bab ii kajian teori -...
TRANSCRIPT
10
BAB IIKAJIAN TEORI
2.1. Analisis Framing
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Batterson tahun
1995 (dalam Sobur, 2001), yang menyatakan bahwa, frame dimaknai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasikan
pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-
kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian
dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahun 1974, yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang
membimbing individu dalam membaca realitas (Ardianto, 2010).
Severin dan Tankard, Jr (2010) menjelaskan bagaimana proses framing
bekerja dalam aktivitas kognisi manusia. Ada dua tempat proses itu beroperasi
yakni interaksi sosial sehari-hari dam interaksi dengan media sehari-hari. Meski
berbeda tempat, namun kegiatan tetap sama, yaitu mempelajari petunjuk-petunjuk
(clues) dan menafsirkan petunjuk-petunjuk kemudian memberikan makna atas
petunjuk tersebut kepada orang lain (Tamburaka, 2013:59).
Ada beberapa model framing yang dikembangkan oleh peneliti. Gagasan
Edelman mengenai framing dalam bukunya Contestable Categories and Public
Opinion, menyebutkan apa yang kita ketahui tentang realitas atau dunia
bergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengonstruksi / menafsirkan
realitas tersebut. Realitas yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang
berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara yang
berbeda. Konsep framing Entman, digunakan untuk menggambarkan proses
seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat
dipandang sebagai penempatan informasi - informasi dalam konteks yang khas
sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain
(Ardianto, 2010).
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan mereka
”Framing Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalisasikan
11
empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip,
tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema
yang mempertautkan elemen - elemen semantik narasi berita dalam suatu
koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame
yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang
dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan, sumber,
latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara
keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan
dalam teks (Sobur, 2009).
Dalam pendekatan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ini, perangkat
framing dibagi menjadi empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis. Struktur
sintaksis bisa diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana
wartawan menyusun peristiwa (peristiwa, opini, kutipan, pengamatan atas
peristiwa) ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian, struktur
sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita (headline yang dipilih, lead yang
dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, dan
sebagainya). Kedua, struktur skrip. Struktur skrip melihat bagaimana strategi
bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. Ketiga,
struktur tematik. Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau
hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini
akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih
kecil. Keempat, struktur retoris. Struktur retoris berhubungan dengan cara
wartawan menekankan arti tertentu. Dengan kata lain, struktur retoris melihat
pemakaian pilihan kata, idiom, grafik, gambar, yang juga dipakai guna memberi
penekanan pada arti tertentu (Sobur, 2012).
Model framing yang peneliti gunakan adalah model framing dari
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Alasannya model framing Zhongdang
Pan dan Gerald M. Kosicki cenderung memiliki struktur, perangkat framing, dan
unit yang diamati lengkap, sehingga penelitian ini dapat dikaji dan dianalisis
12
secara komprehensif dan jelas. Model framing Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki membantu peneliti menganalisis pembingkaian yang terbentuk dalam
kasus yang diangkat dalam penelitian ini. Keempat struktur Pan dan Kosicki
merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu media.
Kecenderungan atau kecondongan wartawan dalam memahami suatu
peristiwa dapat diamati dari keempat struktur tersebut. Dengan kata lain, dapat
diamati dari bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum
berita, cara wartawan mengisahkan berita, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata
atau idiom yang dipilih. Ketika menulis berita dan menekankan makna atas
peristiwa, wartawan akan memaknai semua strategi wacana itu untuk meyakinkan
khalayak pembaca bahwa semua berita yang ditulis adalah benar (Eriyanto, 2005).
Struktur besar framing model Pan dan Kosicki (Eriyanto, 2005):
1. Sintaksis
Dalam kaidah umum kebahasaan, sintaksis adalah susunan kata
atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita sintaksis menunjuk pada
pengertian susunan dari bagian berita. Headline, lead, latar informasi,
sumber, dan penutup merupakan satu kesatuan teks berita secara
keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam bentuk yang tetap dan teratur
sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta
hendak disusun. Bentuk sintaksis yang paling populer adalah struktur
piramida terbalik. Sintaksis menunjukkan bagaimana wartawan memaknai
peristiwa dan hendak kemana berita tersebut akan dibawa.
