bab ii kajian teori 2.1 penegakan hukum -...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam bahasa belanda disebut dengan
rechtstoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa inggris law
enforcement, meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro. Bersifat
makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara, sedangkan dalam pengertian mikro terbatas dalam proses
pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan,
penuntutan hingga pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.1
Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakikatnya
merupakan penerapan direksi yang menyangkut membuat keputusan yang
tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum akan tetapi mempunyai unsur-
unsur penilaian pribadi (Wayne La-Favre). Secara konsepsional, maka inti
dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan
nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,
melahirkan dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.2
Atas dasar uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gangguan
terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian
1 Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, 2008. Strategi Pencegahan Dan
Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika Editama, Bandung, hlm. 87 2 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 5.
10
antara ”tritunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku gangguan tersebut terjadi
apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang
menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku
tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.3
Penegakan hukum merupakan suatu upaya pemerintah untuk
menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi penegakan
hukum yang dilakukan sampai saat ini sangat bertolak belakang dengan
prinsip penegakan hukum yang sebenarnya. Masyarakat yang seharusnya
memperoleh perlindungan hukum akan hak-haknya malahan menjadi
merasa ditindas.
Fenomena yang menganggap hukum belum mampu sepenuhnya
member rasa aman, adil dan kepastian perlu dicermati dengan hati-hati. Dari
fenomena tersebut muncul ekspektasi agar hukum dapat ditegaskan secara
tegas dan konsisten, karena ketidakpastian hukum dan kemerosotan wibawa
hukum akan melahirkan krisis hukum.4
Menurut Mastra Liba ada 14 faktor yang mempengaruhi kinerja
penegakan hukum yaitu :5
1) Sistem ketatanegaraan yang menempatkan “jaksa agung” sejajar
menteri
2) Sistem perundangan yang belum memadai
3) Faktor sumber daya alam (SDM)
3 Ibid
4 Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, 2008. Op.Cit, hlm. 55
5 Rena Yulia, 2010. Viktimologi (Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan), Graha
Ilmu, Yogyakarta, hlm. 85
11
4) Faktor kepentingan yang melekat pada aparat pelaksana
a. Kepentingan pribadi
b. Kepentingan golongan
c. Kepentingan politik kenegaraan
5) Corspgeits dalam institusi
6) Tekanan yang kuat pada aparat penegak hukum
7) Faktor budaya
8) Faktor agama
9) Legislatif sebagai “lembaga legislasi” perlu secara maksimal
mendorong dan memberi contoh tauladan yang baik dalam penegakan
hukum
10) Kemauan politik pemerintah
11) Faktor kepemimpinan
12) Kuatnya jaringan kerja sama pelaku kejahatan (organize crime)
13) Kuatnya pengaruh kolusi “dalam jiwa pensiunan aparat penegak
hukum”
14) Pemanfaatan kelemahan peraturan perundang-undangan
Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan
perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia
kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement
begitu populer. Selain itu ada kecenderungan lain yang mengartikan
penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.namun
pendapat-pendapat seperti itu mempunyai kelemahan apabila pelaksanaan
12
undang-undang atau keputusan hakim tersebut malahan mengganggu
kedamaian di dalam pergaulan hidup. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pokok penegak hukum sebenarnya terletak
pada faktor-faktor yaang mempengaruhinya, faktor tersebut mempunyai arti
netral sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor
tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut
adalah:6
1) Faktor hukumnya sendiri
2) Faktor penegak hukum
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4) Faktor masyarakat yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku
dan diterapkan
5) Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada rasa kemanusiaan di dalam pergaulan hidup
Tujuan penegakan hukum sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri,
adalah untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan dan tujuan
hukum merupakan upaya mewujudkan tercapainya ketertiban dan keadilan
(Bodenheimer, 1974). Suatu ketertiban mustahil akan dapat diwujudkan,
jika hukum diabaikan. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap
hukum, tidak saja berpengaruh terhadap ketertiban dan keadilan, tetapi
6 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 7-8.
13
berperan membentuk kultur (budaya) hukum suatu masyarakat karena
mengatur perilaku.7
2.2 Perbandingan
Menurut kamus bahasa Indonesia istilah perbandingan berasal dari
kata banding yang berarti suatu proses atau cara menyeimbangkan, atau
persamaan. Maka perbandingan merupakan suatu proses atau cara yang
dilakukan untuk menemukan keseimbangan, persamaan dan perbedaan
antara suatu objek dengan objek lainya.
Perbandingan hukum adalah suatu metode penelitian dan bukan
hanya suatu ilmu hukum dengan mempergunakan metode membending-
bandingkan hukum yang satu dengan yang lainya.8
Dr. G. Guitens Bourgois mengemukakan bahwa perbandingan
hukum merupakan suatu metode perbandingan yang diterapkan dalam ilmu
hukum perbandingan hukum buknlah suatu ilmu hukum melainkan hanya
suatu metode studi, suatu metode untuk meneliti suatu cara kerja yakni
perbandingan.9
Sunaryati Hartono juga berpendapat bahwa perbandingan hukum
bukanlah suatu bidang hukum tertentu. Misalnya hukum tanah, hukun
perburuan, atau hukum acara, akan tetapi sekedar cara menyelidiki suatu
7 Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, 2008. Op.Cit, hlm. 88
8 R. Soeroso, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 326.
9 Barda Nawawi, 2003, Perbandingan Hukum Pidana, Rajawali perss, Jakarta, hlm. 4.
14
metode untuk membahas suatu persoalan hukum dalam bidang apapun
juga.10
Menurut Soerjono Soekanto perbandingan hukum mungkin
diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik tolak
perbandingan hukum yang mencakup tiga unsur pokok yaitu :11
1) Struktur hukum yang mencakup lembaga-lembaga hukum
2) Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur
3) Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut.
Perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur atau
cara kumulatif terhadap semuanya. Dengan metode penelitian hukum dapat
dilakukan penelitian terhadap berbagai substansi hukum yang berlaku
didalam masyarakat tertentu atau cara lintas sektoral terhadap sistem-sistem
hukum berbagai masyarakat yang berbeda-beda.
2.3 Tinjauan Penyidikan
2.3.1 Pengertian Penyelidik Dan Penyidik
Dalam anggapan umum yang disebut sebagai penyidik hanya
pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri). Namun secara
yuridis formal tidak demikian. Selain Polri masih ada Penyidik lain
seperti penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), Jaksa dan perwira TNI
Angkatan laut. Ketentuan yang mengatur hal itu, antara lain dapat
disimak dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
10
Ibid. 11
Ibid. hlm 11
15
KUHAP dan peraturan pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983
tentang pelaksanaan KUHAP.12
Pengertian penyidik menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP adalah
pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyelidikan. Butir 4 mengatakan bahwa:
“Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan
penyelidikan. Pada pasal 1 butir 4 KUHAP penyelidik adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan penyelidikan.”13
Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 KUHAP
tersebut karena kewajibannya mempunyai wewenang yakni sebagai
berikut :14
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidaana
2) Mencari keterangan dan barang bukti
3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab
Selanjutnya penyelidik karena atas perintah penyidik dapat
melakukan tindakan berupa :15
12
Bambang Waluyo, 2008. Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 41 13
Andi Hamzah , 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 77. 14
Fence M. Wantu., 2011. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek., Reviva Cendekia
Yogyakarta , hlm. 26.
16
1) Penangkapan, berupa larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan penyitaan
2) Pemeriksaan dan penyitaan surat
3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik (pasal 5
ayat (1) KUHAP)
Dalam pasal 6 ayat (2) KUHAP mengatur tentang syarat
kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Kemudian pada pasal
7ayat (1) menyatakan penyidik karena kewajibannya mempunyai
wewenang sebagai berikut :16
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana
2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi
15
Ibid. 16
Ibid.
17
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksa perkara
9) Mengadakan penghentian penyidikan
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab
Ketentuan selanjutnya dalam Pasal 8 KUHAP menyatakan
penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi
ketentuan lain dalam undang-undang ini. Ayat (1) penyidik
menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Ayat (2)
penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan :17
1) Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.
2) Dalam hal penyidikan sudah dianggap percaya selesai, penyidik
menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP).
2.3.2 Pengertian Penyidikan Dan Penyelidikan
Pennyidikan berasal dari istilah yang sejajar dengan
investigation dari bahasa Inggris dan menurut de Pinto penyidikan
dalam bahasa Belanda yaitu opsporing yang berarti pemeriksaaan
permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-
undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar
17
Ibid.
18
yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi pelanggaran hukum. Dalam
Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 butir 2
pengertian penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. 18
Dalam KUHAP pada Pasal 1 butir 5 pengertian penyelidikan:
“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang”19
Penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan
menggumpulkan bukti yang melibatkan langsuk pihak penyidik.
Sedangkan penyelidikan merupaakan serangkaian tindakan dalam
menemukan suatu peristiwa yang dianggap sebagai suatu tindak
pidana yang melibatkan pihak penyelidik. Dimana kedua tindakan
tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka yang termasuk dalam
proses penyidikan yakni sebagai berikut :20
1) Ketentuan tentang alat-alat penyidikan
18
Andi Hamzah, Op.Cti, hlm. 118 19
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 20
Fence M. Wantu, Ioc.Cit
19
2) Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik
3) Pemeriksaan di tempat kejadian
4) Pemanggilan tersangka atau terdakwa
5) Penahanan sementara
6) Penggeledahan
7) Pemeriksaan atau interogasi
8) Berita acara
9) Penyitaan
10) Penyampingan perkara
11) Pelimpahan kepada penuntut umum dan pengembaliannya
kepada penyidik untuk disempurnakan
Pada tahap penyidikan kadang-kadang penyelidik
menggunakan atau dibantu oleh seorang informan. Informan artinya
orang yang memberikan informasi atau orang yang biasa membantu
memberikan suatu keterangan kepada seorang penyelidik atau kepada
seorang penyidik yang sedang menyelidiki atau menyidik suatu tindak
pidana tertentu (Drs. P.A.F. Lamintang, SH : 1984). Sebenarnya bukan
hanya seorang informan, tetapi kewajiban bagi setiap orang untuk
menyampaikan laporan atau pengaduan kepada penyelidik atau
penyidik (Pasal 108 KUHAP) apabila terjadi berikut ini :21
1) Mengalami, melihat, menyaksikan, dan atau menjadi korban
peristiwa tindak pidana.
21
Bambang Waluyo, Op.Cit, hlm. 41
20
2) Mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau
terhadap hak milik.
Setiap pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana.
2.3.3 Penyidik Tindak Pidana Khusus
Berdasarkan KUHAP dan PP Nomor 27 Tahun 1983
pelaksanaan penyidikan tindak pidana khusus dilakukan oleh penyidik
Polri dan Jaksa. Tindak pidana khusus dimaksud adalah tindak pidana
yang diatur dalam undang-uandang:22
1) Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 Tentang Pengusutan,
Penuntutan, Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
2) Undang-Undang Nomor 11 PnPs Tahun 1963 Tentang
Pemberantasan Subversi.
3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Dasar hukum pelaksanaan penyidikan, kecuali diatur oleh
masing-masing undang-undang, diatur pula dalam KUHAP Pasal 284
ayat (2) dan penjelasanya seta Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983.
Dinyatakan bahwa penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP
22
Ibid, hlm. 51
21
dilaksanakan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang
berwewenang lainya berdasarkan peraturan perundang-undangan
(Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983). Penjelasan Pasal 17 PP Nomor
27 Tahun 1983 yang berwewenang melakukan penyidikan dalam
tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang
tertentu dilakukan dilakukan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat
penyidik yang berwewenang lainya yang di tunjuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan. 23
2.4 Penyidikan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Kepolisian
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat
Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.24
Lembaga kepolisisan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Polisi Republik Indonesia sebagai alat penegak hukum terutama bertugas
memelihara keamanan dalam negeri, dalam menjalankan tugasanya selalu
menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum Negara. Polisi dituntut
melaksanakan profesinya dengan adil dan bijaksana serta mendatangkan
keamanan dan ketentraman. Kepolisian Negara Republik Indonesia
23
Ibid 24
PERKAP No. 14 Tahun 2002 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
22
merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sebagai alat Negara, Kepolisian
Negara Republik Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan menegakan hak asasi manusia dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.25
1. Tugas dan Wewenang Kepolisian26
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2) Menegakan hukum
3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat
Selain itu dalam proses penanganan perkara pidana, kepolisian mempunyai
wewenang antara lain :
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
2) Melarang orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara
untuk kepetingan penyidikan.
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan.
25
Pramudya Kelik Dan Ananto Widiatmoko, 2010. Etika Profesi Aparat Hukum, pustaka
yustisia, Yogyakarta, hlm. 52 26
Ibid, hlm. 58-59
23
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
7) Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan pemeriksaan
perkara.
8) Menghentikan penyidikan.
9) Menyerahkan berkas kepada penuntut umum.
10) Member petunjuk dan bantuan penyidikan kepada pentidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri
sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum.
11) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam peraturan undang-undang kepolisian, penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut dan cara yang diatur
dalam undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. sedangkan penyelidikan merupakan serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.27
27
Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hlm. 220.
