page 38: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

68

harus berdasarkan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yang diperoleh melalui kewenangan atribusi.70

Setiap tindakan

badan/pejabat tata usaha negara tidak boleh bertentangan dengan hukum

(onrechtmatige overheidsdaad), sewenang-wenang (wellekeur/abus de droit)

dan menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir).

Sehubungan dengan mewujudkan keadilan sosial, baik Pemerintah

Pusat maupun Pemerintah Daerah di dalam menjalankan fungsinya yang

secara normatif dituangkan melalui penetapan berbagai produk hukum yang

bersifat penetapan, menurut Sjachran Basah ada beberapa persyaratan yang

perlu diperhatikan, yakni :71

a. memenuhi asas legalitas (wetmatige) dan asas yuridis (rechtmatige)

b. tidak menyalahi atau menyimpang dari ketaatasasan hierarkhi peraturan

perundang-undangan;

c. tidak melanggar hak dan kewajiban asasi warga masyarakat;

d. diterapkan dalam rangka mendukung (memperlancar) upaya

mewujudkan atau merealisasi kesejahteraan umum.

70

Kewenangan atribusi adalah bentuk kewenangan yang didasarkan atau diberikan

oleh UUD atau Undang-Undang kepada suatu lembaga negara/pemerintahan. Kewenangan

tersebut terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan,

sesuai dengan batas-batas yang diberikan. Contoh: kewenangan yang dimiliki oleh

pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. 71

Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi

Negara, Alumni, Bandung, 1986, hal 4.

Page 39: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

69

C. Asas Keadilan Dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-

Undangan

Kebijakan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan

sebenarnya telah diatur sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres)

Nomor 15 Tahun 1970 tentang Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang

dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, namun

pengaturannya tidak secara tegas dan rinci. Pengaturan lebih tegas terkait

harmonisasi kemudian diatur berdasarkan Kepres Nomor 188 Tahun 1998

tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, yang

merupan pengganti Inpres Nomor 15/1970 tersebut.

Kebijakan pengharmonisasian berdasarkan Kepres Nomor 188 Tahun

1998 kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan

amanat dari Pasal 22A UUD 1945.72

Oleh karena Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 dalam tataran praktik empririkal masih banyak mengandung

kelemahan, maka DPR bersama Pemerintah telah berhasil menyusun kembali

dan melakukan penyempurnaan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai

pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

72

Pasal 22A UUD 1945 mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara

pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Page 40: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

70

Pembentukan suatu Undang-Undang bilamana ditinjau dari aspek

substansialnya, pada dasarnya berkaitan dengan masalah pengolahan isi dari

suatu peraturan perundang-undangan yang memuat asas-asas dan kaidah

hukum sampai dengan pedoman perilaku konkret dalam bentuk aturan-aturan

hukum.73

Lebih jauh aspek materiil ini berkenaan dengan pembentukan

struktur, sifat dan penentuan jenis kaidah hukum yang akan dirumuskan

dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan aspek formal berkaitan

dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan yang

berlangsung terutama diarahkan pada upaya pemahaman terhadap metode,

proses dan teknik perundang-undangan.74

Aspek materiil dan aspek formal ini saling berhubungan secara timbal

balik dan dinamis. Aspek materiil yang memuat jenis-jenis kaidah

memerlukan aspek formal agar pedoman-pedoman perilaku yang hendak

direalisasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dapat

diwujudkan atau dikonkretkan memiliki legitimasi dan daya laku efektif

dalam realitas kehidupan kemasyarakatan.75

Demikian sebaliknya dimana

sebah produk perundang-undangan yang dihasilkan melalui aspek formal/

prosedural yang terdiri dari metode, proses dan teknik perundang-undangan

sampai menjadi aturan hukum positif agar mempunyai makna serta mendapat

73

Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,

PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.222. 74

Ibid. 75

Ibid.

Page 41: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

71

respek dan pengakuan yang memadai dari pihak yang terkena dampak

pengaturan tersebut memerlukan landasan dan legitimasi dari aspek materiil/

substansial.76

Melalui proses sinkronisasi materi muatan Undang-Undang

akan mendukung pelaksanaan harmonisasi sehingga dapat mencegah

terjadinya pengaturan ganda dan pertentangan norma antar berbagai Undang-

Undang.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan materi muatan peraturan

perundang-undangan harus mengandung asas-asas sebagai berikut:77

a. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka

menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-

hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan

penduduk Indonesia secara proporsional.

c. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan peraturan perundang-undangan

harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik

76

Ibid, hal. 223. 77

Lihat Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Page 42: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

72

(kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan

Republik Indonesia.

d. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat

dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah

Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan

merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

Pancasila.

f. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan peraturan

perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,

agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang

menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

g. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap

warga negara tanpa kecuali.

h. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi

muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang

Page 43: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

73

bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama,

suku, ras, golongan, gender atau status sosial.

i. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan

peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban

dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi

muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu

dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

k. Asas lain, sesuai substansi peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tersebut, salah satu asas yang harus ada dalam materi muatan Peraturan

Perundang-undangan adalah asas keadilan. Berpijak pada hal inilah, maka

setiap materi muatan peraturan perundang-undangan mengenai pengaturan

pengelolaan pertambangan harus mempertanyakan makna pemahaman asas

yang dimaknai sebagai keadilan secara secara proporsional, sesuai dengan

yang dimaksudkan dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tersebut.

Jika kita kaji lebih dalam lagi, keadilan sosial dalam UUD 1945

sesungguhnya tidak identik dengan konsep keadilan dalam Penjelasan Pasal

Page 44: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

74

6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Keadilan sosial dalam Undang-

Undang Dasar 1945 merupakan sesuatu yang harus diwujudkan secara

dinamis dalam suatu bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012,

keadilan dimaknakan sebagai proporsional. Dalam hal inilah, maka penulis

perlu menelaah pemaknaan keadilan dalam materi muatan peraturan

perundang-undangan mengenai pengaturan pengelolaan pertambangan

apakah merupakan keadilan proporsional ataukah merupakan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

D. Makna Keadilan Dalam Penguasaan dan Penggunaan Kekayaan

Alam Menurut Pasal 33 UUD 1945

Dalam konteks negara Indonesia, arti penting kekayaan alam sebagai

kebutuhan dasar manusia yang membutuhkan jaminan akses bagi seluruh

rakyat sangat disadari oleh para founding fathers di negeri ini. Hal ini terlihat

dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”. Sifat kekayaan alam yang memiliki jumlah yang

terbatas sedangkan jumlah penduduk yang terus meningkat membutuhkan

keseriusan pemerintah dalam penanganannya, baik masalah peruntukan,

Page 45: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

75

penggunaan dan pengaturannya yang terus meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk dan penggunaannya yang beranekaragam.

Payung hukum dari konsep keadilan dari Undang-Undang

Pertambangan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 yang

berbunyi:78

1. Ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan;

2. Ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

3. Ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat;

4. Ayat (4): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi,

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,

serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi

nasional;

5. Ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini

diatur dengan Undang-Undang.

Penguasaan negara atas kekayaan alam yang bersifat nasional untuk

pemenuhan kesejahteraan rakyat. Pemenuhan kesejahteraan seluruh rakyat

Indonesia sebagai suatu manifestasi perjuangan Bangsa Indonesia dalam

melepaskan diri dari penjajahan yang telah menciptakan penderitaan bagi

rakyat Indonesia. Sehingga diharapkan penderitaan itu berakhir dan

kewajiban bangsa Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan sebagai

konsekuensi kesepakatan seluruh rakyat Indonesia untuk mendirikan negara

78

Lihat Undang-Undang Dasar 1945, Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan

Kesejahteraan Nasional.

Page 46: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

76

yang bernama Indonesia. Jaminan hak atas kekayaan alam bagi seluruh

rakyat Indonesia merupakan bentuk kesejahteraan tersebut. Hak menguasai

negara tersebut adalah untuk melancarkan pengurusan, penggunaan

kekayaan nasional.79

Bung Hatta menginterprestasikan mengenai penguasaan

negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, sebagai berikut:

Dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tidak berarti

negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih

tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat

peraturan guna melancarkan jalan ekonomi, peraturan yang melarang

pula “pengisapan” orang yang lemah oleh orang lain yang

bermodal.80

Selanjutnya dalam perihal Bung Hatta menginterprestasikan

mengenai peranan modal dalam keterlibatan perekonomian di Indonesia,

sebagai berikut:

“Cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi

yang besar-besar sedapat-dapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah

dengan bantuan kapital pinjaman luar negeri. Apabila siasat ini tidak

berhasil, perlu juga diberi kesempatan kepada pengusaha asing

menanamkan modalnya di Indonesia dengan syarat yang ditentukan

Pemerintah …. “Cara begitulah dahulu kita memikirkan betapa

melaksanakan pembangunan ekonomi dengan dasar Pasal 33 UUD

1945. Terutama digerakkan tenaga-tenaga Indonesia yang lemah

dengan jalan koperasi, kemudian diberi kesempatan kepada golongan

swasta untuk menyerahkan pekerjaan dan kapital nasional. Apabila

tenaga nasional dan kapital nasional tidak mencukupi, kita pinjam

tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila

bangsa asing tidak bersedia meminjamkan kapitalnya, maka diberi

kesempatan kepada mereka untuk menanam modalnya di tanah air

79

Imam Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press,

Yogjakarta, 1990, hal. 37. 80

Mohammad Hatta, Cita-cita Kooperasi dalam Pasal 33 UUD 1945, Pidato Hari

Kooperasi 12 Juli 1977, dalam Mohammad Hatta, Satu Abad Bung Hatta, Demokrasi Kita,

Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan, UI Press, Jakarta, 2002, hal 225.

Page 47: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

77

kita dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia

sendiri. Syarat-syarat yang ditentukan itu terutama menjamin

kekayaan alam kita, seperti hutan kita dan kesuburan tanah air kita,

tetap terpelihara.” 81

Berdasarkan kutipan interprestasi Bung Hatta mengenai peranan

modal dalam keterlibatan perekonomian di Indonesia, maka dapat penulis

gambarkan secara hirarki sebagai berikut:

Gambar 1.

Hirarki Peranan Modal Dalam Keterlibatan Perekonomian di Indonesia

Sumber: Mohammad Hatta, diolah penulis.

Gambar 1. di atas menunjukkan pemikiran Bung Hatta bahwa

perekonomian Indonesia di masa datang diusahakan dengan jenjang prioritas

berikut: Pertama, mendayagunakan rakyat sebagai pelaku pembangunan

ekonomi dengan jalan koperasi; kedua, yaitu golongan swasta dan modal

nasional; ketiga, bila tenaga dan modal nasional tidak mencukupi, maka

81

Ibid, hal 226-227.

Page 48: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

78

kegiatan produksi dilakukan dengan meminjam tenaga dan modal asing;

keempat, bila bangsa asing tidak bersedia meminjamkan modalnya, maka

diberi kesempatan kepada mereka untuk menanam modal di Indonesia

dengan syarat-syarat oleh pemerintah agar kekayaan alam Indonesia tetap

terjaga. Bila pemikiran Hatta pada tahun 1946 dimaknai pada hari ini sebagai

tafsir historis atas Pasal 33 UUD 1945, tentu penggolongan yang bersifat

prioritas oleh Hatta harus dilaksanakan dalam pembentukan undang-undang

dan dinamika sosial ekonomi dalam hal sumberdaya alam pertambangan.

Dalam kaitannya dengan konsep keadilan, maka keterkaitan dengan

hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan

mewujudkan kewajiban negara sebagai berikut:82

1. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat

(kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat.

2. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di

dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu

yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh

rakyat.

82

Pan Mohamad Faiz, Penafsiran Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal

33 UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi, http://dosen.narotama.ac.id/wp-

content/uploads/2011/04/PENAFSIRAN-KONSEP-PENGUASAAN-NEGARA.pdf, diakses

pada tanggal 8 Maret 2012.

Page 49: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

79

3. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan

menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan

kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.

Ketiga kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak

penguasaan negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan

pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan

pengurusan (bestuursdaad) dan pengolahan (beheersdaad), tidak untuk

melakukan tindakan sendiri (eigensdaad) atas kekayaan alam.

Landasan pemikiran lahirnya Pasal 33 UUD 1945 tidak terlepas dari

nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri, seperti tolong

menolong dan usaha bersama yang membedakannya dengan paham

kapitalisme, yang justru menegasikan nilai-nilai tersebut. Karena paham

kapitalisme dalam pengelolaan ekonomi dengan mengandalkan modal dan

alat produksinya hanyalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya

dengan tidak memperhatikan kepentingan masyarakat yang lemah. Karena

dalam paham kapitalisme kepemilikan modal dan alat produksi hanya

dimiliki segelintir orang saja. Dalam konteks negara Indonesia, dalam hal

pengelolaan sesuatu yang menjadi hajat hidup orang banyak harus dikuasai

seperti yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, dalam kerangka

keadilan sosial. Hal ini untuk mencegah terjadinya monopoli oleh seseorang

atau segelintir orang saja sehingga peranan negara dalam menguasai

Page 50: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

80

kekayaan nasional untuk memberikan jaminan terhadap seluruh rakyat yang

berujung pada kesejahteraan seluruh rakyat.

Asas kekeluargaan dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 itu ialah

kooperasi. Bung Hatta menginterprestasikan mengenai kooperasi dalam

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, sebagai berikut:

Dalam pada itu ada baiknya diperingatkan di sini, bagaimana kita

memahamkan kooperasi seperti yang terpancang dalam Pasal 33

Undang-Undang Dasar 1945. Cita-cita kooperasi Indonesia

menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental.

Paham kooperasi Indonesia menciptakan masayarakat Indonesia yang

kolektif, berakar pada adat istiadat hidup Indonesia yang asli, tetapi

ditumbuhkan pada tingkat yang lebih tinggi, sesuai dengan tuntutan

zaman modern. Semangat kolektivisme Indonesia yang akan

dihidupkan kembali dengan kooperasi mengutamakan kerjasama

dalam suasana kekeluargaan antar manusia pribadi, bebas dari

penindasan dan paksaan ... Pada kooperasi, sebagai badan usaha

berdasarkan asas kekeluargaan, didamaikan dalam keadaan harmonis

kepentingan orang-seorang dengan kepentingan umum. Kooperasi

yang semacam itu memupuk selanjutnya semangan toleransi—aku

mengakui pendapat masing-masing—dan rasa tanggungjawab

bersama. Dengan ini kooperasi mendidik dan memperkuat demokrasi

sebagai cita-cita bangsa. 83

Oleh karena itu, sistem ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai

Indonesia menurut Mohammad Hatta adalah sistem sosialisme kooperatif

yang kemudian dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Sistem sosialisme

kooperatif mengandung tiga unsur penting, yaitu:

1. Cita-cita sosialisme barat yang mengemukakan perikemanusiaan

dengan pelaksanaan demokrasi mengenai demokrasi politik,

83

Mohammad Hatta, Op.cit, hal 227-228.

Page 51: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

81

2. Ajaran agama yang mengemukakan dasar-dasar keadilan dan

persaudaraan serta penilaian yang tinggi kepada manusia pribadi

sebagai makhluk Allah,

3. Gotong-royong sebagai pembawaan masyarakat Indonesia yang

asli.84

Dari unsur-unsur penting di atas, terlihat bahwa pengelolaan

kekayaan alam sebagai salah satu kekayaan nasional yang terdapat dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sangat bersandar pada nilai-nilai yang hidup

dalam Bangsa Indonesia, seperti nilai religius dan nilai gotong-royong. Akan

tetapi Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dan sedang membangun

tidak menutup diri juga terhadap nilai-nilai yang dapat menunjang dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat Indonesia yaitu dalam bentuk

pengadopsian cita-cita sosialisme barat dengan tetap memperhatikan dan

mempertahankan nilai dan falsafah bangsa Indonesia. Yang terpenting adalah

bagaimana nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat kita selalu menjadi

acuan utama dalam proses pengambilan kebijakan sehingga melahirkan

kebijakan yang populis dan partisipatif—serta berkeadilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek keadilan sosial atas

penguasaan dan penggunaan kekayaan alam yang terkandung di dalam Pasal

33 UUD 1945 dapat dikategorikan sebagai berikut:

84

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta, 2004, hal 13.

Page 52: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

82

1. Orientasi

Orientasi dalam pemanfaatan kekayaan alam adalah kemakmuran

rakyat. Dalam hal ini, keadilan sosial harus sesuai dengan rumusan yang

terdapat dalam Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

dimana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.

2. Keberpihakan

Keterkaitan hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat menurut Bagir Manan akan mewujudkan kewajiban

Negara yang memiliki keberpihakan kepada rakyat.85

Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa penguasaan negara atas sumberdaya alam lahir dari

konsep hubungan publik. Dikatakan sebagai konsep hubungan publik karena:

“Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum

publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut

dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun

ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu,

rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus

pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai

dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.

Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula

pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif.”86

3. Hubungan dengan pemilik modal.

85

Ibid, hal. 17. 86

Lihat Putusan Perkara Nomor 002/PUU-I/2003

Page 53: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

83

Dalam hal hubungan dengan pemilik modal, Mohammad Hatta

menyatakan sebagai berikut:

“Cara begitulah dahulu kita memikirkan betapa melaksanakan

pembangunan ekonomi dengan dasar Pasal 33 UUD 1945. Terutama

digerakkan tenaga-tenaga Indonesia yang lemah dengan jalan

koperasi, kemudian diberi kesempatan kepada golongan swasta untuk

menyerahkan pekerjaan dan kapital nasional. Apabila tenaga nasional

dan kapital nasional tidak mencukupi, kita pinjam tenaga asing dan

kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila bangsa asing tidak

bersedia meminjamkan kapitalnya, maka diberi kesempatan kepada

mereka untuk menanam modalnya di tanah air kita dengan syarat-

syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri. Syarat-

syarat yang ditentukan itu terutama menjamin kekayaan alam kita,

seperti hutan kita dan kesuburan tanah air kita, tetap terpelihara.” 87

Perkataan Mohammad Hatta di atas jelas bahwa terhadap peranan

modal, beliau mengkonstruksi keterlibatan modal sebagai alternatif atau

pelengkap dari usaha-usaha sektor produksi atau sumberdaya alam yang

besar setelah dimaksimalisasi pengusahaannya oleh dalam negeri (koperasi

dan badan usaha negara). Kutipan di atas menunjukkan pemikiran

Mohammad Hatta bahwa perekonomian Indonesia di masa datang

diusahakan dengan jenjang prioritas berikut: Pertama, mendayagunakan

rakyat sebagai pelaku pembangunan ekonomi dengan jalan koperasi (badan

usaha negara); kedua, yaitu golongan swasta dan modal nasional (swasta

nasional dan badan usaha negara); ketiga, bila tenaga dan modal nasional

tidak mencukupi, maka kegiatan produksi dilakukan dengan meminjam

tenaga dan modal asing (Production Sharing); keempat, bila bangsa asing

87

Mohammad Hatta, Op.cit, hal 225.

Page 54: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

84

tidak bersedia meminjamkan modalnya, maka diberi kesempatan kepada

mereka untuk menanam modal di Indonesia dengan syarat-syarat oleh

pemerintah agar kekayaan alam Indonesia tetap terjaga (Perijinan).

4. Akses Mengusahakan.

Akses mengusahakan berkisar pada kata kunci ”dikuasai negara” vis

a vis ekonomi pasar bebas yang mendominasi perekonomian dunia.

Mengenai makna ”dikuasai negara”, Mahkamah Konstitusi berpendapat

antara lain sebagai berikut:

… pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup

makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan

diturunkan dari konsep kedaulatan rakyat Indonesia atas segala

sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian publik oleh

kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat

secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan

mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan

tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad),

pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad)

untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi

pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh Pemerintah

dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas

perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie).

Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui

kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi

oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan

melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau

melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik

Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen

kelembagaan, yang melaluinya Negara, c.q. Pemerintah,

mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu

untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara

(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh Negara, c.q. Pemerintah,

Page 55: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

85

dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan

penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud

benar-benar dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat …

Yang harus dikuasai oleh negara adalah jika: (i) cabang-cabang

produksi itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang

banyak; atau (ii) penting bagi Negara, tetapi tidak menguasai hajat

hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi Negara, tetapi

menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh

Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.88

Berdasarkan tafsiran Mahkamah Konstitusi di atas, maka dengan kata

lain, makna “dikuasai negara” tidak harus diartikan bahwa negara sendiri

yang langsung mengusahakan sumber daya alam. Aksentuasi “dikuasai

negara” atau kedaulatan negara atas sumber daya alam terletak pada tindakan

negara dalam hal pembuatan kebijakan, pengaturan, pengurusan,

pengelolaan, dan pengawasan terhadap kegiatan usaha di bidang sumber

daya alam. Dalam menafsirkan makna frasa “dikuasai oleh negara” dari

Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi

mengkonstruksi 5 (lima) fungsi negara dalam menguasai cabang-cabang

produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, hal ini dapat dilihat pada

tabel 1.

88

Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003.

Page 56: BAB II KONSEP KEADILAN ATAS PENGUASAAN DAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2885/3/T2_322010001_BAB II.pdf · hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu

86

Tabel 1.

Panca Fungsi Negara Dalam Menguasai Sumberdaya Alam89

No Fungsi Penjelasan

1 Pengaturan

(regelendaad)

Fungsi pengaturan oleh negara dilakukan melalui

kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan

Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif).

Jenis peraturan yang dimaksud sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011, serta Surat

Keputusan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah

(eksekutif) yang bersifat mengatur (regelendaad).

2 Pengelolaan

(beheersdaad)

Dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-

holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam

manajemen Badan Usaha Milik Negara. Dengan kata

lain negara c.q. Pemerintah (BUMN) mendayagunakan

penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan untuk

digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam peyelenggaraan pemerintahan daerah, fungsi ini

dilakukan oleh perusahaan daerah

3 Kebijakan (beleid) Dilakukan oleh pemerintah dengan merumuskan dan

mengadakan kebijakan

4 Pengurusan

(bestuursdaad)

Dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya

untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan

(vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie)

5 Pengawasan

(toezichthoudensdaad)

Dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka

mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan

penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang

penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang

banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran seluruh rakyat. Termasuk dalam

fungsi ini yaitu kewenangan pemerintah pusat

melakukan pengujian Perda (executive review) Sumber: Yance Arizona, 2008.

89

Yance Arizona, Konstitusi Dalam Intaian Neoliberalisme: Konstitusionalitas

Penguasaan Negara Atas Sumberdaya Alam Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,

Makalah disampaikan dalam Konferensi Warisan Otoritarianisme: Demokrasi Indonesia di

Bawah Tirani Modal. Panel Tirani Modal dan Ketatanegaraan, Selasa, 5 Agustus 2008 di

FISIP Universitas Indonesia.