bab ii kajian pustakalibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab 2 sophia... · 2019. 8. 7. ·...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebagai dasar dalam melakukan penelitian ini, penulis juga mengacu pada beberapa
penelitian terdahulu terkaitbrand awareness, electronic word of mouth dan keputusan
membeli. Berikut adalah ringkasan penelitian terdahulu :
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya
No Peneliti,
Tahun
JURNAL Hasil penelitian
1 Kendall
Goodrichd
an Marieke
de Mooij
(2014)
Judul :How „social‟ are social
media? A cross-cultural
comparison of online
and offline purchase decision
influences
Penelitian ini menggunakan
dimensi budaya untuk
membandingkan penggunaan
media sosial untuk pengambilan
keputusan konsumen di 50
negara. Budaya mempengaruhi
pengaruh social media pada
pembelian secara berbeda dari
pengaruh WOM tradisional
melalui keluarga atau teman.
Jurnal : Journal of Marketing
Communications
Vol : 20, Halaman : 103-116
2 John R.
Rossiter
(2014)
Judul: „Branding‟ explained:
Defining and measuring brand
awareness and brand attitude
Ada 2 modelbranding yang harus
selalu ada di benak konsumen,
yaknibrand awareness & brand
attitude. Tidak ada gunanya bagi
manajer brand jika calon pembeli
tidak bisa mengingat merk
sebelum membeli.
Jurnal : Journal of Brand
Management
Vol : 21, Halaman : 533–540
3 Sunmi
Son,
Thongdee
Kijboonch
oo (2016)
Judul: The Impact of Korean
Wave on the Purchase
Intention of Korean Cosmetics
of Thai Peoplein Bangkok and
Chonburi, Thailand
Untukawareness yang lebih
tinggi, brand harus mudah dan
cepat dikenali. Perusahaan Korea
menggunakan artis Korea yang
populer pada iklan komersial.
Dimana hal ini pada akhirnya
meningkatkan kesan akan logo
ataupun simbol yang
mencerminkan karakter merk
Jurnal : PSAKU International
Journal of Interdisciplinary
Research
Vol : 5, Halaman :76-83
12
No Peneliti,
Tahun
JURNAL Hasil penelitian
4 Nawaz
Ahmad,
Jolita
Vveinhardt
, Rizwan
Raheem
Ahmed
(2014)
Judul: Impact of Word of
Mouth on Consumer Buying
Decision
Penelitian mengungkap sebagian
besar pembelian, konsumen
didasarkan rasa percaya dari
mulut ke mulut. Ada dua
kesulitan bagi perusahaan;
pengalaman buruk konsumen atas
produk / jasa dan komentar
apapun dari mulut ke mulut,
karena komentar negatif dari
mulut ke mulut jauh lebih
berpengaruh dibandingkan
komentar yang positif.
Jurnal : European Journal of
Business and Management
Vol : 6 , Halaman : 394-403
5
Ali
Bhayani
(2016).
Judul : Word of Mouth in
Consumers Purchase
Decisions: The moderating
role of product type
Keahlian dan kridibilitas dari
sumber eWOM dapat berdampak
pada keputusan pembelian
konsumen dengan moderasi peran
jenis produk dalam hal ini adalah
produk kepercayaan. Hubungan
dengan teman-teman itu dianggap
sebagai faktor penting yang
membangkitkan kepercayaan
bersama dengan ikatan yang kuat.
Jurnal :International Academy
of Management and Business:
21st IAMB Conference,
International Academy of
Management and Business,
Canada
Halaman : 1-13
Sumber : Penelitian sebelumnya
Dalam menentukan strategi pemasaran, perusahaan perlu mengetahui
motivasi dibalik keputusan membeli para konsumen. Seperti misalnya karena adanya
faktorbrand awareness dan word of mouth.
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh(Rossiter, 2014), brand awareness
dinyatakan sebagai salah satu model branding yang komprehensif dan harus
dipertimbangkan matang-matang oleh manager brand, karena tidak ada gunanya bagi
manajer brand jika calon pembeli tidak bisa mengingat merk sebelum membeli.
