bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran di
SD. Trianto (2010:171) mengemukakan bahwa IPS merupakan integrasi
berbagai cabang-cabang ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum dan budaya. IPS dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek
dan cabang-cabang ilmu sosial.
Ilmu pengetahuan sosial adalah mata pelajaran yang merupakan suatu
panduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dapat juga dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan sosial merupakan mata pelajaran yang menggunakan bagian-
bagian tertentu dari ilmu sosial. Ilmu pengetahuan sosial. Ilmu pengetahuan
sosial mempelajari manusia dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya
untuk memahami masalah-masalahsosial (Depdikbud, 2004).
Konsep dasar IPS meliputi 1) interaksi, 2) saling ketergantungan, 3)
kesinambungan dan perubahan, 4) keragaman/ kesamaan/ perbedaan, 5)
konflik dan konsensus, 6) pola, 7) tempat, 8) kekuasaan, 9) nilai kepercayaan,
10) keadilan dan pemerataan, 11) kelangkaan, 12) kekhususan, 13) budaya,
14) nasionalisme (Etin Solihatin, 2009: 15-21). Jadi IPS merupakan mata
pelajaran yang mengkaji tentang manusia, kehidupan sosial dan berbagai
permasalahannya.
Dari uraian pendapat para ahli di atas menyimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan
manusia dalam masyarakat yang didasarka pada bahan kajian geografi,
sosiologi, antropologi, tata Negara, sejarah, kehidupan sosial dan berbagai
permasalahannya. Memperhatikan uraian tersebut, maka pembelajaran IPS
perlu diberikan di jenjang sekolah Dasar, di mana peserta didik dapat
mengenal sejarah dan kehidupan sosial. Berikut dijabarkan beberapa aspek
dalam pembelajaran IPS di SD.
6
1) Kajian Pokok
Ilmu pengetahuan yang diajarkan di SD terdiri atas dua bahan kajian
pokok, yaitu: pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan
sosial, mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi dan
pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi, perkembangan masyarakat
Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini. (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 2004)
2) Fungsi
Pelajaran IPS di SD berfungsi mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan dasa untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengajaran sejarah berfungsi
sebagai menumbuhkan rasa kebanggaan dan bangga perkembangan
masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga masa sekarang. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 2004)
3) Tujuan Belajar IPS
Tujuan pendidikan IPS adalah mendidik dan memberi bekal kemampuan
dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat
kemampuan dan lingkungannya serta berbagai bekal siswa untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Trianto, 2010:
174).Selanjutnya Trianto (2010: 176) juga mengemukakan tujuan utama
ilmu pengetahuan sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
terjadi dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Jadi pembelajaran IPS di SD bertujuan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, nilai dan analisis siswa
terhadap masalah sosial sehingga siswa peka dan mampu mengatasi
masalah sosial yang menimpa diri maupun masyarakatnya yang pada
akhirnya akan menjadi seorang warga negara yang baik. Berikut beberapa
tujuan siswa belajar mengenai IPS:
7
a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan, ditingkat lokal, nasional dan global
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi
dalam masyarakat yang majemuk.
2.2. Model Pembelajaran
Model secara harfiah berarti “bentuk”, dalam pemakaian secara umum
model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya
yang diperoleh dari beberapa sistem. Sedangkan menurut Agus Suprijono
(2011: 45), model diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai proses
aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba
bertindak berdasarkan model itu.
Pengertian menurut Syaiful Sagala (2005: 175) sebagaimana dikutip
oleh Indrawati dan Wanwan Setiawan (2009: 27), mengemukakan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial
(Agus Suprijono, 2011: 46). Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu.
2.2.1 Model Cooperatif Learning Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
Model pembelajaran Two Stay Two Stray/Dua Tinggal Dua Tamu
merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok
untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya (Spencer
8
Kagan,1990: 140). Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu
antar kelompok untuk berbagi informasi. Model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray (TSTS) sangat diperlukan dan bukan saja untuk mengatasi
kesulitan belajar dan berinteraksi oleh siswa akan tetapi juga membantu guru
dalam mengajar siswa secara lebih dalam sehingga dengan adanya
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Spray (TSTS) yang diterapkan
oleh guru lebih sistimatis dan bermutu.Dalam model pembelajaran kooperatif
TSTS ini memiliki tujuan dimana Siswa di ajak untuk bergotong royong
dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif
TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya
jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang
dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran
Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas
tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat
mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar
mengajar.
Pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun
tidak sadar membuat siswa melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang
menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih
banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak
selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat
siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan
terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam
belajar (aktif).
2.2.2 Manfaat Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS).
Manfaat model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yaitu,
membantu kelancaran pendidikan dan pengajaran di sekolah, artinya dengan
adanya model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray secara intensif
9
akan memberi dampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung
yang akhirnya akan kembali pada keberhasilan pendidikan.
Selain itu, adapun manfaat dari model pembelajaran kooperatif teknik
Two Stay Two Stray bagi siswa adalah sebagai berikut: 1) dapat diterapkan
pada semua kelas/tingkatan; 2) melatih siswa untuk bekerjasama dalam
kelompok; 3) mendorong siswa untuk dapat berbicara dalam sebuah diskusi;
4) menarik minat siswa dalam pembelajaran dikelas, dan, 5) membantu siswa
untuk lebih memahami topik diskusi lebih mendalam. Sementara itu, bagi
guru bermanfaat sebagai alternatif cara menyampaikan pembelajaran dengan
lebih inovatif dan kreatif.
2.2.3 Cara-cara Pelaksanaan Model Pembelajran Kooperatif tipe Two
Stay Two Stray (TSTS).
Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru
membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa
untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan
relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaah
kelas karena masing-masing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan
tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu
permasalahan dalam kelompok (Jarolimek& Parker dalam Isjoni, 2009: 32).
Menurut Lin. E. (2008: 102) kelompok pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari 4-5 orang diberi nomor 1, 2, 3 dan 4 dan masing-masing memiliki peran
sebagai berikut:
Nomor 1 sebagai pemimpin/manajer yang mengatur kelompok dan
memastikan anggota menyelesaikan perannya dan bekerja secara
kooperatif tepat pada waktunya; Nomor 2 sebagai pencatat yang mencatat
jawaban kelompok dan hasil diskusi; Nomor 3 sebagai teknisi/mengatur
bahan yang mengumpulkan bahan untuk kelompok dan membuat analisis
teknik untuk kelompok; Nomor 4 sebagai reflektor yang memastikan
bahwa semua kemungkinan telah digali dengan mengajukan pertanyaan:
ada ide lain? Serta mengamati dinamika kelompok; Pada pembelajaran
kooperatiftwo stay two stray setiap kelompok terdiri dari 4 orang, keempat
orang (A, B, C, D) bersama-sama mengkaji suatu bahasan, kemudian
siswa B dan C meninggalkan kelompok untuk bertamu ke dua kelompok
lainnya. Sementara siswa A dan D tinggal dalam kelompok dan bertugas
10
memberikan informasi hasil kerja kelompok kepada tamu yang datang
dari dua kelompok lain.
Cara belajar kooperatif two stay two stray (dua tinggal dua tamu)
menurut Spencer Kangan (1990: 122). sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat ssebagaimana biasa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan
dikerjakan bersama.
3. Setelah selesai, 2 anggota masing-masing kelompok diminta meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua anggota kelompok lain.
4. Dua orang yang inggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan
hasil kerja mereka ke tamu mereka.
5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan
apa yang mereka temukan dari kelompok lain.
6. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan
mereka semua.
Berikut ini bagan kooperatif two stay two stray (dua tinggal dua tamu)
menurut Lie, Anita (2008: 61). Yaitu:
11
Keterangan:
Siswa B dan C bertugas mencari informasi artikel yang tidak dibahas
oleh kelompoknya dan berbagi hasil diskusi dengan kelompok yang
dikunjungi. Siswa A dan D bertugas memberikan informasi mengenai artikel
yang telah dibahas oleh kelompoknya kepada tamu yang berkunjung.
2.2.4 Fungsi Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS)
Pembelajaran kooperatif two stay two stray digunakan untuk mengatasi
kebosanan anggota kelompok, karena guru biasanya membentuk kelompok
secara permanen. Two stay two stray memungkinkan siswa untuk berinteraksi
dengan anggota kelompok lain. Menurut Lie, Anita (2008: 61) membentuk
kelompok berempat memiliki kelebihan yaitu kelompok mudah dipecah
menjadi berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa
dilakukan dan guru mudah memonitor. Kekurangan kelompok berempat
adalah membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang
lebih baik, jumlah genap menyulitkan proses pengambilan suara, kurang
kesempatan untuk kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari
keterlibatan.
2.2.5 Karateristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS)
Teknik pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun
1990. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan anak usia didik. Menurut Lie, Anita (2008: 61), Struktur Two
Stay Two Stray/Dua Tinggal Dua Tamu, memberikan kesempatan kepada
kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengn kelompok lain.
Adapun proses model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray, dua
orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa yang lainnya bertamu
kekelompok lain. Dua orang yang tinggal harus bertugas untuk memberikan
informasi kepada tamu dari kelompok lain tentang hasil diskusinya, sementara
itu yang bertamu bertugas untuk mencatat penjelasan hasil diskusi kelompok
yang dikunjunginya. Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua
Tinggal Dua Tamu (Lie, Anita 2008: 61-62) adalah sebagai berikut.
12
1. Bekerjasama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Dimana
anggotanya bersifat hiterogenitas atau beraneka ragam yaitu satu orang
siswa yamg berkemampuan tinggi, dua orang siswa yang berkemampuan
sedang dan satu orang yang berkemampuan rendah.
2. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompoknya, kemudian dua orang dari
masing-masing kelompok yanng berkemampuan sedang akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertemu kedua
kelompok lain.
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok memiliki kemampuan yang
tinggi dan rendah bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka
ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok masing-masing dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokan dan membahas hasil mereka.
2.2.6 Kelebihan Dan Kekurangan Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS)
Berikut dipaparkan kelebihan dan kekurangan dari model pembelarjaran
Kooperatif tipa TSTS menurut Lie, Anita (2008: 61-69).
1) Kelebihan Two Stay Two Stray
a) Mengatasi kebosanan anggota kelompok, karena guru biasanya
membentuk kelompok secara permanen.
b) Memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan anggota
kelompok lain.
c) Menurut Lie, A. (2008: 61) lebih banyak ide muncul, lebih
banyak tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah memonitor.
d) Lebih berorientasi pada keaktifan.
e) Dapat diterapkan pada semua kelas.
2) Kekurangan Two Stay Two Stray
a) Membutuhkan lebih banyak waktu
b) Membutuhkan sosialisasi atau penjelasan yang lebih jelas
13
c) Siswa terkadang sulit untuk menjelaskan materi (permasalahan)
kepada tamu.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa kelebihan
pembelajaran Two Stay Two Stray adalah siswa dapat berinteraksi dengan
kelompok yang lain dan dapat mengeluarkan ide-ide kreatif dalam
menjelaskan materi kepada kelompok lain, sehingga siswa terdorong untuk
lebih dalam lagi dan termotivasi mempelajari permasalahan tersebut dan
mudah terekam dalam ingatan siswa sehingga tidak mudah di lupakan dan
akan membekas dalam ingatan siswa. Disamping itu juga siswa sudah mulai
belajar tanggung jawab sebagai tuan rumah atau sebagai tamu. Sedangkan
kekurangan pembelajaran Two Stay Two Stray adalah sulitnya dalam
mengkondisikan siswa karena aktifitas belajarnya di dalam kelompok-
kelompok kecil dan sulitnya guru dalam memonitori siswa yang bertindak
sebagai tamu ataupun tuan rumah.
2.3. Hasil Belajar
2.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Proses pembelajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat
siswa belajar, yang berarti pembelajaran merupakan sebuah proses yang
direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dapat dikatakan
bahwa hasil belajar merupakan porolehan dari dari proses belajar siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat
dari hasil belajar siswa. Bila hasil belajar tinggi pembelajaran tersebut
dikatakan berhasil, tetapi jika hasil belajar rendah pembelajaran tersebut
dikatakan tidak berhasil.
Menurut Winkel (Purwanto 2008: 45), “hasil belajar adalah perubahan
yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya,
perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”. Sepaham
dengan Winkel, Purwanto (2008: 46) mengungkapkan “hasil belajar adalah
perubahan perilaku manusia akibat belajar, dapat berupa perubahan dalam
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.”Winkel menekankan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan mengenai sikap dan tingkah lakunya.Sedangkan
14
Purwanto hanya menyebutkan perubahan perilaku manusia setelah
belajar.Meskipun demikian, mereka mempunyai kesepahaman bahwa
perubahan akibat belajar tersebut berupa 3 aspek, yaitu aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Perubahan perilakuaspek kognitif, afektif dan psikomotorik disebabkan
karena telah mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam
proses belajar mengajar. Perubahan akibat pengalaman belajar, tidak semata-
mata hanya pada perubahan secara kognitif (pengetahuan) saja, tetapi siswa
juga dapat mengalami perubahan secara afektif (sikap) serta mampu
melaksanakan tugas – tugas yang berhubungan dengan performanya
(psikomotorik).
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan
hanya salah satu aspek kompetensi kemanusiaan saja.Hasil belajar
yangdiharapkan dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat
mengetahui atau menyebutkan konsep, misalnya dari menghitung luas dan
menggunakannya dalam masalah yang berkaitan dengan luas.Pada ranah
afektif yaitu siswa dapat mengembangkan karakter yang diharapkan (tekun,
kerjasama, dan tanggung jawab), siswa juga dapat berpikir kreatif dan berlatih
berkomunikasi.Pada ranah psikomotor yaitu siswa mampu menggunakan alat
peraga dan memecahkan aktivitas pemecahan masalah menggunakan alat
peraga.Jadi ketiga ranah menurut taksonomi Bloom tersebut, kesemuanya
harus dapat dicapai oleh siswa setelah mendapatkan pembelajaran.Jika ketiga
ranah tersebut telah tercapai, dapat dikatakan bahwa siswa telah berhasil
dalam belajarnya.
Dari pendapat para ahli di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa yang disebut dengan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
belajar pada siswa, dimana untuk mengukur perubahan tingkah laku belajar
tersebut digunakan alat yang disebut tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes
tersebut kemudian yang diukur untuk melihat siswa tersebut telah berhasil
mencapai belajarnya atau masih belum. Agar lebih terukur, kriteria nilai
15
sebagai bukti keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil mengikuti
proses pembelajaran.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Diakui bahwa sukses atau gagalnya seorang siswa dalam mencapai
prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat saja berasal dari dalam diri siswa, dan dapat pula berasal dari luar diri
siswa. Slameto (2010: 2), menyebutkan ada dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Sementara itu Syah (2002: 132) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri atas tiga, yaitu
faktor internal eksternl dan pendeketan belajar.Faktor ini sebenarnya telah
disebutkan oleh Slameto (2010: 2) dalam paparannya, namun dipisahkan oleh
Syah (2002: 64) sebagai faktor yang berdiri sendiri dari faktor
eksternal.Sependapat dengan Slameto, Muhadi (2008: 6) juga menyebutkan
bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap prestasi belajar ada dua yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Detailnya, pemikiran ketiga ahli ini
diuraikan berikut di bawah ini:
Pertama, menurut Slameto (2010: 4), secara garis besarnya faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan atas:
a) Faktor Internal
Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi
kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan,
bakat, motivasi, dan lain-lain.
1) Kondisi Fisiologis Secara Umum
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar seseorang. Contoh: Orang yang ada dalam
keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang
ada dalam keadaan lelah.
2) Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu
semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar
seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari
16
faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor
psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang
utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. (Djamarah,
2008: 56).
3) Kondisi Panca Indera
Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan
penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat
contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen,
mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan
ceramah, dan lain sebagainya.
4) Intelegensi/Kecerdasan
Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk
belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi
seseorang rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan
belajar, jika tidak ada bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha
belajar tidak akan berhasil.
5) Bakat
Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu
misalnya bidang studi matematika atau bahasa asing. Bakat adalah
suatu yang dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan
merupakan perpaduan taraf intelegensi.
6) Motivasi
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan
terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara
senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus
untuk mencapai cita-cita.
b) Faktor Eksternal
Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan.
Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala
sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi
17
prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain
(Djamarah, 2008: 56).
1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Lingkungan Alami
Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya
daripada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.
b) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan
representasinya (wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain
langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang
yang sedang belajar memecahkan soal akan terganggu bila ada
orang lain yang mondar-mandir di dekatnya atau keluar masuk
kamar.
Kedua, menurut Syah (2002: 64-65), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta
didik), di antaranya:
1) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi
kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya.
2) Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas
perolehan pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi
rohani peserta didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat,
minat, dan motivasi peserta didik.
b. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta
didik), diantaranya:
1) Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-
teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orangtua dan
keluarga peserta didik itu sendiri.
18
2) Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.
c. Faktor pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi
yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
Ketiga, pendapat yang disampaikan oleh Muhadi (2008: 6). Senada
dengan pendapat Slameto (2010: 2), Muhadi memamparkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain, yaitu:
a. Faktor internal
1. Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan yang lelah dan capek, tidak dalam
keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.
2. Faktor Psikologis
Dalam hal ini setiap manusia memiliki kondisi psikologis yang
berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajar
siswa. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar siswa.
b. Faktor eksternal
1. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan sosial.
2. Faktor instrumental
Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor intrumental ini berupa kurikulum, sarana dan
guru.
Berdasarkan pemikiran ketiga ahli kita dapat mengatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa terdiri dari faktor
19
internal yang disampaikan oleh Slameto (2010: 2) antara lain faktor fisiologis,
faktor psikologis, kondisi panca indera, inteligensi/kecerdasan, bakat dan
motivasi. Sementara itu Syah (2002: 64) meskipun juga mengatakan bahwa
faktor internal yang ikut mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa adalah
faktor fisiologis, Syah memaparkan secara berbeda dengan paparan yang
disampaikan oleh Slameto. Paparan yang disampaikan Slameto terlihat lebih
rinci, dimana faktor fisiologis, bagi Slameto adalah faktor-faktor yang terkait
dengan kondisi jasmani siswa secara umum misalnya kelelahan, sedangkan
bagi Syah faktor fisiologis adalah kondisi yang dalam paparannya Slameto
masuk pada kondisi panca indra siswa. Perbedaan paparan yang lain adalah
pada faktor psikologis. Syah memasukkan inteligensi, bakat, motivasi sebagai
faktor psikologis, sementara Slameto lebih terurai dan memisahkan secara
tegas; dimana dengan meminjam pemikiran Djamarah (2008: 55) kondisi
psikologis dimaksudkan sebagai suasana batin siswa ketika proses
pembelajaran sedang berlangsung. Muhadi, lebih sependapat dengan Slameto
ketika menyebutkan salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa, yaitu kondisi fisiologis. Muhadi sependapat dengan Slameto
bahwa kondisi fisiologis adalah kondisi dimana siswa tidak dalam keadan
prima atau berada dalam kondisi lelah; namun demikian, Muhadi juga
mengikuti Syah dengan menambahkan hal lain lagi dalam kondisi fisiologis
yaitu keadaan tubuh seperti cacat dimana kondisi ini dipisah secara tegas oleh
Slameto sebagai kondisi panca indera siswa. Kondisi internal kedua Muhadi
lebih mengikut Syah dengan memasukkan faktor psikologis antara lain
inteligensi, bakat, motivasi sebagai bagian dari kondisi psikologis, dimana
kondisi ini jelas secara tegas dipisahkan oleh Slameto.
