bab ii kajian pustaka a. pengertian karya sastra
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Karya Sastra
Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Rokhmansyah 2014:2), sastra merupakan
ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide,
semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan
pesona dengan alat bahasa. Karya sastra adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan
atau fakta kultural, sebab merupaka hasil ciptaan manusia (Faruk, 2014:77).
Sedangkan menurut Ratna (2015:342), karya sastra memberikan pemahaman
terhadap masyarakat secara tidak lansung.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa karya sastra
merupakan ungkapan seseorang yang berupa pengalaman, pemikiran, dan ide
seseorang yang digambarkan secara konkret sehingga memberikan pemahaman
kepada orang lain.
B. Hakikat Novel
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk
karya sastra yang satu ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang
luas pada masyrakat. Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula
dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan
jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini
7
muncul (Tarigan, 2015:167). Sedangkan menurut Kosasih (2014:60), mengemukakan
bahwa novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika
kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. The American College Dictionary,
mengemukakan bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang
yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang
representative dalam suatu atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut (Tarigan,
2015:167)
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan novel adalah karya imajinatif
yang menceritakan sisi utuh kehidupan manusia yang melukiskan para tokoh serta
adegan kehidupan yang dialami tokoh dengan menggunakan suatu alur.
C. Unsur-unsur Instrinsik
a. Tema
Menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2015:115),
mengemukakan bahwa tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam
sebuah karya sastra atau secara berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit
maupun (yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif. Menurut
Kosasih (2012:60), tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu
cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan,
kekuasaan, kasih saying, kecemburuan, dan sebagainya. Tema adalah gagasan, ide
atau pilihan utama yang mendasari karya sastra, (Sudjiman dalam Rokhmansyah,
2014:33).
8
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan tema adalah gagasan utama,
inti atau ide dasar sebuah cerita yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung
di dalam cerita.
b. Latar atau Setting
Menurut Kosasih (2012:67), latar (setting) meliputi tempat, waktu, dan
budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bersifat faktual
atau bisa pula imajiner. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas
keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. Latar atau setting itu sebagai
landas tumpu, menujuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan, (Abrams
dalam Nurgiyantoro, 2015:303). Menurut Semi (dalam Rokhmansyah, 2014: 38),
latar atau setting adalah lingkungan tempat terjadinya suatu peristiwa, lingkungan
yang dimaksud bukan sekedar tempat, tapi juga termasuk waktu, dan suasana ketika
sebuah peristiwa terjadi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan latar atau setting adalah
tempat, waktu, atau sosial budaya yang memberikan pijakan cerita secara konkret dan
jelas.
9
c. Tokoh dan Penokohan
1) Tokoh
Tokoh cerita (character), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam
sesuatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsikan memiliki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, (Abrams dalam Nurgiyantoro,
2015:247).
Tokoh adalah istilah yang menunjukan pada orangnya, pelaku cerita,
misalnya jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”,
atau “Ada berapa orang jumlah tokoh dalam novel itu ?”, dan sebagainya.
Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh
seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih merujuk pada kualitas pribadi seorang
tokoh, (Nurgiyantoro, 2015:247).Menurut Sudjiman, (dalam, Rokhmansyah,
2014:34), “Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlaku andil dalam berbagai peristiwa cerita.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan tokoh adalah individu
rekaan yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif yang mempunyai watak
dan prilaku tertentu dalam seuatu cerita.
2) Penokohan
Menurut Kosasih (2012:67), “Penokohan merupakan salah satu unsur
intrinsik karya sastra, disamping tema, alur, latar, sudut pandang, dan amanat.
10
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan
karakter tokoh-tokoh dalam cerita”.
Menurut Rokhmansyah, (2014:34), penokohan dan perwatakan adalah
pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang
dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya,
dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang dalam seuah cerita atau cara
pengarang menggambarkan serta mengembangkan karakter tokoh dalam cerita.
d. Alur atau Plot
Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (2015:167), mengemukakan bahwa alur
atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan terjadinya peristiwa yang lain.
Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada
urutan waktu saja belum merupakan plot, agar menjadi sebuah plot, peristiwa-
peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif sehingga hasil pengolahan
dan penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menari,
(Nurgiyantoro, 2015:167). Sedangkan menurut Kosasih (2012:63), alur atau plot
merupakan pola pengembanga cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat.pola
pengembangan cerita suatu novel tidaklah seragam.Pola-pola pengembangan cerita
11
yang kita jumpai, antara lain, jalan cerita suatu novel, kadang berbelit-belit, dan
penuh kejutan, juga kadang-kadang sederhana.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan alur atau plot adalah susunan
peristiwa dalam cerita yang berisi kejadian-kejadian atau peristiwa dalam sebuah
novel.
e. Sudut pandang
Sudut pandang (point of view), menunjuk pada cara sebuah cerita dikisahkan,
merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca, (Abrams dalam
Nurgiyantoro, 2015:338).
Menurut Stanto dalam Rokhmansyah (2014:39), sudut pandang adalah posisi
yang menjadi pusat kesadaran tempat memahami setiap peristiwa dalam cerita. Sudut
pandang yang digunakan oleh pengarang pada karya sastranya merupakan cara
pengarang untuk menceritakan cerita dalam karyanya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan sudut pandang adalah cara
atau posisi pengarang atau pandangan pengarang untuk menggambarkan para pelaku
dalam cerita atau karya fiksi.
12
Nurgiyantoro (2015:346-359), sudut pandang dapat dibedakan yaitu sebgai
berikut.
1) Sudut pandang persona ketiga “Dia”
Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang person ketiga, gaya
“dia”, narrator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, dan mereka.
Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama kerap atau terus menerus disebut,
dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.
2) Sudut pandang person pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang dipergunakan sudut pandang persona
pertama, first person point of view, “Aku”, jadi gaya “aku” narrator adalah
seseorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang
diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan serta sikapnya terhadap orang
(tokoh) lain kepada pembaca.
3) Sudut pandang person kedua “Kau”
Dalam pengisahan cerita dipergunakan teknik “kau” biasanya dipakai
“mengoranglainkan” diri sendiri sebagai orang lain. Keadaan ini dapat ditemukan
pada cerita fiksi yang disudutpandangi “aku” maupun “dia” sebagai variasi
penuturan atau penyebutan. Hal itu dipilih tentu juga tidak lepas dari tujuan
menuturkan sesuatu dengan yang berbeda, yang asli, yang lain daripada yang lain
sehingga terjadi kebaruan serapan indera atau penerimaan pembaca.
13
4) Sudut pandang campuran
Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin lebih dari satu
teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu keteknik yang lain
untuk sebuah cerita yang ditulisnya/penggunaan sudut pandang campuran di dalam
sebuah novel, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan
teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa (style) merupakan cara pengucapan pengarang dalam
mengemukakan sesuatu terhadap pembaca (Nurgiyantoro, 2015:276). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2015:344), gaya bahasa atau majas
adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh
efek-efek tertentu, keseluruhan cirri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas
dalam menyampaian pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Sedangkan menurut Aminuddin (2013:72), merupakan cara seorang pengarang
menyampaikan gagasannya dengan meneggunakan makna bahasa yang indah dan
harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya
intelektual dan emosional pembaca. Gaya bahasa dari segi bahasa, pengarang
menggunakan kata-kata atau kalimat dalam bahasa yang biasa dipahami dan
dimengerti sebagai pemilik dan pembaca sebagai orang yang menikmati karya sastra
itu. Sedangkan dari segi makna dan keindahannya, karya sastra itu disajikan dengan
14
makna yang padat dan reflektif, kalimat-kalimatnya berupa bentukan dari kata-kata
dan frasa yang bermakna kiasan dan mengandung majas, (Rokhmansyah 2014:33).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan gaya bahasa adalah
penggunaan bahasa dengan kalimat-kalimat berupa bentukan kata yang bermakna
kiasan dan mengandung majas.
g. Amanat
Amanat merupakan pesan pengarang yang disampaikan melalui tulisannya
baik berupa novel maupun cerbung, (Rokhmansyah 2014:33). Amanat yang
terkandung dalam sebuah karya sastra tentunya diharapkan dapat member manfaat
bagi pembacanya. Menurut Kosasih (2012:71) amanat merupakan ajaran moral atau
pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
karyanya itu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan amanat adalah pesan-pesan
yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar melalui sebuah
karya sastra.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Menurut Faruk (2014:23), metode harus sesuai dengan kenyataan adanya
objek yang bersangkutan, sesuai dengan apa yang disebut sebagai kodrat keberadaan
objek itu. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Siswantoro (2016:56), metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat
sekaramg berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Sedangkan
menurut Arikunto (2013:3) metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan
untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal yang sudah disebutkan, yang
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan metode deskriftip
merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah berdasarkan hal-hal
yang sudah disebutkan yang hasilnya berbentuk laporan penelitian.
B. Sumber Data
Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data diperoleh. (Siswantoro,
2016:72). Sedangkan menurut Arikunto (2013:172), sumber datadalam penelitian
adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data penelitian ini adalah novel Ibuk
16
karya Iwan Setyawan, terbit tahun 2012 yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka
Utama Jakarta dengan ketebalan 289 halaman.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi.
Menurut Arikunto (2013:274), teknik dokumentasi yaitu teknik yang dilakukan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
Dokumen utama yang penulis gunakan adalah novel Ibuk karya Iwan Setyawan selain
itu penulis menggunakan buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan
karya sastra yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
D. Analisis Data
Untuk melakukan pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk teks
kesastraan, khususnya teks fiksi, pada umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja
analisis.Istilah analisis, misalnya analisis teks fiksi menunjuk pada pengertian
mengurai karya itu atas unsur-unsur pembentuknya, yaitu yang berupa unsur-unsur
intrinsik (Nurgiyantoro, 2015:52).
Dalam menganalisis novel Ibuk karya Iwan Setyawan, peneliti melakukan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Membaca novel Ibuk karya Iwan Setyawan secara teliti, dan cermat sehingga
dapat memahami maksud cerita.
17
2. Membuat sinopsis novel Ibuk karya Iwan Setyawan, untuk memberikan
gambaran cerita secara keseluruhan baik bagi peneliti maupun pembaca.
3. Menganalisis cerita dengan unsur-unsur intrinsik yang tepat pada novel Ibuk
karya Iwan Setyawan.
4. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam novel Ibuk
karya Iwan Setyawan.
5. Menyimpulkan hasil penelitian.
18
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data
Setelah dianalisis novel Ibuk karya Iwan Setyawan peneliti menemukan
dan memaparkan data sebagai berikut. (1) Sinopsis novel Ibuk karya Iwan
Setyawan dan (2) Subjudul novel Ibuk karya Iwan Setyawan.
1. Sinopsis Novel Ibuk karya Iwan Setyawan
Novel ini berkisah tentangperjalanan hidup sebagai anak sopir angkot
yang berhasil menaklukan New York City. Berawal dari Sim seorang playboy
pasar yang juga seorang kernet angkot, yang jatuh hati pada Tinah, gadis
penjual pakaian bekas bermata teduh di pasar batu. Tanpa persiapan, tanpa
rasa takut, hanya karna kesederhaan dan ketulusan cinta, mereka melawan
rasa takut itu dan memulai kehidupan baru. Hingga mereka memiliki lima
orang anak yaitu Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira. Ibu beretekad untuk
mengubah takdir anak-anaknya kelak, ibu ingin anak-anaknya
sekolah sampai jenjang sarjana, karna dulu ibu tidak lulus SD, bapak pun
tidak lulus SMP. Ibu selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk
anak-anaknya.
Kehidupan ibu selalu berkisar di dapur kecilnya yang penuh dengan
jelaga, sama halnya dengan kehidupannya, namun anak-anak ibu dapat
menjadi penerang dan penghapus jelaga di kehidupan ibu, mereka adalah
harta paling berharga bagi ibu. Semua yang keluar dari rahimnya harus hidup
bahagia tanpa jelaga, begitulah tekad ibu.
Suatu pagi ibu yang sedang mengandung Rini mengangkat dua
ember plastik merah dengan Bayek yang terus mengikuti ibu sambil menarik-
narik dasternya bertemu dengan Mbah Carik, nenek tua yang dianggap orang
pintar di kampung itu. Mbah Carik berkata “ Nah sabar, sekarang hidupmu
susah. Tapi percaya aku, Nah anak lanang yang ada dibelakangmu itu kelak
akan membahagiakanmu” (Setyawan, 2012:81). Sehari-hari bapak menarik
angkot milik pamannya, namun dengan ketekunan ibu yang selalu
menyisihkan uang belanja akhirnya dapat membelikan angkot untuk bapak.
Bapak sangat senang karna telah memiliki angkot sendiri walaupun angkot itu
19
hanyalah angkot tua. Ternyata angkot itu hanya membawa kesusahan bagi
keluarga bapak, uang yang seharusnya bapak setor untuk belanja harus
dipakai untuk membetulkan kerusakan-kerusakan angkot bapak. Keadaan itu
membuat ibu sedih, melihat ibu seperti itu Bayek berjanji akan
membahagiakan keluarganya.
Berkat kegigihan dan keuletannya, anak-anak ibu berhasil
mengenyam pendidikan yang tinggi, dengan keseriusan janjinya ibu
meminjam uang dari bang Udin, sehingga telah mengantarkan Bayek
kegerbang kesuksesan. Empat tahun mengenyam pendidikan di IPB Bogor,
jurusan Statistika dengan beasiswa, Bayek lulus dengan predikat lulusan
terbaik. Bayek bekerja di Jakarta selama tiga tahun, dengan doadan dukungan
yang diberikan ibu tanpa henti mengantarkan Bayek berkarier di New York.
Mulai dari sanalah Bayek mulai menepati janjinya untuk membahagiakan
keluarganya dan dirinya sendiri.
New York memberikan banyak pelajaran untuk Bayek, lika-liku
kehidupan berhasil dia hadapi dengan kekuatan dari doa dan dukungan ibu
dan keluarganya. Bayek memiliki misi yang membuatnya harus menahan
rindu pada keluarganya.Misi itu akhirnya berhasil diwujudkan setelah Bayek
melewati 9 musim panas dan 10 musim dingin, Bayekpun kembali ke
keluarga kecilnya di kotaBatu.
Bayekpun menjalani aktivitasnya dengan bahagia karna dikelilingi
keluarga kecilnya, namun kebahagiaan tak akan sepenuhnya ada. Kesedihan
itu datang, sabtu 4 Februari 2012 bapak dipanggil oleh yang maha
kuasa.Sungguh terpukul hati ibu, perempuan tangguh itu merasa sangat
kehilangan belahan jiwa yang selama 40 tahun menemani ibu membangun
keluarga, tak terhitung suka duka yang mereka lewati bersama. Cinta ibu dan
bapak yang sederhana namun kokoh,cinta ibu yang menyelamatkan keluarga.
2. Subjudul Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Novel yang berjudul Ibuk karya Iwan Setyawan terdiri dari 49 subjudul,
sebagai berikut.
1) Pagi di Pasar Batu
2) Sebuah Awal Sebuah Keberanian
3) Mengenalmu Mencuntaimu
20
4) Maukah Kau Hidup Susah Denganku
5) Berlabuh
6) Awal Pelayaran
7) Lima
8) Nasi Goring Terasi
9) Empat Sehat Lima Sempurna
10) Jelaga di Langit-Langit Dapur
11) Menjaring Pagi
12) Obrolan di Ruang Tamu
13) Membawa Pulang Harapan
14) Kunci di Tangan Bapak
15) Sedikit tentang Aku
16) Atap untuk Kita
17) Mbah Carik dan Misteri
18) Sepatu Jebol
19) Sendang Biru dan Roti Meisis Cokelat
20) Mencoba Berdiri Sendiri
21) Hidup Baruku
22) Di Tengah Malam
23) Janji Bayek
24) Di Wajah Isa
25) Pesta Pertama
21
26) Berlayar Terus Berlayar
27) Doa Ibuk Mengantar Bayek ke New York
28) Sebuah Awal Perjalanan
29) Dua Pilar yang Runtuh
30) Menelusuri Mahattan
31) Rumah Kecil Baru
32) Buah untuk Bapak dan Ibuk
33) Wisdom
34) Kematian dan New York City
35) Vertigo
36) Kembali ke Mahattan
37) Misi Terselesaikan
38) Menyambut Bayek Kembali
39) Buku Pertama
40) Buku Keluarga
41) Perjalanan Baru
42) Cinta yang Kokoh
43) Tak Bisa Jauh: Awal September
44) Menjagamu
45) Siapa yang Mengantar Cucu?
46) Pesan Terakhir
47) Mengantar Bapak Pulang
22
48) Cinta Ibuk
49) Aku
B. Temuan Penelitian
Temuan novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalh sebagai berikut. (1)
Tema, (2) Latar atau setting, (3) Tokoh dan penokohan, (4) Alur atau plot, (5)
Sudut pandang atau point of view, (6) Gaya bahasa dan, (7) Amanat.
1. Tema
Tema adalah gagasan, ide atau pilihan utama yang mendasari karya sastra,
(Sudjiman dalam Rokhmansyah, 2014:33). Tema novel Ibuk karya Iwan Setyawan ini
adalah perjuangan seorang Ibu. Memberikan penghidupan yang layak bagi anak-
anaknya melalui jalur pendidikan. Harapan Ibu adalah dengan pendidikan yang
tinggi, anak-anaknya akan memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal ini dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut ini.
“Nduk, sekolah nang SMP iku mesti.Koen kudu sekolah. Uripmu cek gak
soro koyok aku, Nduk! Aku gak lulus SD. Gak iso opo-opo.Aku mek iso
masak tok. Ojo koyok aku yo Nduk! Cukup aku ae sek gak sekolah…,”
kata ibuk.
(Setyawan, 2012:61)
Kutipan di atas menggambarkan keinginan seorang Ibu agar anaknya
mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari pada orang tuanya, dengan
pendidikan yang tinggi diharapkan anak-anak tidak hidup dalam kesengsaraan.
23
“Bayek juga, mesti ke SMP 1 terus ke SMA 1 Batu, dan kuliah.Anak-anak
perempuan juga, mesti kuliah.Gak cukup SMP atau SMA saja.Biar kamu
semua dapat kerjaan yang bagus.Biar semua bisa mandiri.biar jadi
manusia yang bermartabat,” lanjut Ibuk ke adik-adik Isa.
(Setyawan, 2012:66)
Kutipan di atas masih membahas tentang pentingnya pendidikan.
Pendidikan bukan hanya penting bagi anak laki-laki tapi juga penting bagi para anak
perempuan.
2. Latar atau Setting
Menurut Kosasih (2012:67), latar (setting) meliputi tempat, waktu, dan
budaya yang digunakan dalam suatu cerita.
a. Latar Tempat
Secara umum ada dua latar tempat yang digunakan dalam novel Ibuk yakni
kota Batu dan New York.
1) Kota Batu
Berikut ini kutipan yang menerangkan latar tempat berada di kota Batu, Malang.
Pagi yang biasa.Pagi yang ramai di Pasar Batu. Di depan kios Mbok Pah,
jajaran angkot mulai menurunkan penumpang. Sebagian besar adalah ibu-
ibu yang akan berbelanja.
(Setyawan, 2012:4)
Meskipun harus bolak-balik dari satu sekolah ke sekolah yang lain, Ibuk
tak pernah meminta bantuan orang lain untuk mengambilkan rapor anak-
anaknya. Dari SD Negeri Ngaglik 1, tempat Bayek dan Rini sekolah, Ibuk
jalan kaki ke sekolah Nani, SD Ngaglik 2. Tempat Isa sekolah di SD
Ngaglik 3, yang paling jauh.
(Setyawan, 2012:63)
24
SD Negri Ngaglik merupakan SD yang di sebuah desa di Kota Batu, tempat
anak-anak Ibu menuntut ilmu, dan tempat yang selalu didatangi Ibu untuk
mengambil rapor anak-anaknya. Dilihat dari kutipan di atas.
Sebuah toko sepatu yang terletak di alun-alun kota Batu menjadi salah satu
tempat yang dituliskan pengarang untuk menceritakan sepenggal adegan cerita di
dalam novel. Dilihat dari kutipan di bawah ini.
“Ni, beli sepatu yang agak gedean ya, biar bisa dipakai sampai kamu kelas
6 entar,” pesan Ibuk sembari memilihkan sepatu untuk Nani di Toko bata
yang terletak di alun-alun Batu.
(Setyawan, 2012:89)
Kelurahan Desa Ngaglik juga merupakan tempat yang sering dikunjungi Ibu
untuk mengurus surat keringanan. Hal itu dilakukan Ibu agar anak-anaknya bisa
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dilihat dari kutipan di bawah ini.
Siang harinya Ibuk mengurus surat-surat untuk keringanan uang
bangunan sekolah. Dengan sandal jepit dan daster batik, Ibuk mengajak
Bayek, Mira dan Rini ke kantor kelurahan di dekat SD Ngaglik 1 Batu.
(Setyawan, 2012:122)
2) New York City
Latar tempat berikutnya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah
kota New York. Di kota tersebut diceritakan kehidupan dan perjuangan Bayek untuk
mewujudkan misinya. Dilihat dari kutipan di bawah ini.
25
Bayek menerima tawaran kerja di New York. Dalam hati Ia ingin dekat
dengan keluarga. Tapi keinginan untuk mengubah hidup telah
membulatkan tekadnya untuk pergi ke NewYork.
(Setyawan, 2012:144)
Di belahan dunia yang lain Bayek tiba di New York! Ya, akhirnya Bayek
tiba di New York dan menghirup udara musim gugur untuk pertama
kalinya!
(Setyawan, 2012:146)
Di ruang tamu sebuah apartemen di New York, Bayek akan memulai hidup
barunya. Ia berjuang keras untuk dapat mengubah nasibnya dan nasib keluarganya.
Dilihat dari kutipan di bawah ini.
Dari ruang tamu apartemen yang dia tumpangi inilah Bayek memulai
hidup baru. Mbak Ati, yang membuka jalan Bayek di Amerika,
memperkenalkan kehidupan di New York…
(Setyawan, 2012:148)
Manhattan adalah salah satu kota yang paling indah di New York. Bayek
seringkali berjalan-jalan di area kota tersebut untuk sekedar melepas penat. Tetapi
keadaan Manhattan berubah menjadi sendu karena sebuah tragedi, runtuhnya
gedung Wold Trade Center karena serangan teroris mengubah suasana Manhattan.
Dilihat dari kutipan di bawah ini.
Keesokan paginya Bayek langsung ke Manhattan. Sendirian Ia menelusuri
jalanan di daerah itu dan merasakan hawa kota yang sebelumnya sangat
hidup berganti menjadi melankolis.
(Setyawan, 2012:161)
Minggu-minggu pertama di Manhattan, kaki Bayek selalu bergerak
menelusuri jalanan kota. Ia mulai mengenal beberapa teman tapi ia sering
menikmati hutan beton ini sendiri.
(Setyawan, 2012:169)
26
b. Latar Waktu
Latar waktu yang digunakan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah
pagi hari, sore hari, dan malam hari.
1) Pagi Hari
Latar waktu pagi hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Pagi yang biasa.Pagi yang ramai di pasar Batu. Di depan kios Mbok Pah,
jajaran angkot mulai menurunkan penumpang.
(Setyawan, 2012:4)
Sebelum ayam berkokok, Bapak sudah terbangun.Ia masih mengenakan
baju yang dipakai tadi malam. Sandal jepit swallow warna biru tua
menanti di depan pintu rumahnya. Ia segera menghidupkan mesin mobil.
(Setyawan,2012:69)
2) Sore Hari
Latar waktu sore hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Minggu depannya, Sim menjemput Tinah selepas azan magrib. Untuk
pertama kalinya Tinah memberanikan diri keluar dengan lelaki yang baru
saja ia kenal.
(Setyawan, 2012:13)
Selepas azan magrib adalah keterangan waktu yang bisa dikatakan sore hari.
3) Malam Hari
Latar waktu malam hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Jam 11 malam. Gang Buntu senyap. Semua pintu tertutup rapat.Korden
menyelimuti jendela di setiap rumah. Hampir semua rumah gelap, hanya
lampu depan yangmenyala.
(Setyawan, 2012:67)
27
Air mata Bayek meleleh setelah salat Isya. terlintas bayangan orang-orang
yang terjebak dalam gedung saat pesawat menabrak.
(Setyawan, 2012:158)
c. Latar Sosial
Latar sosial atau suasana dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan
menggambarkan kehidupan keluarga yang tergolong dalam ekonomi menengah
kebawah. Mengisahkan sebuah keluarga yang bekerja keras demi memenuhi
kebutuhan. Perjuangan untuk mengubah nasib melalui pendidikan dan pekerjaan
yang layak.
…Terob kecil, tempat melempar janur kuning di pasang di depan rumah
Mbok Pah. Mempelai duduk di atas kursi rotan dengan hiasan rangakaian
bunga melati yang sederhana dan harum.Tak ada tenda di depanrumah.
(Setyawan, 2012:24)
Pernikahan Tinah dan Sim digelar begitu sederhana dengan dekorasi
seadanya. Dilihat dari kutipan di atas.
“Meskipun banyak kebocoran di sana-sini, kita mesti bersyukur.Kita ada
di rumah sendiri.Ada tempat untuk makan pisang goreng bersama-sama.
(Setyawan, 2012:79)
Rumah yang ditempati keluarga Ibu tidaklah mewah. Tidak banyak perabot
dan perlengkapan di dalam rumah, bahkan atap rumah sering bocor ketika hujan
turun. Dilihat dari kutipan di atas.
Adalah Ibuk yang senantiasa menemani Bayek lewat obrolan sederhana
dan bening. Adalah Ibuk juga yang selalu mengingatkan Bayek agar tidak
terjebak manisnya kota. Untuk tidak terseret dalam keceriaan yang hampa.
(Setyawan, 2012:174)
28
Peringatan Ibu kepada Bayek untuk selalu menjaga diri dari hingar bingar
kota yang menyesatkan adalah salah satu wujud keprihatinan seorang Ibu terhadap
anaknya yang tinggal jauh dari rumah. Dilihat dari kutipan di atas.
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh- tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan sebanyak delapan
belas yang tergolong kedalam tokoh utama dan tokoh tambahan.
a. Tokoh
Adapun tokoh-tokoh dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan terbagi menjadi
dua jenis yaitu sebagai berikut.
1) Tokoh Utama
a) Ngatinah (Ibu)
b) Abdul Hasyim (Bapak)
c) Isa
d) Nani
e) Bayek
f) Rini
g) Mira
2) Tokoh Tambahan
a) Mak Gini
b) Mbok Pah
29
c) Cak Ali
d) Mbak Gik
e) Bapak Mun
f) Mbak Ati
g) Pak Lurah
h) Rachel
i) Lek Giyono
j) Bang Udin
k) Mbah Carik
b. Penokohan
Penokohan novel Ibuk karya Iwan Setyawan sebagai berikut.
1) Ibuk/Ngatinah
Ngatinah yang biasa disapa Tinah adalah seorang gadis yang lugu, lembut,
dan pemalu. Dibuktikan dalam kutipan berikut.
Tinah tumbuh menjadi gadis yang lugu.
(Setyawan, 2012:2)
Pada kutipan di atas, penulis langsung menyebutkan watak tokohnya yang
bernama Tinah. Tinah disebutkan memiliki watak lugu.
Di wajah Tinah ada ketenangan seperti kabut yang diam-diam menyelinap disela-sela rumah bambu.Seperti angin pagi yang membawa
kesejukan.Seperti awan yang menggumpal di atas Gunung Arjuno.Sebuah
keluguan yang bisa meluluhkan siapa saja yang mengenalnya.
(Setyawan, 2012:3)
30
Pada kutipan di atas penulis mempertegas watak lugu Tinah dengan
menggambarkan wajahnya. Selain lugu pengarang juga menyebutkan watak Tinah
yang pemalu. Watak itu disebutkan pengarang dalam kalimat di bawah ini.
Tapi Tinah pemalu, ia jarang berbincang dengan pemuda itu. (Setyawan, 2012:3)
Begitulah penggambaran watak Tinah ketika masih gadis. Pengarang
menyebutkan secara langsung bahwa Tinah adalah gadis yang lugu dan pemalu.
Namun seiring berjalannya waktu, ketika Tinah telah membina rumah
tangga dan menjadi serorang istri juga seorang ibu, maka keluguan Tinah pun pelan-
pelan berganti menjadi sosok seorang Ibu yang rajin, kuat, pintar, bijaksana, dan
penuh kasih sayang.
Setelah melihat lima anaknya sudah kenyang, melihat mereka tidur siang,
Ibuk baru menikmati makan siangnya.
(Setyawan, 2012:51)
Dari kutipan di atas juga dapat diketahui bahwa Tinah memiliki sikap yang
prihatin, dan mengalah. Selain itu, diceritakan pula bahwa Ibu adalah perempuan
perkasa yang sanggup bekerja keras dan juga rajin. Hal tersebut dapat diketahui dari
kutipan-kutipan berikut ini.
Ibuk sudah bangun dari jam 4 tadi pagi. Ia langsung menuju dapur,
mencuci piring kotor, semalam, membuatkan kopi untuk Bapak, dan
mencuci pakaian di belakangrumah.
(Setyawan, 2012:40)
Tak ada istilah libur buat Ibuk. Seperti biasa, sudah dari subuh tadi Ia
mencuci baju di belakang rumah.
(Setyawan, 2012:54–55)
31
Begitu banyak aktivitas yang dilakoni Ibu disetiap harinya, semua kegiatan
rumah tangga dilakukan oleh Ibu dengan senang hati.
Lima orang anak pada suatu pagi.Kicau burung pun tak terdengar.Sebuah
pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan yang sederhana
tapi perkasa.
(Setyawan, 2012:42)
Setelah gagal mengambil rapor Bayek, Ibuk masih harus mengambil rapor
Isa, Nani, dan Rini. Meskipun harus bolak-balik dari sekolah satu ke
sekolah yang lain, Ibuk tak pernah meminta tolong orang lain untuk
mengambilkan raporanak-anaknya.
(Setyawan, 2012:63)
Kutipan- kutipan di atas menggambarkan bahwa Ibu adalah sosok yang
pekerja keras, dan rajin.
Selain penggambaran watak atau sifat, pengarang juga menggambarkan
fisik tokoh Ibu yang mana diceritakan oleh pengarang dalam kutipan berikut ini.
Ibuk mungkin melihat dirinya dalam diri Isa. Puluhan tahun yang lalu di
usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa. Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama. Jalan hidupnya saja yang
berbeda.
(Setyawan, 2012:123)
Perawakan Ibu digambarkan sama dengan perawakan Isa, kurus, cantik,
dan memiliki gaya rambut juga cara berjalan yang sama.
2) Bapak/Hasyim
Abdul Hasyim atau biasa dipanggil Sim adalah seorang pemuda yang
berprofesi sebagai kenek angkot di Pasar Batu. Sim yang mudah bergaul juga karena
32
ketampanannya Sim dicap sebagai playboy pasar. Dapat dilihat dari kutipan berikut.
Para sopir angkot dan kenek pun banyak yang turun untuk sarapan.Salah
satunya, anak muda berusia sekitar 23 tahun.Seorang kenek yang telah
lebih dari setahun datang dan pergi bersama angkotnya di Pasar Batu.Ia
terlihat berbeda dengan sopir atau kenek lain. Pakaiannya selalu
rapi.Tatapan matanya melankolis tapi tajam.Badannya tidak tinggi tapi
gagah.Gayanya flamboyant.Alisnya tebal dan bibirnya penuh.Ia dekat
dengan semua orang, dari ibu- ibu sampai preman.Ia dicap sebagai
playboy pasar.
(Setyawan, 2012:4)
Kutipan di atas menggambarkan fisik dan karakter Sim ketika berusia
muda, yakni sekitar 23 tahun. Dikenal sebagai pria yang tampan juga mudah
bergaul.
Sim sekarang menjadi seorang kepala rumah tangga dan juga seorang
bapak bagi anak-anaknya. Kerja keras Sim dalam menjalankan kewajiban sebagai
suami dan bapak, dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Dengan tabungan yang ada, Bapak bertekad memberi satu atap untuk
keluarganya. Setelah menarik angkot, Bapak mengangkat pasir dan batu
bata dari depan gang ke rumah ini. Bapak juga ikut membantu para tukang
membangun fondasi, menaikkan genting, dan menyusunnya di atap rumah
kita.
(Setyawan, 2012:77)
“Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, ya! Gak
bisa lihat anak-anak seperti ini.Saaken!”
(Setyawan, 2012:116)
Berpuluh-puluh tahun Bapak menelusuri jalanan untuk menghidupi
keluarga.Ia tak pernah berhenti.Ia tidak pernah menyerah. Terus berjuang
untuk anak-anak dan keluarga.
(Setyawan, 2012:141)
Kerja keras Bapak juga tergambar dalam kutipan di atas, rasa capek yang
dirasakan tidak menjadi penghalang untuk terus bekerja agar bisa memenuhi
33
kebutuhan keluarga.
Di usia senjanya, bapak masih rajin. Ia selalu bekerja, apapun yang dapat ia
kerjakan, mulai dari membantu Ibuk mengurusi kebutuhan rumah tangga, sampai
mengurus cucunya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Bapak juga yang mengantar-jemput cucu-cucunya ke sekolah.Bapak bisa
bolak-balik sampai lima-enam kali dari Gang Buntu ke sekolah.Ketika
pembantu di salah satu rumah anaknya sedang libur, Bapaklah yang
membantu memandikan dan menyiapkan sarapan untuk cucu-cucunya.Ibu
mereka harus berangkat kerja di pagi hari.Bapak selalu bangun sebelum
azan subuh berkumandang dan membersihkan rumah.Ia kemudian jalan
pagi bersama Ibuk. Tiap bulan, Bapak mengurusi tagihan listrik, air,
internet di semua rumah anak-anaknya.Ia juga yang selalu siap siaga
ketika ada atap yang bocor, tabung LPG yang sudah kosong, membeli
susu buat cucu, membuang sampah, atau menghijaukan taman di rumah
anak-anaknya.
(Setyawan, 2012:242–243)
3) Isa
Isa adalah anak pertama, bayi yang cantik dan sehat. Dilihat kutipan
berikut ini.
Isa terlihat semakin cantik.Kamar kecil di rumah Mbak Gik kini semangin
hangat dengan kehadiran Isa.Ia bukan bayi yang rewel.Ia menangis kalau
haus saja. Sekali dikasih Asi, Ia akan tidur lagi. Isa juga bayi yang sehat.
(Setyawan, 2012:32)
Isa juga tumbuh menjadi gadis yang cantik. Dilihat dari kutipan berikut ini.
Ibuk mungkin melihat dirinya dalam diri Isa. Puluhan tahun yang lalu di usia yang hampir sama dengan Isa, Ibuk sekurus Isa. Secantik Isa.
Rambutnya sama. Gaya berjalannya sama.jalan hidupnya saja yang
berbeda.
(Setyawan, 2012:123)
Isa tumbuh menjadi seorang yang mandiri, pintar, dan rajin. Watak- watak
34
Isa tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut ini.
Untungnya, Isa mulai mandiri.Ia bahkan sudah bisa menjaga Bayek ketika Ibuk harus mencucui baju atau memasak.
(Setyawan, 2012: 36)
Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang, Nani
dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan rumah
dulu.Ia menyapu lantai dan mengepel.Isa membersihkan kaca jendela dan
meja kaca kecil di ruang tamu.
(Setyawan, 2012:50)
Tak ada nilai merah! Rini ranking 9 besar, Nani ranking 3, dan Isa ranking
1!
(Setyawan, 2012:64)
4) Nani
Nani adalah anak perempuan kedua, umurnya terpaut sekitar satu tahun
dengan umur Isa. Tidak jauh berbeda dengan kakaknya, tetapi Nani lebih gembil dari
pada Isa. Dilihat dari kutipan berikut ini.
Nani adalah bayi yang sangat mudah disusui.Dua tahun pipi gembilnya di
dada Ibuk.Ia bayi yang sehat dan kuat.
(Setyawan, 2012:33)
Nani pun tidak jauh berbeda dari kakaknya yaitu rajin, tangguh, dan gagah.
Dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Setengah jam setelah Bayek dan Rini menghabiskan makan siang, Nani
dan Isa pulang dari sekolah. Seperti biasa, Nani membersikan rumah
dulu.Ia menyapu lantai dan mengepel.Isa membersihkan kaca jendela dan
meja kaca kecil di ruang tamu.
(Setyawan, 2012:50)
Nani biasanya jarang meminta.Ia adalah kakak Bayek yang tangguh dan
tak pernah merepotkan keluarga.
(Setyawan, 2012:59)
35
Nani, anak Ibuk yang paling gagah, membersihkan got di depan
rumah di tengah hujan deras.
(Setyawan, 2012:74)
Nani juga merupakan anak yang pandai dan mandiri, hal tersebut terlihat
dalam kutipan di bawah.
Tak ada nilai merah! Rini ranking 9 besar, Nani ranking 3, dan Isa ranking
1!
(Setyawan, 2012:64)
Nani mulai belajar berdagang.Ia menjual pisang goreng, keripik, arau Citos di sekolah.
(Setyawan, 2012:118)
5) Bayek
Bayek adalah anak ke tiga ia juga menjadi satu-satunya anak laki-laki di
keluarga tersebut. Tetapi Bayek kecil adalah seorang anak yang pemalu dan tidak
bisa jauh dari ibunya. Dilihat dari kutipan di bawah ini.
Disepanjang jam sekolah matanya tak pernah terlepas dari jendela kelas,
memastikan Ibuk masih menungguinya. Bayek anak yang penyendiri.Ia
selalu merasa takut akan dunia luar sana.
(Setyawan, 2012:42–43)
Bayek masih belum bisa bermain dengan teman-teman barunya.Ia masih ingin menempel dengan Ibuk.
(Setyawan, 2012:44)
Bayek merupakan anak yang rajin. Ia selalu membantu Ibu dan saudara-
saudaranya membersihkan rumah ketika pulang sekolah. Dilihat dari kutipan di
bawah ini.
36
“Bentar Buk,” balas Bayek yang sedang mengelap kaca depan. Ini sudah
menjadi kebiasaan Bayek setiap pulang sekolah.Ia langsung menyapu
ruang tamu, mengepel lantai, dan mengelap kaca jendela.
(Setyawan, 2012: 86–87)
Bayek kecil suka merengek apabila menginginkan sesuatu, ia akan terus
merajuk hingga keinginannya dapat terpenuhi. Dilihat dari kutipan di bawah ini.
“ Bener Buk, sekarang ya, Buk,” Bayek kembali merengek.
(Setyawan, 2012:89)
“Emoh!” jawab Bayek, singkat.“ Ayo, Buk, sekarang. Mumpung masih di
sini!” rengek Bayek tak menyerah.
(Setyawan, 2012:90)
Bayek yang telah tumbuh menjadi lelaki dewasa, bisa hidup lebih mandiri,
berani, dan bekerja keras untuk dapat membahagiakan Ibu dan keluarganya. Dilihat
dari kutipan berikut ini.
Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji akan
membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati.
(Setyawan, 2012:117)
Bayek melewati tahun pertama di SMP Negeri 1 Batu dengan lancar.Ia
bahkan meraih ranking 1 di semester 2.
(Setyawan, 2012:125)
“Dan, lulusan terbaik dari Jurusan MIPA, Bayek Setyawan dari Jurusan
Statiska dengan IPK 3.25!” seru pembawa acara memanggilBayek.
(Setyawan, 2012:136)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Bayek adalah orang yang pintar
dan cerdas. Menjadi juara di kelas dan lulusan terbaik adalah cara awal Bayek untuk
membahagiakan Ibu.
37
Bayek bertekad untuk maju.Ia tak keberatan bekerja lebih lama dari rekan
kerja yang lain. Kadang Bayek lembur sampai jam 10 bahkan jam 2 pagi.
Bayek juga sering bekerja di akhir pekan dan membaca buku
statistikalagi.
(Setyawan, 2012:142)
Tekad yang Bayek ikrarkan dari dulu tidak berubah. Ia masih berjuang untuk
dapat dapat memenuhi janji dan tekadnya. Dilihat dari kutipan di bawah ini.
Bapak dan Ibuk telah memberikan segalanya. Hidupnya. Kini saatnya aku
berjuang seperti mereka! tekad Bayek.
(Setyawan, 2012:144)
Bayek pun digambarkan sebagai seseorang yang religius. Dilihat dari kutipan
berikut ini.
Air mata Bayek meleleh setelah salat Isya. Terlintas bayangan orang-
orang yang terjebak dalam gedung saat pesawat menabrak.
(Setyawan, 2012:158)
“Hey, are you still fasting?” Tanya Rachel yang baru datang di kantor.
“Of course! I am a good moslem,” jawab Bayek bangga.
(Setyawan, 2012:197)
6) Rini
Rini merupakan anak keempat. Lahir satu setengah tahun setelah Bayek lahir,
Rini tidak begitu banyak diceritakan.Rini adalah anak yang mandiri dan pemberan.
Dilihatdari kutipan berikut ini.
Bayek anak penyendiri.Ia selalu merasa takut akan dunia luar sana.
Rumahnya begitu nyaman.Ia merasa terlindung oleh kehangatan saudara
dan orang tuanya.Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di kelas.
(Setyawan, 2012:43)
38
Pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) orang Rini hanya diantar
ke sekolah kemudian ditinggal oleh ibu, Rini sudah merasa berani dan tidak lagi
bergantung pada ibu untuk ditunggui di sekolah.
7) Mira
Seperti Rini, Mira tidak begitu banyak diceritakan dalam novel ini. Mira
adalah anak bungsu. Mira lahir setelah Rini berusia lima tahun. Ketika Mira telah
dewasa dan berumah tangga ia adalah satu- satunya anak permpuan ibu yang tinggal
jauh dari Gang Buntu. Mira ikut suaminya tinggal di Karawang. Mira selalu
menyempatkan diri untuk menelpon ibu, Itulah salah satu cara yang dilakukan Mira
untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga, selalu memberi dan
menerima kabar satu sama lain. Perhatian Mira terhadap ibu dan bapak dapat dilihat
dari kutipan di bawah ini.
Dua cucu Ibuk, anak Mira, tinggal di karawang.Hampir setiap hari mereka
menelepon Ibuk dan Bapak. Kadang, Arti, cucu yang paling kecil, masih belum setahun, hanya bisa merengek di telepon. Ibuk dan Bapak kadang
mengunjungi mereka meskipun taksering.
(Setyawan, 2012:244–245)
4. Alur atau Plot
Menurut Waluyo (2011:13), alur terbagi menjadi tiga yakni alur maju, alur
sorot balik, dan alur campuran. Alur dalam novel Ibuk adalah alur campuran, karena
tidak semua kisah dalam novel ini dirangkai secara kronologis. Pada awalnya kisah
yang disajikan berjalan maju, diawali dari citraan masa kecil Tinah yang tidak lulus
39
SD, kemudian pertemuannya dengan kenek angkot bernama Sim. Keputusan Tinah
dan Sim untuk menjalani kehidupan keluarga bersama, dan akhirnya keduanya
dikaruniai lima orang anak. Seiring berjalannya waktu, melalui ingatan Tinah, Ia
bercerita kepada anak-anaknya tentang masa lalu. Tentang bagaimana
perjuangannya bersama Bapak dalam mendirikan rumah kecil yang sekarang mereka
tempati. Kemudian pengarang membawa cerita tersebut pada masa kini, ketika
Bayek bekerja di New York hingga meninggalnya Bapak. Hal tersebut tergambar
dalam beberapa kutipan di bawahini.
Waktu Ibuk hamil Rini, kita mulai membangun rumah ini.Setelah
menabung bertahun-tahun, Bapak ingin punya rumah sendiri.Masa’ anak
sudah mau empat, masih juga menumpang di rumah orang, kata
Bapakmu.
(Setyawan, 2012:76)
Ah, begitulah rumah ini dibangun. Ibuk mengakhiri ceritanya.Hujan mulai
reda.Mata Ibuk menerawang ke langit-langit.
(Setyawan, 2012:79)
Kutipan di atas menggambarkan kejadian dimana tokoh Ibu mengenang
masa lalu melalui cerita terhadap anak-anak. Ibu menceritakan bagaimana awal
mula keinginan Bapak untuk memiliki rumah sendiri. Dari kutipan tersebut dapat
diketahui bahwa pengarang melakukan penceritaan dengan alur mundur.
“Ibuk hampir lupa!Ketika membangun rumah ini, Ibuk mendapat
wejangan dari wongpinter di Gang Buntu.Tentang si Bayek,” kata Ibuk
setelah mematikan lampu di dapur.
…
“ Besok malam ya, Ibuk cerita tentang Mbah Carik,” janji Ibuk.
(Setyawan, 2012:79)
40
Ketika Ibu telah selesai menceritakan bagaimana dulu Bapak dan Ibu
berusaha untuk membangun rumah, ibu teringat juga tentang Mbah Carik yang
pernah memberikan wejangan. Alur maju tergambar dalam kutipan di atas
menggambarkan hal yang baru akan terjadi.
5. Sudut Pandang atau Point of View
Pengarang memposisikan dirinya sebagai narator serba tahu. Posisi ini
pengarang menceritakan kehidupan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para
tokoh, pengarang bisa mengetahui perasaan dan pikiran para tokoh. Dilihat dari
kutipan berikut ini.
Keesokan harinya Sim sarapan di tempat yang sama. Seperti biasa ia
menyapa Mbok Pah. Matanya kembali berbicara dengan mata Tinah. Ah,
mungkin dia hanya menggodaku. Gadis desa yang tidak lulus SD ini, pikir
Tinah.
(Setyawan, 2012:7)
Melahirkan ituseperti berdiri di ambang batas kehidupan dan
kematian.Itu yang terlintas di benak Ibuk. (Setyawan, 2012:31)
Pada kutipan di atas, dapat diketahui bahwa pengarang menceritakan apa
yang muncul di benak tokoh Ibu yang sedang berjuang melahirkan anaknya,
pengarang mengetahui isi pikiran Ibu.
Pengarang mulai mengganti posisinya menggunakan kata aku dalam
menyampaikan ceritanya. Walau demikian, pengarang tidak mengungkapkan
identitas sejati dirinya, ia berada dalam cerita bersama seorang tokohnya. Dilihat
dari kutipan berikut ini.
41
“Le, ini Ibuk sudah terima rapormu!” Tak hanya melegakan Bayek tapi
juga melegakanku! Aku tarik napas panjang setelah menuliskannya!
(Setyawan, 2012:72)
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa posisi pengarang berubah dari
narator yang serba tahu menjadi narator yang (ikut) aktif dalam cerita. Jadi dapat
disimpulkan sudut pandang dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan menggunakan
sudut pandang campuran.
6. Gaya Bahasa
Dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan, pengarang menuliskan ceritanya
dengan santai, ringan, dan sederhana. Hal tersebut diketahui penulis dari
penggunaan bahasa yang digunakan oleh pengarang. Bahasa yang digunakan oleh
pengarang adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat pada
umumnya.
Setalah makan siang, Isa langung mengerjakan PR dan mempersiapkan
buku-buku untuk pelajaran besok.Nani dan Bayek mengikuti kebiasaan
ini.Tak ada satu pun dari mereka yang mempunyai meja belajar.Bayek sering meminta Ibuk untuk membelikannya tapi belum pernah
keampaian.Mereka beramai-ramai mengelinlingi meja kecil di ruang tamu
untuk mengerjakan PR masing-masing.Isa adalah guru les yang andal
untukadik-adiknya.
(Setyawan, 2012:51)
Kutipan di atas dapat menggambarkan bahwa pengarang dalam
menyampaikan ceritanya menggunakan kalimat yang lugas, tidak berbelit- belit dan
menggunakan kata-kata denotatif.
42
Bayek menelepon keluarganya hampir tiap hari. Mananyakan kabar empat
saudara perempuannya, perkembangan keponakan- keponakannya,
kesibukan Bapak, atau kadang hanya menanyakan: Ibuk masak opo?
Keluarga yang jauh adalah teman terdekat Bayek.Merekalah yang
menjadi penyegar hidup dan napas dalam hari- harinya.
(Setyawan, 2012:165)
Percakapan dalam novel ini juga tidak terlalu dibuat-buat, maksudnya
bahasa dalam percakapan pada novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah bahasa yang
digunakan untuk percakapan sehari-hari, karena keluarga ibu berasal dari Kota Batu
yang masyarakatnya terbiasa menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi maka
dalam novel ini terkadang juga diselipkan bahasa Jawa. Dilihat dari kutipan di atas.
7. Amanat
Amanat yang bisa diambil dari cerita dalam novel Ibuk karya Iwan
Setyawan adalah bahwa manusia hidup dengan segala kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Tetapi, asalkan kita sebagai manusia mau giat berusaha, berdoa, dan
tekun tidak ada hal yang mustahil. Tekad yang kuat dengan segala usaha dan
konsitensi banyak hal yang dirasa berat akan lebih mudah dicapai.
Berbagai pesan disampaikan oleh pengarang melalaui dialog-dialog dan
tingkah laku para tokoh. Dilihat dari kutipan berikut ini.
Ibuk pun sebetulnya tak pernah menyuruh anak-anaknya utuk
membersihkan rumah sebelum siang.Isa dan Nani melakukan itu dengan
sendirinya.Dua gadis kecil ini ingin membuat rumah mereka sebagai
tempat ternyaman.
(Setyawan, 2012:50--51)
43
Ibuk dan Bapak tak pernah menentukan aturan kapan dan berapa lama
anak-anak harus belajar.Isa dan adik-adiknya telah membuka hati mereka
sendiri.Membuka buku mereka sendiri.
(Setyawan, 2012:64)
Pada dua kutipan, di atas terdapat pesan yang tersirat dari pengarang.
Walau tidak dituliskan dalam cerita tetapi tentunya pengarang berharap bahwa
pembaca bisa meniru kebiasaan anak-anak Ibu.
Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak sulungnya, Isa
akhirnya memakai seragam putih abu-abu.
(Setyawan, 2012:121)
Kutipan di atas menerangkan bahwa untuk mendapatkan suatu pencapaian
seseorang harus mau bekerja keras.
Tiga tahun sudah Bayek di Jakarta. Tiga tahun sudah ia berusaha membangun hidup baru. Tiga tahun penuh tantangan. Ibuk menjaga
Bayek lewat doa. Benih yang Bayek tanam selama tiga tahun,
mendatangkan sebuah kesempatan besar. Kesempatan yang akan
mengubah hidup Bayek dan keluarganya.
(Setyawan, 2012:143)
Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan konsisten akan
selalu menghasilkan yang terbaik. Dilihat dari kutipan di atas.
Ia sadar bahwa ia bisa setara dengan siapa pun lewat belajar dan kerja keras. Tak peduli dari keluarga mana ia dilahirkan.
(Setyawan, 2012:175)
Melalui pikiran tokoh, pengarang menekankan bahwa belajar dan kerja keras
adalah hal yang sangat penting, dengan semangat belajar dan kerja keras seseorang
akan bisa mencapai tujuan dengan lebih maksimal. Dilihat dari kutipan di atas.
44
BAB V
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan
Novel Ibuk karya Iwan Setyawan mendeskripsikan tentang seorang Ibu yang
ingin anak-anaknya meraih kesuksesan. Jenjang pendidikan apa pun diberikan Ibu
untuk kesuksesan anak-anaknya. Kerja keras dan ketekunan anaknya berhasil
membuat keluarganya bangga dan menuai kesuksesan. Cerita novel ini merupakan
kisah nyata pengarang tentang perjalanan hidupnya. Dilahirkan sebagai anak sopir
angkot yang dapat meraih cita-cita sehingga dapat membahagiakan keluarganya.
B. Unsur-unsur Intrinsik Novel Ibuk Karya IwanSetyawan
1. Tema
Tema yang terdapat dalam ini adalah kegigihan dan perjuangan Ibu untuk
membawa anak-anaknya pada kehidupan yang lebih baik, (Wijajanti, 2017:510-
518). Tema novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah perjuangan seorang Ibu.
Perjuangannya untuk memberikan penghidupan yang layak bagi anak-anaknya.
Ditempuh melalui jalur pendidikan sehingga dapat mengantarkan kesuksesan.
Seorang Ibu tidak akan membiarkan anaknya susah. Apalagi tidak mengenyam
pendidikan. Apa pun pasti dilakukan untuk anaknya agar meraih kesuksesan.
Ingatlah tidak ada orang yang sukses tanpa perjuangan seorang Ibu.
2. Latar atau Setting
45
Latar (setting) novel Ibuk karya Iwan Setyawan secara keseluruhan ada tiga
latar yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar waktu menunjukkan
keadaan yang terjadi berdasarkan hari, bulan, dan tahun kejadian. Latar tempat yaitu
Pasar Batu Malang, dan New York. Latar sosial berlangsung pada latar kelas sosial
tingkat menengah ke bawah, (Dermawan, 2016:50-66). Latar tempat berada di dua
kota dan dua Negara, yakni Kota Batu di Indonesia dan New York City di Amerika.
Pastinya, seorang Ibu sangat mengkhawatirkan anaknya yang berada jauh darinya.
Tanpa diketahui, Ibu selalu berdoa untuk keselamatan dan kesuksesan anaknya. Latar
waktu, pengarang menggunakan kata keterangan waktu seperti pagi hari, sore hari,
dan malam hari. Latar sosial adalah kesederhanaan dan keprihatinan yang dialami
sebuah keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah.
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam novel berjumlah delapan belas, yakni Ngatinah atau sering
disebut Tinah (Ibu), Abdul Hasyim (Bapak), Isa, Nani, Bayek, Rini, Mira, Mak Gini,
Mbok Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak Lurah, Rachel, Lek
Giyono, Bang Udin, dan Mbah Carik.
Tokoh utama dalam novel ini yaitu tokoh yang berhubungan dengan
banyak tokoh lain, (Wijajanti, 2017:510-518). Tokoh utama adalah Tinah (Ibu), Sim
(Bapak), Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira. Ibu memiliki watak rajin, kuat, penuh
kasih sayang terhadap anak-anaknya dan pekerja keras. Bapak juga seorang yang
kerja keras. Isa, Nani, Bayek, Rini, dan Mira memiliki watak yang tidak jauh beda
46
yaitu mandiri, pintar, kerja keras dan rajin. Pengarang tidak banyak membuat variasi
untuk perwatakan para tokoh. Hampir semua tokoh terutama tokoh utama
digambarkan memiliki watak yang baik (protagonis). Tokoh-tokoh tersebut sama-
sama memiliki sifat kerja keras, mandiri, sederhana, dan tidak main-main.
Tokoh tambahan novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah Mak Gini, Mbok
Pah, Cak Ali, Mbak Gik, Bapak Mun, Mbak Ati, Pak Lurah, Rachel, Lek Giyono,
Bang Udin, dan Mbah Carik.
4. Alur atau Plot
Alur dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah alur campuran. Cerita
dalam novel ini diawali pengarang melakukan pengenalan suasana dan tokoh.
Menceritakan asal-asul keluarga Ibu mulai dari pertemuannya dengan Sim sehingga
keputusan untuk membina rumah tangga. Kemudian kelahiran lima anak, hingga
perjuangan bapak dan ibu dalam membangun rumah kecil mereka. Cerita tersebut
disampaikan secara kronologis. Kemudian tiba-tiba pengarang menceritakan masa
lalu ketika Ibu bertemu dengan Mbah Carik. Ibu mendapatkan nasihat, serta
bagaimana Bayek kecil mengalami mati suri.
5. Sudut Pandang atau Point of View
Pengarang sebagai narator yang menceritakan kehidupan para tokoh,
kemudian berubah dari narrator menjadi narator yang (ikut) aktif dalam cerita. Jadi
dapat disimpulkan sudut pandang dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan
47
menggunakan sudut pandang campuran.
6. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh pengarang sangat ringan dan sederhana.
Terutama penulisan dialog-dialog di dalamnya. Tidak ada dialog yang berlebihan.
Kata-kata yang digunakan juga cenderung bermakna denotatif. Narasi yang
digunakan juga menggunakan kalimat-kalimat yang bermakna tunggal. Hal tersebut
membuat cerita dan pesan yang disampaikan oleh pengarang menjadi mudah
diterima dan dimengerti oleh para pembaca.
7. Amanat
Amanat yang disampaikan pengarang dalam novel Ibuk karya Iwan
Setyawan adalah kita sebagai manusia harus giat berusaha, berdoa, dan tekun
terhadap apa yang ingin kita capai. Tidak ada hal yang mustahil. Tekad yang kuat
dengan segala usaha dan konsistensi. Banyak hal yang dirasa berat akan lebih
mudah dicapai dengan bekerja keras dan bersabar untuk dapat mencapai apa yang
dicita-citakan.
48
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, tema novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah perjuangan seorang
Ibu. Kedua, latar dibedakan menjadi tiga. Latar tempat berada di dua kota dan dua
negara, yakni Kota Batu di Indonesia dan New York City di Amerika. Latar waktu
tidak dinyatakan secara spesifik. Pengarang banyak menggunakan kata keterangan
waktu seperti pagi, sore, dan malam. Latar sosial yaitu kesederhanaan dan
keprihatinan yang dialami keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah. Ketiga,
tokoh dan penokohan sebanyak delapan belas tokoh. Keempat, alur menggunakan
alur campuran. Jalan cerita disusun berdasarkan waktu yang berjalan ke masa lalu
dilanjutkan ke masa sekarang. Kelima, sudut pandang yaitu campuran. Pengarang
berubah dari narator yang serba tahu menjadi narator yang aktif dalam cerita.
Keenam, gaya bahasa yang digunakan yaitu sangat ringan dan sederhana. Narasi
yang digunakan juga menggunakan kalimat-kalimat yang bermakna tunggal. Cerita
dan pesan yang disampaikan mudah diterima oleh para pembaca. Ketujuh, amanat
adalah sebagai manusia harus berusaha, berdoa, dan tekun terhadap apa yang ingin
dicapai. Tidak ada hal yang mustahil. Tekad yang kuat dengan segala usaha
membuat hal yang dirasa berat akan lebih mudah dicapai. Selalu bekerja keras dan
bersabar untuk dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
49
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, dapat disarankan sebagai berikut.
1. Penikmat sastra, novel ini dapat memberikan pengetahuan yang dijadikan sebagai
bahan bacaan serta pentingnya usaha dan kerja keras untuk meraih cita-cita.
2. Pengajaran sastra, diharapkan banyak memberikan manfaat dan pesan yang baik.
Sehingga dijadikan sebagai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan bahan
materi pelajaran bagi guru yang berkaitan dengan sastra.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lanjutan untuk
mengembangkan teori yang baru.