bab ii kajian pustaka 2.1. teori implementasi...
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Implementasi Kebijakan
Pelaksanaan (Implementasi) kebijaksanaan terutama dikebanyakan Negara
dengan Negara berkembang, selama ini baru mampu dalam tahap pengesahan
kebijaksanaan dan belum sepenuhnya mampu menjamin bahwa kebijakan yang telah
di tetapkapkantersebut dapat dilaksbakan dan akan menimbulkan dampak atau
perubahan-perubahan (inovasi) yang di harapkan. Suatu kebijakan akan sulit di
implementasikan apabila isi kebijakan menyangkut banyak kepentingan di dalamnya
dan adanya perubahan sikap dan perilaku (Jedawi, 2008).
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik.
Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan
tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka
menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat
membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Rangkaian kegiatan tersebut
mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari
kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber
daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,
sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan
14
kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke
masyarakat (Jedawi 2008).
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk mengimplementasikan
kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk programprogram atau melalui formulasi
kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam
bentuk undang-undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang
memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan
pelaksanaan (Jedawi, 2008).
Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan
Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah,
Keptusan Kepala Dinas, dll (Dwijowijoto, 2004).
Daniel A. dan Paul A. Sabatier (1979) yang dikutip oleh Wahab, menjelaskan
makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya
terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus
perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan
yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang
mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian (Wahab
2004).
15
Pengertian implementasi apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa
sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk
positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau
diimplmentasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi
antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,
birokrasi yang efektif”(Setiawan, 2004).
Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-
tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana
telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang
terdiri dari:
1. Faktor hukumnya
Faktor hukumnya sendir yakni peraturan perundang-undangan atau kebijakan
yang dikeluarkan itu telah lengkap peraturan pelaksanaannya, tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya, apakah
muatan materi hukum yang tedapat di dalamnya mengandung ketidakjelasan,
apakah memiliki sanksi (hukuman) yang berat terhadap ketidaktaatan.
2. Faktor penegak hukumnya
Faktor penegak hukumnya yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
melaksanakannya haruslah memahami perturan atau kebijakan itu secara baik,
16
adanya koordinasi dalam melaksanakan tugas, tidak bersifat diskriminatif
dalam melaksanakan dan menegakkan hukum, melaksanakannya secara
konsisten, sumber daya yang baik.
3. Faktor sarana atau fasilitas
Faktor sarana atau fasilitasyakni seberapa besar atau seberapa banyak sarana
atau fasilitas yang disediakan dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan
dan penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat
Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan dapat mencakup: partisipasi masyarakat untuk mengawal sebuah
peraturan atau kebijakan agar berjalan sebagaimana mestinya, kesadaran
untuk patuh, memahami akan hak- haknya terganggu atau dirugikan.
5. Faktor kebudayaan
Faktor kebudayaan yakni pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap
buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai Nilai-nilai tersebut lazimnya
merupakan pasangan nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang
harus diserasikan seperti: nilai ketertiban dan nilai ketentraman.
17
2.2. Pencemaran Udara
Udara merupakan kebutuhan primer bagi ummat manusia dan semua benda
hidup di bumi ini. Apabila tercemar, maka yang lainnya akan terikut pula menerima
dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan pencemaran udara penting untuk dikaji
melalui paper ini, termasuk baku mutu yang diterapkan untuk mengetahui apa kondisi
lingkungan yang diharapkan sudah memenuhi persyaratan atau belum (Harsanto,
2001).
Berbagai dampak telah timbul akibat perkembangan bidang sains dan
teknologi baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Seperti
halnya Bangsa Indonesia, untuk mengejar ketinggalannya dari pembangunan di
masa lampau, maka berbagai jenis industri telah didirikan. Selain dampak positif
yang dapat diharapkan dari pembangunan tersebut, tentu akan muncul pula dampak-
dampak yang tidak diharapkan. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan
pemakaian mesin-mesin berat untuk industri, pembangunan kompleks pemukiman,
pembangunan kompleks perkantoran, yang walaupun akan meningkatkan keaktifan
dan pendapatan bagi penduduk, namun dampak lain yang tak dapat dihindarkan
dari kegiatan pembangunan tersebut adalah dampak pada kualitas udara (Soedomo,
2001).
