bab ii kajian teori a. deskripsi teori 1. pengertian belajareprints.uny.ac.id/9485/14/bab...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku (Wina Sanjaya, 2009:112). Aktivitas
mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat
atau tidak dapat disaksikan. Hal itu hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya
gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.
Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10), belajar pada hakikatnya
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut
dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh
pebelajar. Sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi
kapabilitas baru. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu
kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.
Hilgard (Wina Sanjaya, 2009: 112), menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium
maupun dalam lingkungan alamiah. Dengan demikian belajar dianggap sebagai
proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(Oemar Hamalik, 2005:27). Dari pengertian ini, maka belajar merupakan suatu
9
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.
Menurut Mayer pengertian belajar sebagai perubahan yang relatif permanen
dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalaman
(Benny A Pribadi, 2009: 8). Pengalaman yang sengaja didesain untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang akan menyebabkan berlangsungnya
proses belajar.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan
tingkah laku dan kemampuan beraksi yang relatif permanen atau menetap karena
adanya interaksi individu dengan lingkungan dan dunia nyata. Melalui proses belajar
seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik.
2. Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”.
Perkataan tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau
ilmu (knowledge, science) (Erman Suherman, 2003:15). Menurut James dan James
(Erman Suherman, 2003: 16) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang
yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan, Johnson dan Rising (Erman
Suherman, 2003: 17) mengatakan bahwa bahwa matematika adalah pola berpikir,
10
pola mengorganisasi, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika yang berkenaan dengan simbol mengenai ide,
struktur, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya yang diatur
menurut urutan yang logis. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan. Matematika diberikan kepada semua siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Menurut Erman Suherman (2003: 58), tujuan diberikannya matematika mulai
dari sekolah dasar adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi
perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien, dengan kata lain memberikan penekanan pada penataan nalar dan
pembentukan sikap siswa. Tujuan yang lain adalah untuk mempersiapkan siswa agar
dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-
hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
11
3. Pembelajaran Matematika
Proses belajar mengajar dengan segala interaksi di dalamnya disebut
pembelajaran. Menurut Patricia L. Smith dan Ragan mengemukakan bahwa
pembelajaran merupakan pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan
yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan spesifik (Benny A Pribadi,
2009: 9).
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir
dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan
diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa
dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat
yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi
pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau
menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel
dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal
cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.
NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics) merekomendasikan 4
(empat) prinsip pembelajaran matematika (Erman Suherman, 2003:298), yaitu :
a. Matematika sebagai pemecahan masalah,
b. Matematika sebagai penalaran,
c. Matematika sebagai komunikasi, dan
d. Matematika sebagai hubungan.
Matematika perlu diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
12
kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006: 396) menyebutkan pemberian mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan
mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu:
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah memberikan penekanan pada penataan latar dan pembentukan
sikap siswa. Tujuan umum adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam
penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu
mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau
pengetahuan (Erman Suherman, 2003:56). Fungsi matematika yang selanjutnya
adalah sebagai ilmu atau pengetahuan, dan tentunya pengajaran matematika di
sekolah harus diwarnai oleh fungsi yang ketiga ini. Guru disadarkan akan perannya
sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di
sekolah.
13
4. Hasil Belajar
Setelah suatu proses belajar berakhir, maka siswa memperoleh suatu hasil
belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 4). Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal atau puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah
berkat tindak guru, suatu tujuan proses pengajaran. Pada bagian yang lain,
merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat
dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran
adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam
ijasah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan
pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar.
Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan
kelakuan (Oemar Hamalik, 2005: 27). Sedangkan hasil-hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan
keterampilan (Oemar Hamalik, 2005: 31).
Merujuk pemikiran Gagne (Agus Suprijono, 2010: 5-6), hasil belajar berupa:
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara
spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan
manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
14
kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip
keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas
kognitif bersifat khas.
c. Startegi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi
dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-
nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2010: 6-7), hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge
(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan),
synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization
(karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial,
15
dan intelektual. Sementara menurut Lindgren (Agus Suprijono, 2010: 7), hasil
pembelajaran meliputi kecakapan, infomasi, pengertian, dan sikap.
