bab ii kajian pustaka dan rumusan hipotesis 2.1 … ii.pdfkeseluruhan surat-surat berharga yang...

31
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pensinyalan (Signalling Theory) Teori pensinyalan menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai inisiatif dan dorongan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal (Tearney, 2000). Asimetri informasi terjadi karena manajemen mengetahui lebih banyak informasi tentang prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan pihak eksternal (Wolk et al., 2001). Hal ini dapat mengkibatkan pihak eksternal memberikan nilai yang rendah pada perusahaan. 2.1.2. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan hal dasar yang digunakan untuk memahami konsep corporate governance. Teori keagenan ini dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan ini muncul ketika terjadi sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Seorang manajer (agent) akan lebih mengetahui mengenai keadaan perusahaannya dibandingkan dengan pemilik (principal). Manajer (agent) berkewajiban untuk memberikan informasi kepada pemilik (principal). Manajer bertugas untuk mengelola perusahaan dengan sebaik mungkin sehingga perusahaan akan menghasilkan laba yang cukup signifikan. Jumlah laba yang dihasilkan tersebut akan dilaporkan oleh pemilik sehingga pemilik dapat mengetahui seberapa efektif dan

Upload: hadiep

Post on 10-Aug-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Pensinyalan (Signalling Theory)

Teori pensinyalan menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai

inisiatif dan dorongan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal

(Tearney, 2000). Asimetri informasi terjadi karena manajemen mengetahui

lebih banyak informasi tentang prospek perusahaan di masa mendatang

dibandingkan pihak eksternal (Wolk et al., 2001). Hal ini dapat

mengkibatkan pihak eksternal memberikan nilai yang rendah pada

perusahaan.

2.1.2. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan hal dasar yang digunakan untuk

memahami konsep corporate governance. Teori keagenan ini

dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan ini

muncul ketika terjadi sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan

pemilik (principal). Seorang manajer (agent) akan lebih mengetahui

mengenai keadaan perusahaannya dibandingkan dengan pemilik

(principal). Manajer (agent) berkewajiban untuk memberikan informasi

kepada pemilik (principal). Manajer bertugas untuk mengelola perusahaan

dengan sebaik mungkin sehingga perusahaan akan menghasilkan laba yang

cukup signifikan. Jumlah laba yang dihasilkan tersebut akan dilaporkan

oleh pemilik sehingga pemilik dapat mengetahui seberapa efektif dan

efisiennya kinerja manajer perusahaan. Adanya tanggung jawab yang lebih

besar tersebut, menjadikan manajer menginginkan adanya imbalan yang

lebih besar juga. Dengan demikian dalam perusahaan terdapat dua

kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan untuk mengoptimalkan

keuntungan bagi perusahaan tersebut dan kepentingan bagaimana

memegang tanggung jawab yang besar sehingga mendapatkan imbalan

yang besar juga, yaitu kepentingan untuk pribadinya sendiri.

Fahmi (2010 : 89) menyatakan bahwa agency theory (teori

keagenan) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan

dimana pihak manajemen sebagai pelaksana yang disebut lebih jauh

sebagai agen dan pemilik modal (owner) sebagai princiap membangun

suatu kontrak kerja sama yang disebut dengan nexus of contract, kontrak

kerja sama ini berisi kesepakatan-kesepakatan yang menjelaskan bahwa

pihak manajemen perusahaan harus bekerja secara maksimal untuk member

kepuasan yang maksimal seperti profit yang tinggi kepada pemilik modal

(owner).

Agency problems dapat merugikan pemegang saham karena tidak

terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki

akses untuk mendapatkan informasi yang memadai. Shleifer dan Vishny

(2007) menyatakan bahwa corporate governance merupakan respon

perusahaan terhadap agency problems. Corporate governance diharapkan

memberikan keyakinan kepada para pemegang saham bahwa mereka akan

menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Aspek-aspek

corporate governance seperti kepemilikan manajerial kepemilikan

institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite

audit dipandang sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi

konflik keagenan (Black et al, 2003; Daryatno, 2004; Harjoto dan Jo,

2011).

