bab ii kerangka teoritis a. pemahaman...

15
BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIK Konflik yang di latarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Menurut Webster (1996), istilah “conflict” di dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide dan lain-lain”. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh apsek psikologis di balik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi fisik itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” menjadi begitu meluas sehingga berisiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal. Meskipun sejak zaman dahulu kala orang telah tertarik untuk meneliti mengenai konflik, abad kesembilan belas telah membuat gebrakan yang dramatis dan enerjik, yang dampaknya masih dapat dirasakan sampai sekarang. Charles Darwin tertarik mengenai perjuangan yang dilakukan suatu spesies untuk tetap bertahan hidup (“survival of the fittest”). Sigmund Freud mempelajari tentang perang antar berbagai kekuatan psikodinamika untuk

Upload: dinhkiet

Post on 15-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. PEMAHAMAN KONFLIK

Konflik yang di latarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam

suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,

kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa

sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam

setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar

anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan

dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan

Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan

menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Menurut Webster (1996), istilah “conflict” di dalam bahasa aslinya berarti suatu

“perkelahian, peperangan, atau perjuangan”, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa

pihak. Tetapi arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya “ketidaksepakatan yang

tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide dan lain-lain”. Dengan kata lain, istilah

tersebut sekarang juga menyentuh apsek psikologis di balik konfrontasi fisik yang terjadi,

selain konfrontasi fisik itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” menjadi begitu meluas

sehingga berisiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.

Meskipun sejak zaman dahulu kala orang telah tertarik untuk meneliti mengenai

konflik, abad kesembilan belas telah membuat gebrakan yang dramatis dan enerjik, yang

dampaknya masih dapat dirasakan sampai sekarang. Charles Darwin tertarik mengenai

perjuangan yang dilakukan suatu spesies untuk tetap bertahan hidup (“survival of the fittest”).

Sigmund Freud mempelajari tentang perang antar berbagai kekuatan psikodinamika untuk

Page 2: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

mengontrol Ego yang terjadi dalam diri seseorang.1 Orang pada umumnya mampu bergaul

dengan baik dengan orang-orang, kelompok, maupun organisasi lain, pergaulan itu mereka

lakukan dengan penuh perhatian, kemauan untuk membantu, dan keterampilan sedemikian rupa

sehingga hanya sedikit terjadi konflik didalamnya.

Dengan demikian apabila, konflik itu memang terjadi, maka lebih sering konflik itu

dapat diatasi daripada tidak, bahkan dapat diselesaikan dengan sedikit masalah dan dapat

memuaskan semua pihak. Dengan menarik kesimpulan dari hasil-hasil pemikiran pemikir abad

kesembilan belas, bahwa konflik selalu bersifat merusak, sebenarnya kita kehilangan inti dari

hasil kerja mereka.

Adapun penyebab dari konflik yang terjadi dalam masyarakat, yaitu melihat penyebab

konflik yang berada dalam "kontradiksi" atau "benturan kepentingan." Dalam teori dialektis

seperti itu, karena bawahan menjadi sadar akan kepentingan mereka, mereka mengejar konflik,

maka tugas teoritis yang utama adalah menentukan kondisi yang meningkatkan kesadaran

dalam lapisan di masyarakat. Tapi Coser berpendapat bahwa benturan kepentingan hanya

mungkin diekspos hanya setelah kaum tertolak mencabut keabsahan. Coser menekankan bahwa

tatanan sosial dipertahankan oleh beberapa tingkatan konsensus dari pengaturan sosial budaya

yang ada dan bahwa "gangguan" melalui konflik terjadi hanya ketika kondisi mengurangi

konsensus ini.2

B. TEORI KONFLIK DAN SOLIDARITAS

Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi

melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya

konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.Teori

ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas

1 Dean G. Pruit & Jeffrey Z. Rubin Teori Konflik Sosial 2009 Pustaka Pelajar Offset, page 9

2 Ibid

Page 3: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

dalam masyarakat. Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan

solidaritas anggota kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota

jangan sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya apabila suatu kelompok tidak lagi

merasa terancam oleh kelompok lain maka solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala

kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu

kelompok selalu mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh dan

meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok.3

Sama juga seperti Lewis A. Coser ,Simmel melihat konflik ada di mana-mana dan

menjadikannya sebagai pokok analisa formal. Dalam esainya yang paling terkenal tentang

