bab ii kajian pustaka · 2019. 10. 3. · (2) faktor sekolah (metode mengajar, disiplin sekolah,...

23
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka akan disajikan kajian teori tentang belajar, hasil belajar, model pembelajaran Problem Based Learning, keaktifan siswa dan Pendidikan Kewarganeggaraan. 2.1.1 Belajar 1.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik, adapun yang dimaksud lingkungan mencakup keluarga, sekolah dan masyarakat (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010:6). Selanjutnya menurut Morgan (dalam Agus Suprijono, 2009:3), belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman . Sedangkan menurut Agus Suprijono, (2009:3) belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah poses perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau interaksi dengan lingkungan yang bersifat permanen yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 1.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua, yaitu: a) Faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar (intern). Faktor intern terbagi menjadi: (1) faktor jasmaniah (faktor kesehatan, cacat tubuh), (2) faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan),

Upload: others

Post on 17-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka akan disajikan kajian teori

    tentang belajar, hasil belajar, model pembelajaran Problem Based Learning, keaktifan siswa

    dan Pendidikan Kewarganeggaraan.

    2.1.1 Belajar

    1.1.1.1 Pengertian Belajar

    Belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi dengan

    lingkungannya. Perubahan perilaku mencakup aspek kognitif, afektif,

    psikomotorik, adapun yang dimaksud lingkungan mencakup keluarga, sekolah

    dan masyarakat (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010:6). Selanjutnya menurut

    Morgan (dalam Agus Suprijono, 2009:3), belajar adalah perubahan perilaku

    yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman . Sedangkan menurut

    Agus Suprijono, (2009:3) belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.

    Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

    belajar adalah poses perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau

    interaksi dengan lingkungan yang bersifat permanen yang mencakup aspek

    kognitif, afektif dan psikomotorik.

    1.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

    Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

    digolongkan menjadi dua, yaitu:

    a) Faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar (intern). Faktor intern

    terbagi menjadi:

    (1) faktor jasmaniah (faktor kesehatan, cacat tubuh),

    (2) faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,

    kesiapan),

  • (3) faktor kelelahan.

    b) Faktor yang ada di luar individu (ekstern). Faktor ekstern terbagi menjadi:

    (1) faktor keluarga (cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi keluarga, suasana

    rumah).

    (2) faktor sekolah (metode mengajar, disiplin sekolah, kurikulum).

    (3) faktor masyarakat (bentuk kehidupan masyarakat, teman bergaul).

    Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata (2007: 233) yang

    mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar meliputi faktor-

    faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar (intern) yaitu faktor-faktor psikologis

    dan fisiologis dan faktor yang berasal dari luar diri si pelajar (ekstern) yaitu

    faktor-faktor nonsosial dan faktor-faktor sosial.

    Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

    mempengaruhi belajar siswa digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan

    faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang

    sedang belajar, dan faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar individu, yang

    salah satunya adalah metode mengajar guru.

    2.1.1.3 Prinsip-prinsip Belajar

    Menurut Hanafiah dan Cucu Suhana, (2010:18) ada beberapa prinsip

    belajar, yaitu:

    a. Belajar berlangsung seumur hidup, belajar merupakan proses

    perubahan perilaku peserta didik sepanjang hayat dari mulai buaian

    ibu sampai menjelang masuk keliang lahat yang berlangsung tanpa

    henti.

    b. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks,

    proses pembelajaran disesuaikan dengan tugas perkembangan dan

    tingkat kematangan peserta didik.

    c. Belajar mulai dari yang kongkret menuju yang abstrak, proses

    pembelajaran berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan

    peserta didik mulai dari bahan ajar yang mudah dipahami cara

    nyata menuju proses pembelajaran yang memerlukan daya nalar.

  • d. Belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, baik dalam

    lingkungan keluarga, sebagai pendidikan awal bagi lingkungan

    masyarakat dan lingkungan sekolah.

    Menurut Slameto dalam Yatim Riyanto (2009:63) ada beberapa prinsip

    belajar, yaitu:

    a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

    meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan

    intruksional.

    b. Belajar harus menimbulkan pengetahuan dan motivasi yag kuat

    pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.

    c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat

    mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan

    efektif.

    d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

    2.1.2 Hasil belajar

    Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif,

    dan psikomotorik (Rusmono, 2014:10). Selanjutnya menurut Saminanto, (2010:100) hasil

    belajar adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah ia menerima

    pengalaman belajar yang diperoleh melalui usaha dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar.

    Begitu pula menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:23) hasil belajar merupakan hal yang

    dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar

    merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat

    sebelum mengajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah

    kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat

    terselesaikannya bahan pelajaran.

    Fathurrohman dan Weni (2011: 68) menjelaskan Aspek kognitif yaitu aspek yang

    berkaitan dengan otak. Dalam aspek kognitif ada enam jenjang tingkatan menurut Bloom,

    yaitu: 1. Megingat, 2. Memahami, 3. Menerapkan, 4. Menganalisis, 5. Mengevaluasi dan 6,

    mencipta. Penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:

  • Tabel 2.1 Tingkatan Aspek Kognitif

    Kemampuan berpikir Deskripsi

    Mengingat :

    Mengemukakan kembali apa

    yang sudah dipelajari dari guru,

    buku dan sumber lain tanpa

    melakukan perubahan

    Pengetahuan hafalan : ketepatan,

    kecepatan, kebenaran pengetahuan

    yang diingat dan digunakan ketika

    menjawab pertanyaan tentang fakta,

    definisi konsep,

    Memahami :

    Sudah ada proses pengolahan

    dari bentuk aslinya tetapi arti

    kata, istilah, tulisan tidak

    berubah

    Kemampuan mengolah pengetahuan

    yang dipelajari menjadi sesuatu

    yang baru seperti menggantikan

    suatu kata atau sistilah dengan kata

    lain yang sama maknanya

    Menerapkan :

    Menggunakan informasi,

    konsep untuk sesuatu yang

    baru/ belum dipelajari

    Kemampuan menggunakan

    pengetahuan seperti menerapkan

    kronologi dalam menentukan waktu

    suatu benda/ peristiwa

    Menganalisis :

    Menggunakan ketrampilan yang

    dipelajarinya terhadap suatu

    informasi yang belum

    diketahuinya dalam

    mengelompokkan informasi

    Kemampuan menemukan

    keterkaitan antara fakta dan

    kesimpulan

    Mengevaluasi :

    Menentukan nilai suatu benda

    atau informasi berdasarkan

    suatu kriteria

    Kemampuan menilai apakah

    informasi yang diberikan berguna

    Mencipta :

    Membuat sesuatu yang baru

    dari apa yang sudah ada

    sehingga hasil tersebut

    merupakan satu kesatuan utuh

    dan berbeda dari komponen

    yang digunakan untuk

    Kemampuan membuat cerita atau

    tulisan dari berbagai sumber yang

    dibacanya

  • membentuknya

    (Permendikbud RI Nomor 104 Tahun 2014)

    a. Aspek Sikap (spiritual dan sosial)

    Sikap yang dituntut dalam kurikulum 2013 adalah memiliki perilaku yang

    mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan

    bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan

    alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

    (Permendikbud No 54 Tahun 2013). Menurut Bloom (dalam Fathurrohman dan Weni.

    2011: 70) ranah afektif dalam pembelajaran meliputi beberapa jenjang, yaitu 1,

    Receiving, 2. Responding, 3. Valuing, 4. Organization, 5. Characterization by value.

    Rincian dari masing-masing jenjang tersebut diuraikan sebagai berikut:

    Tabel 2.2 Tingkatan Aspek Sikap

    Tingkatan sikap Deskripsi

    Menerima nilai Kesediaan menerima suatu nilai dan memberikan

    perhatian terhadap nilai tersebut

    Menanggapi nilai Kesediaan menjawab suatu nilai dan ada rasa puas

    dalam membicarakan nilai tersebut

    Menghargai nilai Menganggap nilai tersebut baik, menyukai nilai

    tersebut, dan komitmen terhadap nilai tersebut

    Menghayati nilai Memasukkan nilai tersebut sebagai bagian dari

    sistem nilai dirinya

    Mengamalkan nilai Mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri dirinya

    dalam berpikir, berkata, berkomunikasi dan

    bertindak

    (Permendikbud RI Nomor 104 Tahun 2014)

    b. Aspek Ketrampilan (Psikomotorik)

    Kawasan Psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan

    (skills) yang bersifat manual dan motorik (Jamil. 2014: 45). Sebagaimana kedua domain

    yang lain, domain ini juga mempunyai berbagai tingkatan, yaitu :

    Tabel 2.3 Tingkatan Aspek Ketrampilan

    Ketrampilan abstrak Ketrampilan konkret

    Mengamati Persepsi (perception)

    Menanya Kesiapan (set)

  • Mengumpulkan informasi Meniru (guided response)

    Mengasosiasi Membiasakan gerakan (mechanism)

    Mengkomunikasikan Menjadi gerakan alami (adaptation)

    Menjadi tindakan orisinal

    (origination)

    (Permendikbud RI Nomor 104 Tahun 2014)

    Sesuai dengan taksonomi Bloom hasil belajar dibagi ke dalam tiga ranah, yaitu:

    a. Ranah Kognitif, menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan

    keterampilan berpikir.

    b. Ranah Afektif menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti ,sikap, apresiasi, dan

    cara penyesuaian diri.

    c. Ranah Psikomotor menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan.

    Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu

    kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami

    aktivitas belajar yang mencakup tiga ranah yaitu; ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

    psikomotor. Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksudkan hanya sampai ranah

    kognitif.

    2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning

    2.1.3.1 Pengertian Problem Based Learning (PBL)

    Pembelajaran Problem Based Learning pertama kali dipopulerkan oleh

    Barrows dan Tamblyn pada akhir abad ke-20. Pembelajaran berbasis masalah (PBL)

    mulai pertama kali diterapkan di McMaster University Scool of Medicine Kanada

    pada tahun 1969. Sejak itu PBL menyebar keseluruh dunia, khususnya dalam

    pendidikan kedokteran/keperawatan dan bidang-bidang ilmu lain di perguruan tinggi,

    misalnya arsitektur dan matematika. Tiga tahun kemudian dipakai di tiga tempat

    lainnya yaitu, sekolah media Universitas Limbung pada Maastricht Netherands,

    Universitas Newcastle di Australia, dan Universitas New Mexico Amerika Serikat.

    Dalam pembelajaran berbasis masalah ini, peserta didik dipandang sebagai pribadi

    “yang utuh” yang memiliki sejumlah pengetahuan sebagai bekal awal dalam

    pembelajaran (Yatim Rianto, 2009:284).

  • Problem Based Learning adalah metode intruksional yang menantang siswa

    agar belajar untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi

    masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan

    serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based

    Learning mempersiapkan siswa untuk berfikir kritis, analitis dan untuk mencari serta

    menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai (Dutch dalam Amir, 2010:19).

    Selanjutnya menurut Suyadi (2013:130-131) Problem Based Learning adalah

    pembelajaran dimulai dengan permasalahan, dari permasalahan tersebut akan

    menentukan arah pembelajaran dalam kelompok. Pembelajaran ini melibatkan peserta

    didik dalam proses pembelajaran aktif dan kolaboratif, serta berpusat kepada

    pemecahan masalah secara mandiri. Selanjutnya Hamruni dalam Suyadi (2013:129)

    mendefinisikan Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

    dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu

    peseta didik memerlukan pengetahuan baru untuk menyelesaikannya.

    Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Problem

    Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan

    untuk mengembangkan kemampuan peserta didik memecahkan masalah. Pemecahan

    masalah dilakukan dengan pola akif dan kolaborasi serta menggunakan kemampuan

    berfikir tingkat tinggi yakni kemampuan analisis-sintesis, dan evaluasi atau

    menggunakan rangka memecahkan suatu masalah.

    2.1.3.2 Karakeristik Problem Based Learning

    Menurut Rideout (dalam Rianto, 2009:287) karateristik esensial dari PBL,

    antara lain: (1) suatu kurikulum yang disusun berdasarkan masalah relevan dengan

    hasil akhir pmbelajaran yang diharapkan, bukan berdasarkan topik atau bidang ilmu

    dan (2) disediakannya kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok bekerja/belajar

    secara mandiri dan/atau kolaborasi dengan aktif, menggunakan pemikiran kritis, dan

    membangun semangat untuk belajar seumur hidup.

    Dalam buku Learning To Teach, Arends (2008:42-43) mengidentifikasikan 5

    karakteristik pembelajaran berbasis masalah, yakni:

    a. Pertanyaan atau masalah perangsang, PBL mengorganisasikan

    pengajaran diseputar pertanyaan dan masalah yang penting secara

  • sosial dan bermakna secara personal bagi siswa. Mereka

    menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat

    diberi jawaban-jawaban sederhana dan berbagai solusi yang dapat

    menyelesaikannya.

    b. Fokus interdisipliner (keterkaitan dengan disiplin ilmu), meskipun

    PBL dapat dipusatkan pada subjek tertentu (sains, matematika,

    sejarah), tetapi masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya

    menuntut siswa untuk menggali banyak subjek.

    c. Investigasi autentik, PBL mengharuskan siswa untuk melakukan

    investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk

    masalah riil. Mereka harus menganalisis dan menetapkan

    masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membantu prediksi,

    mengumpulkan dan menganalisis informasi melaksanakan

    eksperimen (bilamana mungkin), membuat inferensi, dan menarik

    kesimpulan.

    d. Memamerkan hasil kerja, peserta didik dituntut menyusun dan

    memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuannya. Setelah

    peserta didik selesai mengerjakan lembar kerja, salah satu tim

    mnyajikan hasil kerjanya di depan kelas dan peserta didik dari tim

    lain memberikan tanggapan, kritik terhadap pemecahan masalah

    yang disajikan oleh temannya, dalam hal ini guru mengarahkan,

    membimbing, memberi petunjuk kepada peserta didik agar aktivitas

    siswa terarah.

    e. Kolaborasi, model ini ditandai oleh siswa-siswa yang bekerja

    bersama siswa-siswa lain, paling sering secara berpasangan atau

    dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Bekerja bersama-sama

    memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam

    tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk

    melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk

    mengembangkan berbagai ketrampilan sosial.

    Selanjutnya karakteristik PBL menurut Suyadi (Yatim Riyanto, 2009:290-

    291), dinyatakan sebagai berikut:

  • a. Peserta didik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk

    mengenal suatu masalah sebelum mereka dapat memulai penyelesaian

    masalah tersebut. Dalam PBL, pengetahuan didapat dari kegiatan

    penyelesaian masalah tersebut. Pembelajaran dilakukan untuk

    mendapatkan pengetahuan atau pemahaman.

    b. Sifat model PBL berpusat pada peserta didik dan menekankan

    pembelajaran mandiri yang aktif.

    c. Pembelajaran ditujukan untuk kelompok kecil yang terdiri dari 5-10 orang

    untuk mendorong peserta didik mengembangkan ketrampilan dan

    kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok.

    Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Problem

    Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) pertanyaan atau masalah

    perangsang harus autentik, jelas, mudah dipahami, luas, dan sesuai tujuan

    pembelajaran, (b) berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, (c) penyelidikan

    autentik (nyata), (d) menghasilkan produk dan memamerkannya atau meyajikan hasil

    kerja, (d) kolaborasi.

    2.1.3.3 Sintaks Problem Based Learning

    Menurut Baron dalam Rusmono (2014:74) ciri-ciri strategi PBL adalah (1)

    menggunakan permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada

    penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan (4) guru

    berperan sebagai fasilitator.

    Arends dalam Riyanto (2009:293) mengidentifikasikan 5 tahapan prosedur

    pembeajaran berbasis masalah, yakni: (1) orientasi masalah, (2) mengorgnisasikan

    peserta didik ke dalam belajar, (3) investigasi atas masalah, (4) mengembangkan dan

    menyajikan hasil investigasi, dan (5) mengevaluasi dan menganlisis hasil pemecahan.

    Sedangkan John R. Savery dan Thomas M. Duffy dalam Riyanto (2009:293)

    mengidentifikasikan 4 langkah prosedur pembelajaran berbasis masalah, yakni: (1)

    memulai dengan masalah autentik, (2) pemecahan masalah, (3) presentasi hasil

    pemecahan, dan (4) simpulan atas pemecahan. Memulai kegiatan pembelajaran

    dengan masalah autentik dapat dilakukan guru dengan cara: (a) menata masalah, (b)

    apersepsi masalah, (c) mendiskripsikan hasil pemecahan yang diinginkan, (d)

  • menganalisis tugas-tugas dalam rangka memecahkan masalah, dan (e) menyusun

    jadwal pemecahan masalah.

    Selanjutnya Rideout dalam Riyanto (2009:293) mengidentifikasikan 6 langkah

    prosedur pembelajaran model PBL, yakni: (1) masalah diajukan pada kelompok,

    dikaji dan hipotesis dibentuk, (2) isu pembelajaran dan sumber informasi ditetapkan,

    (3) pengumpulan informasi dan studi independen dilakukan, (4) pengetahuan yang

    diperoleh dibahas dan diperdebatkan dengan kritis, (5) pengetahuan diterapkan pada

    masalah secara praktis, dan (6) refleksi materi dan proses pembelajaran.

    Secara terinci Rusmono (2014:81-85) mengemukakan tahap pembelajaran

    dengan strategi PBL, sebagai berikut:

    Tabel. 6. 1. Tahapan Pembelajaran dengan Strategi PBL

    Tahap pembelajaran Perilaku guru

    Tahap 1:

    Mengorganisasikan siswa

    kepada masalah

    Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran,

    mendiskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting,

    dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan

    pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri.

    Tahap 2:

    Mengorganisasikan siswa

    untuk belajar

    Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-

    tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu.

    Tahap 3:

    Membantu penyelidikan

    mandiri dan kelompok

    Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang

    sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan,

    dan solusi.

    Tahap 4:

    Mengembangkan dan

    memprsentasikan hasil

    karya serta pameran

    Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

    menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan,

    rekaman video, dan model, serta membantu mereka

    berbagi karya mereka.

