bab ii kecerdasan inteligensi dan prestasi ...yang memotivasi mereka, cara mereka bekerja, cara...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KECERDASAN INTELIGENSI DAN PRESTASI BELAJAR
A. Kecerdasan Inteligensi
1. Pengertian Kecerdasan Inteligensi
Kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan manusia
dalam menggunakan akalnya untuk melakukan sesuatu.1 Edward Lee
Thorndike, seorang tokoh mengatakan bahwa inteligensi adalah
kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan
kebenaran atau fakta.2
Orang yang memiliki kecerdasan akan bisa membedakan
antara hal yang baik dan hal yang buruk. Dan akan dapat memahami
segala hal yang seharusnya dilakukan ataupun tidak dilakukan sesuai
dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Hal tersebut sesuai dengan
Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqoroh ayat 269 :
( : ٦۲۹البقرة .)
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-
benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah).3
1 U. Saifullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
hlm. 177. 2 Ibid. hlm. 179. 3 AMCF, Al Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Sygma Publishing, 2011), hlm. 45.
8
Istilah “ Kecerdasan “ pertama kali dilontarkan “pada tahun
1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John
Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan
kualitas- kualitas emosional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan”.4
David Wechesler, pencipta skala- skala inteligensi Wechsler
yang sangat popular sampai saat ini, mendifinisikan inteligensi
sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk
bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta
menghadapi lingkungannya dengan efektif. 5
Kecerdasan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dan dapat berubah setiap saat. Untuk itu, peranan
lingkungan terutama orang tua pada masa kanak- kanak sangat
mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan . Keterampilan EQ
bukan lawan dari keterampilan IQ atau keterampilan kognitif,
melainkan keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan
konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak dipengaruhi
oleh faktor keturunan.
“Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan diajukan oleh
Bar-On pada tahun 1992, seorang ahli psikologi Israel. Ia
mendefinisikan kecerdasan sebagai serangkaian kemampuan pribadi,
emosi, dan social yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Gardner
dalam bukunya yang berjudul Frame of Mind mengatakan bahwa
bukan hanya satu jenis kecenderungan yang monolitik yang penting
untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spectrum
kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,
matematika/logika, spasial, kinestik, musik, interpersonal, dan
intrapersonal.
4 U. Saifullah, hlm. 179. 5 Ratna Wulan, Mengasah Kecerdasan Pada Anak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
hlm. 14.
9
Walter dan Gardner pada tahun 1986 mendifinisikan
inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-
kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah,
atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri atas kecerdasan
antarpribadi, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, hal- hal
yang memotivasi mereka, cara mereka bekerja, cara bekerja bahu
membahu dengan kecerdasan. Adapun kecerdasan intra pribadi adalah
kemampuan yang korelatif, tetapih terarah dalam diri. Kemampuan
tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang
teliti dan mengacu pada diri sendiri serta kemampuan untuk
menggunakan modal tersebut sebagai alat untuk menempuh
kehidupan secara efektif.
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa ini
kecerdasan antarpribadi mencakup “ kemampuan untuk membedakan
dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan
hasrat orang lain. Dalam kecerdasan antarpribadi yang merupakan
kunci menuju perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk
membedakan perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk
menuntun tingkah laku.
2. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kecerdasan
Goleman menjelaskan faktor – faktor yang dapat berpengaruh
pada kecerdasan menjadi lima kemampuan utama, yaitu :
a. Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri merupakan kemampuan untuk
mengenali perasaan pada saat perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yaitu kesadaran
seseorang terhadap emosinya sendiri. Menurut Mayer, kesadaran
diri adalah waspada terhadap suasana hati ataupun pikiran tentang
suasana hati. Apabila kurang waspada, individu menjadi mudah
10
larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri
memang belum menjamin penguasaan emosi, tetapi merupakan
salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga
individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam dirinya. Menjaga agar
emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju
kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan yang meningkat
intensitasnya terlampau lama akan mengganggu kestabilan
seseorang. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan akibat- akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan- perasaan yang menekan.
c. Memotivasi diri sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri
individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta
mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme,
gairah, optimis, dan kekayaan diri.6
d. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga
dengan empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain
atau mempedulikan orang lain menunjukkan kemampuan empati
seseorang atau individu . Individu yang memiliki kemampuan
empati lebih mampu menangkap sinyal- sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan akan hal- hal yang dibutuhkan
orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang
6 Hamzah B. Uno, Teori Motivasi & Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
hlm.23.
11
orang lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan lebih mampu
untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa “orang-
orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih
mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih popular atau
terkenal, lebih mudah bergaul dengan orang lain dalam kehidupan
sehari- hari, dan lebih peka terhadap emosi orang lain. Nowicki,
seorang ahli psikologi menjelaskan bahwa anak- anak yang tidak
mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan
terus menerus merasa frustasi”.7 Seseorang tersebut akan selalu
merasa gelisah, tidak tenang dan selalu merasa tidak sanggup untuk
menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah yang sedang
menimpa dirinya. Seseorang yang mampu membaca emosi orang
lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu
terbuka pada emosinya, orang tersebut mempunyai kemampuan
untuk membaca perasaan orang lain dan orang tersebut lebih peka
terhadap emosi orang lain.
e. Membina hubungan
Manusia merupakan mahluk sosial yang tak dapat hidup
sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang pasti berhubungan
dengan orang lain. Kemampuan dalam membina hubungan
merupakan keterampilan yang dapat menunjang popularitas
seseorang, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan.8
Orang- orang yang hebat dalam keterampilan membina
hubungan ini akan sukses dalam berbagai bidang. Mereka berhasil
dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar
kepada orang lain. Orang- orang seperti ini akan terlihat popular
7 U. Saefullah, Op. Cit., hlm. 182. 8 Ibid., hlm. 183.
12
dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan
bagi orang lain karena kemampuannya dalam berkomunikasi.