konflik, Simmel mencurahkan banyak upaya untuk menganalisis konsekuensi positif dari

konflik sebagai pemeliharaan keutuhan sosial dan subunit mereka. Simmel juga mengakui

bahwa masyarakat yang terlalu kooperatif, konsensual, dan terpadu akan menunjukkan “tidak

adanya proses kehidupan”, tetapi analisanya tentang konflik masih mengarah pada bagaimana

konflik mengarahkan pada solidaritas dan persatuan. Tidak seperti Marx yang melihat konflik

pasti berakhir menjadi kekerasan, revolusioner dan menyebabkan perubahan struktural dari

suatu sistem, Simmel menganalisis fenomena yang bertentangan dengan konflik yang tidak

terlalu intens dan keras yang mengarahkan pada perubahan kearah yang lebih kompak,

terintegrasi dan teratur.

Simmel juga menekankan bahwa konflik merupakan hasil dorongan emosional.

Dorongan tersebut sangat mungkin timbul ketika kelompok-kelompok konflik memiliki

solidaritas internal yang besar. Simmel mengindikasikan bahwa bersamaan dengan dorongan

emosional, sampai pada suatu taraf para anggota melihat konflik melebihi tujuan dan

kepentingan pribadi mereka yang lalu meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik yang

hebat. 4Simmel berpendapat bahwa semakin jelas kepentingan pihak yang berkonflik

3 Coser A Lewis The Function of Social Conflict, New York 1956 free press Page 151-210 4 Jonathan H Turner “The Structure of Socioogical Theory” University of California page 158

Page 4: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

disampaikan, semakin jelas dan terfokuslah tujuan mereka; dengan tujuan yang jelas

tersampaikan, metode yang tidak agresif seperti tawar-menawar dan kompromi, lebih mungkin

untuk tujuan spesifik dari kelompok tersebut terpenuhi. Dengan demikian bagi Simmel,

kesadaran kepentingan bersama, dalam kondisi yang tidak ditentukan, menciptakan konflik

instrumental dan tanpa kekerasan, proposisi Simmel lebih akurat dibandingkan prediksi Marx;

kekerasan sering menyertai perselisihan pekerja dan pimpinan di awal terbentuknya serikat,

ketika kepentingan dan tujuan tidak tersampaikan dengan baik. Seiring tersampaikannya

kepentingan, konflik yang keras mulai tergantikan oleh bentuk-bentuk negosiasi sosial yang

lebih damai.

Simmel berpendapat bahwa konflik yang berintensitas rendah dan berfrekuensi tinggi

dalam sistem saling ketergantungan yang tinggi tidak selalu memperkuat atau menyebabkan

perubahan sosial yang radikal. Sebaliknya, konflik-konflik tersebut melepaskan ketegangan dan

menjadi aturan normatif, yang mana menggalakan stabilitas sistem sosial. Lebih jauh, dengan

meningkatnya pengaturan pada kelompok-kelompok yang saling bertentangan, dan

pembentukan koalisi antara kelompok-kelompok konflik, kekerasan akan menurun seiring

tersampaikannya tujuan mereka dengan lebih baik. Konsekuensi pengaturan dan penyampaian

kepentingan tersebut akan menjadi ketentuan yang lebih besar untuk meringankan konflik yang

melibatkan persaingan, tawar-menawar, dan kompromi.5

1. Konflik dan Solidaritas Kelompok

Menurut Lewis A. Coser dinyatakan bahwa konflik internal menguntungkan kelompok

secara positif. Ia menyadari bahwa dalam relasi-relasi social terkandung antagonisme,

ketegangan atau perasan-perasan negative termasuk untuk relasi-relasi kelompok dalam, (in

group) yang di dalamnya terkandung relasi-relasi intim yang lebih bersifat parsial. Perlu

diketahui bahwa semakin dekat hubungan akan semakin sulit rasa permusuhan itu

diungkapkan. Akan tetapi semakin lama perasaan ditekan maka mengungkapkan untuk

5 Ibid, 162

Page 5: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

mempertahankan hubungan itu sendiri. Mengapa demikian? Karena dalam suatu hubungan

yang intim, keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlihat sehingga, pada saat konflik

meledak, mungkin akan sangat keras.

Konflik akan senantiasa ada sejauh masyarakat itu masih mempunyai dinamikanya.

Adapun yang menyebabkan timbulnya konflik, yaitu karena adanya perbedaan-perbedaan,

apakah itu perbedaan kemampuan, tujuan, kepentingan, paham, nilai, dan norma. Di samping

itu, konflik juga akan terjadi apabila para anggota kelompok dalam (in group) terdapat

perbedaan. Akan tetapi, tidak demikian halnya apabila para anggota kelompok dalam (in group)

mempunyai kesamaan-kesamaan. Perbedaan-perbedaan antara para anggota di dalam kelompok

(in group) tersebut dapat pula disebabkan oleh adanya perbedaan pengertian mengenai konflik,

karena konflik itu bersifat negative dan merusak integrasi. Akan tetapi, ada pula pengertian dari

anggota kelompok dalam (in group) bahwa karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan

maka konflik akan tetap ada. Perlu diketahui bahwa suatu kelompok yang sering terlibat dalam

suatu konflik terbuka, hal tersebut sesungguhnya memiliki solidaritas yang lebih besar jika

dibandingkan dengan kelompok yang tidak terlibat konflik sama sekali.6

a. Konflik Realistis

Konflik Realistis ini berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi

dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang

ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok

kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.

b. Konflik Non Realistis

Konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari

kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan

dalam masyarakat yang buta huruf pembalasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti

teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan

6 Ibid,

Page 6: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya

menjadi lawan mereka.

Ketika konflik tidak-realistis, konflik akan menjadi kasar. Ketidak-realistisan tersebut

sangat mungkin ketika konflik menyinggung nilai-nilai inti, yang secara emosional

menggerakkan partisipan dan membuat mereka tidak mau berkompromi. Selain itu, jika konflik

bertahan untuk jangka waktu yang lama, konflik menjadi semakin tidak realistis karena pihak-

pihaknya menjadi terlibat secara emosional, seperti ideologi menjadi dikodifikasikan, dan

seperti "musuh" digambarkan dalam istilah yang semakin negative.

Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka

pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan.

Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang

yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang

mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti

misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. 7 Hal ini tidak

selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan

membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut.

Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan

yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya

dalam pandangan negatif saja, perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat

memperkuat struktur social. 8 Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan

konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.

C. SUMBER-SUMBER KONFLIK

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan

7 Lewis Coser, 1967. Continuities in the Study of Social Conflict. New York: Free Press. 8 Ibid

Page 7: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan

sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab

dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap

warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang

merasa terhibur.

Dengan mencermati berbagai anteseden konflik, kita harus mendefinisikan konsep

konflik secara lebih tepat. Menurut definisi kami, konflik adalah presepsi mengenai perbedaan

kepentingan (perceived divergence of interest). Tetapi apa yang dimaksud dengan

kepentingan?, istilah “kepentingan”, atau orang lain sementara ini menggunakan “nilai-nilai”

(values) atau “kebutuhan” (needs). Kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang

sesungguhnya ia inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan

seseorang.9 Ada beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mendeskrisipkan kepentingan.

Beberapa kepentingan bersifat universal (seperti kebutuhan akan rasa aman, identitas, “restu

social”/ sosical approval). Suatu konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak dalam

masyarakat memiliki aspirasi tinggi atau karena alternative yang bersifat integrative dinilai sulit

didapat. Ketika konflik semacam itu terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi

sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap.10

Sebuah pertentangan dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya suatu konflik

dan perubahan social kebudayaan, dan pertentangan-pertentangan yang terjadi tersebut di

antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok. Umumnya

masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif dalam artian segala kegiatan didasarkan

pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetap mempunyai fungsi

social, tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan

9 Dean G. Pruit & Jeffrey Z. Rubin Teori Konflik Sosial 2009 Pustaka Pelajar Offset

10 Ibid

Page 8: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Konflik

yang terjadi antar kelompok mungkin bisa melibatkan antara generasi tua dengan generasi

muda. Konflik yang seperti itu kerap kali terjadi, apalagi pada masyarakat yang sedang

berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern, dan generasi mda yang belum terbentuk

kepribadiaanya lebih mudah menerima unsur-unsur kebudayaan.

Keadaan yang demikian menimbulkan suatu konflik dan perubahan-perubahan tertentu

dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara wanita dan pria, atau

kedudukan mereka yang kian sederajat di dalam masyarakat dan lain-lainnya. 11

dan berikut

adalah salah satu bagian dari sumber terjadi suatu konflik dalam masyarakat.

1. Perbedaan Latar belakang kebudayaan

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian

kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan

perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

2. Perbedaan Kepentingan antara individu atau kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.

Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki

kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi

untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal

pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang

menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para

petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk

membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian

kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta

lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas

11 Prof Dr soerjono Soekanto & Dra Budi Sulistyowati, MA “Sosiologi suatu Pengantar” PT. Raja Grafindo

Persada-Jakarta 2013

Page 9: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga

akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini

dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, social, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi

antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok

buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para

buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan

yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

3. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu

berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik

sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang

mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional

yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.

Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak

kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan

bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-

nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu

yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja

dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau

mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi

upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan

kehidupan masyarakat yang telah ada.12

12 Margaret. M. Poloma, 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

D. FUNGSI-FUNGSI SEBUAH KONFLIK

Konflik merupakan suatu fenomena kemasyarkatan yang senantiasa ada dalam

kehidupan bersama. Sebenarnya konflik tidak perlu dilenyapkan, akan tetapi konflik perlu

dikendalikan dalam masyarakat, dan konflik akan senantiasa ada di dalam masyarakat hal

tersebut karena dalam masyarakat itu terdapat otoritas. Hal tersebut mengartikan bahwa apabila

di suatu pihak bertambah otoritasnya maka di pihak lain akan berkurang otoritasnya. Selain itu

juga karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.

Konsep "fungsi" menyajikan beberapa masalah. Jika beberapa proses atau struktur

memiliki fungsi untuk beberapa fitur lain dalam sistem, sering ada asumsi implisit tentang apa

yang baik dan buruk bagi sebuah sistem. Jika evaluasi implisit ini tidak operatif, bagaimana

kita menilai kapan sebuah item itu berfungsi atau tidak berfungsi ? Bahkan konsep yang

tampaknya netral, seperti kelangsungan hidup atau adaptasi, hanya menutupi evaluasi implisit

yang berlangsung. Sosiolog biasanya tidak dalam posisi untuk menentukan apa arti

kelangsungan hidup dan adaptasi. Untuk mengatakan bahwa sebuah item memiliki

kelangsungan hidup dan adaptasi lebih. Untuk mengatakan bahwa sebuah item memiliki nilai

kelangsungan hidup lebih atau meningkatkan adaptasi sering menjadi cara untuk menutupi

evaluasi atas apa yang "baik."

Masalah ini ada di proposisi Coser tentang fungsi konflik. Konflik itu baik ketika

mempromosikan integrasi berdasarkan solidaritas, kewenangan yang jelas, ketergantungan

fungsional, dan kontrol normatif. Dalam istilah Coser, itu lebih adaptif. Teoris konflik lainnya

mungkin berpendapat bahwa konflik di sistem tersebut buruk karena integrasi dan kemampuan

beradaptasi dalam konteks yang spesifik ini bisa menjadi eksploitatif. Meskipun demikian,

Coser membagi analisisnya mengenai fungsi konflik sepanjang garis yang serupa dengan milik

Page 11: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

Simmel: fungsi konflik untuk (1) masing-masing pihak yang terlibat konflik, dan (2) seluruh

sistematis di mana konflik terjadi.13

Konflik dapat dikendalikan apabila kelompok yang terlibat dalam konflik dapat

menyadari adanya konflik, dan perlu dilaksanakannya prinsip-prinsip keadilan. Di samping itu

juga harus terorganisasi secara baik terutama yang menyangkut semua kekuatan social yang

bertentangan. Dalam hal ini, apabila upaya pengendalian konflik itu tidak dilakukan maka

konflik yang tertekan tidak tampak di permukaan dan dapat meledak sewaktu-waktu dan

mengakibatkan suatu tindakan kekerasan. Konflik yang tertekan dapat menyebabkan putusnya

hubungan tersebut dan dapat meledak secara tiba-tiba.

