bab ii kajian pustaka - sinta.unud.ac.id 2.pdf · perbedaan itu merupakan suatu yang hakiki...

26
14 BAB II KAJIAN PUSTAKA Untuk memperjelas apa yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka dipandang perlu umtuk menguraikan beberapa tinjauan pustaka untuk menguraikan konsep dasar yang berkaitan dengen penelitian. Adapun tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini yaitu persepsi wisatawan, atribut wisata, penawaran wisata, kepuasan dan loyalitas berkunjung wisatawan yang diuraikan sebagi berikut : 2.1 Persepsi Wisatawan Kata persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu perception yang berarti penglihatan atau daya memahami. Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Walgito (2002) menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses fisik, fisiologi dan psikologis yang menyebabkan berbagai macam getaran atau tekanan yang diolah dan disusun yang diproyeksikan oleh individu menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan. Selanjutnya penggambaran tentang lingkungan dengan fokus yang paling menarik perhatian individu seringkali juga diolah dalam suatu proses dengan akal yang menghubungkan penggambaran tadi dengan penggambaran lain yang sejenis yang pernah diterimanya dan diproyeksikan oleh akal dimasa lalu dan ditimbulkan kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadaran sehingga menghasilkan suatu penggambaran baru yang disebut dengan apresiasi. Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-

Upload: truongtram

Post on 06-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Untuk memperjelas apa yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka

dipandang perlu umtuk menguraikan beberapa tinjauan pustaka untuk

menguraikan konsep dasar yang berkaitan dengen penelitian. Adapun tinjauan

pustaka yang digunakan dalam penelitian ini yaitu persepsi wisatawan, atribut

wisata, penawaran wisata, kepuasan dan loyalitas berkunjung wisatawan yang

diuraikan sebagi berikut :

2.1 Persepsi Wisatawan

Kata persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu perception yang berarti

penglihatan atau daya memahami. Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998),

adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Walgito (2002)

menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses fisik, fisiologi dan psikologis

yang menyebabkan berbagai macam getaran atau tekanan yang diolah dan disusun

yang diproyeksikan oleh individu menjadi suatu penggambaran tentang

lingkungan. Selanjutnya penggambaran tentang lingkungan dengan fokus yang

paling menarik perhatian individu seringkali juga diolah dalam suatu proses

dengan akal yang menghubungkan penggambaran tadi dengan penggambaran lain

yang sejenis yang pernah diterimanya dan diproyeksikan oleh akal dimasa lalu

dan ditimbulkan kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam

kesadaran sehingga menghasilkan suatu penggambaran baru yang disebut dengan

apresiasi. Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-

15

petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan

diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan

bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan

Hilgard (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita

menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan

Donely (1994) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti

terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi bertautan

dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu,

maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini

persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian

obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989).

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu suatu

proses berwujud diterimanya individu melalui alat reseptor (alat indra). Namun

proses ini tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan rangsangan diteruskan ke

pusat susunan syaraf yaitu otak dan terjadinya proses psikologi sehingga individu

menyadari apa yang dilihat dan didengarnya. Dalam hal ini, persepsi mencakup

penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau

penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat

mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung

menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986).

Agar individu dapat melakukan persepsi ada beberapa syarat yang perlu

dipenuhi antara lain :

1. Perhatian merupakan syarat psikologi dalam individu mengadakan persepsi

yang merupakan langkah persiapan. Perhatian merupakan pemutusan atau

16

konsentrasi dari seluruh individu yang ditujukan pada suatu kelompok

obyek.

2. Adanya obyek yang menimbulkan rangsangan mengenai alat inderanya

(reseptor)

Alat indera (reseptor) yaitu alat untuk menerima rangsangan, kenyataan

membuktikkan bahwa suatu obyek tertentu dapat diperoleh beragam persepsi dari

sekelompok individu. Perbedaan itu merupakan suatu yang hakiki sifatnya pada

manusia, karena disadari bahwa setiap orang memiliki perbedaan dalam penalaran,

keinginan serta pengetahuan tentang obyek yang dipersepsikan (Walgito, 2002).

Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Yusuf, 1991)

sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli.

Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi

dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi

terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses

penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting.

Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu

kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung

ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi

tersebut secara menyeluruh.

Menurut Asngari (1984) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam

atau dahulu memegang peranan yang penting. Faktor-faktor fungsional yang

menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan

hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat

1998). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi bukan hanya

17

jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap

stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran

objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986).

Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sugiharto, 2001)

mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama,

yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.

Berdasarkan beberapa teori persepsi diatas, dapat disimpulkan bahwa

persepsi didefinisikan sebagai proses yang mencakup penerimaan stimulus oleh

individu melalui alat indera, pengorganisasian stimulus kemudian penafsiran

stimulus yang telah terorganisir tersebut, yang kemudian memberikan pengaruh

terhadap perilaku dan sikap individu.

Menurut Walgito (2002), menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu

proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah merupakan suatu

proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera.

Rangkuti (2002) mengemukakan bahwa persepsi pelanggan

diidentifikasikan sebagai suatu proses dimana individu memilih,

mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya

menjadi suatu makna. Meskipun demikian makna dari proses persepsi tersebut

juga dipengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a) Motivation, misalnya merasa lelah, menstimulasi untuk berespon terhadap

istirahat.

18

b) Interest, hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak

menarik

c) Needs, kebutuhan akan hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian

d) Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman

melihat, merasakan dan lain-lain.

2. Faktor Eksternal

a) Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit

dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif.

b) Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan

dibandingkan dengan hal-hal yang lama.

c) Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi

munculnya persepsi lebih effektif dibandingkan dengan gerakan yang

lambat.

d) Conditional Stimuli, stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan

telephone dan lain-lain.

Persepsi pelanggan yang dalam hal ini adalah wisatawan terhadap atribut

destinasi wisata berpengaruh pada tiga hal utama (Rangkuti, 2002) yaitu :

a) Tingkat kepentingan pelanggan, yang didefinisikan sebagai keyakinan

pelanggan sebelum mencoba atau membeli produk atau jasa, yang akan

dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut.

Dibedakan atas dua kepentingan pelanggan yaitu adequate service, yaitu

kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa

yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia.

Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu keadaan darurat, ketersediaan

19

alternatif, derajat keterlibatan pelanggan, faktor-faktor yang tergantung

situasi, pelayanan yang diperkirakan. Kedua adalah desire service, yaitu

tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya, yang

merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang

dapat dan harus diterimanya. Desire service dipengaruhi oleh faktor-faktor

yaitu keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar, kebutuhan

perorangan, janji secara langsung, janji secara tidak langsung, komunikasi

dari mulut ke mulut dan pengalaman masa lalu.

b) Kepuasan pelanggan yang didefinisikan sebagai respon pelanggan

terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya (harapan)

dan kinerja aktual yang dirasakannya (persepsi). Faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan pelanggan, salah satunya adalah persepsi

pelanggan mengenai kualitas jasa yang terfokus pada lima katagori jasa.

Selain itu dipengaruhi juga oleh persepsi kualitas jasa, kualitas produk,

harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta bersifat situasi sesaat.

Persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa tidak mengharuskan pelanggan

menggunakan jasa tersebut terlebih dahulu untuk memberikan penilaian.

c) Nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari

suatu produk yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang

telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk

tersebut. Pelanggan akan semakin loyal apabila produk atau jasa tersebut

semakin bernilai baginya.

20

Dapat disimpulkan bahwa persepsi wisawatan sebagai suatu proses dimana

wisatawan mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu

makna, yang dipengaruhi pula oleh masa lalu wisatawan tersebut.

2.2 Atribut Wisata

Dann (1977) menegaskan bahwa ada hubungan yang jelas antara faktor

pendorong dan faktor penarik wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi

wisata. Faktor pendorong adalah motivasi, keinginan, kebutuhan, dan persepsi

mempengaruhi wisatawan, sedangkan faktor penarik adalah atribut destinasi.

Atribut ini mungkin alam, sumber daya budaya, atau beberapa jenis kegiatan dan

acara (Klenosky, 2002). Ditemukan pula bahwa atribut destinasi merupakan

faktor penarik yang menarik wisatawan ke destinasi wisata. Dwyer dan Kim

(2003) menegaskan bahwa melarikan diri dari rutinitas dan mencari ketenangan

mempengaruhi motivasi wisatawan (apakah akan pergi) dan atribut dari pengaruh

tujuan pada keputusan mereka untuk memilih tujuan mereka (ke mana harus

pergi). Dengan demikian, atribut destinasi (faktor penarik) berpengaruh terhadap

keputusan diharapkan delegasi untuk melakukan perjalanan atau berpartisipasi

dalam sebuah acara. Kepuasan terpenuhi karena adanya atribut-atribut yang

melekat pada obyek. Atribut dapat berupa dimensi jasa atau apa saja yang

dipertimbangkan dalam keputusan untuk membeli produk wisata tersebut.

(Darmaningsih, dkk., 2006). Kozak dan Rimington (2000) mengemukakan bahwa

menentukan atribut dominan destinasi wisata sangat penting untuk mengukur

tingkat kepuasan keseluruhan wisatawan.

21

Dari penelitian yang telah ada sebelumnya, dapat dirangkum mengenai

atribut-atribut yang dianggap penting bagi wisatawan dimana penjelasan

mengenai atribut tersebut dikutip kutip dari penelitian Zhou yang berjudul

Destination Attributes that Atttract International Tourists to Cape Town (2005),

yakni :

1. The Beauty of Scenery

Menurut Formica dalam Zhou (2005) dijelaskan pemandangan alam dan

landscape yang menarik akan selalu menjadi atribut utama dalam

memutuskan ketertarikan terhadap objek wisata. Begitu juga dengan

kebersihan dan tatanan kawasan serta ciri khas dari daerah tujuan wisata

tersebut yang menjadi ikon favorit wisatawan.

2. Culture and History

Sebagian besar wisatawan tertarik dengan culture daerah lain, terlebih jika

culture tersebut masih alami dan dibudidayakan. Hampir semua daerah tujuan

wisata berlomba-lomba untuk menunjukkan culture yang ada didalam daerah

tujuan wisata tersebut kepada para wisatawan dan menarik mereka untuk

datang (Richardson dan Flucker, 2004).

3. Ambience

Menurut Boorstin dalam Zhou (2005) telah dikemukakan bahwa alasan

sebenarnya wisatawan melakukan perjalanan adalah mencari suasana

(ambience) lain dari kehidupan keseharian mereka seperti ketenangan, hiburan,

dan relaksasi. Keramahan penduduk lokal terhadap wisatawan yang datang

juga merupakan faktor sosial yang dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan

(Dwyer & Kim, 2003). Cuaca dan musim juga merupakan daya tarik dari

22

sebuah destinasi wisata. Dalam penelitian Klenosky (2002) ditemukan bahwa

cuaca hangat muncul sebagai faktor pendorong yang signifikan, khususnya

bagi wisatawan yang ingin melakukan sun tant.

4. Accessibility

Akses yang dimaksud disini adalah mudah tidaknya wisatawan dalam

mencapai destinasi pilihan mereka. Akses dari sebuah destinasi wisat

dipengaruhi oleh ekonomi, sosial, atau politik, contohnya penerbangan, visa

atau ijin masuk, kapasitas airport, dan sebagainya (Crouch & Ritchie, 2005)

5. Safety

Dalam era globalisasi sekarang ini, kejahatan-kejahatan yang serius terus

menerus timbul diseluruh dunia, dan ini bisa merusak image destinasi wisata

dalam jangka waktu dekat (Christie & Crompon, 2001). Persepsi wisatawan

terhadap keselamatan dan keamanan suatu destinasi wisata akan memberikan

dampak yang penting terhadap image dari destinasi wisata tersebut.

6. Price

Menurut Dwyer & Kim (2003), price dibagi dua kategori, yaiu pertama travel

cost, dimana berhubungan dengan perjalanan dari dan sampai ke destinasi

yang dituju. Yang kedua adalah ground cost dimana biaya yang dikeluarkan

untuk semua barang-barang yang dibeli di tempat tujuan. Kedua kategori ini

tersebut bisa mempengaruhi pengambilan keputusan dalam memilih destinasi

wisata.

7. Services

Menyadari arti penting industri pariwisata (secara ekonomi), maka setiap

negara berusaha memberikan layanan terbaik pada wisatawan.

23

8. Sport and Outdoor Activities

Dalam penelitian Weed and Bull (2004) digambarkan bahwa industri

pariwisata dapat membantu mengembangkan olahraga lokal, fasilitas atau

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menciptakan mereka mana

yang tidak akan dinyatakan menjadi mungkin.

Hanlan, dkk., 2006 mendefinisikan destinasi sebagai daya tarik.

Kemampuan ini dilengkapi dengan atribut spesifik destinasi wisata. Dengan

demikian, sebuah destinasi pariwisata adalah kombinasi dari atribut tujuan,

sebagian besar termasuk fasilitas dan layanan wisata (Mayo dan Jarwis, 1981).

Dalam penilaian daya tarik destinasi wisata, wisatawan mengevaluasi kemampuan

yang dimiliki atribut destinasi wisata untuk memenuhi kebutuhan mereka (Mayo

& Jarvis, 1981). Daya tarik tujuan akan berkurang tanpa adanya atribut ini. Selain

itu, dengan tidak adanya daya tarik tujuan wisata, tidak akan ada kebutuhan untuk

fasilitas dan layanan wisata (Kim & Lee, 2002). Pilihan daya tarik destinasi wisata

merupakan atribut jasa pariwisata yang sering digunakan sebagai indikator dalam

menentukan kualitas pariwisata. Seperti dikatakan oleh Schiffman dan Kanuk

(2000) bahwa dalam menetapkan kualitas jasa, konsumen mendasarkan pada

atribut yang diasosiasikan dengan produk. Beberapa atribut tersebut adalah

intrinsik dan ekstrinsik dari barang atau jasa. Hal ini dapat dipahami bahwa daya

tarik obyek wisata menjelaskan unsur-unsur atribut wisata sebagai pembetuk

kualitas layanan, mampu memberikan kepuasan yang tinggi pada wisatawan dan

dapat mengindikasikan bahwa indikator daya tarik obyek wisata tersebut

merupakan atribut yang paling kuat dalam pikiran wisatawan. Daya tarik tempat

24

tujuan wisata merupakan atribut utama bagi wisatawan untuk melakukan

kunjungan wisata.

