bab ii kajian pustaka a. tinjauan umum tentang pesantren …digilib.uinsby.ac.id/3096/5/bab...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pesantren
1. Pengertian Pesantren, sistem dan ciri-ciri pesantren
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pesantren diartikan
sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar
mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam, dimana santri biasanya tingggal dipondok
(asrama) dengan materi pengajaran kitab kitab klasik dan umum,
bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta
mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan
menekankan pentingnnya pendidikan moral dalam kehidupan
bermasyarakat.1
Menurut Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar
Putra Dauly, mengatakan bahwa pesentren berasal dari kata
santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, seingga dengan
demikian pesantren mempunyai arti, tempat berkumpul untuk
belajar agama Islam. Adapun pesantren juga diartikan sebagai
lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mendalami ilmu
1Suhartini, Dkk, Menegement Pesantren (Jogyakarta, L-Kis Pelangi Aksara: 2005), 72
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
tentang agama Islam serta mengamalkannya sebagai pedoman
hidup sehari-hari.2
Sedangkan pesantren salaf diartikan sebagai sistem
pesantren yang tetap mempertahanka sistem (mata pelajaran)
yang bersumber dari kitab kitab Islam Klasik meskipun sekali
waktu Sistem madrasah dipraktekkan juga, sekedar untuk
memudahkan melaksanakan sistem-sistem yang diterapkan
didalam pesantren salaf seperti sorogan, wetonan dan hafalan
yang merupakan sendi utama.3
Tujuan terbentukknya pesantren diantaranya a. Tujuan
Umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia
yang berpribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya sanggup
menjadi muballig Islam di masyarakat sekitar melalui ilmu dan
amalnya. b. Tujuan khusus yaitu mempersiapkan para santri untuk
menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan kiai yang
bersangkutan serta mengamalkan dan mendakwahkannya dalam
masyarakat4
Sistem yang ditampakkan dalam pndok pesantren
mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang
diterapkan dalam lembaga pendidikan umumnya, yaitu:
2Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia
(Jakarata, Pradana Media: 2004), 26-27 3Win Usuludin, Sintesi Pendidikan Islam DI Afrika (Yogyakarta: Paradigma, 2002), 52
4Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
249
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
a. Memakai sistem tradiisional, yang memiliki kebebasan penuh
dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi
hubungan antara kiai dan santri
b. Kehidupan dipesantren menampakkkan semangat demokrasi,
karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem non
kurikuler mereka sendiri
c. Para santri tidak mengidap penyakit simbilis untuk perolehan
ijasah, santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren
mengutamakan keserhanaan, idealisme, persaudaraan,
persamaan, rasa percaya diri dan keberanian hidup.
d. Alumni pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintah,
sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerinta.5
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang secara
selektif bertujuan menjadikan para santrinya sebagai manusia
yang mandiri yang dihaarapkan dapat menjadi pemimpin umat
dalam menuju Ibtigha> Mard}ati-Ila>hi (mengharap keridhhaan
Allah). Sebab itu pesantren bertugas untuk mencetak manusia
yang benar-benar ahli dalam bidang agama, ilmu pengetahuan
serta berakhlak mulia. Untuk mencapai tujuan tersebut pesantren
mengajarkan Tauhi>d, Fikih, Tafs>ir, H{adith, Nahwu>, S}arraf,
5Amien Rais M. Cakrawala Islam; Antara Citra dan Fakta(Bandung: Mizan, 1999), 169
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Ma’ani> badi’ dan baya>n, usul-fiqh, Must}ala>hul H}adist dan
Mant}iq.6
Ciri-ciri pendidikan dilembaga salaf yaitu, Pertama non
klasikal; Kedua, metode sorogan, Wetonan dan hafal, Ketiga,
Materi pembelajarannya terpusat pada kitab klasik. Tinggi
rendahnya ilmu seseorang diukur dari penguasaannya pada kitab
tersebut.7
Ada beberapa indikasi pendidikan yang masih belum
dimasuki ide-ide pembaharuan:
a. Pendidikan yang bersifat non klasikal. Pendidikan ini tidak
dibatasi atau ditentukan lamanya belajar seseorang
berdasarkan tahun. Jadi seseorang bisa tinggal dipesantren
satu tahun, dua tahun atau boleh beberapa tahun saja bahkan
mungkin juga belasan tahun.
b. Mata pelajarannya adalah mata pelajaran agama yang
bersumber dari kitab klasik, tidak dianjurkan mata pelajaran
umum.
c. Metode yang digunakan adalah metode sorogan, wetonan,
hafalan, dan metode tradisional lainnya
d. Tidak memeintingkan ijasah sebagai bukti yang bersangkutan
telah selesai atau tamat pelajarannya
6Ridlwan Nasir, Mencari Tipogi, Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren Dtengah
Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)310-311 7Haidar Putra Daulay, Sejarah pertumbuhan Pertumbuhan dan pembaruan pendidikan
Islam di Indonesia(Jakarta: Kencana Preda Group, 2007), 50
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
e. Tradisi kehidupan pesantren amat dominan dikalangan santri
dan kiai.8
2. Elemen Pesantren
Pondok Pesantren mempunyai elemen-eleme sebagai ciri
khas yang dimiikinya yaitu; Kiai, santri, masjid, pondok
pesantren, pengajian kitab-kitab Islam Klasik. Oleh karena itu
pondok pesantren sejak awal berupaya menyiapkna kader masa
depan dengan unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kiai
Ciri yang paling esensial dalam sebuah pesantren yang
memberikan pengajaran, karena kiai adalah salah satu unsur yang
paling sentral dalam kehidupan pesantren. Kemasyhuran,
perkembangan dan kelangsungan kehidupan susatu pesantren
banyak bergantung pada keahlian dan kedalam ilmu, kharismatik
dan wibawa, serta keterampilan kiai yang bersangkutan dalam
pengelolaan pesantren. Gelar kiai diberika oleh masyarakat
kepada orang yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada
santri9
Menurut asal usulnya, kata kiai dipakai untuk ketiga jenis
gelar yang berbeda:
9Bahri Ghozali, Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Prasasti, 2003), 2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
1) Sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang yang dianggap
keramat; umpamanya” kiai garuda kencana” dipakai sebagai
sebutan Kereta emas yang ada dikraton Yogyakarta.
2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3) Gelar yang yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang
ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin
pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik kepada para
santrinya, selain gelar kiai, ia juga sering disebut seorang
yang alim (orang yang dalam pengetahuannya)10
Kebanyakan, kiai beranggapan bahwa suatu pesantren
diibaratkan sebagai kerajaan kceil dimana kiai merupakan sumber
mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (Power and Autority)
dalam kehidupan dan lingkungan pesantren, tidak ada seorang
santripun yang dapat melawan kebijakan kekuasaan seorang kia
(dalam lingkungan pesantrennya), kecuali kiai lain yan memiliki
pengaru lebih besar, santri selalu mengharapkan dan berpikir
bahwa sosok kiai yang dianutnya merupakan figur yang bisa
dipercaya kepada dirinya sendiri (Self-cofident), baik berkaitan
dengan pengetahuan Islam, maupun dalam bidang kekuasaan dan
menegement pesantren.11
10
Zamarkhsyari, Tradisi Pesantren (Jakarta, LP3ES), 2011), 93 11
Ibid, 93
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
Dengan demikian kemajuan dan kemunduran pesantren
benar-benar terletak pada kemajuan, keahlian kemampuan kiai
dalam mengatur operasiona atau pelaksanaan pendidikan didalam
pondok pesantren.
b. Santri
Istilah santri hanya terdapat dipesantren, menurut Robson,
kata santri berasal dari kata tamil” santri” yang diartikan sebagai
orang yang tinggal disebuah rumah miskin atau bangunan
keagaam secara umum.12
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkunagn
pesantren, seorang yang alim hanya bisa disebut kiai bilamana
memiliki pesantren dan santri yang tinggal didalamnya untuk
mempelajari kitab-kitab klasik, oleh karena itu santri merupakan
elemen penting dalam sebuah lembaga pesantren, perlu diketahui
bahwa, menurut tradisi pesantren, ada dua tipoligi yang belajar
dipesantren, diantaranya: Pertama santri mukim, yaitu santri yang
berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok
pesantren, santri mukim adalah santri yang paling lama tinggal
dipesantren biasanya merupakan kelompok tersendiri yang
memang bertanggung jawab mengajar santri –santri muda tentang
kitab-kitab besar dan menengah.
12
Ali Hasan, Kapitaselekta Pendidikan Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2003), 93
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
Biasanya seorang santri yang menetap disebuah pesantren
karena berbagai alasan diantaranya:
1) Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam
secara mendalam dibawah bimbingan kyai yang memimpin
pesantren
2) Ia ingin memperoleh pengalamn kehidupan pesantren, baik
dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan
dengan pesantren-pesantren terkenal
3) Ia ingin memusatkan studinya dipesantren tanpa disibukkn oleh
kewajiban seghari-hari dirumah dan keluarganya.
Keduasantri kalong, yaitu santri yang berasal dari desa-desa
disekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Untuk mengikuti proses pembelajaran dipesantren, mereka
bolak balik (ngelaju) dari rumahnya sendiri13
Jadi santri merupakan peserta didik yang haus aan ilmu
pengetahuan yang dimiliki olejh kiai.
c. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dari
eksistensi pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling
tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat
lima waktu, khutbah dan sholat jum’at, dam proses pengajaran
kitab klasik.Kedudukan masjid sebagai pusat pendidika dalam
13
Zamarkhasy, Tradisi Pesantren, 89
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
tradisi pesantren merupakan manifestasi universialisme dari
sistem pendidikan tradisional.14
Masjid merupakan pusat
penndidikan semenjak Rasulullah, kaum muslimin selalu
digunakan sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas
administrasi dan kultur.
Lembaga-lembaga dipesantren selalu menjaga tradisi ini,
dimana kiai selalu mengajar murid-muridnya dimasjid dan
langgar sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan jiwa
kediplinan dalam mengajarkan kewajiban sholat lima waktu,
memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama lainnya.
Pesantren pada dasarnya merupakan sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional dimana siswanya tinggal bersama
dan belajar dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang
dikenal dengan sebutan “kiai”. Asrama bagi santri berada diarea
komplek pesantren dimana kiai bertempat tingggal dan juga
menyediaka sebuah masjid untuk beribadah, ruangan untuk
belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya15
Ada tiga alasan pesantren harus menyediakan asrama bagi
para santri:
1) Kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman ilmu
pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari
tempat yang jauh untuk berdatangan, untuk dapat
14
Ibid, 85 15
Ibid 80
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
menggali ilmu dari kiai tersebut secara teratur dan dalam
waktu yang lama, para santri harus meninggalkan
kampungnya untuk menetap didekat kediaman kiai
dalam waktu yang lama
2) Hampir semua santri berada didesa-desa, didesa tidak
ada model kos-kosan maupun perumahan sebagaimana
dikota, maka asrama sangat dibutuhkan oleh para santri.
3) Adanya sikap timbal balik antara kiai dan santri, dimana
kiai dianggap sebangai bapakya sendiri, sedangka kiai
menganggap santri seperti anaknya sendiri. Sikap timbal
balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk
saling berineraksi.16
d. Pengajaran kitab Islam Klasik
Kitab klasik adalah karangan-karangan ulama terdahulu
terutama yang menganut faham Syafi’i. Merupakan satu-datunya
pengajaran formal yang diberikan dipesantren yang bertujuan
mendidik calon-calon ulama.17
Biasanya pengajaran ini diberikan
secara indivudual misalnya dirumah, langgar dan masjid. Seorang
murid mendatangi seorang guru yang membacakan beberapa garis
al-Qur’an dan kitab-kitab bahasa arab dan menterjemahkannya
kedalam bahasa daerah masing-masin, sistem penerjemahannya
dibuat dengan sedemikian rupa sehingga para murid diharapkan
16
Ibid 82-83 17
Ibid, 86
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam sebuah kalimat
yang berbahasa arab.
B. Metode Pembelajaran Kitab Kuning Dipesantren
1. Kitab Kuning
Pesantren merupakan sebuahh lembaga pendidikan dan
pengajaran Islam dimana didalamnya terjadi interaksi antara kiai
atau ustad sebagai guru dan santri sebagai muriid dengan
mengambil tempat di masjid atau dihalaman pondok untuk
mengkaji buku-buku keagamaan karya ulama terdahulu, buku-
buku tersebut dikenal dengan kitab kuning karena di masa lalu
kitab-kitab tersebut dicetak dengan warna kuning. Sehingga
sampai sekarangpun penyebutannya tetap lestari dengan istilah
kitab kuning walaupun banyak diantaranya yang dicetak
menggunakan kertas warna putih.18
Kitab kuning sebagai
khazanah keilmuan dan warisan ulama terduhulu, sangat akrab
dilingkungan pesantren. kitab yang sejatinya hasil karya tulis para
ulama masa lampau itu menjadi icon yang khas-unik bagi
pesantren. Kitab kuning lebih dari sekedar “Manuskip tertulis”
melainkan juga mata rantai yang menyambungkan tradisi
keilmuan Islam dimasa lampau dengan masa kini.
18
Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren (Jakarta: P4, 2001)3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Secara terminologi kata” kitab berasal dari bahasa Arab,
Kataba, Yaktubu, Kita>banyang berati tulisan buku, oleh karena
itu istilah kitab bisa digunakan secara umum pada sesuatu yang
berbentuk tulisan, baik yang berbentu bahasa arab maupun bukan
yang berbentuk bahasa arab.
Sedangkan istilah kitab kuning menunjukkan salah satu
jenis warna, misalnya, warna merah, biru hitam dan lain
sebagainya. Penambahan unsur kedalam suatu benda ditujukan
untuk memberikan ciri khas atau kreteria khusus supaya kata
benda tersebut mudah dikenali dan dapat dibedakan dari jenis
benda yang sama. Misalnya mobil yang berwarna kuning dan
mobil yang berwana merah, sama-sama jebis mobil tetapi
memiliki perbedaan dari segi warna dan bentuk.
Secara etimologi, kitab kuning adalah karya ulama yang
dicetak diatas kertas berwana kuning. Dikalangan pesantren
sendiri disamping beredar istlah kitab kuning juga dikenal dengan
istilah “kitab klasik” untuk menyebut jenis kitab yang sama. Kitab
tersebut pada umumnya tidak diberi harkat/ syakal, sehingga
sering disebut” kitab gundul”.19
dan Ada juga yang disebut
sebagai kitab kuno karena rentan waktu sejarahh dalam radisi
intelektual Islam.
19
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Pertumbuhan dan
Perkembangan (Jakarta; Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2003), 32)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Kitab kuning asalnya dari timur tengah, kitab kuning ini
disebut al-kutub al-qadimah, sebagai sandingan dari al-kutub al
Ashariyah yang beredar di kalangan pesantren di Indonesia
terbatas jenisnya. Yang sangat dikenal ialah kitab Fikih, Tasawuf,
Tafsir, Hadist, tauhid dan Tarikh yang semuanya termasuk
kelompok-kelompok syaria’ah yang banyak dikenal, sedangkan
kitab-kitab nahwu dan shharraf mutlak dipergunakan sebagai
ilmu bantu.20
Disisi lain kitab kuning dianggap sakral, karena ditulis oleh
para ulama dengan kualifikasi ganda, yakni keilmuan yang tinggi
dan hati yang disinari cahaya tuhan. Oleh karena itu, kitab kuning
dipandang tidak memiliki cacat serta tertutut dari pemikiran
kritis.21
Kitab kuning ditulis oleh para ulama salaf yang
didalamnya membahas tentang ajaran-ajaran Islam.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
a. Metode dedukatif (istinbat), metode ini banyak
dipergunakan utuk menjabarkan dalil-dalil keagamaan
menjadi masalah-masalah fikih terutama yang dihasilakan
melalui ushul fiqh
20
Alie Yofie, Menggagas Fikih Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga
ukhwah(Bandung: Mizan 1994), 52 21
Affandi Muchtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren (Bekasi: Pustaka
Isfahah, 2008), 21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
b. Metode induktif(Istiqra’i) metode mengambil kesimpulan
umum dari persoalan khusus. Metode ini dipergunakan
oleh ahli fikih untuk menetapkan hukum
c. Metode genetika (Takwini) addalah cara pikir dalam
mencari kejelasan suatu masalh dengan melihat sebab-
sebab terjasinya atau melihat sejarah munculnya masalah
tersebut
d. Metode dialektika (Jadali) adalah cara fikir yang
uraiannya diangkat dari pertanyaan orang yang
memeprtanyakan.
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kitab kuning dapat diartikan sebagai kitab yang ditulis oleh ulama
terdahulu dalam bentuk lembara n ataupun jilidan yang dicetak
diatas kertas putih yang memuat tentang ajaran-ajaran Islam yang
termuat dalam al-Qur’an dan Hadith dan ajaran-ajaran yang
yang merupakan interoretasi para ulama serta hal-hal yang datang
kepadda islam sebagai hasil perkembangan peraddaban islam
dalam sejarah
2. Metode pembelajaran kitab kuning.
Kegiatan belajar mengajar merupakan sebuah proses yang
melahirkan sebuah interaksi manusiawi dalam rangka untuk
mencapai sebuah tujuan pembelajaran, salah satu usaha yang
harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana memahami
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
kedudukan metode sebagai pembelajaran sebagai salah satu
komponen yang ikut ambil bagian terhadap berhasilnya sebuah
kegiatan belajar mengajar.
Metode merupakan sebuah unsur yang lebih penting dari
materi, dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru mampu
mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan
untuk menyampaikan ajaran sampai tujuan.22
Tujuan dari belajar mengajar tidak akan pernah tercapai
selama komponen lainnya tidak diperlukan, salah satunya adalah
komponen metode. Kata metode berasal dari istilah Yunani meta
yang berarti melalui, dan hados yang berarti jalan yang dilalui23
.
Dalam bahasa arab metode diungkapkan dengan istilah Thoriqot
yang berarti cara atau jalan. Istilah ini merupakan langkah-
langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan.24
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi
antara peserta didik dan lingkungannya sehingga terjadi
perubahan tingkah laku untuk menuju kearah yang lebih baik.25
Berikut ini beberapa metode pembelajaran tradisional yang
menjadi ciri utama pembelajaran dipesantren salafiyah
22
Depag RI, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah,(Jakarta: Depag RI, 2003) 37 23
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:Pustaka Setia:1998) 24
Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Kalam Mulia, 2009), 214 25
Baharuddin, Pendidikan dan psikologi perkembangan( Jogyakarta:AR-RUZZ
MEDIA,2009), 183
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
a. Metode Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang
berarti menyodorkan kitabnya kepada kiai untuk tersebut,
lalu dalam membaca, mengartikan dan memahami terdapat
kesalahan maka kesalahan tersebut akan langsung diperbaiki
oleh kiai.26
Metode pembelajaran sorogan ini murid dituntut
untuk benar-benar menguasai ilmu yang dipelajarinya,
karena metode ini biasanya seorang murid menyoroggan
sebuah kitab untuk dibacakan dihadapan kiai atau ustad.
Diungkap mastuhu, sorogan diartikan belajar secara
individual dimana seorang santri berhadapan dengan
seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal antara
keduanya. 27
Sedangkan menurut ubhiyati sorogan diartikan
sebagai penyampaian pelajaran dimana seorang santri atau
murid maju dengan membawa kitab untuk dibaca dihadapan
seorang guru atau kiai. Selanjutnya kiai itu membimbing
kepada santri apabila ia menemui kesulitan dan
membetulkannya apabila ia melakukan kekeliruan.28
26
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, ( Jakarta:INIS, 1994), 61 27
Ibid 28
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998),142
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Dengan demikian metode sorogan ialah metode
pembelajaran individual bagi santri yang hendak mengaji ia
datang pada kiai/ustadz dengan membawa sebuah kitab dan
membacanya dihadapnnya dengan mendapat perhatian
secara khusus sehingga dapat menungukur kemampuannya
dalam membaca kitab.
b. Metode Wetonan
Wetonan merupakan sebuah istilah yang berasal dari
kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab
pembelajaran tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu.
Menurut uhbiyati wetonan ialah penyampaian pelajaran
dimana seorang guru atau kiai membaca kitab,
menterjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas
buku-buku dihadapan sekelompok murid atau santri.29
Metode ini dilaksanakan secara kelompok yang diikuti oleh
para santri dengan mekanisme, seluruh murid atau santri
mendengarkan kitab yag dibacakan oleh kiai atau ustad,
setelah itu dijelaskan makna kandungan kitab tersebut,
namun kelemahan dari metode ini santri tidak diberi
kesempatan untuk bertanya terkait materi yang disampaikan
santri itu dapat memahami maupun tidak.
29
Ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
c. Metode Musawarah
Metode Musyawarah atau dalam Istilahh lain disebut
sebagai Bahhtsul Masai>lmerupakan metode pembelajaran
yang mirip dengan metode diskusi atau seminar, beberapa
orang santri dengan jumlah tertentu membentuk Halaqoh
yang dipimpin langsung olehh kiai atau ustad atau mungkin
senior, untuk membahas serta menkaji persoalan yang telah
ditentukan sebelumnnya.30
Dalam pelaksanaannnya, para
santri bebas mengajukan berbagai pertanyaan-pertanyaan
serta pendapat sesuai dengan tpik yang dibahas.
d. Metode pengajian Pasaran
Metode ini merupakan kegiatan belajar antri melalui
kajian materi kitab tertentu pada serang kiai/ Ustad yang
dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus
menerus (Marathon) selama tenggang waktu tertentu pada
umumnya metode ini dilakukan pada bulan ramadhan
selama setegah bulan, duapuluh hari atau satu bulan penuh
tergantung dengan besarnya kitab yang dipelajari.31
30
Departemen Agama RI, 38 31
Ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
Jadi dalam metode ini yang menjadi titik beratnya
terletak pada bacaan kitab kuning bukan pada pemahaman
sebagaimana pada metode bandongan.
e. Metode Hafalan
Metode ini merupakan kegiatan belajar santri dengan
cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan
pengawasan Kiai/ Ustad. Biasanya para santri diberi tugas
untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka tertentu.32
Hafalan yang dimiliki santri kemudian dihafalkan dihadapan
kiai/ ustad secara periodik atau insiddental tergantng dari
petunjuk kiai.
Biasanya metode hafalan ini diadakan untuk
mengingat dan menghafal kitab-kitab yang berbahasa arab
secara individual terkadang santri menyetrkan hafalan yang
didapatkan kepada guru, kemudian guru menjelaskan arti
kata demi kata, biasa untuk teks nadhom (sajak), seperti
Aqidat Al-Awwam (Akidah), , Imrthi. Alfyah (Nahwu), dan
Hida>yat al-Shibya>n (Tajwid)
32
Ibid 46-47
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
C. Pembaruan Metode Pembelajaran
1. Pengertian
Pembaruan atau penemuan baru dikenal dengan istilah
inovasi. Secara etimologis inovasi berasal dari kata latin
Innovatio yang berarti pembaruan dan perubahan. Kata kerjanya
Innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi adalah
suatu perubahan yang baru dan menuju kearah perbaikan yang
lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan
dengan sengaja dan berencana. Ansyar Nurtin mengungkapkan
sebagaimana dikutip Zahara Idris bahwasanya inovasi adalah
gagasan, perbuatan, atau sesuatu yang baru dalam kontek sosial
tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi.33
Kata innovation dari bahasa inggris sering diterjemahkan
segala hal yang baru atau pembaharuan. Kemudian dalam bahasa
Indonesia menjadi inovasi. Inovasi terkadang dipakai untuk
menyatakan penemuan, tetapi inovasi juga diartikan
pengembangan dari sesuatu yang belum berkembang.
Pembaharuan tidak datang dengan sendirinya, perlu diupayakan.
Jika tidak, pendidikan akan tertinggal oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat. Pembaruan ini
harus dijawab oleh lembaga pendidikan/sekolah khususnya tenaga
pengajar. Dalam hal ini perlunya memahami “dinami
33
Zahara Idris, Dkk, Pengantar pendidikan 2 (Jakarta:PT GRAFINDO, 1992), 70
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
kaperubahan” dan mengembangkan “kreativitas pengajar”, yang
kapasitasnya untuk menyerap, menyesuaikan diri, menghasilkan
atau menolak pembaharuan itu sendiri.34
Kata penemuan sering diterjemah dalam bahasa Inggris
discovery, da ninvention. Kata innovation, discovery, dan
invention mengandung arti ditemukannya sesuatu yang baru, baik
barang itu sendiri sudah ada lama kemudian baru diketahui atau
memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada.
Dari definisi inovasi di atas, menurut para ahli tidak ada
perbedaan yang mendasar tentang pengertian inovasi antara satu
dengan yang lainnya.Oleh karena itu dapat diambil benang merah
bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode,
cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan
sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang
(masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil inovasi atau
discoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dan
diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau kelompok
masyarakat .Jadi inovasi adalah bagian dari perubahan sosial.
Selanjutnya, kata inovasi identik dengan modernisasi.
Inovasi dan modernisasi adalah sama-sama perubahan sosial,
perbedaannya hanya pada penekanan ciri dari perubahan. Inovasi
34
Cece Wijaya, Dkk, Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan Dan Pengajaran,
(Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 1992) 4-5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
menekankan pada adanya suatu yang diamati sebagai suatu yang
baru bagi individu atau masyarakat. Sedangkan modernisasi
menekankan pada adanya proses perubahan dari tradisional ke
modern atau dari belum maju ke yang sudah maju.
2. Karakteristik inovasi
Menurut everett M. Rogers mengemukakan karakterstik
inovasi yang dapat mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan
sebuah inovasi sebagai berikut:
a. Keuntungan relatif, yaitu ssejauh mana sebuah inovasi
dianggap menguntungkan bagi penerimanya, keuntungan
dan kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan
nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor status sosial
(gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai
komponen yang sangat penting.
b. Kompatibel (compatibility) yaiyu tingkat kesesuaian inovasi
dengan sebuah nilai (Values), pengalaman masa lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan
nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan
diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma-norma
yang ada.
c. Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan
menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima
akan cepat tersebar. Sedangkan inovasi yang sukar
dimengerti akan lambat proses penyebarannya.
d. Trialabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi
oleh penerima. Inovasi yang sudah dicoba akan mudah
diterima oleh masyarakat.
e. Dapat diamati, yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil
inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan
cepat diterima oleh masyarakat.35
3. Tujuan Inovasi pembelajaran
Pada dasarnya tujuan dari pembaruan dalam pembelajaran
mengacu pada inovasi pendidikan, karena pendidikan merupakan
suatu komponen dari pendidikan itu sendiri, yang menjadi
permasalahan yang sangat serius adalah melihat rendahnya
kualitas pembelajaran yang cenderung masih bersifat seadanya,
rutinitas, formalitas, kaku, dan kurang bermakna, infomasi yang
disampaikanoleh guru lebih mengandalkan indra pendengaran,
sehingga indra-indra yang lain kurang difungsikan secara
maksimal.
B Suparna menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh
Martin Sardi, disamping pembaharuan itu untuk memenuhi
kebutuhan yang dihadapi dan tantangan terhadapa masalah
35
Udin syaefudin Sa’ud Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011) 21-22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
masalah pendidikan serta tuntutan zaman, perubahan pendidikan
juga merupakan usaha aktif untuk mempersiapkan diri dihari esok
yang lebih baik dan memberi harapan yang sesuai dengan cita-
cita yang diharapkan.36
Mengacu pada pembaruan diatas maka
upaya tujuan dari pendidikan untuk mengembangkan dan
menerapkan perencanaan pembelajaran yang optimal untuk
menghasilnya pembelajaran yang maksimal.37
Penekanan utama
yang harus diprioritaskan dalam perencanaan pembelajaran
adalah pada pemilihan, penetapan dan pengembangan mettode
pembelajaran yang harus didasarkan pada analisis kondisis
pembelajaran yang sudah ada.
Pembaruan yang berbentuk metode dapat berdampak pada
perbaikan, peningkatan kualitas serta sebagai tolak ukur baru
untuk memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi dalam
proses belajar mengajar. Pembaruan metode merupakan sebuah
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran.
36
Martin sardi, Mencari Identitas Pendidikan, (Bandung:alumni, 1981), 20-21