bab ii kewenangan notaris membuat akta pengakuan …

38
BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN HUTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK PEMERINTAH 2.1. Notaris Sebagai Jabatan Publik Jabatan adalah lingkungan pekerjaan yang bersifat tetap. Oleh karena itu, notaris merupakan suatu jabatan. Munculnya jabatan Notaris 1 dilandasi adanya kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat. Dalam system Civil Law yang diatur dalam Pasal 1 Ord, stbl. 1860 Nomor 3 tentang Jabatan Notaris di Indonesia mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860 disebutkan bahwa Notaris adalah : Pejabat umum, khususnya (satu-satunya) yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik tentang semua tindakan, perjanjian-perjanjian, dan keputusan-keputusan yang diharuskan oleh perundang-undangan umum untuk dikehendaki oleh yang berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse, salinan-salinan (turunan-turunan) dan kutipan-kutipannya, semuanya itu apabila pembuatan akta-akta demikian itu atau dikhususkan itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain. Sejak Negara Indonesia dijajah oleh Belanda sebagai salah satu warisan peninggalan adalah lembaga notariat yang semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa dalam bidang hukum perdata, hal ini menjadikan lembaga notariat sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia karena setiap perbuatan hukum dalam perjanjian dapat dilakukan di hadapan Notaris. Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Peran Notaris 1 Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Tobing, G.H.S. Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 31.

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

BAB II

KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN HUTANG DALAM

PERJANJIAN KREDIT PADA BANK PEMERINTAH

2.1. Notaris Sebagai Jabatan Publik

Jabatan adalah lingkungan pekerjaan yang bersifat tetap. Oleh karena itu, notaris

merupakan suatu jabatan. Munculnya jabatan Notaris1 dilandasi adanya kebutuhan akan suatu

alat bukti yang mengikat. Dalam system Civil Law yang diatur dalam Pasal 1 Ord, stbl. 1860

Nomor 3 tentang Jabatan Notaris di Indonesia mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860 disebutkan

bahwa Notaris adalah :

Pejabat umum, khususnya (satu-satunya) yang berwenang untuk membuat akta-akta

otentik tentang semua tindakan, perjanjian-perjanjian, dan keputusan-keputusan yang

diharuskan oleh perundang-undangan umum untuk dikehendaki oleh yang

berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya,

menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse, salinan-salinan (turunan-turunan) dan

kutipan-kutipannya, semuanya itu apabila pembuatan akta-akta demikian itu atau

dikhususkan itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain.

Sejak Negara Indonesia dijajah oleh Belanda sebagai salah satu warisan peninggalan

adalah lembaga notariat yang semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa dalam

bidang hukum perdata, hal ini menjadikan lembaga notariat sangat dibutuhkan oleh masyarakat

Indonesia karena setiap perbuatan hukum dalam perjanjian dapat dilakukan di hadapan Notaris.

Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum memerlukan sektor pelayanan

jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat atas

pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Peran Notaris

1Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat Akte otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan

dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan

memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Tobing, G.H.S. Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit

Erlangga, Jakarta, hal. 31.

Page 2: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

dalam sektor pelayanan jasa adalah sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh negara untuk

melayani masyarakat dalam bidang perdata khususnya pembuatan akta otentik. Sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan atas

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) :

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. ”

Memperhatikan uraian Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris, dapat dijelaskan bahwa

Notaris adalah :

a. pejabat umum

b. berwenang membuat akta

c. otentik

d. ditentukan oleh undang-undang

Jabatan Notaris merupakan jabatan yang keberadaannya dikehendaki guna mewujudkan

hubungan hukum diantara subyek subyek hukum yang bersifat perdata. Notaris sebagai salah

satu pejabat umum mempunyai peranan penting yang dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat

untuk membantu pemerintah dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban,

ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya,

mengingat akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam

setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat.

Produk hukum yang dikeluarkan oleh Notaris adalah berupa akta-akta yang memiliki

sifat otentik dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana definisi akta

otentik yang disebutkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata bahwa “Suatu akta otentik ialah suatu

akta yang di dalam bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. ” Selanjutnya

pada Pasal 2 UUJN disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri,

Page 3: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

sedangkan untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus dipenuhi persyaratan dalam Pasal 3

UUJN, antara lain :

1. warga negara Indonesia;

2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun);

4. sehat jasmani dan rohani;

5. berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

6. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagaikaryawan Notaris dalam

waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau

atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang

memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan

jabatan Notaris.

Pengertian pejabat umum dijelaskan paada Pasal 1 angka 1 UUJN bahwa notaris sebagai

satu satunya pejabat umum. Selanjutnya pengertian berwenang meliputi berwenang terhadap

orangnya, yaitu untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh orang yang

berkepentingan. Berwenang terhadap aktanya, yaitu yang berwenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan undang-undang atau yang

dikehendaki yang bersangkutan. Serta berwenang terhadap waktunya dan berwenang terhadap

tempatnya, yaitu sesuai tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan notaris menjamin

kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta.2

2Habieb Adjie, 2009, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 14.

Page 4: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Selain memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang agar suatu akta menjadi

otentik, seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib untuk “Melaksanakan

tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa

yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggungjawab notaris adalah ungkapan

yang mencerminkan keadaan yang sebenarbenarnya pada saat pembuatan akta”.3 Apabila suatu

akta merupakan akta otentik, maka akta tersebut akan mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para

pihak yang membuatnya yaitu :4

1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian

tertentu;

2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah

menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika

ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi

perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Berdasarkan sejarahnya, Notaris adalah seorang pejabat Negara/pejabat umum yang

dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan hukum

kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik

dalam hal keperdataan. Pemerintah menghendaki notaris sebagai pejabat umum yang diangkat

dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk dapat memberikan

pelayanan kepada masyarakat dalam membantu membuat perjanjian, membuat akta beserta

pengesahannya yang juga merupakan kewenangan notaris. Meskipun disebut sebagai pejabat

umum, namun notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam peraturan

3Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve,Jakarta,, hal.

166 4Salim HS, 2006, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,Jakarta, hal. 43

Page 5: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

perundangundangan yang mengatur tentang Kepegawaian. Notaris terikat dengan peraturan

jabatan pemerintah, notaris tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh

gaji dari honorarium atau fee dari kliennya5.

Notaris dapat dikatakan sebagai pegawai pemerintah yang tidak menerima gaji dari

pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pension dari

pemerintah. Oleh karena itu, bukan saja notaris yang harus dilindungi tetapi juga para

konsumennya, yaitu masyarakat pengguna jasa notaris. Notaris sebagai pejabat publik, dalam

pengertian mempunyai wewenang dengan pengecualian, dengan mengkategorikan notaris

sebagai pejabat publik, dalam hal ini publik yang bermakna hukum.6Notaris sebagai pejabat

publik tidak berarti sama dengan Pejabat Publik dalam bidang pemerintahan yang dikategorikan

sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-

masing Pejabat Publik tersebut. Notaris sebagai Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta

otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian7.

Seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus memiliki keterampilan

profesi di bidang hukum juga harus dilandasi dengan tanggungjawab dan moral yang tinggi serta

pelaksanaan terhadap tugas jabatannya maupun nilai-nilai dan etika, sehingga dapat menjalankan

tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan hukum dan kepentingan masyarakat. Notaris dalam

melaksanakan tugasnya secara profesional harus menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur,

tidak berpihak dan penuh rasa tanggungjawab dan memberikan pelayanan hukum kepada

masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umum (public).

5Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hal. 16.

6Suhrawardi K. Lubis, 2006, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 34.

7Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai PejabatPublik, Refika

Aditama, Bandung, hal. 31.

Page 6: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh pada Kode

Etik Jabatan Notaris sebab tanpa itu, harkat dan martabat profesionalisme akan hilang.

