bab ii kajian teori a. deskripsi teori 1. pengertian belajareprints.uny.ac.id/9485/14/bab...

30
8 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Belajar Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Wina Sanjaya, 2009:112). Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat atau tidak dapat disaksikan. Hal itu hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10), belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Hilgard (Wina Sanjaya, 2009: 112), menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Dengan demikian belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Oemar Hamalik, 2005:27). Dari pengertian ini, maka belajar merupakan suatu

Upload: phamquynh

Post on 22-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga

menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Wina Sanjaya, 2009:112). Aktivitas

mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat

atau tidak dapat disaksikan. Hal itu hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya

gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.

Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10), belajar pada hakikatnya

merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar

memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut

dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh

pebelajar. Sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi

kapabilitas baru. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu

kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.

Hilgard (Wina Sanjaya, 2009: 112), menyatakan bahwa belajar adalah proses

perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium

maupun dalam lingkungan alamiah. Dengan demikian belajar dianggap sebagai

proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan.

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman

(Oemar Hamalik, 2005:27). Dari pengertian ini, maka belajar merupakan suatu

9

proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Menurut Mayer pengertian belajar sebagai perubahan yang relatif permanen

dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalaman

(Benny A Pribadi, 2009: 8). Pengalaman yang sengaja didesain untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang akan menyebabkan berlangsungnya

proses belajar.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan

tingkah laku dan kemampuan beraksi yang relatif permanen atau menetap karena

adanya interaksi individu dengan lingkungan dan dunia nyata. Melalui proses belajar

seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik.

2. Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulanya

diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”.

Perkataan tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau

ilmu (knowledge, science) (Erman Suherman, 2003:15). Menurut James dan James

(Erman Suherman, 2003: 16) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang

logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan

satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang

yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan, Johnson dan Rising (Erman

Suherman, 2003: 17) mengatakan bahwa bahwa matematika adalah pola berpikir,

10

pola mengorganisasi, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang

menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,

representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide

daripada mengenai bunyi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan disimpulkan bahwa

matematika adalah ilmu tentang logika yang berkenaan dengan simbol mengenai ide,

struktur, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya yang diatur

menurut urutan yang logis. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat

bermanfaat bagi kehidupan. Matematika diberikan kepada semua siswa mulai dari

sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut

diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,

dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu

berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Menurut Erman Suherman (2003: 58), tujuan diberikannya matematika mulai

dari sekolah dasar adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi

perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui

latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,

efektif dan efisien, dengan kata lain memberikan penekanan pada penataan nalar dan

pembentukan sikap siswa. Tujuan yang lain adalah untuk mempersiapkan siswa agar

dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-

hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

11

3. Pembelajaran Matematika

Proses belajar mengajar dengan segala interaksi di dalamnya disebut

pembelajaran. Menurut Patricia L. Smith dan Ragan mengemukakan bahwa

pembelajaran merupakan pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan

yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan spesifik (Benny A Pribadi,

2009: 9).

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir

dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan

diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa

dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat

yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi

pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau

menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel

dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal

cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4

(empat) prinsip pembelajaran matematika (Erman Suherman, 2003:298), yaitu :

a. Matematika sebagai pemecahan masalah,

b. Matematika sebagai penalaran,

c. Matematika sebagai komunikasi, dan

d. Matematika sebagai hubungan.

Matematika perlu diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar

untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

12

kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Standar Isi dan Standar

Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006: 396) menyebutkan pemberian mata

pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai

berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan

mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat

dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk menjelaskan keadaan/masalah.

e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu:

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah adalah memberikan penekanan pada penataan latar dan pembentukan

sikap siswa. Tujuan umum adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam

penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu

mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau

pengetahuan (Erman Suherman, 2003:56). Fungsi matematika yang selanjutnya

adalah sebagai ilmu atau pengetahuan, dan tentunya pengajaran matematika di

sekolah harus diwarnai oleh fungsi yang ketiga ini. Guru disadarkan akan perannya

sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di

sekolah.

13

4. Hasil Belajar

Setelah suatu proses belajar berakhir, maka siswa memperoleh suatu hasil

belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 4). Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri

dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan

berakhirnya penggal atau puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah

berkat tindak guru, suatu tujuan proses pengajaran. Pada bagian yang lain,

merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat

dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran

adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam

ijasah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan

pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar.

Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan

kelakuan (Oemar Hamalik, 2005: 27). Sedangkan hasil-hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan

keterampilan (Oemar Hamalik, 2005: 31).

Merujuk pemikiran Gagne (Agus Suprijono, 2010: 5-6), hasil belajar berupa:

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara

spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan

manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,

14

kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip

keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas

kognitif bersifat khas.

c. Startegi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi

dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-

nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2010: 6-7), hasil belajar mencakup

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,

contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan),

synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan

evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization

(karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.

Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial,

15

dan intelektual. Sementara menurut Lindgren (Agus Suprijono, 2010: 7), hasil

pembelajaran meliputi kecakapan, infomasi, pengertian, dan sikap.

Tujuan pembelajaran (Nana Sudjana, 2004: 49-54) yang ingin dicapai dapat

dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual),

bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang motorik

(kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiga aspek tersebut dipandang

sebagai hasil belajar belajar siswa dalam pembelajaran. Berikut ini unsur-unsur yang

terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar tersebut:

a. Hasil belajar bidang kognitif

1) Hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)

Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya

faktual, disamping hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan,

peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan sebagainya.

2) Hasil belajar pemahaman (comprehention)

Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu

konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara

konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.

3) Hasil belajar penerapan (aplikasi)

Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep,

ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan persoalan

dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum

dalam suatu persoalan.

16

4) Hasil belajar analisis

Analisis adalah kesanggupan memecahkan atau mengurai suatu integritas

(kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang

mempunyai arti atau mempunyai tingkatan atau hirarki.

5) Hasil belajar sintesis

Sintesis adalah lawan dari analisis. Bila pada analisis tekanan pada

kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna,

pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi

satu integritas.

6) Hasil belajar evaluasi

Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu

berdasarkan judgment yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.

Dalam tipe ini, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai mengenai baik

tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu.

b. Hasil belajar bidang afektif

Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif tampak

pada siswa dalam bernagai tingkah laku seperti atensi/perhatian terhadap

pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,

kebiasaan belajar, dan lain-lain. Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai

tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana sampai yang kompleks adalah

sebagai berikut:

1) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan

(stimulasi) dari luar yang datang pada siswa.

17

2) Responding/jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap

stimulasi yang datang dari luar.

3) Valuing/penilaian, yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap

gejala atau stimulus tadi.

4) Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi,

termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan,

dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Karakteristik nilai/internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem

nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan

tingkah lakunya.

c. Hasil belajar bidang psikomotor

Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill),

kemampuan bertindak individu (seseorang) ada enam tingkatan yakni:

1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).

2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

3) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif,

motoris, dan lain-lain.

4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan

ketepatan.

5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada

keterampilan yang kompleks.

6) Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti

gerakan ekspresif dan interpretatif.

18

Dari beberapa pendapat tersebut, jadi hasil belajar adalah perubahan perilaku

secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, yakni

kemampuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima

perlakuan yang diberikan guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu

dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar terdiri dari hasil belajar kognitif, hasil

belajar afektif, dan hasil belajar psikomotorik yang tidak dilihat secara terpisah

melainkan secara komprehensif.

5. Efektivitas Pembelajaran

Proses belajar dan mengajar dalam pembelajaran baik siswa maupun guru

bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Pelaksanaan

proses belajar mengajar matematika akan bermakna jika materi yang diberikan guru

kepada siswa dapat dimengerti. Perlu proses dan cara yang tepat agar pembelajaran

yang diberikan dapat dimengerti oleh siswa, salah satunya menciptakan

pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran akan efektif jika dalam

pelaksanaannya sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah

disusun, suasana kelas yang kondusif dan penggunaan metode pembelajaran yang

sesuai.

Kriteria efektivitas menunjuk kepada sejauh mana suatu program dapat

menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Peterson

(Slamet Soewandi, 2005: 44), mengatakan bahwa efektivitas pembelajaran lebih

ditekankan pada hasil, yaitu banyaknya hasil belajar yang dapat dicapai, jangka

waktu pencapaiannya dan jangka waktu bertahannya sesuatu.

19

Menurut Slameto (2003: 92) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran

yang dapat membawa belajar siswa efektif. Pembelajaran akan efektif jika waktu

yang tersedia untuk kegiatan ceramah guru sedikit, sedangkan waktu terbanyak

adalah untuk kegiatan intelektual dan untuk pemeriksaan pemahaman siswa. Untuk

dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif diperlukan syarat-syarat antara lain:

(a) guru harus banyak menggunakan metode dalam mengajar, (b) guru

mempertimbangkan perbedaan individual, (c) guru selalu membuat perencanaan

sebelum mengajar, (d) guru harus menciptakan suasana yang demokratis, (e) guru

perlu memberikan masalah-masalah yang merangsang untuk berpikir, (f) semua

pelajaran yang diberikan perlu diintegrasikan sehingga saling memiliki pengetahuan

yang terintegrasi, (g) pelajaran yang diberikan di sekolah perlu dihubungkan dengan

kehidupan nyata di masyarakat, serta (h) dalam interaksi belajar mengajar, guru

harus banyak memberikan kebebasan pada siswa untuk dapat menyelidiki sendiri,

mengamati sendiri, belajar sendiri, dan pemecahan masalah sendiri.

Nana Sudjana (2002: 34-35) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran

efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Dari segi proses, suatu

pembelajaran harus merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subjek

belajar mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya secara efektif.

Dari segi hasil, pengajaran haruslah menekankan pada tingkat penguasaan tujuan

oleh siswa, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keefektifan proses pengajaran

dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu (1) perencanaan pengajaran; (2) adanya

motivasi; (3) penggunaan media dan metode yang beragam; (4) adanya koreksi

terhadap siswa secara mandiri; (5) tidak mengesampingkan perbedaan individual;

20

dan (6) suasana pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang siswa untuk

belajar.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas

pembelajaran adalah kesesuaian antara hasil yang dicapai pada saat pembelajaran

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Efektivitas pembelajaran

ditunjukan oleh tingkat pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang telah

ditentukan. Aspek keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat

pencapaian siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Efektivitas pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan cara

memberikan soal atau test pada siswa untuk mengukur kemampuan siswa dalam

menguasai pelajaran matematika yang telah disampaikan guru. Nilai yang didapat

kemudian dilihat apakah sudah mencapai KKM apa belum, setelah itu melihat berapa

banyak siswa dalam suatu kelas yang telah mencapai KKM. Menurut Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP Negeri 4 Yogyakarta secara individual,

siswa dikatakan tuntas belajar matematika apabila telah mencapai nilai KKM yaitu

71, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas apabila 75% dari jumlah siswa telah

mencapai nilai KKM. Jadi pembelajaran matematika di SMP Negeri 4 Yogyakarta

dikatakan efektif jika ketuntasan belajar siswa secara klasikal minimal 75% dari

jumlah siswa yang mencapai KKM.

6. Metode Pembelajaran Kooperatif

Metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan

yang ditempuh. Metode berkaitan dengan cara kerja untuk dapat memahami objek

yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode berfungsi sebagai alat untuk

21

mencapai tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan

oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung

pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru.

Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang

dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran

(Hamzah B Uno, 2008: 2). Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu

berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat

implementatif. Dengan kata lain, metode yang dipilih oleh masing-masing guru

sama, tetapi menggunakan teknik yang berbeda.

Menurut Anita Lie, pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafat homo

homini socius (Agus Suprijono, 2010: 56). Falsafah ini menekankan bahwa manusia

adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua

kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan

bersama. Dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting

artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu,

keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya.

Sementara menurut Slavin (2010: 4), pembelajaran kooperatif merujuk pada

berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi

pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,

saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang

mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

22

Dalam pembelajaran kooperatif, pengelompokan dilakukan berdasarkan

heterogenitas yaitu memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang, agama,

sosio-ekonomi, etnik, serta kemampuan akademis. Beberapa kelebihan

pengelompokan secara heterogen (Anita Lie, 2008: 41-43) adalah: memberikan

kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung diantara

anggota kelompok, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan

gender, serta memudahkan pengelolaan kelas karena dalam setiap kelompok paling

tidak ada satu siswa yang berkemampuan akademis tinggi sehingga secara tidak

langsung menjadi asisten guru bagi teman-teman dalam kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada

unsur-unsur pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian

kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur metode pembelajaran

kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.

Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008: 31-35) mengemukakan bahwa ada

lima unsur dasar pembelajaran kooperatif:

a. positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2

pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan

kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu

mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

23

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :

1) Menumbuhkan perasaan siswa bahwa dirinya terintegrasi dalam

kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok

mencapai tujuan.

2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan

yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap siswa dalam kelompok hanya

mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.

4) Setiap siswa ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung

dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan

siswa lain dalam kelompok.

b. personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua

anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

c. face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan

positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah :

1) Saling membantu secara efektif dan efisien

2) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan

3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien

4) Saling mengingatkan

5) Saling percaya

6) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama

24

d. interpersonal skill (komunikasi antaranggota)

Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam

pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :

1) Saling mengenal dan mempercayai

2) Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius

3) Saling menerima dan saling mendukung

4) Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

e. group processing (pemrosesan kelompok)

Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok

dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan

dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas

anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk

mencapai tujuan kelompok.

Berikut adalah langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif

menurut Agus Suprijono (2009: 65):

25

Tabel 1. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1: Present goals and seat

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan

mempersiapkan peserta didik siap

belajar.

Fase 2: Present information

Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada

peserta didik secara verbal.

Fase 3: Organize students into learning

teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam

tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta

didik tentang tata cara pembentukan tim

belajar dan membantu kelompok

melakukan transisi yang efisien.

Fase 4: Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama

peserta didik mengerjakan tugasnya.

Fase 5: Test on the material

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik

mengenai berbagai materi pembelajaran

atau kelompok-kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuan atau

penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui

usaha dan hasil belajar individu maupun

kelompok.

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif (Rusman, 2011: 206), yakni: (1)

cooperative task atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure atau

struktur intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang

menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang telah

diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama merupakan sesuatu hal yang

membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai

tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan

26

hasil belajar siswa (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan

menghargai pendapat orang lain.

Menurut Wina Sanjaya (Rusman, 2011: 206), pembelajaran kooperatif dapat

dijelaskan dalam beberapa perspektif yaitu:

a. perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok

yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan

kelompok.

b. perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling

membantu dalam belajar. Karena mereka menginginkan semua anggota

kelompok memperoleh keberhasilan.

c. perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara

anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir

mengolah berbagai informasi.

Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan

keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu metode pembelajaran

kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur

tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan

bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja

sama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.

7. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana, dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru

27

yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Siswa di kelas tertentu dibagi

menjadi beberapa kelompok atau tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender,

dari berbagai kelompok suku atau etnis, dan dengan hasil belajar rendah, sedang, dan

tinggi. Anggota-anggota kelompok menggunakan worksheets atau alat belajar lain

untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk

mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis, atau

melaksanakan diskusi tim.

Siswa yang terlibat dalam pembelajaran STAD dibagi dalam tim belajar yang

terdiri atas 4-5 orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar

belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim

mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.

Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri,

saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Skor kuis para siswa

dibandingkan dengan skor pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-

masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa

dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan

untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan

mendapatkan sertifikat atau penghargaan lainnya (Sharan, 2009: 5).

Slavin (2000: 71-73) mengemukakan bahwa metode pembelajaran STAD

terdiri atas lima komponen utama, yaitu:

a. Presentasi kelas

Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas.

Presentasi kelas dapat dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau

28

pengajaran diskusi dengan guru, tetapi dapat juga presentasi menggunakan audio

visual. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya

karena dalam STAD hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa

harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian,

siswa dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang

diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena hal tersebut juga akan

membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya juga akan

mempengaruhi skor dari kelompok mereka.

b. Kerja kelompok

Tim atau kelompok terdiri dari empat atau lima orang siswa mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi,

jenis kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari kelompok adalah memastikan

bahwa semua anggota kelompok telah menguasai materi yang diberikan dan

juga untuk mempersiapkan anggota kelompok dalam menghadapi kuis, sehingga

semua anggota kelompok dapat mengerjakan dengan baik. Setelah guru

mempresentasikan materi, anggota kelompok secara bersama-sama mempelajari

lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini, siswa

mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban dari

masing-masing anggota kelompok dan membetulkan kesalahan konsep dari

anggota kelompok. Kelompok merupakan hal penting yang harus ditonjolkan

dalam STAD. Dalam setiap langkah, titik beratnya adalah membuat anggota

kelompok melakukan yang terbaik untuk kelompok, dan kelompok pun harus

melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.

29

c. Kuis

Setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu sampai dua kali praktik

kelompok, para siswa menjalani kuis perseorangan. Siswa-siswa tidak diijinkan

saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa

setiap siswa secara perseorangan bertanggung jawab atas pengetahuan yang

mereka peroleh.

d. Skor kemajuan perseorangan

Gagasan di balik skor kemajuan perseorangan adalah untuk memberikan kepada

tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih

giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa

dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam

sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa

memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor awal yang

diperoleh dari nilai kinerja siswa tersebut sebelumnya. Siswa selanjutnya akan

mengumpulkan poin untuk kelompok mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor

kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

Tingkatan skor kemajuan (Slavin, 2010: 159), adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Skor Kemajuan

Skor kuis Skor kemajuan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5

Nilai kuis/tes terkini turun 1- 10 poin di bawah nilai awal 10

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10

poin di atas nilai awal 20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal 30

Nilai kuis/tes sempurna (terlepas dari skor awal) 30

30

e. Penghargaan kelompok

Kelompok akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor kelompok siswa

akan digunakan untuk menentukan tingkat pemahaman siswa. Cara-cara

penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut:

1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal)

dapat berupa nilai tes/kuis atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

2) Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja

dalam kelompok.

3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan

berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai daasr (awal) masing-masing

siswa.

Adapun tiga macam tingkatan penghargaan yang diberikan, berdasarkan pada

rata-rata skor tim sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Penghargaan Kelompok

Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan

15 Kelompok Baik

20 Kelompok Hebat

25 Kelompok Super

8. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

TAI adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh

Robert E. Slavin. TAI didesain khusus untuk pembelajaran matematika. Tipe ini

mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran

31

individual yang dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.

Hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas

oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab bersama.

Dalam metode ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai

bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan

partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan

kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Hal yang menjadi ciri utama TAI yaitu adanya tes penempatan atau placement

test yang diselengggarakan sebelum memulai proses pembelajaran. Tes tersebut

digunakan untuk melihat kemampuan invidual siswa yang kemudian dijadikan dasar

dalam pembentukan kelompok agar kelompok terdiri dari anggota yang heterogen.

Fokus pembelajaran TAI adalah pada konsep-konsep yang ada di balik algoritma

yang dipelajari para siswa dalam kegiatan individual.

Menurut Slavin (2008: 15), langkah-langkah pembelajaran dengan metode

Teams Assisted Individualization ( TAI ) yaitu:

a. Tes penempatan kelompok

Tes penempatan kelompok dilaksanakan pada awal pelaksanaan metode TAI.

Hasil dari tes penempatan digunakan sebgaai acuan dalam pembentukan

kelompok.

b. Belajar secara individu

Siswa menyelesaikan tugas berupa soal-soal yang berkaitan dengan materi yang

diajarkan pada LKS yang sudah disediakan oleh guru secara individu.

32

c. Belajar kelompok

Siswa melakukan pengecekan jawaban dengan anggota kelompok dengan cara

bertukar jawab. Siswa saling membantu jika ada yang mengalamai kesulitan

dalam belajar.

d. Tes

Pada akhir pembelajaran, siswa mengerjakan tes/kuis secara individu. Tes

mencakup topik yang telah dipelajari serta digunakan untuk mengetahui sejauh

mana pemahaman individu terhadap materi yang dipelajari. Skor tes individu

akan disumbangkan ke dalam skor kelompok.

e. Perhitungan nilai kelompok dan pemberian penghargaan bagi kelompok

Di setiap akhir minggu guru menghitung nilai kelompok. Skor ini berdasarkan

pada nilai tes yang dikerjakan oleh setiap anggota kelompok. Kemudian nilai

kelompok dikategorikan, selanjutnya pemberian penghargaan pada kelompok

yang termasuk kriteria tinggi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan metode pembelajaran TAI merupakan

metode pembelajaran yang menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan

pembelajaran individual. Siswa dikelompokkan berdasarkan tes penempatan dan

kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Teman satu

tim saling memeriksa hasil kerja siswa yang lain dan saling membantu dalam

menyelesaikan berbagai masalah. Siswa yang berkemampuan akademik tinggi

membantu siswa yang mengalami masalah dalam memahami materi. Unit tes yang

terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim. Tiap minggu guru menjumlah

skor dari tiap unit yang telah diselesaikan semua anggota tim dan memberikan

33

sertifikat atau penghargaan tim untuk tim yang berhasil melampaui kriteria skor yang

didasarkan pada angka tes terakhir.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Shinta

Pebrasari dengan judul “Komparasi Prestasi Belajar Matematika Siswa Antara Kelas

yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Divison (STAD) dan Pembelajaran Ekspositori di Kelas VIII MtsN Wonosari”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang normal serta

homogen. Setelah itu, dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t sehingga diperoleh

hasil, yaitu: (1) pembelajaran materi SPLDV dengan menggunakan STAD serta

pembelajaran menggunakan ekspositori efektif digunakan, (2) pembelajaran materi

SPLDV menggunkan STAD lebih efektif digunakan dibandingkan dengan

pembelajaran dengan ekspositori.

Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi

Harjanti Ikaningsih dengan judul “Upaya Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar

Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated

Instruction”. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil belajar

matematika siswa mengalami peningkatan setelah menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI. Hal ini dapat ditunjukkan dari rata-rata skor tes

siswa, yaitu rata-rata skor tes penempatan 43,38; tes pada akhir siklus I 68,11; dan

tes pada akhir siklus II 75,59.

34

C. Kerangka Berpikir

Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai

oleh siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

1. Metode pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan;

2. Adanya masalah-masalah dalam pelaksanaan sistem intruksional;

3. Rumusan tujuan-tujuan pembelajaran tidak realistis.

Oleh karena itu, metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa, akan

ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan.

Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan pengunaan metode yang

tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri di dalam suatu metode.

Salah satunya adalah kegiatan pembelajaran yang diterapkan. Penerapan

metode pembelajaran yang sesuai dapat memberi kontribusi positif terhadap hasil

belajar siswa. Semakin baik pembelajaran yang diterapkan menjamin kebutuhan

belajar dan sesuai tingkat pendidikan serta karakteristik peserta didik, maka semakin

baik pula pencapaian hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi

tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,

afektif dan psikomotorik.

Metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang

bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya

mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting yaitu: hasil

35

akademik, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman dan pengembangan

keterampilan sosial.

STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran

STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam

kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan

siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu

bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis

perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling

membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa dibandingkan dengan nilai rata-

rata nilai mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah

berdasarkan seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya.

Pembelajaran STAD bisa memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu

sama lain untuk menguasai materi yang telah diajarkan guru.

TAI termasuk salah satu dari tipe pembelajaran kooperatif. TAI didesain

khusus untuk pembelajaran matematika. Tahap-tahap TAI antara lain: tes

penempatan, belajar kelompok dan pemberian penghargaan bagi kelompok. Dalam

pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI para siswa

bekerja dalam kelompok dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa

secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling

memberi dorongan untuk maju. Fokus pengajarannya adalah pada konsep-konsep

yang ada dibalik algoritma yang dipelajari para siswa dalam kegiatan individual.

Metode pembelajaran kooperatif TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang

sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif.

36

Berdasarkan kelebihan dan karakteristik yang dimiliki metode pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI, diduga metode

pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih efektif ditinjau dari hasil belajar matematika

siswa. Dengan demikian hasil belajar matematika siswa yang belajar dengan metode

pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih baik daripada siswa yang belajar dengan

metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut ini:

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

Diharapkan metode TAI lebih efektif

daripada metode STAD ditinjau dari

hasil belajar matematika siswa

Hasil Belajar

(dibandingkan)

diperoleh

Hasil belajar matematika siswa

Metode Pembelajaran

Metode Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD

Metode Pembelajaran

Kooperatif Tipe TAI

dipengaruhi

37

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini:

1. Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari hasil belajar

matematika siswa pada materi keliling dan luas segi empat.

2. Metode pembelajaran kooperatif tipe TAI efektif ditinjau dari hasil belajar

matematika siswa pada materi keliling dan luas segi empat.

3. Metode pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih efektif daripada metode

pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari hasil belajar matematika siswa pada

materi keliling dan luas segi empat.