Branding dianggap sebagai pencapaian, apabila calon konsumen sudah
mendapatkan brand awareness dalam pikiran mereka.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Bhayani, 2016), (Ahmad, Vveinhardt, &
Ahmed, 2013)menunjukkan WOM sangat berpengaruh terhadap keputusan membeli
13
produk / jasa dan WOM negatif akan lebih berpengaruh dibandingkan dengan WOM
yang positif. Bahkan keahlian dan kridibilitas dari sumber e-WOM dapat berdampak
pada keputusan pembelian konsumen Hubungan dengan teman-teman itu dianggap
sebagai faktor penting yang membangkitkan kepercayaan. Dan hal ini juga didukung
oleh (Goodricha & Mooij, 2014)yang menunjukkan WOM di setiap negara dengan
budaya yang berbeda dapat mempengaruhi pengaruh social media pada keputusan
pembelian secara berbeda dari pengaruh WOM tradisional melalui keluarga atau
teman.
Apalagi ditengah maraknya kemajuan teknologi dan kemudahan mengakses
teknologi, semakin banyak anak muda yang mencari informasi sebelum berbelanja.
Dan yang menarik adalah, bahwa kebanyakan anak muda memiliki kecenderungan
membelanjakan uang mereka, karena digerakkan oleh faktor usia, tanpa terlalu
mempertimbangkan faktor tingkat pendapatan mereka. (Ajitha & Sivakumar, 2017).
Bahkan berdasarkan survey yang dilakukan Nielsen, Di seluruh Asia
Tenggara, 88% konsumen menempatkan tingkat kepercayaan tertinggi dalam
rekomendasi dari mulut ke mulut dari orang yang mereka kenal, dengan konsumen
Filipina memimpin di 91%, naik 1 poin dari 2013, konsumen Vietnam, naik delapan
poin menjadi 89%. Demikian pula, 89% orang Indonesia naik empat poin dari tahun
lalu, dan diikuti oleh Malaysia 86%, naik 1 poin, Singapura di 83%, turun dua poin
dan Thailand di 82%, ada kenaikan tiga poin.(Nielsen.com, 2015).
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Sunmi Son, dan Thongdee Kijboonchootahun 2016 yang meneliti pengaruh budaya
Korea pada pembelian produk kosmetik Korea di Thailand. Berikut adalah ringkasan
perbedaan antara penelitian ini, dengan penelitan sebelumnya :
14
Tabel 2.2 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya Penelitian ini
Variabel Dependen Purchase Intention Purchase Decision produk
Innisfree
Variabel Independen sympathy, empathy,
attractiveness, affective
image,& cognitive image
e-WoM produk Innisfree
pada followers di
Instagram dan Facebook,
&brand awarenesss produk
Innisfree pada followers di
Instagram dan Facebook
Total Sampel 384 393
Tahun Penelitian 2016 2019
Objek Penelitian Konsumen kosmetik Korea
Skinfood
Konsumen kosmetik Korea
Innisfree
Sumber : Data hasil pengolahan
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Social Learning
Teori social learning memahami interaksi individu dengan lingkungannya.
Lingkungan dapat membentuk perilaku individu dan lingkungan tersebut juga
menggambarkan individu-individu yang ada di dalamnya.
Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Melalui interaksi tersebut
manusia mengalami proses belajar. Berdasarkan teori Bandura, faktor kognitif
menjadi faktor internal dan lingkungan sebagai faktor eksternal dalam proses
belajar untuk memodifikasi perilaku. (Deaton, 2015)
Masyarakat modern, dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang
merupakan wujud peningkatan eksponensial dalam pengetahuan yang mudah
diakses dan terus mengembangkan teknologi. Munculnya internet, telah
memberikan akses kepada pengetahuan dan pandangan luas berbagai individu
sebagai bentuk komunikasi dan pembentukan pengetahuan.
15
Menurut Bandura, dalam sistem pembelajaran sosial, pola perilaku baru
dapat diperoleh melalui pengalaman langsung atau dengan mengamati perilaku
orang lain. (Glucksman, 2017).
Media sosial memberikan rangsangan visual dan pendengaran melalui
penggunaan gambar, video, bagan, dan grafik; dimana itu memberikan
rangsangan taktil melalui proses fisik berinteraksi dengan input elektronik.
Dengan menggunakan pendekatan multisensor terhadap pertukaran informasi,
interaksi yang dialami dalam pembelajaran sosial konteks memberikan peluang
yang lebih baik untuk simbolisasi. Dalam teori pembelajaran sosial, simbolisasi
mengacu pada kemampuan seseorang untuk membuat gambaran di pikiran
mereka dan mengingatnya berdasarkan pengalaman sensorik sementara.
(Deaton, 2015)
Mengintegrasikan aspek sosial ke dalam kampanye sekarang penting
untuk kelangsungan strategi merk. Socialmedia influencer menjadi taktik
strategi brand yang lebih besar dalam membuat kampanye media sosial.
Strategi brand adalah dasar komunikasi yang dalam membangun
hubungan.(Forbes, 2016)
Konsumen selalu menjadi menjadi inti dari brand, karena pendapat dan
sikap konsumen terhadap brand adalah apa yang membangunnya atau
menghancurkannya. Media sosial memungkinkan merk untuk terlibat secara
langsung dalam percakapan dengan konsumen.(Forbes, 2016)
Dengan adanya media sosial, influencersyang berpartisipasi,
mewakilkan suatu brand untuk terjun langsung dalam berinteraksi dengan
konsumen, serta menjangkau konsumen melalui konsumen mereka melalui
orang yang lebih dipercaya di bidangnya.
16
Hal ini dapat menjelaskan bahwa kemudahan mengakses informasi
melalui media sosial mampu mewujudkan interaksi baik antara konsumen
dengan konsumen lainnya (e-WoM), maupun interaksi antara konsumen dengan
kampanye brand(brand awareness).
Interaksi-interaksi yang terjadi di media sosial ini, menjadi mudah diingat
oleh konsumen, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi para konsumen saat
akan melakukan pembelian.
Penelitian ini menggunakan teori social learning sebagai landasan atas
variabel-variabel yang diuji, yakni variabel e-WoMdan brand awareness produk
Innisfree pada followers di InstagramdanFacebookterhadap keputusan membeli
produk Innisfree.
2.2.2 Konsep Word of Mouth
2.2.2.1 Word of Mouth tradisional
Word of Mouthmenerima perhatian penting dari pemasar dan
dikenal sebagai kekuatan pemasaran yang sangat kuat. (Silverman,
2011). WOM merujuk pada “komunikasi informal yang ditujukan kepada
konsumen lain berhubungan dengan kepemilikan, penggunaan atau
karakteristik dari barang, jasa atau penjual tertentu. Komunikasi WOM
merujuk pada sebuah pertukaran komentar/kritik, buah pikiran/gagasan
atau ide diantara dua komunikasi atau lebih dan mereka tidak mewakili
perusahan dalam penyediaan sumber atau informasi berita yang
berhubungan dengan kegiatan pemasaran.
17
2.2.2.2 Electronic Word Of Mouth
WOM online dalam buku Online Consumer Phsycology,
Understanding and influencingconsumer behavior in virtual
world(Haugtvedt, Yalch, & Machl, 2005) menunjukkan bahwa studi
tentang Word of Mouth atau referral memang sejak lama sudah diketahui
memiliki pengaruh besar terhadap keputusan membeli.
Ada beberapa cara WOM online dapat terdistribusi(Haugtvedt, Yalch, &
Machl, 2005):
1. Posted Review, ini termasuk opini konsumen yang dipublish di
Internet oleh para penjual, situs yang menyediakan ruang untuk opini
konsumen ataupun para konsumen yang mempublish opini mereka.
2. Mailbags, termasuk komentar dari konsumen atau pembaca dan
umpan balik yang dipublish di situs organisasi.
3. Discussion forum: Termasuk dalam hal ini bulletin board, dan
diskusi publik yang berkelanjutan terhadap suatu topik tertentu.
4. Electronic mailing list: termasuk opini consumer yang dikirim pada
anggota milis tertentu.
5. Personal email: Termasuk email yang dikirima dari satu orang ke
orang lain atau grup tertentu.
6. Chat rooms: termasuk pembicaraan sekelompok orang di internet
terhadap topik tertentu.
7. Instant Messaging: pembicaran real time antar satu orang ke orang
lain.
18
Motif utama e-WoMpara konsumen adalah mereka memiliki rasa
memiliki atau sense of belonging dan senang membantu konsumen lain
terkait secara signifikan.(Cheung & Lee, 2012)
Bahkan dalam penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
sumber informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian online
sangat bervariasi berdasarkan budaya, misalnya masyarakat lebih
percaya terhadap opini berdasarkan hubungan, dibandingkan dengan
opini individu di social media. “Interestingly culture affects the
influence of social media on purchases differently than the influence of
traditional WOM through family or friends.”(Goodricha & Mooij, 2014)
2.2.2.3 Dimensi ElectronicWord Of Mouth
Menurut(Thurau, Walsh, Gremler, & Gwinner, 2004), WOM
terdiri dari 8 dimensi yakni :
1. Platform assistance, yang merupakan kepercayaan konsumen
terhadap platform yang digunakan.
2. Venting negative feelings, yang merupakan keinginian
mengungkapkan ketidakpuasan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan perusahaan.
3. Concern for other consumers, merupakan keinginan untuk
memberikan rekomendasi dan saran kepada konsumen lainnya.
4. Extraversion / positive self-enhancement, merupakan keinginan
konsumen untuk berbagi pengalaman untuk meningkatkan citra diri
sebagai konsumen cerdas.
19
5. Social benefit, merupakan keinginan untuk berbagi informasi dengan
lingkungan sosial.
6. Economic incentives, merupakan keinginan untuk mendapatkan
insentif atau keuntungan dari perusahaan terkait.
7. Helping the company, merupakan keinginan untuk membantu
perusahaan terkait, karena konsumen puas terhadap produk yang
dihasilkan perusahaan.
8. Advice seeking, merupakan keinginan untuk mencari saran dan
rekomendasi dari konsumen lainnya.
2.2.3 Konsep Brand Awareness.
Brand awareness merujuk pada kekuatan kehadiran suatu merk di pikiran
konsumen.(Aaker, 1996) Brand awareness dianggap penting oleh perusahaan
dalam keputusan membeli karena memiliki 3 alasan (Ahmad, Vveinhardt, &
Ahmed, 2013) :
1. Meningkatkan brand awareness akan menjadi bahan pertimbangan konsumen
saat akan melakukan pembelian dalam suatu kategori produk / jasa, karena
akan memunculkan segelintir brand dalam pikiran konsumen
2. Karena pentingnya brand awareness, konsumen cenderung mengadopsi
aturan keputusan untuk membeli brand terkenal.
3. Pesan yang disampaikan oleh perusahaan tentang suatu brand baik melalui
kampanye, event, maupun iklanakan dengan mudah melekat di pikiran
konsumen, karena sudah otomatis melekat dengan brand itu sendiri.
Sedangkan dalam penelitian yang menguji pengaruh brand equityterhadap
keputusan membeli L‟Oreal skincare products, menyatakan bahwa brand
20
awareness yang lebih tinggi cenderung memiliki lebih banyak loyalitas dan citra
pasar(Akhtar, Ain, Sidiqqi, Ashraf, & Latif, 2016)
Brand awareness merupakan definisi termasuk akan pengetahuan produk,
kemungkinan untuk diingat, informasi dan ide-ide mengenai produk itu sendiri.
Dimana brand awareness membuat hubungan yang kuat pada ingatan dan pikiran
mengenai merk tertentu.(Chinomona & Maziriri, 2017)
Untuk meningkatkan keputusan membeli seorang konsumen, dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan brand awareness. Untuk awareness yang
lebih tinggi, brand harus mudah dan cepat dikenali. Seperti contoh pada
perusahaan Korea. Mereka menggunakan artis Korea yang populer pada iklan
komersial. Dimana hal ini pada akhirnya meningkatkan kesan akan logo ataupun
simbol dari merk.(Son & Kijboonchoo, 2016)
Brand awareness adalah refleksi dari ciri khas sebuah brand dalam
pikiran seorang konsumen. Brand awareness mempengaruhi persepsi dan tingkah
laku, bahkan dalam konteks tertentu, mampu mengarahkan pemilihan merk dan
kesetiaan akan merk para konsumen.(Aaker, 1996). 4 tingkatan Brand awareness
adalah sebagai berikut :
2.2.3.1 Dimensi brand awareness
Berdasarkan teori Aaker, terdapat 4 tingkatan dari brand awareness
yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai dimensi brand
awareness.
1. Unaware of brand (tidak menyadari merk)
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran
merk, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merk.
21
2. Brand recognition (pengenalan merk)
Tingkat minimal dari kesadaran merk. Hal ini tercermin pada saat
seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan
pembelian.
3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merk)
Pengingatan kembali terhadap merk didasarkan pada permintaan
seseorang untuk menyebutkan merk tertentu dalam suatu kelas
produk.
4. Top of mind (puncak pikiran)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan
pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama
merk, maka merk yang paling banyak disebutkan pertama kali
merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merk tersebut
merupakan merk utama dari berbagai merk yang ada di dalam
benak konsumen.
Sedangkan (Kotler & Armstrong, 2010) mengungkapkan bahwa
brand awareness terdiri dari dua hal yaitu:
1. Recognition
Recognition adalah dimana konsumen mengenali suatu brand saat
mereka baru saja terekspos, misal melihatnya dalam sebuah iklan.
2. Recall
Sedangkan Recall adalah kemampuan konsumen untuk mengingat
dari ingatanbrand yang membuat mereka mendapatkan indikasi yang
relevan.
22
Gambar 2.1 C-U-B Branding Model of Positioning
(Sumber : Rossiter, 2014)
Untuk menggambarkan pentingnya branding, brand positioning
digambarkan dengan model C-U-B Branding Model of Positioning.
Dimana peran dari efek komunikasi, dinyatakan oleh peran brand
awareness dan brand attitude. Brand awareness merupakan bagaimana
refleksi konsumen terhadap suatu brand.Brand attitude merupakan
evaluasi pembeli terhadap brand, terkait kapasitas yang diharapkan
untuk memenuhi motif pembelian. Misalnya suatu barang dibeli untuk
menambah prestige konsumen, atau untuk menambah rasa percaya diri,
maupun suatu brand dianggap dapat menghilangkan rasa sakit.
Brand awareness mempengaruhi persepsi dan tingkah laku, bahkan
dalam konteks tertentu, mampu mengarahkan pemilihan merk dan
kesetiaan merk para konsumen. Mencapai kesadaran akan merk adalah
tantangan utama bagimerk baru, sedangkan mempertahankan tingkat
kesadaran akan merek yang tinggi adalah tugas yang harusdihadapi oleh
semua merk.Brand sendiri harus selalu dikomunikasikan kepada
23
masyarakat, agar terus menjadi dasar kesuksesan membangun ekuitas
merk yang sifatnya jangka panjang bagi perusahaan.
2.2.3.2 Keputusan Membeli
Keputusan pembelian adalah suatu proses penyelesaian masalah yang
terdiri dari menganalisa kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi,
penilaian sumber-sumber seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan
pembelian, dan perilaku setelah pembelian. Dimana keputusan pembelian
konsumen merupakan motivasi bagi perusahaan untuk mengembangkan
strategi yang berfungsi sebagai penggerak untuk menstimulasi minat,
minat, dan minat konsumen untuk membeli suatu produk.(Kotler &
Armstrong, 2010).
Model AIDA merupakan unsur dari purchase intention seperti yang
dijelaskan diatas terdiri dari :
1. Attention
Keterkaitan konsumen dan produk, dalam hal ini di mana
perusahaan dapat menaruh perhatian konsumen dengan
melakukan pendekatan agar konsumen menyadari keberadaan
produk dan kualitasnya.
2. Interest
Kepekaan konsumen terhadap produk, dalam tahap ini konsumen
ditumbuhkan dan diciptakan rasa ketertarikan terhadap produk
tersebut. Perusahaan berusaha agar produknya mempunyai daya
tarik dalam diri konsumen, sehingga konsumen memiliki rasa
24
ingin tahu yang dapat menimbulkan minatnya terhadap suatu
produk.
3. Desire
Keinginan konsumen untuk mencoba dan memiliki produk
tersebut, rasa ingin tahu konsumen terhadap produk tersebut
diarahkan kepada minat untuk membeli.
4. Action
Tindakan konsumen untuk mengambil keputusan melakukan
pembelian
Pendapat Kotler juga di dukung oleh model Hierarchy of
Effects (HOE) yang digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Hierarchy of Effects (HOE) Model
Sumber :(Hutter, Hautz, Dennhardt, & Fuller, 2013)
Bagi sebagian orang, self-fulfillment & self-improvementadalah
faktor pendorong bagi konsumen. Orang-orang ini siap menghadapi
25
tantangan untuk mencapai tujuan ini. Dalam penelitian ini, produk
yang diteliti adalah Innisfree, kosmetik eco-friendly asal Korea
dengan bahan nabati alami dari Pulau Jeju. Karena gaya hidup hijau
dianggap sebagai sarana untuk self-fulfillment, self-improvementdan
pelestarian lingkungan, maka segelintir segmen ini cenderung
memilih produk yang memiliki konsep ramah lingkungan. (Paul &
Rana, 2012)
2.2.3.3 Dimensi Keputusan Membeli
Terdapat 6 dimensi keputusan pembelian yang merupakan
kumpulan dari informasi yang terorganisir. Dimensi tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Product choice(Pilihan produk).
Konsumen akan melakukan pembelian dengan mempertimbangkan
beberapa hal, seperti keunggulan produk dalam hal kualitas, manfaat
produk, ataupun varian jenis produk yang beragam. Hal ini membuat
perusahaan memusatkan perhatiannya kepada konsumen dan calon
konsumen yang berniat membeli sebuah produk serta alternatifnya
yang mereka pertimbangkan.
2) Brand choice (Pilihan merk).
Konsumen akan mengambil keputusan tentang merk mana yang akan
dibeli. Setiap merk berbeda satu sama lain. Pilihan-pilihan ini didasari
oleh pertimbangan seperti ketertarikan pada merk, kebiasaan
menggunakan suatu merk, maupun kesesuaian harga.
26
3) Dealer choice (Pilihan tempat penyalur).
Konsumen akan sangat bervariatif dalam hal menentukan penyalur
yang dipengaruhi oleh faktor lokasi, harga yang murah, persediaan
barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja, dan sebagainya.
4) Purchase amount (Jumlah pembelian atau kuantitas).
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak
produk yang akan dibelinya pada suatu saat.
5) Purchase timing (Waktu pembelian).
Keputusan konsumen memilih waktu pembelian akan selalu berbeda-
beda, misalnya ada yang membeli setiap satu minggu sekali, tiga
minggu sekali atau sebulan sekali dan lain-lain.
6) Payment method (Metode pembayaran).
Konsumen mengambil keputusan tentang metode pembayaran yang
dipengaruhi oleh budaya, lingkungan, dan teknologi yangdigunakan
dalam transaksi pembelian sehinggamemudahkan konsumen.
27
2.3 Kerangka Konseptual
Berikut adalah ringkasan kerangka konseptual yang mencakup variabel
independen, dan variabel dependen :
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Keputusan pembelian adalah suatu proses penyelesaian masalah yang terdiri
dari menganalisa kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, penilaian sumber-
sumber seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku
setelah pembelian. Maka dari itu, variabel keputusan membeli yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah tindakan konsumen membeli produk Innisfree atas informasi
yang diperoleh oleh konsumen, dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
Brand awareness(X2):
A. Unaware of brand
B. Brand recognition
C. Brand awareness
D. Top of mind
e-Word of Mouth(X1):
A. Platform assistance
B. Venting negative
feelings
C. Concern for other
consumers
D. Extraversion/positive
self-enhancement
E. Social benefit
F. Economic incentives
G. Helping the company
H. Advice seeking
Keputusan membeli
(Y) :
A. Product choice
B. Brand choice
C. Dealer choice
D. Purchase
amount
E. Purchase timing
F. Payment method
28
Brand awareness dalam penelitian ini adalah refleksi dari ciri khas sebuah
brand dalam pikiran seorang konsumen. Yang akan diteliti adalah sampai sejauh
mana brand awareness akan produk Innisfree mempengaruhi persepsi dan tingkah
laku, dalam hal ini adalah sampai melakukan pembelian produk Innisfree.
Penggunaan sumber informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian online
sangat bervariasi berdasarkan budaya, misalnya masyarakat lebih percaya terhadap
opini berdasarkan hubungan, dibandingkan dengan opini individu di media.
(Goodricha & Mooij, 2014). Word of mouth dalam penelitian ini adalah referensi dari
keluarga, teman ataupun influencer yang memberikan pendapat melalui ulasan di
social media seperti Facebook, Instagram, dan sebagainya yang mempengaruhi
pikiran, sikap dan tindakan konsumen sampai melakukan pembelian produk
Innisfree.