bab ii kajian pustakarepository.stei.ac.id/2058/3/bab 2.pdf6 bab ii kajian pustaka 2.1. review hasil...

18
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Review Hasil Penelitian Terdahulu Menurut Rahardiyanti dan Abdurachman (2012), faktor kemudahan penggunaan sistem, kegunaan sistem, dan kualitas sistem aplikasi pengelolaan BMN (SIMAK-BMN) berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengelolaan BMN. Sedangkan, faktor kualitas informasi, tingkat pendidikan, dan lama penggunaan tidak berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penggunaan sistem tersebut. Kualitas sistem mempengaruhi efektivitas sistem itu sendiri (Delone dan Mclean, 1992). Kualitas sistem yang lebih baik diharapkan mengarah pada kepuasan pengguna dan penggunaan sehingga mengarah pada dampak positif individu dan meningkatkan produktivitas organisasi (Delone dan Mclean, 2003). Kualitas sistem harus tetap menjadi variabel dalam mengukur keberhasilan suatu sistem informasi, meskipun variabilitas yang dirasakan berdampak lebih kecil pada hasil yang diinginkan (Delone dan Mclean, 2016). Efektivitas dari suatu sistem tersebut dapat diintepretasikan melalui kepuasan pengguna sistem (Remenyi et al., 2007). Hasil penelitian tersebut semakin diyakinkan dengan kesimpulan penelitian dari Delone dan Mclean (1992, 2003), Livari (2005), Wahyuni (2011), Arifin (2012), Roky dan Meriouh (2015), Mardiana et al. (2015), Saputro et al. (2015), Stefanovic (2016), Rukmiyati (2016), Antong dan Usman (2017), Ikhyanuddin (2017), dan Krisdiyantoro et al. (2018) yang menyatakan secara umum bahwa kualitas sistem berpengaruh pada kepuasan pengguna sistem. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Subchan et al., (2012) dan Al-Fraihat et al., (2020) yang menyimpulkan bahwa faktor kualitas sistem tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pada suatu sistem yang digunakan. “Technical system quality did not significantly affect the use of the e-learning system” (Al-Fraihat et all., 2020). Faktor kemudahan penggunaan menurut Rahardiyanti dan Abdurachman (2012) dapat dijadikan indikator penilaian efektivitas suatu sistem. Hal tersebut dikarenakan SIMAK-BMN sangat mudah digunakan dalam penanganan barang

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. Review Hasil Penelitian Terdahulu

    Menurut Rahardiyanti dan Abdurachman (2012), faktor kemudahan

    penggunaan sistem, kegunaan sistem, dan kualitas sistem aplikasi pengelolaan

    BMN (SIMAK-BMN) berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas

    pengelolaan BMN. Sedangkan, faktor kualitas informasi, tingkat pendidikan, dan

    lama penggunaan tidak berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penggunaan

    sistem tersebut. Kualitas sistem mempengaruhi efektivitas sistem itu sendiri

    (Delone dan Mclean, 1992). Kualitas sistem yang lebih baik diharapkan mengarah

    pada kepuasan pengguna dan penggunaan sehingga mengarah pada dampak

    positif individu dan meningkatkan produktivitas organisasi (Delone dan Mclean,

    2003). Kualitas sistem harus tetap menjadi variabel dalam mengukur keberhasilan

    suatu sistem informasi, meskipun variabilitas yang dirasakan berdampak lebih

    kecil pada hasil yang diinginkan (Delone dan Mclean, 2016).

    Efektivitas dari suatu sistem tersebut dapat diintepretasikan melalui

    kepuasan pengguna sistem (Remenyi et al., 2007). Hasil penelitian tersebut

    semakin diyakinkan dengan kesimpulan penelitian dari Delone dan Mclean (1992,

    2003), Livari (2005), Wahyuni (2011), Arifin (2012), Roky dan Meriouh (2015),

    Mardiana et al. (2015), Saputro et al. (2015), Stefanovic (2016), Rukmiyati

    (2016), Antong dan Usman (2017), Ikhyanuddin (2017), dan Krisdiyantoro et al.

    (2018) yang menyatakan secara umum bahwa kualitas sistem berpengaruh pada

    kepuasan pengguna sistem. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Subchan et

    al., (2012) dan Al-Fraihat et al., (2020) yang menyimpulkan bahwa faktor kualitas

    sistem tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pada suatu

    sistem yang digunakan. “Technical system quality did not significantly affect the

    use of the e-learning system” (Al-Fraihat et all., 2020).

    Faktor kemudahan penggunaan menurut Rahardiyanti dan Abdurachman

    (2012) dapat dijadikan indikator penilaian efektivitas suatu sistem. Hal tersebut

    dikarenakan SIMAK-BMN sangat mudah digunakan dalam penanganan barang

  • 7

    milik negara. Hasil penelitian yang serupa dalam menilai efektivitas suatu sistem

    ditinjau dari variabel kemudahaan penggunaan juga ditemui pada penelitian

    Stapples dan Seddon (2004) dan Kassim et al. (2012). Mereka menggunakan

    variabel kemudahan penggunaan (ease of use) untuk mengukur keefektifan suatu

    sistem informasi. Indikator yang dijadikan pengukuran variabel tersebut adalah

    mudah digunakan (easy to use), mudah dipelajari (user friendly), dan mudah

    untuk mendapatkan hal yang dibutuhkan melalui sistem (easy to get the system to

    do what need to do).

    Menurut Nasrudin (2015), informasi yang mampu disajikan oleh aplikasi

    (SIMAK-BMN) dan kualitas kemampuan pengguna menentukan tingkat

    efektivitas penggunaan sistem tersebut dalam proses pengelolaan aset negara.

    Kesimpulan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua faktor yaitu kualitas

    informasi dan kompetensi pengguna. Efektivitas suatu sistem yang dinilai melalui

    kualitas informasi juga dapat ditemui pada penelitian yang telah dilakukan Delone

    dan Mclean (1992; 2003), Livari (2005), Wahyuni (2011), Roky dan Meriouh

    (2015), Saputro et al. (2015), Stefanovic (2016), Rukmiyati (2016), Rosadi

    (2016), Antong dan Usman (2017), Ikhyanuddin (2017), Krisdiyantoro et al.

    (2018), dan Al-Fraihat et al. (2020). Namun, hal tersebut tidak sejalan dengan

    hasil penelitian Arifin (2012) yang menyimpulkan bahwa kualitas informasi yang

    dihasilkan tidak mempengaruhi kepuasan pengguna sistem tersebut. Hal tersebut

    dikarenakan informasi yang diperoleh dari sistem tidak benar-benar digunakan

    untuk kepentingan pihak tertentu. Rahardiyanti dan Abdurachman (2012) juga

    sependapat dengan Arifin dan Suryo (2012) yang menyimpulkan bahwa faktor

    kualitas informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap efektivitas penggunaan

    sistem. Hal tersebut dikarenakan para penggunanya adalah tingkat pelaksana dan

    tidak dituntut untuk menganalisa informasi yang dihasilkan sehingga mereka

    kurang menyadari kualitas informasi tersebut (Rahardiyanti dan Abdurachman,

    2012). Jadi, kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem tidak relevan dijadikan

    ukuran efektivitas penggunaan suatu sistem (Arifin, 2012).

    Faktor kompetensi pengguna yang menurut Nasrudin (2015) dapat dijadikan

    indikator pengukuran efektivitas suatu sistem juga ditemui pada hasil penelitian

    Veriana dan Budiartha (2016), Kusumawati dan Ayu (2019), dan Putri dan

  • 8

    Srinandi (2020). Secara umum, mereka menyimpulkan bahwa suatu sistem efektif

    digunakan apabila didukung oleh faktor kompetensi pengguna yang memadai.

    Kinerja individu atau pemakai (user) yang baik akan meningkatkan efektivitas

    penerapan suatu sistem informasi (Kusumawati dan Ayu, 2019). Semakin tinggi

    kemampuan teknik pemakai sistem informasi maka kualitas kinerja yang

    dihasilkan akan meningkat (Veriana dan Budiartha, 2016). Kemampuan teknik

    personal akan membantu pemakai untuk menciptakan laporan yang akurat,

    sehingga semakin tinggi tingkat kemampuan teknik personal maka efektivitas

    penggunaan sistem semakin meningkat (Putri dan Srinandi, 2020). Kompetensi

    teknis yang tersedia merupakan variabel dalam penilaian efektivitas suatu sistem

    pada faktor ekspektasi pengguna (factor of expectation). Variabel tersebut diukur

    menggunakan indikator tingkat pelatihan pengguna (extent of user training),

    pemahaman pengguna tentang sistem (user understanding of the system), dan

    tingkat kompetensi teknis yang tinggi (high degree of technical competence)

    (Remenyi et al., 2007:198).

    Menurut Remenyi et al. (2007), salah satu faktor penilaian efektivitas suatu

    sistem adalah dengan menilai akses sistem (system access) tersebut. Secara

    sederhana, akses sistem dapat diintepretasikan sebagai aksesibilitas. Pengukuran

    efektivitas suatu sistem ditinjau dari variabel aksesibilitas dapat dinilai dengan

    indikator yang didapat dari faktor persepsi tampilan sistem (perceptions of

    performance). Terdapat 4 (empat) indikator untuk menilai hal tersebut,

    diantaranya yaitu flexibility of the system to produce professional reports, user’s

    understanding of the system, documentation to support training, dan low

    percentage of hardware and software downtime. Faktor spesifik yang

    berpengaruh pada kesuksesan suatu sistem informasi adalah dengan peningkatan

    kualitas sistem dan kualitas layanan yang dibutuhkan seperti kesiapan pada

    sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut dapat berupa jaringan

    komunikasi (internet) yang dapat mengakomodir sistem yang terintegrasi

    sehingga dapat menjangkau setiap titik yang ada (Ikhyanuddin, 2017). Dukungan

    jaringan (internet) merupakan salah satu indikator kecanggihan teknologi

    informasi. Kecanggihan teknologi informasi juga dapat berpengaruh pada

    efektivitas penggunaan suatu sistem (Putri dan Srinandi, 2020).

  • 9

    Menurut Tulungen (2014) faktor penatausahaan BMN mempengaruhi secara

    signifikan terhadap pengelolaan aset pada suatu entitas publik. Disamping

    beberapa faktor lainnya seperti faktor perencanaan, penggunaan, dan bimbingan

    teknis yang disediakan. Penatausahaan BMN dapat dinilai efektif apabila ditinjau

    dari sisi Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan telah dilaksanakan sesuai

    dengan standar prosedur yang ditetapkan. Namun, apabila tidak didukung oleh

    sumber daya manusia yang cukup dan kompeten maka penatausahaan BMN tidak

    akan berjalan secara efektif (Saragih, 2017). Arifin dan Suryo (2012)

    menyimpulkan bahwa perlu adanya peninjauan kembali terhadap penggunaan

    sistem oleh suatu entitas publik sehingga nilai tambah yang diharapkan dengan

    penggunaan sistem tersebut dapat tercapai. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

    evaluasi dan pendidikan (bimbingan teknis) bagi aparatur pemerintah selaku

    user/operator sistem tersebut.

    2.2. Landasan Teori

    2.2.1. Delone-Mclean Model for IS Success

    Model untuk menilai keberhasilan suatu sistem informasi telah dibangun

    oleh William H. DeLone dan Ephraim R. McLean pada tahun 1992. Model

    tersebut dikenal dengan istilah Delone-Mclean Model for IS Success. Menurut

    Delone dan Mclean (1992), kesuksesan sistem informasi dapat diukur melalui

    enam komponen yaitu kualitas sistem (system quality), kualitas informasi

    (information quality), penggunaan (use), kepuasan pemakai (user satisfaction),

    dampak individual individu (individual impact), dan dampak organisasional

    (organizational impact). Implementasi keberhasilan penerapan suatu sistem

    informasi dapat ditinjau dari karakteristik kualitatif sistem informasi tersebut.

    Karakter kualitatif yang dimaksud yaitu kualitas output sistem yang berupa

    informasi yang dihasilkan, manfaat penggunaan dari output yang dihasilkan,

    respon pengguna terhadap sistem informasi yang digunakan, pengaruh sistem

    informasi terhadap niat pengguna, dan dampak pada kinerja organisasi. Delone-

    Mclean Model for IS Success (1992) dapat ditampilkan pada gambar 2.1 sebagai

    berikut.

  • 10

    Gambar 2.1. DeLone-McLean IS Success Model (1992)

    Sumber: Information Systems Success: The Quest For The Dependent Variable

    (Delone dan Mclean, 1992)

    Berdasarkan kritik, perkembangan sistem teknologi informasi, dan

    perubahan pada lingkungan penggunaan, Delone-Mclean Model for IS Success

    diperbarui (DeLone dan McLean, 2003). Model yang telah diperbarui tersebut

    dikenal dengan istilah Updated D&M IS Success Model. Pada model ini, variabel

    kualitas pelayanan (service quality) ditambahkan sebagai komponen untuk

    menilai keberhasilan suatu sistem informasi. Kemudian, dampak individual

    (individual impact) dan dampak organisasi (organizational impact) dikelompokan

    menjadi satu kategori sehingga menjadi komponen dengan istilah manfaat bersih

    (net benefits). Variabel minat memakai (intention to use) juga ditambahkan

    sebagai alternatif dari variabel penggunaan (use). Model DeLone dan McLean

    yang diperbarui (Updated D&M IS Success Model) dapat ditampilkan pada

    gambar 2.2 sebagai berikut.

    Gambar 2.2. Updated D&M IS Success Model (2003)

    Sumber: The Delone And McLean Model of Information Systems Success:A Ten-Year Update

    (Delone dan McLean, 2003)

  • 11

    Berdasarkan suatu pertimbangan, Delone dan McLean (2016) berpendapat

    bahwa perlu adanya perubahan tambahan pada model Updated Delone dan

    McLean (2003). Pertama, istilah Net Benefits diubah menjadi Net Impacts. Istilah

    yang lebih tepat digunakan untuk mewakili titik akhir kesuksesan sebuah sistem

    adalah Net Impacts. Karena, model tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk

    mengenali hasil positif dan negatif yang dapat terjadi. Sedangkan, istilah Net

    Benefits hanya menyiratkan akan hasil positif saja. Hasil positif akan mengarah

    pada tingkat penggunaan dan kepuasan pengguna yang lebih tinggi. Sebaliknya,

    hasil negatif akan mengarah pada tingkat penggunaan dan kepuasan pengguna

    yang lebih rendah. Kedua, mengenali kebutuhan akan rangkaian tambahan umpan

    balik (feedback). Dengan meningkatnya pengalaman pengguna dalam

    menggunakan sistem, masalah yang sering dihadapi akan terungkap dan

    kemungkinan untuk dilakukan perbaikan dapat terjadi. Hal tersebut lebih

    mengarah pada dilakukannya perubahan dan pembaharuan sistem atau yang lebih

    dikenal dengan maintenance atau pemeliharaan. Perubahan ini merupakan evolusi

    proses siklus hidup sistem (Delone dan McLean, 2016). Untuk menangkap

    gambaran secara grafis, panah umpan balik ditampilkan sebagaimana dari Use dan

    User Satisfaction kembali ke System Quality, Information Quality, dan Service

    Quality. Revisi hasil dimodifikasi dari Updated Delone dan McLean (2003)

    ditunjukkan pada gambar 2.3 sebagai berikut.

    Gambar 2.3. Updated Delone and McLean IS Success Model (modified)

    Sumber: Information Systems Success Measurement (Delone dan McLean, 2016)

  • 12

    Kualitas sistem berfokus pada sistem itu sendiri. Kualitas sistem

    mempengaruhi efektivitas sistem itu sendiri (Delone dan Mclean, 1992). Kualitas

    sistem yang lebih baik diharapkan mengarah pada kepuasan pengguna dan

    penggunaan sehingga mengarah pada dampak positif individu dan meningkatkan

    produktivitas organisasi (Delone dan Mclean, 2003). Kualitas sistem harus tetap

    menjadi variabel dalam mengukur keberhasilan suatu sistem informasi, meskipun

    variabilitas yang dirasakan berdampak lebih kecil pada hasil yang diinginkan

    (Delone dan Mclean, 2016). Untuk menilai kualitas sistem dapat menggunakan

    indikator seperti ketersediaan, fleksibilitas sistem, waktu respon, dan integrasi

    (Delone dan Mclean, 2003). Kualitas sistem dapat dinilai melalui akurasi dan

    efisiensi dari sistem dalam menghasilkan informasi serta manfaat output sistem

    bagi pengguna. Kualitas sistem yang baik dapat mempengaruhi tingkat

    penggunaan sistem.

    Komponen lain dari model kesuksesan sistem informasi DeLone dan

    McLean adalah kualitas informasi. Kualitas informasi mengukur kualitas keluaran

    dari sistem informasi (DeLone dan McLean, 1992). Kualitas informasi telah

    terbukti berhubungan dengan manfaat penggunaan sistem (DeLone dan McLean,

    2003). Kualitas informasi merupakan faktor penting dalam memberikan kontribusi

    terhadap kepuasan pengguna (Delone dan Mclean, 2016). Informasi yang baik

    akan meningkatkan pengambilan keputusan sehingga akan berpengaruh pada

    lingkungan kerja dalam hal peningkatan moral staf dan membuat pekerjaan lebih

    menarik (Krisdiyantoro et al., 2018). Untuk menilai kualitas informasi dapat

    menggunakan indikator seperti kelengkapan, kehandalan, kegunaaan, dan

    ketepatan. Peneliti sangat dianjurkan untuk memasukkan ukuran kualitas

    informasi sebagai dimensi yang penting dalam pengukuran keberhasilan sistem

    informasi (DeLone dan McLean, 2003).

    2.2.2. The Effective Measurement and Management of ICT Costs & Benefits

    Dalam literatur (Remenyi et al., 2007:178) dijelaskan bahwa fungsi

    teknologi informasi suatu organisasi meliputi pengembangan, implementasi, dan

    pemeliharaan berbagai sistem. Sistem dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan

    di semua tingkatan dalam organisasi. Oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi

    untuk menilai keberhasilan suatu sistem. Dalam mengevaluasi keberhasilan atau

  • 13

    efektivitas sistem tersebut, perlu dilakukan evaluasi kinerja sistem pada tingkat

    individu dan tingkat agregat kinerja individu sebagai ukuran keberhasilan atau

    efektivitas suatu sistem. Terutama di organisasi di mana terdapat tingkat

    desentralisasi fungsi teknologi informasi yang tinggi, evaluasi tidak terlalu

    terfokus pada suatu bagian namun lebih pada pengguna sistem informasi.

    Manajemen membutuhkan suatu instrumen untuk dapat mengukur efektivitas

    fungsi sistem dalam organisasi yang dijalankan. Tujuannya adalah mengetahui

    tingkat keberhasilan capaian selama menggunakan sistem informasi tersebut.

    Kepuasan pengguna informasi (user information satisfaction) umumnya

    diakui sebagai indikator penting dalam mengukur efektivitas suatu sistem

    informasi. Kepuasan pengguna informasi adalah hasil dari perbandingan

    ekspektasi pengguna atau kebutuhan (user expectations) suatu sistem informasi

    dengan kinerja yang dirasakan atau kemampuan (perceived performance) sistem

    tersebut. Tren yang berkembang mengarah pada pemanfaatan pengukuran

    kepuasan pengguna sebagai pengganti untuk menilai efektivitas sistem informasi.

    Hal ini adalah pendekatan holistik yang memungkinkan perusahaan untuk

    mengukur efektivitas sistem informasi. Pengukuran fisik langsung juga dapat

    digunakan sebagai komponen dalam menilai efektivitas suatu sistem. Dalam

    kondisi yang kompleks, teknik-teknik sederhana tidak dapat lagi digunakan

    sebagai alat ukur. Oleh karenanya, persepsi kinerja (perceptions of performance)

    jadi bagian penting dari proses untuk mengukur efektivitas keseluruhan sistem

    informasi.

    Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang penilaian suatu

    sistem, analisis faktor dilakukan pada capaian dan kinerja data (Remenyi et al.,

    2007:198). Analisis faktor yang mendasari ditentukan melalui prosedur komponen

    utama pada paket perangkat lunak yang digunakan. Faktor-faktor tersebut dapat

    diindentifikasi melalui beberapa indikator sebagaimana pada tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Hasil Analisis Faktor-Faktor Penilaian Sistem Informasi

    Factor of Expectation

    Faktor 1: Ease of use

    (Kemudahan penggunaan)

    a. Help with model/database

    development

  • 14

    b. Positive attitude of information

    system staff to users

    c. Standardization of hardware

    d. Documentation to support training

    Faktor 2: Modernness

    (Keterbaruan)

    a. Up-to-dateness of software

    b. Up-to-dateness of hardware

    Faktor 3: System’s control

    (Sistem pengendalian)

    a. Overall cost effectiveness of

    information systems

    b. Data security and privacy.

    c. Participation in the planning of the

    system requirements

    Faktor 4: Technical competence

    available

    (Kompetensi teknis yang tersedia)

    a. Extent of user training

    b. User understanding of the system

    c. A high degree of technical

    competence

    Factor Perceptions of Performance

    Faktor 1: Effective benefits

    (Manfaat efektif)

    a. Ability of the system to improve

    personal productivity

    b. Ability of the system to enhance the

    learning experience of students

    c. System response time

    d. User confidence in systems

    e. Extent of user training

    Faktor 2: Modernness

    (Keterbaruan)

    a. System’s responsiveness to changing

    user needs

    b. Degree of control users have over

    their systems

    c. Up-to-dateness of hardware

    d. Standardization of hardware

    Faktor 3: Systems Access

    (Aksesibilitas)

    a. Flexibility of the system to produce

    professional reports.

  • 15

    b. User’s understanding of the system

    c. Documentation to support training

    d. A low percentage of hardware and

    software downtime

    Faktor 4: Quality of service

    (Kualitas layanan)

    a. Positive attitude of IS staff to users

    b. Fast response time from support

    Sumber: The Effective Measurement and Management of ICT Costs & Benefits

    (Remenyi et al., 2007:198)

    2.2.3. Penatausahaan BMN

    Penatausahaan BMN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara. Melalui PMK

    tersebut dijelaskan bahwa BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh

    atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari

    perolehan lainnya yang sah. Sedangkan, penatausahaan merupakan rangkaian

    kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai

    dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    Ruang lingkup penatausahaan BMN meliputi: a. Pembukuan, adalah

    kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang yang ada pada

    Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan Pengelola Barang menurut

    penggolongan dan kodefikasi barang; b. Inventarisasi, adalah kegiatan untuk

    melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN; dan c.

    Pelaporan, adalah serangkaian kegiatan penyusunan dan penyampaian data dan

    informasi yang dilakukan oleh unit akuntansi yang melakukan Penatausahaan

    BMN pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan Pengelola Barang.

    Pelaksana Penatausahaan adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN

    pada Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang, dan Pengelola Barang.

    Penatausahaan BMN pada Pengguna Barang dilakukan oleh Pelaksana

    Penatausahaan yang terdiri atas:

    a. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB);

    UAKPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada tingkat satuan

    kerja/Kuasa Pengguna Barang.

    b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W);

  • 16

    UAPPB-W adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan

    Penatausahaan BMN pada tingkat wilayah atau unit kerja lain yang ditetapkan

    sebagai UAPPB-W oleh Pengguna Barang.

    c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-El); dan

    UAPPB-El adalah unit yang membantu Pengguna Barang dalam melakukan

    Penatausahaan BMN pada tingkat Unit Eselon I Pengguna Barang.

    d. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB).

    UAPB adalah unit yang melakukan Penatausahaan BMN pada Pengguna

    Barang.

    UAKPB menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) yang terdiri

    atas: a. LBKP semesteran, yaitu laporan yang menyajikan posisi BMN pada awal

    dan akhir suatu semester serta mutasi yang terjadi selama semester tersebut; dan b.

    LBKP tahunan, yaitu laporan yang menyajikan posisi BMN pada awal dan akhir

    tahun serta mutasi yang terjadi selama tahun tersebut. Dalam hal Pengguna

    Barang/Kuasa Pengguna Barang tidak melakukan pendaftaran BMN ke dalam

    Daftar Barang, Pengelola Barang dapat menolak usulan pemanfaatan,

    pemindahtanganan atau penghapusan terhadap BMN yang digunakan oleh

    Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Disamping itu, bagi Pengguna

    Barang/Kuasa Pengguna Barang yang tidak melaksanakan penyampaian laporan

    dan/atau pelaksanaan pemutakhiran dan rekonsiliasi sebagaimana diatur dalam

    PMK tentang Penatausahaan BMN, Pengelola Barang berwenang untuk

    menerbitkan surat peringatan dan memberikan rekomendasi pengenaan sanksi

    penundaan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Penerbitan surat

    peringatan dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah batas akhir waktu

    Pemutakhiran dan Rekonsiliasi data BMN.

    2.2.4. Sistem Manajemen Aset Negara

    Menurut Siregar (2004), yang dimaksud dengan “aset” adalah barang atau

    sesuatu barang yang memiliki economic value, commercial value atau exchange

    value yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Kaganova dan

    McKellar dalam Hariyono (2007) berpendapat bahwa manajemen aset dapat

    didefinisikan sebagai “the process of decision making and implementation

    relating to the acquisition, use, and disposal of real property”. Sedangkan,

  • 17

    Tulungen (2014) mendefinisikan manajemen aset berupa suatu sistem

    penatalaksanaan atau suatu unit fungsional yang berfungsi atau bertugas untuk

    mengoperasikan seperangkat sumber daya (SDM, uang, mesin, barang dan waktu)

    dan seperangkat instrumen (metode, standar atau kriteria) untuk mencapai suatu

    tujuan.

    Melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-220/MK.06/2015 tanggal 26 Juni

    2015 perihal Launching Sistem Informasi Manajemen Aset Negara, Fitur Master

    Aset, Perekemanan Surat Keputusan, Pemutakhiran Data, dan Perencanaan

    Kebutuhan BMN ditetapkan bahwa manajemen aset/pengelolaan BMN di

    lingkungan kementerian/lembaga pemerintahan menggunakan aplikasi SIMAN.

    SIMAN (Sistem Informasi Manajemen Aset Negara) merupakan aplikasi

    serbaguna pengelolaan BMN, yaitu mulai dari perencanaan, pengelolaan,

    penatausahaan, pemeliharaan dan penghapusannya. SIMAN diharapkan akan

    dapat memudahkan pengelolaan BMN (DJKN, 2014). Aplikasi yang digunakan

    untuk mendukung proses pengelolaan BMN ini berbasis internet sehingga setiap

    saat dapat diakses/di-update oleh Pengelola dan Pengguna Barang.

    Gambar 2.4. User SIMAN

    Sumber: www.djkn.kemenkeu.go.id

    Data SIMAN bersumber dari data SIMAK BMN. SIMAN menyiapkan fitur

    untuk melengkapi data SIMAK BMN dengan atribut aset dalam rangka

    mendukung pengelolaan BMN, seperti: identitas aset, riwayat pengelolaan,

    riwayat pemeliharaan, riwayat penilaian, riwayat pemakai, riwayat mutasi, lokasi

  • 18

    posisi GPS, foto dan dokumen digital (DJKN, 2014).

    Melalui Surat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor S-

    1394/KN/2015 tanggal 22 Oktober 2015 perihal penggunaan Aplikasi SIMAN,

    diatur mengenai standard perangkat kerja SIMAN (WEBSIMAN, 2015) guna

    meminimalisir kendala dalam implementasi dan aksesibilitas penggunaan

    SIMAN, yang meliputi:

    a. komputer/laptop dengan spesifikasi Operating System minimal Windows 7

    Service Pack 1 dengan kapasitas RAM min. 2 GB;

    b. koneksi internet untuk menghubungkan komputer/laptop Pengguna Barang

    dengan database SIMAN;

    c. perangkat pendukung lainnya untuk digitalisasi dokumentasi pengelolaan

    BMN antara lain scanner dan kamera digital.

    2.3. Hubungan antar Variabel Penelitian

    Dalam banyak penelitian, kesuksesan sistem informasi diintepretasikan

    sebagai kepuasan pengguna (user satisfaction) (Arifin dan Suryo, 2012). Pada

    umumnya, efektivitas suatu sistem informasi dapat diukur dengan model Delone

    dan Mclean (1992). Namun, pada penelitian ini beberapa variabel pengukuran

    efektivitas sistem informasi model Delone dan Mclean dikombinasikan dengan

    variabel pada literatur karya Remenyi et al. (2007) dan telaah penelitian terdahulu.

    Pada penelitian ini, variabel bebas dimaksudkan untuk mengukur pengaruh

    SIMAN terhadap penatausahaan BMN dengan faktor-faktor yang telah

    ditentukan. Sedangkan, variabel terikatnya adalah kepuasan pengguna yang

    diintepretasikan dalam penatusahaan BMN. Oleh karena itu, didapatkan variabel

    bebas diantaranya kualitas sistem, kualitas informasi yang dihasilkan, kemudahan

    penggunaan, aksesibilitas pengguna, dan kompetensi pengguna. Variabel kualitas

    sistem dan kualitas informasi yang dihasilkan merujuk variabel pada model

    Delone dan Mclean dan mengadopsi dari penelitian terdahulu seperti penelitian

    oleh Livari ( 2005), Wahyuni (2011), Arifin dan Suryo (2012), Rahardiyanti dan

    Abdurachman (2012), Roky dan Meriouh (2015), Mardiana et al. (2015),

    Nasrudin (2015), Saputro et al. (2015), Stefanovic (2016), Rukmiyati (2016),

    Antong dan Usman (2017), Ikhyanuddin (2017), Krisdiyantoro et al. (2018), dan

    Al-Fraihat et al. (2020). Sedangkan, variabel kemudahan penggunaan mengadopsi

  • 19

    variabel pada penelitian Staples dan Seddon (2004), Remenyi et al. (2007),

    Kassim et al. (2012), dan Rahardiyanti dan Abdurachman (2012). Selanjutnya,

    untuk variabel aksesibilitas pengguna mengadopsi variabel pada penelitian

    Remenyi et al. (2007) dan Putri dan Srinandi (2020). Untuk variabel kompetensi

    pengguna diadopsi dari variabel penelitian oleh Remenyi et al. (2007), Arifin dan

    Suryo (2012), Nasrudin (2015), Veriana dan Budiartha (2016), Saragih (2017),

    Kusumawati dan Ayu (2019), dan Putri dan Srinandi (2020). Variabel terikat pada

    penelitian ini adalah penatausahaan BMN yang fokusnya pada output yang

    dihasilkan melalui sistem informasi manajemen aset negara (SIMAN). Output

    tersebut berupa laporan data BMN satuan kerja yang dapat disajikan secara

    lengkap, akurat, dan tepat waktu. Dalam artian menunjukan bahwa penatausahaan

    BMN melalui SIMAN telah berjalan secara optimal, efisien, dan efektif. Adapun

    variabel terikat tersebut merujuk pada penelitian Tulungen (2014) dan Saragih

    (2017) yang menilai bahwa pengelolaan BMN dapat berjalan efektif dengan

    dukungan beberapa variabel bebas pada penelitian ini.

    2.4. Pengembangan Hipotesis

    Berdasarkan telaah pada model Delone dan Mclean dalam menilai

    keberhasilan suatu sistem informasi (Delone dan Mclean, 1992; 2003) dan

    literatur karya Remenyi et al. (2007) pada The Effective Measurement and

    Management of ICT Costs & Benefits serta penelitian-penelitian terdahulu

    sehingga didapatkan hipotesis penelitian sebagai berikut.

    2.4.1. Kualitas Sistem dan Penatausahaan BMN

    Kualitas sistem informasi dapat dijelaskan sebagai karakteristik dari

    informasi yang melekat mengenai sistem itu sendiri (Delone dan Mclean, 1992).

    Kualitas sistem yang lebih baik diharapkan mengarah pada kepuasan pengguna

    dan penggunaan sehingga mengarah pada dampak positif individu dan

    meningkatkan produktivitas organisasi (Delone dan Mclean, 2003). Kualitas

    sistem harus tetap menjadi variabel dalam mengukur keberhasilan suatu sistem

    informasi, meskipun variabilitas yang dirasakan berdampak lebih kecil pada hasil

    yang diinginkan (Delone dan Mclean, 2016). Kualitas sistem berkaitan dengan

    ukuran kualitas sistem teknologi informasi tersebut (Rosadi, 2016). Kualitas

    sistem berpengaruh paling signifikan pada kepuasan pengguna (Stefanovic, 2016).

  • 20

    Namun, sedikit berbeda dengan hasil penelitian Subchan et al. (2012) dan Al-

    Fraihat et all. (2020). Kualitas sistem berpengaruh langsung terhadap kepuasan

    pengguna, tetapi tidak signifikan. Karena, pengguna menilai kualitas sistem sudah

    cukup tersedia dari sisi kebutuhan pengguna untuk mendapatkan informasi

    (Subchan et al., 2012). Kualitas sistem juga secara teknis tidak signifikan

    mempengaruhi penggunanya karena sistem tersebut tetap digunakan terlepas dari

    kualitasnya (Al-Fraihat et al., 2020). Implementasi kepuasan pengguna

    difokuskan pada manfaat yang dirasakan dari kualitas sistem tersebut dalam

    proses penatausahaan BMN. Oleh karena adanya perbedaan hasil penelitian yang

    telah diuraikan, variabel kualitas sistem pada penelitian Rahardiyanti dan

    Abdurachman (2012) dalam menilai efektivitas SIMAK-BMN dijadikan rujukan

    sebagai penyusunan hipotesis penelitian yang pertama. Sebagaimana sistem

    pengelolaan BMN pada satuan kerja pemerintah saat ini menggunakan SIMAN.

    H1: Kualitas sistem aplikasi SIMAN berpengaruh terhadap penatausahaan BMN.

    2.4.2. Kualitas Informasi yang Dihasilkan dan Penatausahaan BMN

    Kualitas informasi mengukur kualitas keluaran dari sistem informasi.

    Kualitas informasi (information quality) merupakan ukuran dimana informasi

    yang dihasilkan oleh sistem bermanfaat bagi pengguna dalam menyelesaikan

    pekerjaan. Kualitas informasi memiliki dampak terhadap penggunaan (DeLone

    dan McLean, 1992). Kualitas informasi telah terbukti berhubungan dengan

    manfaat penggunaan sistem (DeLone dan McLean, 2003). Kualitas informasi

    merupakan faktor penting dalam memberikan kontribusi terhadap kepuasan

    pengguna (Delone dan Mclean, 2016).

    Informasi yang mampu disajikan oleh sistem menentukan tingkat efektivitas

    penggunaan sistem tersebut (Nasrudin, 2015). Apabila informasi yang dihasilkan

    melalui sistem sangat akurat, maka akan bermanfaat bagi peningkatan kualitas

    kinerja para pegawai dan kualitas informasi yang disajikan bagi pihak yang

    berkepentingan (Antong dan Usman, 2017). Kualitas Informasi berpengaruh

    positif pada kepuasan pengguna sehingga semakin tinggi tingkat kualitas

    informasi yang dihasilkan maka tingkat kepuasan yang dirasakan pengguna akan

    meningkat (Livari, 2004). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

    Arifin dan Suryo (2012) dan Rahardiyanti dan Abdurachman (2012). Kualitas

  • 21

    informasi yang dihasilkan oleh sistem tidak relevan dijadikan ukuran efektivitas

    penggunaan suatu sistem (Arifin dan Suryo, 2012). Karena, para penggunanya

    adalah tingkat pelaksana dan tidak dituntut untuk menganalisa informasi yang

    dihasilkan, mereka kurang menyadari kualitas informasi tersebut (Rahardiyanti

    dan Abdurachman, 2012). Oleh karena itu, perbedaan hasil penelitian yang telah

    diuraikan menjadi rujukan untuk hipotesis penelitian yang kedua.

    H2: Kualitas informasi yang dihasilkan SIMAN berpengaruh terhadap

    penatausahaan BMN.

    2.4.3. Kemudahan Penggunaan dan Penatausahaan BMN

    Kemudahan penggunaan dapat menjadi salah satu indikator penilaian

    efektivitas SIMAK-BMN pada pengelolaan barang milik negara (Rahardiyanti

    dan Abdurachman, 2012). Stapples dan Seddon (2004) dan Kassim et al. (2012)

    mendapati bahwa variabel kemudahaan penggunaan (ease of use) bisa menjadi

    indikator penilaian efektivitas suatu sistem. Jika sistem sesuai dengan kebutuhan

    pengguna (misal: tugas mereka) dan kemampuan mereka, maka hal itu memiliki

    dampak positif pada kinerja dan lebih bermanfaat bagi pencapaian tugas (Steples

    dan Seddon, 2004). Kemudahaan penggunaan (ease of use) menjadi salah satu

    pengukuruan yang umum untuk menilai penggunaan sistem (Kassim et al., 2012).

    Dalam proses penatausahaan BMN yang cukup kompleks, dukungan yang

    memadai dari tools yang digunakan harus tersedia (Nasrudin, 2015). Oleh karena

    itu, faktor kemudahan penggunaan dapat dijadikan rujukan untuk penyusunan

    hipotesis yang ketiga.

    H3: Kemudahaan penggunaan SIMAN berpengaruh terhadap penatausahaan

    BMN.

    2.4.4. Aksesibilitas Pengguna dan Penatausahaan BMN

    Akses sistem (system access) merupakan salah satu faktor penilaian

    efektivitas suatu sistem (Remenyi et al., 2007). Akses sistem dapat

    diintepretasikan sebagai aksesibilitas. Pengukuran efektivitas suatu sistem ditinjau

    dari variabel aksesibilitas dapat dinilai dengan indikator dari faktor persepsi

    tampilan sistem (perceptions of performance). Indikator tersebut dapat diuraikan

    sebagai berikut: fleksibilitas sistem dalam menghasilkan laporan (flexibility of the

  • 22

    system to produce professional reports), pemahaman pengguna sistem (user’s

    understanding of the system), dokumentasi untuk mendukung penggunaan

    (documentation to support training), dan rendahnya persentase perangkat keras

    dan lunak sistem mengalami kerusakan (low percentage of hardware and software

    downtime). Dukungan jaringan (internet) merupakan salah satu indikator

    kecanggihan teknologi informasi. Kecanggihan teknologi informasi dapat

    berpengaruh pada efektivitas penggunaan suatu sistem (Putri dan Srinandi, 2020).

    Merujuk pada pernyataan tersebut, peneliti akan meninjau efektivitas

    penggunaaan SIMAN terhadap proses dalam penatausahaan BMN dari sisi

    aksesibilitas pengguna. Oleh karena itu, faktor aksesibilitas pengguna dijadikan

    dasar sebagai penyusunan hipotesis yang keempat.

    H4: Aksesibilitas pengguna SIMAN berpengaruh terhadap penatausahaan BMN.

    2.4.5. Kompetensi Pengguna dan Penatausahaan BMN

    Faktor kompetensi pengguna dapat menjadi salah satu indikator untuk

    mengukur efektivitas sistem yang digunakan dalam pengelolaan barang milik

    negara (Nasrudin, 2015). Efektivitas penerapan suatu sistem informasi akan

    meningkat jika didukung dengan kinerja individu atau pemakai (user) yang baik

    (Kusumawati dan Ayu, 2019). Semakin tinggi kemampuan teknik pemakai sistem

    informasi maka kualitas kinerja yang dihasilkan akan meningkat (Veriana dan

    Budiartha, 2016). Kemampuan teknik personal akan membantu pemakai untuk

    menciptakan laporan yang akurat, sehingga semakin tinggi tingkat kemampuan

    teknik personal maka efektivitas penggunaan sistem semakin meningkat (Putri

    dan Srinandi, 2020). Menurut Remenyi (2007:198), kompetensi teknis yang

    tersedia (technical competence available) merupakan variabel dalam penilaian

    efektivitas suatu sistem pada faktor ekspektasi pengguna (factor of expectation).

    Variabel tersebut diukur menggunakan indikator tingkat pelatihan pengguna

    (extent of user training), pemahaman pengguna tentang sistem (user

    understanding of the system), dan tingkat kompetensi teknis yang tinggi (high

    degree of technical competence). Oleh karena itu, faktor kompetensi pengguna

    dijadikan rujukan untuk menyusun hipotesis penelitian yang kelima.

    H5: Kompetensi pengguna SIMAN berpengaruh terhadap penatausahaan BMN.

  • 23

    2.5. Kerangka Konseptual Penelitian

    Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah tentang efektivitas

    penggunaan aplikasi SIMAN terhadap proses penatausahaan BMN. Kerangka

    konseptual ini digunakan untuk pengembangan hipotesis. Variabel penelitian yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat

    sebagaimana diuraikan sebelumnya. Variabel bebas yang pertama dinyatakan

    dengan kualitas sistem (Delone dan Mclean, 1992; 2003; Livari, 2005; Wahyuni ,

    2011; Rahardiyanti dan Abdurachman, 2012; Roky dan Meriouh, 2015; Mardiana

    et al., 2015; Saputro et al., 2015; Stefanovic, 2016; Rukmiyati, 2016; Antong dan

    Usman, 2017; Ikhyanuddin, 2017; Krisdiyantoro et al., 2018). Variabel bebas

    yang kedua dinyatakan dengan kualitas informasi yang dihasilkan (Delone dan

    Mclean, 1992; Livari, 2005; Nasrudin, 2015; Wahyuni , 2011; Roky dan Meriouh,

    2015; Mardiana et al., 2015; Saputro et al., 2015; Stefanovic, 2016; Antong dan

    Usman, 2017; Ikhyanuddin, 2017; Krisdiyantoro et al., 2018). Variabel bebas

    yang ketiga dinyatakan dengan kemudahan penggunaan (Staples dan Seddon,

    2004; Remenyi et al., 2007; Kassim et al., 2012; Rahardiyanti dan Abdurachman,

    2012). Berikutnya, variabel bebas yang keempat dinyatakan dengan aksesibilitas

    pengguna (Remenyi et al., 2007; Putri dan Srinandi, 2020). Terakhir, variabel

    bebas yang kelima dinyatakan dengan kompetensi pengguna (Remenyi et al.,

    2007; Arifin dan Suryo, 2012; Nasrudin, 2015; Veriana dan Budiartha, 2016;

    Saragih, 2017; Kusumawati dan Ayu, 2019; dan Putri dan Srinandi, 2020).

    Sedangkan, untuk variabel terikatnya dijabarkan melalui penatausahaan BMN

    (Tulungen, 2014; Saragih, 2017). Kerangka konseptual pada penelitian ini seperti

    pada gambar 2.5 sebagai berikut.

    Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

    Kualitas sistem (KS)

    Kualitas informasi yang dihasilkan (KID)

    Kemudahan penggunaan (KPN)

    Aksesibilitas pengguna (AP)

    Kompetensi pengguna (KP)

    Penatausahaan BMN (Y)