Selain faktor internal di atas, ketiga ahli ini sepakat bahwa faktor lain
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor eksternal. Slameto
menyebutkan faktor eksternal ini adalah lingkungan dengan memberikan
pemisahan yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial. Syah juga
mengatakan hal yang sama bahwa faktor eksternal adalah lingkungan, dan
juga sepikiran dengan Slameto, yaitu memisahkan lagi lingkungan itu menjadi
20
dua yaitu lingkungan sosial dan non sosial menurut bahasanya Syah. Namun,
pembeda dari keduanya adalah bahwa Slameto lebih tepat memaparkan
lingkungan alami sebagai lingkungan fisik yang tidak hidup yang benar-benar
alami seperti udara, dan kondisi cuaca. Sedangkan kondisi rumah, kondisi
sekolah yang dipaparkan sebagai lingkungan non sosial dimasukkan oleh
Slameto sebagai kondisi sosial, dan pemilihan ini lebih tepat dibandingkan
pemilahan yang dilakukan oleh Syah. Muhadi tampaknya lebih sependapat
dengan Slameto dimana ia menjelaskan serupa dengan Slameto bahwa faktor
eksternal yang mempengaruhi adalah lingkungan. Dalam pemilahannya
tentang lingkungan, Muhadi lebih dekat kepada pemikiran Slameto
dibandingkan dengan Syah, karena Muhadi mengikuti Slameto memisahkan
lingkungan sebagai lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Kedua Muhadi
lebih terbatas membahas faktor eksternal kedua dengan membatasi hanya pada
instrument dalam hal ini yaitu guru, kurikulum; dimana faktor ini lebih tegas
dikatakan oleh Slameto sebagai faktor sosial.
Mengacu pada ketiga ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor
eksternal.Namun demikian, agar penelitian ini lebih terarah, penulis hanya
memilih salah satu dalam faktor eksternal yaitu faktor sosial seperti yang
dipaparkan oleh Slameto.Agar lebih spesifik dan sesuai dengan penelitian ini,
penulis mengambil kondisi sekolah yaitu metode pembelajaran yang
diterapkan sekolah.Sesuai dengan pendapat ketiga ahli di atas, dimana mereka
bersepakat bahwa faktor sosial yaitu metode pembelajaran atau yang disebut
Muhadi sebagai faktor instrumental turut berkontribusi dalam mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Karena itu, dalam penelitian ini, terkait dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, penulis mengambil model
pembelajaran sebagai fokus kajian. Kata lainnya adalah bahwa penulis
memutuskan untuk melihat model pembelajaran sebagai faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa.
21
2.4. Kajian Penelitian Yang Relevan
Yuhendrawati (2012) telah melakukan penelitian dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray untuk
meningkatkan hasil belajar IPS Siswa Kelas IV A SDN 164 Pekanbaru. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ada peningkatan, pada kondisi siklus I
jumlah ketuntasan sebesar 85.37% kemudian setelah dilanjutkan pada siklus II
jumlah ketuntasan meningkat menjadi 100%, dengan demikian hasil ini
menunjukkan bahwa model kooperatif tipe TSTS telah dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
Putri Hannika Sitorus Pane 2015 telah melakukan penelitian dengan
judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model
pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) Pada mata pelajaran IPS Di Kelas
IV SDN. Hasil penelitiannya menunjukkan dari 28 siswa bahwa 4 siswa (14,
286%) tuntas dan 24 siswa (85, 714%) siswa tidak tuntas. Pada siklus I rata-
rata kelas meningkat yaitu menjadi 67, 321 di mana 16 siswa lulus (57, 142
%) dan 12 siswa (42,858 %) tidak lulus. Maka dilaksanakan siklus II, dan
hasilnya mengalami peningkatan yaitu nilai ratarata menjadi 88, 75 di mana
26 siswa (92,857 %) tuntas dan 2 siswa (7, 143 %) tidak tuntas.
