bab ii kajian pustaka dan kerangka pikirtatap mata di trans 7. b. landasan teori 1. pragmatik ......

42
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Studi Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis-penulis sebelumnya yang sejenis dan relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti dalam upaya menyusun skripsi adalah sebagai berikut. Skripsi Devi Andriyani (2009) dengan judul “Tindak Tutur Ekspresif dalam Reality Show John Pantau”. Berdasarkan analisisnya, ditemukan 20 tindak tutur ekspresif. Pengelompokan 20 jenis tindak tutur ekspresif tersebut, yaitu tindak tutur berterima kasih, memuji, menolak, menyalahkan, mencurigai, menuduh, menyindir, mengkritik, meminta maaf, menyayangkan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa kaget atau terkejut, mengungkapkan rasa jengkel, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa bangga, mengungkapkan rasa malu, mengungkapkan rasa takut,mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa kecewa. Selain itu juga dijelaskan mengenai 23 tuturan yang mengandung efek perlokusi. Dari 23 tuturan tersebut terbagi menjadi 9 efek perlokusi, yaitu menyenangkan mitra tutur, melegakan, membujuk, menjengkelkan mitra tutur, mendorong, membuat mitra tutur tau bahwa…, membuat mitra tutur berpikir tentang…, membuat mitra tutur melakukan sesuatu dan mempermalukan mitra tutur. Skripsi Dian Purnamasari (2010) dengan judul “Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Acara Reality Show Termehek-Mehek di Trans TV” menjelaskan bahwa dari hasil penelitian ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif dan 8 jenis tindak tutur ekspresif.Tujuh jenis tindak tutur direktif berupa mengajak,

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Studi Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan oleh penulis-penulis sebelumnya yang

sejenis dan relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti dalam upaya

menyusun skripsi adalah sebagai berikut.

Skripsi Devi Andriyani (2009) dengan judul “Tindak Tutur Ekspresif dalam

Reality Show John Pantau”. Berdasarkan analisisnya, ditemukan 20 tindak tutur

ekspresif. Pengelompokan 20 jenis tindak tutur ekspresif tersebut, yaitu tindak

tutur berterima kasih, memuji, menolak, menyalahkan, mencurigai, menuduh,

menyindir, mengkritik, meminta maaf, menyayangkan, mengungkapkan rasa

heran, mengungkapkan rasa kaget atau terkejut, mengungkapkan rasa jengkel,

mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa bangga, mengungkapkan rasa

malu, mengungkapkan rasa takut,mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan

rasa kecewa. Selain itu juga dijelaskan mengenai 23 tuturan yang mengandung

efek perlokusi. Dari 23 tuturan tersebut terbagi menjadi 9 efek perlokusi, yaitu

menyenangkan mitra tutur, melegakan, membujuk, menjengkelkan mitra tutur,

mendorong, membuat mitra tutur tau bahwa…, membuat mitra tutur berpikir

tentang…, membuat mitra tutur melakukan sesuatu dan mempermalukan mitra

tutur.

Skripsi Dian Purnamasari (2010) dengan judul “Tindak Tutur Direktif dan

Ekspresif dalam Acara Reality Show Termehek-Mehek di Trans TV” menjelaskan

bahwa dari hasil penelitian ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif dan 8 jenis

tindak tutur ekspresif.Tujuh jenis tindak tutur direktif berupa mengajak,

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

12

mempersilakan, meminta, memohon, menyuruh, menyarankan, melarang, dan

mendesak.Delapan jenis tindak tutur ekspresif berupa berterima kasih, meminta

maaf, mengungkapkan rasa takut, menyalahkan, mengungkapkan rasa heran,

mengungkapkan rasa kaget, rasa kecewa, dan rasa marah.Selain itu juga

dijelaskan mengenai implikatur percakapan, implikatur percakapan tersebut

berupa implikatur menyatakan menolak, kerahasiaan, meminta, menenangkan,

kritikan, larangan, mengancam, tawaran, kekhawatiran, memaksa, dan mengajak.

Skripsi Jamilatun (2010) dengan judul “Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif

pada Rubrik Kriing Solopos” berdasarkan analisis data, dalam penelitian tersebut

ditemukan 12 jenis tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif itu meliputi tindak

tutur mengajak, mengingatkan, melarang, menasihati, meminta, memohon,

menyarankan, menyuruh, mengharap, mengusulkan, memperingatkan, dan

mempertanyakan.Wujud tindak tutur direktif yang paling banyak ditemui adalah

tindak tutur meminta dan memohon.Dalam RKS ditemukan 43 jenis tindak tutur

ekspresif. Tindak tutur ekspresif itu meliputi tindak tutur memprotes, mengkritik,

mendukung, menyetujui, menyetujui, menyindir, menyayangkan, berterima kasih,

mengeluh, membenarkan, memuji,mencurigai, meminta maaf, mengungkapkan

rasa iba, mengungkapkan rasa bangga,mengungkapkan rasa salut,

mengungkapkan rasa malu, mengungkapkan rasa kecewa, mengungkapkan rasa

kecewa, mengungkapkan rasa jengkel, mengungkapkan rasa prihatin,

mengungkapkan ketidaksetujuan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan

rasa khawatir, mengungkapkan rasa ketidakperdulian, mengungkapkan rasa yakin,

mengungkapkan rasa bingung, mengungkapkan rasa sakit hati, mengungkapkan

rasa senang, mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa marah,

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

13

mengungkapkan rasa muak, mengungkapkan rasa resah, mengungkapkan rasa

ngeri, mengungkapkan rasa sedih, mengungkapkan rasa syukur, mengucapkan

selamat, mengejek, menghina, menyesal, menolak, mengevaluasi,

mengungkapkan rasa berduka cita dan mengumpat. Wujud tindak tutur ekspresif

yang paling banyak ditemui adalah tindak tutur berterima kasih dan mengkritik.

Ririn Linda Tunggal Sari (2011) dalam skripsinya yang berjudul ”Tindak

Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di

Rajawali Citra Televisi Indonesia” dalam penelitiannya tersebut diketahui bahwa

Wujud tindak tutur direktif yang terdapat dalam penelitian tersebut sebanyak 7

jenis yang meliputi, tindak tutur direktif meminta, menasihati, menyarankan,

melarang, memperingatkan, mengingatkan, dan membujuk. Dalam analisis data

menunjukkan bahwa tindak tutur direktif membujuk merupakan tindak tutur yang

sering digunakan. Wujud realisasi kesantunan negatif yang terdapat dalam

penelitian tersebut sebanyak lima bentuk strategi kesantunan negatif, yaitu (a)

strategi 1, menggunakan ungkapan tidak langsung, (b) strategi 2, menggunakan

pertanyaan berpagar, (c) strategi 4, meminimalkan paksaan, (d) strategi 5,

memberi penghormatan, dan (e) strategi 7, menghindari penyebutan penutur dan

lawan tutur. Dalam RSMT juga ditemukan lima bentuk kombinasi startegi

kesantunan negatif yang digunakan oleh A. Kelima kombinasi strategi kesantunan

negatif tersebut yaitu: (a) strategi 1 dan stretegi 5, (b) strategi 1 dan strategi 7, (c)

strategi 2 dan strategi 5, (d) strategi 4 dan strategi 5, dan (e) strategi 1, strategi 4,

dan strategi 5. Dari semua strategi tersebut, strategi yang paling banyak digunakan

adalah strategi 5, yaitu memberi penghormatan kepada lawan tuturnya.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

14

Dari beberapa tinjauan studi terdahulu, penelitian-penelitian tersebut

membahas mengenai masalah tindak tutur dan kesantunan berbahasa dalam objek

kajian penelitiannya. Empat penelitian diatas digunakan sebagai tinjauan

terdahulu karena dalam penelitian ini, penulis juga membahas mengenai tindak

tutur ekspesif dan strategi kesantunan berbahasa. Walaupun pada beberapa

penelitian terdahulu telah dilakukan penelitian tentang tindak tutur dan

kesantunan berbahasa, namun data yang dikaji dan sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis mencoba memfokuskan penelitian

mengenai tindak tutur ekpresif dan strategi kesantunan berbahasa pada acara

Tatap Mata di Trans 7.

