bab ii konsep dasar a. definisi -...

17
BAB II KONSEP DASAR A. DEFINISI Typhoid abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluaran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan ganggguan kesadaran. (Arif Mansjoer, 2003). Demam typhoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fagosit mononukleat dan membutuhkan tatanan yang terpisah. (Horrison, 1995). Atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih di sertai ganggguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 1990). Jadi tipus abdominalis adalah penyakit infeksi pada saluran pencernaan yang di sebabkan salmonella typhi dengan gejala demam naik turun selama satu minggu atau lebih. B. ETIOLOGI Etiologi demam typhoid adalah salmonella typhi, mikro organisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil, bergerak dengan rambut getar, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.

Upload: duongphuc

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Typhoid abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit

infeksi akut yang biasanya mengenai saluaran cerna dengan gejala demam

lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan ganggguan kesadaran. (Arif

Mansjoer, 2003).

Demam typhoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada

fagosit mononukleat dan membutuhkan tatanan yang terpisah. (Horrison,

1995).

Atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus

dengan gejala demam satu minggu atau lebih di sertai ganggguan pada saluran

pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 1990).

Jadi tipus abdominalis adalah penyakit infeksi pada saluran pencernaan

yang di sebabkan salmonella typhi dengan gejala demam naik turun selama

satu minggu atau lebih.

B. ETIOLOGI

Etiologi demam typhoid adalah salmonella typhi, mikro organisme ini

merupakan bakteri gram negatif yang motil, bergerak dengan rambut getar,

bersifat aerob dan tidak membentuk spora.

Kuman ini hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu

yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 °C maupun oleh anti septik.

Bakter ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu ;

A. antigen O (somotik).

B. antigen H ( flagel).

C. anti Vi (virulen).

D. protein membran heloin.

Ketiga antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan

pembentukan tiga macam anti bodi yang lazim disebut

aglutinin.(Ngastiah,2000).

C. PATHOFISIOLOGI

Penularan penyakit demam typholid adalah secara “faeco-oral”. Dan

banyak terdapat dimasyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik.

Kuman salmonella typhi masuk tubuh melalui mulut bersama dengan

makanan atau minuman yang tercerna, dan dapat pula dengan kontak langsung

jari penderita yang terkontiminasi tinja, urin, sekret saluran nafas atau dengan

pus penderita yang terinfeksi. Setelah melewati asam lambung, kuman

menembus mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui pembuluh limfe.

Selanjutnya, kuman menyebar keseluruh tubuh. Didalam sistem retikulo

endotelial (hati,limpa dan lain-lain) kuman berkembang biak dan masuk

keperedaran darah, kuman menyebar kesemua sistem tubuh dan menimbulkan

berbagai gejala, proses utama adalah diileum terminalis bila berat, saluran

ileum bisa terkena dan mungkin terjadi perforasi /pendarahan.

Zat ini mempengaruhi endotoksin yang merangsang terbentuknya

pirogen endogen. Zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu tubuh

dihipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis,

kuman berkembang biak di mikrofag karena ada hambatan metabolisme

oksidatif. Kuman dapat menetap / bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh

penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relap atau pengidap

(corrier).

PATHWAY

Kuman Salmonella Typhi

Mela

Masuk tubuh melalui mulut bersama makanan dan minuman

Masuk sampai usus halus

Bakteri mengadakan multiplikasi di usus

lui eluktus toraksikus

Gangguan penurunan absorbsi pada usus besar

Gangguan pemenuhan kebutuhan tubuh eliminasi BAB

Gejala mual, muntah nafsu makan menurun

Peredaran darah

Organ tubuh (hati, limpa, empedu)

Hati membesar (kembung, perut tegang)

Nyeri tekan

Gangguan rasa nyaman nyeri

Gangguan istirahat tidur

Peningkatan suhu tubuh

Demam Panas Muka merah Kulit terasa kering

Suplai nutrisi tidak adekuat (berat badan menurun, mual, muntah, porsi makan tidak habis)

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

Intoleransi aktivitas

Lemah, lesu aktivitas dibantu

Gerak kurang

Penekanan terlalu lama di punggung (kemerahan, lecet, panas)

Gangguan integritas kulit

(Nelson, 2000)

D. GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan dari

pada orang dewasa. Masa tunas : 10-20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi

terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30

hari. Selama masa inkubasi mungkin di temukan gejala prodiamal, yaitu

perasaan tidak enak, badan lesu, nyeri, kepala pusing dan tidak bersemangat,

nafsu makan kurang, menyusul gambaran klinik yang biasanya di temukan

adalah :

1. Demam

Pada kasus ini khas demam berlangsung tiga minggu. Bersifat febris

remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur – angsur naik tiap hari, biasanya menurun pada pagi hari,

meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua

pasien terus berada dalam keadaan demam; pada mingu ketiga suhu

berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan Kesadaran

Pada mulut terdapat mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah.-

pecah (rogoden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) ujung

dan tepinya kemerahan, jarang di sertai tremor. Pada abdomen dapat di

temukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa

membesar di sertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi

tetapi juga dapat diare atau normal.

3. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kucuali

penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping

gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala yang lainnya. Pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik

merah karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan

dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi

dan epitaksis pada anak besar (Ngastiyah, 1997).

E. KOMPLIKASI

Komplikasi demam typhoid dapat dibagi dua bagian :

1. Komplikasi pada usus halus

1.1. Perdarahan usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan

benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri

perut dengan tanda-tanda renjatan.

1.2. Perforasi usus

Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi

pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis

hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu

pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma

pada fotorontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

1.3. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.

Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang dan nyeri tekan (Ngastiyah 1997).

2. Komplikasi diluar usus halus

2.1. Bronkitis dan bronkopneumoni

Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya bersifat ringan

dan disebabkan oleh bronkitis, pneumonic bisa merupakan infeksi

sekunder dan dapat timbul dan dapat timbul pada awal sakit atau fase

akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru efusi dan

empiema.

2.2. Kolesistitis

Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umum pada akhir minggu kedua

dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis

maka penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.

2.3. Typhoid Ensefolopati

Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa :

kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi

pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila di sertai kejang-kejang

maka biasanya prognosanya jelek dan bila sembuh sering di ikuti oleh

gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.

2.4. Meningitis

Meningitis oleh karena salmonella typhi yang lain lebih sering di

dapatkan pada neonatus / bayi di bandingkan dengan anak, dengan

gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata

penyebabnya adalah salmonella havana dan salmonella oranemburg.

2.5. Mio Kardilis

Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran

klinis tidak khas. Insidennya terutama pada anak umur 7 tahun ke atas

serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG

dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen ST,

perubahan gelombang I, AV blok tingkat I, arithmia, supra

ventrikular takikardi.

2.6. Karier Kronik

Typhoid karier adalah seorang yang tidak menunjukan gejala penyakit

demam typhoid, tetapi mengandung kuman salmonella typhosa di

dalam sekretnya. Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan

yang tersembunyi, maka penemuan kasus sedini mungkin serta

pengobatanya sangat penting dalam hal menurunkan angka

kematian.(Kapita Selekta, 2000).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pada penderita demam typhoid bisa di dapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun atau meningkat, kadang-kadang di dapatkan

trombositopenia dan pada hitung jenis di dapatkan aeosinofilia dan

limfositosis relatif.

2. Uji Serologis

Sampai saat ini test widal merupakan reaksi serologis yang di gunakan

untuk membantu menegakan diagnosis demam typhoid. Dasar test widal

adalah reaksi aglutinasi antara antigen salmonella typhi dengan antibodi

yang terdapat pada serum penderita. Untuk dapat memberikan hasil yang

akurat, test widal sebaiknya tidak hanya di lakukan satu kali saja

melainkan perlu satu pemeriksaan, kecuali hasilnya sesuai standar

setempat.

3. Pemeriksaan Urin dan Darah

Akhir-akhir ini ada beberapa teknik baru untuk mendeteksi bedanya

antibodi terhadap salmonella typhi pada serum penderita dan adanya

antigen salmonella typhi dalam darah dan urin melalui, antara lain dengan

hemaglutination in hibiton test, enzyme linked imunosorbent assay,

complement fixation test, stapilococal protein acoaglutination assay.

(Rampengan dan laurentz,1990).

G. KONSEP TUMBANG

Pertumbuhan dan perkembangan termasuk suatu proses yang berubah-

ubah; pembentukan jaringan, pembesaran kepala, tubuh serta anggota badan

lain seperti tangan dan kaki. Peningkatan drastis dalam kekuatan dan

kemampuan untuk mengendalikan otot-otot besar maupun kecil,

perkembangan hubungan sosial, pemikiran dan bahasa, serta munculnya

kepribadian. Terbukanya proses-proses tersebut dan interaksinya tergantung

pada kondisi biologis dan fisik anak tersebut dan interaksinya tergantung pada

kondisi biologis dan fisik anak tersebut dan lingkungan sosial (Nelson, 1999,

226).