Tujuan pembelajaran (Nana Sudjana, 2004: 49-54) yang ingin dicapai dapat
dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual),
bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang motorik
(kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiga aspek tersebut dipandang
sebagai hasil belajar belajar siswa dalam pembelajaran. Berikut ini unsur-unsur yang
terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar tersebut:
a. Hasil belajar bidang kognitif
1) Hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya
faktual, disamping hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan,
peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan sebagainya.
2) Hasil belajar pemahaman (comprehention)
Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu
konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara
konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.
3) Hasil belajar penerapan (aplikasi)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep,
ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan persoalan
dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum
dalam suatu persoalan.
16
4) Hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecahkan atau mengurai suatu integritas
(kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang
mempunyai arti atau mempunyai tingkatan atau hirarki.
5) Hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan dari analisis. Bila pada analisis tekanan pada
kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna,
pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi
satu integritas.
6) Hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu
berdasarkan judgment yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
Dalam tipe ini, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai mengenai baik
tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu.
b. Hasil belajar bidang afektif
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif tampak
pada siswa dalam bernagai tingkah laku seperti atensi/perhatian terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas,
kebiasaan belajar, dan lain-lain. Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai
tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana sampai yang kompleks adalah
sebagai berikut:
1) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulasi) dari luar yang datang pada siswa.
17
2) Responding/jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap
stimulasi yang datang dari luar.
3) Valuing/penilaian, yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus tadi.
4) Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi,
termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan,
dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5) Karakteristik nilai/internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem
nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya.
c. Hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill),
kemampuan bertindak individu (seseorang) ada enam tingkatan yakni:
1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif,
motoris, dan lain-lain.
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
6) Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti
gerakan ekspresif dan interpretatif.
18
Dari beberapa pendapat tersebut, jadi hasil belajar adalah perubahan perilaku
secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, yakni
kemampuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima
perlakuan yang diberikan guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu
dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar terdiri dari hasil belajar kognitif, hasil
belajar afektif, dan hasil belajar psikomotorik yang tidak dilihat secara terpisah
melainkan secara komprehensif.
5. Efektivitas Pembelajaran
Proses belajar dan mengajar dalam pembelajaran baik siswa maupun guru
bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Pelaksanaan
proses belajar mengajar matematika akan bermakna jika materi yang diberikan guru
kepada siswa dapat dimengerti. Perlu proses dan cara yang tepat agar pembelajaran
yang diberikan dapat dimengerti oleh siswa, salah satunya menciptakan
pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran akan efektif jika dalam
pelaksanaannya sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah
disusun, suasana kelas yang kondusif dan penggunaan metode pembelajaran yang
sesuai.
Kriteria efektivitas menunjuk kepada sejauh mana suatu program dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Peterson
(Slamet Soewandi, 2005: 44), mengatakan bahwa efektivitas pembelajaran lebih
ditekankan pada hasil, yaitu banyaknya hasil belajar yang dapat dicapai, jangka
waktu pencapaiannya dan jangka waktu bertahannya sesuatu.
19
Menurut Slameto (2003: 92) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang dapat membawa belajar siswa efektif. Pembelajaran akan efektif jika waktu
yang tersedia untuk kegiatan ceramah guru sedikit, sedangkan waktu terbanyak
adalah untuk kegiatan intelektual dan untuk pemeriksaan pemahaman siswa. Untuk
dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif diperlukan syarat-syarat antara lain:
(a) guru harus banyak menggunakan metode dalam mengajar, (b) guru
mempertimbangkan perbedaan individual, (c) guru selalu membuat perencanaan
sebelum mengajar, (d) guru harus menciptakan suasana yang demokratis, (e) guru
perlu memberikan masalah-masalah yang merangsang untuk berpikir, (f) semua
pelajaran yang diberikan perlu diintegrasikan sehingga saling memiliki pengetahuan
yang terintegrasi, (g) pelajaran yang diberikan di sekolah perlu dihubungkan dengan
kehidupan nyata di masyarakat, serta (h) dalam interaksi belajar mengajar, guru
harus banyak memberikan kebebasan pada siswa untuk dapat menyelidiki sendiri,
mengamati sendiri, belajar sendiri, dan pemecahan masalah sendiri.