Headline merupakan sintaksis dari wacana berita dengan tingkat
kemenonjolan yang tinggi dan menunjukkan kecenderungan berita.
Pembaca biasanya lebih mengingat headline daripada bagian berita
yang lain. Headline mempunyai fungsi framing yang kuat dengan
mempengaruhi bagaimana realitas dimengerti dengan menekankan
makna tertentu.
Lead Merupakan pengantar sebelum masuk ke dalam isi berita.
Lead bisa menjadi penjelas atau pemerinci headline dan bisa juga
menggambarkan latar berita. Fungsi lead dalam framing berita
13
adalah memberikan sudut pandang berita dan menunjukkan
perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna
yang ingin ditampilkan wartawan. Seorang wartawan ketika
menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas
peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana
pandangan khalayak hendak dibawa.
Kutipan dalam penelitian berita bertujuan untuk membangun
objektivitas. Kutipan merupakan bagian berita yang menekankan
bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan
semata, melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas
tertentu. Pengutipan sumber ini menjadi penanda framing atas tiga
hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan
yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim otoritas
akademik. Wartawan bisa jadi mempunyai pendapat tersendiri atas
suatu peristiwa, pengutipan itu digunakan hanya untuk memberi
bobot atas pendapat yang dibuat, bahwa pendapat itu tidak omong
kosong, tetapi didukung oleh ahli yang berkompeten. Kedua,
menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat
yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan
tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan
mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak menyimpang.
2. Skrip
Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan
mengisahkan fakta ke dalam berita. Laporan berita sering disusun sebagai
suatu cerita. Hal ini karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang
berusaha menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan
kelanjutan dari peristiwa yang sebelumnya. Kedua, berita umumnya
mempunyai orientasi menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan
komunal pembaca. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah 5W+1H
(who, what, when, where, why, dan how). Unsur kelengkapan berita ini
14
dapat menjadi penanda framing yang penting. Skrip memberi tekanan
mana yang didahulukan dan mana yang disembunyikan.
3. Tematik
Bagi Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis:
peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang
diungkapkan, semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan
yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Pengujian hipotesis ini bisa
disamakan dengan struktur tematik berita yakni bagaimana fakta itu ditulis
dan ditempatkan ke dalam teks berita secara keseluruhan sehingga
mendukung tema yang dipunyai wartawan.
Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat
atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
Detail merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kontrol
informasi yang ingin ditampilkan. Komunikator akan menampilkan
secara berlebihan dengan detail, kalau perlu dirinci dengan data,
informasi yang menguntungkan atau menimbulkan citra yang
diinginkannya. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi-
informasi yang sedikit, bahkan kadang tidak disampaikan, apabila
hal itu merugikan atau tidak sesuai dengan makna yang ingin
dikonstruksinya. Elemen detail merupakan strategi penonjolan
makna yang dilakukan wartawan secara implisit. Wacana mana
yang dikembangkan wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan
secara terbuka, tetapi dari detail bagian mana yang dikembangkan
dengan detail yang besar.
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat
dalam teks. Dua buah kalimat dengan fakta yang berbeda dapat
dihubungkan dengan proposisi sehingga tampak koheren. Di sini
proposisi atau kata hubung apa yang digunakan akan menentukan
bagaimana hubungan kedua fakta tersebut sehingga dapat
15
membantu menjelaskan makna apa yang ingin ditampilkan
komunikator. Ada beberapa macam koherensi yang ditentukan
oleh jenis hubungan antar proposisi, yaitu koherensi kondisional
yang menunjukkan hubungan kasusal dan penjelas, koherensi
fungsional yang memuat generalisasi spesifikasi, dan koherensi
pembeda yang berkaitan dengan bagaimana dua buah fakta hendak
dibedakan.