1. Fungsi Positif sebuah Konflik

Konflik bisa dijadikan suatu proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,

penyatuan dan pemeliharaan struktur social.

Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih dari suatu

kelompok atau komunitas.

Konflik yang berhubungan dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas

kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia social yang ada di

sekelilingnya.

Adanya katup penyelamat berfungsi sebagai jalan keluar yang meredakan permusuhan,

yang tanpa itu hubungan-hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan

semakin menajam. Katup penyelamat ( safety-value) disini mengartikan bahwa salah

satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok sari

kemungkinan konflik social. Katup penyelamat ini juga merupakan sebuah institusi

pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah system atau struktur.

13 Jonathan H Turner “The Structure of Socioogical Theory” University of California page 171

Page 12: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

Menurut Simmel Konflik meningkatkan pembentukan batas-batas kelompok yang jelas,

pemusatan otoritas, pengontrolan penyimpangan dan perbedaan pendapat, dan

peningkatan solidaritas sosial dalam partai-partai yang terlibat konflik.

Konflik adalah persemian yang subur bagi terjadinya perubahan social. Dan juga

konflik social dapat memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas berbagai kepentingan.

Kebanyakan konflik tidak berakhir dengan kemenangan di salah satu pihak dan

kekalahan di pihak lainnya. Sebaliknya, beberapa sintesis dari posisi kedua belah pihak

yang bertikai beberapa diantaranya berupa kesepakatan yang bersifat integrative yang

menguntungkan kedua belah pihak dan memberikan manfaat kolektif yang lebih besar

bagi para anggotanya sering kali terjadi. Bila pihak serikat buruh dan pihak manajemen,

pihak Mesir dan Israel, pihak Bagian Penjualan dan Bagian Produksi, atau kedua bocah

yang mempertengkarkan sebuah sepeda mampu mencapai rekonsiliasi atas kepentingan

masing-masing, maka mereka akan memperoleh keuntungan bagi mereka sendiri dan,

secara tidak langsung, bagi organisasi yang lebih besar, masyarakat dunia, atau

masyarakat di mana mereka menjadi anggotanya. Bila di dalam sebuah usaha untuk

menghindari konflik mereka tidak dibenarkan untuk saling mengklaim, maka

rekonsiliasi damai semacam itu kadangkala mungkin terjadi. Dalam pengertian ini,

konflik dapat dianggap sebagai sebuah kekuatan kreatif.14

Konflik dapat mempererat persatuan kelompok (in group). Tanpa adanya kapasitas

perubahan social atau rekonsiliasi atas kepentingan individual yan berbeda, maka

solidaritas kelompok tampaknya akan merosot, dengan membawa serta efektivitas

kelompok dan kenikmatan pengalaman berkelompok (Coser 1956). Hasil akhirnya

sering kali berupa disintegrasi kelompok. Tanpa konflik, kelompok akan seperti

pasangan suami-istri di dalam film Ingmar Bergman Couples , yang gagal mengenali

14 Dean G. Pruit & Jeffrey Z. Rubin Teori Konflik Sosial 2009 Pustaka Pelajar Offset page 14-15

Page 13: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

dan menghadapi masalah-masalah yang dijumpai dalam perkawinan mereka sehingga

pada akhirnya berpisah, karena masing-masing merasa tidak memperbolehkan apa-apa

dari hubungan perkawinannya.15

E. MUNCULNYA KSEPAKATAN DAN NORMA BARU

Masyarakat dan kelompok-kelompok yag ada di dalamnya secara konstan

mengembangkan berbagai aturan untuk mengatur perilaku para anggotanya. Aturan yang lebih

meluas dan berlaku lebih lama disebut norma. Fungsi utama aturan-aturan tersebut adalah

untuk mengantisipasi aspirasi pihak-pihak oposan sehingga mengurangi kemungkinan

terjadinya konflik (Thibaut dan Kelley, 1959). Sebagai contoh adalah norma mengenai

pencurian. Bila aturan untuk itu tdak ada, maka konflik akan sangat sering terjadi sering terjadi

sehingga masyarakat tidak akan dapat berfungsi dengan baik. Contoh lain yang lebih ringan

adalah aturan mengenai upah minimum. Dengan menentukan suatu tingkat upah bagi

pekerjaan-pekerjaanya yang bersifat rutin, maka aspirasi pekerja maupun majikan dapat

dibatasi sedemikian rupa sehingga mengurangi resiko terjadinya konflik di antara mereka.16