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Konsep pragmatik pada awalnya digunakan oleh filosof kenamaan

Charles Morries (1938), yang memiliki perhatiaan besar terhadap ilmu

semiotik (sistem tanda). Dalam semiotik, Charles Morries membedakan tiga

konsep dasar, yaitu sintaktik, semantik, dan pragmatik. Sintaktik mempelajari

hubungan formal antara tanda-tanda bahasa dan makna secara struktural dalam

kalimat, semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan objek, dan

pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan penafsir (interpreters).

Tanda-tanda yang dimaksud di sini adalah tanda bahasa, bukan tanda yang

lain. Tanda-tanda bahasa dapat dipahami dari berbagai sudut pandang. Oleh

karena itu, sudut pandang penafsir bahasa sangat menentukan ketepatan

makna yang dimaksud oleh penuturnya.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

15

Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah pragmatik secara

berbeda-beda. Leech (dalam terjemahan M. D.D. Oka, 1993:8), pragmatik

adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar

(speech situations). Leech melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam

linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut

semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik;

pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan

komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang

yang saling melengkapi. Karya Leech yang paling menonjol di bidang

pragmatik adalah teori prinsip kesantunan (politeness principles).

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur

bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat

konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.

Pragmatik dapat dimanfaatkan oleh setiap penutur untuk memahami maksud

lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan pengalaman

bersama (background knowledge) untuk memudahkan pengertian bersama (I

Dewa Putu Wijana, 1996:1-2).

Menurut Gunarwan, pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji

hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat yang

mengungkapkan ujaran. Di dalam batasan yang sederhana itu, secara implisit

tercakup penggunaan bahasa, komunikasi, konteks, penafsiran (Rustono,

1999: 4).

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

16

Pragmatik mengungkapkan maksud suatu tuturan di dalam peristiwa

komunikasi, oleh karena itu analisis pragmatik berupaya menemukan maksud

penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan

secara tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan dapat diidentifikasikan dengan

mempertimbangkan komponen situasi tutur yang mencakupi penutur, mitra

tutur, tujuan, konteks, tuturan sebagai hasil aktivitas, dan tuturan sebagai

tindakan verbal (Rustono, 1999: 17).

2. Aspek-Aspek Situasi Tutur

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan (Rustono,

1999:25). Memperhitungkan situasi tutur amat penting di dalam pragmatik.

Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi

tutur yang mendukungnya.

Leech (dalam terjemahan M. D. D. Oka, 1993: 19-21),mengemukakan

sejumlah aspek untuk dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-

Aspek tersebut adalah:

a. Penyapa dan Pesapa

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan

pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media

tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini

adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat

keakraban, dsb.

b. Konteks Sebuah Tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua

aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Di

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

17

dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang

pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh

penutur dan lawan tutur.

c. Tujuan Sebuah Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur

dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah

sesuatu yang ingin disampaikan melalui makna yang dimaksud atau

maksud penutur mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan dianggap lebih netral

daripada maksud, karena tidak membebani pemakaiannya dengan suatu

kemauan atau motivasi yang sadar, sehingga dapat digunakan secara

umum untuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi tujuan.

d. Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan Atau Kegiatan: Tindak Ujar

Pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih

kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang

kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat

pengutaraanya.

e. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang

dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.

Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak

verbal.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

18

3. Tindak Tutur

Istilah dan teori mengenai tindak tutur diperkenalkan oleh J.L. Austin,

seorang guru besar di Universitas Harvard, pada tahun 1956. Teori yang

berasal dari materi kuliah ini kemudian dibukukan olah J.O. Urmson (1965)

dengan judul How to do Things with Words? (FX Nadar 2009:11). Teori

tersebut menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969)

menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philoshopy of

Language.

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan

keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam

menghadapi situasi tertentu (I Dewa Putu Wijana, 1996:50). Pernyataan

tersebut senada dengan pernyataan Suwito dalam bukunya yang berjudul

Sosiolinguistik: Teori dan Problem. Suwito menjelaskan jika peristiwa tutur

(speech event) merupakan gejala sosial, terdapat interaksi antara penutur dalam

situasi tertentu dan tempat tertentu, maka tindak tutur (speech act) lebih

cenderung sebagai gejala individual, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh

kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

Berkaitan dengan tindak tutur, Austin mengemukakan dua terminologi

yang berkaitan dengan teori tindak tutur, yaitu tuturan konstatif (constative)

dan tuturan performatif (performative).Tuturan konstatif adalah tuturan yang

pengutaraannya hanya dipergunakan untuk menyatakan sesuatu.Tuturan

performatif adalah tuturan yang pengutaraanya dipergunakan untuk melakukan

sesuatu. Tindak tutur yang menggunakan kalimat performatif oleh Austin

(1968:100-102) digolongkan dalam tiga peristiwa tindakan, yaitu:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

19

a. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.

Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something.

Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi,

karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan

konteks tuturnya.

Contoh: Ikan paus adalah binatang menyusui.

b. Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk

mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan

untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing

Something. Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu

harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di

mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya.

Contoh: Saya tidak dapat datang.

c. Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya

dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak perlokusi

disebut sebagai The Act of Affecting Someone. Tindak perlokusi juga sulit

dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturannya.

Contoh: Kemarin saya sangat sibuk.

Sehubungan dengan pengertian tindak tutur atau tindak ujar, maka

tindak tutur dikategorikan oleh Searle (1996: 147-149), menjadi lima jenis,

yaitu:

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

20

a. Representatif (asertif) adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan

kebenaran atas apa yang diujarkannya. Termasuk ke dalam tindak tutur ini

adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan,

menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi, dsb.

b. Direktif (impisiotif) adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya

agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.

Tuturan memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak,

memohon, menyarankan, memerintahkan, memberikan aba-aba,

menantang, termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif.

c. Ekspresif (evaluatif) adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya

agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di

dalam tuturan itu.Pada waktu menggunakan ekspresif, penutur

menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya). Tuturan-tuturan

yang termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif yaitu memuji,

mengucapkan terima kasih, meminta maaf,kecewa, mengkritik, mengeluh,

menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung, mengucapkan rasa

bangga, mengucapkan rasa syukur..

d. Komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk

melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan yang

termasuk ke dalam tindak tutur komisif, yaitu berjanji, bersumpah,

mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul, menawarkan.

e. Deklarasi (Isbati) adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk

menciptakan hal (status, keadaan, dsb) yang baru. Tuturan-tuturan dengan

maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

21

mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni,

memaafkan termasuk ke dalam tindak tutur deklarasi.