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan
cara berfikir logis yakni prinsip kausalitas. Logika kausalitas ini
berarti susunan Subjek (yang menerangkan) dan Predikat (yang
diterangkan). Bentuk kausalitas ini tidak sekedar persoalan teknis
kebahasaan tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan
kalimat. Dalam kalimat yang berpola aktif, seseorang menjadi
subyek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif
seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Pola kalimat memang
bisa dibuat aktif atau pasif, namun pada umumnya pokok yang
dianggap penting selalu diletakkan diawal kalimat. Bentuk kalimat
juga menentukan apakah seseorang diekpresikan secara eksplisit
(jelas) atau impilisit (di sembunyikan) dalam teks.
Kata ganti adalah wacana yang digunakan untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu imajinasi. Kata ganti merupakan
alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana
posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya,
seseorang dapat menggunakan kata ganti ’saya’ atau ’kami’ yang
menggambarkan sikap tersebut sebagai sikap resmi komunikator
belaka. Tetapi ketika memakai kata ganti ’kita’ sikap tersebut
terlihat sebagai representasi sikap bersama dalam suatu komunitas.
Sedangkan penggunaan kata ganti ’mereka’ justru menciptakan
jarak dengan komunikator bahkan menjelaskan pihak yang berbeda
pendapat dengan komunikator.
16
4. Retoris
Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya
atau kata yang dipilih wartawan untuk menekankan atau menonjolkan
makna, membuat citra, meningkatkan gambaran yang diinginkan dari
suatu berita, dan mendukung argumentasi atas kebenaran berita yang
disampaikan.
Leksikon merupakan elemen yang menandakan bagaimana
seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan
kata yang tersedia. Pilihan kata yang dipakai komunikator secara
ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaannya terhadap fakta
atau realitas.
Grafis merupakan elemen wacana yang dipakai untuk memeriksa
apa yang ditekankan atau ditonjolkan melalui bagian tulisan seperti
pemakaian tanda tanya, huruf tebal, miring, garis bawah, bahkan
termasuk grafik, tabel, dan foto. Bagian yang ditulis berbeda itu
adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator, supaya
khalayak menaruh perhatian pada bagian tersebut.
Metafora adalah kata atau kelompok kata yang mengandung arti
bukan sebenarnya, dapat berupa kiasan, kepercayaan masyarakat,
peribahasa, pepatah, kata-kata kuno, ayat ajaran agama, serta
ungkapan sehari-hari yang dipakai secara strategis sebagai
landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan
tertentu kepada publik. Pemakaian metafora tertentu dapat
memunculkan gambaran makna berdasarkan persamaan atau
perbandingannya dengan arti harfiah kata-kata yang digunakan.
17
Tabel 2.1
Unit Analisis Framing Pan dan Kosicki
STRUKTURPERANGKAT
FRAMINGUNIT YANG DIAMATI
SINTAKSIS Cara
wartawan menyusun
fakta
1. Skema Berita
Headline, lead, latar informasi,
kutipan sumber, pernyataan,
penutup
SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan fakta
2. Kelengkapan Berita 5W+1H
TEMATIK Cara
wartawan menulis fakta
3. Detail
4. Koherensi
5. Bentuk Kalimat 6.
Kata Ganti
Paragraf, proposisi, kalimat,
hubungan antar-kalimat
RETORIS Cara
wartawan menekankan
fakta
7. Leksikon 8. Grafis
9. MetaforaKata, idiom, gambar/foto, grafik
Sumber : Sobur Aleks, 2009, Analisis Teks Media. Hal 176.
2.1.1. Proses Framing
Eriyanto (2007) menjelaskan proses framing sebagai berikut:
Dengan analisis framing juga untuk mengetahui bagaimana
perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika
menyeleksi dan menulis berita. Proses pemberitaan dalam
organisasi media, akan sangat mempengaruhi suatu berita yang
akan diproduksinya. Frame yang diproses dalam organisasi media
tidak lepas dari latar belakang pendidikan wartawan sampai
ideology institusi media tersebut. Tiga proses framing dalam
organisasi berita antara lain sebagai berikut:
Proses framing sebagai metode penyajian realitas. Dimana
kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total,
melainkan dibalik secara halus. Dengan memberikan sorotan aspek
18
- aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah - istilah yang
mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur
dan alat - alat ilustrasi lainnya.
Proses Framing merupakan bagian yang tidak terpisahkan
diproses penyutingan yang melibatkan semua pekerja di bagian
keredaksian media cetak redaktur dengan atau tanpa konsultasi
dengan redaktur pelaksana, dalam menetukan laporan reporter akan
dimuat atau tidak, serta menentukan judul yang akan diberikan.
Proses framing juga tidak hanya melibatkan para pekerja pers,
tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus
tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi informasi
yang ingin ditonjolkan, sambil menyembunyikan sisi lain.
Dalam analisis yang akan dilakukan pertama kali adalah
melihat bagaimana media mengkonstruksi suatu realita. Peristiwa
dipahami bukan sesuatu yang taken for Grated, sebaliknya
wartawan dan medialah yang secara aktif membentuk realitas.
Realitas tercipta dalam konsepsi wartawan. Berbagai hal yang
terjadi, fakta, orang diabstrakan menjadi peristiwa yang kemudian
hadir dihadapan khalayak. Jadi, bagaimana media membingkai
peristiwa dalam konstruksi tertentu, sehinggan yang menjadi titik
perhatian bukan apakah media memberikan negatif atau positif,
melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media.
2.1.2. Efek Framing.
Efek dari sebuah pembingkaian atau framing (Eriyanto, 2007)
adalah sebagai berikut:
Framing berkaitan dengan bagaimana realitas di bingkai
dan disajikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa saja dibingkai
dan dimaknai secara berbeda oleh media. Bahkan pemaknaan itu
bisa saja akan sangat berbeda. Realitas begitu komplek dan penuh
dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi realitas
satu dimensi. Framing berhubungan dengan pendefinisian realitas.
19
Bagaimana peristiwa dipahami sumber siapa yang diwawancarai.
Peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita dan pada akhirnya
realitas yang berbeda ketika peristiwa tersebut dibingkai dengan
cara yang berbeda.
Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah
realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan
disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan
dan memenuhi logika tertentu. Teori framing menunjukan
bagaimana jurnalis membuat simplikasi, prioritas dan struktur
tertentu dalam peristiwa. Karenanya framing menyediakan kunci
bagaimana peristiwa dipahamin oleh media dan ditafsirkan dalam
bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata
tertentu. Maka realitas setelah dilihatoleh khalayak adalah realitas
yang sudah terbentuk oleh bingkai media.
Framing pada umunya ditandai dengan menonjolkan aspek
tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai focus
berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu.
Akibatnya adalah aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian
yang memadai. Disini, menampilkan aspek tertentu menyebabkan
aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak
mendapatkan liputan yang memadai dalam berita. Berita juga
sering kali memfokuskan pemberitaan aktor tertentu. Tetapi efek
yang akan segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak
aktor tertentu yang menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan
dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
efek dari framing media adalah sebagi berikut:
Menonjolkan Aspek Tertentu - Mengaburkan Aspek Lain.
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu
dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita
secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya,
20
ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang
memadai.
Menampilkan Sisi Tertentu - Melupakan Sisi Lain.
Dengan menampilkan aspek tertentu dalam suatu berita
menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas
tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita.
Menampilkan Aktor Tertentu - Menyembunyikan Aktor.
Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor
tertentu. Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat
adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu
menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam
pemberitaan menjadi tersembunyi.
Mobilisasi Massa
Framing atau isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan
sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya
khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu
seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh
bersama, dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak bisa
digerakkan dan dimobilisasi. Semua itu membutuhkan frame
bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan
bagaimana pula kejadian dimaknai dan didefinisikan.
Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media.
Karenanya, perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi
realitas sebagian besar berasal dari apa yang diberitakan oleh
media. Media merupakan tempat dimana khalayak memperoleh
informasi mengenai realitas politik dan sosial terjadi di sekitar
mereka, Karena itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu
berpengaruh pada bagaimana individu menafsirkan peristiwa
tersebut. Dengan kata lain, frame yang disajikan oleh media ketika
memaknai realitas mempengaruhi bagaimana khalayak
21
menafsirkan peristiwa. Membayangkan efek framing pada individu
semacam ini, bukan berarti mengandalkan individu adalah
makhluk yang menafsirkan realitas politik adalah makluk yang
pasif. Sebaliknya, ia adalah entitas yang aktif menafsirkan realitas
politik. Pemahaman mereka atas realitas politiik terbentuk dari apa
yang disajikan oleh media dengan pemahaman dan predisposisi
mereka atas suatu realitas. Hubungan transaksi antara teks dan
personal ini melahirkan pemahaman tertentu atas suatu realitas.
2.2. Konstruksi Dalam Media Massa
Objektifvikasi merupakan realitas objektif yang diserap oleh orang.
Internalisasi merupakan proses sosiali realita objektif dalam suatu masyarakat.
Eksternalisasi merupakan proses dimana semua manusia yang mengalami
sosialisasi yang tidak sempurna itu secara bersama – sama membentuk suatu
relitas baru. Seperti yang dikutip Eriyanto dari Berger, realitas tidak dibentuk
secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya,
dibentuk dan dikonstruksi. Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian
sendiri bagaimana media, wartawan dan berita dilihat. Bahwa fakta adalah hasil
kontruksi, jadi realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu ada karena dihadirkan
oleh subjektifitas wartawan. Realitas tercipta lewat sudut pandang tertentu.
Realita dapat dilihat berbeda oleh setiap orang yang berbeda. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan pandangan positivistik, dimana realita bersifat
eksternal hadir sebelum wartawan meliputnya. Jadi bagi kaum positivis realita
bersifar objektif dan tinggal diliput oleh Dalam pembentukan konstruksi, media
merupakan agen dalam membentuk suatu realitas. Dalam pandangan posivistik
media dilihat sebagai saluran murni untuk menyalurkan suatu informasi tanpa ada
unsur subjektifitas. Hal ini sangat bertolak belakang dengan paradigm
konstruksionis, media bukanlah sekedar saluran murni yang bebas nilai. Media
merupakan subjek yang mengkonstruk realita, lengkap dengan pandangannya,
biasa dan keberpihakkannya. Media dianggap sebagai agen konstruksi sosial.
Berita bukanlah cermin dari realitas melainkan refleksi dari realitas. Berita
terbentuk karena adanya konstruksi realitas. Disini dapat dilihat bahwa berita
22
merupakan arena pertarungan bagi pihak - pihak yang berkaitan dan
berkepentingan dengan peristiwa tersebut (Eriyanto, 2007).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Realitas
Dalam mengkonstruk sebuah realita banyak faktor yang mendukung
dalam mengkostruk realita. Diantaranya adalah faktor ekonomi, politik, idiologi,
yaitu sebagai berikut (Eriyanto, 2007):
Ekonomi
Isi media lebih ditentukan oleh kekuatan - kekuatan ekonomi.
Faktor pemilik media, modal dan pendapatan media sangat menentukan
bagaimana wujud isi media. Faktor - faktor inilah, yang menentukan
peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam
pemberitaannya, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah
media hendak diarahkan.
Isi media juga dipengaruhi oleh kekuatan - kekuatan eksternal
diluar diri pengelola media. Pengelola media dipandang sebagai entitas
yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan mereka dibatasi berbagai strukur
yang mamaksanya untuk memberitakan fakta dengan cara tertentu.
Politik
Dalam sistem negara yang otoritan, selera penguasa menjadi acuan
dalam mengkonstruksi realita. Sebaliknya dalam iklim politik yang liberal,
media massa mempunyai kebebasan yang sangat luas dalam
mengkonstruksi realitas. namun, satu - satunya kebijakan yang dipakai
adalah kebijaksanaan redaksi media masing - masing yang boleh jadi
dipengaruhi oleh kepentingan idealis, ideology, politis dan ekonomis.
Tetapi apapun yang menjadi pertimbangan adalah adanya realitas yang
ditonjolkan bahkan dibesar - besarkan, disamakan atau bahkan tidak
diangkat sama sekali dalam setiap pengkonstruksian realitas.
Ideologi
Ketika media dikendalikan oleh berbagai kepentingan ideologi
yang ada dibaliknya, media sering dituduh sebagai perumus realitas, sesuai
23
dengan ideologi yang melandasinya, bukan menjadi cermin realitas.
ideologi tersebut menyusup dan menanamkan pengaruhnya lewat media
secara tersembunyi dan mengubah pandangan seseorang secara tidak
sadar.
2.3. Dampak Dari Konstruksi Media Massa
Sebuah realita bisa dikonstruksi dan dimaknai secara berbeda oleh media
lain. Hasil dari konstruksi dari media tersebut juga akan berdampak besar kepada
khalayak. Dampak tersebut diantaranya (Eriyanto, 2007):
Menggiring khalayak pada ingatan tertentu
Media adalah tempat dimana khalayak memperoleh informasi mengenai
realitas yang terjadi di sekitar mereka. Dengan demikian konstruksi yang
disajikan media ketika memaknai realitas mempengaruhi bagaimana. Seperti yang
dikutip Eriyanto dari W. Lance Bennet Regina G. Lawrence dalam bukunya
analisis framing menyebutkan bahwa peristiwa sebagai ikon berita. Apa yang
diketahui khalayak tentang suatu realita disekitarnya tergantung pada bagaimana
media ikon yang ditanamkan oleh media sebagai pencitraan dari sebuah realita
akan diingat kuat oleh khalayak.
Mobilisasi Massa
Media merupakan alat yang sangat ampuh dalam menarik dukungan
publik, dan berkaitan dengan opini publik. Bagaimana media mengkonstruk bisa
mengakibatkan pemahaman khalayak yang beda atas realita yang sama. Oleh
karena itu media harus dilihat sebagai tempat dimana setiap kelompok yang
berkepentingan terhadap suatu realitas saling bertarung merebutkan dukungan dari
publik, dan saling mengkonstruk realita sesuai dengan kepentingannya.
Konstruksi tersebut dapat digunakan untuk meyakinkan khalayak bahwa peristiwa
tertentu adalah peristiwa besar yang harus mendapatkan perhatian yang seksama
dari khalayak.
2.4. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang peneliti jadikan acuan memberikan
gambaran serta pemahaman konsep yang cukup jelas bagi peneliti mengenai hal–
24
hal yang berhubungan dengan pembingkaian sebuah peristiwa dalam pemberitaan
media massa, sehingga peneliti lebih mengenal dan memahami bagaimana
pembingkaian dilakukan, khususnya pada media cetak.
Dengan demikian penulis melampirkan beberapa penelitian sebelumnya
sebagai berikut:
“Analisis framing penembakan Solikin di harian Jawa Pos dan Duta
Masyarakat”. Penelitian ini dilakukan oleh Nonik Wahyu Ningsi,
mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya. Hal yang
menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana Jawa Pos dan Duta
masyarakat membingkai kasus penembakan terhadap Solikin yang
dilakukan oleh Polisi. Metode analisis framing yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis framing model Robet N. Etman, dimana
model analisis ini berfokus pada indentifikasi masalah, apa dan siapa yang
dianggap sebagai akar masalah, penilaian atas penyebab masalah, serta
penanggulangan masalah, sebagai indikator utama untuk melihat
bagaimana pembingkaian terhadap pemberitaan sebuah media. Hasil
framing dari penelitian menitikberatkan bahwa akar masalah serta pihak
yang sepenuhnya salah dalam kasus ini adalah pihak kepolisian dan juga
menggambarkan sikap arogansi pihak Polisi sebagai jalan utama
menyelesaikan masalah ketika berbenturan dengan masyarakat sipil.
Penelitian dengan judul “analisis framing konflik partai Nasional
Demokrat (Nasdem) di harian Media Indonesia dan Koran Sindo”, diteliti
oleh Leonarda Johanes, mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya.
Fokus dari penelitian ini yaitu melihat bagaimana kedua media tersebut
membingkai hal-hal yang menjadi akar masalah pengunduran diri oleh
Hary Tanoesoedibjo dari partai Nasdem. Model analisis framing yang
digunakan adalah model framing Pan dan Kosicki. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa harian Media Indonesia dan Koran Sindo membingkai
berita konflik Partai Nasdem dengan mengedepankan unsur ketokohan
(who) sebagai akar masalah pengunduran diri yang dilakukan oleh Hary.
25
Kontribusi dari hasil penelitian ini adalah memberikan gambaran
mengenai pembingkaian berita terkait kepemilikan media dalam
kepentingan politik.
“Analisis Pilgub Jateng pada harian Suara Merdeka. Penelitian ini
dilakuakan oleh Adi Nugroho, mahasiswa ilmu komunikasi Universitas
Atma Jaya Yogyakarta. Penelitian ini berfokus pada pembingkaian
mengenai tokoh - tokoh yang menjadi calon Gubernur Jawa Tengah serta
janji - janji setiap pasangan calon dalam pilgub 2008. Model analisis
framing yang digunakan adalah analisis framing Robet N. Etman. Hasil
analisis dari penelitian ini menunjukan bahwa harian Suara merdeka
sebagai Koran Jawa Tengah, memposisikan keberadaannya sebagai media
yang mampu memberikan edukasi serta informasi politik terkait pilgub
Jawa Tengah 2008 bagi masyarakat. Pembingkaian terkait hal ini
memberikan ruang yang besar bagi masyarakat Jawa Tengah agar
memperoleh gambaran yang jelas agar dapat memilih calon Gubernur dan
wakil Gubernur yang tepat.
Secara garis besar, penelitian terdahulu dan penelitian yang hendak penulis
lakukan memiliki kesamaan topik yakni analisis framing. Namun penulis melihat
bahwa adanya beberapa perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
yang hendak penulis lakukan. Pertama, adanya perbedaan kasus, di mana dari tiga
penelitian terdahulu terdapat dua penelitian yang mengangkat kasus politik, dan
satu kasus yang konflik.
Kedua, dari sisi media yang diteliti, sebagian besar penelitian terdahulu
menggunakan media yang berskala nasional, sedangkan dalam penelitian yang
hendak peneliti lakukan membandingkan pembingkaian peristiwa yang sama,
namun menggunakan media berskala regional dan nasional. Dalam penelitian
terdahulu juga terdapat penelitian yang dikaji hanya pada satu media saja, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Adi Nugroho.
Hal ketiga yang menjadi pembeda adalah model analisis framing yang
digunakan. Sebagian besar penelitian terdahulu di atas menggunakan model
26
analisis framing Robet N. Etman, sedangkan pada penelitian yang hendak peneliti
lakukan menggunakan model analisis framing Pan dan Kosicki. Dengan adanya
perbedaan model analisis ini tetunya terdapat pula perbedaan dalam hal-hal pokok
yang menjadi indikator, bahkan sudut pandang dalam melihat bagaimana framing
dari pemberitaan sebuah media terhadap suatu peristiwa.
Media semakin berkembang, hal-hal yang disajikan oleh media turut
mengalami perubahan. Sekalipun dengan tema yang sama, namun apabila diteliti
pada waktu, tempat, serta peristiwa peristiwa berbeda serta model dan perspektif
analisis yang berbeda, tentunya akan ditemukan pula hal–hal yang berbeda.
2.5. Kerangka Pikir
Pada penelitian ini peneliti mencoba menyajikan bagaimana cara media
cetak atau surat kabar membingkai sebuah berita. Dalam hal ini peneliti mencoba
meneliti isi berita dari surat kabar online Jateng.tribunnews.com, yang
memberitakan tentang dua kasus pembunuhan di Salatiga, di mana pelaku dari
kedua kasus tersebut adalah warga Maluku. Penulis akan menganalisis hal ini
dengan pendekatan analisis framing dari Pan dan Kosicki.
Pan dan Gerald M. Kosicki cenderung memiliki struktur, perangkat
framing, dan unit yang diamati lengkap, sehingga penelitian ini dapat dikaji dan
dianalisis secara komprehensif dan jelas. Struktur analisis framing milik Pan dan
Kosicki merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu
media.
Berdasarkan pemaparan di atas maka kerangka pikir dari penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
27
Gambar 1.
Kerangka Pikir
Dua KasusPembunuhanDi Salatiga
Orang Maluku
PemberitaanPada Surat
Kabar OnlineJateng.Tribune
ws.com
Analisis FramingZhongdang Pan danGerald M. Kosicki
Hasil Analisis framing