Sebuah fungsi serupa yang dimainkan berdasarkan aturan, yang menjadi resep banyak

keluarga, adalah salah seorang di antara pasangan suami-istri bertugas memasak, sementara

pasangannya bertugas menghidangkan. Norma relevan dengan konflik karena norma

menetapkan hasil yang berhak diterima oleh seseorang sehingga juga menentukan aspirasi apa

yang menjadi haknya. (Ini adalah konsideransi yang idealistis). Ketika aspirasi yang dianggap

sesuai dengan hak seseorang dianggap tidak kompatibel dengan tujuan pihak lain, maka

hasilnya sering kali cukup eksplosif.

Dari hal tersebut menyiratkan bahwa konflik biasanya terjadi ketika norma social dalam

keadaan lemah atau sedang mengalami perubahan. Pada saat-saat semacam itu orang akan

15

ibid 16

ibid 31

Page 14: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

cenderung membentuk cara-pandang yang bersifat idiosyncratic mengenai hak-haknya, cara-

pandang yang tidak cocok dengan cara pandang yang dibentuk oleh orang lain. Masalah yang

dialami dalam hubungan suami-istri yang banyak terjadi saat ini bisa menjadi contoh dalam hal

ini.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketika konflik terjadi, maka setelah konflik tersebut

dapat diatasi oleh kedua kelompok yang berkonflik aka nada sebuah norma baru yang tercipta

agar konflik tidak terulang lagi, dan norma tersebut tecipta dari hasil sebuah kesepakatan

bersama.

F. DAMPAK SEBUAH KONFLIK

Dalam kehidupan masyarakat majemuk sering terjadi pertentangan antara satu aspek

dengan aspek lainnya. sumber potensi konflik yang rentan terjadi dalam kehidupan masyarakat

Indonesia adalah agama, ras, dan suku bangsa. Dan setiap konflik yang terjadi dalam

masyarakat akan membawa dampak, baik dampak secara langsung maupun tidak langsung.

1. Dampak Secara Langsung

Menimbulkan keretakan hubungan antara individu atau kelompok dengan individu atau

kelompok lainnya.

Adanya perubahan kepribadian seseorang seperti selalu memunculkan rasa curiga, rasa

benci, dan akhirnya dapat berubah menjadi tindakan kekerasan.

Hancurnya harta benda dan korban jiwa, jika konflik benrubah menjadi tindakan

kekerasan.

Kemiskinan bertambah akibat tidak kondusifnya keamanan

Hancurnya harta benda dan korban jiwa, jika konflik benrubah menjadi tindakan

kekerasan.

Pendidikan formal dan informal terhambat karena rusaknya sarana dan prasarana

pendidikan.

Page 15: BAB II KERANGKA TEORITIS A. PEMAHAMAN KONFLIKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12304/2/T2_752011048_BAB II... · kemungkinannya adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak

2. Dampak Tidak Langsung

Dampak tidak langsung merupakan dampak yang dirasakan oleh orang-orang yang

tidak terlibat langsung dalam sebuah konflik ataupun dampak jangka panjang dari suatu konflik

yang tidak secara langsung dirasakan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Misalnya agresi militer

Israel yang dilakukan kepada para pejuang Hizbullah di Lebanon akan membawa dampak pada

kenaikan harga minyak dunia yang akan merembet pada kenaikan harga-harga barang di

pasaran.17

Dengan hal ini semakin membuktikan bahwa dampak dari suatu konflik tidak hanya

mengakibatkan kekerasan semata, akan tetapi konflik juga berdampak bagi perubahan social ,

namun tidak hanya perubahan social saja yang terjadi, akan tetapi jua perubahan pada pribadi

diri individu dan juga menyebabkan dominasi kelompok pemenang. Konflik dapat

menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok. Konflik menyebabkan

rusaknya berbagai harta benda dan jatuhnya korban jiwa sehingga konflik menyebabkan

adanya perubahan kepribadian.

17 Soerjono soekamto 2007, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada