bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 simulasi...1. penentuan topik dan tujuan dalam...

21
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Simulasi Simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011) adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja). Simulasi memiliki beberapa kelebihan, adapun kelebihan simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011) yaitu: 1. Menyenangkan, sehingga siswa secara wajar terdorong untuk berpartisipasi. 2. Menggalakkan guru untuk mengembangkan aktifitas simulasi. 3. Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya. 4. Menvisualkan hal-hal yang abstrak. 5. Tidak memerlukan komunikasi yang pelik. 6. Memungkinkan interaksi antar siswa. 7. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban, kurang cakap, dan kurang motivasi. 8. Melatih berpikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses, kemajuan simulasi. Simulasi juga memiliki kekurangan, adapun kekurangan simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011), adalah: 1. Efektifitasnya dalam memajukan belajar belum dapat dilaporkan oleh riset. 2. Validitas simulasi masih banyak diragukan orang. 3. Menuntut imajinasi dari guru dan siswa. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011) adanya kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan simulasi merupakan bekal bagi guru untuk selalu memepertimbangkan dalam penggunaan simulasi. Dengan adanya kekurangan-kekurangan yang dimiliki simulasi, bukan berarti

Upload: others

Post on 26-Jul-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Simulasi

Simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja,

2011) adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari kata simulate

yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan

atau perbuatan yang pura-pura saja). Simulasi memiliki beberapa kelebihan,

adapun kelebihan simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran

Taniredja, 2011) yaitu:

1. Menyenangkan, sehingga siswa secara wajar terdorong untuk berpartisipasi.

2. Menggalakkan guru untuk mengembangkan aktifitas simulasi.

3. Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan

yang sebenarnya.

4. Menvisualkan hal-hal yang abstrak.

5. Tidak memerlukan komunikasi yang pelik.

6. Memungkinkan interaksi antar siswa.

7. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban, kurang cakap,

dan kurang motivasi.

8. Melatih berpikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses, kemajuan

simulasi.

Simulasi juga memiliki kekurangan, adapun kekurangan simulasi menurut

Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011), adalah:

1. Efektifitasnya dalam memajukan belajar belum dapat dilaporkan oleh riset.

2. Validitas simulasi masih banyak diragukan orang.

3. Menuntut imajinasi dari guru dan siswa.

Menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran Taniredja, 2011)

adanya kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan simulasi merupakan

bekal bagi guru untuk selalu memepertimbangkan dalam penggunaan simulasi.

Dengan adanya kekurangan-kekurangan yang dimiliki simulasi, bukan berarti

6

simulasi dapat ditinggalkan begitu saja. Simulasi dalam hal-hal tertentu akan

sangat membantu terciptanya situasi yang menyenangkan dalam interaksi belajar

mengajar di kelas.

Simulasi berarti tiruan atau perbuatan yang dilakukan dengan pura-pura.

Simulasi dalam metode mengajar dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan

suatu bahan pelajaran melalui perbuatan yang bersifat pura-pura, atau melalui

proses tingkah laku imitasi, atau bermain peranan mengenahi suatu tingkah laku

yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan sebenarnya (Depag, 2002). Simulasi

menurut Wina Sanjaya (2007) adalah berasal dari kata simulate yang artinya

berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Simulasi dapat diartikan cara penyajian

pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang

konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.

Wina Sanjaya (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan

kelemahan dengan menggunakan simulasi. Kelebihan simulasi antara lain:

1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi

yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun

menghadapi dunia kerja.

2. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi

siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang

disimulasikan.

3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.

4. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam

menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.

5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.

Kelemahan simulasi adalah:

1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai

dengan kenyataan di lapangan.

2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat

hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa

dalam melakukan simulasi.

7

Berdasarkan beberapa pengertian simulasi menurut para ahli di atas penulis

menyimpulkan bahwa simulasi adalah mengarahkan siswa untuk berpura-pura

memerankan tokoh dan menyelesaikan masalah sosial yang terjadi dalam

kehidupan nyata.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa simulasi adalah

perbuatan dilakukan pura-pura atau seolah-olah berada dalam keadaan atau situasi

yang nyata.

Prinsip-prinsip simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (dalam Tukiran

Taniredja, 2011) adalah:

1. Dilakukan oleh kelompok siswa, tiap kelompok mendapat kesempatan

melaksanakan simulasi yang sama atau dapat juga berbeda.

2. Semua siswa harus terlibat langsung menurut perananan masing-masing.

3. Penentuan topik disesuaikan dengan tingkat kemampuan kelas, dibicarakan

oleh siswa dan guru.

4. Petunjuk simulasi harus diberikan terlebih dahulu.

5. Dalam situasi seyogianya dapat dicapai tiga domain psikis.

6. Dalam simulasi hendaknya digambarkan situasi yang lengkap.

7. Hendaknya diusahakan terintegrasikannya beberapa ilmu.

Langkah-langkah Pelaksanaan Simulasi

Para ahli merumuskan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam

simulasi agar simulasi berhasil dengan baik, menurut Hasibuan dan Moedjiono

(dalam Tukiran Taniredja, 2011), langkah-langkah simulasi yaitu:

1. Penentuan topik dan tujuan dalam simulasi.

2. Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yang akan

disimulasikan.

3. Guru memimpin pengorganisasian kelompok, peranan-peranan yang akan

dimainkan, pengaturan alat, dan sebagainya.

4. Pemilihan pemegang peran.

5. Guru memberikan keterangan tentang peran yang akan dilakukan.

8

6. Guru memberi kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada kelompok dan

pemegang peran.

7. Menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi.

8. Pelaksanaan simulasi.

9. Evaluasi dan pemberian balikan.

10. Latihan ulang.

Langkah-langkah simulasi menurut Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan

Agama Islam pada Sekolah Umum, yaitu:

1. Guru menentukan topik dan tujuan simulasi. Sebaiknya topik ditentukan oleh

guru bersama pelajar.

2. Guru memberi gambaran garis besar tentang situasi yang akan disimulasikan.

3. Guru membentuk kelompok, peranan, ruangan, materi, dan alat yang

diperlukan.

4. Guru memilih pemain (pemegang peranan).

5. Guru memberi penjelasan kepada kelompok dan pemain perananan tentang

hal-hal yang harus dilakukan.

6. Guru memberi kesempatan bertanya kepada pelajar mengenai hal-hal yang

berkenaan dengan simulasi.

7. Guru memberi kesempatan kepada kelompok dan pemain peranan untuk

menyiapkan diri.

8. Guru menetapkan waktu pelaksanaan simulasi.

9. Pelajar melaksanakan simulasi, sementara guru mengawasi dan memberi

saran untuk kelancaran simulasi.

10. Pelajar secara berkelompok mendiskusikan hasil simulasi.

11. Pelajar membuat kesimpulan hasil simulasi.

Tahapan-tahapan simulasi menurut Menurut Joyce dan Weil (1980) dalam

Wina Sanjaya (2007), adalah sebagai berikut :

1. Tahap I : Orientasi

a. Menyediakan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan

diintegrasikan dalam proses simulasi.

b. Menjelaskan prinsip Simulasi dan permainan.

9

c. Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses simulasi.

2. Tahap II : Latihan bagi peserta

a. Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah, pencatatan,

bentuk keputusan yang harus dibuat, dan tujuan yang akan dicapai.

b. Menugaskan para pemeran dalam simulasi

c. Mencoba secara singkat suatu episode

3. Tahap III : Proses Simulasi

a. Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan tersebut.

b. Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan terhadap

performan si pemeran.

c. Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional

d. Melanjutkan permainan/simulasi

4. Tahap IV : Pemantapan

a. Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang timbul

selama simulasi.

b. Memberikan ringkasan mengenai kesulitan-kesulitan dan wawasan

para peserta.

c. Menganalisis proses

d. Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.

e. Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.

f. Menilai dan merancang kembali simulasi.

Dari beberapa langkah-langkah simulasi menurut ahli, maka langkah-langkah

yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Tahap persiapan

a. Menyampaikan topik permasalahan

b. Menjelaskan langkah-langkah simulasi

c. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok

d. Membagi pemegang peran

2. Tahap Pelaksanaan simulasi

a. Melaksanakan simulasi bersama kelompok masing-masing

b. Memperoleh umpan balik dan evaluasi

10

c. Melanjutkan simulasi

3. Tahap Penutup

a. Memberikan ringkasan kejadian pada saat simulasi

b. Menganalisis pelaksanaan simulasi

c. Menghubungkan pelaksanaan simulasi dengan pelajaran

d. Membandingkan simulasi dengan kehidupan nyata

e. Memberikan latihan

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Dimyati (dalam Nabisi, 1999) hasil belajar adalah kemampuan

yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Berdasarkan

definisi tersebut dapat diartikan dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara

guru dengan siswa, misalnya menanyakan materi yang belum dipahami,

menjawab pertanyaan guru, dan menanggapi pertanyaan teman, melalui interaksi

itulah siswa memperoleh hasil belajar, karena dengan berinteraksi guru

memberikan penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.

Sedangkan Nana Sudjana (2008) mengemukakan penilaian hasil belajar

mengisyaratkan bahwa hasil belajar sebagai objek yang menjadi sasaran penilaian.

Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa

terhadap tujuan-tujuan intruksional, karena rumusan tujuan intruksional

menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-

kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Seiring dengan definisi-definisi hasil belajar menurut para ahli, Gagne (dalam

Asep Heri Hernawan, 2009) mengelompokkan hasil belajar ke dalam lima

kategori yaitu, informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap,

dan keterampilan motorik. Sedangkan Bloom, dkk (dalam Asep Heri Hernawan,

2009) menggolongkan hasil belajar menjadi tiga, yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotor.

Menurut Hamalik (2002) hasil belajar diartikan sebagai tingkat

keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang

dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah

11

materi pelajaran tertentu. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang

diperoleh oleh siswa yakni faktor dari dalam diri siswaitu dan faktor datang dari

luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor kemampuan siswa besar sekali

pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa 70%

dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti

motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan,

sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Susianha, 2009).

Dari beberapa pengertian hasil belajar, penulis menyimpulkan bahwa hasil

belajar adalah bukti hasil usaha yang diperoleh pembelajar yang berguna untuk

mengukur kemampuan pembelajar setelah selesai pembelajaran.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau

upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau

peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat

untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter,

kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat

relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang Poerwanti,

dkk, 2008). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran

(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan

empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah

ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau

mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar

apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat,

mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution

(2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: penggunaan angka

atau skala tertentu, menurut suatu aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar

(2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan

membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya

menjadi kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan

12

dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data

yang dihasilkan adalah data kuantitatif.

Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang

disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering

digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,

panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil

belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil

belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes.

1. Tes

Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang

harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-

tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu

aspektertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut

adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu

“testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain

seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan

pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat

melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria

tertentu. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam Arikunto, 1995), tes adalah

serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang

dimiliki olehindividu atau kelompok.

Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008), tes adalah seperangkat tugas yang

harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik

untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi

yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap

butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap

benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti

13

menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang harus dijawab,

dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur

kemampuan seseorang.

Tes ada bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang

Poerwanti, dkk (2008) terdapat lima jenis-jenis tes, yaitu:

1. Jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggarannya

a. Tes seleksi (selection test)

Tes seleksi digunakan untuk memilih peserta guna diikutsertakan dalam

kegiatan yang menuntut kemampuan tertentu.

b. Tes penempatan (placement tes)

Tes penempatan umumnya dilakukan menjelang dimulainya suatu

program pengajaran dengan maksud untuk menempatkan seseorang pada

kelompok yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

c. Tes hasil belajar (achivement tes)

Hasil belajar yang diungkap lewat tes hasil belajar dapat mengacu pada

hasil pengajaran secara keseluruhan pada akhir penyelenggaraan atau pada

kurun waktu tertentu.

d. Tes diagnostik (diagnostic test)

Dirancang untuk menemukan kesulitan belajar yang sedang dihadapi

siswa. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep

yang belum dipahami dan yang sudah dipahami.

2. Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggarannya

a. Tes masuk (entrance test)

Diselenggarakan sebelum dan menjelang suatu program pengajaran

dimulai.

b. Tes formatif (formative test)

Dilakukan pada saat program pengajaran sedang berlangsung (progress),

tujuannya untuk memperoleh informasi tentang jalannya pengajaran

sampai tahap tertentu.

c. Tes Sumatif (summative tes)

Diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara keseluruhan

(total). Konsekuensi dari tes yang menekankan hasil pengajaran secara

keseluruhan, maka item tes sumatif atau bahan cakupannya meliputi

seluruh materi yang telah disampaikan. Tes sumatif diberikan di akhir

suatu pelajaran atau akhir semester.

d. Pra-tes dan post-tes

Untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki seorang siswa di awal

program pengajaran, kadang-kadang diselenggarakan pra-tes. Hasil pra-tes

digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa pada awal

program pengajaran. Kemajuan yang dicapai bisa dilihat dari

perbandingan hasil pra-tes dengan hasil tes yang diselenggarakan di akhir

program pengajaran (post-test).

14

3. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

a. Tes tertulis

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal

maupun jawabannya, namun tes yang disampaikan secara lisan dan

dikerjakan secara tertulis masih tergolong ke dalam jenis tes tertulis.

b. Tes lisan

Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya

dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-

rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu hasil dari tes lisan

biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen

asesmen yang lain.

c. Tes unjuk kerja

Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator

pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

4. Jenis tes berdasarkan cara penyusunan

a. Tes buatan guru (Teacher-made test)

Untuk melakukan tugas evaluasi seorang guru harus mengembangkan alat

ukur, salah satunya yaitu tes. Tes yang dikembangkan sendiri oleh guru

disebut tes buatan guru (teacher-made test)

b. Tes terstandar (Standardized test)

Tes terstandar adalah tes yang dikembangkan dengan mengikuti prosedur

serta prinsip pengembangan tes secara ketat.

5. Jenis tes berdasarkan bentuk jawaban

a. Tes esei (Essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan

gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara

mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

b. Tes jawaban pendek

Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta

menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan

jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-

kata lepas, maupun angka-angka.

c. Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk

menjawab tes telah tersedia.

2. Non Tes

Teknik non tes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah

afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada

aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes, yaitu: unjuk kerja

15

(performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan,

ujian praktik dan portofolio.

2.1.3 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan terdiri dari dua kata, yaitu Pendidikan dan

Kewarganegaraan.

Pendidikan memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Pendidikan menurut UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

mengatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajaran dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Menurut Hamid Darmadi (2010) pendidikan mengandung tujuan yang ingin

dicapai, yaitu membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya yang

kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk

kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga

masyarakat.

3. Menurut John Dewey (dalam Tri Widiarto, 2007) pendidikan adalah proses

pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional

kearah alam dan sesama manusia.

Pendidikan Pancasila yang sekarang dikenal dengan Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn), berawal dari bahasa Latin Civis yang berarti warga

negara, sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air, bawahan,

kawula. Kemudian masuk dalam bahasa Inggris Civic artinya Warga negara atau

Kewarganegaraan. Sedangkan pengertian Kewarganegaraaan menurut Hamid

Darmadi (2010) adalah anggota dalam sebuah komunitas politik (negara), dan

dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam politik. Azzumardi Azra

(http://www.uin-malang.ac.id.) mengatakan “Pendidikan Kewarganegaraan adalah

pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan konstitusi

16

lembaga-lembaga demokrasi rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara

serta proses demokrasi”. Menurut Merphin Panjaitan (http://www.uin-

malang.ac.id.) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang

bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis

dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial.

Berdasarkan beberapa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan di atas,

penulis menyimpulkan “Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang

bertujuan untuk mendidik warga negara yang demokratis dan mampu memahami

serta melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara”.

Struktur Keilmuan PKn menurut Hamid Darmadi ( 2010), struktur keilmuan

PKn mencakup tiga dimensi, yaitu:

a. Civics knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) meliputi:

1. Konsep-konsep tentang substansi demokrasi.

2. Ketegangan-ketegangan pribadi yang memunculkan isu publik.

3. Konstitusi dan lembaga-lembaga pemerintahan demokratis.

4. Fungsi-fungsi lembaga demokratis.

5. Praktik-praktik kewarganegaraan demokratis dan peranan warga negara.

6. Konteks demokrasi budaya, sosial, politik, dan ekonomi.

b. Civics skill (keterampilan kewarganegaraan) meliputi:

1. Keterampilan-keterampilan partisipatoris kewarganegaraan.

2. Berinteraksi dengan sesama warga negara untuk meningkatkan

kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

3. Memonitor isu-isu dan peristiwa-peristiwa publik.

4. Mempengaruhi pengambilan keputusan tentang isu-isu publik.

5. Melaksanakan keputusan kebijakan tentang isu-isu publik.

6. Keterampilan-keterampilan kognitif kewarganegaraan demokratis.

7. Mengenali dan mendeskripsikan gejala-gejala atau kejadian-kejadian

dalam kehidupan politik dan kenegaraan.

8. Menganalisa dan menjelaskan gejala/kejadian dalam kehidupan politik

dan kenegaraan.

17

9. Menilai, mengambil dan mempertahankan posisi terhadap peristiwa dan

isu publik.

10. Membuat keputusan tentang isu publik.

11. Berpikir kritis tentang kondisi kehidupan politik dan kenegaraan.

12. Berpikir konstruktif tentang bagaimana memperbaiki kehidupan politik

dan kenegaraan.

c. Civics virtues (kebijakan kewarganegaraan) meliputi:

1. Memajukan kesejahteraan/kebaikan bersama.

2. Mengakui kesamaan derajat dan martabat setiap orang.

3. Menghargai dan melindungi hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang.

4. Berpartisipasi secara efektif dan bertanggungjawab dalam kehidupan

politik dan kenegaraan.

5. Mengambil tanggung jawab untuk mewujudkan pemerintahan demokrasi.

6. Menjadi pribadi yang mampu memerintah sendiri dengan menerapkan

kebajikan-kebajikan kewarganegaraan.

7. Mendukung dan memelihara prinsip-prinsip dan praktik demokrasi.

Dari struktur keilmuan di atas menunjukkan bahwa mata pelajaran PKn

merupakan bidang kajian interdisipliner, artinya keilmuan kewarganegaraan

dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu, antara lain: ilmu politik, ilmu negara, ilmu

tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat.

Fungsi dan Tujuan mata pelajaran PKn di SD adalah untuk membentuk

warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter baik, serta setia kepada

bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta

bertujuan:

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas

dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan

karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lainnya

18

d. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau

tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(Kurikulum PKn: 2006).

Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi : Hidup rukun dalam perbedaan,

Cinta Lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,

Keutuhan Negara Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara,

Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan

jaminan keadilan

b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,

Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat Peraturan-peraturan

daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem

hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional

c. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban

anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,

penghormatan dan perlindungan HAM

d. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai

warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan

pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan warga

negara

e. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang

pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan

dasar negara dengan konstitusi

f. Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,

Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem

politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani,

Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.

g. Pancasila meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi

negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-

19

nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi

terbuka.

h. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri

Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan

organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi. (Kurikulum PKn:

2006)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata Pelajaran PKn untuk Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyyah (MI)

Kelas V Semester 2

Stándar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Memahami kebebasan

berorganisasi

3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi

3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan

sekolah dan masyarakat

3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih

organisasi di sekolah

4. Menghargai keputusan

bersama

4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama

4.2 Mematuhi keputusan bersama

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan

beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang

dilakukan.

Menurut penelitian yang dilakukan Fatimah, Siti (2010) dengan judul

“Penerapan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada

Mata Pelajaran PKn Di Kelas IV SDN Kemiri Kecamatan Puspo Kabupaten

Pasuruan” menyatakan bahwa hasil observasi yang dilakukan menunjukkan

bahwa nilai rata-rata kelas pembelajaran PKn di SDN Kemiri adalah 56,25. Pada

tahap pra tindakan nilai rata-rata 56,25, meningkat pada siklus I nilai rata-rata

64,11, dan meningkat lagi pada siklus II nilai rata-rata 75,89. Berdasarkan hasil

penelitian dan analisis data, maka peneliti menyimpulkan bahwa penerapan

metode simulasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kemiri

20

Puspo Pasuruan dalam pembelajaran PKn (http://karya-

ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/9918). Kelebihan penelitian

penerapan metode simulasi adalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini

dibuktikan dengan nilai rata-rata pada siklus I dan II yang meningkat.

Penelitian yang dilakukan Miftahurrohmah (2010) dalam skripsi yang

berjudul “ Penerapan metode simulasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas V Dalam Pembelajaran PKn Di SDI AL-YASINI Ngabar Kraton

Pasuruan”. Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan metode simulasi dalam

pembelajaran PKn siswa kelas V SDI al-yasini dapat meningkatkan hasil belajar

siswa, terbukti dari hasil yang diperoleh siswa dapat dilihat dari rata-rata hasil tes

mulai dari pretes (62,72) dengan persentase (32%), meningkat siklus I (73,6)

dengan persentase (48%), dan meningkat lagi siklus II (83,6) dengan persentase

(88%) yang terus mengalami peningkatan. (http://karya-

ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/7030). Kelebihan penelitian

penerapan pembelajaran menggunakan metode simulasi dapat meningkatkan hasil

belajar siswa, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata hasil belajar yang meningkat

pada setiap siklus.