    Tahap5: Guru membantu siswa melakukan refleksi atas

  • Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    pemecahan masalah

    penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

    Menurut Rusmono (2014:83) strategi pembelajaran dengan PBL yang lebih

    dipentingkan adalah dari segi proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang

    diperoleh. Apabila proses belajar dapat berlangsung secara maksimal, maka

    kemungkinan besar hasil belajar yang diperoleh juga optimal. Adapun bentuk

    penerapannya, termasuk dalam bagian penyajian dari keseluruhan kegiatan

    pembelajaran terdiri atas kegiatan pendahuluan, penyajian, dan penutup, yang dapat

    digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 6.1. Prosedur Strategi pembelajaran dengan PBL

    Penyajian

    a. Mengorientasikan siswa kepada

    masalah

    b. Mengorganisasikan siswa untuk

    belajar

    c. Membantu penyelidikan mandiri

    dan kelompok

    d. Mengembangkan dan

    mempresentasikan hasil karya dan

    pameran

    e. Menganalisis dan mengevaluasi

    proses pemecahan masalah

    Pendahuluan

    a. Pemberian motivasi

    b. Pembagian kelompok

    c. Informasi tujuan pembelajaran

  • Pada kegiatan pendahuluan, dipertemuan pertama guru memperkenalkan diri

    kepada seluruh siswa dan siswa diberi kesempatan untuk mengenalkan dirinya kepada

    siswa yang lain, guru juga menjelaskan sekilas mengenai strategi pembelajaran PBL.

    Kemudian, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang. Selanjutnya, guru

    menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Seperti dalam penjelasan

    mengenai strategi pembelajaran dengan PBL, disini setiap siswa akan

    mengidentifikasi pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Pada

    pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya (dalam kegiatan pendahuluan), guru tidak

    lagi membagi kelompok, tetapi mengumpulkan tugas dan memeriksa apakah masih

    ada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pada pertemuan

    pertama, dilanjutkan dengan pemberian motivasi siswa akan pentingnya materi yang

    akan dipelajari dikaitkan dengan peristiwa yang sering dijumpai dalam kehidupan

    sehari-hari, dan dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaan.

    Pada kegiatan penyajian, diawali dengan setiap kelompok menerima bahan

    ajar atau buku siswa yang berisi informasi tentang materi pelajaran sebagai bahan

    diskusi. Di sini, setiap siswa memperoleh pengetahuan dari apa yang dibaca, akan

    tetapi tidak sama perolehan hasil membacanya. Dalam diskusi setelah membaca

    materi setiap siswa telah memiliki kemampuan menginterprestasi, mengklasifikasi,

    meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan dapat menjelaskan materi pelajaran

    yang diberikan. Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman setiap siswa dalam

    kelompok, guru kemudian membagikan tugas kelompok dan lembar kerja siswa

    (LKS) atau buku paket siswa kepada setiap siswa secara individu. Secara bersama-

    sama, siswa membaca dan menyelesaikan soal-soal yang ditugaskan baik dalam

    kelompok maupun individu dalam LKS maupun buku paket. Disini akan semakin

    tampak bagaimana setiap siswa melakukan komunikasi dengan anggota kelompok

    untuk meyakinkan apa yang telah dipahaminya. Selanjutkan, guru memberikan

    kesempatan kepada setip kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja

    Penutup

    d. Merangkum materi yang telah

    dipelajari

    e. Melaksanakan tes dan pemberian

    PR

  • kelompoknya. Sementara kelompok lain turut memperhatikan, setelah selesai

    penyajian, kelompok lain diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada

    kelompok yang mempresentasikan (Rusmono, 2014:85).

    Pada kegiatan penutup, siswa bersama-sama guru merangkum materi.

    Kemudian guru memberikan penilaian siswa melalui lembar penilaian (LP) untuk

    materi yang telah dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian PR. Soal-soal PR dapat

    dibuat langsung oleh guru atau menggunakan latihan pada buku siswa.

    Dalam penelitian ini digunakan prosedur dan strategi model pembelajaran

    Problem Based Learning yang dikemukakan oleh Arrends dalam Riyanto (2009:293)

    dan Rusmono (2014:81-85) seperti yang telah dikemukakan diatas.

    2.1.3.3 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning

    Menurut Suyadi (2013:142-143) kelebihan dan kelemahan model

    pembelajaran Problem Based Learning adalah:

    1. Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning adalah:

    a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih

    memahami isi pelajaran

    b. Dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan

    keluasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik

    c. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik

    d. Dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan

    mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata

    e. Dapat membantu peserta ddik untuk mengembangkan pengetahuan

    barunya, dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan

    f. Mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang

    aktif-menyenangkan

    g. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berfikir kritis

    dan mengembangkan kemampuan beradaptasi dengan pengetahuan

    baru

    h. Dapat memberikan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan

    yang mereka miliki dalam dunia nyata

    2. Kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning adalah:

  • a. Kalau peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai

    kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang

    dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena

    takut salah

    b. Tanpa pemahaman untuk memecahkan masalah yang sedang

    dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin

    pelajari. Artinya, perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah

    yang dibahas pada peserta didik

    c. Proses pembelajaran PBL membutuhkan waktu yang lebih lama atau

    panjang. Itu pun belum cukup, karena sering kali peserta didik masih

    memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang

    diberikan. Waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban

    kurikulum yang ada.

    2.1.4 Keaktifan

    2.1.4.1 Pengertian Keaktifan

    Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan

    belajar mandiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dengan belajar siswa memperoleh

    pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta

    mengembangkan ketrampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat (Oemar

    Hamalik, 2008:171-172). Keaktifan adalah kegiatan bersifat fisik maupun mental,

    yaitu berbuat, berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan

    (Sardiman, 2012: 100). Untuk mencapai keberhasilan belajar perlu melalui berbagai

    macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah siswa giat

    aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak

    hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki

    aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau

    berfungsi dalam rangka pembelajaran. Martinis Yamin (2007: 81) juga mengutarakan

    bahwa belajar aktif merupakan fungsi interaksi antara individu dan situasi di

    sekitarnya yang ditentukan oleh indikator pengembangan dari kompetensi dasar.

    Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan

    adalah kegiatan bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat, berfikir sebagai suatu

    rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas fisik adalah siswa giat aktif dengan

  • anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan

    mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis

    (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau berfungsi

    dalam rangka pembelajaran.

    2.1.4.2 Jenis-jenis keaktifan belajar

    Menurut Nana Sudjana (2004: 61), siswa dikatakan aktif dalam pembelajaran

    bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut:

    1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

    2) Terlibat dalam pemecahan masalah.

    3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan

    yang dihadapinya.

    4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan

    masalah.

    5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

    6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.

    7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenis.

    8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam

    menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

    Terdapat beberapa jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa dalam

    pembelajaran. Menurut Paul D. Derich (Oemar Hamalik, 2008: 172-173) ada

    beberapa jenis keaktifan siswa, antara lain:

    a. Kegiatan-kegiatan visual

    Kegiatan visual meliputi membaca, memperhatikan gambar,

    mengamati eksperimen dan demonstrasi, dan mengamati pekerjaan orang lain.

    b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

    Kegiatan lisan meliputi mengemukakan fakta dan pendapat, bertanya,

    memberi saran, melakukan wawancara, diskusi, dan interupsi.

    c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan

  • Kegiatan mendengarkan meliputi mendengarkan materi yang disajikan,

    mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.

    d. Kegiatan-kegiatan menulis

    Kegiatan menulis meliputi menulis cerita, menyusun laporan,

    mengerjakan latihan soal, membuat rangkuman materi, dan mengisi angket.

    e. Kegiatan-kegiatan menggambar

    Kegiatan menggambar meliputi menggambar, melukis, membuat

    grafik, diagram peta, maupun pola.

    Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai keaktifan,

    maka keaktifan belajar siswa dalam penelitian ini hanya dilihat pada enam indikator

    yaitu: (1) memperhatikan penjelasan guru, (2) mengajukan pertanyaan, (3) menjawab

    pertanyaan, (4) berdiskusi dalam kelompok, (5) menyelesaikan masalah, dan (6)

    memperhatikan dan menanggapi hasil presentasi teman.

    2.1.4.3 Faktor-faktor yang menumbuhkan keaktifan belajar

    Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terciptanya keaktifan belajar

    siswa. Gagne dan Briggs (Martinis Yamin, 2007: 84) menyebutkan 9 aspek yang

    dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:

    1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga berperan

    aktif dalam kegiatan pembelajaran.

    2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar) kepada siswa.

    3) Meningkatkan kompetensi prasyarat kepada siswa.

    4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang akan dipelajari.

    5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.

    6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.

    7) Memberikan umpan balik (feedback).

    8) Melakukan latihan-latihan terhadap siswa berupa tes sehingga kemampuan

    siswa selalu terpantau dan terukur.

    9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.

  • Selanjutnya Mc Keachie dalam Warsono (2012: 8) menyebutkan enam

    dimensi implementasi pembelajaran siswa aktif, antara lain:

    1) Partisipasi siswa dalam menemukan tujuan kegiatan pembelajaran.

    2) Penekanan kepada aspek dalam pembelajaran.

    3) Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terutama

    yang membentuk interaksi antar murid.

    4) Penerimaan guru terhadap perbuatan atau sumbangan siswa yang kurang

    relevan atau karena siswa berbuat kesalahan.

    5) Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok.

    6) Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan yang

    penting dalam kegiatan sekolah.

    Melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran sangat penting, karena

    merupakan salah satu keberhasilan akan hasil belajarnya. Salah satu cara

    untuk meningkatkan keaktifan siswa yaitu dengan mengenali keadaan siswa

    yang kurang terlibat dalam proses pembelajaran (Warsono, 2012:8).

    Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

    untuk menumbuhkan keaktifan belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai

    cara yaitu, menarik perhatian siswa guna meningkatkan partisipasi siswa

    dalam mengikuti proses pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa

    untuk mengambil keputusan dan motivasi berupa dorongan belajar, serta guru

    harus memberikan pengajaran yang jelas dan tepat dengan tujuan mengajar

    yang ingin dicapai.

    2.1.5 Pendidikan Pancasila dan Kewaganeggaraan (PPKn)

    2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganeggaraan (PPKn)

    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata

    pelajaran yang dirancang untuk membekali siswa dengan keimanan dan

    akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia

    yaitu Pancasila. Melalui Pembelajaran PPKn, siswa dipersiapkan untuk dapat

  • berperan sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab.

    Pembahasannya secara utuh mencakup Pancasila, UUD 1945, Negara

    Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang diterjemahkan

    dalam tatacara kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dengan

    tidak mengesampingkan nilai-nilai universal kemanusiaan dalam

    implementasinya (Salikun dkk, 2015:3). Sejalan dengan hal tersebut dalam

    Depdiknas (2006:49) ditegaskan bahwa pembelajaran Pendidikan Pancasila

    dan Kewarganegaraan (PPKn) memfokuskan pada pembentukan warga negara

    yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk

    menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang

    diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Selanjutnya menurut Peraturan

    Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

    mata pelajaran PKKn dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan

    wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan

    bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya

    sebagai manusia. Untuk itu menurut Azyumardi Azra dalam Marwadi

    (2011:7) Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) adalah

    pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi,

    lembanga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga

    negara serta proses demokrasi.

    Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

    pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran

    yang dirancang untuk membekali siswa dengan keimanan dan akhlak mulia,

    kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan hak dan kewajiban sehingga

    menjadi warga negara yang cerdas, trampil, berkarakter sesuai yang

    diamanatkan pancasila dan UUD 1945. Melalui pembelajaran PPKn, siswa

    dipersiapkan untuk dapat berperan sebagai warga negara yang efektif dan

    bertanggung jawab.

    2.1.5.2 Fungsi dan tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

    Menurut Depdiknas (2006:49) fungsi Pendidikan Pancasila dan

    Kewarganegaraan (PPKn) ialah program pendidikan yang membentuk

    karakter warga negara Indonesia menjadi warga negara yang memiliki nilai

  • dan moral yang luhur, cerdas, terampil dan setia kepada bangsa seperti yang

    diamanatkan Pancasila.

    Adapun tujuan mata pelajaran PPKn dalam Depdiknas (2006:49)

    adalah untuk memberikan kompetensi :

    1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

    Kewarganegaraan

    2. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta

    bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat,

    berbangsa dan bernegara

    3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk

    diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar

    dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain

    4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia

    secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

    komunikasi.

    Dalam pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa “Pendidikan Pancasila dan

    Kewarganegaraan (PPKn) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik

    menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”.

    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan mata

    pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi

    individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan

    keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk

    berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa

    tujuan PPKn adalah untuk mengembangkan potensi individu warga negara

    Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan

    kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi

    secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan

    bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  • 2.1.5.3 Ruang lingkup PPKn

    Ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

    diatur dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk

    Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Ruang Lingkup mata pelajaran

    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk pendidikan dasar

    dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

    a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam

    perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa

    Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik

    Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif

    terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan

    jaminan keadilan

    b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan

    keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,

    peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan

    berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional,

    hukum dan peradilan internasional

    c. Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan

    kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan

    internasional HAM, pemajuan penghormatan dan perlindungan

    HAM

    d. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri

    sebagai masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan

    mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi

    diri, persamaan kedudukan warga negara

    e. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi

    yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di

    Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi

    f. Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan,

    pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi

    dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju

    masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat

    demokrasi

  • g. Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan

    ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara,

    pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari,

    pancasila sebagai ideologi terbuka

    h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar

    negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan

    internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi

    globalisasi

    Dalam penelitian ini materi yang menjadi bahan pembelajaran untuk

    PTK tentang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga

    diharapkan peserta didik dapat mengamalkan materi tersebut dalam kehidupan

    sehari-hari menjadi karakter pribadi yang melekat pada setiap individu peserta

    didik.

    2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

    Hasil penelitian dari Ashon L. Torun dengan judul “Upaya meningkatkan aktivitas

    siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran PKn kelas

    X AK SMKN 3 Jakarta semester 1 pada Tahun 2007/2008” menunjukkan bahwa, dalam

    indikator aktivitas siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama

    meningkat dari 70,33 % menjadi 85,55% pada siklus kedua sehingga mengalami kenaikan

    15,22%. Dalam indikator partisipasi siswa dalam pembelajaran terlihat pada siklus pertama

    72,64% sedangkan pada siklus kedua 82,45% mengalami kenaikan 9,81%. Dalam indikator

    pemahaman siswa tentang masalah Hak Asasi Manusia pada siklus pertama sebesar 7,01%

    dan pada siklus kedua 7,80% tergolong baik demikian juga tentang penuntasan belajar pada

    siklus pertama 74,82% dan pada siklus kedua menjadi 89,96%.

    Kemudian hasil penelitian dari Dedi Dwitagama dengan judul “Peningkatan hasil

    belajar dan keaktifan siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada

    mata pelajaran PPKn kelas X AK SMKN 3 Jakarta semester 2 Tahun 2013” menunjukkan

    bahwa, hasil belajar yang dilihat dari rerata perolehan skor pada siklus pertama 52,75 %

    menjadi 69,44 %, pada siklus kedua mengalami kenaikan 16,69 %. Begitupun dalam

    indikator motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran pada siklus pertama rata-

    rata 63,82 % dan pada siklus kedua 83,35 % mengalami kenaikan 19,53 %. Dalam indikator

    interaksi siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama 72,25 % dan pada

  • siklus kedua 88,32 % mengalami kenaikan sebesar 16,07 %. Dalam indikator hubungan

    siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran, pada siklus pertama 75 % dan pada siklus

    kedua 91,66 % mengalami kenaikan sebesar 16,66 %. Dalam indikator hubungan siswa

    dengan siswa, pada siklus pertama 77,65 % sedangkan pada siklus kedua 86,11 %

    mengalami kenaikan sebesar 8,46 %. Dalam indikator partisipasi siswa dalam

    pembelajaraan terlihat pada siklus pertama 80,55 %, sedangkan pada siklus kedua 94,45 %

    mengalami kenaikan sebesar 13,9 %.

    Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem

    Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam

    pembelajaran PPKn.

    2.3 Kerangka berfikir

    Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan landasan teori dapat

    dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut: Pencapaian tujuan pembelajaran

    merupakan harapan bagi semua guru, dan sebagai tolak ukurnya adalah hasil belajar siswa.

    Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa baik itu faktor dari

    dalam diri siswa (intern) maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern). Salah

    satu faktor yang mempengaruhi yaitu metode mengajar guru. Untuk itu seorang guru harus

    mampu memilih metode yang sesuai dan tepat. Metode mengajar yang baik adalah metode

    yang mampu menumbuhkan semangat belajar pada diri siswa, mampu membuat siswa aktif,

    kreatif dan mudah memahami pelajaran. Namun pada prakteknya guru-guru masih enggan

    untuk meninggalkan metode ceramah dimana pelajaran hanya terpusat pada guru. Metode

    ceramah memang mudah untuk digunakan, tetapi hendaknya perlu diperhatikan bahwa tidak

    semua materi pelajaran akan sesuai bila diterapkan metode ini.

    Penerapan metode konvensional dalam pembelajaran PPKn kurang dapat

    menumbuhkan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar. Rendahnya keaktifan siswa

    tersebut akan mempengaruhi hasil belajar siswa, apabila keaktifan siswa rendah maka hasil

    belajar siswa pun rendah. Untuk mengatasinya akan dicobakan model pembelajaran Probem

    Based Learning (PBL) yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil

    belajar siswa, karena apabila keaktifan siswa dapat meningkat, maka hasil belajar siswa

    juga akan mengalami peningkatan. Seperti yang ditegaskan Rideout dalam Yatim Riyanto

    (2009:287) karakteristik dari PBL yaitu: (1) suatu kurikulum yang disusun berdasarkan

    masalah relevan dengan hasil akhir pembelajaran yang diharapkan, bukan berdasarkan topik

  • atau bidang ilmu dan (2) disediakannya kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok

    bekerja/belajar secara mandiri dan/atau kolaborasi dengan aktif, menggunakan pemikiran

    kritis, dan membangun semangat untuk belajar seumur hidup. Metode pembelajaran

    Probem Based Learning (PBL) diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut sesuai

    dengan kondisi yang terjadi di SMK N 3 Salatiga sehingga siswa dapat belajar secara aktif

    guna meningkatkan hasil belajarnya.

    2.4 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian yang relevan di atas, maka

    hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Problem Based

    Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam mata pelajaran

    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di kelas XII Geomatika SMK

    Negeri 3 Salatiga Semester 1 Tahun Ajaran 2017/2018

    Pembelajaran PPKN

    Pembelajaran masih berpusat

    pada guru (model

    pembelajaran ceramah dan

    media yang kurang memadai) Hasil belajar siswa rendah

    Siswa kurang aktif

    Pembelajaran berpusat pada

    siswa dengan Model

    pembelajaran Problem Based

    Learning Hasil belajar

    siswa

    Keaktifan siswa

    meningkat

    Perbaikan