Dalam proses tumbuh kembang ini penulis mengolah tumbuh

kembang usia sekolah, hal ini disesuaikan dengan umur anak (8 tahun) yang

diberikan asuhan keperawatan oleh penulis.

a. Karakteristik fisik

Berat badan bertambah 2 kg sampai 4 kg pertahun, tinggi badan usia 8

tahun secara proposional lengan tumbuh lebih panjang dari pada badan,

tinggi bertambah pada usia 9 tahun. Gigi susu mulai tanggal, memiliki 10-

11 gigi permanen saat berusia 8 tahun dan kira-kira 26 gigi permanen saat

berusia 12 tahun.

b. Perkembangan motorik halus

Dapat menulis, menunjukkan peningkatan secara individu dan perhatian

khusus seperti menjahit, membuat, membuat model dan bermain alat

musik.

c. Kognitif

Dapat membalikkan cara kerja, dapat melacak urutan kejadian kembali

sejak awal, memahami konsep dulu sekarang dan yang akan datang, dapat

mengeluhkan waktu, dapat menyebutkan objek sesuai golongan dan sub

golongan memahami konsep tinggi, berat, dan volume, dapat berfokus

pada lebih dari satu aspek.

d. Bahasa

Menggunakan bahasa verbal, pemahaman terhadap pembicaraan mungkin

tertinggal dari pengertiannya tidak begitu egosentris, dapat

mempertimbangkan kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata

depan.

e. Psikososial

Berusaha agar berhasil disekolah, menikmati aktivitas santai bersama

teman sebaya. Permainan cenderung memisahkan kedua lawan jenis,

minat pribadi, aktivitas dan hobi berkembang pada saat ini (Cecily L. Betz,

2002 ; hal 555).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pengobatan

Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai

dengan keadaan penderita, dengan memperhatikan segi kualitas maupn

kuantitas, ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makan di

sesuaikan kebutuhan baik kalori, protein, vitamin maupun mineralnya,

serta di usahakan makan yang rendah atau bebas selulosa, menghindaari

makan iritatif sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka

pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.

2. Pemberian Antibiotik

2.1. Kloramfenikal dengan dosis 50–100 mg/kg BB/hari oral/IV, 3 kali

sehari selama 10-14 hari.Dengan menggunakan kloramfenikol demam

pada typhoid turun rata-rata setelah 5 hari pemberian. Obat ini

menekan sumsum tulang sehingga tidak boleh diberikan pada

penderita dengan gangguan sumsum tulang.

2.2. Tramfenikol dengan dosis oral 50-100 mg/kg BB/hari. Demam turun

rata-rata pada hari ke 5 – 6 pemberian.

2.3. Co trimoxazole dengan dosis oral 30-40 mg/kg BB/hari dari

sulfametaxazole dan 6-8 mg/kg BB/hari untuk trimetropin. Diberikan

selama 2 minggu demam menurun rata-rata 5-6 hari pemberian.

2.4. Ampisilin 100-200 mg/kg BB/hari dan amoxilin 100 mg/kg BB/hari

oral tiga kali sehari selama 14 hari. Dengan ampisilin atau amoxilin

demam pada typhoid turun rata-rata 7-9 hari.

2.5. Kortekosteroid hanya di berikan pada penderita dengan ensefalopati

dan atau syok septik.

I. PENCEGAHAN

Usaha pencegahan dapat di bagi atas :

1. Usaha terhadap lingkungan hidup yaitu ;

a. Penyediaan air minum yang cukup syarat.

b. Pembuangan kotoran manusia yang cukup higyenis.

c. Pemberantasan lalat.

2. Usaha terhadap manusia

Imunisasi (vaksin yang digunakan adalah salmonella typhosa yang

dimatikan). (Rampengan dan Laurentz,1990).

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses peradangan pada usus halus di tandai

dengan muka merah, kulit terasa kering dan panas, haus, bibir kering dan

suhu tubuh diatas normal (suhu lebih dari 36° C).

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan suhu tubuh normal (37° C).

Kriteria : - Pasien merasa nyaman.