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan
meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah
mengalami perubahan. Udara yang dulunya segar, kini kering dan kotor. Pada sore
hari dari ketinggian tampak kota besar seperti Jakarta memperlihatkan warna yang
18
kumuh, cakrawala yang diliputi asap dan debu. Hal ini bila tidak segera
ditanggulangi, perubahan tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia,
kehidupan, hewan serta tumbuhan (Srikandi Fardiaz, 2002).
Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara,
yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam
udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap
kebakaran hutan, akibat gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut;
juga sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas
transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun
pembakaran serta kegiatan rumah tangga (Wisnu Wardhana, 2004).
Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan
melonjaknya produksi kenderaan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan
lalulintas dan hasil produksi sampingan, yang merupakan salah satu sumber
pencemaran udara. Konsentrasi pencemaran udara dibeberapa kota besar dan daerah
industri Indonesia menyebabkan adanya gangguan pernapasan, iritasi pada mata dan
telinga, serta timbulnya penyakit tertentu. Selain itu juga mengakibatkan gangguan
jarak panjang (visibilitas) yang sering menimbulkan kecelakaan lalu lintas terutama
lalu lintas di udara dan laut (Soedomo, 2001).
Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum tentang
udara dan permasalahannya serta mengetahui tentang upaya dalam pengendalian
pencemaran udara. Untuk mengetahui tujuan tersebut, bahasan dibagi ke dalam 4
kelompok, yaitu:
19
1. Sumber pencemaran udara.
2. Jenis pencemaran udara.
3. Dampak pencemaran udara.
4. Pengendalian pencemaran udara.
Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural)
dan kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung
berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotic, debu, spora tumbuhan dan lain
sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia (kegiatan antropogenik),
secara kuantitatif sering lebih besar. Untuk kategori ini sumber-sumber pencemaran
dibagi dalam pencemaran akibat aktivitas transportasi, industri, dari persampahan,
baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran, dan rumah tangga (Soedomo,
2001).
Pencemaran udara akibat kegiatan transportasi yang sangat penting adalah
akibat kenderaan bermotor di darat. Kenderaan bermotor merupakan sumber
pencemaran udara yaitu dengan dihasilkannya gas CO, NOx, hidrokarbon, SO2 dan
tetraethyl lead, yang merupakan bahan logam timah yang ditambahkan ke dalam
bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah letupan
pada mesin. Parameter-parameter penting akibat aktivitas ini adalah CO, Partikulat,
NOx, HC, Pb dan SOx. (Soedomo, 2001).
Emisi pencemaran udara oleh industri sangat tergantung dari jenis industri dan
prosesnya. Emisi dari industri selain akibat prosesnya juga diperhitungkan
pemcemaran udara dari peralatan yang digunakannya (utilitas). Berbagai industri dan
20
pusat pembangkit tenaga listrik menggunakan tenaga dan panas yang berasal dari
pembakaran arang dan bensin, hasil sampingan dari pembakaran tersebut adalah SOx,
asap dan bahan pencemar lainnya (Soedomo, 2001).
Pembakaran sampah merupakan kegiatan ketiga yang dideteksi mempunyai
peranan besar dalam pencemaran udara. Sampah perlu mendapat perhatian dan
penanganan yang baik, terutama di kota-kota besar, di mana masyarakat tidak dapat
menangani sendiri pembuangannya. Begitu pula sampah yang berasal dari industri,
pasar, pertokoan, kaki lima dan sampah jalanan. Sampah yang tidak dikelola dengan
baik juga dapat menjadi sumber penularan penyakit yang mencemari lingkungan.