24
Langkah awal dalam penegakan hukum merupakan tahapan
penyidikan, karena itu unsur kepolisian merupakan gerbang yang utama
dalam sistem peradilan pidana. Peradilan ini sangat diharapkan dapat
mewujudkan keinginan masyarakat untuk memperoleh keadilan. Untuk itu
dalam melakukan penyidikan kepolisian harus bersikap profesional dalam
melaksan tugas dan wewenangnya.
Tugas dan wewenang kepolisian dalam melakukan tindak
penyidikan pada umumnya telah diatur pada Kitab Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) demikian juga pada undang-undang No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni pada Pasal 14 ayat (1)
huruf g menyatakan tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Adapun kewenangan kepolisian dalam penyidikan sebagaimana
diatur dalam undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia pada Pasal 16 ayat (1) sebagai berikut :
“1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan; 2) Melarang setiap orang meninggalkan atau
memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; 3)
Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan; 4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 5) Melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat; 6) Memanggil orang untuk didengar
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 7) Mendatangkan orang
ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
8) Mengadakan penghentian penyidikan; 9) Menyerahkan berkas
perkara kepada penuntut umum; 10) Mengajukan permintaan secara
langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat
25
pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak
pidana; 11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada
penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan
penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut
umum; 12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab”28
Tindakan penyidikan memang sangat dibutuhkan dalam mengusut
suatu peristiwa pidana mengingat maraknya peristiwa-peristiwa yang terjadi
akhir-akhir ini. Terutama dalam mengungkap tersangka dalam perkara
pidana. Akan tetapi kenyataanya masih banyak masyarakat yang merasa
kecewa dengan kinerja dari penyidik selaku alat peradilan sosial. Hal ini
karena adanya pengaruh penguasa dan kekuasaan dalam penegakan hukum,
sehingga seolah-olah keadilan hukum hanya dapat dimiliki oleh penguasa
dan pemiliki kekuasaan bukan masyarakat. Untuk itu Dalam pelaksanaan
penyidikan dan penyelidikan, pihak penyidik harus memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam pasal 16 ayat (2) sebagai berikut:29
1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan
3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa
5) Menghormati hak asasi manusia.
28
Ibid. 29
Ibid.
26
Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap
warga masyarakat, setiap anggota polri wajib memperhatikan :30
1) Asas Legalitas
Setiap tindakan petugas/anggota polri sesuai dengan prosedur dan
hukum yang berlaku, baik dalam perundang-undang nasional maupun
internasional.
2) Asaa Nesesitas
Setiap tindakan petugas/anggota polri didasari oleh suatu kebutuhan
untuk mencapai tujuan penegakan hukum, yang mengharuskan anggota
polri untuk melakukan suatu tindakan yang membatasi kebebasan
seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindari.
3) Asas Proporsionalitas
Tindakan petugas/anggota polri yang seimbang antara tindakan yang
dilakukan dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum.
2.5 Penyidikan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Kejaksaan
Jaksa adalah pejabat fungisional yang diberi wewenag oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Peran yang demikian
penting dalam sistim hukum Indonesia tersebut menuntut seorang jaksa
bukan hanya menguasai disiplin hukum pidana, tetapi juga disiplin hukum
perdata dan hukum tata usaha Negara. Jaksa tidak hanya dituntut menguasai
30
Pramudya kelik dan ananto widiatmoko,Op.Cit, hlm. 59
27
hukum positif yang bersifat umum (lex generalis), tetapi juga bersifat
khusus (lex specialist) yang banyak lahir akhir-akhir ini.31
Dalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal
13 bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.32
Dalam undang-undang ini tidak dijelaskan secara langsung
tentang jaksa sebagai penyidik. Namun seiring perkembangan politik,
kewenagan kejaksaan sudah dibentuk dalam undang-undang tersendiri
sebagai penegak hukum.
Landasan hukum kejaksaan di Indonesia adalah undang-undang
Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan
Republik Indonesia yang kemudian pada order baru diubah menjadi undang-
undang Nomor 5 Tahun 1991 yang dibentuk pada tanggal 20 November
1991 yang saat ini digantikan oleh undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang kejaksaan Republik Indonesia dengan harapan dalam pelaksanan
tugas dan wewenagnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh kekuasaan ainnya.
Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan Republik
Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
31
Ibid, hlm. 39 32
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik
Indonesia
28
dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-
undang.33
Tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang hukum pidana yakni
pada Pasal 30 ayat (1) sebagai berikut :34
1) Melakukan penuntutan
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan dipimpin
oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31
kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. Undang-Undang No.16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa
lembaga kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam
pemantapan ketahanan bangsa karena kejaksaan berada di poros dan
menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di
persidangan serta sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan.
33
Ibid.
29
Sehingga kejaksaan berfungsi mengadili proses perkara, karena hanya
institusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat
diajukan kepengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut
hukum acara pidana.35
Dibidang penyidikan kejaksaan memiliki peran sebagai penyidik
dalam tindak pidana khusus yang meliputi tindak pidana korupsi dan tindak
pidana ekonomi. Walaupun pada Pasal 284 KUHAP ditegaskan bahwa
semua ketentuan khusu tersebut hanya bersifat sementara dan akan diadakan
peninjauan kembali. Lain halnya dalam penyidikan tindak pidana umum
yang dipegang sepenuhnya oleh pihak kepolisia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 17 PP
No. 27 Tahun 1983 jo. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo. Pasal 44 ayat (4) serta ayat 1,2,3 dan 4 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 30 huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia, menjelaskan bahwa kejaksaan
adalah salah satu institusi penegak hukum yang masih berwewenang
melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.36
Sebagai landasan pijak kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
35
Pramudya kelik dan ananto widiatmoko, Op.Cit, hlm. 36 36
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Op.Cit, hlm. 18
30
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagai hukum pidana materil dan Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum pidana
formil.37
2.6 Tindak Pidana
Tindak pidana dalam bahasa belanda disebut straafbaarfeit. Terdapat
dua unsur kata yaitu straafbaar dan feit. Kata feit dalam bahasa belanda
diartikan sebagai dari kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat
dihukum. Sehingga secara harfiah kata straafbaarfeit berarti sebagian dari
kenyataan yang dapat dihukum.38
2.6.1 Unsur-Unsur Tindak Pidana
Adapun suatu tindakan dapat dikatakan tindak pidana apabila
memenuhi unsur-unsur di bawah ini :39
a. Unsur Subjektif
1) Kesengajaan atau kelalaian
2) Maksud dari suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP
3) Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
4) Merencanakan terlebih dahulu seperti yang terdapat dalam
rumusan tindak pidana menurut Pasal 340 KUHP
37
Ibid 38
Evi Hartati, 2012. Tindak Pidana Korupsi (Edisi Dua), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5 39
Ibid, hlm. 7
31
5) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
b. Unsur Objektif
1) Sifat melawan hokum
2) Kualtas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil
melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 KUHP.
3) Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai
penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.
2.6.2 Jenis Tindak Pidana
Jenis tindak pidana terdiri atas pelanggaran dan kejahatan.
Pembagian tindak pidana ini membawa akibat hokum materil yaitu : 40
a. Undang-undang tidak membuat perbedaan antara opzet dan culpa
dalam suatu pelanggaran.
b. Percobaan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum.
c. Keikutsertaan dalam pelanggaran tidak dapat dihukum.
d. Pelanggaran yang dilakukan pengurus atau anggota pengurus
ataupun para komisaris dapat dihukum apabila pelanggaran
tersebut terjadi sepengetahuan mereka.
e. Dalam pelanggaran itu tidak terdapat ketentuan bahwa adanya
pengaduan yang merupakan syarat bagi penuntutan.
40
Ibid
32
2.7 Tinjauan Korupsi
2.7.1 Pengertian Korupsi
Ensiklopedia Indonesia kata korupsi berasal dari bahasa
latin yakni ‘corruptio’ yang dapat diartikan dalam bahasa sehari-
hari yakni penyuapan. Istilah asing lain juga ada yakni ‘corruptore’
berasal dari kata asal ‘corrumpiere’ . Perkembangan yang ada saat
ini didiuga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda yang
kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia berarti korupsi.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah korupsi dapat
diartikan kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral,
kebejatan dan ketidakjujuran. Korupsi juga dapat diterjemahkan
sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya41
.
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk,
jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang
akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi
menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan
dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan
politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam
kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya. Dengan demikian dapat
41
Fence M. Wantu, Rustam Akli, dan Ibrahim Ahmad, Op.Cit, hlm. 29
33
ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki
arti yang ssangat luas.
Istilah korupsi mengacu pada berbagai aktivitas/tindakan
secara tersembunyi dan ilegal demi kepentingan pribadi dan
golongan. Dalam perkembangannya terdapat penekanan bahwa
korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of
power) ataukedudukan public untuk kepentingan pribadi.42
2.7.2 Ciri-ciri Korupsi
Ciri-ciri korupsi yang dijelaskan oleh Shed Husein Alatas
dalam buknya sosiologi korupsi yaitu:43
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak
sama dengan kasus pencurian atau penipuan.
b. Korupsi secara umum dilakukan secara rahasia.
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbale
balik.
d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya
berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung
dibalik pembenaran hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang
tegass dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan
itu.
42
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Op.Cit, hlm. 2 43
Evi Hartati, Op.Cit, hlm. 10-11
34
f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya
dilakukan oleh badan public atau umum (masyarakat).
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu bentuk penghianatan
kepercayaan.
2.7.3 Faktor-faktor penyebab korupsi
Foktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :44
a. Setiap pelaku yang melakukan korupsi adalah orang yang
penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila
dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya.
b. Setiap pelku yang melakukan korupsi karena adanya godaan dari
pihak lain.
c. Pelaku korupsinya memiliki sifat-sifat tamak, serakah, sombong,
takabur, rakus yang memang ada pada manusia
2.7.4 Dasar Hukum Pengaturan Korupsi
Berdasarkan sumber hukum perundang-undangan formil yang
berlaku, serta berdasarkan UU No. 12 tahun 2011 tentang Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka yang menjadi dasar
hukum pengaturan korupsi di Indonesia yakni sebagai berikut:45
a. Pancasila dan UUD 1945;
44
Fence M. Wantu, Rustam Akli, dan Ibrahim Ahmad, Op.Cit, hlm. 64 45
Ibid, hlm. 30-31
35
b. Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme;
c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab-Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP;
e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang sudah dicabut dengan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 dan saat ini sudah diganti lagi dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi;
f. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme;
g. Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
h. PP RI No. 65 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggara Negara.
i. PP RI No. 66 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Tata Cara
Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa;
j. PP RI No. 67 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemantauan dan
Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
36
l. PP RI No. 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara;
m. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2004 Tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi;
n. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
o. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK);
p. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.
q. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Selain peraturan perundang-undangan di atas, sebelumnya
dasar hukum dari pengaturan tindak pidana korupsi sebelum peroide
tahun 1970-an dapat dilihat berbagai peraturan yang ada hubungannya
dengan tindak pidana korupsi sebagai berikut:46
a. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 dan Peraturan
Penguasa Merang Nomor PRT/Perpu/013/1958 tentang Peraturan
Pemberantasan Korupsi;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24/Prp/1960 tentang
Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi;
46
Ibid. hlm. 32
37
c. Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 tentang Tim
Pemberantasan Korupsi;
d. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1970 tentang Pembentukan
Komisi Empat
Pada dasarnya tindak pidana korupsi selain diatur dalam
berbagai peraturan yang telah disebutkan tersebut, sebenarnya sudah
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana sebenarnya terdapat ketentuan-
ketentuan yang mengancam dengan pidana orang yang melakukan
korupsi terutama kaitannya dengan penyalahgunaan jabatan.47
Ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi yang tindak pidana
korupsi yang belum diatur secara lengkap dalam KUHP. Sebenarnya
ketentuan tindak pidana korupsi dalam KUHP dapat dilihat dalam
berbagai pasal yakni Pasal 209 KUHP, Pasal 210 KUHP, Pasal 387
KUHP, Pasal 388 KUHP, Pasal 415 KUHP, Pasal 416 KUHP, Pasal 417
KUHP, Pasal 418 KUHP, Pasal 419 KUHP, Pasal 420 KUHP, Pasal 423
KUHP, Pasal 425 KUHP, dan Pasal 434 KUHP.48
Pengaturan lain dalam peraturan perundang-undangan selain
ketentuan yang ada di berbagai pasal KUHPidana tersebut tidak lain
untuk memberi penegasan yang lebih jelas tentang tindak pidana korupsi
sebagai tindak pidana yang dapat menghancurkan negara. Dengan
pengaturan yang ada diberbagai perundang-undangan sebagaimana telah
47
Ibid 48
Ibid, hlm. 33
38
disebutkan dalam dasar ataupun landasan hukum di atas, tindak pidana
korupsi merupakan tindak pidana yang harus dicarikan solusi atau upaya
penyelesaian hukumnya sebagaimana diharapkan oleh berbagai
peraturan perundang-undangan di atas yang menjadi dasar hukum tindak
pidana korupsi sendiri.49
49
Ibid