bab ii kajian teori -...

34
13 BAB II KAJIAN TEORI Individu yang mampu mengatasi kecemasan dalam menghadapi wawancara kerja akan berdampak pada peningkatan performa dan kinerjanya. Untuk itu dalam diri setiap individu diharapkan memiliki kesiapan kerja yang membentuk pandangan diri, tanggung jawab diri, berambisi untuk maju dan konsep diri sehingga dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi wawancara kerja. Dalam bab ini akan dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek- aspek, dimensi-dimensi, faktor-faktor yang memengaruhi dan hasil-hasil penelitian dari masing-masing variabel. 2.1 KECEMASAN MENGHADAPI WAWANCARA KERJA Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian kecemasan menghadapi wawancara kerja, teori kecemasan menghadapi wawancara, dimensi-dimensi kecemasan menghadapi wawancara kerja, dampak kecemasan menghadapi wawancara kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi wawancara kerja. 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja a. Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, ketegangan otot, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart & Sundeen, 1998).

Upload: vocong

Post on 25-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

13

BAB II

KAJIAN TEORI

Individu yang mampu mengatasi kecemasan dalam menghadapi

wawancara kerja akan berdampak pada peningkatan performa dan

kinerjanya. Untuk itu dalam diri setiap individu diharapkan memiliki

kesiapan kerja yang membentuk pandangan diri, tanggung jawab diri,

berambisi untuk maju dan konsep diri sehingga dapat mengurangi

kecemasan dalam menghadapi wawancara kerja. Dalam bab ini akan

dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-

aspek, dimensi-dimensi, faktor-faktor yang memengaruhi dan hasil-hasil

penelitian dari masing-masing variabel.

2.1 KECEMASAN MENGHADAPI WAWANCARA KERJA

Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian

kecemasan menghadapi wawancara kerja, teori kecemasan menghadapi

wawancara, dimensi-dimensi kecemasan menghadapi wawancara kerja,

dampak kecemasan menghadapi wawancara kerja dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan menghadapi wawancara kerja.

2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram

disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam

berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu

kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara

berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar,

ketegangan otot, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air

kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin

bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart &

Sundeen, 1998).

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

14

Kecemasan merupakan bentuk keakuan pada hal-hal yang

tidak jelas, tidak riil dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa

dihindari. Kecemasan muncul karena kurangnya pengalaman

individu dalam menghadapi situasi baru. Individu yang mengalami

kecemasan akan nampak gelisah, khawatir dan kurang percaya diri

(Tobias,1985). Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai emosi

yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang mengalami

tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin atau konflik

(Daradjat, 2001).

Berdasarkan paparan diatas maka kecemasan adalah suatu

emosi negatif meliputi perasaan ketakutan dan kekhawatiran

terhadap berbagai bahaya objek yang tidak jelas. Perasaan ini

tampak pada sejumlah respon perilaku dan tubuh seperti denyut

jantung yang meningkat dan ketegangan otot ketika seseorang

mengalami frustasi dan pertentangan konflik.

b. Pengertian Wawancara Kerja

Wawancara kerja merupakan salah satu cara yang sangat

penting bagi suatu perusahaan untuk menjaring pelamar yang ada.

Jumlah pelamar pada umumnya jauh lebih banyak daripada posisi

atau lowongan yang tersedia. Oleh karena itu, dibutuhkan alat

penyaring atau alat seleksi yang dapat menemukan orang-orang

yang cocok untuk menempati posisi tersebut.

Menurut Dwyer (2003), wawancara kerja merupakan alat

untuk mengumpulkan informasi atau pertukaran informasi.

Wawancara, merupakan percakapan yang terencana dengan tujuan

tertentu, yang melibatkan dua orang. Bahkan, menurut Bovee,

Courtland & Thill. (2003) setiap dua orang bertemu untuk

mendiskusikan suatu masalah, berarti mereka terlibat dalam suatu

wawancara. Suatu wawancara melibatkan pewawancara

(interviewer) dan orang yang diwawancarai (interview). Agar

wawancara dapat berhasil baik, informasi harus mengalir dengan

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

15

baik diantara mereka. Oleh karena itu ketrampilan dan pemahaman

mengenai proses wawancara menjadi penting bagi keduanya.

Menurut Robert & Kinichi (2005) wawancara adalah suatu

pola yang dikhususkan dari interaksi verbal-diprakarsai untuk suatu

tujuan tertentu, dan difokuskan pada sejumlah bidang kandungan

tertentu, dengan proses eliminasi materi yang tak ada kaitannya

secara berkelanjutan. Menurut Koentjaraningrat (1991), wawancara

adalah suatu cara yang digunakan untuk tujuan suatu tugas tertentu,

mencoba mendapatkan keterangan dan pendirian secara lisan dari

seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka.

Dari paparan di atas maka wawancara kerja adalah suatu jenis

tahapan dalam seleksi kerja yang melibatkan percakapan antara

pelamar atau pencari kerja dengan pihak perwakilan dari organisasi

yang mempekerjakan untuk melihat, apakah calon pekerja

merupakan kandidat yang tepat atau tidak.

c. Pengertian Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

Kecemasan menghadapi wawancara kerja merupakan suatu

keadaan kegelisahan yang mengacu pada saraf calon pelamar kerja

sebelum dan selama wawancara kerja sehingga membuat calon

pelamar takut dan berfikir negatif sehingga menghambat

performance dan kinerja yang dimiliki individu (Heimberg, Keller,&

Peca-Baker, 1986).

Kecemasan menghadapi wawancara kerja merupakan suatu

keadaan yang dapat memunculkan kegugupan bagi seseorang ketika

berhadapan dengan pengalaman baru seperti saat menghadapi

wawancara kerja dan menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan

terjadi (Diana, 1997).

Kecemasan menghadapi wawancara kerja merupakan suatu

ciri khusus yang menggabungkan individu dalam hal persepsinya

terhadap suatu ancaman, yang terjadi pada suatu konteks-spesifik

untuk situasi wawancara. Hal ini melibatkan proses komunikasi dua

arah, cemas ditandai dengan mulut kering saat diwawancarai, perut

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

16

sakit, pusing, dan jantung berdebar-debar, sehingga berefek pada

kesulitan mengungkapkan pendapatnya secara verbal sehingga

menghabat performa atau kinerja individu (Mc Carthy & Goffin,

2004).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan menghadapi wawancara kerja merupakan suatu ciri

khusus yang mengambarkan keadaan individu dalam hal persepsinya

terhadap suatu ancaman, yang terjadi pada suatu konteks-spesifik

untuk situasi sebelum dan selama wawancara kerja.

2.1.2 Teori Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

Kecemasan pertama kali muncul menggunakan pendekatan teori

Behaviourisme. Dalam teori Behaviour dijelaskan bahwa kecemasan

muncul melalui clasical conditioning, artinya seseorang mengembangkan

reaksi kecemasan terhadap hal-hal yang pernah dialami sebelumnya dan

reaksi-reaksi yang telah dipelajari dari pengalamannya (Bellack & Hersen,

1988). Teori ini dipandang bahwa kecemasan lebih dipicu oleh peristiwa

eksternal spesifik daripada konflik internal. Individu yang mengalami

kecemasan umum apabila dia mengalami ketidakmampuan dalam

menjalani kehidupan sehari-hari. Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa

individu yang mengalami gangguan kecemasan cenderung memiliki

penilaian yang tidak realistik dan berlebihan dalam merespon situasi

tertentu, terutama situasi yang menimbulkan bahaya meskipun bahaya

yang ditimbulkan sangat kecil. Menurut teori ini, timbulnya kecemasan

tergantung pada cara seseorang dalam memikirkan situasi dan

kemungkinan bahaya (Atkinson, 1996).

