bab ii kajian pustaka dan hipotesis … ii (1).pdf · fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai landasan teori, pembahasan hasil penelitian sebelumnya dan
hipotesis penelitian.
1.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Legitimasi
Teori legitimasi adalah suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu sistem nilai
perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan
merupakan bagiannya (Ghozali dan Chariri, 2007:411). Legitimasi didapatkan jika apa yang
dijalankan perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan oleh masyarakat. Jika
dalam sistem diperusahaan tidak ada keselarasan dengan sistem nilai dari masyarakat maka
perusahaan tersebut akan kehilangan legitimasinya yang dapat mengancam kelangsungan hidup
perusahaan.
Menurut Suchman (1995), legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau
asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang
diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang
dikembangkan secara sosial. Legitimasi organisasi saling berkaitan dan saling memengaruhi
antara masyarakat dan perusahaan (O’Donovan, 2002).
Teori legitimasi bila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak sangat berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan wajib pajak. Dimana suatu kondisi nilai perusahaan sejalan dengan sistem
nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya. Dalam
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor, wajib pajak harus mengikuti
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Kebijakan tersebut sudah diatur dalam
Peraturan Daerah yang mengatur tentang pajak kendaraan bermotor. Dengan dikeluarkan
peraturan tersebut diharapkan agar wajib pajak mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah dan diharapkan juga wajib dapat menyadari kewajibannya yaitu harus patuh
dan sukarela dalam membayar pajak karena dampaknya akan dinikmati oleh wajib pajak itu
sendiri secara tidak langsung dan dapat membantu dalam hal pembangunan nasional secara
merata.
2.1.2 Definisi Pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dalam Mardiasmo, 2013:1),
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut UU No. 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat balas jasa
secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur.
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan
ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, “pajak dan punggutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.”
2) Tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi perseorangan) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan
bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar
pajak kendaraan bermotor.
3) Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak
tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
5) Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak
juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam
lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).
2.1.3 Fungsi Pajak
Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Berton (2007:10), pajak mempunyai beberapa
fungsi yaitu.
1) Fungsi Anggaran (budgetair)
Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya disekitar publik yaitu fungsi
untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus)
akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
2) Fungsi Mengatur (regulerend)
Fungsi mengatur (regulerend) adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan
digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar
bidang keuangan.
3) Fungsi Demokrasi
Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan
atau wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan penggunaan demi
kesejahteraan masyarakat.
4) Fungsi Redistribusi
Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
keadilan dalam masyarakat.
2.1.4 Pengelompokan Pajak
Pada dasarnya pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipunggut memiliki kriteria
sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Menurut Mardiasmo (2013:5), pajak dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu.
1) Menurut Golongannya
(1) Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
yang bersangkutan dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara
berkala, seperti pajak penghasilan.
(2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian administratif, pajak tidak langsung
adalah pajak yang dipungut atas peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan
terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang-barang pembuat akte, seperti
pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai.
2) Menurut Sifatnya
(1) Pajak Subjektif (bersifat perorangan) adalah pajak yang memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak, untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang
objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya yaitu yang disebut daya
pikul, seperti pajak penghasilan.
(2) Pajak Objektif (bersifat kebendaan) adalah pajak yang melihat kepada objeknya baik
itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subyeknya,
seperti Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3) Menurut Lembaga Pemungutnya
(1) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dan hasilnya akan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya, seperti Pajak
Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah seperti Provinsi, Kabupaten,
maupun Kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing, seperti Pajak
Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Penerangan jalan dan Pajak Parkir.
2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat agar tidak menimbulkan hambatan
atau perlawanan (Mardiasmo, 2013:2). Syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
1) Syarat Keadilan (pemungutan pajak harus adil)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak
secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding
kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2) Syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang).
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3) Syarat Ekonomis (tidak mengganggu perekonomian)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,
sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4) Syarat Finansiil (pemungutan pajak harus efisien)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutannya.
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.
2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:7), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Karakteristik Official Assessment System adalah sebagai berikut.
(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
(2) Wajib Pajak bersifat pasif.
(3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
pajak kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Karakteristik Self Assessment System adalah sebagai berikut.
(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak
sendiri.
(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang.