2.2. Kewenangan Notaris Untuk Membuat Grosse Akta Pengakuan Hutang

Notaris di Indonesia mempunyai fungsi melayani masyarakat umum dalam pembuatan

akta. Mereka dalam melaksanakan tugasnya bersifat pasif dalam artian menunggu masyarakat

datang ke mereka untuk kemudian dilayani. Oleh karena itu, Notaris dilarang memasang iklan

untuk popularitas jabatannya. Pada pihak lain, Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib

netral dan tidak memihak (imparsial). Tidak seperti Advokat, seorang Notaris tidak dapat

membela salah satu kliennya karena Notaris berperan sebagai penengah dari permasalahan yang

dihadapi kliennya, bukan sebagai pembela atau pengambil keputusan.8

Sebagai pejabat umum yang memberikan pelayanan terhadap publik, Notaris merupakan

suatu profesi di bidang hukum yang dikaulifikasikan sebagai profesi mulia (nobile officium).

Profesi Notaris merupakan jabatan yang terhormat dan bermartabat dalam melayani masyarakat

akan suatu kepastian hukum. Dalam membuat suatu akta otentik, Notaris harus

mempertimbangkan dan menganalisa persoalan yang dihadapi dengan cepat, akurat, dan cermat,

sejak para pihak datang menghadap kepadanya dan mengemukakan keterangan-keterangan, baik

berupa syarat-syarat formil maupun administrasi yang menjadi dasar pembuatan akta sampai

dengan selesainya suatu akta otentik.

Sebagai pejabat umum maka Notaris bukanlah pejabat seperti pada umumnya pejabat-

pejabat Negara lainnya, walaupun jabatan Notaris merupakan jabatan yang diberikan oleh

8Ira Koeswati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, cet.1, Raih Asa Sukses, Depok, hal 27-28.

Page 7: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Negara namun seorang Notaris tidak mendapatkan gaji dari Negara. Dalam UU Jabatan Notaris,

mengenai kewenangan Notaris dapat dijumpai pada Pasal 15, berupa :

a. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikhendaki oleh yang

berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan kepastian tanggal pembuatan surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).

c. Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian

tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh

para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan

notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

d. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus

(waarmerking).

e. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian

sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

f. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).

g. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

h. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.

i. Membuat akta risalah lelang.

Page 8: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

j. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta

akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan

catatan tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan

nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak.

Sementara itu, pada Pasal 16 dijumpai kewajiban untuk dilakukan oleh Notaris, yakni sebagai

berikut :

(1). Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak

yang terkait dalam perbuatan hukum;

(2). Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari

protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya, kecuali untuk akta yang dibuat

dalam bentuk akta originali.

(3). Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;

(4). Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada

alasan untuk menolaknya.

(5). Adapun yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:

1 Yang membuat notaris berpihak,

2 Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta;

3 Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;

4 Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.

(6). Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan

yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah \ jabatan.

Page 9: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

(7). Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan

dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua

pihak yang terkait.

(8). Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat

tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku

lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul

setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik

tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap

isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.

(9). Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya

surat berharga;

(10). Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu

pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar

akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan HAM paling lambat

tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis pengawas daerah selambat-

lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;

(11). Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir

bulan;

(12). Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan

pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan

yang bersangkutan;

(13). Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi

dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;

Page 10: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

(14). Menerima magang calon notaris.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimak bahwa Notaris berwenang untuk membuat akta otentik

hanya apabila hal tersebut dikehendaki atau diminta oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi

kewenangan Notaris hanya terbatas pada pembuatan akta-akta dibidang hukum perdata saja.

Menurut Sudikno Mertokusumo,9 akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan

yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula

dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian merupakan salah satulangkah dalam proses

perkara perdata. Pembuktian diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak

lawan atau untuk membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa.

Menurut Subekti,10

akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk

membuktikan sesuatu hal peristiwa, karenanya suatu akta harus ditandatangani. Ketentuan Pasal

1 angka 7 UUJN menyatakan bahwa akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan

notaris menurut bentuk dan tata cara tang ditetapkan dalam undang-undang ini.

Dari beberapa pengertian mengenai Akta yang penulis kutip tersebut diatas, jelaslah

bahwa tidak semua dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi

beberapa syarat tertentu saja yang disebut Akta. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu

akta disebut bukti adalah :

1. Surat itu harus ditandatangani.

Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan dalam Pasal

1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk

memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta yang satu dengan akta yang

lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai cirri tersendiri yang berbeda dengan

9Sudikno Mertokusumo, 1981, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal. 149

10Subekti, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermesa, Cetakan ke XVIII, Jakarta, hal.178

Page 11: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda tangannya itu sesesorang dianggap menjamin

tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta tersebut. Jadi untuk dapat digolongkan

sebagai akta suatu surat harus ada tanda tangannya seperti yang disyaratkan dalam Pasal 1869

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu akta yang, karena tidak berkuasa atau tidak

cakapnya pegawai dimaksud di atas (Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) atau

karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun

demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para

pihak.

Keharusan adanya tandatangan bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta

yang lainnya atau akta yang dibuat oleh orang lain, jadi fungsi tandatangan tidak lain adalah

untuk memberikan ciri sebuah akta atau untuk mengindividualisir sebuah akta karena identifikasi

dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada akta tersebut dan dengan penandatanganan

itu seseorang dianggap menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta itu. Yang

dimaksudkan dengan penandatangan dalam akta ini adalah membubuhkan nama dari si penanda

tangan, sehingga membubuhkan paraf, yaitu singkatan tanda tangan saja dianggap belum cukup,

nama tersebut harus ditulis tangan oleh si penandatangan sendiri atas kehendaknya sendiri.

Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta dibawah tangan adalah sidik jari (cap jari

atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh seorang

notaris atau pejabat lain yang ditujuk oleh undang-undang, yang menyatakan bahwa ia mengenal

orang yang membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta

itu telah dibacakan dan dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan pada akta di

hadapan pejabat tersebut, pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan waarmerking.

2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan.

Page 12: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Suatu surat harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan,

dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan peristiwa hukum yang

menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.

3. Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti.

Surat pada dasarnya memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Menurut

ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921 dalam Pasal 23 ditentukan antara lain bahwa semua

tanda yang ditanda tangani yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan kenyataan atau keadaan

yang bersifat hukum perdata dikenakan bea materai tetap sebesar Rp.25,-. Oleh karena itu

sesuatu surat yang akan dijadikan alat pembuktian di pengadilan harus ditempeli bea materai

secukupnya (sekarang sebesar Rp.6.000,-).

Pasal 224 HIR/258 RBg. Mengenal 2 (dua) bentuk grosse akta, yaitu grosse akta

pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Masing-masing grosse tersebut haruslah murni dan

berdiri sendiri menurut hukum sendiri-sendiri pula dan padanya melekat kekuatan hukum

eksekusi. Antara kedua bentuk dimaksud tidak boleh dicampuradukan atau saling tumpang tindih

dalam satu obyek hutang yang sama. Yang diperkenankan oleh hukum ialah memilih salah satu

di antara dua bentuk itu. Para pihak yang mengadakan perjanjian kredit boleh memilih bentuk

hipotik atau grosse akta pengakuan hutang. Jika sudah jatuh pilihan pada bentuk grosse akta

pengakuan hutang, perjanjian kredit yang bersangkutan seharusnya tidak lagi diikuti dengan

bentuk perjanjian hipotik. Sebaliknya, kalau bentuknya telah dipilih hipotik, seharusnya tidak

perlu lagi membuat grosse akta pengakuan hutang.

Mengenai dokumen yang diperlukan grosse akta sebagai dokumen yang mendukung

keabsahannya tidak terlepas hubungannya dengan jenis perikatan grosse akta itu sendiri. Oleh

karena itu, untuk memahami kejelasan dan rincian dokumen yang diperlukan grosse akta,

Page 13: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

tergantung pada jenis ikatan grosse akta yang dipilih oleh pihak debitur dan kreditur.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuka bahwa Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg mengenal dua

bentuk grosse akta, yaitu grosse akta pengakuan hutang (Notarieele schuldbrieven) dan grosse

akta hipotik (grosse van akte van hypotheek).

