bab ii kehamilan ektopik

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kehamilan Ektopik Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, ovarial, kehamilan intra ligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal (Prawirohardjo, 2005). Gambar. Lokasi Kehamilan Ektopik B. Epidemiologi Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi (digilib.unsri.ac.id, 2009).

Upload: pandu-nugroho-kanta

Post on 24-Oct-2015

90 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

presus

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Kehamilan Ektopik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam

kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, ovarial, kehamilan intra ligamenter,

kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal (Prawirohardjo, 2005).

Gambar. Lokasi Kehamilan Ektopik

B. Epidemiologi

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi

dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba,

dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi (digilib.unsri.ac.id,

2009).

Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam

dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per

1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab

kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu

pertahun (Murray et al, 2005). Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi

Page 2: BAB II Kehamilan Ektopik

komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal

terjadi di Amerika Serikat (digilib.unsri.ac.id, 2009).

Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada

tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan

(Prawirohardjo, 2005).

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-

40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang

dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1 Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di

tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla,

kemudian berturut-turut pada pars isthmic, infundibulum dan fimbria, dan pars

intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis

jarang ditemukan (digilib.unsri.ac.id, 2009).

C. Faktor Resiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun

kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.1 Lebih dari

setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa

ada faktor resiko (Murray et al, 2005).

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah (Prawirohardjo, 2005):

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka

kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat

sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua (Murray et al, 2005).

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan

kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga

meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel

rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk

berimplantasi ke dalam rahim (Murray et al, 2005).

3. Kerusakan dari saluran tuba

Faktor dalam lumen tuba (Prawirohardjo, 2005):

1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk

kantong buntu akibat perlekatan endosalping.

Page 3: BAB II Kehamilan Ektopik

2. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini

disertai gangguan fungsi silia endosalping.

3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab

lumen tuba menyempit.

Faktor pada dinding tuba (Prawirohardjo, 2005):

1. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam

tuba.

2. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur

yang dibuahi di tempat itu.

Faktor di luar dinding tuba (Prawirohardjo, 2005):

1. Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur.

2. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain (Prawirohardjo, 2005):

1. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau

sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke

uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi

prematur.

2. Fertilisasi in vitro.

D. Patomekanisme

Setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan

perjalanan sel telur ke dalam rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba. Kelainan

pada ovum juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik, akan tetapi

hal ini jarang terjadi (Prawirohardjo, 2005).

Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak

mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan

tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa

kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu (Prawirohardjo, 2005):

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini

penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari

(Prawirohardjo, 2005)

Page 4: BAB II Kehamilan Ektopik

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh

villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah

dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan

ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah

dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah

ke arah ostium tuba abdominal. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan

tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir

ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan

membentuk hematokel retrouterina (Prawirohardjo, 2005).

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya

pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada

kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah

penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat

mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal. Bila ostium tuba

tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah

menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-

kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma

intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat

terjadi kehamilan intraligamenter (Prawirohardjo, 2005).

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila

robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion

dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,

sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.

Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan

meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,

ligamentum latum, dasar panggul dan usus (Prawirohardjo, 2005).

Page 5: BAB II Kehamilan Ektopik

E. Tanda dan Gejala

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum

terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus

tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas (Basuki dan Saifuddin, 1999).

Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-

kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama bagian

bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan

tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala

nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif

(Basuki dan Saifuddin, 1999).

Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan

di dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Kehamilan ektopik yang

belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-

gejala klinis dan pemeriksaan fisik (Basuki dan Saifuddin, 1999).

Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.

Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan

teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan

batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba

menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga

menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvic (Basuki dan Saifuddin, 1999).

Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12

minggu. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan

gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan

kehamilan intrauterin yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan

bentuk dari kehamilan ektopik (Basuki dan Saifuddin, 1999).

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah

merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama

bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak

biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru

terlihat setelah 24 jam. Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya

perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan

ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang

lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvic (Basuki dan Saifuddin, 1999).

Page 6: BAB II Kehamilan Ektopik

Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG),

laparoskopi atau kuldoskopi.

Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah

terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat

diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :

- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi

- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic

- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,

kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan

- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10

ml dilakukan pengisapan. Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat

sampai hitam yang tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif

bila cairan yang dihisap berupa :

- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista

ovarium yang pecah.

- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks

yang pecah (nanah harus dikultur).

- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini

berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

Ultrasonografi : cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya

kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauterin. Cara yang

terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauterin adalah dengan

menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan

intrauterin dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas

5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih

sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik (digilib.unsri.ac.id, 2009).

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk

kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.

Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara

sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum

latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan

tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi (digilib.unsri.ac.id, 2009).

Page 7: BAB II Kehamilan Ektopik

F. Diagnosis Banding

1. Salfingitis

2. Abortus imminens atau abortus incompletus

3. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah

4. Torsi kistoma ovarii

5. Appendisitis

6. Gastroentritis (Murray et al, 2005).

G. Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam

tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu

(Prawirohardjo, 2005) :

1. kondisi penderita saat itu

2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya

3. lokasi kehamilan ektopik

4. kondisi anatomik organ pelvis

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi

pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya

dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk,

misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi (digilib.unsri.ac.id,

2009).

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan

pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan

radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik

yang mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan

konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat

ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba (digilib.unsri.ac.id, 2009).

a. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal

dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih

dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur

ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu

Page 8: BAB II Kehamilan Ektopik

insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Hasil konsepsi

dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada

harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan

cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada

mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena

kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang

akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian

ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan

untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan

yang berlebihan (digilib.unsri.ac.id, 2009).

b. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai

satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat

bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal

tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk

menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan

dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada

ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan

mikroskop/loupe (digilib.unsri.ac.id, 2009).

c. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami

ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.

Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis

kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat

digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer

dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi

dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari

insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan

dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi

reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan

menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting

untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum

(digilib.unsri.ac.id, 2009).

Page 9: BAB II Kehamilan Ektopik

2. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi

transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik

secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara

dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.

Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,

menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas

dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan (Murray et al,

2005).

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah

pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan

pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah (Murray et al,

2005) :

1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah

2. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm

3. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml

4. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor

sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari.

Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis

DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate

reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX

dapat secara oral, sistemik iv,im atau injeksi local. Selain dengan dosis tunggal,

dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan

leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur

tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi

relatif adalah nyeri abdomen (Murray et al, 2005).

H. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila pertolongan terlambat

angka kematian dapat meningkat. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan

kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah

mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada

Page 10: BAB II Kehamilan Ektopik

tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%.

Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup sebaiknya pada operasi dilakukan

salfingektomi bilateral. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri

sebelumnya (Basuki dan Saifuddin, 1999).

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S., 2005. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.

Digilib.unsri.ac.id. 2009. Kehamilan Ektopik. Available at http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.

Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. Canadian Medical Association Journal (CMAJ),2005;173(8), Available at http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.

Basuki B, Saifuddin AB. 1999. Ectopic pregnancy and estimated subsquent fertility problems in Indonesia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia;23:212-218