- Merasa panas berkurang.

- Kulit tidak kering.

- Muka tidak merah.

- Suhu normal (36°-37°C).

Intervensi : 1.1 Kaji peningkatan suhu.

1.2 Observasi tanda-tanda vital.

1.3 Anjurkan untuk tidak memakai selimut atau pakaian

tebal.

1.4 Beri penjelasan pada pasien dan keluarga tentang hal-hal

yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam

1.5 Kolaborasi dokter untuk memberikan antipiretik

(Doenges, 2000)

2. Gangguan rasa nyaman nyeri, b.d distersi dinding abdomen, di tandai

dengan nyeri terkan pada perut.

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang selama dalam

perawatan.

Kriteria hasil : 1. Tidak kesakitan.

2. Pasien menyatakan rasa nyeri berkurang.

Intervensi : 2.1 Kaji intensitas nyeri.

2.2 Ciptakan suasana yang nyaman.

2.3 Alihkan perhatian pasien (membaca cerita,

menggambar).

2.4 Monitor tanda vital.

2.5 Kolaborasi dengan dokter auntuk pemberian analgetis.

(Doenges, 2000)

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d menurunya

nafsu makan di tandai dengan mual, muntah, porsi makan tidak habis,

merasa mulut kotor.

Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Kriteria hasil : 1. Pasien makan habis satu porsi.

2. Rasa mual berkurang dan tidak muntah.

3. BB sesuai dengan BB ideal.

Intervensi : 3.1.Kaji seberapa banyak nafsu makan atau porsi makan

yang di habiskan.

3.2.Beri pengertian pada pasien tentang manfaat diet yang di

berikan.

3.3.Beri pengertian pada pasien tentang manfaat atau

pentingnya nutrisi dalam masa penyembuhan.

3.4.Sajikan makanan dalam bentuk yang menarik dan

bervariasi serta hidangkan masih hangat.

3.5.Beri makanan porsi kecil tapi sering.

3.6.Timbang berat badan tiap hari.

3.7.Monitor pasien untuk menghabiskan porsi makan.

3.8.Kolaborasi dokter untuk pemberian vitamin

(Doenges, 2000)

4. Gangguan eliminasi : konstsipasi b.d penurunan absorbsi dinding usus di

tandai dengan pasien tidak BAB beberapa hari.

Tujuan : Kebutuhan eliminasi pasien dapat terpenuhi.

Kriteria hasil : 1. Pasien BAB satu kali sehari.

2. Konsistensi lunak tidak keras.

3. Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam BAB.

Intervensi : 4.1. Kaji pola BAB pasien.

4.2.Pantau dan catat BAB setiap hari.

4.3.Pertamankan intake cairan 2-3 liter/hari.

4.4.Mobilisasi secara bertahap.

4.5.Lakukan glisirin spuit.

4.6.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi

serat tapi rendah lemak.

4.7.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

percahar.

(Carpenito, 1998).

5. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik di tandai lemah kebutuhan sehari-

hari di bantu.

Tujuan : Kebutuhan aktifitas terpenuhi selama perawatan.

Kriteria : 1. Pasien tampak segar.

2. Gigi tampak bersih.

Intervensi : 5.1 Bantu pasien mandi dan gosok gigi.

5.2 Bantu pasien dalam BAB dan BAK

5.3 Bantu pasien untuk makan dan minum.

5.4 Jelaskan tentang pentingnya perawatan diri bagi tubuh.

5.5. Lakukan mobilisasi bertahap sesuai kondisi.

5.6. Bantu kebutuhan pasien sehari-hari sesuai kondisi.

6. Potensial terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan penekanan

terlalu lama atau berbaring terlalu lama.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan.

Kriteria hasil : 1. Pasien tidak merasa panas pada daerah punggung

2. Tidak di temukan tanda-tanda gangguan integritas kulit

(kemerahan, lecet, panas, sakit)

Intervensi : 6.1 Ganti alat tenun dan merapikanya.

6.2 Ganti posisi baring pasien setiap dua jam sekali.

6.3 Beri kompres air hangat dan massage dengan

menggunakan baby oil atau minyak kelapa.

6.4 Infeksi kulit terhadap adanya kemerahan,lecet, panas.

6.5 Lakukan mobilisasi sesuai dengan kondisi pasien.

6.6 Kaji tentang gerak yang kuat.

(Carpenito, 1992).