Pasal 1 angka 11 UUJN grosse akta adalah salah salah satu salinan akta pengakuan utang

dengan kepala akta “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” yang mempunyai

kekuatan eksekutorial. Jadi merupakan salinan akta yang dibuat notaris atas permintaan kreditor

setelah debitor wanprestasi atas prestasi yang disanggupinya dalam perjanjian yang dibuatnya,

Praktik pemberian kredit pada lembaga perbankan sering diikat dengan suatu jaminan pokok dan

jaminan tambahan, yang kadang diformulasikan dalam bentuk akta pengakuan hutang baik

dalam bentuk akta otentik (notaril) maupun dalam bentuk akta di bawah tangan. Kedua bentuk

akta pengakuan hutang baik pengakuan hutang dalam bentuk akta dibawah tangan maupun

dalam bentuk akta notaril merupakan akta pengakuan hutang sepihak. Artinya pengakuan hutang

tersebut dibuat oleh pihak debitur sebagai pihak berhutang yang didalamnya mengadung janji-

janji manakala debitur lalai melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, maka kreditor dapat

melaksanakan eksekusi terhadap benda yang secara khusus disebutkan dalam akta tersebut.

Terhadap akta pengakuan hutang yang dibuat debitor dihadapan seorang notaris, maka

kekuatan hukumnya adalah sempurna dalam arti mempunyai kekuatan sama dengan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrack van gewisjde). Hal ini

sebagaimana dinyatakan pasal 55 ayat (3) UUJN dinyatakan bahwa; grosse akta sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) pada bagian kepala akta memuat frasa “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pada bagian akhir atau penutup akta memuat frasa “diberikan

sebagai grosse pertama” dengan menyebutkan nama orang yang memintanya dan untuk siapa

Page 14: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

grosse dikeluarkan dan tanggal pengeluarannya.Grosse akta bukanlah perjanjian atau perikatan

pokok asli. Perjanjian pokok aslinya adalah perjanjian hutang/kredit itulah sebabnya untuk

mewujudkan lahirnya ikatan grosse akta dari perjanjian pokok, diperlukan tindakan hukum

tambahan. Dengan perkataan lain untuk mewujudkan ikatan grosse akta diperlukan lagi tindakan

lain berupa persetujuan atau mendampingi perjanjian pokok.

Kekuatan Pembuktian dari Grosse Akta dalam Pasal 302 RBg berbunyi selengkapnya

sebagai berikut : Apabila titel yang asli tidak adalagi maka saiinan-salinannya mempunyai

kekuatan bukti dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diuraikan di bawahini :

1) Grosse-grosse dan salinan-salinan pertama mengandung kekuatan bukti yang setaraf dengan

aktanya yang ash, hal yang serupa berlaku juga tentang salinan-salinan yang diperbuat atas

perintah hakim di hadapan pihak-pihak yang berperkara atau setelah pihak-pihak itu dengan

sempurna telah dipanggil untuk ikut menghadirinya, begitu juga tentang salinan-salinan yang

diperbuat di hadapan dan dengan persetujuan masing masing pihak yang berperkara (Rv

856).

2) Salinan-salinan yang tanpa perantaraannya hakim atau di luar persetujuannya pihak pihak

yang bersangkutan dan setelah grosse-grosse dan salinan-salinan pertama dikeluarkan,

kemudian diperbuat oleh notaris sesuai dengan minuta dari akta yang dilangsungkan di

hadapannya atau oleh pejabat-pejabat pemerintah yang dalam jabatan mereka dan selalu

menyimpan minuta-minuta tersebut berhak mengeluarkan salinan-salinannya, dapat diterima

oleh hakim sebagai suatu bukti penuh apabila akta yang asli telah hilang.

3) Apabila salinan-salinan yang disalin sesuai dengan minutanya, tidak diperbuat oleh notaris di

hadapan siapa akta itu telah dilangsungkan atau oleh salah satu penggantinya atau oleh

Page 15: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

pejabat-pejabat umum yang dalam kedudukannya itu juga penyimpan akta-akta tersebut,

maka salinan-salinan itu hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti dengan surat.

4) Salinan-salinan autentik dari salinan-salinan autentik atau dari akta-akta di bawah tangan

dapat dalam keadaan keadaan tertentu mengandung suatu permulaan pembuktian dengan

surat (BW. 1889, 1902).

Dari bunyi ketentuan di atas jelaslah bahwa grosse itu kendatipun sedikit berbeda dengan aslinya

sebab pada aslinya maupun minutanya tiada dijumpai kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa" yang terdapat pada grosse itu mempunyai kekuatan pembuktian

yang sama dengan akta aslinya. Karena grosse akta itu mempunyai kekuatan pembuktian yang

sama dengan akta aslinya, maka grosse akta itu juga merupakan bukti sempurna bagi para pihak

dalam akta itu dan para ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak dari padanya,

sebagaimana diatur dalam Pasal 165 HIR dan Pasal 285 RBg.

Grosse akte merupakan ikatan lanjutan yang lahir dari perjanjian pokok dan Grosse akta

itu harus memuat di atasnya kata-kata: "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa" dan di bagian bawahnya harus dicantumkan kata-kata : "diberikan sebagai grosse pertama,

dengan rnenyebutkan nama dari orang yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal

pemberiannya". Maksud dan tujuan dari keharusan adanya kepala grosse akta, dan kata-kata

penutup yang demikian itu adalah untuk memberikan kekuatan eksekutorial dari grosseakta itu,

yang berarti untuk memenuhi bentuk eksekutorial dari grosse akta sehingga dapat dilakukan

eksekusi tanpa melalui proses perkara di depan pengadilan, sebab grosse akta itu disamakan

dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap.

Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, artinya terdapat kekurangan pada bagian

atas atau bagian bawah dari grosse itu maka dalam hal itu grosse tersebut tidak dapat

Page 16: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

dipergunakan untuk eksekusi. Hanya dengan grosse yang dibuat dengan memenuhi syaratsyarat

bentuk eksekutorial dapat dilakukan eksekusi tanpa perantaraan hakim. Notaris bukan hanya

berwenang melainkan juga wajib untuk memberikan grosse dari minuta-minuta akta yang

disimpannya, kewajiban mana adalah merupakan kewajiban jabatan sehingga menimbulkan

pertanyaan, apakah seluruh grosse akta yang dibuat oleh notaris itu mempunyai kekuatan

eksekutorial dalam arti dapat dieksekusi tanpa melalui proses perkara di depan hakim.

Peraturan Jabatan Notaris tidak dapat memberi jawaban, sehingga untuk mencari

jawabannya berdasarkan peraturan hukum, kita harus melihat peraturan hukum positif di luar

P.J.N. Pasal 258 RBg yang bersamaan isinya dengan Pasal 224 HIR dapat memberi jawaban

atas pertanyaan tersebut. Pasal 258 RBg berbunyi sebagai berikut :

1) Grosse-grosse dari akta-akta hipotek dan dari surat-surat hutang materiil yang berkepala

kata-kata : "Atas Nama Sri Baginda Maharaja" mempunyai kekuatan hukum sama

dengan keputusan-keputusan hukum.

2) Terhadap pelaksanaannya apabila tidak dipenuhi secara rela, berlaku peraturan dari

bagian ini akantetapi dengan pengertian bahwa penyanderaan itu diizinkan dalam suatu

keputusan hukum.

Kata-kata "Atas Nama Sri Baginda Maharja" pada ayat 1 tersebut di atas harus dibaca "Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No.

14 Tahun 1970.

Pasal 224 HIR berbunyi sebagai berikut : Surat asli dari surat hipotek dan surat utang,

yang diperbuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya memakai perkataan "Atas

Nama Undang-Undang" berkekuatan sama dengan putusan hakim, jika surat yang demikian itu

tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal menjaiankannya dilangsungkan dengan perintah

Page 17: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

dan pimpian ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berutang itu

diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang dinyatakan pada pasal-pasal

di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan itu hanya dapat

dilakukan, jika sudah diizinkan dengan putusan hakim. Jika hal menjalankan putusan itu harus

dijalankan sama sekali atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri, yang ketuanya

memerintahkan menjatankan itu, maka peraturan-peraturan pada Pasal 195 ayat (2) dan yang

berikutnya dituruti.