Ramah tamah, baik hati, homat, dan disukai orang lain dapat
dijadikan sebagai petunjuk positif sebagai cara siswa mampu
membina hubungan- hubungan dengan orang lain dalam
kehidupan sosialnya. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang
dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang
dilakukannya.9
Siswa yang cerdas juga tidak akan mudah terpengaruh oleh
hal-hal negatif yang timbul dari lingkungan sekolah, atau
lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Serta dapat
membedakan antara hal yang baik dan hal yang buruk. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 100 :
(.۰۱۱: ائدةالم )
Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang
baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-
orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan."10
Begitu pula dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq
ayat 10 :
9 Amal Syarqawi, Problematika Anak Di Era Modern, (Jakarta: Robbani Press, 2005),
hlm. 88-89. 10 AMCF. Op. Cit. hlm. 124.
13
). : ۰۱الطالق)
Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka
bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang yang
mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan
kepadamu.11
Dari ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang memiliki akal
(kecerdasan) akan dapat membedakan antara hal yang dilarang dan hal
yang diperintahkan. Antara hal yang baik dan hal yang buruk.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komponen
utama dan prinsip dasar kecerdasan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan instrument kecerdasan inteligensi
anak didik.
3. Faktor-Faktor Yang Dapat Meningkatkan Kecerdasan Inteligensi
Kecerdasan terbentuk ketika pertumbuhan struktur dan fungsi
otak mencapai tahap tertinggi. Kondisi ini terjadi selama rentang
waktu 12 tahun pertama. Selama rentang waktu 0-3 tahun dan 6-9
tahun merupakan kondisi terbesar jumlah pembentukan jalur koneksi
serta kemungkinan hilangnya jalur tersebut pada system saraf. Koneksi
yang menghasilkan persepsi baik atau positif selaras dengan nilai-nilai
kecerdasan harus dibentuk semaksimal mungkin. 12
Perkembangan struktur dan fungsi otak yang sedang tumbuh
melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitive ( action brain ), otak
limbik ( Feeling brain ), dan akhirnya ke neocortex atau disebut juga
11 AMCF. Op. Cit. hlm. 559. 12 Sutan Surya, Melejitkan Multiple Intelligence Anak Sejak Dini, (Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2007), hlm. 5.
14
thought brain ( otak pikir ). Meski saling berkaitan, ketiganya punya
fungsi sendiri- sendiri. Otak primitive mengatur fisik untuk bertahan
hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik,
memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari
panca indera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya,
bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi untuk
menghadapi ancaman atau lari dari kondisi kendala (fight or Flight
response). Manusia akan bereaksi secara fisik dan emosi terlebih
dahulu sebelum otak piker sempat memproses informasi.13
Otak limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka,
cinta dan benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak
primitif. Artinya, otak primitif dapat diperintah mengikuti kehendak
otak pikir, disaat lain otak pikir dapat dikunci untuk tidak melayani
otak limbik dan primitif selama keadaan darurat, baik yang nyata
maupun tidak nyata.
Otak pikir, yang merupakan bentuk daya pikir tertinggi dan
bagian otak yang paling objektif, menerima masukan dari otak primitif
dan otak limbik. Namun, ia butuh waktu lebih banyak untuk
memproses informasi yang masuk dari otak primitif dan otak limbic.
Otak pikir juga merupakan tempat bergantungnya pengalaman,
ingatan, perasaan, dan kemampuan berfikir untuk melahirkan gagasan
dan tindakan.
Mielinasi saraf otak berlangsung secara berurutan, mulai dari
otak primitif, otak limbik dan otak pikir. Jalur saraf yang semakin
sering digunakan membuat myelin semakin menebal. Semakin tebal
myelin, semakin cepat impuls saraf atau perjalanan sinyal sepanjang
jalur hantaran impuls sinyal- sinyal informasi. Oleh karena itu, anak
kecil yang sedang tumbuh dianjurkan menerima masukan dari
lingkungan sesuai dengan perkembangannya. Selain itu, Ia juga
membutuhkan pengalaman yang merangsang panca indera. Namun,
13 Sutan Surya., Op. Cit. hlm.6.
15
indera mereka perlu dilindungi dari rangsangan yang berlebihan karena
kondisinya belum kompak, belum seperti struktur indera pada orang
dewasa.
Anak kecil menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium,
dirasakan, dan disentuh dari lingkungan meraka. Kemampuan otak
mereka untuk memilah atau menyaring pengalaman seperti rasa yang
tidak menyenangkan dan berbahaya belum berkembang. Rangsangan
dan perkembangan indera itu pada gilirannya akan mengembangkan
bagian tertentu dari otak primitive yang disebut reticular activating
system (RAS). Ras merupakan pintu masuk dimana kesan yang
ditangkap setiap indera saling berkoordinasi sebelum diteruskan ke
otak pikir.
RAS merupakan wilayah di otak yang membuat kita mampu
memusatkan perhatian. Kurangnya stimulasi, atau sebaliknya stimulasi
yang berlebihan, ditambah lagi dengan gerakan motorik kasar dan
halus yang tidak berkembang secara baik, bisa menyebabkan rusaknya
perhatian terhadap lingkungan.
Jika seorang anak masih berumur 6 tahun, pengalaman dan
sikap kritis atau keingintahuannya akan menghasilkan kontruksi
emosional dan kecerdasan. Selama itu pula terjadi pertumbuhan otak
kira- kira 80%, sesuai dengan faktor- faktor pendukung yang
mempengaruhi. Jika kita ingin menjadikan anak itu lebih pandai,
selama waktu adalah periode yang krusian pertumbuhannya.
Selanjutnya otak anak disini dapat mengalami pertumbuhan
maksimum. Sebelum anak berusia 4 tahun, otak primitif dan otak
limbik sudah 80% termielinasi. Setelah umur 6- 7 tahun mielinasi
bergeser ke otak pikir. Awalnya dari belahan otak kanan yang antara
lain bertugas merespon citra visual.14
Menurut konsep kuantum learning, terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi untuk merawat kecerdasan di masa
14 Ibid.
16
pertumbuhannya. Beberapa syarat tersebut diantaranya adalah
menyarankan adanya suatu model untuk memberikan rangsangan yang
wajar. Konsep ini memberikan suatu gagasan bentuk- bentuk model
latihan atau tips- tips praktis untuk merangsang terbentuknya
kecerdasan secara maksimal dalam bentuk struktur maupun fungsi
organ.
Pendidikan kecerdasan anak dimulai dari lingkungan keluarga.
Orang tua yang terampil dalam memberikan pendidikan emosi kepada
anak- anaknya, akan memiliki anak yang mampu bergaul dengan baik,
populer di kalangan teman- temannya, dan menurut para guru anak
tersebut tidak memiliki masalah perilaku seperti kasar, pemarah atau
agresif.
Hasil pendidikan kecerdasan dari keluarga adalah pertumbuhan
anak yang bebas dari stress dan tekanan batin dan mampu
menenangkan dirinya saat menghadapi berbagai macam emosi dari
dalam diri anak. Dengan demikian, anak tersebut juga terlihat lebih
santai dna memiliki kondisi fisik yang sehat.
Manfaat lain dari pendidikan kecerdasan dari lingkup keluarga
adalah pada perkembangan kecerdasan kognisi anak. Anak dari orang
tua yang terampil emosional lebih mudah berkonsentrasi dan
menerima pengetahuan – pengetahuan baru.
Goleman membuat dua perbandingan antara anak 2 anak usia
pra sekolah. Salah satu anak tersebut tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang terampil dalam memberikan pendidikan kecerdasan
inteligensi kepada anaknya. Pada saat kedua anak tersebut menginjak
kelas 3, anak yang tumbuh dalam keluarga yang terampil
inteligensinya akan lebih berhasil dalam menguasai mata pelajaran
matematika dan pemahaman bacaan.
Kemampuan emosional anak sudah mulai terbentuk pada awal
kehidupannya, dan kemampuan awal tersebut adalah hal yang paling
berpengaruh pada perkembangan kecerdasan emosionalnya. Namun
17
demikian, masa- masa sekolah tidak dapat diabaikan begitu saja karena
perkembangan kecerdasan emosi anak akan terjadi pada waktu
tersebut.
Dijelaskan oleh Goleman bahwa keberhasilan di sekolah bukan
hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual anak saja, akan tetapi
ukuran emosional dan sosial anak juga sangat berpengaruh.15 Beberapa
ukuran tersebut adalah :
a. Memiliki keyakinan pada diri sendiri dan memiliki minat.
b. Mengerti harapan- harapan sosial mengenai perilaku anak.
c. Mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal- hal yang
tidak sewajarnya.
d. Memiliki kesabaran untuk menunggu.
e. Dapat mengikuti petunjuk dan perintah dari orang lain.
f. Tahu kapan saatnya harus minta tolong atau bertanya kepada Guru.
g. Mampu mengungkapkan kemauan dan kebutuhannya saat bergaul
dengan teman sebaya.
Dengan demikian, siswa yang prestasi akademisnya buruk tidak
selalu disebabkan oleh perkembangan kognisinya yang lambat. Ada
kemungkinan bahwa siswa tersebut tidak memiliki salah stau bahkan
seluruh ukuran kecerdasan yang dituliskan oleh Goleman.
Selanjutnya, Goleman juga menjelaskan bahwa seorang anak
dapat dinyatakan siap untuk memulai masuk sekolah apabila anak
sudah memiliki pengetahuan dasar yaitu “bagaimana cara belajar”.
Pengetahuan ini dapat diperoleh dengan mengenali 7 kecerdasan :
a. Keyakinan
Memiliki kecerdasan emosional berarti memiliki kepercayaan
kepada diri sendiri dan selalu berfikir positif dalam melakukan dan
mengerjakan sesuatu. Anak merasa bahwa ia akan berhasil
menyelesaikan hal- hal yang sedang dikerjakannya. Anak tersebut
15 Sutan Surya, Op. Cit. hlm. 39.
18
juga percaya bahwa Ia akan meminta pertolongan dari orang
dewasa di sekitarnya apabila memang diperlukan.
b. Rasa Ingin Tahu
Anak yang cerdas emosinya suka mencari tahu tentang hal- hal
baru dan pengertian- pengertian baru. Anak beranggapan bahwa
semua kegiatan untuk menyelidiki sesuatu itu bersifat positif dan
menyenangkan.
c. Niat
Memiliki kemauan tinggi untuk dapat berhasil juga merupakan
salah satu cirri anak yang cerdas emosinya. Anak akan selalu
berusaha melakukan tugasnya dengan takun dan memiliki
keteguhan untuk mencapai keinginannya.
d. Kendali Diri
Kecerdasan emosi selalu didukung oleh kemampuan untuk
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak
yang mudah menyesuaikan diri dengan anak- anak lain ataupun
orang dewasa di sekitarnya cenderung mampu mengendalikan
perilakunya sesuai dengan harapan lingkungan terhadapnya.
e. Keterkaitan
Mampu memahami anak lain atau orang dewasa. Apabila seorang
anak dapat memahami emosi yang dirasakan oleh anak lain, akan
timbul keterkaitan diantara keduanya. Dengan demikian akan
terjadi keterlibatan antara anak yang satu dengan anak yang lain
tersebut.
f. Kecakapan Berkomunikasi
Memiliki kepercayaan terhadap orang lain diawali dari
kepercayaan terhadap diri sendiri yang merupakan unsure
kecerdasan emosional. Anak yang dapat mempercayai orang lain
menikmati kegiatan bersosialisasi dengan anak- anak lain dan
orang dewasa. Dalam hal ini kemampuan anak berbicara akan
19
membantunya berkomunikasi dengan orang lain melalui tukar
pikiran atau pendapat dan mengutarakan keinginan.
g. Kerjasama
Anak yang kecerdasan inteligensi tinggi akan mampu melakukan
sesuatu bersama- sama dengan anak lain. Dapat dikatakan bahwa
anak yang siap belajar akan mampu menjaga keseimbangan antara
kebutuhan sendiri dengan kebutuhan anak- anak lain dalam
melakukan kegiatan kelompok.16
Banyak faktor yang dapat meningkatkan kecerdasan inteligensi
pada anak, diantaranya adalah :
a. Membentuk Lingkungan Sosial
Ketika anak menginjak usia 6 tahun atau lebih, maka Ia
telah memiliki dunia luar yang semakin luas. Hubungan yang
terjadi antara sesamanya akan membentuk lingkungan sosial.
Aktivitas sekolah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
membentuk pola perilaku dan kecerdasannya.
Pada usia ini, koneksi antar sel- sel saraf terbentuk dengan
pengalaman baru dan koneksi yang tidak terulang dapat terputus.
Dengan demikian pengajaran dan rangsangan lingkungan menjadi
sesuatu yang perlu dikendalikan. Perkembangan logika dan
penalaran telah dapat dilakukan dalam konsep-konsep yang
sederhana. Penjelasan mengenai sebab- akibat suatu tindakan
sedikit dapat dimengerti.
Hal ini semakin baik dengan bertambahnya umur dan
pengalaman anak. Pengajaran dengan permainan serta stimulus
yang diberikan perlu mempertimbangkan hal- hal yang dapat
meningkatkan cara berfikir menjadi terstruktur.
b. Memahami Perilaku Anak
16 Ratna Wulan, Mengasah Kecerdasan Pada Anak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
hlm. 40.
20
Perilaku anak sangat terpengaruh oleh lingkungan
disekitarnya. Banyak potensi baik maupun potensi buruk yang
dapat mengarahkan perilaku anak. Pengendalian terhadap bentuk
perilaku menjadi sangat penting karena hal ini akan menjadi
persepsi yang kuat dalam system saraf anak. Semakin berulang
pola perilaku semakin kuat perilaku tersebut dan akan terbawa
sampai dewasa.
Selanjutnya akan diberikan beberapa konsep pengendalian
penanggulangan terhadap perilaku buruk yang muncul pada diri
anak dan agar mampu memahami mengapa Ia berperilaku buruk.
Hal ini akan sangat membantu jika kita membuat suatu catatan.17
1) Identifikasi satu perilaku yang ingin kita ubah dari anak.
Jadikan hal spesifik yang ingin diubah seperti kebiasaannya,
antara lain : memukul, meminta sesuatu, merengak, atau
bersorak. Tulislah sikap-sikap ini dalam daftar urut.
2) Ketika suatu perilaku muncul, tulislah penyebab- penyebabnya
dan tulislah apa yang terjadi setelahnya.
3) Setelah satu minggu mengamati, akan tampak adanya suatu
pola perilaku. Kapan perilaku tersebut terjadi, dengan siapa
perilaku itu terjadi, dan apa akibatnya? Contoh: ketika anak
ikut berbelanja, Ia meminta sesuatu dengan merengek dan
permintaan itu tidak dapat digantikan dengan benda lain.
4) Tanyakan pada diri kita apakah anak belajar dari cara kita
merespon terhadap perilakunya? Apakah kita menyusun
batasan yang ketat. Pertama kita mendapat suatu gambaran
yang jelas sebagai suatu persiapan untuk mengubah
perilakunya dengan cara mengubah pemicu munculnya
perilaku itu dan akibat setelahnya mengamati pola perilaku
yang dihasilkan dari pemicu yang berbeda. Kita mungkin telah
menebak dan mengabaikan perilaku tertentu, tidak memberikan
17 Ibid., hlm. 80.
21
suatu keinginan dan member hak- hak istimewa tertentu. Lihat
dan dengarkan saat kita menyuruhnya untuk melalukan sesuatu.
Penting untuk memberikan hadiah dari perilaku baik yang
dilakukan anak.18
c. Mengarahkan Perilaku Positif
Aktivitas sehari- hari memerlukan bentuk kontrol terhadap
kegiatan positif yang dilakukan.19 Untuk mengatasi kondisi ini, kita
dapat mengatasinya dengan melakukan beberapa cara mudah
berikut.
1) Aturan rumah
Jadikan suatu aturan yang simple untuk anak. Mulailah dengan
beberapa hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Bicaralah hal ini dengan anak sehingga menimbulkan
keinginan untuk bertindak dengan senang hati.
2) Mencegah lebih baik daripada mengobati
Jika kita merasa perilaku anak mulai menyimpang dari control,
segera pangkas hal tersebut saat baru muncul. Caranya dengan
mengalihkan perhatian anak ke dalam aktivitas atau permainan
yang positif.
3) Pahamilah Perilaku Anak
Definisikan dengan jelas beberapa perilaku yang sulit. Buatlah
catatan apa peran penting yang menimbulkannya dan sesuatu
yang terjadi setelahnya. Dari sini kita dapat melihat suatu pola
mengenai sebab dan akibat suatu perilaku yang mungkin dapat
dirumuskan untuk menghilangkan perilaku ini. Jangan
menerima perilaku anak sebagai kesalahan, namun ubahlah
respon kita terhadap perilakunya.
4) Disiplin dengan waktu luang
18 Sutan Surya, Op. Cit., hlm. 80. 19 Muhammad Rasyid Dimas, 25 Cara Mempengaruhi Jiwa & Akal Anak, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 62.
22
Pikirkan cara pandang disiplin lain jika peraturan yang kita
buat tidak dapat diterapkan. Disiplin dengan waktu luang yang
pendak, dapat memberikan waktu pada anak untuk berfikir
sendiri tanpa bermain. Hal tersebut dapat menjadi alternative
untuk melarang perilaku sulitnya yang ingin sekali kita
hentikan.
5) Ambillah waktu 5 menit
Jika kemarahan muncul pada diri kita atau pada anak, ambillah
waktu 5 menit untuk mendinginkan suasana dan bertanya pada
diri sendiri mengapa begitu marah. Pikirkan permasalahan yang
sesungguhnya dan temukan solusi serta usahakan untuk selalu
mengontrol temperamen.
6) Jangan pernah ekstrem ketika marah
Penelitian menunjukkan bahwa memukul anak tidak akan
membantu menyelesaikan masalah, justru hal tersebut dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. Sebaiknya hindari
tindakan yang keras terhadap anak ketika kita marah. Pukulan
tidak efektif untuk mengurangi perilaku buruk dan hal tersebut
juga tidak mengajarkan tentang perilaku baik.
7) Usahakan menghindari bentakan
Usahakan untuk menghindari bentakan pada anak ketika kita
marah. Jangan mendudukkan anak dibawah jika Ia melanggar
aturan. Katakan padanya apa yang menyebabkan perbuatannya
salah dan mengapa kita menjadi marah. Kita marah pada apa
yang ia perbuat, bukan pada siapa yang berbuat.
8) Pergi sementara
Ketika kita merasa frustasi dan tidak bisa mengontrol amarah,
maka pergilah dari anak untuk sementara waktu untuk
melindungi perasaan.20
d. Mengatasi Situasi Sosial
20 Sutan Surya, Op. Cit., hlm. 81-83.
23
Berilah umpan balik kepada anak tentang bagaimana Ia
mengatasi permasalahan yang perlu diselesaikan. Penentuan tujuan
menjadikan Ia sukes dan cukup mendapatkan keterampilan yang
berguna secara alamiah ketika Ia ingin menggunakannya.
Dengan demikian, pada akhirnya ia tidak menginginkan
sesuatu lebih dari perhatian.
e. Pola Asuh Anak Pintar
Pola asuh Orang tua terhadap anak pintar berbeda-beda,
diantaranya otoriter, permisif dan mandiri.
1) Otoriter
Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan
kehendak orangtua kepada anak. Anak harus menuruti apa
yang orang tua inginkan. Anak tidak boleh mengeluarkan
pendapat maupun alasan apapun untuk tidak menuruti perintah
orang tua. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak menjadi
penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang
adaptif, kurang tujuan, mudah curiga pada orang lain, dan
mudah stress.
2) Permisif
Dalam pola ini, orang tua serba memperbolehkan anak berbuat
apa saja. Orang tua cenderung bersikap hangat dan menerima
apa adanya. Hal ini cenderung memanjakan anak dan member
peluang pada anak untuk melakukan apa saja yang ia
inginkan. Pola asuh ini akan mengakibatkan anak menjadi
pribadi yang agresif, tidak patuh pada orang tua, sok berkuasa,
kurang mampu mengontrol diri, dan kurang intens mengikuti
pelajaran di sekolah.
3) Mandiri
Pola ini mengarahkan bahwa orang tua sangat memperhatikan
kebutuhan anak dan mencukupinya dengan pertimbangan
faktor kepentingan dan kebutuhan. Pola asuh ini dapat
24
mengakibatkan anak menjadi mandiri, mempunyai kontrol diri
dan kepercayaan diri yang kuat, dapat berinteraksi dengan
teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stress,
mempunya minat terhadap hal-hal baru, kooperatif dengan
orang dewasa, penurut, patuh dan berorientasi pada prestasi.
Dari ketiga pola asuh anak di atas, dapat disimpulkan
bahwa pola asuh anak ketigalah yang dapat membentuk pribadi
anak lebih baik.
f. Ajarkan Anak Menjadi Pemurah
Pepatah barat mengatakan “ Like son like father”. Artinya
orang tualah yang sangat berperan mendidik sifat dan karakter
anak-anaknya secara langsung maupun tidak langsung dan hasilnya
bisa positif dan bisa juga negatif.
Pendidikan anak sejak dini secara langsung dilakukan
dengan mengajarkan hal-hal positif dan bermanfaat kepada anak,
sedangkan secara tidak langsung, sesuai sifatnya yang suka meniru,
anak-anak akan selalu melakukan apa yang dilakukan oleh
orangtua.
Melatih anak agar menjadi pemurah, tentu merupakan hal
yang lebih mudah jika orang tua selalu berbagi. Dalam berbagi
kesempatan kita bisa mengajarkan kepada anak agar ia terbiasa
menjadi pemurah. Ini dimaksudkan agar kelak ketika mereka
dewasa nanti, ia menjadi orang yang pemurah dan suka
bersedekah. Untuk melatih anak menjadi pemurah, ada beberapa
hal yang dapat dilakukan yaitu :
1) Berbagi makanan dengan teman
Membawa makanan di saat sekolah tentu menjadi kesenangan
bagi setiap anak. Dari sini orangtua dapat mengajarkan anak
untuk membiasakan member sebagian makannya kepada
temannya.
2) Mengajak teman makan bersama di rumah
25
Sesekali, orang tua dapat memilih satu hari khusus untuk
mengundang teman-teman anaknya makan di rumah bersama-
sama. Hal tersebut secara langsung dapat mempererat
hubungan persaudaraan dengan teman-temannya dalam acara
makan bersama itu.
3) Menabung
Seorang anak diarahkan untuk bisa menyisihkan sebagian
uang sakunya untuk ditabung.
4) Saling memberi kepada tetangga
Dalam rangka mempererat hubungan social, saling member
makanan atau hadiah ataupun oleh-oleh kepada para
tetangga tentu bukanlah suatu hal yang baru dalam
kehidupan masyarakat terutama di Indonesia.21
4. Faktor-faktor Yang Dapat Menghambat Kecerdasan Inteligensi
Proses perkembangan kecerdasan inteligensi pada anak
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal inilah yang akan menimbulkan
perbedaan sikap dan perilaku pada anak. Terdapat beberapa hal yang
menghambat perkembangan inteligensi pada anak, diantaranya
sebagai berikut.
a. Kesulitan Bersosialisasi
Anak mengalami kesulitan untuk bersosialisasi atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kesulitan ini
sering kali disertai dengan perasaan takut saat berada di tengah-
tengah banyak orang atau merasa dipermalukan setiap kali harus
berdiri dan berbicara di depan teman-teman di dalam kelasnya.
b. Autisme dan Keterbelakangan Mental
Autisme merupakan hambatan perkembangan interaksi
social dan kemampuan berkomunikasi serta perkembangan
aktivitas dan minat anak sangat terbatas.
21 Sutan Surya, Op. Cit., hlm. 89.
26
Anak yang mengalami autism biasanya perkembangannya
tidak normal dan sangat lambat.
Ciri-ciri anak yang menderita autisme adalah :
1) Kemampuan anak untuk melakukan interaksi terbatas.
2) Perilaku anak mengalami perkembangan yang sangat lambat.
c. Stres Pada Anak
Stres mungkin saja sering terjadi pada anak, namun sedikit
orangtua yang menyadarinya. Stress yang berkempanjangan dapat
menyebabkan anak menjadi depresi dan demikian dengan
perkembangan kecerdasannya akan terganggu.
Berikut ini adalah beberapa gejala anak yang sedang
mengalami stress :
1) Kurang gairah.
2) Hilangnya minat untuk melakukan kegiatan favorit.
3) Menonton TV terus-menerus.
4) Tegang, mudah marah tanpa ada sebab yang jelas.
5) Cengeng, suasana hati berubah-ubah.
7) Tidak sabar dan selalu terburu-buru.
8) Ketakutan tanpa sebab.
9) Makan berlebihan dan terkadang tidak ada nafsu makan.
d. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar disebabkan karena perkembangan syaraf-
syaraf otak yang kurang sempurna. Anak yang mengalami
kesulitan belajar bukan berarti bodoh. Anak bisa saja menjadi
pandai. Hanya saja, anak tersebut mengalami kesulitan dalam
belajar membaca dan menulis, mengingat sesuatu, mengatur hal-
hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri, dan sebagainya.22
e. ADHD
ADHD merupakan kepanjangan dari Attention Deficit
Hiperactivity Disorder yang artinya adalah kelainan perilaku anak
22 Sutan Surya, Op. Cit., hlm. 149.
27
yang biasanya sudah mulai terlihat sejak masa pra sekolah atau
pada awal masuk sekolah. Para Ahli berpendapat bahwa ADHD
lebih cenderung disebabkan oleh adanya faktor kerusakan pada
fungsi genetic yang dialami anak. Kerusakan fungsi genetik ini
disebabkan karena pengaruh dari luar seperti makanan atau racun.
Berikut adalah 3 karakteristik umum yang dialami anak
dengan gangguan ADHD.
1) Hiperaktif, yaitu ditandai dengan kebiasaan anak yang tidak
pernah berhenti beraktivitas.
2) Impulsif, yaitu perilaku impulsif yang dapat dilihat dari
spontanitas anak dalam memberikan respon terhadap sesuatu.
3) Kurang perhatian, yaitu anak kurang perhatian terhadap tugas
tertentu. 23
B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu “ Prestasi” dan
“Belajar”. Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar
karena belajar merupakan suatu proses.
Menurut Logan, belajar dapat diartikan sebagai perubahan
tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil pengamalan dan
latihan.24 Sedangkan menurut R.S. Woodworth, belajar terdiri atas
melakukan sesuatu yang baru, dan sesuatu yang baru ini dimasukkan
ke dalam ingatan oleh individu yang ditampilkan kembali dalam
kegiatan kemudian.25
Belajar bisa dikatakan berhasil, jika terjadi perubahan dalam
diri siswa. Akan tetapi semua perubahan perilaku dapat dikatakan
belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki cirri-
ciri sebagai berikut :
23 Sutan Surya, Op. Cit., hlm. 155. 24 U. Saifullah, Op. Cit., hlm. 169. 25 Ibid.
28
a. Perubahan Intensional
Perubahan dalam proses belajar disebabkan pengalaman atau
praktik yang dilakukan secara sengaja dan disadari.
b. Perubahan Positif dan Aktif
Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi
kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu
yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya.
c. Perubahan Efektif dan Fungsional
Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan
manfaat tertentu bagi siswa, sedangkan perubahan yang fungsional
artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatife menetap.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu
perubahan pada tingkah laku yang secara keseluruhan, secara sengaja,
disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa
pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Sedangkan prestasi, menurut Poerwodarminto Mila Ratnawati
adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh
seseorang.26
Jadi, menurut Penulis Prestasi belajar adalah prestasi yang
dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat
dalam buku rapor sekolah.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, tentunya perlu
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar.
26 Ibid., hlm. 171.
29
Menurut Sumadi Suryabrata, faktor yang mempengarui prestasi
belajar secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor
intern (dalam diri pelajar) dan ekstern (luar diri pelajar).
a. Faktor yang datang dari dalam diri siswa (intern)
1) Faktor fisiologis, yang terdiri dari :
a) Keadaan Jasmani
keadaan jasmani dapat dikatakan melatarbelakangi
aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain
pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar,
jasmani yang lelah dengan jasmani yang tidak lelah.
Dalam hubungannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu
dikemukakan.
1) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar
makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus
jasmani, yang pengaruhnya berdampak pada kelesuan,
mudah mengantuk, cepat lelah dan sebagainya.
2) Beberapa penyakit yang kronis yang sangat
mengganggu belajar itu, misalnya pilek, influenza
yang biasanya dipandang tidak cukup serius untuk
mendapatkan pengobatan; akan tetapi kenyataannya
penyakit-penyakit ini sangat mengganggu aktivitas
belajar.
b) keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu
Fungsi-fungsi fisiologis tertentu misalnya panca
indra sangat penting dalam belajar. Panca indra dapat
dimisalkan sebagai pintu gerbang masuknya pengaruh ke
dalam individu27. Orang mengenal dunia sekitar dalam
belajar menggunakan panca indra. Sehingga baik tidaknya
27 Ibid. hlm. 236.
30
panca indra sangat mempegarui hasil dari suatu kegiatan
pembelajaran.
2) Faktor psikologis
Menurut N. Franson yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata
mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk
belajar itu adalah sebagai berikut :
a) Adanya sifat ingin tahu dan menylidiki dunia yang lebih
luas.
b) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan
keinginan untuk selalu maju.
c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang
tua, guru dan teman-teman.
d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan.
e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila
menguasai pelajaran.
f) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada
belajar.
Apa yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian dari
berbagai pendorong yang mempengarui belajar.
Selanjutnya suatu pendorong yang biasanya besar
pengaruhnya dalam belajar ialah cita-cita. Cita-cita
merupakan pusat dari bermacam-macam kebutuhan.
Artinya kebutuhan-kebutuhan biasanya direalisasikan
disekitar cita-cita, sehingga dorongan tersebut mampu
memobilisasikan energy psikis untuk belajar.
b. Faktor yang datang dari luar (ektern)
Sama halnya dengan faktor yang berasal dari dalam diri anak,
faktor dari luar diri anak pun dibagi menjadi dua yaitu :
1) Faktor non social
Yang dimaksud faktor non social disini adalah segala yang
berpengaruh terhadap kegiatan belajar selain manusia yang
31
dapat mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi belajar,
misalnya : keadan cuaca, suasana lingkungan, fasilitas belajar
dan sebagainya.
2) Faktor social
Yang dimaksud faktor social di sini adalah faktor manusiawi,
yang dalam hai ini adalah adanya interaksi antara sesame
manusia yaitu lingkungan dimana anak didik itu berada.
Dalam hal ini lingkungan pendidikan terdiri dari :
a) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama
yang dikenal atau digeluti anak didik, dalam lingkungan
ini anak didik mendapatkan bimbingan maupun didikan
secara informal yang ada kaitanya dengan pendidikan
disekolah. Sehingga keluarga juga menentukan berhasil
atau tidaknya pendidikan pada anak didik itu sendiri.
Mengingat pentingnya pengaruh keluarga trhadap
pendidikan. Di dalam al quran dijelaskan dalam surat at
tahrim ayat 6 sebagai berikut :
).٦: حريمتسورةال(. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
32
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.28
b) Lingkungan Sekolah
Sebagaimana yang kita ketahui lingkungan sekolah
adalah lingkungan belajar secara sistematis dan terpimpin,
terarah serta terkontrol. Di sekolah inilah merupakan
tempat belajar yang efektif.
Jika antara lingkungan sekolah, keluarga terjalin suatu
hubungan yang harmonis, hal inilah yang menumbuhkan
kecenderungan anak untuk belajar lebih baik, karena
mereka merasa diperhatikan dan terbimbing.
c) Lingkungan Masyarakat
Yang dimaksud lingkungan masyarakat disini adalah
lingkungan dimana anak didik berada selain di lingkungan
sekolah dan keluarga, yaitu dimana dia bergaul dan berada
di lingkungan masyarakat.
Keterkaitan masyarakat terhadap pendidikan anak
sangatlah erat sekali, sehingga dalam lingkungan ini anak
didik harus mendapatkan perhatian yang lebih, sebab di
lingkungan ini anak didik akan mendapatkan berbagai
ragam perbedaan yang belum mereka dapatkan di
lingkungan keluarga dan sekolah.
Antar kedua faktor itu masing masing, bisa
mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan prestasinya
yang diperoleh dengan cara belajar. Dalam proses belajar,
hal yang harus diutamakan adalah bagaimana anak dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan rangsangan
yang ada, sehingga terdapat reaksi yang muncul dari anak.
28 AMCF, Al Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Sygma Publishing, 2011), hlm. 560.
33
Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk
menciptakan kegiatan belajar sekaligus menyelesaikannya.
Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang
mengakibatkan perubahan pada anak sebagai hal baru
serta menambah pengetahuan.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa belajar merupakan
kegiatan penting baik untuk anak-anak, bahkan juga untuk
orang dewasa sekalipun. Perlunya perhatian faktor
lingkungan dapat mempengaruhi proses belajar. Suasana
yang nyaman dan kondusif mengakibatkan proses belajar
akan menjadi lebih baik. Termasuk juga keaktifan proses
mental untuk sering dilatih, sehingga nantinya menjadi
suatu kegiatan yang terbiasa.29
C. Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengambil beberapa
judul literature dan skripsi sebagai bahan telaah pustaka dalam penelitian,
diantaranya :
1. Penelitian saudari suniah yang berjudul “Pengaruh Kedisiplinan Belajar
Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
di Kelas V MI Darul Ulum Pedurungan Kidul Pedurungan Semarang”.
Berdasarkan pada hasil yang telah dicapai, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: 1). Kedisiplinan belajar siswa Kelas V MI
Darul Ulum Pedurungan Kidul Pedurungan Semarang adalah baik, hal
ini terlihat dari rata-rata kedisiplinan siswa adalah 105,44, yang
tergolong baik karena berada di interval 104-108 yang tergolong baik.
2). Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Kelas V MI
Darul Ulum Pedurungan Kidul Pedurungan Semarang adalah baik. Hal
ini terlihat dari rata-rata nilai belajar siswa adalah 90, sesuai dengan
tabel, angket tersebut berada di interval 87-91 yang tergolong baik. Ada
29 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011),
hlm. 232.
34
pengaruh positif dari Kedisiplinan Belajar Siswa Terhadap Prestasi
Belajar Siswa Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Kelas V MI Darul
Ulum Pedurungan Kidul Pedurungan Semarang, hal ini ditunjukkan
dari nilai regresi diketahui, Freg = 10,652, kemudian dari hasil yang
diperoleh dikonsultasikan dengan tabel Ft 0,05 (1,25) = 4,24 dan Ft 0,01(1;25)
= 7,77, dengan demikian hipotesisbyang diajukan diterima.
2. Penelitian Saudara Muhammad Adib, dengan judul “Hubungan
kompetensi profesional guru dengan kinerja guru dalam mengajar di
MA Darul Amanah”. Pada skripsi tersebut dijelaskan ada hubungan
signifikan antara kompetensi profesional guru dengan kinerja guru
dalam mengajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan statistik
yang mengahsilkan rxy = 0,504 dan jika dikosultasikan dengan tabel
niali-nilai r product moment, di mana nilai pada N = 22 dalam taraf
signifikansi 5 % menunjukkan angka 0,423. Sehingga dari perhitungan
rxy jika dibandingkan dengan r tabel, ternyata rxy lebih tinggi dalam
taraf signifikansi 5 %. Interpretasi dari koefisien korelasi sebesar 0,504,
maka dapat dikatakan bahwa “semakin tinggi tingkat kompetensi
professional guru agama maka akan semakin baik kinerja guru agama
dalam mengajar”30
Dari penelitian yang dilakukan tersebut, sekilas memang
tampak adanya persamaan dengan permaslahan yang dikaji oleh
penulis yaitu masalah kompetensi dan prestasi belajar, namun dalam
penelitian ini penulis menekankan pada pengaruh kompetensi guru
dalam penguasaan materi fiqih dan prestasi belajar yang tentunya
variabelnya berbeda dengan penelitian di atas, selain itu juga populasi
berbeda dan nantinya akan menghasilkan hasil penelitian yang
berbeda.
D. Pengajuan hipotesis
30 Muhammad Adib, “Hubungan Kompetensi Professional Terhadap Kinerja Guru PAI
Dalam Mengajar Di MA Darul Amanah Sukorejo” Skripsi S1 SETIA WS Semarang (Semarang:
Perpustakaan SETIA WS Semarang, 2010), t.d.
35
Hipotesis adalah ”Jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan”.31
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang
menggunakan pendekatan kuantitatif. Selanjutnya hipotesis tersebut akan
diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Adapun hipotesis yang Penulis ajukan adalah adanya pengaruh positif
Kecerdasan Inteligensi terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Al-Qur’an
Hadits Siswa kelas VIII MTs Darul Amanah Sukorejo Kendal Semester
Genap Tahun Pelajaran 2014/ 2015.
31 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D , (Bandung :
ALFABETA, 2009), hlm.64.