2.1.3 Teori Stakeholders (Stakeholders Theory)

Teori stakeholder memprediksi manajemen memperhatikan

ekspektasi dari stakeholder yang berkuasa, yaitu stakeholder yang memiliki

kuasa mengendalikan sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan

(Deegan, 2004). Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku

pengungkapan social dan lingkungan. Perusahaan akan berusaha untuk

memuaskan stakeholder agar tetap bertahan, yaitu dengan mengungkapkan

informasi yang dibutuhkan. Beberapa kelompok stakeholder sangat

membutuhkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Lebih lanjut teori lain yang mendukung penyampaian laporan

pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah stakeholder theory

(Deegan, 2004 : 292). Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai

kelompok (stakeholders) yang terdapat dalam masyarakat dan bagaimana

harapan kelompok stakeholder memiliki dampak yang lebih besar (lebih

kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori berimplikasi terhadap kebijakan

manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder perusahaan

pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai bagaimana

perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk mencapai

harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaian pengungkapan,

termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.

2.1.4 Pengertian Pasar Modal

Pengertian pasar modal secara umumnya adalah suatu sistem

keuangan yang terorganisasi termasuk didalamnya adalah bank-bank

komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta

keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Pengertian pasar modal juga

bisa diartikan dalam arti sempit yaitu suatu pasar (tempat yang berupa

gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-

obligasi dan jenis surst berharga lainnya dengan memakai jasa perantara

perdagangan efek (Sunariyah, 2006 : 4).

Pasar modal adalah kegiatan yang berhubungan dengan penawaran

umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang berkaitan dengan

efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan

efek. Pasar modal menyediakan alternatif investasi bagi para investor selain

alternatif investasi lainnya seperti : menabung di bank, membeli emas,

asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar modal bertindak

sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun

institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka

panjang seperti : obligasi, saham, dan lainnya (Rusdin, 2006 : 1).

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pasar

modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi dan

mempertemukan dua kelompok yaitu para investor dan perusahaan melalui

perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.

2.1.5 Macam-Macam Pasar Modal

Ada empat macam pasar modal menurut Sunariyah, (2006 : 13)

yaitu sebagai berikut.

1) Pasar Perdana (Primary Market)

Pasar perdana yaitu penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan

saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh

pihak yang menerbitkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasr

sekunder. Harga saham dipasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi

dan perusahaan yang akan go public (emiten) berdasarkan analisis

fundamental perusahaan yang bersangkutan.

2) Pasar Sekunder (Secondary Market)

Pasar sekunder yaitu perdagangan saham setelah melewati masa

penawaran pada pasar perdana. Jadi pasar sekunder merupakan pasar

dimana saham dan sekuritas lain diperjual-belikan secara luas, setelah

melalui masa penjualan di pasar perdana. Harga saham di pasar sekunder

ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual.

3) Pasar Ketiga (Third Market)

Pasar ketiga yaitu tempat perdagangan saham atau sekuritas lain diluar

bursa (over the counter market). Di Indonesia pasar ketiga ini disebut

bursa pararel yang merupakan sistem perdagangan efek yang

terorganisasi di luar bursa efek resmi, dalam bentuk pasar sekunder yang

diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek

dan diawasi dan dibina oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Dalam pasar

ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang dinamakan

lantai bursa (floor trading). Informasi yang diberikan dalam pasar ketiga

ini meliputi : harga saham jumlah transaksi dan keterangan lainnya

mengenai surat-surat berharga yang bersangkutan.

4) Pasar Keempat (Fourt Market)

Pasar keempat yaitu bentuk perdagangan efek antara investor atau

dengan kata lain pengalihan saham dari satu pemegang saham ke

pemegang saham lainnya tanpa melalui perantara perdagangan efek.

Bentuk transaksi dalam perdagangan semacam ini biasanya dilakukan

dengan jumlah besar.

2.1.6 Manfaat Pasar Modal

Menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, (2008 : 12) manfaat pasar

modal dapat dirasakan oleh berbagai pihak yaitu : emiten, investor, lembaga

penunjang maupun pemerintah.

1) Manfaat pasar modal bagi emiten adalah.

(1) Jumlah dana yang dihimpun bisa berjumlah besar.

(2) Dana tersebut bisa diterima sekaligus pada saat asar perdana selesai.

(3) Tidak ada “convenani” sehingga manajemen dapat lebih bebas

dalam pengolahan dana.