Nana Sudjana (2002: 34-35) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran
efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Dari segi proses, suatu
pembelajaran harus merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subjek
belajar mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya secara efektif.
Dari segi hasil, pengajaran haruslah menekankan pada tingkat penguasaan tujuan
oleh siswa, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keefektifan proses pengajaran
dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu (1) perencanaan pengajaran; (2) adanya
motivasi; (3) penggunaan media dan metode yang beragam; (4) adanya koreksi
terhadap siswa secara mandiri; (5) tidak mengesampingkan perbedaan individual;
20
dan (6) suasana pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang siswa untuk
belajar.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pembelajaran adalah kesesuaian antara hasil yang dicapai pada saat pembelajaran
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Efektivitas pembelajaran
ditunjukan oleh tingkat pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan. Aspek keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat
pencapaian siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Efektivitas pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan cara
memberikan soal atau test pada siswa untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menguasai pelajaran matematika yang telah disampaikan guru. Nilai yang didapat
kemudian dilihat apakah sudah mencapai KKM apa belum, setelah itu melihat berapa
banyak siswa dalam suatu kelas yang telah mencapai KKM. Menurut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP Negeri 4 Yogyakarta secara individual,
siswa dikatakan tuntas belajar matematika apabila telah mencapai nilai KKM yaitu
71, sedangkan secara klasikal dikatakan tuntas apabila 75% dari jumlah siswa telah
mencapai nilai KKM. Jadi pembelajaran matematika di SMP Negeri 4 Yogyakarta
dikatakan efektif jika ketuntasan belajar siswa secara klasikal minimal 75% dari
jumlah siswa yang mencapai KKM.
6. Metode Pembelajaran Kooperatif
Metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Metode berkaitan dengan cara kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode berfungsi sebagai alat untuk
21
mencapai tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan
oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung
pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang
dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Hamzah B Uno, 2008: 2). Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu
berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat
implementatif. Dengan kata lain, metode yang dipilih oleh masing-masing guru
sama, tetapi menggunakan teknik yang berbeda.
Menurut Anita Lie, pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafat homo
homini socius (Agus Suprijono, 2010: 56). Falsafah ini menekankan bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua
kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting
artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu,
keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya.
Sementara menurut Slavin (2010: 4), pembelajaran kooperatif merujuk pada
berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi
pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,
saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang
mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
22
Dalam pembelajaran kooperatif, pengelompokan dilakukan berdasarkan
heterogenitas yaitu memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang, agama,
sosio-ekonomi, etnik, serta kemampuan akademis. Beberapa kelebihan
pengelompokan secara heterogen (Anita Lie, 2008: 41-43) adalah: memberikan
kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung diantara
anggota kelompok, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan
gender, serta memudahkan pengelolaan kelas karena dalam setiap kelompok paling
tidak ada satu siswa yang berkemampuan akademis tinggi sehingga secara tidak
langsung menjadi asisten guru bagi teman-teman dalam kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok. Ada
unsur-unsur pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur metode pembelajaran
kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.
Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008: 31-35) mengemukakan bahwa ada
lima unsur dasar pembelajaran kooperatif:
a. positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2
pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
23
Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :
1) Menumbuhkan perasaan siswa bahwa dirinya terintegrasi dalam
kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok
mencapai tujuan.
2) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan
yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.
3) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap siswa dalam kelompok hanya
mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.
4) Setiap siswa ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung
dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan
siswa lain dalam kelompok.
b. personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
c. face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan
positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah :
1) Saling membantu secara efektif dan efisien
2) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
3) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien
4) Saling mengingatkan
5) Saling percaya
6) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama
24
d. interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam
pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :
1) Saling mengenal dan mempercayai
2) Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
3) Saling menerima dan saling mendukung
4) Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
e. group processing (pemrosesan kelompok)
Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok
dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan
dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk
mencapai tujuan kelompok.
Berikut adalah langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif
menurut Agus Suprijono (2009: 65):
25
Tabel 1. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: Present goals and seat
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap
belajar.
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal.
Fase 3: Organize students into learning
teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam
tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien.
Fase 4: Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5: Test on the material
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan hasil belajar individu maupun
kelompok.
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif (Rusman, 2011: 206), yakni: (1)
cooperative task atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure atau
struktur intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang
menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang telah
diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama merupakan sesuatu hal yang
membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai
tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan
26
hasil belajar siswa (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan
menghargai pendapat orang lain.
Menurut Wina Sanjaya (Rusman, 2011: 206), pembelajaran kooperatif dapat
dijelaskan dalam beberapa perspektif yaitu:
a. perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok
yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan
kelompok.
b. perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling
membantu dalam belajar. Karena mereka menginginkan semua anggota
kelompok memperoleh keberhasilan.
c. perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara
anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir
mengolah berbagai informasi.
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu metode pembelajaran
kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur
tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan
bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerja
sama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru
27
yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Siswa di kelas tertentu dibagi
menjadi beberapa kelompok atau tim belajar, dengan wakil-wakil dari kedua gender,
dari berbagai kelompok suku atau etnis, dan dengan hasil belajar rendah, sedang, dan
tinggi. Anggota-anggota kelompok menggunakan worksheets atau alat belajar lain
untuk menguasai berbagai materi akademis dan kemudian saling membantu untuk
mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling memberikan kuis, atau
melaksanakan diskusi tim.
Siswa yang terlibat dalam pembelajaran STAD dibagi dalam tim belajar yang
terdiri atas 4-5 orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.
Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri,
saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Skor kuis para siswa
dibandingkan dengan skor pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-
masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa
dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan
untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan
mendapatkan sertifikat atau penghargaan lainnya (Sharan, 2009: 5).
Slavin (2000: 71-73) mengemukakan bahwa metode pembelajaran STAD
terdiri atas lima komponen utama, yaitu:
a. Presentasi kelas
Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas.
Presentasi kelas dapat dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau
28
pengajaran diskusi dengan guru, tetapi dapat juga presentasi menggunakan audio
visual. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya
karena dalam STAD hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa
harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian,
siswa dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang
diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena hal tersebut juga akan
membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya juga akan
mempengaruhi skor dari kelompok mereka.
b. Kerja kelompok
Tim atau kelompok terdiri dari empat atau lima orang siswa mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi,
jenis kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari kelompok adalah memastikan
bahwa semua anggota kelompok telah menguasai materi yang diberikan dan
juga untuk mempersiapkan anggota kelompok dalam menghadapi kuis, sehingga
semua anggota kelompok dapat mengerjakan dengan baik. Setelah guru
mempresentasikan materi, anggota kelompok secara bersama-sama mempelajari
lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini, siswa
mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban dari
masing-masing anggota kelompok dan membetulkan kesalahan konsep dari
anggota kelompok. Kelompok merupakan hal penting yang harus ditonjolkan
dalam STAD. Dalam setiap langkah, titik beratnya adalah membuat anggota
kelompok melakukan yang terbaik untuk kelompok, dan kelompok pun harus
melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
29
c. Kuis
Setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu sampai dua kali praktik
kelompok, para siswa menjalani kuis perseorangan. Siswa-siswa tidak diijinkan
saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa
setiap siswa secara perseorangan bertanggung jawab atas pengetahuan yang
mereka peroleh.
d. Skor kemajuan perseorangan
Gagasan di balik skor kemajuan perseorangan adalah untuk memberikan kepada
tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih
giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa
dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam
sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa
memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor awal yang
diperoleh dari nilai kinerja siswa tersebut sebelumnya. Siswa selanjutnya akan
mengumpulkan poin untuk kelompok mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor
kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
Tingkatan skor kemajuan (Slavin, 2010: 159), adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Skor Kemajuan
Skor kuis Skor kemajuan
Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5
Nilai kuis/tes terkini turun 1- 10 poin di bawah nilai awal 10
Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10
poin di atas nilai awal 20
Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal 30
Nilai kuis/tes sempurna (terlepas dari skor awal) 30
30
e. Penghargaan kelompok
Kelompok akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor kelompok siswa
akan digunakan untuk menentukan tingkat pemahaman siswa. Cara-cara
penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut:
1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal)
dapat berupa nilai tes/kuis atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
2) Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja
dalam kelompok.
3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai daasr (awal) masing-masing
siswa.
Adapun tiga macam tingkatan penghargaan yang diberikan, berdasarkan pada
rata-rata skor tim sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Penghargaan Kelompok
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
15 Kelompok Baik
20 Kelompok Hebat
25 Kelompok Super
8. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
TAI adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
Robert E. Slavin. TAI didesain khusus untuk pembelajaran matematika. Tipe ini
mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
31
individual yang dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas
oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab bersama.
Dalam metode ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai
bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan
partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Hal yang menjadi ciri utama TAI yaitu adanya tes penempatan atau placement
test yang diselengggarakan sebelum memulai proses pembelajaran. Tes tersebut
digunakan untuk melihat kemampuan invidual siswa yang kemudian dijadikan dasar
dalam pembentukan kelompok agar kelompok terdiri dari anggota yang heterogen.
Fokus pembelajaran TAI adalah pada konsep-konsep yang ada di balik algoritma
yang dipelajari para siswa dalam kegiatan individual.
Menurut Slavin (2008: 15), langkah-langkah pembelajaran dengan metode
Teams Assisted Individualization ( TAI ) yaitu:
a. Tes penempatan kelompok
Tes penempatan kelompok dilaksanakan pada awal pelaksanaan metode TAI.
Hasil dari tes penempatan digunakan sebgaai acuan dalam pembentukan
kelompok.
b. Belajar secara individu
Siswa menyelesaikan tugas berupa soal-soal yang berkaitan dengan materi yang
diajarkan pada LKS yang sudah disediakan oleh guru secara individu.
32
c. Belajar kelompok
Siswa melakukan pengecekan jawaban dengan anggota kelompok dengan cara
bertukar jawab. Siswa saling membantu jika ada yang mengalamai kesulitan
dalam belajar.
d. Tes
Pada akhir pembelajaran, siswa mengerjakan tes/kuis secara individu. Tes
mencakup topik yang telah dipelajari serta digunakan untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman individu terhadap materi yang dipelajari. Skor tes individu
akan disumbangkan ke dalam skor kelompok.