Dalam perkembangannya teori kecemasan banyak digunakan untuk

mengukur berbagai segi kehidupan individu mulai dari kelahiran,

menghadapi wawancara kerja, hingga kematian. Teori Heimberg.,et al

(1986) mengungkakan bahwa kecemasan menghadapi wawancara kerja

merupakan suatu keadaan kegelisahan yang mengacu pada saraf calon

pelamar kerja sebelum dan selama wawancara kerja sehingga membuat

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

17

calon pelamar takut dan berfikir negatif sehingga menghambat

performance dan kinerja yang dimiliki individu. Sedangkan Diana (1997),

mengungkapkan kecemasan menghadapi wawancara kerja merupakan

suatu keadaan yang dapat memunculkan kegugupan bagi seseorang ketika

berhadapan dengan pengalaman baru seperti saat menghadapi wawancara

kerja dan menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Mc Carthy

& Goffin (2004) mengungkapkan kecemasan menghadapi wawancara

kerja merupakan suatu ciri khusus yang menggabungkan individu dalam

hal persepsinya terhadap suatu ancaman, yang terjadi pada suatu konteks-

spesifik untuk situasi wawancara. Hal ini melibatkan proses komunikasi

dua arah, cemas ditandai dengan mulut kering saat diwawancarai, perut

sakit, pusing, dan jantung berdebar-debar, sehingga berefek pada kesulitan

mengungkapkan pendapatnya secara verbal sehingga menghabat performa

atau kinerja individu.

2.1.3 Dimensi-Dimensi Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

Menurut Mc Carthy & Goffin (2004) bahwa dimensi kecemasan

meghadapi wawancara kerja dapat diukur berdasarkan mampu tidaknya

seseorang dalam menghadapi proses wawancara kerja, jika seseorang

mampu dalam proses ini dapat dikatakan bahwa seseorang setelah lulus

kuliah akan mendapatkan pekerjaan yang diinginkan sehingga tidak

menganggur. Kecemasan dalam wawancara kerja berupa: dimensi

komunikasi, dimensi penampilan diri, dimensi sosial, dimensi kinerja dan

dimensi perilaku.

1. Dimensi komunikasi

Seseorang yang mengalami kecemasan dalam wawancara kerja

berupa tergangunya kemampuan dalam berkomunikasi yang ditandai

dengan perasaan gugup atau ketakutan tentang kemampuan verbal,

ketrampilan komunikasi non verbal, dan merasa tidak memiliki

ketrampilan apapun. Seseorang yang memiliki komunikasi baik akan

dapat mengurangi kecemasan yang dirasakan.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

18

2. Dimensi penampilan diri

Penampilan diri seseorang mencerminkan perasaannya saat akan

menghadapi wawancara kerja hal ini dapat berupa kekhawatiran akan

penampilan fisiknya seperti contoh saat seseorang telah siap ikut

mencoba melamar kerja dan ikut wawancara kerja maka seseorang

tersebut tidak akan merasa demam panggung dan akan percaya diri.

3. Dimensi sosial

Seseorang yang mengalami kecemasan dalam wawancara kerja

akan mencerminkan perasaan kegelisahan atau kekhawatiran tentang

perilaku sosial misalnya khawatir jika kesan pertama yang

diperlihatkan negatif sehingga muncul kecangunggan, selain itu dalam

dimensi sosial menunujukkan kemampuan individu dalam berinteraksi

dengan orang lain.

4. Dimensi kinerja

Seseorang yang cemas saat wawancara kerja, memiliki pemikiran-

pemikiran yang negatif mengenai mampu tidaknya menghadapi

wawancara kerja, kondisi ini biasanya terjadi pada saat seseorang yang

cemas terhadap wawancara kerja melihat berita di televisi atau media

massa mengenai berbagai macam problema dalam dunia kerja serta saat

ikut mencoba wawancara kerja akan muncul perasaan ketakutan dan

kekhawatiran apabila dirinya lebih rendah dibandingkan pelamar yang

lain.

5. Dimensi perilaku

Menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan saat

menghadapi wawancara kerja perilaku ditunjukkan dengan reaksi fisik

seperti telapak tangan berkeringat, otot tegang, jantung berdebar-debar

(berdegup kencang), pipi merona, pusing-pusing dan sulit bernafas.

Orang yang cemas menghadapi wawancara kerja biasanya ditandai

dengan adanya usaha untuk menghindari situasi yang menyangkut

seputar wawancara kerja misalnya informasi-informasi tentang

wawancara kerja atau pertanyaan-pertanyaan seputar wawancara kerja.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

19

Sehingga dapat memunculkan kesulitan dalam memutuskan sesuatu.

Misalnya dalam hal keinginan dan minat.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, penulis menggunakan

dimensi-dimensi kecemasan yang dikemukakan Mc Carthy & Goffin

(2004) yaitu dimensi komunikasi, dimensi penampilan diri, dimensi sosial,

dimensi kinerja dan dimensi perilaku. Alasan penulis karena dimensi ini

sesuai dengan kebutuhan penulis. Sementara itu penulis belum

menemukan dimensi lain yang lebih cocok untuk di gunakan sebagai alat

ukur kecemasan dalam menghadapi wawancara kerja.

2.1.4 Dampak atau Efek Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

Menurut Sue (2006), efek dari kecemasan menghadapi wawancara

kerja dapat dikategorisasikan sebagai berikut: mental (bagaimana pikiran

bekerja), fisik (bagaimana tubuh bekerja), perilaku (hal yang kita

lakukan), kognitif (cara kita berpikir dan berkonsentrasi). Dampak

kecemasan baik langsung maupun tidak langsung mengganggu fisik

maupun mental individu. Hal tersebut dapat menganggu performa atau

kinerja seseorang sehingga perlu dikurangi salah satunya dengan

mengubah pola pikir individu menjadi lebih positif.

Kecemasan yang dirasakan terutama dalam menghadapi wawancara

kerja dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif diantaranya:

1. Menurut Raghunathan & Pham (1999) mengungkapkan dampak

negatif kecemasan berupa terganggunya kemampuan orang untuk

memproses informasi sehingga individu kurang sistematis dalam

penilaian dan pembuatan keputusan.

2. Menurut Humara (1999) menungkapkan bahwa dampak positif dari

kecemasan yakni individu yang mampu mengelola kecemasan dalam

menghadapi wawancara kerja akan mempunyai semangat dan gairah

secara psikologis maupun fisiologis sehingga dapat menaikkan

performa atau kinerja yang dia miliki.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

20

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kecemasan Menghadapi

Wawancara Kerja

Menurut Nasution (2012) terdapat faktor yang turut memengaruhi

kecemasan saat menghadapi wawancara kerja diantara dapat berupa:

Kesiapan kerja, Harapan yang terlalu tinggi, Cemas karena akan dinilai,

Pengalaman buruk di masa lampau yang menjadi ketakutan tersendiri,

Ketidakmampuan menghadapi situasi baru, Merasa mempunyai saingan

yang lebih unggul, Merasa memiliki tekanan dari pewawancara, dan

Memiliki pemikiran akan mengalami situasi bahaya

Faktor lain yang memengaruhi kecemasan dalam menghadapi

wawancara kerja diantaranya:

a. Jenis Kelamin

Myers (1983) mengatakan perempuan lebih cemas dibandingkan

laki-laki karena laki-laki lebih aktif dan eksploratif sedangkan

perempuan lebih sensitif, kurang sabar dan banyak menggunakan

perasaan sehingga mudah mengeluarkan air mata. Selain itu

perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan

lingkungan dari pada laki-laki.

b. Usia

Menurut Hurlock (1999), menyatakan bahwa semakin tua

seseorang semakin baik ia dalam mengendalikan emosinya sehingga

dapat mengontrol kecemasan dengan baik.

Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) seorang ahli

psikologi, mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan dewasa

muda, diantaranya :

a. Memilih teman bergaul.

b. Belajar hidup bersama dengan suami istri.

c. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga.

d. Mengelola rumah tangga.

e. Mulai bekerja dalam suatu jabatan.

Usai menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi

atau universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

21

menerapkan ilmu dan keahliannya. Mereka berupaya menekuni karier

sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan

masa depan keuangan yang baik. Bila mereka merasa cocok dengan

kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan

tempat kerja. Sebalik-nya, bila tidak atau belurn cocok antara minat/

bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan cemas dan mencari jenis

pekerjaan yang sesuai dengan selera. Masa dewasa muda adalah masa

untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-

nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan

teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan

prestasi kerja.

f. Mulai bertangung jawab sebagai warga Negara secara layak.

g. Memperoleh kelompok sosial yang sesuai dengan nilai-nilai yang

dianutnya.

Sementara itu Thallis (1992) menyebutkan terdapat faktor lain yang

turut memengaruhi kecemasan menghadapi wawancara kerja diantaranya:

1. Faktor individu

Faktor ini ditunjukkan dengan adanya konsep diri (self concept) yang

negatif terhadap kemampuan diri individu, masa depan tanpa tujuan

dan adanya perasaan ketidakmampuan untuk bekerja.

2. Faktor lingkungan

Perasaan cemas muncul karena individu merasa tidak memiliki

dukungan dan motivasi.

Berdasarkan uraian tersebut, faktor yang memengaruhi kecemasan

menghadapi wawancara kerja adalah kesiapan kerja, harapan yang terlalu

tinggi, cemas karena akan dinilai, pengalaman buruk dimasa lampau yang

menjadi ketakutan tersendiri, ketidakmampuan menghadapi situasi baru,

merasa mempunyai saingan yang lebih unggul, merasa memiliki tekanan

dari pewawancara, memiliki pemikiran akan mengalami situasi bahaya,

jenis kelamin, usia, faktor individu berupa konsep diri dan faktor

lingkungan berupa dukungan dan motivasi.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

22

2.2 KESIAPAN KERJA

Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian

kesiapan kerja, teori kesiapan kerja, aspek-aspek kesiapan kerja, peran

kesiapan kerja dan ciri-ciri kesiapan kerja.

2.2.1 Pengertian Kesiapan Kerja

a. Pengertian Kesiapan

Kesiapan menurut kamus psikologi yakni tingkat

perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang

menguntungkan untuk mempraktikkan sesuatu (Chaplin, 2006).

Kesiapan merupakan proses yang benar-benar dibawa ke garis depan

karena diharapkan lulusan baru memiliki pengetahuan dan

ketrampilan spesifik tertentu (Dunchscher, Colin, & Greenwood,

2006). Kesiapan sebagai konstruk yang unik yang dituangkan dalam

metode teoritis dan praktis, konsep kesiapan kerja pertama kali

diungkapkan oleh Jacobson (1957).

Kesiapan merupakan tingkatan atau keadaan yang harus

dicapai dalam proses perkembangan perorangan pada tingkatan

pertumbuhan mental, fisik, dan emosional (Oemar, 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa kesiapan adalah keseluruhan kondisi

seseorang atau individu untuk menanggapi dan mempraktikkan

suatu kegiatan yang mana sikap tersebut memuat mental,

ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki dan dipersiapkan selama

melakukan kegiatan tertentu.

b. Pengertian Kerja

Menurut Anoraga (2005) kerja merupakan sesuatu yang

dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi untuk mendapatkan

penghasilan. Sementara itu menurut Hasibuan (2003) kerja adalah

pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-

barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan tertentu. Seorang

individu perlu memiliki kesiapan dalam bersaing di dunia kerja.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

23

Menurut Hasan (dalam kamus besar bahasa indonesia, 2005)

kerja diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuaatu yang

dilakukan atau diperbuat dan sesuatu yang dilakukan untuk mencari

nafkah, mata pencaharian.

Menurut Taliziduhu (1991) kerja adalah proses penciptaan

atau pembentukan nilai baru pada suatu unit sumber daya, pengubah

atau penambah nilai pada suatu unit alat pemenuhan kebutuhan yang

ada.

Berdasarkan beberapa pengertian kerja tersebut sebelumnya,

maka peneliti menyimpulkan bahwa kerja adalah kegiatan yang

dilakukan seseorang untuk menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu

yang menghasilkan alat pemenuhan kebutuhan yang ada seperti

barang atau jasa dan memperoleh bayaran atau upah.

c. Kesiapan Kerja

Kesiapan kerja meliputi serangkaian gerakan yang berkaitan

dengan kesiapan mental dan jasmani (Chaplin, 2006). Kesiapan

kerja didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang lulusan dianggap

memiliki sikap dan sifat yang membuat mereka siap untuk sukses

dalam lingkungan kerja (Caballero & Walker, 2011). Kesiapan kerja

adalah kemampuan individu untuk melaksanakan pekerjaan dengan

baik didalam maupun diluar hubungan kerja yang berguna untuk

menghasilkan barang dan jasa (Kartono, 1991).

Kesiapan kerja merupakan suatu set prestasi, pemahaman dan

atribut pribadi yang membuat individu lebih mungkin untuk

mendapatkan pekerjaan dan berhasil dalam karir yang mereka pilih

(Andrew, 2005). Pada dasarnya kesiapan kerja melibatkan inisiatif

diri untuk perubahan (Armenakis, Harris,& Mossholder, 1993).

Kesiapan kerja adalah generalis antara kemampuan, keseimbangan,

mengetahui, berfikir serta dipengaruhi oleh konteks sosial, sejarah

dan pendidikan seseorang (Angela, Barbara & Sandra, 2009).

Kesiapan kerja mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang

dominan serta kolaborasi lintas sektoral sehingga menghasilkan

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

24

lulusan baru yang memiliki integritas baik. Kesiapan kerja

dipandang suatu yang baik yang disusun sedemikian rupa sehingga

seseorang harus memiliki ketrampilan untuk mampu bersaing dalam

dunia kerja. Kesiapan kerja dapat didenifinisikan sebagai

kemampuan dengan sedikit atau tanpa bantuan menemukan dan

menyesuaikan pekerjaan yang dibutuhkan juga dikehendaki (Ward

& Riddle, 2004).

Berdasarkan pendapat tesebut maka peneliti menyimpulkan

bahwa kesiapan kerja adalah keseluruhan kondisi seseorang dalam

pencapaian proses perkembangan mental, fisik, sosial, emosional

yang meliputi adanya kemampuan, ketrampilan, pemahaman,

produktivitas, dan sikap kerja yang dapat diterapkan dalam suatu

pekerjaan. Kesiapan kerja tersebut meliputi kemampuan beradaptasi

dengan dunia kerja baru, mengetahui kapasitas diri dan keterampilan

yang dimiliki, mengetahui yang menjadi keinginannya, dan

mengetahui sikap apa yang harus dilakukan dalam menghadapi

suatu keadaan tertentu serta harapan dalam pekerjaan.

2.2.2 Teori Kesiapan Kerja

Prinsip kesiapan kerja menggunakan teori behaviourisme dan teori

kognitif. Cognitive Behaviour pertama kali diungkapkan oleh Aaron

(dalam Greenberger & Padesky, 1995) dia berpendapat bahwa cara kita

berpikir dalam situasi tertentu memengaruhi bagaimana kita merasa

emosional dan fisik, serta merubah perilaku kita. Dalam teori Cognitive

Behaviour memiliki keyakinan tentang pengalaman yang sama dan emosi

individu, seperti contoh kasus individu ditolak untuk pekerjaan. Dia

mungkin percaya bahwa ia tidak melamar untuk pekerjaan itu karena dia

dasarnya tidak memiliki kesiapan kerja sehingga merasa tidak kompeten.

Kesiapan kerja merupakan daftar perilaku yang bersangkutan dengan

mengidentifikasi, memilih, merencanakan dan melaksanakan tujuan-

tujuan bekerja yang tersedia bagi individu tertentu sesuai dengan usia

perkembangan.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

25

Teori kesiapan kerja mengalami perkembangan. Pada dasarnya

kesiapan kerja melibatkan inisiatif diri untuk perubahan (Armenakis, et

al,1993). Kesiapan kerja merupakan suatu set prestasi, pemahaman dan

atribut pribadi yang membuat individu lebih mungkin untuk mendapatkan

pekerjaan dan berhasil dalam karir yang mereka pilih (Andrew, 2005).

Kesiapan kerja berupa kemampuan individu untuk fokus pada sifat-sifat

pribadi seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan yang dibutuhkan,

bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga lebih dari itu yaitu

untuk mempertahankan suatu pekerjaan (Brady, 2010).

2.2.3 Aspek-Aspek Kesiapan Kerja

Menurut Brady (2010) terdapat enam aspek dalam kesiapan kerja

yakni:

a. Tanggung Jawab

Individu yang siap untuk bekerja memiliki keinginan untuk

bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Pekerja yang

bertanggung jawab datang tepat waktu dan bekerja sampai waktu

selesai. Misalnya bertanggung jawab terhadap peralatan dan

perlengkapan, memenuhi standar kualitas kerja, dan menjaga

kerahasiaan kebijakan organisasi. Tenggung jawab melibatkan

integritas pribadi, kejujuran, dan kepercayaan.

b. Fleksibilitas atau keluwesan

Fleksibilitas merupakan upaya individu untuk menyelesaikan diri

secara mudah dan cepat. Individu yang dapat beradaptasi dengan

perubahan dan tuntutan dari tempat kerja. Individu yang luwes

dapat menerima perubahan yang terjadi, baik itu perubahan yang

dapat diprediksikan atau perubahan yang tidak dapat diprediksi.

Selain itu individu dapat lebih aktif dan siap untuk beradaptasi

dengan perubahan pada jadwal kerja, tugas-tugas, dan jam kerja.

c. Keterampilan

Individu yang siap bekerja tahu akan kemampuan dan keahlian

yang mereka bawa ke dalam situasi kerja baru. Individu

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

26

mengetahui jika keterampilan yang mereka miliki akan mereka

pergunakan dilingkungan kerja. Individu mampu untuk

mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki untuk mengerjakan

tugasnya. Selain itu mereka juga harus mau mempelajari hal baru

yang dituntut perusahaan berkaitan dengan pekerjaan.

d. Komunikasi

Individu yang mampu berkomunikasi dengan baik akan lebih

mudah berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang

baru. Individu mampu untuk mengikuti perintah, memahami

bagaimana cara meminta bantuan, dapat menerima kritik dan

masukan. Individu juga saling menghormati dan berhubungan baik

dengan rekan kerja.

e. Pandangan diri

Pandangan diri merupakan salah satu aspek yang penting dalam

komponen persiapan kerja, karena teori-diri memiliki peranan yang

penting dalam pemahaman terhadap individu dan bagaimana setiap

orang memandang dirinya dalam hidup dan situasi kerja.

Pandangan diri berkaitan dengan proses intrapersonal individu,

tentang keyakinana dirinya dan pekerjaan. Individu sadar dengan

kemampuan yang dimilikinya, keyakinan, penerimaan, dan rasa

percaya diri yang ada dalam diri mereka.

f. Kebersihan diri dan keselamatan

Individu dapat menjaga keberhasilan dan kerapihan pribadi, sehat

secara fisik dan mental. Mereka juga dapat mengikuti prosedur

keselamatan yang diminta.

Sementara itu Pool dan Sewell (2007) menyatakan bahwa secara

keseluruhan kesiapan kerja terdiri dari empat aspek utama, yaitu :

a. Keterampilan, kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan

beberapa tugas yang berkembang dari hasil pelatihan dan pengalaman

yang didapat. Keterampilan bersifat praktis, keterampilan interpersonal

dan intrapersonal, kreatif dan inovatif, berpikir kritis dan mampu

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

27

memecahkan masalah, bekerja sama, dapat menyesuaikan diri, dan

keterampilan berkomunikasi.

b. Ilmu pengetahuan, yang menjadikan pendidikan sebagai dasar secara

teoritis sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi ahli sesuai

dengan bidangnya. Sebagai calon sarjana harus memiliki wawasan dan

pengetahuan yang luas.

c. Pemahaman, kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami

sesuatu yang telah di ketahui dan diingat, sehingga pekerjaannya bisa

dilakukan dan memeroleh kepuasan sekaligus mengetahui apa yang

menjadi keinginannya. Memahami pengetahuan yang telah dipelajari,

menentukan, memperkirakan, dan mempersiapkan yang akan terjadi,

dan mampu mengambil keputusan.

d. Atribut kepribadian, mendorong seseorang dalam memunculkan

potensi yang ada dalam diri. Kepribadian dalam lingkup sarjana adalah

etika kerja, bertanggung jawab, semangat berusaha, menajemen waktu,

memiliki kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, dan mampu

bekerja sama.

Penulis menggunakan aspek-aspek kesiapan kerja yang

dikemukakan Brady (2010) yakni: tanggung Jawab, fleksibilitas atau

keluwesan, keterampilan, komunikasi, pandangan diri serta kebersihan diri

dan keselamatan. Alasan penulis karena aspek ini sesuai dengan

kebutuhan penulis, dan aspek ini lebih tepat di gunakan untuk mengukur

kesiapan kerja pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UKSW.

2.2.4 Peran dan Dampak Kesiapan Kerja

Memiliki kesiapan kerja merupakan nilai lebih bagi tenaga

kerja, karena tenaga kerja yang telah siap kerja akan lebih siap

menghadapi segala permasalahan yang timbul dalam pekerjaannya.

Pencari tenaga kerja akan mengutamakan calon tenaga kerja yang siap

kerja, karena hal itu merupakan investasi yang besar. Tenaga kerja yang

siap pakai biasanya mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang

tinggi yang akan berguna agar calon tenaga kerja mampu mengikuti

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

28

setiap kemajuan dari pengetahuan dan juga tidak ketinggalan informasi

tentang perkembangan teknologi yang setiap hari terus menerus berganti.

Selain itu tenaga kerja yang siap pakai juga mempunyai

kemandirian yang tinggi pula. Tanpa memiliki pengetahuan, pengalaman

dan kemandirian yang tinggi, akan sangat sulit bagi calon tenaga kerja

untuk dapat bersaing dengan calon tenaga kerja yang lain dalam

mencari lapangan pekerjaan, apalagi dunia kerja sekarang ini.

Peningkatan kemandirian, pengetahuan, dan pengalaman dapat dilakukan

dengan berbagai cara, salah satunya dengan Praktik Kerja (Caballero &

Walker, 2011).

2.2.5 Ciri-Ciri Kesiapan Kerja

Dalam rangka persiapan memasuki dunia kerja diperlukan suatu

kesiapan yang matang dalam diri mahasiswa itu sendiri, terutama

menyangkut ciri-ciri yang berhubungan dengan diri mahasiswa. Menurut

Anoraga (2005) ciri-ciri kesiapan kerja sebagai berikut:

a. Memiliki motivasi

Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan

yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu. Jadi

motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan semangat atau

dorongan kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja

ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.

b. Memiliki kesungguhan atau keseriusan

Kesungguhan atau keseriusan dalam bekerja turut menentukan

keberhasilan kerja. Sebab tanpa adanya itu semua suatu pekerjaan

tidak akan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Jadi untuk

memasuki suatu pekerjaan dibutuhkan adanya kesungguhan, supaya

pekerjaanya berjalan dan selesai sesuai dengan target yang

diinginkan.

c. Memiliki keterampilan yang cukup

Keterampilan diartikan cakap atau cekatan dalam mengerjakan

sesuatu atau penguasaan individu terhadap suatu perbuatan. Jadi

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

29

untuk memasuki pekerjaan sangat dibutuhkan suatu keterampilan

sesuai dengan pekerjaan yang dipilihnya, yaitu keterampilan dalam

mengambil keputusan sendiri tanpa pengaruh dari orang lain dengan

alternatif-alternatif yang akan dipilih.

d. Memiliki kedisiplinan

Disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu tertib terhadap

suatu tata tertib. Jadi untuk memasuki suatu pekerjaan sikap disiplin

sangat diperlukan demi peningkatan prestasi keja. Seorang pekerja

yang disiplin tinggi, masuk kerja tepat pada waktunya, demikian

juga pulang pada waktunya dan selalu taat pada tata tertib.

2.3 KONSEP DIRI

Dalam sub pokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian

konsep diri, teori konsep diri, aspek-aspek konsep diri, dampak dan peran

konsep diri.

2.3.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan sebuah konstruk psikologis yang telah lama

menjadi pembahasan dalam ranah ilmu-ilmu sosial (Marsh & Hau, 2003).

Konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri,

dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi

seseorang terhadap dirinya sendiri (Shavelson, Hubner, & Stanton, 1976).

Ditambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil proses

pembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang

diterima (Marsh, 1990).

Menurut Purkey (1988), peran konsep diri merupakan totalitas dari

kepercayaan terhadap diri individu, sikap dan opini mengenai dirinya, dan

individu tersebut merasa hal tersebut sesuai dengan kenyataan pada

dirinya. Menurut Rice & Gale (1975) konsep diri terdiri dari berbagai

aspek, misalnya aspek sosial, aspek fisik, dan moralitas. Konsep diri

merupakan suatu proses yang terus selalu berubah, terutama pada masa

kanak-kanak dan remaja. Menurut Gage & Berliner (1998) selain

merupakan cara bagaimana individu melihat tentang diri mereka sendiri,

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

30

konsep diri juga mengukur tentang apa yang akan dilakukan di masa yang

akan datang, dan bagaimana mereka mengevaluasi performa diri mereka.

Konsep diri yakni respon seseorang terhadap situasi. Situasi dan

respon secara fisik dan simbolik serta konsep diri merupakan atribusi lain

untuk konsep diri seseorang (Combs, Courson & Parker, 1966). Konsep

diri sebagai organisasi semua pengalaman biologis dan lingkungan anak

karena ia telah ditafsirkan menjadi satu yang sangat terorganisir, sangat

terintegrasi, dan sistem multifase serta konsep diri sebagian dari sistem

yang paling sadar berupa produk dari semua perilaku (Gordon, 1966).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya

konsep diri adalah sebuah pandangan ataupun persepsi individu mengenai

dirinya sendiri yang terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan serta

berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan individu tersebut.

2.3.2 Teori Konsep Diri

Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena

konsep diri merupakan kerangka acuan dalam diri individu ketika

berinteraksi dengan lingungan. Konsep diri mulai muncul berdasarkan

pendekatan teori behavioral dan kognitif sebagai sesuatu yang dilihat,

dipahami, dan dialami oleh individu yang diterima dan ditangkap diri atau

konsep diri dari seorang individu (Fitts,1971). Lebih lanjut konsep diri

mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku individu. Dengan mengetahui

konsep diri individu akan lebih memudahkan untuk meramalkan dan

memahami perilakunya. Jika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi

terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk

abstraksi pada dirinya, maka hal ini menunujukkan suatu kesadaran diri

dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya

sebagaimana dia lakukan terhadap objek-objek lain yang ada dalam

kehidupannya. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap perilaku seseorang.

Dengan mengetahui konsep diri individu, akan lebih mudah meramalkan

dan memahami perilaku individu. Pada umumnya perilaku individu

berkaitan dengan gagasan tentang dirinya sendiri (Fitts, 1971).

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

31

Menurut Watson (dalam Calhoun & Acocella, 1990) teori

behaviourisme, berupa perilaku yang terbentuk merupakan hasil suatu

pengkondisian. Hubungan berantai sederhana antara stimulus dan respon

yang membentu krangkaian kompleks perilaku. Rangkaian kompleks

perilaku meliputi; pemikiran, motivasi, kepribadian, emosi dan

pembelajaran. Ditambahkan oleh Skinner; Organisme akan membuat

hubungan dengan stimulus dan respon serta hasil yang akan didapatkan

bisa positif ataupun negatif. Selain itu teori konsep diri merupakan

serangkaian persepsi seseorang kepada diri sendiri. Jika konsep diri positif

maka akan berpegaruh pada pola pikir yang positif sehingga akanberhasil

didalam kehidupannya, sedangkan jika konsep diri negatif maka akan

berpengaruh pada pola pikir yang negatif sehingga akan cenderung ke arah

kegagalan di kehidupannya.

2.3.3 Aspek- Aspek Konsep Diri

Fitts & Warren (1996) membagi konsep diri dalam dua faktor

pokok, yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal

adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri

berdasarkan dunia dalam dirinya. Faktor ini terdiri dari tiga Aspek:

1) Diri indentitas

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada

konsep dan mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya?” dalam

pertanyaan tersebut tercakup lebel-lebel dan simbol-simbol yang

diberikan pada diri oleh individu-individu yang bersangkutan

misalnya “saya ita”. Kemudian dengan bertambahnya usia dan

interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang

dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan

tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, separti “saya

pintar tetapi terlalu gemuk” dan sebagainya.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

32

Pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga dia

dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang

lebih kompleks, seperti “saya pintar tetapi terlalu gemuk” dan

sebagainya.

2) Diri pelaku

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya,

yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan

oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas.

Diri yang adekuat akan menunjukan adanya keserasian antara diri

identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan

menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.

Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

3) Diri penerimaan atau penilai

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan

evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator)

antara diri identitas dan diri pelaku.

b. Faktor Eksternal

Pada Faktor eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan

dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di

luar dirinya. Faktor ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri

yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya,

namun Faktor yang dikemukakan oleh Fitts adalah Faktor eksternal

yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas enam

aspek, yaitu:

1) Konsep diri fisik.

Merupakan pandangan, pikiran, penilaian, terhadap keadaan

dirinya secara fisik.

2) Konsep diri pribadi.

Merupakan pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap

keadaan pribadinya.

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

33

3) Konsep diri sosial

Berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan peilaian terhadap

interaksi dirinya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

4) Konsep diri moral etik

Merupakan pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian terhadap

dirinya sendiri yang dilihat dari standar pertimbangan nilai moral

dan etika.

5) Konsep diri keluarga

Merupakan perasaan dan harga diri seorang individu terhadap

kedudukannya sebagai anggota keluarga.

6) Konsep diri akademik/ kerja

Merupakan pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap

dirinya berdasarkan akademik/ kerja.

Menurut Calhoun dan Acocella (1990) konsep diri memiliki tiga

dimensi yaitu: pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri

sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.

a. Pengetahuan (Knowledge)

Mengenai apa yang kita ketahui tentang diri kita, termasuk dalam hal

ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dsb.

b. Pengharapan (Expectation)

Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita

menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri

ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong

untuk mencapai harapan tersebut di masa depan.

c. Penilaian (Estimation)

Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai

diri kita sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara gambaran kita

tentang diri kita yang ideal dan yang aktual maka akan semakin rendah

harga diri kita. Namun orang yang punya harga diri yang tinggi akan

menyukai siapa dirinya, dan apa yang dikerjakanya.

Penulis menggunakan aspek- aspek konsep diri yang di kemukakan

Fitss & Warren (1996) yaitu: diri identitas, diri pelaku, diri penerimaan,

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

34

konsep diri fisik, konsep diri pribadi, konsep diri sosial, konsep diri moral

etik, konsep diri keluarga, dan konsep diri akademik/ kerja. Alasan penulis

karena aspek ini sesuai dengan kebutuhan penulis dan aspek ini lebih tepat

di gunakan untuk mengukur konsep diri pada mahasiswa tingkat akhir

Fakultas Psikologi UKSW.

2.3.4 Dampak dan Efek Konsep Diri

Menurut Purkey (1988) konsep diri memiliki dampak diantaranya:

1. Dampak positif

Konsep diri yang positif akan memungkinkan seseorang untuk bisa

bertahan menghadapi masalah yang mungkin saja muncul, sehingga

akan membawa dampak positif bagi orang lain disekitarnya.

2. Dampak negatif

Konsep diri yang negatif akan memengaruhi baik itu hubungan

interpersonal maupun fungsi mental lainnya.

Konsep diri merupakan semua yang dipikirkan dan dirasakan oleh

individu, tentang kepercayaan dan sikap yang individu pegang tentang diri

mereka sendiri. Konsep diri secara umum memberikan gambaran

tentang siapa individu dan dianggap sebagai petunjuk pokok keunikan

individu dalam perilaku. Setiap individu akan cenderung mengembangkan

konsep diri sesuai dengan bagaimana ia melihat dirinya dan harapan ideal

tentang bagaimana dirinya, dengan hal lain maka yang akan termanifestasi

dalam perilakunya adalah bagiamana ia mampu untuk berperilaku

sebagaimana persepsi yang diterimanya baik itu dari diri sendiri, orang

lain, maupun diri ideal yang diharapkannya. Individu dengan gambaran

diri positif akan cenderung mengembangkan perilaku yang positif (penuh

percaya diri, mempunyai kemampuan problem solving dan lain-lain),

sedangkan individu yang mempunyai konsep diri negatif akan cenderung

memiliki sikap dan perilaku yang mengarah pada hal yang negatif (merasa

inferior, pesimis dan lain-lain). Konsep diri sebagai suatu sikap pandang

terhadap diri sendiri merupakan dasar bagi tingkah laku individu.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

35

Bagaimana individu menerapkan perilakunya tergantung bagaimana ia

memandang dirinya sendiri baik dimasa sekarang maupun masa yang akan

datang.

2.4 DEFINISI MAHASISWA TINGKAT AKHIR

2.4.1 Definisi Mahasiswa

Mahasiswa artinya adalah siswa yang sedang mengarungi

pendidikannya pada jenjang perguruan tinggi. Sementara itu mahasiswa

tingkat akhir adalah mahasiswa yang sedang skripsi, menunggu ujian, dan

menunggu wisuda (Purwodarminto, 2002).

Ganda (2004), mahasiswa adalah individu yang belajar dan

menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, sedang

menjalani serangkaian kuliah, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan

mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya diantara mahasiswa ada

yang sudah bekerja atau disibukkan oleh kegiatan organisasi

kemahasiswaan.

2.4.2 Ciri- Ciri Mahasiswa

Mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-

ciri tertentu, antara lain (Kartono,1985):

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di

perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum

intelegensia.

2. Yang karena kesempatan diatas diharapkan nantinya dapat

bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik

sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi

proses modernisasi.

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang

berkualitas dan profesional.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

36

2.5 DEFINISI JENIS KELAMIN

2.5.1 Definisi Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang khas antara pria dan wanita

atau antara organisme yang memproduksi sel telur dan sel sperma

(Chaplin, 1995). Selain itu, ditambahkan juga bahwa seks atau jenis

kelamin adalah sebuah perbedaan yang penting atau berarti antara pria dan

wanita pada sifat-sifat jasmaniah dan rohaniah (mentalnya). Sementara itu,

menurut Baron, Robert., & Byrne (2000) jenis kelamin didefinisikan

sebagai istilah biologis yang secara genetik menentukan perbedaan antara

pria dan wanita secara anatomi dan fisiologis. Baron dan Byrne juga

menjelaskan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan peran, tingkah laku,

kesukaan dan atribut-atribut lain yang mendefinisikan pengertian pria dan

wanita dalam suatu kebudayaan.

2.5.2 Ciri-Ciri Jenis Kelamin

Ciri-ciri fisik pria diantaranya mempunyai lebaran bahu lebih besar

dari panggul, payudara tidak berkembang seperti wanita, suara keras atau

berat, glutea (pantat) sedikit berisi atau tidak sama sekali. Ciri-ciri fisik

wanita diantaranya yaitu mempunyai lebaran bahu lebih kecil dari

panggul, payudara yang berkembang mulai dari masa pubertas hingga

dewasa, suara halus atau lembut atau merdu, glutea (pantat) yang lebih

berisi (Aidil, 2005).

Selain ciri-ciri fisik tersebut, terdapat juga ciri-ciri psikis

(psikologis) yang membedakan antara pria dan wanita, dimana ciri-ciri

tersebut antara lain menunjukan bahwa pria memiliki sifat yang agresif,

tidak emosional, objektif, logis, dominan, ambisius. Wanita memiliki sifat

yang lemah lembut, cerewet, bijaksana, peka terhadap perasaan orang lain,

tertarik pada penampilan diri, mengungkapkan perasaan yang lemah

lembut, mudah menangis, kebutuhan akan rasa aman yang besar

(Rosenkrantz, dkk., dalam Sears, dkk., 1992). Menurut Dagun (1992), pria

memiliki sifat yang berbeda dengan wanita, diantaranya sangat bebas,

hampir memendamkan emosi, dapat membuat keputusan, mudah

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

37

memisahkan pikiran dan perasaan, tidak pernah suka penampilan, bebas

membicarakan seks dengan teman pria. Wanita memiliki sifat yang tidak

bebas, tidak memendamkan emosi, sangat mudah terpengaruh, sangat

ketergantungan, segan membicarakan seks dengan teman pria.

2.6 DEFINISI USIA

2.4.1 Definisi Usia

Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan

masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya

adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, usia adalah lamanya

hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Hurlock, 2004).

2.4.2 Jenis Perhitungan Umur atau Usia

a. Usia kronologis

Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat

kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.

b. Usia mental

Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf

kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara

kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan

belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan

kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka

dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.

c. Usia biologis

Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan

biologis yang dimiliki oleh seseorang.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

38

2.4.3 Ciri-Ciri Masa Usia Dewasa Awal

Hurlock (1999) mengungkapkan ciri-ciri masa dewasa awal, yaitu:

1. Masa pengaturan

Terkait dengan tanggung jawab pekerjaan dan hidup berumah

tangga, pada usia dewasa awal mulai mengadakan penjajakan

terhadap pemilihan pekerjaan maupun pilihan pasangan.

2. Usia reproduktif

Bagi sebagian orang-orang pada usia dewasa awal menjadi orang tua

merupakan satu diantara peranannya yang sangat penting dalam

hidupnya. Mereka harus mengambil peranan dalam hal melahirkan

dan membesarkan anak-anak mereka.

3. Masa bermasalah

Karena ketidaksiapan dalam menghadapi penyesuaian-penyesuaian

pada usia tersebut maka orang-orang pada usia dewasa awal akan

mengalami berbagai masalah.

4. Masa ketegangan emosional

Sekitar awal atau pertengahan umur 30 an kebanyakan orang muda

telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup

baik, sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional jika

mereka tidak mampu memecahkan masalah-masalahnya maka akan

terjadi ketegangan emosi dalam bentuk keresahan.

5. Masa keterasingan sosial

Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang

kedalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier, perkawinan dan

rumah tangga maka hubungan dengan teman-teman kelompok

sebaya masa remaja menjadi renggang dan bersamaan dengan

keterlibatan dalam kegiatan kelompok diluar rumah tangga akan

terus berkurang sehingga akan merasakan kesepian.

Ditambahkan oleh Monks (2001) bahwa usia mahasiswa termasuk

ke dalam tahap realistik dalam pemilihan karir. Pada tahap ini mahasiswa

mencari lebih lanjut keputusan mengenai pekerjaan dengan cara: secara

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

39

intensif mulai mencari guna memperoleh pengetahuan dan pemahaman

mengenai pekerjaan (exploration), mempersempit pilihan pekerjaan dan

mempercayakan diri mereka pada pekerjaan tersebut (Rice, 1992).

2.7 HASIL-HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

2.7.1 Kesiapan kerja, Konsep Diri dan Kecemasan Dalam

Menghadapi Wawancara Kerja

Penelitian dari Stevens (1973) menunjukan terdapat pengaruh

signifikan antara cemas, konsep diri dan perilaku siap kerja. Individu yang

siap kerja memiliki pola pikir positif sehingga sukses wawancara kerja,

sementara individu yang pasif dan memiliki pola pikir negatif cenderung

gagal saat wawancara kerja. Mereka memiliki sedikit keberhasilan dalam

karir karena rasa cemas yang tinggi membuat individu tidak dapat

mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki.

2.7.2 Kesiapan Kerja dan Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

Penelitian Lowes, Omrin, Moore, Sulman, Pascoe, Mc Kee, & Gaon

(2016) tentang kesiapan kerja (ketrampilan wawancara kerja) terhadap

pengelolaaan kecemasan, refleksi diri dan komunikasi yang efektif. Hasil

penelitian ini menunjukkan pengaruh signifikan antara kesiapan kerja dan

kecemasan menghadapi wawancara kerja. Wawancara kerja merupakan

sumber kecemasan bagi siswa, dengan adanya kesiapan kerja (pelatihan

ketrampilan wawancara kerja) dapat meningkatkan kompetensi siswa

setelah lulus. Pendekatan terpadu yang menggabungkan kesiapan kerja

(ketrampilan wawancara kerja) dapat mengurangi kecemasan serta

bermanfaat bagi lulusan baru.

Penelitian dari Koen, Ute-Christine, Annelies, & Vianen (2012)

tentang masa transisi dari belajar ke bekerja sehingga individu merasa

cemas dalam menghadapi wawancara kerja maka diperlukan kesiapan

kerja berupa training atau pelatihan kerja. Penelitian ini menunujukkan

hasil yang signifikan antara kesiapan kerja dan kecemasan menghadapi

wawancara kerja, dengan hasilnya pada kelompok penelitian yang

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

40

mengikuti pelatihan melaporkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan

kelompok kontrol yang tidak mengikuti pelatihan. Sehingga disimpulkan

dengan kesiapan kerja dapat membantu individu dalam menghadapi

seleksi wawancara kerja dan dapat mengurangi kecemasan.

Penelitian dari Matthew, Laura, Michael, Neil, Michael, Emely,

Katherine, Dale, & Morris (2015) dalam penelitiannya tentang kesiapan

kerja, pelatihan wawancara kerja, kecemasan, dan percaya diri. Hasil

penelitian ini mengungkapkan sebelum diadakan pelatihan wawancara

kerja responden merasa kecemasannya sebesar 0,04 namun setelah

diadakan pelatihan menjadi 0,76. Skor kesiapan kerja meningkat secara

signifikan dari waktu ke waktu (R = 0,76), begitu juga faktor percaya diri

meningkat signifikan sebesar 0,58.

2.7.3 Konsep Diri dan Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja

Penelitian dari Vatankhak, Darya, Ghadami & Naderifar (2012)

tentang efektivitas pelatihan dapat meningkatkan ketrampilan komunikasi

dan mengurangi cemas, menaikkan konsep diri, serta harga diri pada

mahasiswa. Hasil penelitian menunujukkan terdapat pengaruh yang

signifikan sebesar F= 51.224 yang artinya dengan ketrampilan komunikasi

dapat mengurangi kecemasan saat diwawancara kerja sehingga menaikkan

konsep diri seseorang.

Penelitian Peeters & Lievens (2006) tentang manajemen perilaku

verbal dan non verbal saat situasi wawancara dapat mengurangi tingkat

kecemasan dan meningkatkan konsep diri. Penelitian ini menggunakan

sampel 190 untuk mengikuti program pelatihan wawancara yang hasilnya

terdapat pengaruh yang signifikan, dimana tingkah laku berfokus pada

konsep diri sedangkan situasi wawancara dapat dikontrol dengan taktik

khusus pelatihan secara verbal dan non verbal sehingga cemas yang

dirasakan menurun.

Menurut penelitian dari Levine, & Feldman (2002) tentang konsep

diri dan faktor kecemasan siswa teknik mesin dalam menghadapi tes

wawacara kerja di sebuah perusahan asing. Hasil tersebut menunjukkan

Page 29: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

41

terdapat pengaruh negatif antara konsep diri dan kecemasan siswa dalam

menghadapi wawancara kerja telihat bahwa nilai koefisien korelasi

sebesar R= 0,78 (p< 0,05).

2.7.4 Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja dan Jenis kelamin

Penelitian dari Sahranavard, Hassan, Ehas, & Abdullah (2012)

tentang self concept, self efficacy, dan self esteem terhadap kecemasan

pada siswa di Iran yang hasil penelitiannya menunjukkan tidak terdapat

perbedaan kecemasan, baik laki-laki ataupun perempuan memiliki

kegelisahan yang sama. Di tunjukkan dengan nilai (F= 5,182, p < 0,01).

Penelitian dari Feeney, Mc Carthy & Goffin (2015) tentang

kecemasan menghadapi wawancara kerja pada laki-laki dan perempuan.

Penelitian Studi 1 menunujukkan kecemasan kinerja lebih kuat untuk laki-

laki dari pada perempuan. Kecemasan menunjukkan hubungan kuat

negatif dengan kinerja wawancara untuk laki-laki dibandingkan

perempuan. Penelitian Studi 2 menemukan bahwa wanita memiliki lebih

banyak orientasi efektif dalam mengatasi wawancara pekerjaan daripada

laki-laki.

Penelitian dari Sieverding (2009) tentang Jenis kelamin dan perilaku

kecemasan dalam mengikuti wawancara kerja pada remaja akhir. Hasil

penelitian menunujukkan terdapat perbedaan kecemasan antara laki-laki

dan perempuan sebelum dan selama wawancara kerja, yang hasilnya

menunujukkan bahwa 31 % perempuan lebih cemas dari pada laki-laki

yang hanya 16% tingkat cemasnya dalam menghadapi wawancara kerja.

Penelitian dari Wang, Xiujie, dan Changyuan (2010) tentang jenis

kelamin dan pelatihan ketrampilan komunikasi dalam mengurangi cemas

saat wawancara kerja pada orang cina dan amerika. Hasil penelitian

menunujukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara laki-laki dan

perempuan dalam hal kecemasan menghadapi wawancara kerja. Laki-laki

(58,9%) lebih cemas dalam menghadapi wawancara kerja dibanding

perempuan (41,1%).

Page 30: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

42

2.7.5 Kecemasan Menghadapi Wawancara Kerja dan Usia

Penelitian lain dari Woodard (2004) tentang pengaruh kecemasan

menghadapi wawancara kerja, gender dan usia yang hasil penelitiaanya

menunjukkan terdapat perbedaan antara usia (<25) dan usia (>25)

ditunujukkan dalam studi (t= 0,03; p= 0,974) yang artinya usia (>25)

tahun lebih cemas dalam menghadapi wawancara kerja dibanding dengan

kelompok usia (<25) tahun.

Penelitian berbeda dari Candido & Jose (2011) tentang Jenis

kelamin dan umur perbedaan dalam respon kognitif, psiko-fisiologis dan

perilaku kecemasan terhadap wawancara pekerjaan pada remaja yang

hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan usia antara remaja laki-laki

dan perempuan dalam hal kecemasan terhadap wawancara kerja (x=

1.914, p= 0,38).

Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, dan kajian tentang topik

sebelumya sehingga penulis tertarik meneliti kembali tentang kecemasan

menghadapi wawancara kerja namun dengan sampel dan metode yang

berbeda dari peneliti sebelumnya.

2.8 DINAMIKA ANTAR PEUBAH

Mahasiswa semester akhir berada pada masa dewasa awal.

Berdasarkan tugas perkembangannya, masa dewasa awal merupakan masa

peralihan dari ketergantungan dalam segi ekonomi, kebebasan

menentukan diri sendiri dan pandangan tentang masa depan yang realistik

(Hurlock, 1999). Mahasiswa yang telah memasuki masa tersebut

diharapkan telah mampu memenuhi tugas perkembangannya, jika

mahasiswa tidak mampu memenuhi tugas perkembangannya maka akan

memunculkan kecemasan.

Kecemasan dalam segi ekonomi dapat teratasi dengan bekerja,

kecemasan muncul karena tidak ada manusia yang sempurna, artinya

semua orang pernah mengalami situasi sulit. Ada beberapa orang yang

sebenarnya memiliki kemampuan dan pengetahuan standar, tetapi sangat

Page 31: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

43

gampang memeroleh pekerjaan, bahkan beberapa kali pindah tempat kerja.

Sementara, beberapa orang lainnya yang memiliki kemampuan hebat dan

IPK yang tinggi, tak jarang usahanya kandas sampai ditahap tes

wawancara kerja. Bagi beberapa orang, wawancara kerja mungkin adalah

momok yang menakutkan. Kecemasan atau ketakutan yang muncul

sebelum atau pada saat wawancara itu memang wajar. Apalagi jika

seseorang belum memiliki pengalaman kerja atau baru pertama kali

melamar pekerjaan. Sebenarnya orang yang berulang kali melamar

pekerjaan pun bisa mengalami hal yang sama. Mungkin perbedaannya

adalah individu tersebut mampu mengelola emosi sehingga pengendalian

dirinya lebih terjaga. Hal itu dikarenakan individu tersebut sudah terlatih

menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan pewawancara (Heimberg,

Keller & Peca-Baker, 1986).

Salah satu faktor yang memengaruhi kecemasan dalam menghadapi

wawancara kerja adalah kesiapan kerja dari para pelamar kerja. Kesiapan

kerja sangat dibutuhkan ketika menghadapi wawancara kerja tidak hanya

hard skills atau kemampuan akademis, tetapi juga soft skills. Hal ini

dikarenakan kesiapan kerja adalah seperangkat keterampilan dan perilaku

yang diperlukan untuk bekerja dalam pekerjaan apa pun bentuknya. Tahap

seleksi wawancara merupakan tahapan yang harus dilewati pencari kerja

sebelum mendapatkan pekerjaan, hal ini sangat penting karena interviewer

akan menilai dan mengambil segala informasi yang dibutuhkan tentang

calon karyawan secara langsung. Tahap wawancara tidak akan melihat

seberapa bagus IPK dan pengetahuan calon karyawan, tetapi lebih

memerhatikan kesiapan calon karyawan dalam hal menjual kekuatan diri

dan meyakinkan para interviewer. Tujuan wawancara kerja adalah untuk

menilai sisi psikologis, perilaku, kepemimpinan, komitmen, kejujuran,

tanggung jawab, dan segudang nilai kebaikan yang masuk dalam penilaian

perusahaan. Fase ini merupakan tahapan yang menentukan sehingga

membuat calon karyawan menjadi cemas saat akan mengikuti sesi

wawancara kerja (Nasution, 2012).

Page 32: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

44

Mahasiswa yang memiliki kesiapan kerja secara psikologis akan

dapat menaikkan performa kinerjanya sehingga saat menghadapi

wawancara kerja tidak akan cemas, sebaliknya jika mahasiswa belum

memiliki kesiapan kerja, maka dalam menghadapi wawancara kerja akan

merasakan cemas, yang ditunjukkan dengan telapak tangan berkeringat,

jantung berdebar-debar, perut sakit dan mulut kering saat ditanya oleh

pewawancara kerja. Menurut Kaplan, Sadock, & Grebb (1997) kecemasan

menghadapi wawancara kerja dapat berupa respon terhadap situasi tertentu

yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai

perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah

dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Namun

cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan

menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Kesiapan merupakan perangkat utama yang harus dimiliki para

pencari kerja agar lolos seleksi kerja. Agar para pencari kerja dapat lolos

seleksi kerja perlu adanya pemikiran yang positif akan kemampuan

dirinya, seperti kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan adaptasi

dan interaksi serta memiliki konsep diri yang positif. Seseorang yang

merasa cemas saat wawancara kerja, biasanya akan mengakibatkan

berkurangnya rasa percaya diri dari individu yang bersangkutan dan akan

menimbulkan rendahnya penilaian individu tersebut terhadap dirinya

(konsep diri negatif). Sedangkan orang yang memiliki konsep diri positif,

biasanya akan mudah meminimalisir kecemasan yang dihadapinya. Jadi

jika seseorang memiliki konsep diri positif terhadap keberhasilan dalam

menghadapi wawancara kerja maka dia akan lolos dalam seleksi kerja

namun jika seseorang memiliki konsep diri negatif dalam menghadapi

wawancara kerja maka dia akan gagal dalam proses wawancara kerja

(Fitts & Shavelson, 1976).

Page 33: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

45

2.9 MODEL PENELITIAN

Bagan 1 : Model Penelitian

2.10 HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan pendapat dan teori-teori tersebut, maka penulis

mengajukan Hipotesis empirik sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh simultan antara kesiapan kerja dan konsep diri

terhadap kecemasan menghadapi wawancara kerja pada mahasiswa

tingkat akhir Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga.

2. Terdapat pengaruh simultan antara kesiapan kerja dan konsep diri

terhadap kecemasan menghadapi wawancara kerja pada mahasiswi

tingkat akhir Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga.

Perempuan

< 25 > 25

Laki-laki

< 25 > 25

Kesiapan Kerja

(X1)

Konsep Diri

(X2)

Kecemasan

menghadapi

wawancara

kerja(Y)

Page 34: BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13233/2/T2_832015008_BAB II...dibahas tentang landasan teori, yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek,

46

3. Terdapat perbedaan kecemasan menghadapi wawancara kerja

ditinjau dari jenis kelamin pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

4. Terdapat perbedaan kecemasan menghadapi wawancara kerja

ditinjau dari usia pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.