bab ii kajian pustaka 2.1 -...

16
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Proses Belajar - Mengajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang (Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2). Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan. Selain itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya. Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap. 2.1.2. Pengertian Mengajar. Menurut Slameto (2001: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. 8

Upload: vandiep

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Proses Belajar - Mengajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu

yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan

melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian,

penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau

pribadi seseorang (Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis,

belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

(Slameto, 2003: 2).

Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada

manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif

subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan. Selain

itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan

perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya

membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya.

Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi

belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah

yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.

2.1.2. Pengertian Mengajar.

Menurut Slameto (2001: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan

berupa pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain

di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah

bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa

yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya

membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.

8

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

9

Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada

siswa.

Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang

direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan

siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Pasaribu (1983:

7) mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-

baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu

kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik,

agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya

proses belajar yang optimal.

2.1.3. Proses belajar-mengajar Matematika

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan

bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar

merupakan proses perubahan sedangkan belajar merupakan proses pengaturan

agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran

matematika harus memperhatikan karakteristik matematika. Sumarmo (2002: 2)

mengemukakan beberapa karakteristik matematika yaitu : materi matematika

menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi matematika bersifat hirarkis

dan terstruktur dan dalam mempelajari matematika dibutuhkan ketekunan,

keuletan, serta rasa cinta terhadap matematika. Karena materi matematika

bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam belajar matematika, tidak boleh

terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya, perlu

mendahulukan belajar tentang konsep matematika yang mempunyai daya bantu

terhadap konsep matematika yang lain.

2.2. Keaktifan Belajar

Menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mujiono (1999:45)

berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa “individu

merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu.” Menurut Sriyono

(1992:75),”Keaktifan adalah pada waktu guru mengajar ia harus

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

10

mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.” Menurut

Sagala (2006:124-134), keaktifan jasmani maupun rohani itu meliputi antara

lain:

a. Keaktifan indera : pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain. Murid

harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin.

b. Keaktifan akal : akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk

memecahkan masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat dan

mengambil keputusan.

c. Keaktifan ingatan : pada waktu mengajar, anak harus aktif menerima bahan

pengajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak,

kemudian pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.

d. Keaktifan emosi : dalam hal ini murid hendaklah senantiasa berusaha

mencintai pelajarannya.

Menurut Sudjana (1988:72), mengemukakan keaktifan siswa dalam

mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam :

a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

b. Terlibat dalam pemecahan masalah.

c. Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan

yang dihadapinya.

d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan

masalah.

e. Melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal.

f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

Menurut Paul. B. Diedrich dalam Rohani (1991:8-9)

mengklasifikasikan aktifitas menjadi :

a. Visual activities, seperti : membaca, melihat gambar, percobaan,

mengamati pekerjaan orang lain.

b. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, diskusi.

c. Listening activities, seperti : mendengarkan uraian, percakapan, musik,

pidato.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

11

d. Writing activities, seperti : menulis, keterangan, laporan.

e. Drawing activities, seperti : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, seperti : melakukan percobaan, membuat konstruksi.

g. Mental activities, seperti : menanggapi, mengingat-ingat, memecahkan

soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.

h. Emotional activities, seperti : menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.

Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran IPA sangat

penting, karena dalam IPA banyak kegiatan pemecahan masalah yang

menuntut kreativitas siswa aktif. Siswa sebagai subyek didik adalah yang

merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar. Untuk menarik

keterlibatan siswa dalam pembelajaran guru harus membangun hubungan baik

yaitu dengan menjalinan rasa simpati dan saling pengertian. Membina

hubungan baik bisa mempermudahkan pengelolaan kelas dan memperpanjang

waktu

2.3. Hasil Belajar

Hasil belajar pada dasarnya berkaitan pula dengan hasil yang dicapai

dalam belajar. Pengertian hasil belajar itu sendiri dapat diketahui dari pendapat

ahli pendidikan. Hasil belajar berasal dari kata hasil dan belajar. Agar tidak

menyimpang dari pengertian sesungguhnya maka perlu dijelaskan secara per

kata terlebih dahulu.

Hasil belajar dari gabungan kata hasil dan kata belajar. Hasil belajar

diartikan sebagai keberhasilan usaha yang dapat dicapai (Winkel,1998:162).

Hasil belajar merupakan keberhasilan yang telah dirumuskan guru berupa

kemampuan akademik. Winarno Surachmad (1981:2) menyatakan bahwa hasil

belajar merupakan nilai hasil belajar yang menentukan berhasil tidaknya siswa

dalam belajar. Hal tersebut berarti hasil belajar merupakan hasil dari proses

belajar. Dalam hasil belajar meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor (Sunaryo,1983:4).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

12

Dari berbagai kajian definisi hasil belajar di atas maka yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika yang berupa kemampuan

akademis siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan sebelumnya dan harus dimiliki siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran. Belajar dipengaruhi pula oleh faktor-faktor baik dari dalam

maupun dari luar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara

lain dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor

internal yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut: 1) Kesehatan

anak, 2) Rasa aman, 3) Kemampuan dan minat, 4) Kebutuhan diri anak akan

sesuatu yang akan dipelajari (Rustiyah NK,1995:123).

Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai

berikut. 1) Lingkungan belajar, iklim, dan teman belajar. 2) Motivasi dari luar

(Rustiyah NK,1995:123).

Adapun faktor yang datang dari luar diri anak, yaitu dari sekolah

tempat anak belajar seperti guru, waktu, sarana dan prasarana belajar,

kurikulum, materi, dan suasana belajar. Selain faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar, juga siswa mengalami hambatan-hambatan dalam

belajar baik itu bersifat endogen maupun bersifat eksogen. Yang bersifat

endogen adalah faktor biologis dan faktor psikologis siswa. Sedangkan faktor

eksogen adalah seperti sikap orang tua, suasana lingkungan, sosial

ekonominya, dan sikap budayanya. Untuk dapat meningkatkan belajar dengan

baik maka guru harus mengenal anak dengan baik pula karena setiap anak tidak

sama persis kesulitan dan permasalahan yang dihadapinya. Dengan demikian

guru harus mampu meneliti setiap kekurangan-kekurangan dalam hasil belajar

siswa.

Hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil

akademis yaitu hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar

mengajar yang telah dirumuskan guru baik berupa segi kognitif, afektif

maupun dari segi psikomotornya. Dalam proses belajar dan mengajar seorang

guru wajib menentukan tujuan pembelajaran baik tujuan pembelajaran umum

maupun khusus.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

13

Mengukur keberhasilan belajar siswa atau hasil yang dicapai siswa

harus mampu mengevaluasi belajar siswa. Keberhasilan belajar siswa dapat

dilihat dari segi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Untuk memudahkan

guru dalam mengukur keberhasilan belajar maka guru harus menentukan

tujuan pembelajaran khusus yang baik. Ada beberapa kriteria dalam pembuatan

TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus) yang baik yaitu sebagai berikut.

a) Mengandung satu jenis perbuatan.

b) Dinyatakan dalam kualitas dan kuantitas penguasaan siswa.

c) Kondisi yang bagaimana yang diinginkan guru (Tim MKDK IKIP

Semarang, 1995:28).

Jadi hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil belajar yang telah

dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar dan mengajar, baik

yang menyangkut segi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hasil yang

dimaksudkan dalam penelitian tindakan kelas ini, berupa hasil belajar yang

berupa hasil akademik siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar

dalam jangka waktu tertentu. Hasil akademik ini berupa angka kuantitas yang

dituliskan dalam buku raport. Sedangkan dalam kaitannya dengan penelitian

ini, hasil belajar adalah peningkatan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan

pembelajaran yang ditetapkan guru.

Hasil belajar yang dicapai siswa berkaitan erat dengan kesulitan

belajar dan keberhasilan belajar. Kesulitan belajar siswa dalam mata pelajaran

matematika dapat diketahui dari ciri-cirinya. Kesulitan belajar yaitu di mana

anak didik atau siswa tidak mampu belajar sehingga hasil di bawah potensi

intelektualnya (Alan O Ross, 1974:103). Menurut Lerner (1931:367) dalam

buku pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, (Dr. Mulyono Abdurrahman,

1999:262) adalah kekurang pahaman tentang simbol, nilai tempat, perhitungan

dan penggunaan proses yang keliru dan tulisan yang tidak terbaca.

Menurut Mulyono Abdurrahman (1996:6) bahwa kesulitan belajar

adalah terjemahan dari learning disability. Terjemahan tersebut diartikan

sebagai ketidakmampuan belajar. Menurut Kuffman dan Lloyd (1985:14)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

14

dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1996:6) bahwa kesulitan belajar

adalah gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang

mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan

tersebut memungkinkan menampakkan diri dalam bentuk kesulitan

mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau

berhitung. Learner berpendapat, ada beberapa karakteristik anak berkesulitan

belajar, yaitu :

a. Adanya gangguan dalam hubungan keruangan.

b. Abnormalitas persepsi visual.

c. Assosiasi visual motorik.

d. Perverasi.

e. Kesulitan mengenal dan memahami simbol.

f. Gangguan penghayatan tubuh.

g. Kesulitan dalam bahasa dan membaca

h. Performance IQ jauh lebih rendah daripada sektor verbal IQ (Mulyono

Abdurrahman, 1999:259).

Jadi kesulitan belajar matematika disebabkan rendahnya kemampuan

intelegensi, banyaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep visual dan

adanya gangguan assosiasi visual motorik. Gejala adanya kesulitan belajar

meliputi :

a. Hasil yang rendah di bawah rata-rata kelompok kelas.

b. Hasil yang dicapai dengan usaha tidak seimbang.

c. Lambat dalam melakukan tugas belajar.

d. Menunjukkan sikap kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura

dusta dan lain-lain.

e. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan (Widodo Supriyono, 1991:89).

Jenis kesulitan belajar menurut Erman Amti, (1992:67) masalah

belajar pada dasarnya digolongkan atas: (a) sangat cepat dalam belajar, b)

keterlambatan akademik, (c) lambat belajar, (d) penempatan kelas, (e) kurang

motivasi dalam belajar, (f) sikap dan kebiasaan yang buruk dalam belajar dan

kehadiran di sekolah sering tidak masuk. Dengan demikian bahwa anak yang

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

15

perlu mendapat bantuan dari guru dalam hal ini adalah layanan bimbingan

belajar, agar peserta didik dapat melaksanakan kegiatan belajar secara baik dan

terarah.

2.4. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran Matematika di SD merupakan salah satu kajian yang

selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik

khususnya antara hakekat anak dan hakekat matematika. Untuk itu diperlukan

adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya.

Para ahli jiwa seperti Reaget, Bruner, bruwnell Dienes percaya bahwa

jika kita akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka

harus diperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak tersebut.

Jean Reaget dengan teori belajar yang disebut perkembangan mental

anak (mental atau intelektual atau kognitif) atau ada pula yang menyebutkan

teori tingkat perkembangan berfikir anak telah membagi tahapan yaitu tahapan

sensori motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun), tahap operasional awal, pra

operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap operasional / oprasi konkret (usia 7

sampai 11 tahun) dan tahap operasional formal / operasi formal (usia 11 tahun

ke atas)

Jadi, pada dasarnya agar pelajaran matematika di SD itu dapat

dimengerti oleh para siswa dengan baik. Maka seyogyanya kita akan melihat

untuk bisa mengetahui tahapan perkembangan intelektual atau berfikir siswa di

SD dalam pembelajaran matematika.

2.5. Pembelajaran Kooperatif

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu

konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal

abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus

memiliki pasangan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

16

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam

kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam

Ismail, 2002: 12). Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan

diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal

ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni

mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah

(tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan

kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir

dalam kegiatan belajar mengajar.

Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-

asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar

akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30) mengatakan bahwa

tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk

mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran

kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : 1) saling

ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4)

komunikasi antar anggota, 5) evaluasi proses kelompok.

Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang

melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik harus

mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan

belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik

juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang

lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta

didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas.

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model

pembelajaran kooperatif, yakni pengelompokan semangat kerja sama dan

penataan ruang kelas.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

17

2.5.1.Ciri-ciri pembelajaran kooperatif

Menurut Stahl dalam Ismail (2002: 12) bahwa ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah :

1. Belajar dengan teman

2. Tatap muka antar teman

3. Mendengarkan diantara anggota

4. Belajar dari teman sendiri dalam kelompok

5. Belajar dalam kelompok kecil

6. Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat

7. Siswa membuat keputusan

8. Siswa aktif

Sedangkan menurut Johnson dalam Ismail (2002: 12) belajar dengan koopertif

mempunyai ciri :

1) Saling ketergantungan yang positif

2) Dapat dipertanggungjawabkan secara individu

3) Heterogen

4) Berbagi kepemimpinan

5) Berbagi tanggung jawab

6) Ditekankan pada tugas dan kebersamaan

7) Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial

8) Guru mengamati

9) Efektifitas tergantung kepada kelompok

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan

pendapat dan membuat keputusan secara bersama.

2) Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari

latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.

3) Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

18

Menurut Ibrahim (2000: 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif

adalah sebagai berikut :

1) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan

bersama.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,

seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya

memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara

anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang

juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.

7) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi

yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.5.2. Tujuan pembelajaran kooperatif

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai :

1. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam

tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model

pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami

konsep-konsep yang sulit.

2. Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar

belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama,

kemampuan akademik dan tingkat sosial.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

19

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan

social siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran

kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang

lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam

kelompok.

2.5.3. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil

belajar yang rendah, antara lain Linda Lundgren dalam Ibrahim

(2000 : 18) adalah :

1) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

2) Memperbaiki kehadiran

3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5) Konflik antar pribadi berkurang

6) Pemahaman yang lebih mendalam

7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

8) Hasil belajar lebih tinggi

2.6. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki

tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan

oleh Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) dengan melibatkan para siswa dalam

menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep

Spencer Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) untuk melibatkan lebih banyak

siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan

mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai

pengganti pertanyaan lansung kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

20

langkah sebagai berikut : (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan, (c)

Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam

langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah

tersebut adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan

membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa

(LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa

kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor

kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar

belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam

pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam

menentukan masing-masing kelompok.

Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan

keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran

kooperatif yaitu :

1) Tetap berada dalam kelas

2) Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan

pertanyaan kepada guru

3) Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling

mengkritik sesama siswa dalam kelompok.

Langkah 3. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa

sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa

berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang

mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

21

pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari

spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap

kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan

jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 5. Memberi kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua

pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Langkah 6. Memberikan penghargaan

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian

pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil

belajarnya lebih baik.

2.7. Hasil Penelitian Yang Relevan Hastuti, Dwi Eri (2008) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh

Kecemasan Matematika dan Motivasi Belajar Siswa Dalam Kooperatif Tipe

NHT Terhadap Hasil Belajar Matematika di SMP N 6 Pekalongan

menunjukkan bahwa pada siklus 1 siswa mengalami ketuntasan belajar 64,57%

dan motivasi belajar 70,42%. Pada siklus 2 ketuntasan belajar 84,85% dan

motivasi belajar 81,69%.

Lestari, Indriyati (2008) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan

Prestasi Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada

Siswa SD Negeri Pancakarya Semarang menunjukkan bahwa sebelum siklus

ketuntasan belajar sebesar 22%, setelah siklus I menjadi 48%, Siklus II 70%,

Siklus III 91%.

Nadziroh, Aeni (2008) dalam penelitian yang berjudul Keefektifan

Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Melalui Pemanfaatan LKS Materi Pokok

Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) Siswa Kelas VIII Semester 2

SMP N 36 Semarang menunjukkan bahwa pada aktivitas belajar siswa

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

22

mengalami peningkatan dari siklus I - III, yaitu siklus I 59,24% siklus II

64,87% dan siklus III 82,5%.

2.8. Kerangka Berpikir

Kondisi akhir Kondisi awal

Proses pembelajaran masih berpusat pada guru

Hasil belajar meningkat

Pemahaman materi meningkat Komunikasi siswa tidak

terjadi

Aktivitas siswa meningkat

Sugiyono, 2010

2.9. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan keaktifan

Aktivitas siswa rendah

Pemahaman materi rendah

Hasil belajar rendah

Komunikasi siswa terjadi

Pelaksanaan siklus I dan siklus II

Inovasi model pembelajaran Numbered Heads Together

Tindakan

Aktivitas guru dalam pembelajaran kurang

Aktivitas guru dalam pembelajaran meningkat

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/649/3/T1_262010604_BAB II.pdf · Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh. Menurut

23

dan hasil belajar tentang materi menaksir dan membulatkan operasi hitung pada

siswa kelas IV SD Kepohkencono 01 Semester 1 tahun 2011/2012.