Robi Muslim (2012) Melakukan Penelitian Dengan Judul “Peningkatan
Hasil Belajar IPS Melalui Metode “Two Stay Two Stray (Tsts) Pada Siswa
Kelas IV SDN 02 Jatiharjo Kecamatan Jatipurotahun Ajaran 2011/2012”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPs
melalui metodepembelajaran Two Stay Two Stray bagi siswa kelas IV Sekolah
Dasar Negeri 02 Jatiharjo Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun
Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini adalah (1) Adanya peningkatan rata-
rata nilai yang diperoleh siswa dari kondisi awal 60,00 menjadi 75,77 pada
siklus I dan 84,23 pada siklus ke II. (2) Adanya peningkatan prosentase
ketuntasan belajar siswayang pada tes awal hanya 31%, pada tes siklus I 62%
dan pada silkus ke II menjadi 92%. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan metode Two Stay Two Stray
22
dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV SDN 02 Jatiharjo
Kecamatan Jatipuro tahun ajaran 2011/2012.
Dari data penelitian terdahulu membuktikan bahwa Two Stay Two Stray
dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin melakukan penelitian
lagi dengan menggunakan metode yang pembelajaran yang sama. Meskipun
demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan kali
ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut yaitu pada
penelitian terdahulu subyek, tempat, dan waktu penelitiannya. Penulis
berhipotesis bahwa ada perbedaan pendekatan pembelajaran, meskipun
dengan menggunakan metode yang sama. Hal ini dikarenakan psikologis
peserta didik, serta akumulasi peserta didik berbeda. Dengan menggunakan
Two Stay Two Stray, peneliti akan melakukan penerapan Two Stay Two
Strayuntuk siswa kelas IV SD. Selain itu penelitian ini akan fokus pada mata
pelajaran IPS kelas IV SD. Kemudian terdapat perbedaan waktu dan tempat
penelitian dimana penelitian ini akan dilakukan di SD Negeri Salatiga 8
Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.
2.5. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori dari pakar dan berberapa
penelitian yang pernah dilakukan peneliti, pembelajaran dikelas memerlukan
strategi dan model yang bisa menarik minat siswa sehingga siswa akan aktif
dan tertarik dalam pembelajaran. Maka dari itu memilih model yang tepat dan
sesuai dengan tujuan pembelajaran harus digunakan untuk menarik perhatian
siswa, dengan begitu proses pembelajaran akan berhasil dengan baik dan
mendapat prestasi belajar yang baik pula. dari uraian diatas, dapat disusun
kerangka berpikir sebagai berikut:
23
Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini yakni diduga dengan penerapan model
pembelajaran TSTS diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas
IV SD Negeri Salatiga 8.
Siswa : hasil belajar siswa
kelas IV rendah. Kegiata
nAwal
Guru
menggunakan
metode ceramah
,tanya jawab
Siklus I :mengunakan
model pembelajaranTwo
Stay Two Strayhasil belajar
IPS siswa menjadi lebih
baik.
Guru
menggunakan
model Two Stay
Two Stray
Tindaka
n
Siklus II : mengunakan
model pembelajaran Two
Stay Two Strayhasil
belajar IPS siswa tuntas
semua. Melalui model TSTS dapat
meningkatkan hasil belajarIPS
bagi siswa kelas IV SD Negeri
Salatiga 8pada semester I tahun
pelajaran 2016/2017
Kondisi
Akhir