(3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak.
2.1.7 Pajak Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut
Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berikut adalah pengertian pajak daerah menurut beberapa ahli.
1) Menurut Mardiasmo (2013:12), Pajak Daerah adalah iuran yang dikeluarkan oleh
masyarakat pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang akan dipergunakan untuk
keperluan Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
2) Menurut Trywilda (2012), Pajak Daerah yaitu kewajiban penduduk masyarakat
menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian
atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi
atau hukum.
3) Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 10 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.8 Jenis Pajak Daerah
Pajak daerah di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan tingkatan Pemerintah daerah,
yaitu pajak daerah tingkat provinsi dan pajak daerah tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya Pajak
Daerah saat ini yang hak kewenangan pemungutnya dapat diklasifikasikan menurut wilayah
pemungutan pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah adalah sebagai berikut.
1) Jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi adalah sebagai berikut.
(1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
(2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
(3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
(4) Pajak Air Permukaan.
(5) Pajak Rokok.
2) Jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebagai
berikut.
(1) Pajak Hotel.
(2) Pajak Restoran.
(3) Pajak Hiburan.
(4) Pajak Reklame.
(5) Pajak Penerangan Jalan.
(6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(7) Pajak Parkir.
(8) Pajak Air Tanah.
(9) Pajak Sarang Burung Walet.
(10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.
(11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.1.9 Definisi Wajib Pajak
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
menyebutkan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi membayar pajak,
memotong pajak, memungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
2.1.10 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, PKB merupakan bagian dari pajak
daerah jenis pajak provinsi yang dipungut melalui instansi Kantor Bersama SAMSAT tiap
Kabupaten/ Kota. Definisi Pajak Kendaraan Bermotor yang disingkat PKB menurut Peraturan
Gubernur Bali Nomor 31 Tahun 2006 adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor.
Definisi PKB menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 adalah pajak
atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Peraturan tersebut menjelaskan
beberapa hal penting berikut ini:
1) Pasal 1 ayat 10 bahwa Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan
teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber
daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan
motor dan tidak melekat secara permanen, serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di
air.
2) Pasal 4 ayat 1 bahwa Obyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor.
3) Pasal 4 ayat 2, termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan
di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran
isi kotor Lima Gross Tonnage (GT5) sampai dengan tujuh Gross Tonnage (GT7).
4) Pasal 4 ayat 3 bahwa dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
(a) Kereta api.
(b) Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan
keamanan negara.
(c) Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan
negara asing dan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang
memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah.
(d) Perbaikan atau importir yang semata-mata disediakan untuk dipamerkan atau tidak
untuk dijual.
5) Pasal 5 ayat 1 bahwa yang menjadi Subyek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang
pribadi, badan atau instansi pemerintah yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan
bermotor.
6) Pasal 5 ayat 2 bahwa Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan
yang memiliki kendaraan bermotor.
7) Pasal 5 ayat 3 dalam hal Wajib Pajak Badan atau Instansi Pemerintah, kewajiban
membayar perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan atau Instansi
Pemerintahan tersebut.
Adapun persyaratan untuk membayar pajak kendaraan bermotor adalah:
(1) Mengisi formulir Surat Pendaftaran dan Pendataan Kendaraan Bermotor (SPPKB)
yang sekaligus berfungsi sebagai pernyataan tidak terjadi perubahan spesifikasi
kendaraan bermotor.
(2) Membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli dan fotocopy.
(3) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) asli dan fotocopy.
(4) Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) asli dan fotocopy.
(5) Bukti pelunasan PKB atau Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Sanksi PKB dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 12
ayat 3. Menurut peraturan ini sanksi PKB adalah sanksi kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak.
2.1.11 Masa Pajak dan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
Adapun ketentuan mengenai masa PKB menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1
Tahun 2011 tentang PKB dalam pasal 10 yang berbunyi.
1) Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut
terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor.
2) Bagian dari bulan yang melebihi 15 (lima belas) hari dihitung satu bulan penuh.
3) Pajak yang karena sesuatu dan lain hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan,
maka dapat dilakukan restitusi.
4) Pajak terutang saat kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor
5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Gubernur.
Tarif pajak yang berlaku pada PKB adalah tarif progresif berdasarkan nama dan/atau
alamat yang sama sesuai dengan kartu keluarga. Hal ini diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 1 Tahun 2011 dimana besarnya tarif adalah sebagai berikut:
1) Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama sebesar 1,5 %.
2) Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif
yaitu.
(a) Kendaraan kepemilikan kedua sebesar 2 %.
(b) Kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 2,5 %.
(c) Kendaraan kepemilikan keempat sebesar 3 %.
(d) Kendaraan kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5 %.
3) Pajak Kendaraan Bermotor Umum atau Angkutan Umum sebesar 1 %.
4) Pajak Kendaraan Bermotor ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial keagamaan dan
kendaraan bermotor pemerintah/pemerintah daerah, TNI, Polri sebesar 0,5 %.
5) Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2 %.
6) Yang dikecualikan dari pengenaan pajak secara progresif adalah kepemilikan kendaraan
bermotor oleh badan dan kepemilikan kendaraan bermotor roda dua.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 6, menyatakan bahwa
perhitungan dasar pengenaan PKB berdasarkan perkalian nilai jual kendaraan bermotor dan
bobot yang mencerminkan serta relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat
penggunaan kendaraan bermotor. Bobot untuk menghitung dasar pengenaan PKB dihitung
berdasarkan faktor-faktor yang meliputi:
1) Tekanan gandar yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu, roda dan berat kendaraan
bermotor.
2) Jenis bahan bakar kendaraan bermotor, dan
3) Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin dari kendaraan bermotor yang
dibedakan berdasarkan mesin 2 (dua) tak atau 4 (empat) tak dan isi silinder.
Sedangkan nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan harga pasaran umum
dimana harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data
yang akurat.
2.1.12 Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kesadaran adalah keadaan tahu, mengerti dan
merasa. Kesadaran juga dapat diartikan semua ide, perasaan, pendapat yang dimiliki seseorang
atau sekelompok orang (Ajzen, 1991). Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak)
yang berlaku tentu menyangkut faktor-faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui,
dihargai dan ditaati. Bila seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran hukumnya masih
rendah. Idealnya untuk mewujudkan sadar dan peduli pajak, masyarakat harus terus diajak untuk
mengetahui, mengakui, menghargai dan mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku.
Kesadaran dalam hal perpajakan menurut Jotopurnomo (2013) adalah keadaan untuk
mengetahui atau mengerti mengenai perpajakan. Kesadaran wajib pajak mengenai perpajakan
sangatlah penting karena dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka pemahaman dan
pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan.
Menurut Manik Asri 2009 (dalam Muliari dan Ery, 2011), wajib pajak dikatakan memiliki
kesadaran apabila sesuai dengan hal-hal berikut.
1) Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan.
2) Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
3) Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
4) Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
5) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.
6) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
2.1.13 Sosialisasi Perpajakan
Menurut Hendarsyah 2009 (dalam Dharma, 2014) sosialisasi adalah sebagai suatu proses
dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola prilaku yang diharapkan oleh
kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi
yang efektif.
Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari Dirjen Pajak untuk memberikan
pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat dan wajib pajak mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan (Adiyati,
2009).
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan
upaya Dirjen Pajak khususnya kantor SAMSAT untuk memberikan pengertian, informasi dan
pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya wajib pajak mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Dengan
adanya sosialisasi perpajakan diharapkan dapat terciptanya partisipasi yang efektif di masyarakat
dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai wajib pajak dalam memenuhi hak dan
kewajibannya. Adiyati (2009) dalam melakukan sosialisasi perlu adanya strategi dan metode
yang tepat yang dapat diaplikasikan dengan baik yaitu:
a) Publikasi (Publication)
b) Adalah aktivitas publikasi yang dilakukan melalui media komunikasi setempat, baik
media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audio visual seperti radio ataupun
televisi.
c) Kegiatan (Event)
d) Institusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan aktivitas-aktivitas tertentu
yang dihubungkan dengan program peningkatan kesadaran masyarakat akan perpajakan
pada momen-momen tertentu, misalnya kegiatan olahraga, hari-hari libur nasional dan lain
sebagainya.
e) Pemberitaan (News)
f) Pemberitahuan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi bahan berita
dalam arti positif, sehingga menjadi sarana promosi yang efektif. Pajak dapat
disosialisasikan dalam bentuk berita kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih
cepat menerima informasi tentang pajak.
g) Keterlibatan Komunitas (Community Involvement)
h) Melibatkan komunitas yang pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan institusi
pajak dengan masyarakat dimana iklim budaya indonesia masih menghendaki adat
ketimuran untuk bersilaturahmi dengan tokoh setempat sebelum institusi pajak dibuka.
i) Pencantuman Identitas (Identity)
j) Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media yang ditujukan
sebagai sarana promosi.
k) Pendekatan Pribadi (Lobbying)
l) Pengertian lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara informal untuk
mencapai tujuan tertentu.
Sosialisasi perpajakan dibagi menjadi dua yaitu metode langsung dan metode tidak
langsung. Metode langsung berarti sosialisasi perpajakan dilakukan dengan berhadapan atau
bertatap muka, maupun tanpa tatap muka dimana penyuluh dan yang disuluh terjadi suatu
komunikasi interaktif pada waktu yang bersamaan. Bentuk sosialisasi perpajakan secara
langsung, misalnya sosialisasi dalam bentuk ceramah, diskusi, seminar, wawancara, tanya jawab,
ataupun siaran interaktif di media elektronik (Vivien, 2005). Adapun metode sosialisasi
perpajakan tidak langsung dilaksanakan dengan menggunakan media cetak maupun elektronik,
dimana antara penyuluh dan yang disuluh tidak terjadi komunikasi interaktif. Misalnya melalui
iklan layanan masyarakat yang disiarkan di radio-radio dan televisi, serta koran atau majalah.
Tujuan sosialisasi perpajakan secara khusus adalah mendorong kesediaan dan kepatuhan
wajib pajak untuk membayar pajak. Melalui sosialisasi perpajakan diharapkan pula pengetahuan
dan kesadaran masyarakat wajib pajak untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban
perpajakan semakin meningkat.
2.1.14 Akuntabilitas Pelayanan Publik
Secara sederhana pelayanan publik dapat diartikan pelayanan yang ditunjukan pada orang
banyak (masyarakat publik). Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus
dijalankan pemerintah tanpa memandang tingkatannya yaitu public service function (fungsi
pelayanan masyarakat), development function (fungsi pembangunan), dan protection function
(fungsi perlindungan).
Menurut Armunanto (dalam Susilawati, 2013), akuntabilitas pada dasarnya adalah
kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas pada publik karena
pemerintah dibentuk atau dibuat oleh publik dan untuk publik. Akuntabilitas Publik terdiri dari 2
(dua) macam yaitu.
1) Pertanggungjawaban Vertikal (Vertical Accountability) adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-
unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat.
2) Pertanggungjawaban Horizontal (Horizontal Accountability) adalah
pertanggungjawaban masyarakat luas.
Pada konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan
pernyataan atas aktivitas dan kinerja keuangan pemerintah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah pusat maupun daerah, harus bisa menjadi
subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Tuntutan akuntabilitas
publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada
pertanggungjawaban horizontal dan bukan hanya pertanggungjawaban vertikal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 tentang Teknik Transparansi dan
Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan
publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan
unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dibagi atas empat dimensi yang meliputi (Susilawati, 2013):
1) Fasilitas Fisik yakni berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan
material yang digunakan kantor samsat.
2) Daya tanggap yakni keinginan dan kesiapan para pegawai samsat untuk membantu para
wajib pajak dan merespon permintaan mereka serta meninformasikan kapan jasa akan
diberikan dan kemudian memberikan layanan secara tepat.
3) Pelayanan yakni komitmen untuk merealisasikan konsep yang berorientasi pada wajib
pajak, menetapkan suatu standar kinerja pelayanan dengan memberikan prilaku teladan
kepada wajib pajak setiap saat dalam upaya kewajiban membayar pajak.
4) Hubungan Komunikasi yakni bagaimana kantor samsat memahami masalah wajib pajak
dan bertindak demi kepentingan wajib pajak.
2.1.15 Sanksi Perpajakan
Sanksi adalah tanggungan (tindakan dan hukuman) untuk memaksa orang menepati
perjanjian atau menaati ketentuan perundang-undangan. Sanksi perpajakan merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan ditaati atau dipatuhi, dengan
kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
perpajakan (Suandy, 2011:165).
Pada undang-undang perpajakan terdapat dua jenis sanksi, berupa sanksi pidana dan
administrasi. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan
fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sedangkan sanksi administrasi adalah pembayaran
kerugian negara, khususnya berupa denda, bunga, dan kenaikan (Suandy, 2011:165). Sanksi
perpajakan dikenakan kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi perpajakannya.
Persepsi wajib pajak mengenai sanksi perpajakan adalah faktor penting dalam menentukan
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya (Fisher et al, 1992). Ali et al, (2001) dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa audit dan sanksi merupakan kebijakan efektif untuk
mencegah ketidakpatuhan.
Sanksi Pajak Kendaraan Bermotor diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1
Tahun 2011. Peraturan ini menyebutkan bahwa wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban
membayar pajak kendaraan bermotor dikenakan sanksi kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak.
2.1.16 Kepatuhan Perpajakan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Sony Devano, 2006:110), kepatuhan berarti
tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Kepatuhan dalam perpajakan merupakan ketaatan,
tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Menurut James dan Alley (2002),
definisi kepatuhan pajak secara sederhana adalah pembayaran pajak oleh wajib pajak yang
disesuaikan dengan hukum perpajakan yang berlaku. Kepatuhan pajak dipengaruhi oleh
kebijakan pajak yang dilakukan pemerintah (Vines & Moore, 1996).
Klepper & Nagin (1989) menyatakan komponen kepatuhan wajib pajak terdiri atas
kepatuhan untuk mendaftarkan diri, kepatuhan untuk membayar kewajiban pajak (tepat jumlah
dan tepat waktu) dan kepatuhan untuk melaporkan kewajiban pajak. Daniel Ho (2009)
mengatakan angka kepatuhan wajib pajak semakin lebih tinggi jika pembayar pajak memiliki
kepercayaan moral yang lebih kuat sehingga penolakan pajak menjadi suatu tindakan yang tidak
etis.
Kepatuhan dalam hal perpajakan merupakan suatu kedisiplinan yang dimiliki oleh wajib
pajak untuk melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan sesuai dengan undang-undang
yang berlaku. Menurut Sony Devano (2006:111), kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari.
1) kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri .
2) kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak terutang.
3) kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran tunggakan.
Ada dua macam kepatuhan menurut Puspitasari dan Supriyanti (2015), yaitu sebagai berikut.
1) Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-
Undang Perpajakan.
2) Kepatuhan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua
ketentuan material perpajakan sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
2.2 Pembahasan Penelitian sebelumnya
Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi suatu acuan bagi peneliti ini untuk dilakukan,
antara lain penelitian yang dilakukan Muliari dan Ery (2011) dengan judul “Pengaruh Persepsi
Tentang Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur”. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak sebagai variabel bebas
dan kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi sebagai variabel terikatnya. Sampel yang
digunakan dalam penelitian tersebut berjumlah 100 sampel wajib pajak orang pribadi efektif
yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Analisis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak secara parsial berpengaruh positif
dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Denpasar Timur. Persamaan penelitian dengan penelitian sebelumnya terletak pada
variabel bebas yang sama-sama menggunakan variabel kesadaran dan sanksi pajak sedangkan
perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak penambahan dua variable bebas yaitu
sosialisasi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik serta lokasi dan tahun penelitiannya.
Jotopurnomo (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib
Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Surabaya”. Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan dan lingkungan
wajib pajak berada sebagai variabel bebas dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebagai
variabel terikatnya. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang wajib pajak orang pribadi
di KPP Sawahan Surabaya. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis regresi linear berganda, hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak,
kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan dan lingkungan wajib pajak berada berpengaruh
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya. Persamaan penelitian
dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas yang sama-sama menggunakan
variabel kesadaran dan sanksi perpajakan sedangkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya
terletak pada variabel bebas kualitas pelayanan fiskus dan lingkungan wajib pajak berada serta
lokasi dan tahun penelitiannya.
Dharma (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Sosialisasi Perpajakan, Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Membayar Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor”. Variabel
yang digunakan pada penelitian ini yaitu kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan dan
kualitas pelayanan sebagai variabel bebas dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang wajib Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terdaftar di Kantor Bersama SAMSAT Denpasar.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis
regresi linear berganda. Penelitian ini memberikan hasil bahwa kesadaran wajib, sosialisasi
perpajakan, dan kualitas pelayanan secara serempak dan parsial berpengaruh signifikan positif
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor pada kantor Bersama SAMSAT Denpasar. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas kesadaran wajib pajak,
sosialisasi perpajakan dan lokasi penelitiannya sama-sama bertempat di Kantor Bersama
SAMSAT Denpasar, sedangkan perbedaanya terletak pada variabel bebas kualitas pelayanan dan
tahun penelitiannya.
Winerungan (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Sosialisasi Perpajakan,
Pelayanan Fiskus Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan WPOP Di KPP Manado Dan KPP
Bitung”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sosialisasi perpajakan, pelayanan
fiskus dan sanksi perpajakan sebagai variabel bebas dan kepatuhan WPOP sebagai variabel
terikatnya. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 responden dari populasi Wajib Pajak Orang
Pribadi yang terdaftar di Manado dan Bitung hingga akhir tahun 2012. Analisis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis regresi linear
berganda dan uji hipotesis. Penelitian ini memberikan hasil bahwa variabel sosialisasi
perpajakan, pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
variabel bebas sosialisasi perpajakan dan sanksi perpajakan sedangkan perbedaan dari
penelitiannya terletak pada variabel bebas pelayanan fiskus, lokasi dan tahun penelitian.
Susilawati (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan Dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada Kepatuhan
Wajib Pajak Kendaraan Bermotor”. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu kesadaran
wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik sebagai
variabel bebas dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikatnya. Sampel dalam penelitian
ini berjumlah 100 orang wajib pajak kendaraan bermotor yang terdaftar di Kantor Bersama
SAMSAT Kota Singaraja. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Penelitian ini memberikan hasil bahwa
kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik
berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor
pada Kantor Bersama SAMSAT Kota Singaraja. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada variabel bebas kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan dan
akuntabilitas pelayanan publik dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikat sedangakan
perbedaan penelitiannya terletak pada variabel bebas pengetahuan pajak, lokasi dan tahun
penelitian.
Arabella Oentari Fuadi Dan Yenni Mangoting (2013) melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Kualitas Pelayanan Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan Dan Biaya Kepatuhan Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM”. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu
kualitas pelayanan petugas pajak dan sanksi perpajakan sebagai variabel bebas dan kepatuhan
wajib pajak sebagai variabel terikatnya. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
teknik analisis regresi berganda. Penelitian ini memberikan hasil bahwa kualitas pelayanan
petugas pajak dan sanksi perpajakan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak UMKM. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
variabel bebas sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel terikatnya
sedangkan perbedaanya terletak pada variabel bebas kualitas pelayanan petugas pajak dan biaya
kepatuhan serta lokasi dan tahun penelitian. Berikut dapat dilihat pembahasan hasil penelitian
sebelumnya seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Yang
Digunakan Hasil Penelitian
1 Ni Ketut
Muliari Dan
Putu Ery
Setiawan
(2011)
Pengaruh Persepsi
Tentang Sanksi
Perpajakan Dan
Kesadaran Wajib
Pajak Pada
Kepatuhan
Pelaporan Wajib
Pajak Orang
Pribadi Di Kantor
Pelayanan Pajak
Pratama Denpasar
Timur
Variabel bebasnya
adalah Sanksi
Perpajakan Dan
Kesadaran Wajib
Pajak. Variabel
terikatnya adalah
Kepatuhan Wajib
Pajak Orang
Pribadi Di Kantor
Pelayanan Pajak
Pratama Denpasar
Timur
Kesadaran wajib pajak
dan sanksi pajak
secara parsial
berpengaruh positif
dan signifikan pada
kepatuhan pelaporan
wajib pajak orang
pribadi di kantor
pelayanan
pajak pratama
denpasar timur.
2 Jotopurnomo,
Cindy dan
Yeni
Manggoting.
(2013)
Pengaruh
Kesadaran Wajib
Pajak, Kualitas
Pelayanan Fiskus,
Sanksi Perpajakan,
Lingkungan Wajib
Pajak Berada
Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Orang
Pribadi Di
Surabaya.
Variabel bebasnya
adalah kesadaran
wajib pajak,
kualitas pelayanan
fiskus, sanksi
perpajakan dan
lingkungan wajib
pajak berada.
Variabel terikatnya
adalah kepatuhan
wajib pajak orang
pribadi di surabaya
Kesadaran wajib
pajak, kualitas
pelayanan fiskus,
sanksi perpajakan, dan
lingkungan wajib
pajak berada
berpengaruh
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
orang pribadi di
Surabaya.
3 Gede Pani
Esa Dharma
(2014)
Pengaruh
Kesadaran Wajib
Pajak, Sosialisasi
Perpajakan, Dan
Kualitas Pelayanan
Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Dalam
Membayar PKB
Dan BBNKB.
Varibel bebasnya
adalah kesadaran
wajib pajak,
sosialisasi
perpajakan, dan
kualitas pelayanan.
Variabel terikatnya
adalah kepatuhan
wajib pajak dalam
membayar PKB
dan BBNKB.
Kesadaran wajib,
sosialisasi perpajakan,
dan kualitas pelayanan
secara serempak dan
parsial berpengaruh
signifikan positif
terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam
membayar Pajak PKB
dan BBNKB pada
kantor Bersama
SAMSAT Denpasar.
4 Oktaviane
Lidya
Winerungan
Sosialisasi
Perpajakan,
Pelayanan Fiskus
Variabel bebasnya
adalah sosialisasi
perpajakan,
Sosialisasi perpajakan,
pelayanan fiskus, dan
sanksi perpajakan
(2013) Dan Sanksi
Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan WPOP
Di KPP Manado
Dan KPP Bitung.
pelayanan fiskus
dan sanksi
perpajakan.
Varibel terikatnya
adalah kepatuhan
WPOP Di KPP
Manado Dan KPP
Bitung.
tidak memiliki
pengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak
orang pribadi.
5 Ketut Evi
Susilawati
(2013)
Pengaruh
Kesadaran Wajib
Pajak, Pengetahuan
Pajak, Sanksi
Perpajakan Dan
Akuntabilitas
Pelayanan Publik
Pada Kepatuhan
Wajib Pajak
Kendaraan
Bermotor.
Variabel bebasnya
adalah kesadaran
wajib pajak,
pengetahuan pajak,
sanksi perpajakan
dan akuntabilitas
pelayanan publik.
Variabel terikatnya
adalah kepatuhan
wajib pajak
kendaraan
bermotor.
Kesadaran wajib
pajak, pengetahuan
pajak, sanksi
perpajakan dan
akuntabilitas
pelayanan publik
berpengaruh positif
pada kepatuhan wajib
pajak dalam
membayar pajak
kendaraan bermotor
pada Kantor Bersama
SAMSAT Kota
Singaraja.
6 Arabella
Oentari Fuadi
Dan Yenni
Mangoting
(2013)
Pengaruh Kualitas
Pelayanan Petugas
Pajak, Sanksi
Perpajakan Dan
Biaya Kepatuhan
Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak UMKM
Varibel bebasnya
adalah kualitas
pelayanan petugas
pajak dan sanksi
perpajakan.
Variabel terikatnya
adalah kepatuhan
wajib pajak umkm
Kualitas pelayanan
petugas pajak dan
sanksi perpajakan
secara simultan
berpengaruh
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
umkm.
2.3 Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan
Bermotor
Teori ligitimasi jika dikaitkan dengan kesadaran sangat berpengaruh terhadap kesadaran
wajib pajak. Kesadaran akan kewajibannya dalam hal perpajakan merupakan faktor penting
dalam melaksanakan self assesment. Seorang wajib pajak harus sadar dalam memahami,
mentaati dan memiliki kesungguhan hati untuk memenuhi kewajiban ketentuan perpajakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat kesadaran
wajib pajak maka meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan tugasnya.
Pratiwi (2014) meneliti pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi
keuangan perusahaan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak
reklame di dinas pendapatan kota denpasar dengan menggunakan teknik analisis regresi linear
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan,
kondisi keuangan perusahaan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak reklame. Jotopurnomo (2013) meneliti pengaruh
kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, lingkungan wajib pajak
berada terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya dengan menggunakan teknik
analisis linier berganda dengan hasil penelitian menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak,
kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan wajib pajak berada berpengaruh
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya. Berdasarkan hal tersebut
maka, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak kendaraan
bermotor.
2.3.2 Pengaruh Sosialisasi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Teori ligitimasi jika dikaitkan dengan sosialisasi sangat berpengaruh terhadap sosialisasi
perpajakan. Jika dalam sistem diperusahaan tidak ada keselarasan dengan sistem nilai dari
masyarakat maka perusahaan tersebut akan kehilangan legitimasinya yang dapat mengancam
kelangsungan hidup perusahaan. Maka dari itu sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat
dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat akan pentingnya membayar
pajak. Dengan sosialisasi ini masyarakat menjadi mengerti dan paham tentang manfaat
membayar pajak serta sanksi jika tidak membayar pajak. Sehingga dengan demikian sosialisasi
perpajakan ini dapat menambah kepatuhan dari wajib pajak yang secara otomatis tingkat
kepatuhan wajib pajak akan semakin bertambah dan juga penerimaan pajak negara akan
meningkat.
Dharma (2014) meneliti pengaruh kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan, dan
kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor
dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan menggunakan teknik analisis liner berganda
dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajakan, dan
kualitas pelayanan secara serempak dan parsial berpengaruh signifikan positif terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor pada Kantor Bersama SAMSAT Denpasar.
Murdliatin (2015) meneliti pengaruh kualitas pelayanan, sosialisasi perpajakan dan
pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak (studi pada wajib pajak kendaraan
bermotor di unit pelaksana teknis dinas pendapatan provinsi jawa timur malang kota) dengan
menggunakan teknik analisis regresi linier berganda, hasil penelitian menunjukkan kualitas
pelayanan, sosialisasi perpajakan dan pengetahuan perpajakan berpengaruh signifikan baik
secara simultan maupun secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut
maka, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H2 : Sosialisasi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak kendaraan
bermotor.
2.3.3 Pengaruh Akuntabilitas Pelayanan Publik Pada Kepatuhan Wajib Pajak
Kendaraan Bermotor
Teori ligitimasi jika dikaitkan dengan akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh terhadap
akuntabilitas pelayanan publik. Dengan memberikan pelayanan yang baik dapat meningkatkan
kepatuhan dari wajib pajak. Akuntabilitas Pelayanan Publik merupakan paradigma baru dalam
menjawab perbedaan persepsi pelayanan yang diinginkan oleh masyarakat dengan pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah daerah (Sasongko, 2008). Apabila petugas SAMSAT Kota
Denpasar bisa memberikan pelayanan publik secara transparan dan terbuka, hal tersebut dapat
memengaruhi sumber potensi penerimaannya.
Susilawati (2013) telah meneliti pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak,
sanksi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak kendaraan
bermotor dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan hasil analisis
penelitian diketahui bahwa kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi perpajakan dan
akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar
pajak kendaraan bermotor pada Kantor Bersama SAMSAT Kota Singaraja. Berdasarkan hal
tersebut maka, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
H3 : Akuntabilitas pelayanan publik berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
kendaraan bermotor.
2.3.4 Pengaruh Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Sanksi perpajakan jika dikaitkan dengan teori legitimasi tidak lepas dengan undang-undang
perpajakan dan peraturan pelaksanaannya. Wajib pajak tetap harus melaksanakan kewajibannya
dengan tepat waktu walaupun kepatuhannya tersebut tidak diberikan penghargaan. Wajib pajak
yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakannya akan diberikan sanksi. Sanksi
perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(norma perpajakan) akan dituruti/dipatuhi (Mardiasmo, 2013:59).
Siswanto Putri (2013), meneliti faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Denpasar dengan menggunakan teknik analisis
regresi linier berganda dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kesadaran wajib
pajak, kewajiban moral, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Kantor
Bersama SAMSAT Denpasar. Fuadi dan Yeni (2013) meneliti pengaruh Kualitas Pelayanan
Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
UMKM dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan hasil penelitian
menunjukan bahwa kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap
kepatuhan Wajib Pajak UMKM sedangkan biaya kepatuhan pajak berpengaruh negatif terhadap
kepatuhan wajib pajak UMKM. Berdasarkan hal tersebut maka, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
H4 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor.