bab ii kajian pustaka a. tinjauan umum tentang pesantren …digilib.uinsby.ac.id/3096/5/bab...

24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pesantren 1. Pengertian Pesantren, sistem dan ciri-ciri pesantren Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam, dimana santri biasanya tingggal dipondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab kitab klasik dan umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnnya pendidikan moral dalam kehidupan bermasyarakat. 1 Menurut Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar Putra Dauly, mengatakan bahwa pesentren berasal dari kata santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, seingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat berkumpul untuk belajar agama Islam. Adapun pesantren juga diartikan sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mendalami ilmu 1 Suhartini, Dkk, Menegement Pesantren (Jogyakarta, L-Kis Pelangi Aksara: 2005), 72

Upload: nguyenkhanh

Post on 08-May-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pesantren

1. Pengertian Pesantren, sistem dan ciri-ciri pesantren

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pesantren diartikan

sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar

mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren merupakan lembaga

pendidikan Islam, dimana santri biasanya tingggal dipondok

(asrama) dengan materi pengajaran kitab kitab klasik dan umum,

bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta

mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan

menekankan pentingnnya pendidikan moral dalam kehidupan

bermasyarakat.1

Menurut Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar

Putra Dauly, mengatakan bahwa pesentren berasal dari kata

santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, seingga dengan

demikian pesantren mempunyai arti, tempat berkumpul untuk

belajar agama Islam. Adapun pesantren juga diartikan sebagai

lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mendalami ilmu

1Suhartini, Dkk, Menegement Pesantren (Jogyakarta, L-Kis Pelangi Aksara: 2005), 72

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

tentang agama Islam serta mengamalkannya sebagai pedoman

hidup sehari-hari.2

Sedangkan pesantren salaf diartikan sebagai sistem

pesantren yang tetap mempertahanka sistem (mata pelajaran)

yang bersumber dari kitab kitab Islam Klasik meskipun sekali

waktu Sistem madrasah dipraktekkan juga, sekedar untuk

memudahkan melaksanakan sistem-sistem yang diterapkan

didalam pesantren salaf seperti sorogan, wetonan dan hafalan

yang merupakan sendi utama.3

Tujuan terbentukknya pesantren diantaranya a. Tujuan

Umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia

yang berpribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya sanggup

menjadi muballig Islam di masyarakat sekitar melalui ilmu dan

amalnya. b. Tujuan khusus yaitu mempersiapkan para santri untuk

menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan kiai yang

bersangkutan serta mengamalkan dan mendakwahkannya dalam

masyarakat4

Sistem yang ditampakkan dalam pndok pesantren

mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang

diterapkan dalam lembaga pendidikan umumnya, yaitu:

2Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia

(Jakarata, Pradana Media: 2004), 26-27 3Win Usuludin, Sintesi Pendidikan Islam DI Afrika (Yogyakarta: Paradigma, 2002), 52

4Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

249

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

a. Memakai sistem tradiisional, yang memiliki kebebasan penuh

dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi

hubungan antara kiai dan santri

b. Kehidupan dipesantren menampakkkan semangat demokrasi,

karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem non

kurikuler mereka sendiri

c. Para santri tidak mengidap penyakit simbilis untuk perolehan

ijasah, santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren

mengutamakan keserhanaan, idealisme, persaudaraan,

persamaan, rasa percaya diri dan keberanian hidup.

d. Alumni pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintah,

sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerinta.5

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang secara

selektif bertujuan menjadikan para santrinya sebagai manusia

yang mandiri yang dihaarapkan dapat menjadi pemimpin umat

dalam menuju Ibtigha> Mard}ati-Ila>hi (mengharap keridhhaan

Allah). Sebab itu pesantren bertugas untuk mencetak manusia

yang benar-benar ahli dalam bidang agama, ilmu pengetahuan

serta berakhlak mulia. Untuk mencapai tujuan tersebut pesantren

mengajarkan Tauhi>d, Fikih, Tafs>ir, H{adith, Nahwu>, S}arraf,

5Amien Rais M. Cakrawala Islam; Antara Citra dan Fakta(Bandung: Mizan, 1999), 169

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Ma’ani> badi’ dan baya>n, usul-fiqh, Must}ala>hul H}adist dan

Mant}iq.6

Ciri-ciri pendidikan dilembaga salaf yaitu, Pertama non

klasikal; Kedua, metode sorogan, Wetonan dan hafal, Ketiga,

Materi pembelajarannya terpusat pada kitab klasik. Tinggi

rendahnya ilmu seseorang diukur dari penguasaannya pada kitab

tersebut.7

Ada beberapa indikasi pendidikan yang masih belum

dimasuki ide-ide pembaharuan:

a. Pendidikan yang bersifat non klasikal. Pendidikan ini tidak

dibatasi atau ditentukan lamanya belajar seseorang

berdasarkan tahun. Jadi seseorang bisa tinggal dipesantren

satu tahun, dua tahun atau boleh beberapa tahun saja bahkan

mungkin juga belasan tahun.

b. Mata pelajarannya adalah mata pelajaran agama yang

bersumber dari kitab klasik, tidak dianjurkan mata pelajaran

umum.

c. Metode yang digunakan adalah metode sorogan, wetonan,

hafalan, dan metode tradisional lainnya

d. Tidak memeintingkan ijasah sebagai bukti yang bersangkutan

telah selesai atau tamat pelajarannya

6Ridlwan Nasir, Mencari Tipogi, Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren Dtengah

Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)310-311 7Haidar Putra Daulay, Sejarah pertumbuhan Pertumbuhan dan pembaruan pendidikan

Islam di Indonesia(Jakarta: Kencana Preda Group, 2007), 50

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

e. Tradisi kehidupan pesantren amat dominan dikalangan santri

dan kiai.8

2. Elemen Pesantren

Pondok Pesantren mempunyai elemen-eleme sebagai ciri

khas yang dimiikinya yaitu; Kiai, santri, masjid, pondok

pesantren, pengajian kitab-kitab Islam Klasik. Oleh karena itu

pondok pesantren sejak awal berupaya menyiapkna kader masa

depan dengan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Kiai

Ciri yang paling esensial dalam sebuah pesantren yang

memberikan pengajaran, karena kiai adalah salah satu unsur yang

paling sentral dalam kehidupan pesantren. Kemasyhuran,

perkembangan dan kelangsungan kehidupan susatu pesantren

banyak bergantung pada keahlian dan kedalam ilmu, kharismatik

dan wibawa, serta keterampilan kiai yang bersangkutan dalam

pengelolaan pesantren. Gelar kiai diberika oleh masyarakat

kepada orang yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada

santri9

Menurut asal usulnya, kata kiai dipakai untuk ketiga jenis

gelar yang berbeda:

9Bahri Ghozali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Prasasti, 2003), 2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

1) Sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang yang dianggap

keramat; umpamanya” kiai garuda kencana” dipakai sebagai

sebutan Kereta emas yang ada dikraton Yogyakarta.

2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3) Gelar yang yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang

ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin

pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para

santrinya, selain gelar kiai, ia juga sering disebut seorang

yang alim (orang yang dalam pengetahuannya)10

Kebanyakan, kiai beranggapan bahwa suatu pesantren

diibaratkan sebagai kerajaan kceil dimana kiai merupakan sumber

mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (Power and Autority)

dalam kehidupan dan lingkungan pesantren, tidak ada seorang

santripun yang dapat melawan kebijakan kekuasaan seorang kia

(dalam lingkungan pesantrennya), kecuali kiai lain yan memiliki

pengaru lebih besar, santri selalu mengharapkan dan berpikir

bahwa sosok kiai yang dianutnya merupakan figur yang bisa

dipercaya kepada dirinya sendiri (Self-cofident), baik berkaitan

dengan pengetahuan Islam, maupun dalam bidang kekuasaan dan

menegement pesantren.11

10

Zamarkhsyari, Tradisi Pesantren (Jakarta, LP3ES), 2011), 93 11

Ibid, 93

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

Dengan demikian kemajuan dan kemunduran pesantren

benar-benar terletak pada kemajuan, keahlian kemampuan kiai

dalam mengatur operasiona atau pelaksanaan pendidikan didalam

pondok pesantren.

b. Santri

Istilah santri hanya terdapat dipesantren, menurut Robson,

kata santri berasal dari kata tamil” santri” yang diartikan sebagai

orang yang tinggal disebuah rumah miskin atau bangunan

keagaam secara umum.12

Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkunagn

pesantren, seorang yang alim hanya bisa disebut kiai bilamana

memiliki pesantren dan santri yang tinggal didalamnya untuk

mempelajari kitab-kitab klasik, oleh karena itu santri merupakan

elemen penting dalam sebuah lembaga pesantren, perlu diketahui

bahwa, menurut tradisi pesantren, ada dua tipoligi yang belajar

dipesantren, diantaranya: Pertama santri mukim, yaitu santri yang

berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok

pesantren, santri mukim adalah santri yang paling lama tinggal

dipesantren biasanya merupakan kelompok tersendiri yang

memang bertanggung jawab mengajar santri –santri muda tentang

kitab-kitab besar dan menengah.

12

Ali Hasan, Kapitaselekta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2003), 93

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

Biasanya seorang santri yang menetap disebuah pesantren

karena berbagai alasan diantaranya:

1) Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam

secara mendalam dibawah bimbingan kyai yang memimpin

pesantren

2) Ia ingin memperoleh pengalamn kehidupan pesantren, baik

dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan

dengan pesantren-pesantren terkenal

3) Ia ingin memusatkan studinya dipesantren tanpa disibukkn oleh

kewajiban seghari-hari dirumah dan keluarganya.

Keduasantri kalong, yaitu santri yang berasal dari desa-desa

disekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren.

Untuk mengikuti proses pembelajaran dipesantren, mereka

bolak balik (ngelaju) dari rumahnya sendiri13

Jadi santri merupakan peserta didik yang haus aan ilmu

pengetahuan yang dimiliki olejh kiai.

c. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dari

eksistensi pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling

tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat

lima waktu, khutbah dan sholat jum’at, dam proses pengajaran

kitab klasik.Kedudukan masjid sebagai pusat pendidika dalam

13

Zamarkhasy, Tradisi Pesantren, 89

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

tradisi pesantren merupakan manifestasi universialisme dari

sistem pendidikan tradisional.14

Masjid merupakan pusat

penndidikan semenjak Rasulullah, kaum muslimin selalu

digunakan sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas

administrasi dan kultur.

Lembaga-lembaga dipesantren selalu menjaga tradisi ini,

dimana kiai selalu mengajar murid-muridnya dimasjid dan

langgar sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan jiwa

kediplinan dalam mengajarkan kewajiban sholat lima waktu,

memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama lainnya.

Pesantren pada dasarnya merupakan sebuah asrama

pendidikan Islam tradisional dimana siswanya tinggal bersama

dan belajar dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang

dikenal dengan sebutan “kiai”. Asrama bagi santri berada diarea

komplek pesantren dimana kiai bertempat tingggal dan juga

menyediaka sebuah masjid untuk beribadah, ruangan untuk

belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya15

Ada tiga alasan pesantren harus menyediakan asrama bagi

para santri:

1) Kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman ilmu

pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari

tempat yang jauh untuk berdatangan, untuk dapat

14

Ibid, 85 15

Ibid 80

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

menggali ilmu dari kiai tersebut secara teratur dan dalam

waktu yang lama, para santri harus meninggalkan

kampungnya untuk menetap didekat kediaman kiai

dalam waktu yang lama

2) Hampir semua santri berada didesa-desa, didesa tidak

ada model kos-kosan maupun perumahan sebagaimana

dikota, maka asrama sangat dibutuhkan oleh para santri.

3) Adanya sikap timbal balik antara kiai dan santri, dimana

kiai dianggap sebangai bapakya sendiri, sedangka kiai

menganggap santri seperti anaknya sendiri. Sikap timbal

balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk

saling berineraksi.16

d. Pengajaran kitab Islam Klasik

Kitab klasik adalah karangan-karangan ulama terdahulu

terutama yang menganut faham Syafi’i. Merupakan satu-datunya

pengajaran formal yang diberikan dipesantren yang bertujuan

mendidik calon-calon ulama.17

Biasanya pengajaran ini diberikan

secara indivudual misalnya dirumah, langgar dan masjid. Seorang

murid mendatangi seorang guru yang membacakan beberapa garis

al-Qur’an dan kitab-kitab bahasa arab dan menterjemahkannya

kedalam bahasa daerah masing-masin, sistem penerjemahannya

dibuat dengan sedemikian rupa sehingga para murid diharapkan

16

Ibid 82-83 17

Ibid, 86

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam sebuah kalimat

yang berbahasa arab.

B. Metode Pembelajaran Kitab Kuning Dipesantren

1. Kitab Kuning

Pesantren merupakan sebuahh lembaga pendidikan dan

pengajaran Islam dimana didalamnya terjadi interaksi antara kiai

atau ustad sebagai guru dan santri sebagai muriid dengan

mengambil tempat di masjid atau dihalaman pondok untuk

mengkaji buku-buku keagamaan karya ulama terdahulu, buku-

buku tersebut dikenal dengan kitab kuning karena di masa lalu

kitab-kitab tersebut dicetak dengan warna kuning. Sehingga

sampai sekarangpun penyebutannya tetap lestari dengan istilah

kitab kuning walaupun banyak diantaranya yang dicetak

menggunakan kertas warna putih.18

Kitab kuning sebagai

khazanah keilmuan dan warisan ulama terduhulu, sangat akrab

dilingkungan pesantren. kitab yang sejatinya hasil karya tulis para

ulama masa lampau itu menjadi icon yang khas-unik bagi

pesantren. Kitab kuning lebih dari sekedar “Manuskip tertulis”

melainkan juga mata rantai yang menyambungkan tradisi

keilmuan Islam dimasa lampau dengan masa kini.

18

Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren (Jakarta: P4, 2001)3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

Secara terminologi kata” kitab berasal dari bahasa Arab,

Kataba, Yaktubu, Kita>banyang berati tulisan buku, oleh karena

itu istilah kitab bisa digunakan secara umum pada sesuatu yang

berbentuk tulisan, baik yang berbentu bahasa arab maupun bukan

yang berbentuk bahasa arab.

Sedangkan istilah kitab kuning menunjukkan salah satu

jenis warna, misalnya, warna merah, biru hitam dan lain

sebagainya. Penambahan unsur kedalam suatu benda ditujukan

untuk memberikan ciri khas atau kreteria khusus supaya kata

benda tersebut mudah dikenali dan dapat dibedakan dari jenis

benda yang sama. Misalnya mobil yang berwarna kuning dan

mobil yang berwana merah, sama-sama jebis mobil tetapi

memiliki perbedaan dari segi warna dan bentuk.

Secara etimologi, kitab kuning adalah karya ulama yang

dicetak diatas kertas berwana kuning. Dikalangan pesantren

sendiri disamping beredar istlah kitab kuning juga dikenal dengan

istilah “kitab klasik” untuk menyebut jenis kitab yang sama. Kitab

tersebut pada umumnya tidak diberi harkat/ syakal, sehingga

sering disebut” kitab gundul”.19

dan Ada juga yang disebut

sebagai kitab kuno karena rentan waktu sejarahh dalam radisi

intelektual Islam.

19

Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Pertumbuhan dan

Perkembangan (Jakarta; Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), 32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

Kitab kuning asalnya dari timur tengah, kitab kuning ini

disebut al-kutub al-qadimah, sebagai sandingan dari al-kutub al

Ashariyah yang beredar di kalangan pesantren di Indonesia

terbatas jenisnya. Yang sangat dikenal ialah kitab Fikih, Tasawuf,

Tafsir, Hadist, tauhid dan Tarikh yang semuanya termasuk

kelompok-kelompok syaria’ah yang banyak dikenal, sedangkan

kitab-kitab nahwu dan shharraf mutlak dipergunakan sebagai

ilmu bantu.20

Disisi lain kitab kuning dianggap sakral, karena ditulis oleh

para ulama dengan kualifikasi ganda, yakni keilmuan yang tinggi

dan hati yang disinari cahaya tuhan. Oleh karena itu, kitab kuning

dipandang tidak memiliki cacat serta tertutut dari pemikiran

kritis.21

Kitab kuning ditulis oleh para ulama salaf yang

didalamnya membahas tentang ajaran-ajaran Islam.

Adapun rinciannya sebagai berikut:

a. Metode dedukatif (istinbat), metode ini banyak

dipergunakan utuk menjabarkan dalil-dalil keagamaan

menjadi masalah-masalah fikih terutama yang dihasilakan

melalui ushul fiqh

20

Alie Yofie, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga

ukhwah(Bandung: Mizan 1994), 52 21

Affandi Muchtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren (Bekasi: Pustaka

Isfahah, 2008), 21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

b. Metode induktif(Istiqra’i) metode mengambil kesimpulan

umum dari persoalan khusus. Metode ini dipergunakan

oleh ahli fikih untuk menetapkan hukum

c. Metode genetika (Takwini) addalah cara pikir dalam

mencari kejelasan suatu masalh dengan melihat sebab-

sebab terjasinya atau melihat sejarah munculnya masalah

tersebut

d. Metode dialektika (Jadali) adalah cara fikir yang

uraiannya diangkat dari pertanyaan orang yang

memeprtanyakan.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kitab kuning dapat diartikan sebagai kitab yang ditulis oleh ulama

terdahulu dalam bentuk lembara n ataupun jilidan yang dicetak

diatas kertas putih yang memuat tentang ajaran-ajaran Islam yang

termuat dalam al-Qur’an dan Hadith dan ajaran-ajaran yang

yang merupakan interoretasi para ulama serta hal-hal yang datang

kepadda islam sebagai hasil perkembangan peraddaban islam

dalam sejarah

2. Metode pembelajaran kitab kuning.

Kegiatan belajar mengajar merupakan sebuah proses yang

melahirkan sebuah interaksi manusiawi dalam rangka untuk

mencapai sebuah tujuan pembelajaran, salah satu usaha yang

harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana memahami

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

kedudukan metode sebagai pembelajaran sebagai salah satu

komponen yang ikut ambil bagian terhadap berhasilnya sebuah

kegiatan belajar mengajar.

Metode merupakan sebuah unsur yang lebih penting dari

materi, dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru mampu

mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan

untuk menyampaikan ajaran sampai tujuan.22

Tujuan dari belajar mengajar tidak akan pernah tercapai

selama komponen lainnya tidak diperlukan, salah satunya adalah

komponen metode. Kata metode berasal dari istilah Yunani meta

yang berarti melalui, dan hados yang berarti jalan yang dilalui23

.

Dalam bahasa arab metode diungkapkan dengan istilah Thoriqot

yang berarti cara atau jalan. Istilah ini merupakan langkah-

langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu

pekerjaan.24

Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi

antara peserta didik dan lingkungannya sehingga terjadi

perubahan tingkah laku untuk menuju kearah yang lebih baik.25

Berikut ini beberapa metode pembelajaran tradisional yang

menjadi ciri utama pembelajaran dipesantren salafiyah

22

Depag RI, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah,(Jakarta: Depag RI, 2003) 37 23

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:Pustaka Setia:1998) 24

Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Kalam Mulia, 2009), 214 25

Baharuddin, Pendidikan dan psikologi perkembangan( Jogyakarta:AR-RUZZ

MEDIA,2009), 183

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

a. Metode Sorogan

Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang

berarti menyodorkan kitabnya kepada kiai untuk tersebut,

lalu dalam membaca, mengartikan dan memahami terdapat

kesalahan maka kesalahan tersebut akan langsung diperbaiki

oleh kiai.26

Metode pembelajaran sorogan ini murid dituntut

untuk benar-benar menguasai ilmu yang dipelajarinya,

karena metode ini biasanya seorang murid menyoroggan

sebuah kitab untuk dibacakan dihadapan kiai atau ustad.

Diungkap mastuhu, sorogan diartikan belajar secara

individual dimana seorang santri berhadapan dengan

seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal antara

keduanya. 27

Sedangkan menurut ubhiyati sorogan diartikan

sebagai penyampaian pelajaran dimana seorang santri atau

murid maju dengan membawa kitab untuk dibaca dihadapan

seorang guru atau kiai. Selanjutnya kiai itu membimbing

kepada santri apabila ia menemui kesulitan dan

membetulkannya apabila ia melakukan kekeliruan.28

26

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, ( Jakarta:INIS, 1994), 61 27

Ibid 28

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998),142

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

Dengan demikian metode sorogan ialah metode

pembelajaran individual bagi santri yang hendak mengaji ia

datang pada kiai/ustadz dengan membawa sebuah kitab dan

membacanya dihadapnnya dengan mendapat perhatian

secara khusus sehingga dapat menungukur kemampuannya

dalam membaca kitab.

b. Metode Wetonan

Wetonan merupakan sebuah istilah yang berasal dari

kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab

pembelajaran tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu.

Menurut uhbiyati wetonan ialah penyampaian pelajaran

dimana seorang guru atau kiai membaca kitab,

menterjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas

buku-buku dihadapan sekelompok murid atau santri.29

Metode ini dilaksanakan secara kelompok yang diikuti oleh

para santri dengan mekanisme, seluruh murid atau santri

mendengarkan kitab yag dibacakan oleh kiai atau ustad,

setelah itu dijelaskan makna kandungan kitab tersebut,

namun kelemahan dari metode ini santri tidak diberi

kesempatan untuk bertanya terkait materi yang disampaikan

santri itu dapat memahami maupun tidak.

29

Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

c. Metode Musawarah

Metode Musyawarah atau dalam Istilahh lain disebut

sebagai Bahhtsul Masai>lmerupakan metode pembelajaran

yang mirip dengan metode diskusi atau seminar, beberapa

orang santri dengan jumlah tertentu membentuk Halaqoh

yang dipimpin langsung olehh kiai atau ustad atau mungkin

senior, untuk membahas serta menkaji persoalan yang telah

ditentukan sebelumnnya.30

Dalam pelaksanaannnya, para

santri bebas mengajukan berbagai pertanyaan-pertanyaan

serta pendapat sesuai dengan tpik yang dibahas.

d. Metode pengajian Pasaran

Metode ini merupakan kegiatan belajar antri melalui

kajian materi kitab tertentu pada serang kiai/ Ustad yang

dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus

menerus (Marathon) selama tenggang waktu tertentu pada

umumnya metode ini dilakukan pada bulan ramadhan

selama setegah bulan, duapuluh hari atau satu bulan penuh

tergantung dengan besarnya kitab yang dipelajari.31

30

Departemen Agama RI, 38 31

Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

Jadi dalam metode ini yang menjadi titik beratnya

terletak pada bacaan kitab kuning bukan pada pemahaman

sebagaimana pada metode bandongan.

e. Metode Hafalan

Metode ini merupakan kegiatan belajar santri dengan

cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan

pengawasan Kiai/ Ustad. Biasanya para santri diberi tugas

untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka tertentu.32

Hafalan yang dimiliki santri kemudian dihafalkan dihadapan

kiai/ ustad secara periodik atau insiddental tergantng dari

petunjuk kiai.

Biasanya metode hafalan ini diadakan untuk

mengingat dan menghafal kitab-kitab yang berbahasa arab

secara individual terkadang santri menyetrkan hafalan yang

didapatkan kepada guru, kemudian guru menjelaskan arti

kata demi kata, biasa untuk teks nadhom (sajak), seperti

Aqidat Al-Awwam (Akidah), , Imrthi. Alfyah (Nahwu), dan

Hida>yat al-Shibya>n (Tajwid)

32

Ibid 46-47

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

C. Pembaruan Metode Pembelajaran

1. Pengertian

Pembaruan atau penemuan baru dikenal dengan istilah

inovasi. Secara etimologis inovasi berasal dari kata latin

Innovatio yang berarti pembaruan dan perubahan. Kata kerjanya

Innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi adalah

suatu perubahan yang baru dan menuju kearah perbaikan yang

lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan

dengan sengaja dan berencana. Ansyar Nurtin mengungkapkan

sebagaimana dikutip Zahara Idris bahwasanya inovasi adalah

gagasan, perbuatan, atau sesuatu yang baru dalam kontek sosial

tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi.33

Kata innovation dari bahasa inggris sering diterjemahkan

segala hal yang baru atau pembaharuan. Kemudian dalam bahasa

Indonesia menjadi inovasi. Inovasi terkadang dipakai untuk

menyatakan penemuan, tetapi inovasi juga diartikan

pengembangan dari sesuatu yang belum berkembang.

Pembaharuan tidak datang dengan sendirinya, perlu diupayakan.

Jika tidak, pendidikan akan tertinggal oleh perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat. Pembaruan ini

harus dijawab oleh lembaga pendidikan/sekolah khususnya tenaga

pengajar. Dalam hal ini perlunya memahami “dinami

33

Zahara Idris, Dkk, Pengantar pendidikan 2 (Jakarta:PT GRAFINDO, 1992), 70

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

kaperubahan” dan mengembangkan “kreativitas pengajar”, yang

kapasitasnya untuk menyerap, menyesuaikan diri, menghasilkan

atau menolak pembaharuan itu sendiri.34

Kata penemuan sering diterjemah dalam bahasa Inggris

discovery, da ninvention. Kata innovation, discovery, dan

invention mengandung arti ditemukannya sesuatu yang baru, baik

barang itu sendiri sudah ada lama kemudian baru diketahui atau

memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada.

Dari definisi inovasi di atas, menurut para ahli tidak ada

perbedaan yang mendasar tentang pengertian inovasi antara satu

dengan yang lainnya.Oleh karena itu dapat diambil benang merah

bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode,

cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan

sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang

(masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil inovasi atau

discoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan

diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau kelompok

masyarakat .Jadi inovasi adalah bagian dari perubahan sosial.

Selanjutnya, kata inovasi identik dengan modernisasi.

Inovasi dan modernisasi adalah sama-sama perubahan sosial,

perbedaannya hanya pada penekanan ciri dari perubahan. Inovasi

34

Cece Wijaya, Dkk, Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan Dan Pengajaran,

(Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 1992) 4-5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

menekankan pada adanya suatu yang diamati sebagai suatu yang

baru bagi individu atau masyarakat. Sedangkan modernisasi

menekankan pada adanya proses perubahan dari tradisional ke

modern atau dari belum maju ke yang sudah maju.

2. Karakteristik inovasi

Menurut everett M. Rogers mengemukakan karakterstik

inovasi yang dapat mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan

sebuah inovasi sebagai berikut:

a. Keuntungan relatif, yaitu ssejauh mana sebuah inovasi

dianggap menguntungkan bagi penerimanya, keuntungan

dan kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan

nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor status sosial

(gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai

komponen yang sangat penting.

b. Kompatibel (compatibility) yaiyu tingkat kesesuaian inovasi

dengan sebuah nilai (Values), pengalaman masa lalu, dan

kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan

nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan

diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma-norma

yang ada.

c. Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan

menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi akan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima

akan cepat tersebar. Sedangkan inovasi yang sukar

dimengerti akan lambat proses penyebarannya.

d. Trialabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi

oleh penerima. Inovasi yang sudah dicoba akan mudah

diterima oleh masyarakat.

e. Dapat diamati, yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil

inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan

cepat diterima oleh masyarakat.35

3. Tujuan Inovasi pembelajaran

Pada dasarnya tujuan dari pembaruan dalam pembelajaran

mengacu pada inovasi pendidikan, karena pendidikan merupakan

suatu komponen dari pendidikan itu sendiri, yang menjadi

permasalahan yang sangat serius adalah melihat rendahnya

kualitas pembelajaran yang cenderung masih bersifat seadanya,

rutinitas, formalitas, kaku, dan kurang bermakna, infomasi yang

disampaikanoleh guru lebih mengandalkan indra pendengaran,

sehingga indra-indra yang lain kurang difungsikan secara

maksimal.

B Suparna menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh

Martin Sardi, disamping pembaharuan itu untuk memenuhi

kebutuhan yang dihadapi dan tantangan terhadapa masalah

35

Udin syaefudin Sa’ud Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011) 21-22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

masalah pendidikan serta tuntutan zaman, perubahan pendidikan

juga merupakan usaha aktif untuk mempersiapkan diri dihari esok

yang lebih baik dan memberi harapan yang sesuai dengan cita-

cita yang diharapkan.36

Mengacu pada pembaruan diatas maka

upaya tujuan dari pendidikan untuk mengembangkan dan

menerapkan perencanaan pembelajaran yang optimal untuk

menghasilnya pembelajaran yang maksimal.37

Penekanan utama

yang harus diprioritaskan dalam perencanaan pembelajaran

adalah pada pemilihan, penetapan dan pengembangan mettode

pembelajaran yang harus didasarkan pada analisis kondisis

pembelajaran yang sudah ada.

Pembaruan yang berbentuk metode dapat berdampak pada

perbaikan, peningkatan kualitas serta sebagai tolak ukur baru

untuk memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi dalam

proses belajar mengajar. Pembaruan metode merupakan sebuah

upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efektivitas

pembelajaran.

36

Martin sardi, Mencari Identitas Pendidikan, (Bandung:alumni, 1981), 20-21