Ahli lain, Leech(dalam terjemahan M. D. D. Oka, 1993: 327-329)

mengklasifikasikan tindak tutur menjadi enam macam, yaitu:

a. Asertif ialah tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi

yang dituturkan, misalnya menceritakan, melaporkan, mengemukakan,

menyatakan, mengumumkan, dan mendesak.

b. Direktif ialah bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk

membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan,

misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, dan

melarang.

c. Komisif ialah tindak tutur yang menyatakan janji atau penawaran,

misalnya menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, berkaul, dan

bersumpah.

d. Ekspresif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk menunjukkan sikap

psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami oleh mitra

tutur, misalnya mengucapkan selamat, berterima kasih, bersimpati, dan

meminta maaf.

e. Deklaratif ialah tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan

kenyataannya, misalnya memecat, membaptis, menikahkan, mengangkat,

menghukum, dan memutuskan.

f. Rogatif ialah tindak tutur yang dinyatakan oleh penutur untuk

menanyakan jika bermotif langsung atau mempertanyakan jika bermotif

ragu-ragu, misalnya menanyakan, mempertanyakan, dan menyangsikan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

22

FX Nadar (2009: 16-17) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi

delapan macam, yaitu:

a. Tindakan asertif ditandai dengan verba menuduh, mengakui,

menyimpulkan, memberi tahu, menyatakan, dan menyatakan yakin.

b. Tindakan evaluasi ditandai dengan verba mendesak, memerikan,

mengevaluasi, menganggap, memvonis, dan menerka.

c. Tindakan refleksi perilaku ditandai dengan ekspresi pembicara, meliputi

verba memuji, mengeluh, bersimpati, menuduh, menyayangkan, dan

meminta maaf.

d. Tindakan penetapan ditandai dengan verba menetapkan, mencalonkan,

memilih, mengumumkan, mengatur, dan menggolongkan.

e. Tindakan permohonan ditandai dengan verba menuntut, memohon,

menawarkan, mengundang, mengarahkan, dan melarang.

f. Tindakan menyarankan ditandai dengan verba memperingatkan,

merekomendasikan, menyarankan, mengusulkan, mendukung, dan

menasehati.

g. Tindakan dari penggunaan kekuasaan ditandai dengan verba

membatalkan, memutuskan, memecat, mewariskan, dan menghukum.

h. Tindakan komisif ditandai dengan verba bersumpah, berjanji,

menawarkan diri, meyakinkan, berikrar, dan berkaul.

I Dewa Putu Wijana (1996:30), menjelaskan bahwa tindak tutur dapat

dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung, tindak

tutur literal dan tindak tutur tak literal.

1. Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tak Langsung

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

23

Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi

kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah

(imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk

memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan

sesuatu; dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan,

atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional

untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah

untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan sebagainya, maka akan terbentuk

tindak tutur langsung (direct speech), seperti dalam contoh berikut ini:

Sidin memiliki lima ekor kucing.

Di manakah letak pulau Bali?

Ambilkan baju saya! (I Dewa Putu Wijana, 1996:30).

Tindak tutur tak langsung (indirect speech act) ialah tindak tutur untuk

memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini

dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang

yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah (Rohmadi, 2004:33).

Di mana sapunya?

Kalimat di atas bila diutarakan oleh seorang ibu kepada seorang anak,

tidak semerta-merta berfungsi untuk menanyakan di mana letak sapu itu,

tetapi juga secara tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil

sapu itu (I Dewa Putu Wijana, 1996:30-31).

2. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tak Literal

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang

maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

24

tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang

maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang

menyusunnya (I Dewa Putu Wijana, 1996:32).

(+) Penyanyi itu suaranya bagus.

(─) Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah menyanyi).

Tuturan (+) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau

mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan

tindak tutur literal. Tuturan (-) merupakan tindak tutur tak literal, penutur

bermaksud mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek, yaitu dengan

mengatakan “tak usah menyanyi” (Rohmadi, 2004:34).

Bila tindak tutur langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan

tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, maka akan terdapat tindak

tutur-tindak tutur sebagai berikut:

a. Tindak tutur langsung literal

Tindak tutur literal (direct literal speech act) ialah tindak tutur yang

diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud

pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat

perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu

dengan kalimat tanya (I Dewa Putu Wijana, 1996:33).

b. Tindak tutur tidak langsung literal

Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah

tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai

dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

25

menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur (I Dewa

Putu Wijana, 1996:34).

c. Tindak tutur langsung tidak literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah

tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan

maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna

yang samadengan maksud penuturnya (I Dewa Putu Wijana, 1996:35).

d. Tindak tutur tidak langsung tidak literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak

sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan (I Dewa Putu Wijana,

1996:35).

4. Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur yang dikemukakan oleh J.L Austin (1962:150-163) adalah

tindak tutur behabitif (behabitives utterances). Tindak tutur ini merupakan reaksi-

reaksi terhadap kebiasaan dan keberuntungan orang lain dan merupakan sikap

atau ekspresi seseorang terhadap kebiasaan orang lain, misalnya: berterima kasih,

meminta maaf, bersimpati, menantang, mengucapkan salam, mengucapkan

selamat.

Tindak tutur menurut Austin berbeda dengan yang dikemukakan Searle.

Searle menjelaskan bahwa tindak tutur ekspresif (evaluatif) adalah tindak tutur

yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang

hal yang disebutkan dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

26

tindak tutur ekspresif yaitu, memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik,

mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung, meminta maaf

(dalam Rustono, 1999:370).

Berbeda lagi dengan tindak tutur ekspresif menurut ahli lain, yakni Leech.

Leech menjelaskan bahwa tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang

berfungsi untuk menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang

sedang dialami oleh mitra tutur, sebagai contoh mengucapkan terima kasih,

mengucapkan selamat, merasa ikut simpati, meminta maaf (dalam M. D. D. Oka,

1993:328).

Penelitian ini, dalam pembahasan tindak tutur ilokusi mengacu pada

kategori tindak tutur ekspresif yang dikemukakan oleh Searle (dalam Rustono,

1999:37). Dari kelima tindak tutur ilokusi yang dijabarkan oleh Searle, tindak

ilokusi ekspresif yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Pemilihan teori

Searle tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa dalam acara Tatap Mata di

Trans 7 terdapat banyak tuturan yang berupa ungkapan perasaan penutur yang

terdapat dalam acara tersebut.

Searle (dalam Leech, 1993: 164) menjelaskan bahwa tindak tutur ekspresif

adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan

sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan yang tersirat dalam ilokusi.

Ilokusi ini misalnya, mengucapkan terima kasih, memberi maaf, ungkapan

kecewa, memuji, mengeluh, mengkritik, ungkapan rasa bangga, ungkapan rasa

syukur dan sebagainya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

27

George Yule (2006:93) menjelaskan bahwa tindak tutur ekspresif

adalah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh

penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan

dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian,

kesenangan atau kesengsaraandan sebagainya.Pada waktu menggunakan

ekspresif, penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Leech dalam bukunya yang berjudul “Prinsip-Prinsip Pragmatik”

(1993:327) menjelaskan bahwa tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang

menyatakan ekspresi dari sikap psikologi penutur kepada keadaan mitra tutur,

misalnya minta maaf, merasa ikut bersimpati, memaafkan, mengucapkan

terima kasihdan sebagainya.

Dari beberapa definisi tindak tutur ekspresif tersebut, maka dapat

dirumuskan bahwa tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang berfungsi

sebagai ungkapan perasaan penutur kepada mitra tuturterhadap suatu keadaan,

perasaan tersebut dapat berupa rasa senang, sedih, marah, takut dan

sebagainya.

a. Tindak Tutur Mengkritik

Menurut Rustono (1999: 39) dan Brown dan Levinson (1987:66),

tindak tutur mengkritik termasuk dalam tindak tutur ekspresif. Sebagaimana

dijelaskan Searle, tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang

mengekspresikan sikap atau keadaan psikologis penutur. Karena termasuk

kategori tindak tutur ekspresif, maka Brown dan Levinson (1987:66)

memasukkan mengkritik sebagai tindak tutur yang mengancam muka positif.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

28

Menurut Nguyen (2005:14), tindak tutur mengkritik dapat terbentuk

dari berbagai tindak tutur yang berbeda-beda yang masing-masing membawa

daya ilokusi yang berbeda pula dan tidak ada satupun yang merupakan tindak

utama (inti). Sebagai contoh, mengkritik dapat merupakan kompilasi dari

ekspresi ketidaksetujuan, evaluasi negatif, statemen tentang tindakan salah,

dan saran untuk perbaikan.

Tindak tutur mengkritik merupakan tindakan ilokusi yang titik

ilokusinya adalah untuk memberikan evaluasi negatif atas tindakan, pilihan,

kata-kata, dan produk yang menjadi bertanggung jawab petutur. Tindakan ini

dilakukan dengan harapan mempengaruhi tindakan petutur di masa depan

untuk perbaikan mitra tutur, dilihat oleh penutur sebagai alat berkomunikasi.

Ketidakpuasan penutur dengan atau tidak menyukai mengenai apa yang telah

dilakukan mitra tutur, akan membawa konsekuensi yang tidak diinginkan

untuk penutur (Nguyen, 2008: 45).

Nguyen bertolak pada pandangan mengkritik yang dikemukakan

oleh Wierzbicka. Dijelaskan bahwa tindak tutur mengkritik adalah tindak

ilokusi yang ilokusi poinnya adalah untuk memberikan evaluasi negatif

terhadap tindakan, pilihan, kata-kata dan produk-produk yang menjadi

tanggung jawab penutur. Mengkritik dalam konteks ini berarti memberikan

komentar, baik berupa pendapat, saran, masukan maupun sanggahan kepada

seseorang. Kritik dilakukan dengan harapan dapat mempengaruhi tindakan

petutur pada masa yang akan datang agar menjadi lebih baik dan

manfaatnya ada pada petutur sendiri. Kritik juga dilakukan untuk

menyampaikan ketidakpuasan atau ketidaksukaan penutur mengenai apa

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

29

yang dilakukan petutur tetapi tanpa menyiratkan bahwa apa yang dilakukan

petutur memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan bagi penutur. Menurut

Nguyen, tindak tutur mengkritik dibagi menjadi dua yaitu tindak tutur

mengkritik langsung dan tindak tutur mengkritik tidak langsung. Tindak

tutur mengkritik langsung adalah kritik yang secara eksplisit menunjukkan

masalah denganpilihan, tindakan, dan kinerja dari mitra tutur. Sedangkan,

tindak Mengkritik tidak langsung adalah kritik yang menyiratkan masalah

dengan pilihan, tindakan, kinerja, atauproduk dari mitra tutur, dengan

memperbaiki, menunjukkan aturan dan standar, memberikan nasihat,

menunjukkan atau bahkan meminta dan menuntut perubahan kerja atau

pilihan, dan dengan cara jenis yang berbeda dari petunjuk untuk

meningkatkan kesadaran H dari ketidaktepatan pilihan mitra tutur. (Nguyen,

2008: 47-48)

b. Tindak tutur mengeluh

Tindak tutur mengeluh, dalam taksonomi yang diajukan Searle,

termasuk ke dalam kategori tuturan ekspresif karena memiliki daya ilokusi

berupa pengungkapan keadaan psikologis penutur terhadap mitra tutur.

Oleh karena itu, berdasarkan daya ilokusinya, tindak tutur mengeluh

didefinisikan sebagai tindak ilokusi yang memuat ungkapan

pendapat/perasaan negatif penutur terhadap sesuatu yang termuat dalam

proposisi (hal yang dikeluhkan) dan oleh karenanya mitra tutur harus

bertanggung jawab baik secara langsung atau tidak langsung. Dalam

tindak tutur mengeluh, pendapat atau perasaan negatif berupa

ketidakpuasan atau kekecewaan penutur tersebut timbul sebagai reaksi

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

30

terhadap aksi atau tindakan yang sudah atau sedang diterima (Olshtain &

Weinbach, 1987 dalam Muniroh 2012:17)

Terkait tindak tutur mengeluh, Trosborg (Muniroh, 2012:22)

mengklasifikasikan tuturan mengeluh ke dalam empat kategori yang

direalisasikan ke dalam delapan strategi, mulai dari yang paling tak

langsung sampai yang paling langsung.

Nama

Kategori

Nama

Strategi

Penjelasan

No explicit

reproach

(tidak ada

teguran

secara

eksplisit)

1. hints

(Petunjuk)

Penutur menggunakan isyarat, hal yang

dikeluhkan tidak dijelaskan dalam tuturan

sehingga kemungkinan mitra tutur tidak

menyadari bahwa keluhan itu dialamatkan

padanya.

Expression

of

disapproval

(ekspresi

mencela)

2. Annoyance

(Ekspresi

kekesalan)

Penutur mengekspresikan keluhan dengan

menyampaikan kejengkelan/

kekecewaannya dengan menunjuk

langsung suatu hal/benda yang

menurutnya tidak sesuai/jelek, tanpa

menyebutkan bahwa mitra tutur adalah

orang harus yang bertanggung jawab atas

hal yang dikeluhkan.

3. ill Penutur menyebutkan dampak dari

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

31

consequences

(Konsekuensi

yang

menyakitkan)

perilaku mitra tutur yang tidak

mengenakkan baginya.

Accusation

(tuduhan)

4. Indirect

(Tuduhan tidak

langsung)

Untuk menuduh mitra, penutur

menggunakan kalimat tanya mengenai

situasi yang dekat dengan hal yang

dikeluhkan.

5. Direct

(Tuduhan

langsung)

Penutur secara langsung menuduh mitra

tutur atas perilakunya yang telah

merugikan penutur.

Blame

(menyalahk

an)

6. Modified

blame

(Menyalahkanyan

g disamarkan)

Mitra tutur adalah orang yang harus

bertanggung jawab atas yang dikeluhkan

penutur. Untuk kenyamanannya, penutur

mengungkapkan alternatif tindakan yang

seharusnya dilakukan mitra.

7. Explicit blame

(behavior)

Menyalahkan

secara eksplisit

(sikap)

Tanpa basa-basi, penutur langsung

menyatakan bahwa tindakan yang

dilakukan mitra tutur tidak sesuai/ jelek.

8. Explicit

blame(person)

Penutur menyatakan secara eksplisit

bahwa mitra sebagai tertuduh ialah

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

32

Menyalahkan

secara eksplisit

(orang)

seorang yang tak bertanggung jawab.

c. Tindak Tutur Meminta Maaf

Meminta maaf adalah mengharap agar diberi maaf atau

dimaafkan (KBBI, 2007: 745). Sebuah permintaan maaf bisa

digolongkan dalam sopan santun berbahasa yang digunakan seseorang

untuk memuaskan orang yang merasa dirugikan oleh perbuatannya.

Permintaan maaf bisa dipakai untuk mengobati suatu kesalahan guna

menciptakan suasana damai pulih kembali (Holmes, 1995). Namun

demikian, tindak tutur meminta maaf lebih mengarah pada bentuk sopan

santun yang lebih menekankan rasa hormat orang yang memintaa maaf

dibandingkan rasa solidaritas atau keakraban seperti halnya pujian.

Beberapa model memintaa maaf yang sering digunakan banyak orang.

(1) Menyatakan secara eksplisit kata-kata maaf dan menyesal.

(2) Menyatakan pengakuan dan bertanggung jawa atas perbuatannya.

(3) Menjelaskan alasan penyebab kesalahannya.

(4) Menawarkan untuk mengganti kerugian yang diakibatkan oleh

kesalahannya.

(5) Berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lain kali.

d. Tindak tutur memuji

Memuji adalah tindak tutur yang secara langsung atau tidak

langsung memberikan penghargaan kepada seseorang selain penutur,

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

33

biasanya petutur atas beberapa “kelebihan yang dimilikinya, seperti

kepunyaan keahlian, dan lain-lain.tindak tutur yang secara langsung atau

tidak langsung memberikan penghargaan kepada seseorang. Jadi, tindak

tutur memuji adalah tindakan melakukan pujian yang dilakukan

seseorang (penutur) terhadap orang lain (petutur). Brown dan Levinson

(dalam Holmes, 2003:177) memaparkan bahwa pujian adalah contoh

utama tindak tutur yang memperhatikan dan mengikuti minat (interest),

keinginan (wants),kebutuhan (needs), dan penampilan (goods) petutur.

Brown dan Levinson juga menyatakan bahwa pujian merupakan strategi

kesantunan positif.

Holmes (2003:187) mengelompokkan jenis-jenis pujian menjadi

empat, yaitu pujian terhadap penampilan petutur (appearance

compliment), pujian terhadap kemampuan, prestasi atau perbuatan baik

petutur (ability/performance compliment), pujian terhadap benda yang

dimiliki petutur (possesions compliment), pujian terhadap terhadap

kepribadian atau keramahan petutur (personality/friendliness), dan

pujian terhadap kepribadian atau keramahan petutur

(personality/friendliness).

e. Tindak Tutur Berterima Kasih

Tuturan ekspresif ucapan terima kasih merupakan tindak tutur yang

biasanya terjadikarena beberapa faktor diantaranya, yaitu dikarenakan

mitra tutur atau lawan tuturnyabersedia melakukan apa yang diminta oleh

penutur, dikarenakan tuturan „memuji‟ yangdituturkan oleh penutur

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

34

kepada lawan tutur, atau dikarenakan kebaikan hati penutur yangtelah

memberikan sesuatu kepada lawan tutur.

f. Tindak tutur ungkapan rasa kecewa

Kekecewaan merupakan disconfirmed expectancies (harapan-

harapan yang tidak terpenuhi). Namun demikian, ungkapan kekecewaan

muncul dalam berbagai ragam yang mengindikasikan bahwa kekecewaan

dipengaruhi konteks yang yang melatar belakanginya. Oleh karena itu,

pemahaman yang lebih luas mengenai kekecewaan perlu untuk dipahami

terlebih dahulu. Emosi kecewa dapat berkombinasi dengan emosi yang lain,

emosi bukan semata-mata percampuran antara emosi-emosi primer yang

dianggap representatif saja misalnya (happiness, fear, anger, surprise,

sadness), namun merupakan percampuran antara sebuah emosi primer

dengan emosi-emosi lain di bawahemosi primer.

5. Strategi Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson

Prinsip kesantunan bermula dari strategi komunikasi yang sengaja

melanggar prinsip kerjasama, Grice (1975). Dalam prinsip kerjasama itu, Grice

mengemukakan empat maksim yang harus dipatuhi dalam percakapan antara

penutur dan mitra tutur, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara.

Dalam prinsip tersebut, penutur dituntut untuk berbicara secukupnya (kuantitas),

berbicara jujur (kualitas), berbicara yang langsung mengena (relevansi), dan

berbicara teratur (cara) sehingga dapat disimpulkan bahwa prinsip kerjasama

Grice mengajarkan penutur untuk berbicara secara benar. Hal itu berbeda dengan

prinsip kesantunan Leech yang tujuannya adalah berbicara secara baik. Oleh

karena itu, prinsip kesantunan Leech sengaja melanggar prinsip kerjasama Grice.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

35

Dalam prinsip kesantunan Leech, berbicara secara baik dikaitkan dengan strategi

biaya-maslahat (cost-benefit strategies) yaitu kerugian lebih dibebankan kepada

penutur dan keuntungan diberikan kepada mitra tutur (Jumanto, 2009:88).

Konsep kesantunan dikemukakan oleh banyak ahli, antara lain Lakoff

(1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), dan Leech (1983). Dasar

konsep kesantunan dari beberapa ahli tersebut berbeda-beda. Leech dan Lakoff

merumuskan konsep kesantunan dalam bentuk kaidah-kaidah yang akhirnya

menjadi prinsip kesantunan, sedangkan Fraser dan Brown dan Levinson

merumuskannya dalam bentuk strategi-strategi yang akhirnya menjadi teori

kesantunan (Rustono, 1999:61-62).

Prinsip kesantunan Lakoff (1972) berisi tiga kaidah yang harus dipatuhi

agar tuturan itu terdengar sopan oleh mitra tutur. Ketiga kaidah tersebut adalah

formalitas, ketidaktegasan, dan persamaan atau kesekawanan (Gunarwan,

1994:87-88). Kaidah formalitas berarti jangan memaksa atau jangan angkuh.

Konsekuensi kaidah ini adalah bahwa tuturan yang memaksa dan angkuh

dianggap tuturan yang kurang sopan. Kaidah ketidaktegasan berisi saran bahwa

penutur hendaknya menentukan pilihan. Tuturan yang memberikan pilihan kepada

mitra tutur akan dianggap lebih sopan daripada tuturan yang tidak memberikan

pilihan kepada mitra tutur. Sementara itu, kaidah persamaan atau kesekawanan

bermakna bahwa penutur hendaknya bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu

sama, atau dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang. Tuturan yang

membuat mitra tutur merasa senang, maka tuturan itu dianggap sopan. Dengan

demikian, menurut Lakoff, sebuah tuturan dikatakan sopan jika tuturan itu tidak

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

36

terdengar memaksa atau angkuh, tuturan itu memberi pilihan tindakan kepada

mitra tutur, dan mitra tutur itu menjadi senang.

Berbeda dengan Lakoff yang mendasarkan prinsip kesantunan atas dasar

kaidah, Fraser (1978) mendasarkan konsep kesantunannya atas dasar strategi.

Namun, sayang sekali, Fraser tidak merinci bentuk dan strategi kesantunannya.

Meskipun demikian, dia membedakan kesantunan dan penghormatan.

Menurutnya, penghormatan adalah bagian aktivitas yang berfungsi sebagai sarana

simbolis untuk menyatakan penghargaan secara reguler, sedangkan kesantunan

dimaknai sebagai properti yang diasosiasi dengan tuturan bahwa menurut mitra

tutur-penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak ingkar di dalam memenuhi

kewajibannya (Rustono, 1999:63).

Asim Gunarwan mengemukakan bahwa di antara hak-hak penutur di dalam

sebuah percakapan adalah hak untuk bertanya. Sementara itu, kewajiban mitra

tutur adalah kewajiban menjawab pertanyaan penutur, sedangkan yang termasuk

ke dalam hak dan kewajiban penutur-mitra tutur adalah yang menyangkut apa

yang boleh dituturkan serta cara bagaimana menuturkannya. Dengan demikian,

dapat diketahui bahwa pembedaan kesantunan dari penghormatan seperti yang

dibuat oleh Fraser itu sebenarnya terlalu dicari-cari. Alasannya, kewajiban

seorang penyerta percakapan dapat saja mencakup juga kewajiban untuk

menunjukkan penghormatan (1994:89).

Leech (dalam terjemahan M. D. D. Oka, 1993: 206-207) merumuskan prinsip

kesantunan menjadi tujuh maksim, yakni sebagai berikut:

a. Maksim kearifan (tact maxim)

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

37

Gagasan dasar maksim kearifan dalam prinsip kesantunan adalah

bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk

selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan

keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur dapat

dikatakan santun apabila berpegang dan mengikuti maksim kearifan.

Contoh:

(2) Tuan rumah : “Silahkah makan saja dulu, nak!

Tadi kami semua sudah mendahului.”

Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

b. Maksim kedermawanan (generosity maxim)

Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para

peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Hal ini akan

terjadi jika orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan

memaksimalkankeuntungan bagi pihak lain.

Contoh:

(3) Anak kos A: “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak,

kok yang kotor.”

Anak kos B: “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya juga akan mencuci

kok.”

c. Maksim pujian (approvation maxim)

Dalam maksim ini orang dapat dikatakan santun apabila dalam

bertutur selalu berusaha memberikan ujian kepada pihak lain. Peserta tuturan

yang sering mengejek peserta tuturan lain dalam kegiatan pertuturan dapat

dikatakan sebagai orang yang tidak sopan. Oleh karena itu,dengan adanya

maksim pujian atau maksim penghargaan ini diharapkan antarpeserta tutur

tidak saling mengejek, saling mencaci, dan tidak merendahkan pihak lain.

Contoh:

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

38

(4) Dosen A: “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas

Business English.”

Dosen B: “Oya, tadi aku mendengar bahasa Inggrismu jelas sekali dari

sini.“

d. Maksim kerendahan hati (modesty maxim)

Sikap kerendahan hati peserta tutur dapat dilakukan dengan cara

mengurangi pujian kepada diri sendiri. Dalam kegiatan bertutur, orang

dikatakan sombong apabila dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan

mengunggulkan dirinya sendiri.Kesederhanaan dan kerendahan hati bisa

digunakan sebagai tolak ukur penilaian kesantunan seseorang.

Contoh:

(5) Ibu A: “Nanti ibu yang memberikan sambutan ya dalam rapat dasa

Wisma!”

Ibu B: “Waduh,….nanti grogi aku.”

e. Maksim kesepakatan (agreement maxim)

Para peseta tutur diharapkan dapat saling membina kesepakatan atau

kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Masing-masing dari peseta tutur

dapat dikatakan santun apabila terdapat kesepakatan antara diri penutur dan

mitra tutur dalam bertutur. Oleh karena itu, kurangi ketidaksesuaian antara

diri sendiri dan orang lain, dan tingkatkan kesesuaian antara diri sendiri dan

orang lain.

Contoh:

(6) Guru A: “Ruangannya gelap ya, Bu!”

Guru B: “He..eh! saklarnya mana, ya?”

f. Maksim simpati (symphaty maxim)

Para peserta tutur diharapkan agar dapat memaksimalkan sikap

simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Orang dikatakan tidak

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

39

santun apabila bersikap antipati terhadap peserta tutur yang lain.

Kesimpatisan seseorang terhadap pihak lain bisa ditunjukkan dengan

senyuman, anggukan, gandengan, tangan, dan sebagainya.

Contoh:

(7) Ani: “Tut, nenekku meninggal.”

Tuti: “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita.”

Brown dan Levinson dalam bukunya yang berjudul Politeness Some

Universal in Language Usage, menjelaskan tentang konsep muka „face‟

penting dalam kajian penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Brown dan

Levinson memberikan batasan tentang konsep muka. Muka adalah „face‟ atau

citra diri yang dimiliki oleh setiap warga masyarakat yang senantiasa dijaga,

dihormati, dan tidak dilanggar dalam proses pertuturan antarpeserta tutur.

Tindakan pengancaman muka adalah tindak tutur yang secara alamiah

berpotensi untuk melukai citra atau muka „face‟ lawan tutur dan oleh karena

itu dalam pengutaraannya harus digunakan strategi-strategi tertentu.

Face, the public self-image that every wants to claim for himself,

consisting in two related aspects:

(a) Negative face: the basic claim to territories, personal

proserves, right to non-distraction-i.e. to freedom of action and

freedom from imposition.

(b) Positive face: the positive consistent self-image or „personality‟

(crucially including the desire that this self-image be appreciated

and approved of) claimed by interactants (Brown and Levinson,

1987:61).

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

40

Muka, citra diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki setiap warga

masyarakat, meliputi dua aspek yang saling berkaitan, (a) muka negatif, yang

merupakan dari gangguan, yaitu kebebasan bertindak dan kebebasan dari

kewajiban melakukan sesuatu, dan (b) muka positif, yakni citra diri atau

kepribadian positif yang konsisten yang dimiliki oleh warga yang berinteraksi.

Dengan demikian ada dua tipe muka yaitu muka negatif dan muka positif.

Muka negatif, yaitu keinginan individu agar setiap keinginannya tidak dihalangi

oleh pihak lain, sedangkan muka positif yaitu keinginan setiap penutur agar dia

dapat diterima atau disenangi oleh pihak lain. Secara alamiah terdapat berbagai

tuturan yang cenderung merupakan tindakan yang tidak menyenangkan yang

disebut Face Threatening Act (tindakan yang mengancam muka) dan disingkat

menjadi FTA.

Brown dan Levinson (1987:65-68) membuat kategori FTA berdasarkan

dua kriteria, yaitu tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur dan

tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur.FTA yang mengancam muka

negatif, antara lain:

(a) Tindakan yang mengakibatkan lawan tutur menyetujui atau menolak

melakukan sesuatu, seperti ungkapan mengenai: orders and request,

advice, remindings threats, warnings, dan deres (memerintah dan

meminta, memberi saran, memberi nasihat, mengingatkan, dan

mengancam).

(b) Tindakan yang mengungkapkan upaya penutur melakukan sesuatu

terhadap lawan tutur dan memaksa lawan tutur untuk menerima atau

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

41

menolak tindak tersebut, seperti ungkapan mengenai offers, promises

(menawarkan dan berjanji).

(c) Tindakan yang mengungkapkan keinginan penutur untuk melakukan

sesuatu terhadap lawan tutur atau apa yang dimiliki oleh lawan tutur,

seperti ungkapan mengenai compliments, expressions of strong

(negative) emotions toward H-e.g. hatred, anger (pujian atau memberi

ucapan selamat, mengagumi, membenci, dan marah), sedangkan FTA

yang mengancam muka positif, antara lain:

(a) Tindakan yang memperlihatkan bahwa penutur memberi penilaian

negatif terhadap lawan tutur, seperti ungkapan mengenai disapproval,

criticism, contempt or ridicule, complaints and reprimands,

accusations, insults (mengungkapkan sikap tidak setuju, mengkritik,

tindakan merendahkan atau yang mempermalukan, keluhan,

kemarahan, dakwaan, penghinaan).

(b) Tindakan yang memperlihatkan sikap tidak peduli penutur terhadap

muka positif lawan tutur, seperti ungkapan mengenai contradictions or

disagreements, challenges, emotions, irreverence, mention of taboo

topics, including those that are inappropriate in the context

(pertentangan, ketidaksetujuan atau tantangan, emosi, ungkapan yang

tidak sopan, membicarakan hal yang dianggap tabu atau pun yang tidak

selayaknya dalam suatu situasi, yaitu penutur menunjukkan bahwa

penutur tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan juga tidak mau

mengindahkan hal-hal yang ditakuti oleh lawan tutur.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

42

Kesantunan berbahasa yaitu kesantunan berbahasa yang diambil penutur

untuk mengurangi derajat perasaan tidak senang atau sakit hati sebagai akibat

tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Strategi kesantunan berbahasa adalah

cara atau strategi yang secara sadar maupun tidak sadar dipergunakan oleh

seorang penutur dalam rangka mengurangi akibat tidak menyenangkan dari

tuturannya terhadap lawan tuturnya (FX Nadar, 2009:251).

Brown dan Levinson (1987:69) menyatakan bahwa dalam melakukan

FTA, seorang dapat menggunakan salah satu atau lebih dari lima strategi yang

ditawarkan, yaitu: melakukan FTA secara langsung (on record), menggunakan

strategi kesantunan positif, melakukan FTA secara tidak langsung (off record),

menggunakan strategi kesantunan negatif, dan tidak melakukan FTA.

a. Strategi Tanpa Basa-Basi/on record

Seandainya penutur memutuskan memilih membuat tuturannya secara on

record maka penutur masih harus menentukan apakah penutur harus membuat

tuturan secara lugas tanpa usaha menyelamatkan muka lawan „badly without

redress‟, ataukah dengan pertimbangan langkah-langkah penyelamatan muka

lawan „redressive action‟.

Melakukan tindakan secara lugas, tanpa usaha penyelamatan muka berarti

melakukan tindakan tersebut dengan cara yang paling langsung, jelas, tegas, dan

ringkas (misalnya untuk meminta seseorang, cukup mengatakan „Kerjakan X‟).

Tindakan semacam ini biasanya dilakukan manakala penutur tidak mempedulikan

akan adanya sanksi pembalasan dari lawan tutur, misalnya dalam situasi di mana

(a) penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa karena hal-hal yang

bersifat mendesak maka hal-hal yang terkait dengan muka dapat ditangguhkan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

43

terlebih dahulu; (b) bilamana ancaman terhadap muka lawan tutur sangatlah kecil,

misalnya untuk tindakan terkait dengan penawaran, permintaan, saran, dan lain

sebagainya yang jelas-jelas mengacu pada kepentingan lawan tutur dan tidak

memerlukan pengorbanan yang besar pada pihak penutur; dan (c) di mana penutur

mempunyai kekuasaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan lawan tutur, atau

penutur memperoleh dukungan luas untuk melakukan tindakan yang mengancam

muka lawan tutur tanpa harus kehilangan mukanya sendiri (Brown Levinson,

1987:69).

Tindakan penyelamatan muka lawan tutur diperlukan karena penutur

biasanya berkeinginan untuk menjaga kelangsungan hubungan yang harmonis

dengan lawan tuturnya. Brown Levinson (1987:69-70), mendefinisikan tindakan

penyelamatan muka „redressive action‟ sebagai tindakan yang „memberikan

muka‟ kepada lawan tutur, yang berusaha untuk menangkal rasa kurang senang

lawan tutur akibat dari tindakan yang kurang menyenangkan dengan cara

melakukan penambahan dan perubahan tuturan sedemikian rupa yang dapat

menunjukkan secara jelas kepada lawan tutur bahwa keinginan untuk melakukan

tindakan yang kurang menyenangkan tersebut sebenarnya tidak dikehendaki atau

tidak dimaksudkan sama sekali oleh penutur, dan bahwa penutur sebenarnya

memahami keinginan lawan tutur dan penutur sendiri menginginkan keinginan

lawan tutur tersebut dapat tercapai. Tindakan penyelamatan muka tersebut

terwujud dalam dua bentuk tergantung aspek muka (negatif atau positif) yang

diberi tekanan S=penutur, H=lawan tutur.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

44

b. Strategi Kesantunan Negatif

Brown dan Levinson (1987) dalam bukunya yang berjudul Politeness

Some Universals Usage memberikan batasan mengenai kesantunan negatif.

Kesantunan negatif adalah keinginan yang diasosiasikan dengan muka lawan

tutur, yaitu keinginan agar penutur tidak dilanggar hak-haknya oleh lawan tutur.

Negative politeness, on the other hand, is oriented

mainly toward partially satisfying (redressing) H‟s negative

face, his basic want to maintain claims of territory and self

determination. Negative politeness, thus, is essentially

avoidance based, and realizations of negative-politeness

strategies cinsists in assurances that the speaker recognizes

and respect the addressee‟s negative-face wants and will not

(or will only minimally) interfere with the addressee‟s freedom

of action (Brown and Levinson, 1987:70).

Kesantunan negatif pada hakikatnya ditujukan terhadap bagaimana

memenuhi atau menyelamatkan sebagian muka negatif lawan tutur, yaitu

keinginan dasar lawan tutur untuk mempertahankan apa yang dia anggap sebagai

wilayah dan keyakinan dirinya. Jadi, pada dasarnya strategi kesantunan negatif

mengandung jaminan dari lawan tutur bahwa penutur mengakui, menghormati,

dan seandainya terpaksa melakukan, akan sedikit mungkin melakukan

pelanggaran (keinginan muka negatif lawan tutur dan tidak akan mencampuri

ataupun melanggar kebebasan bertindak lawan tutur).

Brown dan Levinson (1987:132-210) menawarkan sepuluh strategi

kesantunan negatif sebagai berikut:

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

45

1. Strategi 1: be conventionally indirect (menggunakan tindak tutur tak

langsung, seperti memberi perintah)

Contoh: “Tolong pintunya ditutup”

2. Strategi 2: questions, hedge(menggunakan pertanyaan dengan partikel

tertentu)

Contoh: “Saya minta tolong, bisa kan?”

3. Strategi 3: be pessimistic (bersikap pesimistik)

Contoh: “Mungkin Anda dapat membantu saya”

4. Strategi 4: minimize the imposition, Rx (kurangi kekuatan atau daya

ancaman terhadap muka lawan tutur)

Contoh: “Sebentar saja ya”

5. Strategi 5: give deference (beri penghormatan)

Contoh: “Maaf Pak, apakah bapak keberatan kalau saya menutup jendela”

6. Strategi 6: apologize (gunakan permohonan maaf)

Contoh: “Maafkan saya, tetapi...”

7. Strategi 7: impersonalize S and H (menghindari penggunaan kata “saya”

atau penutur dan “anda” atau lawan tutur)

Contoh: “Mohon kerjakan ini untuk saya”

8. Strategi 8: state the FTA as a general rule (nyatakan tindakan mengancam

muka sebagai ketentuan sosial yang umum berlaku)

Contoh: “Para penumpang dimohon tidak menyiram toilet dalam kereta

ini”

9. Strategi 9: nominalize (nominalkan pernyataan)

Contoh: “Prestasi Anda dalam ujian sangat mengesankan kami”

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

46

10. Strategi 10: go on record as incurring a debt, or as not indebting H

(nyatakan secara jelas bahwa penutur telah memberikan kebaikan (hutang)

atau tidak kepada lawan tutur)

Contoh: “Saya selamanya akan berterima kasih seandainya Anda...”

c. Strategi Kesantunan Positif

Brown dan Levinson (1987) dalam bukunya yang berjudul Politeness

Some Universals Usage memberikan batasan mengenai kesantunan positif.

Kesantunan positif adalah kesantunan yang diasosiasikan dengan muka positif

lawan tutur, yaitu keinginan agar penutur dihargai dan dipahami keinginannya.

Positive politeness is oriented toward the positive face of H, the

positive self-image that he claims for himself. Positive politeness is

approach-based; it „anoints‟ the face of the addressee by

indicating that in some respects, S wants H‟s wants (e.g by treating

him as a member of an in group, a person whose wants and

personality traits are known and liked) (Brown and Levinson,

1987:70).

Pada hakikatnya kesantunan positif ditujukan terhadap muka positif lawan

tutur, yaitu citra positif yang dianggap dimiliki oleh lawan tutur. Kesantunan

positif berupa pendekatan yang menorehkan kesan pada muka lawan tutur bahwa

pada hal-hal tertentu penutur juga mempunyai keinginan yang sama dengan lawan

tutur.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

47

Brown dan Levinson (1987:103-129) menawarkan lima belas strategi-strategi

kesantunan positif sebagai berikut:

1. Strategi 1:notice; attend to H (his interest, wants, deeds, goods

(memperhatikan minat petutur, kepentingannya, keinginan, kebutuhan,

atau segala sesuatu yang menjadi milik petutur)

Contoh: “Wah, baru saja potong rambut ya.... omong-omong saya datang

untuk meminjam sedikit tepung terigu.”

2. Strategi 2: exaggerate interest, approval, aympathy with H e(membesar-

besarkan minat, dukungan, simpati kepada petutur)

Contoh: “Kebun Anda betul-betul luar biasa bagusnya.”

3. Strategi 3: intensity interest to H (meningkatkan rasa tertarik kepada

petutur)

Contoh: “Kau tahu?”

4. Strategi 4: use in-group identity markers (menggunakan penanda identitas

dalam kelompok)

Contoh: “Bantu saya membawa tas ini ya Nak?.”

5. Strategi 5: seek agreement (menunjukkan kecocokan)

Contoh: J: Yohanes pergi ke London akhir pekan ini!

B: Ke London.

6. Strategi 6: avoid disagreement (menghindari ketidakcocokan)

Contoh: “Ideku kan hampir sama dengan idemu.”

7. Strategi 7: presuppose/raise assert common ground (mempraanggapkan

atau meningkatkan atau menegaskan kesamaan pijaan)

Contoh: “Ah, nggak apa-apa. Kita kan sudah seperti saudara.”

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

48

8. Strategi 8: joke (berkelakar atau lelucon)

Contoh: “Nah, kalau cemberut, makin cakep aja kamu.”

9. Strategi 9: assert or presuppose S‟s knowledge of and corcern for H‟s

(mempraanggapkan bahwa penutur memahami keinginan-keinginan dari

petutur)

Contoh: “Ya, saya tahu kamu tidak suka pesta, tetapi pesta ini betul-betul

baik. Datanglah!”

10. Strategi 10: offer, promise (penawaran, janji)

Contoh: “Saya akan singgah kapan-kapan minggu depan.”

11. Strategi 11: be optimistic (bersikap optimistis)

Contoh: “Anda pasti dapat meminjamkan mesin pemotong rumput akhir

pekan ini.”

12. Strategi 12: include both S and H in the activity (melibatkan penutur dan

petutur dalam kegiatan)

Contoh: “Kalau begitu, mari makan kue.”

13. Strategi 13: give (or ask for) reasons (memberikan atau meminta alasan)

Contoh: “Mengapa kita tidak pergi ke pantai!”

14. Strategi 14: assume or assert reciprocity (menyiratkan atau menyatakan

hal yang timbal balik)

Contoh: “Saya akan meminjamkan buku novel saya kalau Anda

meminjami saya artikel Anda.”

15. Strategi 15: give sympathy to H (memberikan simpati kepada lawan tutur)

Contoh: “Kalau ada yang dapat saya lakukan untuk Anda, mohon saya

diberitahu.”

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

49

d. Strategi Melakukan Tindak Tutur Secara Tidak Langsung/off record

Brown dan Levinson (1987, 213-227), menawarkan lima belas strategi secara

tidak langsung sebagai berikut:

1. Strategi 1: give hints (memberi isyarat)

Contoh: “Wah, saya haus sekali” (= Berikan saya minum)

2. Strategi 2: give association clues (memberi petunjuk asosiasi)

Contoh: “Kamu pulang lewat Pasar Minggu, nggak?” (=Kamu bawa

mobil. Aku mau numpang sampai Pasar Minggu)

3. Strategi 3: presuppose (menggunakan prasuposisi)

Contoh: “Aku nraktir lagi, nih” (= Sebelumnya sudah mentraktir

temannya)

4. Strategi 4: understate (menggunakan ungkapan yang lebih halus)

Contoh: “Dia kurang pandai di sekolah” (Dia bodoh, tidak pandai)

5. Strategi 5: overstate (menggunakan ungkapan yang berlebihan)

Contoh: “Aku telepon ratusan kali, kon nggak jawab!”

6. Strategi 6: use tautologies (menggunakan tautologi)

Contoh: “Kamu kemarin kok nggak datang, sih. Janji tinggal janji”

7. Strategi 7: use contradictions (menggunakan kontradiksi)

Contoh: “Ah, saya nggak apa-apa. Kecewa, tidak. Nggak kecewa, juga

tidak”

8. Strategi 8: be ironic (menggunakan ironi)

Contoh: “Kamu selalu datang tepat waktu, ya”

9. Strategi 9: use metephors (menggunakan metafora)

Contoh: “Wah, kamu ini kuda, ya” (= tidak mengenal lelah)

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

50

10. Strategi 10: use rhetorical questions (menggunakan pertanyaan retorik)

Contoh: “Aku harus ngomong apa lagi?” (= sudah aku jelaskan panjang

lebar, kamu tetap tidak mengerti)

11. Strategi 11: be ambiguous (menggunakan ungkapan yang ambigu)

Contoh: “Wah, ada yang baru menang lotere, nih!” (= tidak jelas

maknanya, tergantung konteks)

12. Strategi 12: be vague (menggunakan ungkapan yang samar-samar)

Contoh: “Kamu tahu kan, aku pergi ke mana”

13. Strategi 13: over-generalize (menggunakan generalisasi yang berlebihan)

Contoh: “Kamu itu gampang sekali nangis. Orang dewasa kan nggak

begitu!”

14. Strategi 14: displace H (tidak mengacu ke lawan tutur secara langsung)

Contoh: “Tito bawakan koper ayah, ya” (= Tito masih balita, istrinya yang

datang, membawakan koper)

15. Strategi 15: be incomplete, use ellipsis (menggunakan ungkapan yang

tidak lengkap)

Contoh: “Aduh panasnya....” (= Aduh panasnya ruangan ini. Tolong AC

dinyalakan”

e. Strategi Diam Saja

Strategi tidak melakukan tindak tutur atau diam saja ini dilakukan oleh

penutur untuk menanggapi ujaran lain yang kurang pantas jika dijawab, sehingga

dengan diam saja penutur menunjukkan kesantunan daripada menjawab atau

melakukan tindak tutur tertentu (Jumanto, 2007:43).

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

51

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh penulis

untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang

terkait dalam penelitian ini secara garis besar dilukiskan pada bagan di bawah ini

.

Acara Tatap Mata

Tindak Tutur Ekspresif Strategi Kesantunan Berbahasa

TuturanPembawa Acara,

Narasumber, dan Panelis

Acara Tatap Mata

1. Berterima kasih

2. Meminta Maaf

3. Ungkapan Rasa

Kecewa

4. Mengeluh

5. Mengkritik

6. Memuji

7. Ungkapan Rasa

Bangga

8. Ungkapan Rasa

Syukur

1. Bald On Record

2. Kesantunan

Positif

3. Kesantunan

Negatif

4. Strategi

Melakukan

Tindak Tutur

Tidak Langsung

(Off Record)

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRTatap Mata di Trans 7. B. Landasan Teori 1. Pragmatik ... pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari semantik; dan komplementarisme,

52

Penjelasan bagan di atas:

Objek kajian penelitian ini adalah tindak tutur ekspresif dan strategi

kesantunan berbahasa. Sumber data dalam penelitian ini adalah acara Tatap Mata

di Trans 7. Dari sumber data akan diperoleh data penelitian berupa dialog

percakapan dari pembawa acara, panelis dan narasumber yang mengandung

tindak tutur ekspresif dan strategi kesantunan berbahasa. Dialog dalam acara

Tatap Mata di Trans 7akan dianalisis menggunakan teori tindak tutur ekspresif

Searle dan strategi kesantunan berbahasa dari Brown dan Levinson. Tuturan-

tuturan tersebut akan dianalisis dengan mendasar, memperhitungkan dan

mengaitkannya dengan konteks-konteks yang ada.