Rusmiati, Reni (2009) dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Metode

Simulasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SDN Ngadiwono

II Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan”. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa penerapan metode simulasi dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan

hasil belajar IPS siswa kelas III baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun

psikomotorik. Hasil belajar sebelum penerapan metode simulasi dalam

pembelajaran IPS memperoleh nilai rata-rata 50,00 sedangkan setelah penerapan

metode simulasi pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 76,67.

(http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/1811). Kelebihan

penelitian penerapan metode simulasi dalam pembelajaran PKn adalah dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, terbukti nilai rata-rata yang meningkat.

Subhan, Ahmad (2010) dalam skrpisi yang berjudul “Penerapan Metode

Simulasi Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pkn

Di Kelas IV MI Hubbul Wathon Pandaan Pasuruan”. Hasil penelitian

21

menunjukkan bahwa 1) penerapan simulasi dapat dilaksanakan dalam

pembelajaran PKn dengan megikuti tahap-tahap yang telah ditulis dalam beberapa

sumber buku yang dirujuk peneliti. 2) dengan menerapkan metode simulasi pada

mata pelajaran PKn, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal itu

ditunjukkan dari hasil analisis rata-rata aktivitas belajar siswa secara keseluruhan

terjadi peningkatan yaitu pada refleksi awal rata-rata aktivitas belajar siswa 45,2.

Pada siklus I rata-rata aktivitas belajar siswa 63,6. Pada siklus 2 rata-rata aktivitas

belajar siswa 74,3. Hasil tersebut menunjukkan siswa telah mencapai nilai di atas

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70.

(http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/10034). Kelebihan dari

penelitian penerapan metode simulasi adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar

siswa, yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata aktivitas belajar siswa secara

keseluruhan mengalami peningkatan.

Sriwindartin, Wahyu Dyah (2007) dalam skripsi yang berjudul “Penerapan

Metode Simulasi dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Kelas 5 SD

Berita Hidup Malang”. Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode simulasi

pada pembelajaran IPS Kelas 5 pokok bahasan Perjuangan Melawan Penjajahan

Belanda dan Jepang telah menghasilkan skor rata-rata hasil belajar siswa yaitu

68,43. Secara klasikal, sebanyak 85,71% siswa yang sudah mencapai ketuntasan

belajar. Dengan demikian, hasil pengamatan menunjukkan bahwa penerapan

metode simulasi secara empirik dapat menciptakan proses dan hasil belajar yang

baik. (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/3686). Kelebihan

penerapan metode simulasi dalam pembelajaran IPS adalah hasil belajar siswa

yang mencapai KKM mencapai 85,71%, ini lebih dari 75% standar keberhasilan

belajar. Adapun kekurangannya dalam penelitian ini tidak mencantumkan variabel

terikat pada judul skripsi, dan disebutkan mencapai ketuntasan belajar akan tetapi

tidak dicantumkan KKMnya. Tindak lanjutnya adalah menambahkan kata

“meningkatkan hasil belajar” pada judul skripsi, dan menuliskan KKM.

Dari hasil penelitian yang diuraikan di atas, simulasi pada dasarnya dapat

meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan adanya

perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang

22

menyajikan materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan simulasi. Tapi

keraguan peneliti muncul apakah penggunaan simulasi pada sekali pelajaran itu

menunjukkan perubahan yang signifikan karena yang dilakukan pada penelitian

sebelumnya adalah dilakukannya pembelajaran secara bertahap (bersiklus) sampai

benar-benar meningkat, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dan

pengujian apakah terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar PKn

siswa dengan menggunakan simulasi.

2.3. Kerangka Berpikir

Dari kajian teori yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa

penggunaan simulasi dalam pembelajaran akan sangat membantu guru untuk

menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi

siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam

kehidupan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dalam simulasi, pengetahuan dan

keterampilan akan lebih lama diingat karena siswa mempraktikkan langsung,

informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap sehingga dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara

kelas kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas kontrol pembelajaran dilakukan

seperti biasa guru kelas mengajar yaitu menggunakan metode ceramah, dan kelas

eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan simulasi. Adapun

tahapan-tahapan yang dilalui dalam pembelajaran simulasi adalah Tahap

persiapan yaitu menyampaikan topik permasalahan, menjelaskan langkah-langkah

simulasi, membagi siswa menjadi beberapa kelompok, membagi pemegang peran.

Tahap kedua pelaksanaan simulasi, yaitu melaksanakan simulasi bersama

kelompok masing-masing, memperoleh umpan balik dan evaluasi, melanjutkan

proses simulasi. Tahap ketiga penutup, yaitu memberikan ringkasan kejadian yang

terjadi dalam simulasi, menganalisis pelaksanaan simulasi, menghubungkan

pelaksanaan simulasi dengan pelajaran, membandingkan simulasi dengan

kehidupan nyata, memberikan latihan

23

Dari tahapan-tahapan tersebut terlihat jelas bahwa siswa dituntut untuk

aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan merasa lebih senang

dan tertarik untuk belajar karena mereka mempraktikkan langsung materi yang

dipelajari, sehingga secara langsung siswa memahami materi. Penilaian yang

dilakukan oleh guru berupa penilaian hasil belajar. Penilaian hasil diperoleh dari

tes formatif setelah selesai pembelajaran. Maka diharapkan dengan penggunaan

simulasi akan ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hasil

belajar akan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan metode

ceramah. Penjelasan lebih rinci dijelaskan dalam gambar berikut ini:

24

GAMBAR 2.1: KERANGKA BERPIKIR

Pembelajaran PKn “ Menghormati dan Menaati Keputusan

Bersama”

Pembelajaran Konvensional

(Metode Ceramah)

Pembelajaran Menggunakan Simulasi

Siswa pasif mendengarkan

ceramah guru

Tahap Persiapan

a. Menyampaikan topik permasalahan

Pertemuan ke-1: musyawarah tentang persiapan pelaksanaan kerja bakti

di lingkungan desa

Pertemuan ke-2: musyawarah persiapan pelaksanaan piknik liburan

sekolah

Pertemuan ke-3: voting pemilihan ketua kelas pada awal tahun pelajaran

b. Menjelaskan langkah-langkah simulasi

c. Membagi siswa menjadi 2 kelompok

d. Membagi pemegang peran

Pertemuan ke-1: kepala desa, sekertaris desa, kaur, kadus

Pertemuan ke-2: kepala sekolah, guru kelas 1 s.d 6, guru olahraga, guru

agama

Pertemuan ke-3: ketua panitia penyelenggara, sekertaris, saksi, calon

ketua kelas, peserta pemilihan ketua kelas

Tahap Pelaksanaan simulasi

a. Melaksanakan simulasi bersama kelompok masing-masing

Pertemuan ke-1: pelaksaan simulasi musyawarah di kantor kelurahan

Pertemuan ke-2: pelaksanaan simulasi musyawarah di kantor sekolah

Pertemuan ke-3: simulasi voting pemilihan ketua kelas b. Memperoleh umpan balik

Memberikan masukan atau saran terhadap pelaksanaan simulasi

c. Melanjutkan simulasi

Masing-masing kelompok melaksanakan simulasi sampai selesai

Tahap Penutup

a. Memberikan ringkasan kejadian pada saat simulasi

Memberikan pesan kesan pelaksanaan simulasi masing-masing kelompok

b. Menganalisis pelaksanaan simulasi

Memberikan kesimpulan pelaksanaan simulasi

c. Menghubungkan pelaksanaan simulasi dengan pelajaran

Menjelaskan materi pelajaran yang telah disimulasikan

d. Membandingkan simulasi dengan kehidupan nyata

Menunjukkan gambar pelaksanaan rapat di kantor kelurahan, sekolah, dan voting pemilihan keta kelas

e. Memberikan latihan( tes formatif)

Hasil Belajar < dari KKM

Tes Formatif

Tes Formatif

Hasil Belajar ≥ dari KKM

Partisipasi

Kebersamaan

Penilaian

Proses

Penilaian

Hasil

25

2.4. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penggunaan

simulasi yang signifikan terhadap hasil belajar PKn siswa kelas V MI Ma’arif

Sraten Tuntang Semarang tahun 2011/2012.