Kepuasan juga bisa terjadi karena adanya atribut-atribut yang melekat

pada obyek. Atribut obyek memiliki pengertian sebagai karakteristik yang

membedakan merek atau produk dari yang lain (Simamora, 2005). Atribut juga

merupakan faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam mengambil

keputusan tentang pembelian suatu merek.

Atribut wisata dapat berupa banyak hal yang terkait dengan wisata itu

sendiri ataupun hal-hal yang menonjol dari wisata itu sendiri (Darmaningsih, dkk.,

2006). Kozak dan Rimington (1999) mengemukakan bahwa menentukan atribut

dominan destinasi wisata sangat penting untuk mengukur tingkat loyalitas

keseluruhan wisatawan. Pizam, Neumann, dan Reichel (1978) menyatakan bahwa

penting untuk mengukur loyalitas wisatawan dengan setiap atribut yang dituju,

agar dapat mengetahui loyal atau tidaknya wisatawan dengan salah satu atribut

menyebabkan loyal atau tidaknya wisatawan dengan destinasi wisata.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa atribut wisata merupakan

faktor penarik yang dapat mempengaruhi wisatawan untuk datang ke destinasi

wisata serta menjadi penentu terhadap keputusan mereka untuk memilih tujuan

kemana mereka akan pergi.

2.3 Penawaran Wisata

Dalam suatu DTW diperlukan adanya suatu yang dimiliki untuk ditawarkan

kepada pasar. Seperti halnya pariwisata bahari pantai Sanur tidak akan

berkembang jika hanya memiliki daya tarik saja, harus ada aspek-aspek lainnya

25

yang mendukung sehingga pariwisata bahari dapat berkembang dengan baik.

Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto 2005), ada empat aspek (4A) yang harus

diperhatikan dalam penawaran pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Attraction (daya tarik); daerah tujuan wisata untuk menarik wisatawan pasti

memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan

budayanya.

2. Accesable (transportasi); accesable dimaksudkan agar wisatawan domestik

dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat

wisata.

3. Amenities (fasilitas); amenities memang menjadi salah satu syarat daerah

tujuan wisata agar wisatawan kerasan tinggal lebih lama di DTW.

4. Ancillary (kelembagaan); adanya lembaga pariwisata wisatawan akan

semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut

wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan

terlindungi. (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/aspek-penawaran-dan-

permintan-dalam.html).

Dalam menentukan langkah-langkah untuk menciptakan suatu daya tarik

wisata sangat perlu memperhat ikan teori 4A seperti yang telah dijabarkan. Empat

aspek ini dasar yang terpenting dari keberlanjuatan kepariwisataan tersebut dan

masing-masing komponen tersebut memiliki keterkaitan yang saling melengkapi.

26

2.4 Kepuasan Wisatawan

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan

kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapan (Oliver dalam Supranto, 2006).

Kepuasan wisatawan merupakan suatu hal yang menjadi harapan para pelaku

wisata khususnya mereka yang menawarkan jasa pariwisata. Kepuasan diperoleh

apabila kebutuhan dan keinginan wisatawan terpenuhi, sedangkan keinginan dan

kebutuhan manusia selalu berubah dan tidak ada batasnya.

Kepuasan atau ketidakpuasan wisatawan yang merupakan pelanggan

wisata adalah respon wisatawan terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau

diskofirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja

lainnya) dan aktual kinerja produk yang dirasakan. Sedangkan menurut Engel

(dalam Tijptono, 2004) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan

evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

memberikan hasil sama atau melampui harapan pelanggan, sedangkan

ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan

pelanggan. Dari pengertian para ahli tersebut dapat diartikan bahwa kepuasan

wisatawan adalah perbandingan antara kinerja produk yang dihasilkan dengan

kinerja yang dirasakan oleh wisatawan. Jika berada di bawah harapan, wisatawan

tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, wisatawan puas. Jika kinerja melebihi

harapan, wisatawan amat puas atau senang. Ada beberapa metode yang dapat

dipergunakan setiap pelaku usaha wisata dalam mengukur atau memantau

kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2004), yaitu :

27

1. Sistem Keluhan dan Sasaran

Setiap pelaku usaha yang berorientasi pada kepuasan pelanggan yang dalam hal

ini wisatawan perlu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para

wisatawan untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media

yang bisa dipergunakan antara lain kotak saran dan keluhan, kartu komentar,

menyediakan saluran telepon khusus dan sebagainya.

2. Survei Kepuasan Wisatawan

Survei bisa dilakukan dengan kuesioner, melalui pos, telepon maupun

wawancara pribadi. Melalui survei, pelaku wisata akan memperoleh tanggapan

dan umpan balik secara langsung dari wisatawan dan sekaligus juga

memberikan tanda positif bahwa pelaku usaha wisata menaruh perhatian

terhadap para wisatawan. Pengukuran kepuasan wisatawan melalui metode ini

dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

a) Directly Reported Satisfaction

Suatu pengukuran yang dilakukan secara langsung melalui pertanyaan,

seperti ungkapan “seberapa puas saudara terhadap pelayanan pelaku wisata :

contoh pilihannya sebagai berikut: “sangat puas, puas, kurang puas, sangat

tidak puas”.

b) Derived Dissatisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya

harapan wisatawan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja pelaku

usaha wisata yang mereka rasakan.

28

c) Problem Analysis

Wisatawan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal

pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan

penawaran wisata dari para pelaku wisata. Kedua, saran-saran untuk

melakukan perbaikan.

d) Importance Performance Analysis

Perusahaan diminta me-ranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran

wisata berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu juga

diminta me-ranking seberapa baik kinerja pelaku usaha wisata dalam

masing-masing element atau atribut tersebut.

e) Ghost Shopping

Pelaku usaha wisata menyuruh orang-orang tertentu pada perusahaan tertentu

atau perusahaannya sendiri untuk berperan sebagai pembeli atau pelanggan

potensial produk perusahaan dan pesaing. Ghost shooper tersebut akan

melaporkan hasil temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk

perusahaan dan pesaing.

f) Lost Customer Analysis

Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti

membeli, yang diharapkan adalah diperolehnya informasi tentang penyebab

terjadinya hal tersebut. Informasi yang diperoleh akan sangat bermanfaat bagi

perusahaan dalam pengambilan keputusan

Beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan

kepuasan pelanggan, diantaranya (Tjiptono, 2004) :

29

1. Relationship Marketing Strategy

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan

berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain,

dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus

menerus sehingga dapat diharapkan terjadi bisnis ulang (repeat business).

2. Superior Customer Service Strategy

Perusahaan yang menetapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan

yang lebih baik dari pada pesaingnya. Mewujudkannya dibutuhkan dana besar,

kemampuan sumber daya manusia dan usaha yang gigih. Perusahaan dengan

pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih

besar daripada pesaingnya yang memberikan pelayanan inferior.

3. Unconditional Guarantess/Extraordinary Guarantees Strategy

Meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaan dapat merancang suatu

garansi tertentu dengan memberikan pelayanan purna jual yang baik. Garansi

atau jaminan ini dirancang untuk meringankan kerugian konsumen, dalam hal

ini konsumen tidak puas dengan suatu produk atau jasa yang telah dibayarnya.

Fungsi utama garansi adalah mengurangi resiko kerugian pelanggan sebelum

dan sesudah pembelian jasa, sekaligus memaksa perusahaan bersangkutan

untuk memberikan yang terbaik dan meraih loyalitas pelanggan.

Berdasarkan teori mengenai kepuasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kepuasan adalah respon terhadap kondisi dimana kebutuhan dan keinginan

individu diterima sesuai dengan harapan.

30

2.5 Loyalitas Wisatawan

Menurut Oliver (1999) defenisi kesetiaan digambarkan sebagai berikut : a

deeply held commitment to rebuy or repatronize a preffered product/service

consistently in the future, thereby causing repetitive same-brand or same brand-

set purchasing, despite situational influences and marketing efforts having the

potential to cause switching behaviour.

Loyalitas, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. “Loyalitas

menunjukkan kecenderungan wisatawan untuk menggunakan suatu merek tertentu

dengan tingkat konsistensi yang tinggi” (Dharmmesta,1999). Ini berarti loyalitas

selalu berkaitan dengan preferensi wisatawan dan pembelian aktual.

Kotler (2000) mengatakan “the long term success of the a particular

brand is not based on the number of consumer who purchase it only once, but on

number who become repeat purchase”. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa

konsumen yang loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari

berapa sering dia melakukan pembelian ulang, termasuk disini merekomendasikan

orang lain untuk membeli.

Lebih lanjut Lovelock, dkk. (2007) menyatakan bahwa loyalitas adalah

suatu kesediaan wisatawan untuk melanjutkan aktivitas terhadap suatu produk

wisata dalam jangka waktu yang panjang dan melakukan aktivitas secara berulang,

serta merekomendasinya kepada teman-teman lain secara sukarela. Loyalitas

merupakan suatu komitmen yang dipegang kuat untuk melakukan kembali

(redoing) atau kesetiaan yang terus menerus pada suatu produk wisata yang lebih

disukai secara konsisten di masa yang akan datang, yang menyebabkan aktivitas

berulang suatu produk wisata atau kumpulan produk wisata yang sama. Dari

31

beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas sudah pasti

dilakukan oleh wisatawan, dimana istilah yang muncul biasanya selalu loyalitas

wisatawan, bukan loyalitas konsumen. Hal inilah yang akhirnya membuat

perbedaan antara wisatawan (customer) dan konsumen (consumer).

Dharmayanti (2006) menyimpulkan pengertian loyalitas, bahwa loyalitas

adalah respon perilaku atau pembelian yang bersifat bias dan terungkap secara

terus menerus oleh pengambil keputusan dengan memperhatikan satu atau lebih

alternatif dari sejumlah merek sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis.

Namun perlu ditekankan bahwa hal tersebut berbeda dengan perilaku beli ulang,

loyalitas pelanggan menyertakan aspek perasaan didalamnya.

Lovelock dan Wright (2004) mengungkapkan bahwa loyalitas adalah

keputusan sukarela oleh konsumen untuk terus menerus menjadi pelanggan pada

suatu produk baik berupa barang atau jasa untuk jangka waktu yang panjang.

Loyalitas memiliki beberapa definisi. Assael (1998) memahami loyalitas sebagai

dua dimensi :

1. Loyalitas adalah perilaku, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep

yang menekankan pada runtutan penggunaan, probabilitas penggunaan

(Dick dan Basu, 1994). Pemahaman ini sering disebut pendekatan

keperilakuan (behavioral approach).

2. Loyalitas sebagai sikap, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen

psikologis pelanggan terhadap objek tertentu (Dharmmesta, 1999).

Pemahaman ini sering disebut sebagai pendekatan attitudinal (attitudinal

approach).

32

Lovelock (2004) mengemukakan bahwa loyalitas konsumen merupakan

keinginan konsumen untuk terus menjadi pelanggan pada suatu produk untuk

jangka panjang dan juga merekomendasikan produk atau jasa tersebut pada orang

lain.

Jika kepuasan wisatawan menyangkut apa yang diungkapkan oleh

wisatawan, maka loyalitas wisatawan berkaitan dengan apa yang dilakukan

wisatawan. Oleh sebab itu parameter kepuasan lebih subyektif, lebih sukar

dikuantifikasi, dan lebih sukar diukur dari pada loyalitas wisatawan (Tjiptono,

2005). Menurut Parasuraman, dkk. (1988) hasil dari evaluasi harapan individual

terhadap suatu produk wisata akan menimbulkan persepsi akan menimbulkan

persepsi terhadap nilai dan bertindak berdasarkan hal tersebut. Selanjutnya

wisatawan akan memperhitungkan penawaran mana yang akan memberikan nilai

dan kepuasan tertinggi. Penawaran yang mampu memenuhi harapan tersebut akan

berdampak pada perilaku pembelian ulang (buyer’s repetation). Schmid dalam

Paliati (2007) juga menegaskan bahwa loyalitas wisatawan merupakan proses

pembangunan aktivitas pembelian-ulang (repeat-purchase) pada seorang pembeli.

Lebih jauh bila ditinjau dari pengukuran perilaku (behavioral measurements),

perilaku wisatawan yang terpenuhi harapan terhadap kepuasan akan produk wisata

akan menyampaikan rasa puasnya tersebut kepada orang lain. Hal ini disebut juga

pengaruh dari mulut ke mulut (worth of mouth positive).

Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Morgan dan Hunt (1994)

yang menyatakan bahwa outcomes dari loyalitas diukur melalui voluntary

partnership, yaitu cooperation dan word of mouth recommendation. Selanjutnya

Seymus Bolaglu dalam Paliati (2007) mendefenisikan cooperation sebagai niat

33

untuk mencapai tujuan bersama dan juga keinginan wisatawan untuk membantu

pelaku usaha wisata. Sedangkan rekomendasi termasuk juga promosi wisata,

membuat cerita-cerita positif dan berbisnis dengan para pelaku usaha wisata.

Loyalitas memiliki konsekuensi motivasional, perceptual, dan behavioral (Dick

dan Basu, 1994) seperti dijelaskan berikut :

1. Search Motivation (motivasi pencarian), yaitu motivasi untuk mencari

informasi mengenai produk wisata cenderung semakin berkurang seiring

dengan meningkatnya pengalaman, pembelajaran, kepuasan dan aktivitas

wisata ulang dari wisatawan bersangkutan. Pada umumnya, hubungan sikap

relatif dan pola pembelian ulang yang kuat akan menyebabkan berkurangnya

motivasi wisatawan untuk mencari informasi alternatif.

2. Resistance to Counterpersuasion (daya tahan untuk menolak bujukan),

dimana wisatawan yang memiliki komitmen yang kuat terhadap objek

spesifik cenderung memiliki komitmen yang kuat terhadap objek spesifik

cenderung memiliki resistace to counterpersuasion yang kuat pula.

3. Word of Mouth (getok tular), loyalitas wisatawan juga berdampak pada

perilaku getok tular (word of mouth behavior), terutama bila wisatawan

merasakan pengalaman emosional yang signifikan. Wisatawan yang loyal

cenderung bersedia menceritakan pengalaman positifnya kepada orang lain.

Ada tiga tahap atau bentuk kesetiaan yaitu : kesetiaan kognitif, kesetiaan

afektif, dan kesetiaan konatif (Oliver, 1999). Secara spesifik, konsumen diteorikan

menjadi setia di dalam suatu pengertian kognitif dulu, lalu pengertian afektif,

seterusnya di dalam suatu cara konatif, dan akhirnya dalam suatu cara yang

bersifat perilaku, yang digambarkan sebagai urutan kegiatan (action inertia).

34

Didalam tahap kesetiaan pertama, informasi atribut yang ada pada

konsumen dinyatakan bahwa satu atribut lebih disukai daripada yang lainnya.

Pada tahap ini sebagaimana kesetiaan kognitif, atau kesetiaan yang didasarkan

pada kepercayaan atribut saja. Cognition dapat didasarkan pada pengetahuan yang

terdahulu atau informasi pada pengalaman yang lalu. Kesetiaan pada tahap ini

diarahkan kepada atribut yang dikarenakan informasi (tingkat kepuasan atribut).

Pernyataan konsumen dari suatu sifat yang dangkal. Jika aktivitas rutin, kepuasan

tidak diproses, dalamnya kesetiaan tidak lebih dalam dari kepuasan semata-mata.

Jika kepuasan diproses, kepuasan itu menjadi bagian dari pengalaman konsumen

dan mulai memberikan tambahan-tambahan yang efektif.

Pada tahapan kedua dari pengembangan kesetiaan, sesuatu yang

menyerupai sikap terhadap atribut telah berkembang pada peristiwa-peristiwa

yang digunakan secara akumulatif yang memuaskan. Hal ini merefleksikan

ukuran kesenangan dari defenisi kepuasan – pemenuhan kesenangan sebagaimana

diuraikan sebelumnya. Komitmen pada tahapan ini dibandingkan sebagaimana

kesetiaan afektif dan diistilahkan didalam pikiran konsumen sebagai cognition

dan affect. Sedangkan cognition adalah secara langsung berhubungan dengan

argumentasi tandingan, affect tidak sebagaimana dikeluarkan dengan mudah.

Atribut kesetiaan yang ditunjukkan/diarahkan pada tingkat dari affect untuk

atribut itu. Dengan demikian akan lebih jadi disukai/diinginkan jika konsumen-

konsumen setia pada suatu level yang lebih dalam atas suatu komitmen.

Tahapan ketiga dari pengembangan kesetiaan adalah tahapan konatif

(tujuan yang bersifat perlaku). Sebagaimana dipengaruhi oleh episode-episode

berulang dari pengaruh-pengaruh positif kearah atribut. Conation, dengan definisi,

35

menyatakan suatu spesifik atribut untuk menggunakan kembali. Kesetiaan konatif,

kemudian adalah suatu pernyataan kesetiaan yang mengandung apa yang pada

mulanya tampak komitmen yang diadakan secara mendalam untuk melakukan

dicatat di dalam defenisi kesetiaan. Namun demikian, komitmen ini adalah kepada

tujuan untuk menggunakan kembali atribut dan hal ini lebih dekat kepada

motivasi. Pengaruhnya, konsumen menginginkan untuk menggunakan kembali,

tetapi mirip kepada semua maksud tujuan baik apa saja, keinginan ini boleh jadi

suatu tindakan antisipasi ataupun tindakan yang tidak direalisasikan.

Dengan demikian, melengkapi kerangka kerja kognitif yang sebelumnya

dengan suatu tindakan yang ke-empat, atau tindakan, tahap memberikan model

kesetiaan yang didasarkan pada sikap kearah perilaku, minat, pernyataan tindakan

atas pembelian kembali. Kesetiaan kognitif memusatkan pada aspek kepuasan

atribut, kesetiaan efektif diarahkan kepada kesukaan atribut, kesetiaan konatif

dialami ketika konsumen memfokuskan pada keinginan kembali atribut, dan

kesetiaan tindakan adalah komitmen kepada tindakan melakukan kembali.

Sebagaimana dicatat, sedikit pekerjaan telah tampak untuk membenarkan atau

membuktikan salah (menyangkal) perspektif yang dikembangkan ini. Hal ini

sayang sekali karena kelemahan dari tahap-tahap kesetiaan yang empat ini

meminta spesifikasi jika stakeholder akan melindungi dasar kesetiaan mereka.

Sedangkan menurut Zeithaml, dkk. (1996) tujuan akhir keberhasilan

pelaku usaha wisata menjalin hubungan relasi dengan wisatawannya adalah untuk

membentuk loyalitas yang kuat. Indikator dari loyalitas yang kuat adalah :

1. Say positive things, adalah mengatakan hal yang positif tentang produk yang

telah dikonsumsi.

36

2. Recommend friend, adalah merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi

kepada teman.

3. Continue purchasing, adalah pembelian yang dilakukan secara terus menerus

terhadap produk wisata yang telah dikonsumsi.

Mowen dan Minor dalam Tjiptono (2005) mendefenisikan loyalitas

sebagai kondisi dimana wisatawan mempunyai sikap positif terhadap suatu

produk wisata, mempunyai komitmen pada produk wisata tersebut, dan

bermaksud meneruskan aktivitas terhadap produk wisata tersebut di masa

mendatang. Loyalitas merupakan respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji

untuk memegang teguh komitmen yang mendasari kontinuitas relasi, dan biasanya

tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar

dedikasi maupun kendala pragmatis.

Selanjutnya Paliati (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa variabel

pengukuran loyalitas wisatawan, antara lain :

1. Pembelian Ulang

2. Rekomendasi

3. Menceritakan Hal-hal Positif

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa indikasi

dan pengukuran loyalitas wisatawan dapat berupa :

1. Pembelian Ulang (buyer’s repetition) (Parasuraman, dkk., 1988; Schmid,

1997; Paliati, 2007) yaitu pembelian yang dilakukan secara terus menerus

terhadap produk wisata yang telah dikonsumsi.

2. Komitmen Merek (Dick dan Basu, 1994) yaitu komitmen yang kuat pada

produk wisata tersebut, tidak memiliki keinginan untuk berpindah ke produk

37

wisata lainnya serta berusaha untuk meneruskan aktivitas tindakan terhadap

produk wisata itu kembali.

3. Getok Tular Positif/Rekomendasi (Morgan dan Hunt, 1994; Dick dan Basu,

1994; Paliati; 2007) yaitu merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi

kepada teman serta mengemukakan hal-hal positif mengenai pengalamannya

saat menikmati produk wisata.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa loyalitas

wisatawan adalah sikap positif terhadap sebuah produk wisata, yang disertai

komitmen terhadap produk wisata tersebut dan bermaksud meneruskan aktivitas

terhadap produk wisata yang dinilai positif tersebut.

2.6 Hasil Kajian Empirik

Untuk menghasilkan sebuah penelitian yang komprehensif dan berkorelasi,

maka digunakan beberapa penelitian sebelumnya sebagai bahan rujukan yang

bahasan penelitiannya memiliki relevansi dengan penelitian ini. Diharapkan

dengan rujukan tersebut dapat membentuk kerangka dasar berpikir peneliti dalam

melakukan kajian. Penelitian mengenai hubungan atribut wisata dengan loyalitas

wisatawan yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini antara lain

penelitian oleh Lovelock, Paterson dan Walker (2001), Darmaningsih, dkk. (2006),

Rimington (1999) dan Zhou(2005), Meng, dkk (2006).

Dijelaskan oleh Lovelock, Paterson, dan Walker (2001) bahwa kesetiaan

atau loyalitas timbul sebagai sebuah evaluasi setelah pembelian oleh pelanggan

mengenai pengalaman (proses serta hasil) dari pelayanan secara menyeluruh yang

diterimanya. Kesetiaan timbul setelah konsumen puas akan sebuah pengalaman,

38

sehingga akan timbul pembelian ulang atau keinginan untuk mengalami hal

tersebut secara berulang. Kesetiaan akan menghasilkan word of mouth yang dapat

mempengaruhi wisatawan lain. Kesetiaan ini dapat mempengaruhi wisatawan

untuk berkunjung kembali ke Kawasan Sanur.

Atirbut yang melekat pada objek akan memunculkan kesetiaan itu sendiri.

Hal ini dijelaskan oleh Darmaningsih, dkk. (2006) bahwa atribut yang melekat

tersebut dapat berupa dimensi jasa atau apa saja yang dipertimbangkan dalam

keputusan untuk membeli produk wisata tersebut. Hal yang serupa juga

disebutkan oleh Kozak dan Rimington (1999) bahwa menentukan atribut dominan

destinasi wisata sangat penting untuk mengukur tingkat kepuasan keseluruhan

wisatawan sehingga memunculkan intensi untuk datang kembali ke daerah tujuan

wisata tersebut. Telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengukur atribut

destinasi dan motivasi wisatawan seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh

Meng, Tepanon, dan Uysal dalam jurnal mereka yang berjudul Measuring Tourist

Satisfaction by Attribute and Motivation : The Case of Nature-Based Resort

(2006). Disebutkan bahwa atribut destinasi wisata memiliki peran penting dalam

evaluasi wisatawan atas daya tarik, image, dan kepuasan terhadap destinasi wisata

tertentu.

Lebih rinci dikemukakan oleh Zhou (2005) dalam penelitian mengenai

atribut destinasi wisata yang dapat menarik wisatawan mancanegara untuk

berwisata di Cape Town bahwa terdapat delapan atribut destinasi wisata yang

penting yakni landscape, culture and history, ambience, accessibility, safety, price,

services, dan entertainment. Kedua penelitian ini sama-sama menyimpulkan

bahwa pentingnya atribut wisata terhadap kepuasan wisatawan.

39

Kedua penelitian diatas sama-sama meneliti mengenai atribut destinasi wisata

untuk melihat motivasi berwisata dari wisatawan dan hasil yang diperoleh dari

kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa atribut yang berperan penting dari

setiap destinasi wisata berbeda-beda. Perbedaan ini meyakinkan penulis bahwa

setiap destinasi wisata memiliki karakteristik yang berbeda, demikian halnya

dengan Kawasan Sanur.