(4) Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra

perusahaan.

(5) Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.

(6) Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas.

(7) Tidak ada bebas financial yang tetap.

2) Manfaat pasar modal bagi investor adalah.

(1) Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi,

peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham

yang mencapai capital again.

(2) Memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki saham dan bunga

tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi.

(3) Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam RUPO bagi

pemegang obligasi.

(4) Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi.

(5) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument

yang mengurangi resiko.

3) Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang adalah.

(1) Menuju kearah profesional di dalam memberikan pelayanannya

sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

(2) Sebagai pembentuk harga dalam bursa pararel.

(3) Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang.

(4) Likuiditas efek semakin besar.

4) Manfaat pasar modal bagi pemerintah adalah.

(1) Mendorong laju pembangunan.

(2) Mendorong investasi.

(3) Penciptaan Lapangan Pekerjaan.

(4) Memperkecil Debet Service Ratio (DSR).

(5) Mengurangi beban anggaran bagi Badan Usaha Milik Negara

(BUMN).

2.1.7 Peranan Pasar Modal

Pasar modal mempunyai peranan penting dalam sustu Negara yang

pada dasarnya peranan tersebut mempunyai kesamaan antara satu Negara

dengan Negara yang lain. Menurut Sunariyah, (2006 : 7) peranan pasar

modal suatu Negara terdiri dari lima segi yaitu.

1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual

untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjual-

belikan.

2) Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk

menentukan hasil (return) yang diharapkan.

3) Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual

kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.

4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk

berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.

5) Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.

2.1.8 Lembaga yang Terlibat di Pasar Modal Indonesia

Sebagai suatu bisnis yang berdampak sosial sangat luas, pasar modal

melibatkan banyak orang dan banyak lembaga. Menurut Sunariyah, (2006 :

45) pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pasar modal Indonesia sesuai

dengan SK Menteri Keuangan RI Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang

pasar modal yaitu.

1) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga

pemerintah yang bertugas untuk.

(1) Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek

dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan

efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat

umum.

(2) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga

dan profesi-profesi penunjang yang terkait dalam pasar modal.

(3) Memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal

beserta kebijakan oprasionalnya.

2) Pelaksana Bursa

Bursa efek menurut Kepres No 53 adalah suatu tempat pertemuan

termasuk sistem elektronik tanpa tempat pertemuan yang diorganisir dan

digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan penawaran jual-beli atau

perdagangan efek. Seperti misalnya : Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek

Surabaya.

3) Perusahaan yang Go Public (emiten)

Adalah pihak yang melakukan emisi atau yang telah melakukan emisi

efek. Emiten adalah pihak yang membutuhkan dana guna membelanjai

operasi maupun rencana investasi.

4) Perusahaan Efek

Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh ijin usaha

untuk beberapa kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara

pedagang efek, manajer investasi atau penasehat investasi.

5) Lembaga Kliring dan Penyelesaian Penyimpanan

Untuk membantu segala proses administrasi serta penyimpanan efek

dalam hubungannya dengan perdagangan efek maka terdapat dua

lembaga yaitu lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan. Lembaga

kliring dan penyelesaian penyimpanan adalah suatu lembaga yang

menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di

bursa efek, serta penyimpanan efek dalam penitipan untuk pihak lain.

6) Reksa Dana (Investment Fund)

Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi

kembali (reinvestment) atau perdagangan efek. Reksa dana tertutup

(closed end investment fund) adalah reksa dana yang melakukan emisi

saham tidak dapat dijual kepada atau dibeli kembali oleh reksa dana

yang bersangkutan.

7) Lembaga Penunjang Pasar Modal

Adalah tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat, atau

penanggung yang menyediakan jasanya. Tempat penitipan harta adalah

pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan untuk

kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak

kepemilikan atas harta tersebut. Biro administrasi efek adalah pihak yang

berdasarkan kontrak dengan emiten secara teratur menyediakan jasa-jasa

melakukan pembukuan, transfer dan pencatatan, pembayaran deviden,

pembagian hak opsi, emisi sertifikasi, atau laporan tahunan emiten. Wali

amanat (trust agent) adalah pihak yang dipercayakan untuk mewakili

kepentingan seluruh pemegang obligasi atau sertifikat kredit.

Penanggung (guarantor) adalah pihak yang menanggung kembali jumlah

pokok dan/atau bunga emisi obligasi, atau sekuritas kredit dalam hal

emiten cendera janji.

8) Profesi Penunjang Pasar Modal

Terdiri dari akuntan, notaris, perusahaan penilai (appraisal) dan

konsultan hukum. Akuntan adalah pihak yang memiliki keahlian dalam

bidang akutansi dan pemeriksaan akuntan (auditing) dan mempunyai

fungsi memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan emiten atau

calon emiten. Notaris adalah pejabat yang berwenang memberi membuat

akte otentik sebagaimana dimaksud dalam staatsblad 1860 No 3 tentang

peraturan jabatan notaris yang mempunyai peranan membuat perjanjian,

penyusuan anggaran dasar dan perubahannya, perubahan pemilik modal

dan lain-lain. Penilai (appraisal) adalah pihak yang menerbitakan dan

menandatangani laporan penilaian. Konsultan Hukum adalah ahli hukum

yang memberikan dan menanda-tangani pendapat hukum mengenai

emisi atau emiten yang memiliki fungsi utama yaitu melindungi pemodal

atau calon pemodal dari segi hukum, dan memiliki tugas meneliti akte

pendirian, ijin usaha, dan lain-lain.

9) Pemodal (Investor)

Adalah pihak baik perorangan maupun lembaga yang menanamkan

modalnya dalam efek-efek yang diperdagangakan di pasar modal.

2.1.9 Jenis Instrumen Pasar Modal

Instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga yang

diperdagangkan di bursa. Pada umumnya instrument pasar modal bersifat

jangka panjang (Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, 2008 : 54).

Adapun instrumen (sekuritas) yang diperdagangkan di pasar modal

yaitu sebagai berikut.

1) Saham

Saham merupakan tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan

usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. (Bambang Susilo

D, 2009 :27).

Menurut Sunariyah, (2006 : 48) ada dua keuntungan yang dapat

diperoleh dari pemegang saham, yaitu.

(1) Memperoleh deviden, yaitu pembagian keuntungan yang diberikan

perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang

dihasilkan perusahaan.

(2) Memperoleh Capital Gain, yaitu selisih antara harga beli dengan

harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas

perdagangan saham di pasar sekunder.

Menurut Sunariyah, (2006 : 49) kerugian yang mungkin terjadi dari

investasi saham, yaitu.

(1) Tidak mendapat deviden apabila perusahaan mengalami kerugian.

(2) Capital Loss, yaitu kerugian dari hasil jual beli saham berupa selisih

antara harga jual yang lebih rendah dari harga beli.

(3) Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi.

(4) Saham di delist dari bursa.

Menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2008 : 54) jenis saham

yang diperdagangkan di bursa efek adalah sebagai berikut.

(1) Saham biasa, yaitu saham yang tidak memperoleh hak istimewa.

Pemegang saham biasa biasa mempunyai hak untuk memperoleh

deviden sepanjang perseroan memperoleh keuntungan.

(2) Saham preferen, yaitu saham yang diberikan atas hak untuk

mendapatkan deviden atau bagian kekayaan pada saat perusahaan

dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa.

2) Obligasi

Obligasi adalah surat utang jangka menengah-panjang yang dapat

dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk

membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok

utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi

tersebut (Bambang Susilo D, 2009 : 29).

3) Waran

Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan, yang member

hak kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut

pada harga tertentu, dengan jangka waktu enam bulan atau lebih

(Sunariyah, 2006 : 282).

4) Righ Issue

Righ issue merupakan salah satu jenis opsi yang merupakan turunan dari

efek yang sebenarnya dan juga mempunyai masa hidup yang singkat

(Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, 2008 : 72).

5) Reksa Dana

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat

pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki

banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka

(Bambang Susilo D, 2009 : 33).

2.1.10 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan adalah nilai laba masa yang akan dating di

ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi,

2001 dalam Kusumadilaga, 2010).

Nilai perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan

membayar deviden. Ada saatnya dividen tersebut tidak dibagikan oleh

perusahaan karena perusahaan merasa perlu untuk menginvestasikan

kembali laba yang diperolehnya (Mahendra, Artini dan Suarjaya, 2012).

Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk

memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)

(Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya

bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan

berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang

merupakan tujuan utama perusahaan (Euis dan Taswan,2002). Menurut

Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar

oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut

Keown (2008) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga

hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan

persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering

dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Harga

saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan

yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja

perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

Nilai perusahaan atau nilai pasar perusahaan merupakan harga yang

bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.

Tinggi rendahnya nilai perusahaan cerminan tingkat kepercayaan

stakeholder terhadap perusahaan. Semakin tinggi harga saham suatu

perusahaan mencerminkan semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut

(Kasmir, 2010:8). Sehingga, apabila harga saham perusahaan meningkat,

maka kesejahteraan stakeholder juga akan meningkat. Menurut Jogiyanto

(2013:111) terdapat tiga nilai yang berhubungan dengan saham yaitu nilai

buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai instrinsik (instrinsic

value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan

emiten, nilai pasar merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada

saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar karena adanya permintaan

dan penawaran, dan nilai instrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham.

Menurut Sartono (2001), nilai perusahaan ditentukan oleh nilai

modal sendiri dan nilai utang. Nilai perusahaan berhubungan erat dengan

kemampuan perusahaan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang

sahamnya. Bagi perusahaan yang menjual sahamnya ke masyarakat (go

public), indikator nilai perusahaan adalah harga saham yang

diperdagangkan di bursa efek. Harga saham di pasar modal dipengaruhi

oleh berbagai faktor, baik oleh faktor internal maupun eksternal

perusahaan. Fluktuasi dari nilai saham perusahaan biasanya ditentukan

oleh perubahan dari laba perusahaan yang tercermin dalam kinerja

keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan nilai intrinsik perusahaan

menjadi ukuran yang sangat penting bagi investor untuk mengambil

keputusan dalam membeli suatu saham perusahaan sebagai pilihan

investasinya di pasar modal.

2.1.11 Pengungkapan CSR

Perusahaan seharusnya mengungkapkan informasi kepada pihak

eksternal karena dapat memperkecil asimetri informasi dan mengurangi

ketidakpastian mengenai prospek perusahaan di masa akan datang.

Salah satu informasi yang diungkapkan perusahaan adalah melalui

pengungkapan CSR yang digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan

(Utomo, 2000). Sementara dalam legitimacy theory, definisi pengungkapan

CSR digambarkan sebagai kontrak antara perusahaan dengan masyarakat

dalam merespon kelompok masyarakat maupun dalam melaksanakan

kegiatan yang sesuai dengan nilai keadilan. Motivasi perusahaan

melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yaitu : untuk menaati

peraturan, memperoleh keunggulan kompetitif, menjawab ekspektasi

masyarakat, melegitimasis tindakan perusahaan dan menarik investor

(Basamalah dan Jeremias, 2005).

Pengungkapan CSR merupakan penjelasan yang menggambarkan

tanggung jawab sosial perusahaan/lembaga terhadap masyarakat.

Pengungkapan CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak social

dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok

khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston

dan Milne (2006) dalam Damayanti (2011).

Tanggung jawab sosial perusahaan/lembaga sering disebut

pengungkapan CSR yang menurut The Word Business Council for

Sustainable Development adalah komitmen dan kerja sama antara

karyawan, komunitas setempat, dan masyarakat agar memberikan

kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal ini sejalan

dengan Legitimacy Theory yang menjelaskan bahwa setiap perusahaan

menanggapi berbagai kelompok untuk melegitimasi tindakan perusahaan.

Jika terjadi ketidakselarasan nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakaat,

maka perusahaan kehilangan legitimasinya sehingga dapat mengancam

kelangsungan hidup perusahaan. Jadi pengungkapan CSR sangat penting

bagi sebuah perusahaan/lembaga untuk membangun, mempertahankan, dan

melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi, sosial, dan politik

(Hanafia dan Cooke, 2005 dalam Damayanti, 2011)

Ketentuan mengenai kegiatan pengungkapan CSR di Indonesia

diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal (UUPM) dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa setiap perseroan atau penanam

modal berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

perusahaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya

hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan

lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pengaturan

pengungkapan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan

lingkungannya. Dengan demikian pengungkapan CSR merupakan suatu

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, bukan kegiatan yang

bersifat sukarela (Wahyudi dan Azheri, 2008).

Berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan CSR

telah diteliti sebelumnya seperti untuk mentaati peraturan, memperoleh

keunggulan kompetitif, memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan

ekspektasi masyarakat, melegitimasi tindakan perusahaan, dan menarik

investor (Deegan dan Blomquist, 2001 dalam Basamalah dan Jeremias,

2005). Dalam studi literatur Finch (2005), motivasi perusahaan

menggunakan sustainability reporting framework adalah untuk

mengkomunikasikan kinerja manajemen dalam mencapai keuntungan

jangka panjang kepada stakeholder. Aktivitas pengungkapan CSR juga

terbukti dapat meningkatkan reputasi sehingga memperbaiki hubungan

dengan pihak bank, investor, atau lembaga pemerintahan, dan hasil

perbaikan hubungan tersebut tercermin pada keuntungan ekonomi

perusahaan (Harjoto dan Jo, 2011).

Dari aspek ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu

informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Dengan menerapkan pengungkapan CSR, diharapkan perusahaan

memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangan

dalam jangka panjang. Dari aspek investasi, investor juga memiliki

kecenderungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki

kepedulian pada masalah sosial. Perusahaan akan menggunakan informasi

tanggung jawab sosial sebagai keunggulan kompetitif perusahaan

(Sembiring, 2005).

Dalam aspek hukum, perusahaan harus taat pada peraturan

pemerintah seperti Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007

dan Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang

mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

perusahaan. Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan akan

menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya (Wahyudi dan Azheri,

2008).

Pengungkapan CSR perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial

dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang

(Kiroyan, 2006). Perusahaan yang mengungkapkan CSR akan

meningkatkan nilai perusahaannya (Verrecchia, 2000 dalam Basamalah dan

Jermias, 2005).

Darwin (2004) mengatakan bahwa pengungkapan CSR terbagi

menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja

sosial. Gloutie dalam Hartanti (2006) menyatakan bahwa tema-tema yang

diungkapkan dalam wacana akuntansi tanggung jawab sosial adalah.

1) Kemasyarakatan, mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti

perusahaan, misalnya aktivitas terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan

seni, serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.

2) Ketenagakerjaan, meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-

orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen,

program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.

3) Produk dan konsumen, melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau

jasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan,

kejujuran alam iklan, kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan.

4) Lingkungan hidup, yaitu aspek lingkungan dari proses produksi, yang

meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis,

pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan

sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.

2.1.12 Profitabilitas

Rangkuti (2008:148) menyatakan bahwa profitabilitas adalah suatu

analisa yang digunakan mengendalikan laba yang diperoleh. Suatu

perusahaan harus memperoleh laba agar ia dapat terus tumbuh dan

berkembang untuk waktu yang relatif lama. Namun dalam menjalankan

perusahaan, manajemen tidak selalu memperoleh laba yang sebesar-

besarnya. Seandainya hal ini terjadi, perusahaan tersebut akan cenderung

mengeksploitasi sumber daya yang dimiliki atau melakukan tindakan-

tindakan yang tidak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku. Karena itu,

kebijakan mengenai laba harus seimbang dengan kebijakan peningkatan

kesejahteraan karyawan dan kebijakan peningkatan kemakmuran

masyarakat secara luas.

Fahmi (2010:184) menyatakan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio

untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan

oleh besar-kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya

dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka

semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan

keuntungan perusahaan.

Kasmir (2008:196) menyatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan

rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.

Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu

perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan

pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan

efisiensi perusahaan.

Cara yang dipakai untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah

Return on Assets (ROA). ROA adalah perbandingan laba bersih dengan

total aktiva (assets) periode yang sama (Kasmir,2010:197)

2.1.13 Tingkat Leverage

Fahmi (2010:179) menyatakan bahwa rasio leverage suatu kondisi

dimana penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan

perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme

leverage (utang ekstrim) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang

yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Karena itu

sebaiknya perusahaan harus menyeimbangkan berapa utang yang layak

diambil dan dari mana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar

utang.

Kasmir (2008:151) menyatakan bahwa rasio leverage merupakan

rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan

dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung

perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Jika perusahaan mampu

memenuhi kewajiban finansialnya maka perusahaan tersebut akan

dikatakan baik. Dan sebaliknya apabila perusahaan tidak mampu memenuhi

segala kewajiban finansialnya maka perusahaan tersebut dalam keadaan

tidak baik.

Penggunaan rasio leverage bagi perusahaan memberikan banya

manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi. Rasio

leverage memiliki beberapa implikasi berikut.

a. Kreditur mengharapkan ekuitas (dana yang disediakan pemilik) sebagai

marjin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki dana yang kecil sebagai

modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung kreditur.

b. Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat,

berupa tetap dipertahankannya penguasaan atau pengendalian

perusahaan.

c. Bila perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang

dipinjamkannya dibandingkan dengan bunga yang harus dibayarnya,

pengembalian kepada pemilik diperbesar (Weston (2006) dalam Kasmir,

2008:152)

Dengan analisis rasio leverage, perusahaan akan mengetahui beberapa

hal berkaitan dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta

mengetahui rasio kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.

Setelah diketahui, manajer keuangan dapat mengambil kebijakan yang

dianggap perlu guna menyeimbangkan penggunaan modal. Akhirnya dari

rasio ini kinerja manajemen selama ini akan terlihat apakah sesuai tujuan

perusahaan atau tidak (Kasmir, 2008:155). Debt to Equity Ratio (DER)

merupakan perbandingan total utang dengan modal sendiri

(Fahmi,2010:180).

2.1.14 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang

dapat dilihat dari tingkat penjualan, jumlah tenaga kerja, jumlah aktiva

yang dimiliki perusahaan dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item

tersebut, maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar

aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam., semakin banyak

perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar

pula ia dikenal dalam masyarakat. Variabel ukuran perusahaan yang

digunakan oleh Dyer dan Mc Hugh (1975), Carslaw dan Kaplan (1991),

Owusu-Ansah (2000), dan Hilmi dan Ali (2008) dalam penelitiannya

menggunakan ukuran (proksi) total asset (Hilmi dan Ali,2008).

Semakin besar ukuran perusahaan, makin besar pula tekanan untuk

mengolah informasi tersebut, sehingga pihak manajemen perusahaan akan

memiliki kesadaran yang lebih tinggi mengenai pentingnya informasi,

dalam mempertahankan eksistensi perusahaan. Semakin tinggi kesadaran

manajemen mengenai pentingnya informasi bagi pihak-pihak yang

berkepentingan, akan membuat penyajian laporan keuangan menjadi lebih

tepat waktu. Ukuran perusahaan dapat dihitung menggunakan total aset

yang dimiliki oleh perusahaan (dalam jurnal Hilmi dan Ali,2008).

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian pustaka tersebut di atas, maka dapat digambarkan

kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian

Sumber : data diolah, 2015

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Profitabilitas pada Pengungkapan CSR

Penelitian dari Khasharmeh dan Desoky (2013) profitabilitas

berpengaruh positif terhadap on line CSR. Penelitian dilakukan oleh

Novrianto (2012), hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada

perusahaan Manufaktur di BEI. Santioso dan Chandara (2012) membuktikan

bahwa profitabilitas memiliki pengaruh terhadap pengungkapan

pengungkapan CSR. Farauk (2013) menemukan bahwa profitabilitas

berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada di Negerian Listed

Deposit Money Banks. Sunaryo (2013) menemukan bahwa profitabilitas

berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada kelompok

perusahaan real estate yang terdaftar di BEI. Mulyadi dan Anwar (2012)

menemukan bahwa profitabiltas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Profitabilitas (X1)

Leverage (X2)

Ukuran

Perusahaan (X3)

Pengungkapan

CSR (Y1)

Nilai

Perusahaan

(Y2)

Ebiringa (2013) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif

terhadap pengungkapan CSR pada sektor Fokus Oli dan Gas di Negeria.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel profitabilitas dan

pengungkapan CSR.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H1 : Profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan CSR.

2.3.2 Pengaruh Leverage pada Pengungkapan CSR

Penelitian dari Khasharmeh dan Desoky (2013) leverage

berpengaruh positif terhadap on line CSR. Santioso dan Chandara (2012)

membuktikan bahwa leverage tidak memiliki pengaruh terhadap

pengungkapan CSR. Wijaya (2012) menemukan leverage tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Novrianto (2012) menemukan

bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap penguangkatan CSR

pada perusahaan manufaktur di BEI. Pebriana (2013) menemukan bahwa

leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR di Bursa Efek

Indonesia. Setiawati, dkk (2013) menemukan variabel leverage tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan pada

Industri Perbankan di Indonesia. Penelitian dari Lucyanda dan Siagian

(2012) menemukan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan CSR pada perusahaan member di Indonesia Stock Exchange

periode 2007-2008. Sunaryo (2013) menemukan bahwa leverage tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR perusahaan real estate yang

terdaftar di BEI. Susanti, at al (2012) menemukan bahwa leverage tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel leverage dan

pengungkapan CSR.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR,

sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H2 : Leverage berpengaruh negatif pada pengungkapan CSR.

2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan CSR

Novrianto (2012) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai

pengaruh positif terhadap penguangkatan CSR pada perusahaan manufaktur

di BEI. Santioso dan Chandara (2012) membuktikan ukuran perusahaan

memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR. Wijaya (2012) menemukan

ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan

CSR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Setiawati, dkk (2013) menemukan variabel ukuran perusahaan (SIZE)

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan pada

Industri Perbankan di Indonesia. Farauk (2013) menemukan bahwa ukuran

perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada di

Negerian Listed Deposit Money Banks. Penelitian dari Uwuigbe dan

Egbide (2012) menemukan bahwa size berpengaruh positif terhadap

pengungkapan CSR perusahan finansial dan non finansial yang listing di

Negeria.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel ukuran perusahaan dan

pengungkapan CSR.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan

CSR, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.3.4 Pengaruh Pengungkapan CSR pada Nilai Perusahaan

Ratnadi (2014) menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh

positif terhadap nilai perusahaan. Wahab dan Mulya (2013) pengungkapan

CSR secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai

perusahaan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia Periode 2009–2011. Iqbal, at all (2012) menemukan bahwa

pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan

perusahaan yang listing di Karachi Stock Exchange (KSE). Mulyadi dan

Anwar (2012) menemukan pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap

nilai perusahaan. Qomariah (2015) menemukan bahwa pengungkapan CSR

tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur

yang listing di Indonesia Stock Exhange. Ebiringa (2013) menemukan

bahwa pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan

pada sektor Fokus Oli dan Gas di Negeria. Jo dan Harjoto (2011)

menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel pengungkapan CSR

dan nilai perusahaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengungkapan CSR mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan,

sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H4 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif pada nilai perusahaan.

2.3.5 Pengaruh Profitabilitas pada Nilai Perusahaan

Penelitian dari Suryawathy (2014) menemukan bahwa profitabilitas

berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Nurhayati (2013)

profitabilitas perusahaan (ROA) berhubungan positif dan signifikan terhadap

nilai perusahaan pada sektor non jasa. Anisa (2011) menemukan bahwa

profitabilitas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun (2006-2008). Li-Ju dan Shun-Yu (2011) menemukan bahwa

profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan

yang listing di Taiwan periode 2006-2009.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel profitabilitas dan nilai

perusahaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan,

sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H5 : Profitabilitas berpengaruh positif pada nilai perusahaan.

2.3.6 Pengaruh Leverage pada Nilai Perusahaan

Fitriani (2010) leverage secara parsial berpengaruh negatif signifikan

terhadap nilai perusahaan pada perusahaan farmasi yang go public di Bursa

Efek Indonesia. Wahab dan Mulya (211) menemukan leverage mempunyai

pengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2008. Li-Ju

dan Shun-Yu (2011) menemukan bahwa leverage berpengaruh negatif

terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang listing di Taiwan periode

2006-2009.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel leverage dan nilai

perusahaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, sehingga

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H6 : Leverage berpengaruh negatif pada nilai perusahaan.

2.3.7 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan

Fitriani (2010) ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif

signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan farmasi yang go public

di Bursa Efek Indonesia. Nurhayati (2013) ukuran perusahaan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor non jasa. Anisa

(2011) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun (2006-2008). Wahab dan Mulya

(2013) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2009-2011.

Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas variabel ukuran perusahaan dan

nilai perusahaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan,

sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H7 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan.