bab ii kajian pustaka a. tinjauan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/56337/3/bab ii.pdf · 2019....
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu dapat dilihat dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari (2014), di kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado
bahwa dari kesimpulan klasifikasi pengukuran efektivitas pemeriksaan pajak
pertambahan nilai pada tahun 2012 tergolong tidak efektif sedangkan tahun 2013
kurang efektif. Dengan jenis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah
penelitan deskriptif kuantitatif, dimana data – data yang telah digunakan berupa
angka – angka dan diolah menggunakan statistik sehingga penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh wulandari adalah megenai jumlah pelaksanaan pemeriksaan
mencakup semua yang berkaitan dengan penerimaan pajak sedangkan penelitian
yang telah dilakukan wulandari ini mengenai pelaksanaan pemeriksaan di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Manado yang mencakup PPh dan PPN
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahim (2016), di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Surakarta bahwa, dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif
kualitantif untuk mendeskripsikan segala sesuatu yang terjadi pada lokasi
penelitian dan juga didukung dengan data kuantitatif yang digunakan untuk
perhitungan efektivitas pelaksanaan pemeriksaan dan efektivitas penerbitan surat
ketetapan pajak. Dan diperoleh dengan hasil kesimpulan pelaksanaan
pemeriksaan yang dilakukan di KPP Pratama Surakarta telah memenuhi prinsip
efektif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Hanifa adalah
8
penelitian ini mengenai jumlah pelaksanaan pemeriksaan mencakup SP2, LHP,
SKP yang terbit, kontribusi yang berkaitan dengan penerimaan pajak, sedangkan
penelitian yang dilakukan Hanifa ini mengenai pelaksanaan pemeriksaan yang
mencakup rasio penyelesaian pemeriksaan pajak, rasio penyelesaian pemeriksaan
tepat waktu, dan rasio SKP yang disetujui.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Listyaningtyas (2012) bahwa dengan
menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan menganalisis perhitungan
terhadap data yang bersifat pembuktian dari berbagai masalah dengan
mendeskripsikan Perhitungan yang dilakukan secara efektif dari segi pengukuran
yang dihitung berdasarkan pada penerbitan dan realisasi Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SP3) yang selesai dengan tuntas walaupun di tahun 2011
meninggalkan beban saldo, tapi secara keseluruhan sudah sangat optimal kinerja
dari KPP dalam menuntaskan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang
selesai.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2016)
bahwa hasil pengukuran tingkat efektivitas pelaksanaan pemeriksaan pajak
melalui surat pemeriksaan pajak sifatnya fluktuatif namun cenderung meningkat,
sedangkan efektivitas dari segi penerimaan pajak yang cenderung fluktuatif dan
menurun disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor internal. Dari penelitian ini
peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang dapat memberi
gambaran melalui analisis dari data-data yang mengenai efektivitas pemeriksaan
pajak terhadap kantor pelayanan pajak Pratama Singosari. Perbedaan dari
penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Aminah adalah
9
penelitian ini mengenai jumlah pelaksanaan pemeriksaan mencakup SP2, LHP,
SKP yang terbit, kontribusi yang berkaitan dengan penerimaan pajak, sedangkan
penelitian yang dilakukan Aminah tidak beda jauh dengan yang peneliti telah
lakukan hanya saja penelitian yang dilakukan oleh Aminah ada prosedur
pelaksanaannya.
B. Tinjauan Pustaka
Pelaksanaan pemeriksaan tujuan utamanya merupakan untuk menguji
tingkat kepatuhan wajib pajak baik formal maupun material dan meningkatkan
kepatuhan perpajakan seorang wajib pajak, dimana kepatuhan wajib pajak yang
timbul karena kesadaran dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban perpajakan
itu tidak akan ada pelaksanaan pemeriksaan atau sebaliknya wajib pajak tidak
memiliki kesadaran diri dan tidak patuh terhadap pemenuhan kewajiban
perpajakannya maka fiskus akan melakukan pelaksanaan pemeriksaan guna
meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak, dimana kepatuhan wajib pajak ini
akan sangat berdampak terhadap penerimaan pajak.
Keterkaitan antara pemeriksaan pajak dan penerimaan pajak dalam
penelitian ini didasarkan dengan pernyataan bahwa proses pemeriksaan adalah
suatu instrument yang penting untuk mengelola administrasi pajak secara efektif
dan efisien, khususnya dalam yuridiksi yang menggunakan perhitungan sendiri
(self assessment) atau perhitungan administrasi otomatis.
1. Pajak
Menurut Sumarsan (2015) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya
10
berdasarkan peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas
negara untuk menyelengarakan pemerintahan. Definisi pajak berdasarkan Undang
– undang No. 28 tahun 2007 pasal 1 berbunyi sebagai berikut ; Pajak adalah
kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar –
besarnya kemakmuran rakyat.
a. Jenis - Jenis Pajak
Menurut Suparmono and Damayanti (2010) jenis pajak dapat dikelompokan
dalam tiga kategori yaitu menurut golongannya yakni pajak langsung dan pajak
tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak
yang bersangkutan contohnya pajak penghasilan (PPh). Sedangkan pajak tidak
langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepihak lain,
contohnya pajak pertambahan nilai (PPn). Menurut sifat yakni pajak subjektif dan
pajak objektif, menurut lembaga pemungutan meliputi pajak pusat terdiri dari
PPh, PPN dan PPnBM dan pajak daerah terdiri dari pajak provinsi dan pajak
kota/kabupaten. Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis pajak dikelompokan menjadi
tiga kategori yakni menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutannya, dimana
jenis – jenis pajak diatas berfungsi untuk mempermudah dalam pelaksanaan
pemungutan pajak serta memahami jenis pajak serta dapat membantu wajib pajak
dalam menentukan pembayaran pajak itu sendiri.
11
b. Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Nurmantu (2005) fungsi pajak dapat dikenal dengan dua
macam yakni fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi pajak
regularend (pengatur). Fungsi Budgetair contohnya pemerintah yang
membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan suatu daerah dengan
memperoleh sumber penerimaan APBN, Sedangkan fungsi regularend contohnya
dapat memberikan insentif pajak dengan meningkatkan harga minuman keras
sehingga peningkatkan investasi dalam negeri tinggi terhadap minuman keras dan
dapat pula mengurangi penggunaan minuman keras terhadap kalangan muda.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak sebagai
fungsi Budgetair merupakan fungsi kursial yang paling utama dan kursial yang
digunakan untuk membiayai keperluan daerah ataupun keperluan suatu Negara.
Sedangkan untuk fungsi regulerent merupakan alat untuk mengontrol
perekonomian suatu daerah ataupun Negara baik untuk kegiatan didalam maupun
diluar negri. Keduanya sangat berperan penting dan berpengaruh secara signifikan
pada suatu Negara. Dari dua macam fungsi pajak tersebut penerimaan yang
dihasilkan oleh negara dapat tercapai.
c. Sistem Pemungutan Pajak
Negara Indonesia memiliki tiga sistem pemungutan pajak yang meliputi
official assessment system merupakan sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus). Self assessment system merupakan sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak. Dan with
holding system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga. Untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh pajak.
12
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pemungutan
di Indonesia ada tiga. Mulai dari reformasi perpajakan pada tahun1983 dengan
merubah ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia.
Pemerintah mengganti sistem pemunggutan pajaknya dari official assessment
system menjadi self assessment system yang masih berlaku sampai saat ini. Self
assessment system merupakan sistem pemunggutan yang memberikan
kepercayaan penuh kepada wajib pajak dalam menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Self assessment system menutut adanya
kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya serta
berkontribusi aktif dari untuk membayar pajak.
2. Pemeriksaan Pajak
Pengertian pemeriksaan pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2015 tentang perubahan atas Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Pemeriksaan, menyebutkan bahwa: “Pemeriksaan pajak adalah serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang
undangan perpajakan”.
Berdasarkan pengertian di atas pemeriksaan pajak menekankan pada
pemeriksaan bukti yang berupa buku-buku, dokumen dan catatan yang
13
dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksa pajak yang profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, dan pemeriksaan pajak tidak mencari kesalahan wajib pajak
tetapi untuk meguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
a. Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
Berdasarkan PMK No 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan,
pengertian dari Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) adalah sebagai berikut: “Surat
Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk
melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan /atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.”
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ/2013 menjelaskan
tentang ketentuan SP2 adalah Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan SP2
perubahan:
1) SP2 sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 diterbitkan berdasarkan:
a) Instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan dari Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau
Direktur Jenderal Pajak;
2) Dalam hal susunan tim pemeriksa pajak diubah, Kepala UP2 harus
menerbitkan SP2 perubahan.
3) Pemeriksaan pajak wajib memperlihatkan SP2 perubahan kepada wajib pajak.
14
4) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada wajib pajak
dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal
SP2.
5) Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dikirimkan kepada wajib
pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal SP2.
b. Tujuan Pemeriksaan
Dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013
tentang Tata Cara Pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak dalm rangka pengawasan
perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
1) Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak (Pasal 4)
di antaranya:
a) Wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-
Undang KUP;
b) Terdapat keterangan lain berupa data konkret;
c) Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih
bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pemabyaran pajak;
d) Wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak;
e) Wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan rugi;
15
f) Wajib pajak yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya;
g) Wajib pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan
atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
h) Wajib pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan
dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan
berdasarkan analisis resiko; atau
i) Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk
dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Resiko.
2) Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan (Pasal 70), di antaranya:
a) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
b) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d) Wajb pajak mengajukan keberatan;
e) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto;
f) Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g) Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil;
h) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
16
j) Penentuan saat produksi dimulai atau memperpajang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubung dengan pemberian fasilitas perpajakan;
k) Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
c. Jenis-Jenis Pemeriksaan
Menurut Pudyatmoko (2007:75) secara garis besar terdapat beberapa jenis-
jenis pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa pajak terdiri atas: pemeriksaan rutin
yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan
dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, pemeriksaan kriteria
seleksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap wajib pajak yang
terpilih berdasarkan skor risiko kepatuhan, pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan
yang dilakukan terutama terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya
informasi, data, laporan, atau panduan mengenai kemungkinan terjadi
penyimpangan pajak; serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan
tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan
termasud karena permintaan wajib pajak, dan pemeriksaan bukti permulaan yaitu
pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan mengenai
dugaan terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Efektivitas
Menurut Siagian (2004) pengertian efektivitas adalah “sejauh mana
organisasi berhasil memuaskan permintaan dan ekspetasi dari semua kelompok.”.
Kata efektif diartikan sebagai terjadinya suatu akibat yang dikehendaki dalam
suatu perbuatan yang dilakukan, berdasarkan beberapa pengertian mengenai
17
efektivitas dapat diartikan bahwa efektivitas suatu keadaan yang terjadi karena
adanya kesesuaian dalam kegiatan yang dilakuakan agar dapat mencapai sasaran
yang dituju.
Jadi dapat disimpulkan pengertian efektivitas adalah suatu keadaan yang
terjadi karena adanya kesesuaian dalam kegiatan yang dikehendaki agar dapat
mencapai sasaran yang dituju. Sebagai suatu organisasi publik, derektorat jendral
pajak juga harus memperhatikan tingkat keberhasilan organisasinya.
a. Ukuran Efektivitas
Menurut Siagian (2004), untuk mengukur tingkat efektivitas dari suatu sistem
kerja dapat juga dengan memberikan skala peringkat. Mengukur tingkat
efektivitas dari pelaksanaan pemeriksaan pajak pertambahan nilai (PPN) baik
kriteria rutin maupun pemeriksaan khusus yang didasarkan pada kriteria atau
standar seperti dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Klasifikasi Pengukuran Efektivitas
No Presentase Efektivitas Kriteria
1 > 100% Sangat Efektif
2 90% - 100% Efektif
3 80% - 90% Cukup Efektif
4 60% - 80% Kurang Efektif
5 < 60% Tidak Efektif
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327(dalamWulandari:2014)
Berdasarkan uraian tersebut, klasifikasi konsep efektif dapat dilihat dari
seberapa besar realisasi yang dapat dicapai atas target yang akan ditetapkan oleh
pihak Kantor Pelayanan Perpajakan Mataram setiap tahunnya untuk memenuhi
tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan indikator yang dilihat dari segi
tingkat penyelesaian pemeriksaan yang didasarkan pada pencapaian target dan
18
realisasi atas penerbitan surat perintah pemeriksaan pajak (SP2), dan segi tingkat
penerimaan pajak atas hasil pemeriksaan yang didasarkan pada pencpaian
rencana dan realisasi atas penerimaan dari hasil pemeriksaan.
b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas
Menurut Streers (2005), faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas
adalah sebagai berikut ;
1) Karakteristik organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti
susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur
merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka
menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan
sebagai bagian dari suatu hubungan relatif tetap yang akan menentukan pola
interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2) Karakteristik lingkungan, mencakup dua aspek yakni dari aspek pertama
adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada diluar batas
organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam
pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah
lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan
yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.
3) Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap di
dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi
kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mecapai
tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan,
oreganisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan
tujuan organisasi.
19
4) Karakteristik manajemen, adalah strategi dan mekanisme kerja yang di
rancang untuk mengkondisikan semua hal yang didalam organisasi sehingga
efektivitas kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan
untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam
melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan
manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.
Mekanisme tersebut meliputi penyusunan tujuan strategi, pencarian dan
pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses
komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi
terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.
4. Penerimaan
Menurut Ilyas (2002) Penerimaan pajak merupakan perwujudan dari
pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak yang secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan tetapi tidak ada jasa timbal
balik dari negara secara langsung yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran
negara, pembangunan nasional, dan memelihara kesejahteraan umum. Upaya-
upaya tersebut adalah salah satunya melalui upaya penegakan hukum (law
enforcement) yang terdiri dari pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.
Pemeriksaan pajak merupakan instrumen untuk menentukan kesadaran dan
kepatuhan pajak baik formal maupun material. Tujuan utamanya adalah untuk
menguji dan meningkatkan kepatuhan pajak seorang wajib pajak.
a. Jenis Penerimaan
Penerimaan dari sektor pajak dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun
daerah terhadap wajib pajak tertentu berdasarkan Undang – undang, dalam
20
kontribusi yang di peroleh daerah kabupaten dari penerimaan pajak pada tahun
2017 dimana memperoleh penerimaan atas dana bagi hasil berdasarkan PPh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri (WPOPDN) sebesar Rp. 467.264.000,- Dan
perolehan dari PPh pasal 21 sebesar Rp. 7.033.097.000 Adapun jenis - jenis
penerimaan pajak adalah sebagai berikut :
1) Pajak Pusat
a) PPh
b) PPN dan PPnBM
c) Bea Materai
d) Bea masuk
e) Cukai
b. Faktor – Faktor Yang Berperan Penting Dalam Mengoptimalkan
Penerimaan Pajak
1) Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat
Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga
dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan. Mardiasmo (2013),
pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu :
a) Equity/Equality dimana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam
membangun system perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya
dilakukan seimbang dengan kemampuan. Negara tidak boleh melakukan
diskriminasi diantara sesama pembayar pajak.
21
b) Certainy, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang dan tidak mengenal
kompromis. Kepastian hukum harus tercermin mengenai subjek, objek,
besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.
c) Convenience adalah pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi
pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
d) Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat –
hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan
pajaknya.
2) Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)
Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan
peraturan Undang – Undang di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan
optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang
berkompeten dibidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral
tinggi.
5. Kontribusi
Penegrtian kontribusi menurut T Guritno (1992:76) dan Kamus Ilmiah
Populer, Dany H. (2006:264) kontribusi adalah sesuatu yang diberikan (uang
sumbangan) bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya, atau kerugian
tertentu atau bersama. Kontribusi terkait pemeriksaan pajak dihitung guna
mengetahui jumlah sumbangan penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan pajak itu
sendiri. Sehingga dibutuhkan kiteria tingkat kontribusi dan formula untuk
menghitung besarnya kontribusi. Adapun Kriteria Tingkat Kontribusi berdasarkan
22
Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 tentang pedoman penilaian dan kinerja
keuangan.
C. Kerangka Pemikiran
Data Sekunder ; data SP2 dan Penerimaan Pajak dari hasil
pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan Dan Fungsional Pemeriksaan Pajak
Kegiatan Pemeriksaan Pajak
Hasil Analisis
Kesimpulan dan Saran
Analisis
Data
Gambar 1 : Kerangka pemikiran
Membandingkan Realisasi
dengan target dari
pemeriksaan & penerimaan