Akta pengakuan hutang merupakan suatu akta yang dibuat dalam bentuk notariil, dimana

akta tersebut hanya memuat pengakuan hutang seseorang, berikut dengan jumlah hutang, suku

bunga, jangka waktu, tempat pembayaran, hal-hal yang dapat menyebabkan hutang dapat

ditagih atau dibayar seketika (opeisbaarheid), jaminan dan tidak disertai dengan persyaratan-

persyaratan lain terlebih apabila persyaratan tersebut berbentuk perjanjian.

Salinan atau turunan dari akta pengakuan hutang disebut juga sebagai grosse akta

pengakuan hutang. Notaris dapat memberikan grosse akta pengakuan hutang kepada pihak yang

berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang-orang yang memperoleh hak kecuali

ditentukan lain oleh undang-undang. Empat syarat agar grosse akta mempunyai kekuatan

eksekutorial, yaitu :

1. Grosse akta tersebut harus berkepala “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa”;

2. Di bawah grosse akta harus dicantumkan kata-kata “Diberikan sebagai grosse

pertama”;

3. Dicantumkan pula nama orang yang meminta diberikan grosse akta;

4. Dicantumkan pula tanggal pemberian grosse akta

Page 18: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Walaupun grosse akta mempunyai kekuatan sama dengan putusan hakim pengadilan, namun hal

tersebut tidak serupa dengan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga

adanya bantahan terhadap eksekusinya dapat tunduk kepada putusan hakim. Dengan demikian,

akta pengakuan hutang dan beserta penyerahan grosse akta bersangkutan menjadi kewenangan

dari seorang Notaris.

2.3. Kemanfaatan dan Urgensi Grosse Akta Pengakuan Hutang

2.3.1. Pengertian Grosse Akta

Grosse akta dengan persoalan eksekusi atas grosse akta yang diatur Pasal 224 HIR/258

RBg telah menjadi topik yang aktual. Luasnya frekuensi dan intensitas perjanjian pinjaman uang

dalam lalu lintas dunia bisnis dan industri pada 15 tahun terakhir ini telah menyeret Pasal 224

HIR ke kancah arena perputaran hubungan dunia keuangan dan perbankan.

Badan penyedia modal seperti perbankan pun masih dapat dihitung dengan jari karena

pembangunan dan kegiatan dunia bisnis pada saat itu, masih dalam tahap konvensional dan

belum menuntut pendanaan modal menengah dan besar. Dari segi pengamatan praktek hukum,

urgensi dan relevansi Pasal 224 HIR berkaitan erat dengan dunia bisnis dan industri, tetapi juga

sekaligus tidak lepas kaitannya dengan fluktuasi kehidupan perekonomian itu sendiri. Sesuai

dengan dinamika pada masa sebelum digalakan usaha pembangunan, Pasal 224 HIR boleh

dikatakan merupakan rumusan yang diam dan tertidur. Pasal itu jarang tersentuh dan berperan

dalam karpet peradilan.

Praktek grosse akta ini sangat urgent dan relevan serta erat hungungannya dengan dunia

bisnis dan industri apalagi dalam kehidupan perekonimian stabil atau menanjak. Pasal 224 HIR

tidak banyak menimbulkan masalah, karena ikatan perkreditan yang dituangkan dalam grosse

akta jarang sekali berakhir dengan tindakan eksekusi penjualan lelang atau eksekution

berdasarkan Pasal 224 HIR, karena perjanjian krediturnya dihutangkan dalam bentuk grosse

Page 19: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

akta. Jadi dilihat dari segi praktek hukum, jelaslah bahwa, demikian pula grosse akta erat

kaitannya dengan fluktuasi kehidupan perekonomian. Melihat grosse akta diatas, maka perlu

diberikan suatu pembahasan, sehingga dapat dipahami sesuai dengan ketentuan praktek sehari

hari terlebih-lebih dalam praktek lalu lintas hukum yang semakin pesat dan kompleks dewasa ini.

Grosse akta adalah salah satu akta notaris yang mempunyai sifat dan karakteristik yang

khusus, yang juga semakin banyak dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. Grosse akta ini

berbeda dengan akta-akta notaris lain, sebab disamping sebagai alat bukti yang sempurna bagi

para pihak, juga memiliki kekuatan eksekutorial.11

Menurut Pasal 1 angka 11 UUJN, grosse akta

adalah salah salah satu salinan akta pengakuan utang dengan kepala akta “demi keadilan

berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Jadi

merupakan salinan akta yang dibuat notaris atas permintaan kreditor setelah debitor wanprestasi

atas prestasi yang disanggupinya dalam perjanjian yang dibuatnya.Praktik pemberian kredit pada

lembaga perbankan sering diikat dengan suatu jaminan pokok dan jaminan tambahan, yang

kadang diformulasikan dalam bentuk akta pengakuan hutang baik dalam bentuk akta otentik

(notaril) maupun dalam bentuk akta di bawah tangan. Kedua bentuk akta pengakuan hutang baik

pengakuan hutang dalam bentuk akta dibawah tangan maupun dalam bentuk akta notaril

merupakan akta pengakuan hutang sepihak. Artinya pengakuan hutang tersebut dibuat oleh pihak

debitur sebagai pihak berhutang yang didalamnya mengadung janji-janji manakala debitur lalai

melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, maka kreditor dapat melaksanakan eksekusi terhadap

benda yang secara khusus disebutkan dalam akta tersebut.

Dokumen yang diperlukan grosse akta sebagai dokumen yang mendukung keabsahannya

tidak terlepas hubungannya dengan jenis perikatan grosse akta itu sendiri. Oleh karena itu, untuk

memahami kejelasan dan rincian dokumen yang diperlukan grosse akta, tergantung pada jenis

11

Situmorang V.M & Sitanggang Cormentyna,Op.Cit., hal. 3.

Page 20: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

ikatan grosse akta yang dipilih oleh pihak debitur dan kreditur. Sebagaimana yang sudah

dijelaskan dimuka bahwa Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg mengenal dua bentuk grosse akta, yaitu

grosse akta pengakuan hutang (Notarieele schuldbrieven) dan grosse akta hipotik (grosse van

akte van hypotheek).

Masing-masing grosse tersebut haruslah murni dan berdiri sendiri menurut hukum sendiri-

sendiri pula dan padanya melekat kekuatan hukum eksekusi. Antara kedua bentuk dimaksud

tidak boleh dicampuradukan atau saling tumpang tindih dalam satu obyek hutang yang sama.

Adapun yang diperkenankan oleh hukum ialah memilih salah satu di antara dua bentuk itu. Para

pihak yang mengadakan perjanjian kredit boleh memilih bentuk hipotik atau grosse akta

pengakuan hutang. Jika sudah jatuh pilihan pada bentuk grosse akta pengakuan hutang,

perjanjian kredit yang bersangkutan seharusnya tidak lagi diikuti dengan bentuk perjanjian

hipotik. Sebaliknya, kalau bentuknya telah dipilih hipotik, seharusnya tidak perlu lagi membuat

grosse akta pengakuan hutang.

2.3.2 Grosse akta Pengakuan Hutang

Grosse adalah salinan atau (secara pengecualian) kutipan, dengan memuat di atasnya (di

atas judul akta) kata-kata “Demi Keadilan Bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan

dibawahnya dicantumkan kata-kata “Diberikan sebagai grosse pertama “, dengan menyebutkan

nama dari orang yang atas permintaan grosse itu di berikan dan tanggal pemberiannya.12

Apabila

syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, artinya terdapat kelemahan pada bagian atas atau bagian

bawah dari grosse itu, maka dalam hal itu grosse tersebut tidak dapat di pergunakan untuk

eksekusi. Hanya dengan grosse yang di buat dengan memenuhi syarat-syarat bentuk eksekutorial

dapat di lakukan eksekusi tanpa perantaraan Hakim.

12

G.H. S. Lumban Tobing,1980,Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta,hal. 228.

Page 21: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Keharusan untuk mencantumkan perkataan “pertama” dan memberitahukan nama dari

yang berkepentingan, kepada siapa grosse itu diberikan, adalah perlu untuk mencegah

kemungkinan diberikannya lebih dari satu grosse kepada orang yang sama, mengingat ketentuan

dalam pasal 42 PJN jo. Pasal 856 Kitab Undang-undang Acara perdata yang lama/sebelum

HIR/RBg yang menentukan bahwa pemberian grosse akta hanya dapat terjadi berdasarkan

ketetapan Hakim.