Proses pembakaran sampah walaupun skalanya kecil sangat berperan dalam
menambah jumlah zat pencemar di udara, terutama debu dan hidrokarbon. Hal
penting yang perlu diperhitungkan dalam emisi pencemaran oleh sampah, adalah
emisi partikulat akibat proses pembakaran, sedangkan emisi dari proses dekomposisi
yang perlu diperhatikan adalah emisi HC dalam bentuk gas methana (Soedomo,
2001).
Kegiatan rumah tangga mengemisikan pencemar udara yaitu dari proses
pembakaran untuk keperluan pengelohan makanan. Parameter udara yang diemisikan
ke atmosfer juga identik dengan parameter-parameter yang dilepaskan oleh kenderaan
bermotor, kecuali senyawa tambahan di dalam bahan bakar seperti Pb.
Dilihat dari cirri fisik, bahan pencemar dapat berupa:
1. Partikel (debu, aerosol, timah hitam)
2. Gas (CO, NOx, H2S, Hidrokarbon)
21
3. Energi (Suhu dan kebisingan)
Berdasarkan dari kejadian, terbentuknya pencemar terdiri dari: pencemar
primer (yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang
terbentuk karena reaksi diudara antara berbagai zat). Sedangkan pola emisi, akan
menggolongkan pencemar dari sumber titik (point source), atau sumber garis (line
source), dan sumber area (area source) (Soedomo, 2001:6).
Dilihat dari kimiawi, banyak sekali macam bahan pencemar (puluhan ribu
bahkan tak terbatas), sebagai contoh dari asap rokok telah diidentifikasi lebih dari 200
macam bahan pencemar. Namun biasanya yang menjadi perhatian adalah pencemar
utama (major air pollutants) yaitu golongan oksida karbon (CO, CO2), oksida
belerang (SO2, SO3), oksida nitrogen (N2O, NO, NO3), senyawa hasil foto reaksi
kimia, partikel (asap, debu, asbestos, metal, minyak, garam sulfat), senyawa
inorganic (asbestos, HF, H2S, NH3, H2SO4, HNO3), hidrokarbon (CH4, C4H10), unsur
radio aktif (Tritium, Radon), energy panas (suhu) dan kebisingan (Soedomo, 2001).
Gas di udara dengan reaksi fotokimia dapat membentuk bahan pencemar
sekunder, misalnya, peroxyl radikal dengan oksigen akan membentuk ozon dan
nitrogen dioksida berubah menjadi nitrogen monoksida dengan oksigen dan
sebagainya. Pemaparan dari gas terhadap manusia pada umumnya melalui pernapasan
dan cara penanggulangannya terutama dengan mengurangi pembebasan bahan
pencemar secara langsung ke udara, misalnya dengan menggunakan “gas scrubber”,
alat tambahan pada knalpot dan sebagainya (Soedomo, 2001).
22
Partikel dengan ukuran antara 0,01-5um merupakan sumber pencemar utama
yang utama karena keadaan tidak terlihat secara nyata dan terus berada diatmosfer
untuk waktu yang cukup lama dan kemungkinan besar dengan proses kimia dapat
berubah menjadi bahan pencemar sekunder. Dampak negative dari bahan-bahan
pencemar ini biasanya berupa gangguan pada baha-bahan bangunan, tanaman, dan
hewan serta manusia (Soedomo, 2001).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dikatakan bahwa :
1. Udara sebagai sumberdaya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia
serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya
untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan
bagi makhluk hidup lainnya.
2. Agar udara dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian lingkungan
hidup, maka perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui
pengendalian pencemaran udara.
Ini berarti bahwa walaupun ada aktifitas pembangunan, dampaknya pada
kualitas udara tetap harus ditekan seminimal mungkin, sehingga apa yang diharapkan
dari PP No. 41 Tahun 1999 tetap terwujud.
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau
biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan
23
manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau
polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan
dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global
(Soedomo, 2001).
Telah disadari bersama, kualitas udara saat ini telah menjadi persoalan global,
karena udara telah tercemar akibat aktivitas manusia dan proses alam. Masuknya zat
pencemar ke dalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan,
akibat gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut ; juga sebagian
besar disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi,
industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran
serta kegiatan rumah tangga (Soedomo, 2001).
Terdapat 2 jenis pencemar yaitu sebagai berikut :
a. Zat pencemar primer, yaitu zat kimia yang langsung mengkontaminasi udara
dalam konsentrasi yang membahayakan. Zat tersebut bersal dari komponen
udara alamiah seperti karbon dioksida, yang meningkat diatas konsentrasi
normal, atau sesuatu yang tidak biasanya, ditemukan dalam udara, misalnya
timbal. Pencemar primer yaitu semua pencemar yang berada di udara dalam
bentuk yang hampir tidak berubah. Pencemar ini sifat dan komposisi
kimianya sama seperti saat ia dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari
suatu proses tertentu. Pencemar primer umumnya berasal dari sumber-sumber
yang diakibatkan oleh aktifitas manusia (karena perbuatan tangan manusia),
antara lain yang diakibatkan pada proses pembakaran batubara di Industri.
24
Contoh untuk pencemar-pencemar primer antara lain: a) Oksida belerang
(SO2) : yang dikeluarkan dari cerobong industri peleburan atau pemurnian
logam dan pada pusat-pusat penyulingan minyak. b) CO2, CO, NOx, CH4,
SO2: Bahan/gas buangan dari industri yang menggunakan bahan bakar batu
bara (Soedomo, 2001).
b. Zat pencemar sekunder, yaitu zat kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer
melalui reaksi kimia antar komponen-komponen udara. Pencemar sekunder
yaitu pencemar yang di udara sudah berubah sifat-sifat dan komposisinya
karena hasil reaksi antara dua kontaminan/pollutan. Umumnya pencemar
sekunder tersebut merupakan hasil antara pencemar primer dengan
kontaminan/polutan lain yang ada di dalam udara. Reaksi-reaksi yang
dimaksud adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalitis. Pencemar
sekunder yang terjadi melalui reaksi fotokimia umumnya diwakili contohnya
oleh pembentukan ozon yang terjadi antara zat-zat hidrokarbon yang ada
di udara dengan NOx melalui sinar ultra violet yang dipancarkan matahari.
Sebaliknya pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida
katalitis diwakili oleh pencemar-pencemar berbentuk oksida-oksida gas,
yang terjadi karena adanya partikel-partikel logam di udara sebagai
katalisator (Soedomo, 2001).
Sumber bahan pencemar primer dapat dibagi lagi menjadi dua golongan
besar:
25
1. Sumber alamiah
Beberapa kegiatan alam yang bisa menyebabkan pencemaran udara adalah
kegiatan gunung berapi, kebakaran hutan, kegiatan mikroorganisme, dan lain-lain.
Bahan pencemar yang dihasilkan umumnya adalah asap, gas-gas, dan debu.
2. Sumber buatan manusia
Kegiatan manusia yang menghasilkan bahan-bahan pencemar bermacam-
macam antara lain adalah kegiatan-kegiatan berikut :
a. Pembakaran, seperti pembakaran sampah, pembakaran pada kegiatan
rumah tangga, industri, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Bahan-bahan
pencemar yang dihasilkan antara lain asap, debu, grit (pasir halus), dan
gas (CO dan NO).
b. Proses peleburan, seperti proses peleburan baja, pembuatan soda,semen,
keramik, aspal. Sedangkan bahan pencemar yang dihasilkannya antara lain
adalah debu, uap dan gas-gas.
c. Pertambangan dan penggalian, seperti tambang mineral dan logam. Bahan
pencemar yang dihasilkan terutama adalah debu.
d. Proses pengolahan dan pemanasan seperti pada proses pengolahan
makanan, daging, ikan, dan penyamakan. Bahan pencemar yang
dihasilkan terutama asap, debu, dan bau.
e. Pembuangan limbah, baik limbah industri maupun limbah rumah tangga.
Pencemarannya terutama adalah dari instalasi pengolahan air buangannya.
26
Sedangkan bahan pencemarnya yang teruatam adalah gas H2S yang
menimbulkan bau busuk.
f. Proses kimia, seperti pada proses fertilisasi, proses pemurnian minyak
bumi, proses pengolahan mineral. Pembuatan keris, dan lain-lain. Bahan-
bahan pencemar yang dihasilkan antara lain adalah debu, uap dan gas-gas
g. Proses pembangunan seperti pembangunan gedung-gedung, jalan dan
kegiatan yang semacamnya. Bahan pencemarnya yang terutama adalah
asap dan debu.
h. Proses percobaan atom atau nuklir. Bahan pencemarnya yang terutama
adalah gas-gas dan debu radioaktif.
Masalah pencemaran udara dari sektor transportasi sudah saatnya mendapat
perhatian serius, seperti keseriusan untuk juga mendapatkan sistem transportasi yang
lebih baik efisien, murah dan nyaman. Sektor transportasi di Indonesia telah menjadi
kontributor utama pencemaran udara, khususnya untuk jenis-jenis pencemar : karbon
monoksisa (CO), nitrogen oksida (Nox), hidrokarbon (HC), timah hitam (Pb) dan
karbondioksida (CO2), yang semuanya bukan hanya berbahaya bagi kesehatan
manusia tetapi juga mengancam lingkungan, bahkan lingkungan global (Pirngadie,
2001).
Senyawa-senyawa karbón monoksida dan timah hitam seluruhnya bersifat
merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan.
Karbon monoksida (CO) merupakan senyawa yang sangat beracun. Karbon
monoksida adalah jenis gas tidak berwarna, tidak berbau, tak berasa dapat terbakar
27
dan mudah meledak, gas ini lebih ringan dari udara (Umar, 2001). Sumber potensi
gas karbon monoksida (CO) adalah apabila ada pembakaran tidak sempurna bahan
organik seperti mesin pembakar internal bertenaga minyak dan diesel, tungku
pembakaran, pekerjaan peledakan dan api. CO yang diabsorbsi hanya melalui paru-
paru dan di dalam darah akan berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin dan dalam jeringan, gas ini akan berikatan dengan zat-zat yang
mengandung besi lainnya seperti mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase dan katalase
(Munarto, 2004).
Karbon monoksida juga terbentuk secara alami di dalam tubuh, demikian juga
karboksihemoglobin. Kadar normal karboksihemoglobin dalam darah adalah sampai
1% COHb pada bukan perokok dan 2-10% COHb pada perokok (Encyclopedia of
Occupattional Health & Safety dalam Munarto, 2004).
Senyawa lainnya adalah nitrogen oksida (NO2) yang merupakan prekursor
terjadinya hujan asam, prekusor terbentuknya senyawa ozone dan penyebab masalah
gangguan pernafasan. Kadar NO2 antara 0,063 – 0,083 ppm selama 6 bulan terus-
menerus akan mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan berupa gangguan saluran
pernafasan (Pirngadie, 2001). Demikian juga sulphur dioksida dan hidrokarbon juga
dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan. Adapun timah hitam adalah
senyawa yang ditambahkan pada bahan bakar untuk lebih menyempurnakan performa
mesin, dan bahaya senyawa ini adalah dapat mengakibatkan penurunan kualitas
intelegensia pada anak-anak.
28
2.3. Dampak Pencemaran Udara
Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, aeresol, timah
hitam) dan gas. Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang berbeda tingkat dan jenisnya (soedomo, 2001).
a. Dampak terhadap manusia
Pencemaran udara dapat menyebabka dampak terhdap kesehatan. Hal tersebut
menimbulkan gangguan kesehatan berupa; rasa sakit pada dada, nafas pendek, sakit
kepala, mual, menurunnya pendengaran dan penglihatan menjadi kabur. Selain itu,
fungsi dan koordinasi motorik menjadi lemah. Bila keracunan berat (70 – 80 % Hb
dalam darah telah mengikat), dapat menyebabkan pingsan dan diikuti dengan kematian.
b. Dampak terhadap lingkungan
Dampak pencemaran udara terhadap kehidupan tumbuhan, antara lain: Merusak
kehidupan ekosistem perairan, menghancurkan jaringan tumbuhan (karena
memindahkan zat hara di daun dan menghalangi pengambilan Nitrogen) dan
mengganggu pertumbuhan tanaman. Melarutkan kalsium, potasium dan nutrien
lain yang berada dalam tanah sehingga tanah akan berkurang kesuburannya dan
akibatnya pohon akan mati.
1. Penipisan Lapisan Ozon
Merusak tanaman, mengurangi hasil panen (produksi bahan makanan, seperti beras,
jagung dan kedelai), penurunan jumlah fitoplankton yang merupakan produsen bagi
rantai makanan di laut.
2. Pemanasan global
29
Penurunan hasil panen pertanian dan perubahan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman
hayati dapat berubah karena kemampuan setiap jenis tumbuhan untuk bertahan hidup
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya.
c. Dampak pada hewan
Dampak pencemaran udara bagi kehidupan hewan, antara lain:
Menimbulkan kanker mata pada sapi, terganggunya atau bahkan putusnya rantai
makanan pada tingkat konsumen di ekosistem perairan karena penurunan jumlah
fitoplankton, Penurunan hasil panen perikanan
2.4. Kebijakan Uji Emisi Kendaraan Bermotor
Dwiyatmo (2007) menjelaskan bahwa emisi yang berasal dari transportasi
(pencemaran udara akibat aktivitas transportasi besarnya 33-50% dari pencemaran
total pada udara) dengan menggunakan metode pengubah katalik. Namun, alat ini
hanya dapat digunakan pada kenderaan dengan bahan bakar minyak (BBM) bensin
dan tidak pada mesin diesel.
Polutan yang terdapat di dalam kendaraan bermotor sangat mempengaruhi
kesehatan manusia. Zat yang terdapat dalam polutan tersebut adalah :
1. Hydrocarbons (HC), adalah senyawa organik yang mudah menguap, beracun
dan karsinogenik.
2. Karbon Monoksida (CO) adalah gas beracun yang mengganggu aliran oksigen
ke darah dan bagian tubuh lainnya.
30
3. Nitrogen Oksida (NOx) memperparah gangguan pernapasan, secara langsung
maupun tidak langsung, karena menciptakan PM dan smog (gas asap), NOx
juga menyebabkan hujan asam dan merusak lingkungan hidup di air.
4. Partikel debu (PM10) yang berterbangan dan sangat halus menyebabkan
gangguan paru-paru (napas yang pendek), memperburuk gangguan
pernapasan dan kondisi jantung, kerusakan paru-paru dan kanker.
Untuk mengatasi masalah emisi ini, Kementerian Negara Lingkungan Hidup
pada 23 September 2012, mengeluarkan Keputusan Menteri No 141 mengenai
standar emisi gas buang dari jenis yang diijinkan. Hal ini berlaku untuk kendaraan
produksi baru dan tipe baru. Peraturan ini menyatakan bahwa standar Euro 2 akan
diterapkan mulai Januari 2005 dan bagi kendaraan tipe baru mulai Januari 2007
dengan produksi yang sudah beredar.
Diharapkan pabrik kendaraan akan mentaati standar emisi yang lebih ketat
dengan cara memperbarui teknologi mesin dan kendaraan, antara lain :
1. Mendesain sistem pembakaran yang sangat efisien untuk meminimalkan
pencemaran gas buang.
2. Mengembangkan teknologi yang efektif seperti catalytic cenverter dan
saringan partikulat yang menghilangkan polutan dari gas buang sebelum
mereka dapat terlepas di udara.
Agar masalah standar emisi ini dapat terlaksana maka kita harus menjalankan
rekomendasi kebijakan strategis yang diajukan, seperti:
1. Menerapkan standar emisi kendaraan tipe baru
31
2. Memperkenalkan catalytic converters untuk kendaraan
Departemen Perhubungan (Dephub) berencana melakukan pengujian emisi
gas buang kendaraan bermotor roda empat yang sedang diproduksi sebagai bagian
pelaksanaan pengujian tipe kendaraan bermotor. Keputusan tersebut diambil sesuai
nota kesepahaman (MOU) antara Dephub dan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT). Dirjen Perhubungan Darat Dephub Iskandar Abubakar
mengatakan pihaknya dan BPPT akan mencoba melengkapi fasilitas pengujian emisi
gas buang standar Euro 2 pada kendaraan bermotor. Pemanfaatan fasilitas Balai
Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP-BPPT) untuk pengujian emisi gas buang
kendaraan bermotor sesuai standar Euro 2 khususnya kendaraan bermotor roda
empat. Pengujian tersebut merupakan bagian dari uji tipe kendaraan bermotor yang
dilaksanakan Ditjen Perhubungan Darat atas ambang batas emisi gas buang sesuai
standar Euro 2 bagi kendaraan tipe baru yang diberlakukan sejak 1 Januari lalu.
Namun, karena fasilitas pengujian emisi sesuai standar Euro 2 masih belum terpenuhi
maka ketentuan tersebut belum dapat diimplementasikan di lapangan. Untuk itu,
Dephub menunjuk lembaga yang memiliki fasilitas uji yang telah terakreditasi yakni
BMTPM-BPPT, yang diharapkan pengujian tersebut bisa dilaksanakan (Dwiyatmo
(2007).
Tujuan kerjasama itu adalah memanfaatkan fasilitas dan sumber daya manusia
yang dimiliki oleh kedua pihak. Sesuai MoU, BPPT akan menyiapkan program
pelatihan, pendidikan dan peralatan uji emisi agar penerapan pengujian emisi gas
buang kendaraan bisa diterapkan berbarengan dengan pengujian tipe kendaraan
32
bermotor. Uji emisi gas buang dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah
menerapkan peraturan emisi kendaraan bermotor baru berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kepmeneg LH) No.141/2003 sebagai bagian dari
pelaksanaan uji tipe kendaraan. Merujuk keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup RI tersebut, menegaskan pemberlakuannya tidak bisa dilakukan pada 1 Januari
lalu. Pemberlakukan tersebut tidak bisa dijalankan sesuai jadwal karena belum
adanya fasilias pengujian emisi sesuai standar Euro 2 di Indonesia (Dwiyatmo 2007).
2.4 Kerangka Berpikir
2.4.1 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Faktor Hukum
Faktor Penegak Hukum
Faktor Sarana
Atau Fasilitas
Faktor Masyarakat
Faktor Kebudayaan
Implementasi Kebijakan Uji
Emsis
Pencemaran
Udara
33
Implementasi merupakan merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan
publik. Di rumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi pada prinsipnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Proses-proses implementasi
baru dapat di mulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah di tetapkan,
program-program telah di buat, dana-dana telah di alokasikan. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi adalah faktor hukumnya, faktor penegak hukum,
faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, faktor sumber daya.
Dalam mengatasi pencemaran udara akibat transportasi darat ini, maka
Departemen Perhubungan (Dephub) melakukan pengujian emisi gas buang kendaraan
bermotor roda empat yang sedang diproduksi sebagai bagian pelaksanaan pengujian
tipe kendaraan bermotor.
Pencemaran udara akibat kegiatan transportasi yang sangat penting adalah
akibat kenderaan bermotor di darat yang menghasilkan gas CO, NOx, hidrokarbon,
SO2 dan tetraethyl lead. Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap
kesehatan, ekosistem maupun cuaca atau iklim.
Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural)
dan kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung
berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotic, debu, spora tumbuhan dan lain
sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia (kegiatan antropogenik),
secara kuantitatif sering lebih besar.
34
2.4.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep
Ket :
Variable indevenden : Implementasi Kebijakan Uji Emisi
Variable dependen : Pencemaran Udara Sektor Transportasi
Implementasi kebijakan uji emisi Pencemara Udara
Sektor Transportasi
Kendaraan Bermotor