e. Perhitungan nilai kelompok dan pemberian penghargaan bagi kelompok
Di setiap akhir minggu guru menghitung nilai kelompok. Skor ini berdasarkan
pada nilai tes yang dikerjakan oleh setiap anggota kelompok. Kemudian nilai
kelompok dikategorikan, selanjutnya pemberian penghargaan pada kelompok
yang termasuk kriteria tinggi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan metode pembelajaran TAI merupakan
metode pembelajaran yang menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan
pembelajaran individual. Siswa dikelompokkan berdasarkan tes penempatan dan
kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Teman satu
tim saling memeriksa hasil kerja siswa yang lain dan saling membantu dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Siswa yang berkemampuan akademik tinggi
membantu siswa yang mengalami masalah dalam memahami materi. Unit tes yang
terakhir akan dilakukan tanpa bantuan teman satu tim. Tiap minggu guru menjumlah
skor dari tiap unit yang telah diselesaikan semua anggota tim dan memberikan
33
sertifikat atau penghargaan tim untuk tim yang berhasil melampaui kriteria skor yang
didasarkan pada angka tes terakhir.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Shinta
Pebrasari dengan judul “Komparasi Prestasi Belajar Matematika Siswa Antara Kelas
yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement
Divison (STAD) dan Pembelajaran Ekspositori di Kelas VIII MtsN Wonosari”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang normal serta
homogen. Setelah itu, dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t sehingga diperoleh
hasil, yaitu: (1) pembelajaran materi SPLDV dengan menggunakan STAD serta
pembelajaran menggunakan ekspositori efektif digunakan, (2) pembelajaran materi
SPLDV menggunkan STAD lebih efektif digunakan dibandingkan dengan
pembelajaran dengan ekspositori.
Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi
Harjanti Ikaningsih dengan judul “Upaya Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated
Instruction”. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil belajar
matematika siswa mengalami peningkatan setelah menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI. Hal ini dapat ditunjukkan dari rata-rata skor tes
siswa, yaitu rata-rata skor tes penempatan 43,38; tes pada akhir siklus I 68,11; dan
tes pada akhir siklus II 75,59.
34
C. Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
1. Metode pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan;
2. Adanya masalah-masalah dalam pelaksanaan sistem intruksional;
3. Rumusan tujuan-tujuan pembelajaran tidak realistis.
Oleh karena itu, metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan
belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa, akan
ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan.
Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan pengunaan metode yang
tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri di dalam suatu metode.
Salah satunya adalah kegiatan pembelajaran yang diterapkan. Penerapan
metode pembelajaran yang sesuai dapat memberi kontribusi positif terhadap hasil
belajar siswa. Semakin baik pembelajaran yang diterapkan menjamin kebutuhan
belajar dan sesuai tingkat pendidikan serta karakteristik peserta didik, maka semakin
baik pula pencapaian hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang
bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya
mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting yaitu: hasil
35
akademik, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman dan pengembangan
keterampilan sosial.
STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran
STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam
kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan
siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu
bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis
perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling
membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa dibandingkan dengan nilai rata-
rata nilai mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah
berdasarkan seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya.
Pembelajaran STAD bisa memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu
sama lain untuk menguasai materi yang telah diajarkan guru.
TAI termasuk salah satu dari tipe pembelajaran kooperatif. TAI didesain
khusus untuk pembelajaran matematika. Tahap-tahap TAI antara lain: tes
penempatan, belajar kelompok dan pemberian penghargaan bagi kelompok. Dalam
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI para siswa
bekerja dalam kelompok dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa
secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling
memberi dorongan untuk maju. Fokus pengajarannya adalah pada konsep-konsep
yang ada dibalik algoritma yang dipelajari para siswa dalam kegiatan individual.
Metode pembelajaran kooperatif TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang
sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif.
36
Berdasarkan kelebihan dan karakteristik yang dimiliki metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif tipe TAI, diduga metode
pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih efektif ditinjau dari hasil belajar matematika
siswa. Dengan demikian hasil belajar matematika siswa yang belajar dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih baik daripada siswa yang belajar dengan
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut ini:
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Diharapkan metode TAI lebih efektif
daripada metode STAD ditinjau dari
hasil belajar matematika siswa
Hasil Belajar
(dibandingkan)
diperoleh
Hasil belajar matematika siswa
Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe TAI
dipengaruhi
37
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini:
1. Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari hasil belajar
matematika siswa pada materi keliling dan luas segi empat.
2. Metode pembelajaran kooperatif tipe TAI efektif ditinjau dari hasil belajar
matematika siswa pada materi keliling dan luas segi empat.
3. Metode pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih efektif daripada metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari hasil belajar matematika siswa pada
materi keliling dan luas segi empat.