Menurut G.H.S. Lumban Tobing13

bahwa Undang-undang memang tidak mewajibkan

pemberitahuan tanggal grosse diberikan, namun sangat dianjurkan agar ada bahan perbandingan

dengan catatan yang harus diadakan mengenai pemberian grosse di atas minuta yang

bersangkutan berdasarkan ketentuan Pasal 38 PJN. Kepada setiap orang yang langsung

berkepentingan, para ahli waris atau penerima haknya dapat diberikan satu grosse dari akta. Oleh

karena itulah di bawah grosse harus diberitahukan atas permintaan siapa itu diberikan.sedangkan

Pasal 38 terakhir PJN menentukan, bahwa pada pemberian suatu grosse pertama harus

dicantumkan oleh Notaris di atas minuta yang bersangkutan nama dari orang, atas permintaan

siapa itu diberikan, dengan ancaman denda Rp 100,- sampai Rp 200,-.

Undang-undang juga tidak mewajibkan pemberitahuan kepada siapa grosse itu diberikan,

hanya mengharuskan pemberitahuan nama dari orang, atas permintaan siapa itu diberikan. Di

dalam praktek sering terjadi, bahwa permintaan dan penerimaan grosse akta dilakukan atas yang

berkepentingan melalui kuasa (misalnya pengacara). Adalah suatu kebiasaan yang baik, bahwa

di dalam praktek para Notaris di dalam hal demikian, juga mencantumkan di bawah grosse mana

dari orang kepada siapa grosse itu diberikan, disamping pemberitahuan nama dari orang, atas

permitaan siapa grosse itu diberikan.

13

Ibid., hal. 229

Page 22: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Kepada para ahli waris bersama atau para penerima hak bersama dari ”orang yang

langsung berkepentingan” dapat diberikan hanya satu grosse pertama, sepanjang grosse pertama

belum diberikan kepada “orang yang langsung berkepentingan “itu, setiap orang yang langsung

berkepentingan dapat tanpa formalitas khusus memperoleh satu grosse dan tidak boleh lebih dari

satu grosse. Apabila terdapat hanya seorang penerima hak maka hanya kepadanya dapat

diberikan grosse pertama.

Pihak yang menghendaki grosse kedua dan seterusnya mengajukan permohonan untuk itu

kepada pengadilan Negeri, di dalam daerah hukum siapa penyimpan minuta akta yang

bersangkutan berkedudukan, yang akan mengeluarkan surat perintah (ketetapan) kepada

penyimpan minuta itu untuk memberikan grosse kedua kepada yang berkepentingan pada hari

dan jam yang ditentukan dalam surat perintah itu. Di bawah grosse kedua itu harus diberitahukan

mengenai surat perintah itu dan juga untuk jumlah berapa itu dapat di laksanakan, apabila

sebagian dari tagihan itu telah dilunasi atau dibebaskan.

2.3.3 Ciri-ciri Grosse Akta Pengkuan Hutang

Pasal 224 HIR/258 RBg mengenal 2 (dua) bentuk grosse akta, yaitu grosse akta

pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Masing-masing grosse tersebut haruslah murni dan

berdiri sendiri menurut hukum sendiri-sendiri pula dan padanya melekat kekuatan hukum

eksekusi. Seandainya suatu perjanjian hutang telah diikat dengan bentuk grosse akta pengakuan

hutang dan bentuk ini oleh para pihak (kreditur) kurang menjamin kepentingan, para pihak dapat

mengubahnya dengan bentuk grosse akta hipotik. Agar perubahan itu tetap dapat menjamin

kemurniannya, maka harus berupa “pembaharuan” perjanjian. Pembaharuan mana harus

menyebut secara tegas pembaharuan perjanjian, secara tegas membatalkan ikatan grosse akta

pengakuan hutang dan mengalihkannya berupa pembaharuan ikatan grosse akta hipotik.

Page 23: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Kalau cara ini tidak ditempuh akan tetapi langsung dibuat bentuk ikatan grosse akta

pengakuan hutang yang telah diterbitkan lebih dahulu, menurut hukum diangkap terdapat

kekacauan bentuk ikatan yang saling tumpang tindih. Begitu pula sebaliknya kalau bentuk ikatan

grosse akta hipotik akan diubah menjadi grosse akta pengakuan hutang, harus melalui

pembaharuan perjanjian yang menegaskan pembatalan ikatan grosse akta hipotik dan dari

pembatalan grosse akta pengakuan hutang. Perikatan grosse akta pengakuan hutang seperti

dijelaskan dimuka,lebih sederhana bentuk dan tata cara pembuatannya, jika dibandingkan dengan

grosse akta hipotik, dengan demikian syarat dokumen yang mendukung grosse akta pengakuan

hutang lebih sedikit atau lebih minim dari syarat (dokumen) grosse akta hipotik.

Ikatan grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik merupakan pendamping yang

melekat pada perjanjian pokok. Itulah sebab,ditinjau dari segi yuridis, ikatan grosse akta

merupakan perjanjian “tambahan” yang bertujuan untuk memperkokoh perlindungan hukum

terhadap pihak kreditur. Artinya terhadap perjanjian pokok utang piutang semula, pihak debitur

rela mengikatkan diri kepada pihak kreditur dengan ikatan tambahan, yaitu pihak debitu

memberi barang/benda sebagai jaminan khusus kepada kreditur dan sifat ikatan tambahan

pemberan barang jaminan tersebut memberi hak kepada pihak kreditur bahwa barang jaminan

dapat langsung dimintakan eksekusinya tanpa melalui proses gugatan biasa apabila pihak debitur

melakukan wanprestasi.

Pendapat ini menekankan bahwa karakteristik grosse akta, yang merupakan perikatan

tambahan atau Bijkomende Verbintenis atau dalam istilah hukum Inggris disebut Addition

Contract. Tidak mungkit terjadi perikatan grosse akta tanpa didahului oleh perjanjian pokok

berupa perjanjian hutang/kredit. Eksistensi grosse akta berumber dari perjanjian hutang/kredit

Page 24: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

yag mendahuluinya. Tidak mungkin lahir perikatan grosse akta tanpa dilahirkan lebih dahulu

perjanjian hutang. Perjanjian hutang inilah yang disebut perjanjian “pokok”. Jika pihak debitur

dan kreditur setuju, agar pihak kreditur diberi hak yang bersifat executoriale kracht terhadap

barang jaminan hutang tanpa melalui proses akta. Dengan perikatan tambahan yang berbentuk

grosse akta dimaksud, bartambah kuatlah perlindungan yang diberikan hukum kepada pihak

kreditur, berupa hak yang bersifat excutoriale kracht sebagaimana yang ditegaskan oleh Pasal

224 HIR, yakni ikatan grosse akta tersebut :

a. Sama nilai kekuatannya dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum yang tetap (inkracht van gewijsde); dan

b. Pada saat debitur lelai memenuhi pembayaran yang ditentukan, maka ikatan grosse akta

dengan sendirinya menurut hukum (van rechtswege) telah mengandung kekuatan hukum

eksekusi, dengan jalan mengajukan permintaa eksekusi penjualan lelang kepada

pengadilan tanpa melalui gugatan.

Grosse akta bukanlah perjanjian atau perikatan pokok asli. Perjanjian pokok aslinya adalah

perjanjian hutang/kredit.n itulah sebabnya untuk mewujudkan lahirnya ikatan grosse akta dri

perjanjian pokok, diperluakan tindakan hukum tambahan. Dengan perkataan lain untuk

mewujudkan ikatan grosse akta diperlukan lagi tindakan lain berupa persetujuan atau

mendampingi perjanian pokok. Tindakan ikatan tambahan ini merupakan syarat formal

keabsahan grosse akta. Agar syarat formal ikatan tambahan memenuhi syarat formalitas, ikatan

tambahan tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis berupa akta Notaris atau akta PPAT.

Untuk mengetahui apakah benar telah ada perikatan grosse akta antara debitur dengan kreditur

sesuai dengan kebutuhan Pasal 224 HIR, dapat ditelusuri dari dokumen perjanjian. Jika

perjanjian dokumen tambahan yang melampiri perjanjian pokok benar ada, dan keadaannya telah

Page 25: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

memenuhi ketentuan undang-undang atau peraturan, barulah perikatan grosse akta dianggap sah

secara formal.

2.4. Doktrin Grosse Akta Pengakuan Hutang

Pada umumnya, karena tidak semua grosse akta didahului dengan perjanjian pokok,

sebagaimana telah dijelaskan dimuka. Pernyataan pengakuan hutang itu dituangkan dalam akta

bentuk akta notaris. Dengan demikian sahnya grosse akta pengakuan hutang itu. Pada grosse akta

pengakuan hutang itu dengan sendirinya telah melekat kekuatan hukum eksekusi atau absolute

force for execution. Tata cara pembuatan dokumen akta pengakuan hutang, haruslah bersumber

pada ketentuan perundang-undangan antara lain Pasal 224 HIR/258 RBg, dan lain-lain.

Berdasarkan sumber tersebut tata cara pokok dan bentuk pembuatan dokumen grosse akta

pengakuan hutang adalah sebagai berikur :

a. Harus Berbentuk Pengakuan Sepihak

Sesuai dengan nama grosse akta pengakuan hutang, maka penafsiran dan penerapn yang

tepat akan maksud akta yang demikian tiada lain dari pada penyataan sepihak dari debitur bahwa

ia benar-benar mengaku berhutang kepada pihak kreditur. Pengakuan mana nilainya/kekuatan

mengikatnya adalah sempurna sebagaimana telah disinggung di muka.

Bila demikian, sangatlah keliru jika dalam praktek dan penerapan akta pengakuan hutang

sebagai grosse akta berisi bukan pernyataan sepihak dari debitur. Hal ini sering dijumpai dalam

praktek. Akibatnya disebut dan dibuat Notaris berkepala grosse akta pengakuan hutang, akan

tetapi isi dan rumusannya tiada lain daripada persetujuan bersama antara pihak debitur dengan

pihak kreditur. Akta yang demikian jelas mengandung cacat sebagai grosse akta pengkuan

hutang, karena bentuk ikatannya masih bersifat perjanjian atau persyaratan secara partai antara

debitur dan kreditur. Di samping itu isinya pun tidaklah murni pernyataan pengakuan dari pihak

Page 26: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

debitur, tetapimasih memuat syarat-syarat perjanjian.

b. Harus Dibuat dengan Akta Notaris

Di dalam ketentuan Pasal 224/HIR/258 RBg telah ditegaskan mengenai bentuk grosse

akta pengakuan hutang. Menurut penegasan pasal tersebut, grosse akta pengakuan hutang, harus

berbentuk akta notaris. Undang-undang tidak memperkenankan bentuk lain, kecuali bentuk akta

notaris. Ketentuan mengenai bentuk ini bersifat “wajib”. Secara formal harus dituangkan dalam

akta notaris. Grosse akta pengakuan hutang tidak boleh dibuat dalam bentuk akta di bawah

tangan. Sehubungan dengan keharusan grosse akta pengakuan hutang berbentuk akta notaris,

maka ada beberapa ketentuan pokok yang harus secara jelas an tegas terdapat di dalamnya,

yaitu :

1. Kepala akta notarisnya harus memuat kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kalimat ini merupakan syarat yang harus ada. Tanpa

adanya rumusan kalimat tersebut pada bagian kepala akta, pengakuan hutang yang

disebut Pasal 224 HIR/Pasal 258/RBg.

2. Isi rumusan akta harus merupakan pernyataan pengakuan sepihak dari debitur. Pihak

debitur menghadap pejabat notaris, minta agar dibuatkan suatu akta yang berisi

pernyataan pengakuan hutangnya kepada pihak debitur. Pengakuan itulah yang

dirumuskan notaris dalam grosse akta pengakuan hutang.

c. Pernyataan pengakuan tersebut di atas biasa didasarkan pada perjanjian pokok dan dapat

juga tanpa perjanjian pokok. Dalam hal grosse akta yang dibuat dengan perjanjian pokok,

maka peryataan pengakuan harus tersurat secara jelas korelasi antara pejanjian pokok

dengan grosse akta pengakuan hutang. Misalnya, dapat berupa penegasan bahwa

pernyataan pengakuan hutang semula yang dibuat tangal sekian antara debitur dengan

Page 27: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

kreditur. Maka atas dasar perjanjian hutang pokok dimaksud, debitur menyatakan

pengakuannya. Penegasan korelasi antara perjanjian pokok dengan akta pengakuan hutang

harus terbaca secara jelas dan tegas dalam grosse aktanya, guna memenuhi syarat grosse

akta pengakuan hutang sebagai perikatan yang bersifat assessor.

Timbul pertanyaan lebih lanjut bilamana perjanjian pokoknya berbentuk lisan. Terhadap

hal ini tidak ada masalah, jika bentuk perjanjian pokok berbentuk lisan, maka perjanjian lisan itu

dikonstruksi sebagai syarat pertama (perjanjian pokok). Cara menghubungkan antara perjanjian

pokok lisan dengan grosse akta pengakuan hutang berupa penegasan dalam akta notaris, bahwa

pengakuan hutang tersebut didasarkan atas pernjanjian lisan yang dibuat antara debitur dengan

kreditur. Dengan cara penegasan korelasi yang demikian, maka sudah cukup memeadai memberi

dukungan hukum terhadap kelahiran dan eksistensi grosse akta pengakuan hutang bersangkutan.

Bentuk grosse akta yang diatur didalam Pasal 224 HIR RBg, terdiri dari grosse akta

pengakuan hutang dang rose akta hipotik. Antara grosse akta pengakuan hutang dengan grosse

akta hipotik tidak boleh saling berkaitan. Masing-masing berdiri sendiri dan tidak boleh

dicampur adukkan dalam grosse akta pengakuan hutang harus murni berdiri sendiri, agar sah

sebagai grosse akta (Sertifikat) hipotik, harus murni dan bersih dari pengaruh grosse akta

pengakuan hutang. Apabila tidak murni sifatnya akan mengakibatkan grosse akta yang

bersangkuta mengandung cacat yuridis. Terhadap grosse akta yang tidak murni, pihak Pengadilan

Negeri dapat menilainya :

a. Sebagai grosse akta yang mengandung cacat yuridis;

b. Sebagai grosse akta yang tidak dapat dieksekusi dan;

c. Pemenuhan pembayarannya hanya dapat dimintakan kreditur melalui gugatan biasa.

Page 28: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Grosse akta yang dimaksud Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg hanya satu bentuk grosse akta

saja, bukan dua bentuk. Sedangkan perkataan surat hutang yang terdapat di situ bukan bentuk

grosse akta, tetapi surat pengakuan hutang yang berkaitan dengan hipotik itu sendiri yang

berfungsi sebagai dokumen pelengkap hipotik yang penerbitannya mendahului akta hipotik.

Grosse akta pengakuan hutang yang didahului dengan perjanjian pokok, lazim disebut

dengan grosse akta yang bersifat assessor. Grosse aktaya merupakn perjanjian tambahan

(sampingan atau lanjutan) yang melekat pada perjanjian pokok. Untuk perjanjian pokok hutang

itulah, Undang-undang memberi kemungkinan untuk memberi kedudukan dan jaminan yang

kuat pada pihak kreditur tentang pembayaran pelunasan hutang oleh pihak debitur. Tanpa adanya

perjanjian pokok hutang piutang, tidak mungkin lahir perikatan grosse akta.

Penentuan sah atau tidaknya perikatan grosse akta, harus lebih dulu ditelusuri

keabsahannya perjanjian pokoknya. Pengadilan berwenang menilai, apakah perjanjian pokok

yang melahirkan perikatan grosse akta akta itu sah atau tidak. Misalnya, perjanjian pokoknya

tidak sah karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian pokok yang

demikian mengandung cacat yuridis yang mengakibatkan persetujuan dapat dibatalkan atau batal

demi hukum.Walaupun demikian harus pula diakui bahwa untuk dapat menilai sah atau tidaknya

perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata merupakan pekerjaan yang sulit, terutama jika

dibuat secara lisan dan terhadap syarat subyektif dari Pasal tersebut, yang membutuhkan

permohonan pembatalan dari pihak yang bersangkutan atau yang berhak untuk itu. Lain halnya

terhadap syarat obyektif dari pasal tersebut atau tidak adanya persetujuan otentik dari suami, bila

isteri mengadakan perikatan hipotik atas harta kekayaan. Dalam hal yang demikian penilaiannya

adalah mudah dan tidak perlu lebih dulu adanya putusan Pengadilan, yang menyatakan

Page 29: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

ketidakabsahan perjanjian pokok.

Sehubungan dengan disadari bahwa sulitnya menilai keabsahan perjanjian pokok

berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata dari syarat subyektif, karena harus didahului dengan

putusan Pengadilan, sedangkan pihak kreditur mengajukan permintaan eksekusi atas grosse akta,

debitur mengajukan keberatan atas perjanjian pokoknya, maka Pengadilan berhak untuk

memerintahkan penundaan eksekusi, sampai adanya Putusan Pengadilan tentang sah atau

tidaknya perjanjian pokok tersebut. Dalam hal terjadi kasus yang demikian Pengadilan harus

menganjurkan pihak debitur mengajukan gugatan pembatalan perjanjian pokok untuk

memastikan sah atau tidaknya perjanjian pokok tersebut. Selama pemeriksaan perjanjin pokok ,

eksekusi grosse aktanya memang sebaiknya ditunda demi untuk menjaga kesulitan pemulihan

hanya dibelakang hari bila perjanjian pokok dinyatakan batal.

2.5. Akta Pengakuan Hutang dalam Perjanjian Kredit Bank

2.5.1. Istilah dan Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan overeenkomstdan dalam bahasa

Inggris diistilahkan dengan contract. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan “Perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”. Rumusan Pasal 1313 KUH Perdata dapat diartikan bahwa suatu perjanjian

adalah merupakan suatu perbuatan antara dua orang atau lebih yang melahirkan perikatan dari

orang-orang yang berjanji tersebut. Sedangkan menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van

Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah :

Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-

mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga

tahap dalam membuat perjanjian menurut teori hukum baru, yaitu :

1. tahap pracontraktual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan,

Page 30: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

2. tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak,

3. dan tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.14

Munculnya hubungan hukum adalah dengan ditandatanganinya sebuah perjanjian oleh dua orang

atau lebih tersebut, hal tersebut dinamakan perikatan. Dengan demikian Perikatan adalah

hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak dimana pihak yang satu berhak menuntut

suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

tersebut karena adanya perjanjian.15

Dalam perjanjian kredit hubungan hukum tersebut akan

muncul apabila telah ditandatanganinya perjanjian kredit antara kreditur dan debitur yang telah

menyepakati terjadinya perjanjian tersebut.

Difinisi “perikatan” menurut doktrin (para ahli)adalah hubungan hukum dalam bidang

harta kekayaan diantara dua orang (atau lebih), dimana pihak yang satu (debitor) wajib

melakukan suatu prestasi , sedangkan pihak yang lain (kreditur) berhak atas prestasi itu.16

Menurut Salim H.S. mengatakan unsur-unsur perjanjian menurut teori lama adalah sebagai

berikut :

1. Adanya perbuatan hukum

2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang,

3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan,

4. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih,

5. Ppernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung satu sama

lain,

6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum,

14

Salim H.S., 2011, Hukum Kontrak Teori & Tehnik Penyusunan Kontrak, Cetakan Kedelapan, Sinar

Grafika, Jakarta, hal. 26. 15

Sunu Widi Purwoko, 2011, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan. Cetakan Pertama,

Nine Seasons Communication, Jakarta, hal. 1-2 16

Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, Edisi I

cetakan ke-1, LaksBang Mediatama Yogyakarta, Surabaya, hal. 17.

Page 31: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik,

dan

8. persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.17

2.5.2. Kredit Perbankan

Kegiatan usaha perbankan terus menerus selalu berhubungan dengan berbagai bentuk

resiko kerugian yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan nasabah melakukan

kewajibannya atau resiko dimana tidak dapat melunasi hutangnya. Oleh karena itu, pelepasan

kredit oleh bank harus dilandasi oleh prinsip kehati-hatian, karena terdapat adanya tenggang

waktu antara pelepasan kredit dengan waktu pembayaran kembali oleh debitur. Prinsip kehati-

hatian ini juga didasari oleh adanya resiko sebagai salah satu unsur kredit.

Pelepasan kredit oleh bank juga didasari oleh unsur prestasi. Hal ini berarti bahwa setiap

kesepakatan terjadi antara bank dengan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada

saat itu pula terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi. Keadaan ini mengandung pengertian

bahwa di salah satu pihak bank memiliki kewajiban untuk menyerahkan dana kredit kepada

nasabah (debitur) dan di lain pihak nasabah memiliki kewajiban untuk melunasi kredit beserta

bunganya ke pada bank berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.18

Kredit yang diberikan oleh bank juga harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang

sehat. Pelaksanaan asas-asas perkreditan yang sehat akan terlaksana apabila ditopang oleh sistem

perbankan yang sehat. Kebijakan moneter oleh pemerintah terhadap bank untuk mencapai

sasaran kestabilan perekonomian tidak akan efektif apabila tidak didukung oleh sistem

17

Salim H.S., Op. Cit, hal. 25. 18

. Imam Gozali, 2007, Manajemen Resiko Perbankan , Badan Penerbit Universitas Diponogoro,

Semarang, , hal. 12.

Page 32: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

perbankan yang sehat.19

Dalam kaitan itu, Bank wajib melakukan analisis terhadap kemampuan

debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Bank dalam hal itu perlu membangun sikap

kehati-hatian dalam memeriksa reputasi dan kepastian hukum serta kapasitas financial dan mitra

berkontrak.20

Sementara itu, kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang berarti

kepercayaan. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Undang-Undang Perbankan, bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Istilah yang biasanya digunakan dalam dunia perbankan untuk pemberi dana disebut

dengan kreditur, sedangkan pihak yang menerima dana kredit disebut debitur. Kredit tanpa

kepercayaan tidak mungkin dapat terjadi. Dalam dunia perdagangan, kepercayaan tidak dapat

diberikan atau diterima dalam bentuk uang, barang ataupun jasa. Sedangkan dalam dunia

perbankan, kepercayaan dapat diberikan atau diterima dalam bentuk uang dan jasa.Kreditur

mempercayai debitur dalam proses pemberikan kredit, dalam hal ini berbentuk uang ataupun

jasa. Kreditur memberikan kredit kepada debitur dengan harapan debitur dapat menggunakan

uang dan jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam kegiatan usaha. Dengan demikian

kredit merupakan wujud pemberian prestasi oleh pihak kreditur kepada debitur dan wujud dari

kontraprestasinya berupa pengembalian kredit disertai bunga oleh debitur pada waktu yang telah

ditentukan.

19

Ricardo Simandjutak, 2006,Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, PT Gramedia, Jakarta, hal. 11. 20

Soedradjad Djiwandono, 2001, Bergulat dengan Krisisdan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, hal. 132.

Page 33: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

Gatot Supramono menjelaskan bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam

uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam hal perjanjian ini bank

sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya

akan dikembalikan (dibayar) lunas.21

Seorang bankir memberikan pinjaman kepada perorangan

atau perusahaan, banker’s tersebut membutuhkan penilaian kredit dalam bentuk analisis kredit

untuk membantu menentukan risiko yang ada atau yang mungkin terlibat dari pinjaman yang

diberikan. Anailis tersebut sangat penting untuk dapat digunakan sebagai :

a) Menentukan berbagai risiko yang akan dihadapi oleh bank dalam memberikan kredit

kepada seseorang atau badan hukum suatu usaha.

b) Mengantisipasi kemungkinan pelunasan kredit tersebut karena bank telah mengetahui

kemampuan pelunasan melalui analisis cashflow usaha debitur.

c) Mengetahui jenis kredit, jumlah kredit dan jangka waktu kredit yang dibutuhkan oleh

usaha debitur, sehingga bank dapat melakukan penyesuaian dengan struktur dan yang

dipersiapkan untuk digunakan.

d) Mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk melunasi kreditnya, baik dari

sumber pelunasan primer maupun sekunder.

2.5.3. Klasifikasi Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam UU Perbankan maupun KUH Perdata,

sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu. Beberapa pakar hukum berpendapat

perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata,

yang berbunyi:

Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

kepada pihak yanglain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis

21

Gatot Supramono, 1997, Perbankan dan Masalah Kredit, Cetakan II, Djambatan, Jakarta, 1997, hal.52.

Page 34: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

karenapemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Perjanjian pinjam-meminjam ini terdapat persetujuan dengan mana pihak kreditur memberikan

kepada pihak debitur suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaiannya,

dengan syarat bahwa pihak debitur akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama kepada pihak yang memberikan pinjaman/ kreditur. Terjadinya perjanjian

kredit harus memenuhi kriteria sebagai berikut22

:

a) Terdapat kedua belah pihak serta ada persetujuan pinjammeminjam

antar kreditur dengan debitur.

b) Mempunyai jangka waktu tertentu.

c) Hak kreditur untuk menuntut dan memperoleh pembayaran serta

kewajiban debitur untuk membayar prestasi yang diterima.

Pengertian perjanjian kredit sebagian mirip dengan perjanjian pinjam-meminjam dalam

Pasal 1754 KUH Perdata dan sebagian lainnya tunduk pada peraturan dalam Perubahan Undang-

undang Perbankan. Jadi perjanjian kredit dapat dikatakan memiliki identitas sendiri. Dengan

mengacu pada undang-undang perbankan yang berlaku, sehingga dapat disimpulkan bahwa

perjanjian kredit sebagian masih dapat berdasarkan pada ketentuan KUH Perdata. Perjanjian

kredit perbankan, harus dilaksanakan secara tertulis yang berdasarkan pada ketentuan :

1) Instruksi Presiden Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang

Perkreditan tanggal 3 Oktober 1996 Juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit

1 Nomor 2/649/UPK/Pemb, tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presiden Kabinet

Nomor 10/ EK / 2 / 1967, tanggal 6 Februari 1967 yang menyatakan bahwa dilarang

melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk apapun tanpa adanya perjanjian

22

Ibid., hal. 53.

Page 35: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

kredit yang jelas antara bank dengan nasabah atau bank-bank sentral dengan bank-

bank lainnya.

2) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2/162/KEP/DIR dan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 27 / 7 / UPPB tertanggal 31 Maret 1993 tentang Kewajiban

Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum yang

menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati permohonan

kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.

Suatu perjanjian kredit terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak diantara kedua belah pihak

yang memiliki kedudukan yang sama kuat atau seimbang. Kedua belah pihak berusaha untuk

mencapai kesepakatan yang dianggap perlu bagi terjadinya perjanjian itu melalui negosiasi

diantara mereka. Di sini unsur kesamaan kedudukan dan unsur keadilan suatu perjanjian terlihat

secara jelas.

2.5.4. Keberlakuan Perjanjian Kredit Perbankan

Setiap realisasi kredit yang dilakukan pihak bank selalu akan diawali dengan adanya

berbagai pertimbangan serta penelusuran secara nyata terhadap calon debitur tentang berbagai

data yang diperlukan terhadap debitur itu sendiri. Maksud dari penelusuran tentang identitas

debitur tersebut adalah untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadinya misalnya

tunggakan atau kredit bermasalah yang dapat mempengaruhitingkat kesehatan bank itu sendiri.

Dengan demikian, didalam perjanjian pinjam meminjam uang sangat dipentingkan adanya

jaminan kredit, karena secara umum pada saat perjanjian kredit atau pinjam meminjam uang

dilaksanakan maka jaminan kredit itu akan selalu dipersyaratkan. Tujuannya adalah untuk

memberikan keyakinan kepada kreditur bahwa uang yang dipinjam oleh debitur akan dapat

dikembalikan dengan baik oleh debitur. Apabila dikemudian hari debitur ingkar janji, yaitu tidak

Page 36: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

melunasi hutangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan

pencairan (penjualan) atas obyek jaminan kredit yang bersangkutan.23

Pemberian kredit oleh pihak bank harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang

digunakan oleh bank dalam melakukan penilaian kredit kepada pihak debitur yang biasa disebut

dengan prinsp 5 C yang meliputi :

1. Character (watak) yaitu watak dari calon debitur merupakan hal yang sangat penting

diketahui oleh pihak bank (kreditur) sebelum memutuskan untuk memberikan kredit

kepada debitur. Dalam artian bahwa calon debitur memiliki reputasi yang baik dan

untuk melakukan pembayaran atau pelunasan atas utang-utangnya dan tidak terlibat

kriminalitas.

2. Capital ( Modal), Dalam hal ini bank harus meneliti modal dari calon debiturnya baik

mengenai besaran modalnya akan tetapi juga struktur modalnya. Hal ini dimaksudkan

untuk mengukur tingkat rasio likuiditas dan solvabilitas berkaitan dengan pemberian

kredit baik jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Capacity (Kemampuan), dalam hal ini bank harus mengetahui secara pasti akan

kemampuan calon debiturnya dengan melakukan analisis secara cermat dan

berkelanjutan untuk mengetahui tingkat kemajuan usahanya berkaitan dengan

kemampuan pembayaran atas utang-utangnya.

4. Condition of Economi (Kondisi Ekonomi), dalam hal ini kondisi ekonomi menjadi

perhatian khusus bagi pihak bank karena hal tersebut sangat berpengaruh besar baik

secara positif maupun negatif terhadap keberlangsungan usaha debitur.

23

M. Bahsan, 2010,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Cetakan ke-3, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 103.

Page 37: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

5. Collateral (Jaminan), dalam hal ini jaminan merupakan unsur yang sangat penting

yang harus diperhatikan oleh pihak bank (kreditur) hal ini berkaitan dengan

keamanan kredit yang akan diberikan kepada debitur. Jaminan yang diberikan oleh

debitur dalam keadaan tertentu dapat diambil alih, dijual atau dilelang oleh bank

setelah mendapat pengesahan dari pengadilan untuk melunasi utang-utang debitur.24

R. Subekti mengemukakan perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal.”25

Menurut Salim HS, perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan

subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas

prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya

sesuai dengan yang telah disepakatinya.”26

Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat

beberapa unsur-unsur yang tercantum dalam kontrak, yaitu :

1. Adanya hubungan hukum Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan

akibat hukum. Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban.

2. Adanya subjek hukum Subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Subyek

dalam hukum perjanjian termasuk subyek hukum yang diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Perdata

mengkualifikasikan subjek hukum terdiri dari dua bagian yaitu manusia dan badan

hukum. Sehingga yang membentuk perjanjian menurut Hukum Perdata bukan hanya

manusia secara individual ataupun kolektif, tetapi juga badan hukum atau rechtperson,

misalnya Yayasan, Koperasi dan Perseroan Terbatas.

24

Johanes Ibrahim , Op Cit, hal. 17. 25

R. Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Cet.19, Jakarta: Intermasa, hal 1. 26

Salim MS, 2008, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, hal. 27.

Page 38: BAB II KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA PENGAKUAN …

3. Adanya prestasi Prestasi menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

terdiri atas untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat

sesuatu.

4. Di bidang harta kekayaan Pada umumnya kesepakatan yang telah dicapai antara dua

atau lebih pelaku bisnis dituangkan dalam suatu bentuk tertulis dan kemudian ditanda

tangani oleh para pihak. Dokumen tersebut disebut sebagai “Kontrak Bisnis” atau

“Kontrak Dagang”.27

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti,

Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain

yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan

ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang­undang dapat

dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUH Perdata)

dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu,

perikatan yang lahir dari undang­undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam

suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu

perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

27

Subekti, Op.Cit, hal.l.