bab ii hasil penelitian dan analisis 1.1. tinjauan ......bab ii hasil penelitian dan analisis 1.1....

52
BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 1.1. Tinjauan Pustaka 1.1.1. Pengertian tentang Perjanjian Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu overeenkomst. Definisi Pasal 1313 KUHPerdata memberikan definisi perjanjia :suatu perjanjian adalah suatu perbutan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas. 1 Berdasarkan alatan tersbut, Abdul Kadir Muhammad “merumuskan pengertian perjanjian sebagai suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikaykan diri untuk melakasanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 2 Disamping pengertian menurut Abdulkadir Muhammad terdapat beberapa pendapat para sarjana yang mengartiakan mengenai perjanjian, yakni sebagai berikut : 1) R. Subekti mengartikan perjanjian sebagai suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 3 1 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, hal. 78. 2 Ibid. 3 Subekti, 1990, Hukum Perjanjaian, PT. Intermasa, Jakarta. Hlm. 1

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

    1.1. Tinjauan Pustaka

    1.1.1. Pengertian tentang Perjanjian

    Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu overeenkomst. Definisi Pasal

    1313 KUHPerdata memberikan definisi perjanjia :suatu perjanjian adalah suatu

    perbutan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

    orang lain atau lebih”. Perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak

    menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak

    mengikatkan diri tidak jelas.1 Berdasarkan alatan tersbut, Abdul Kadir

    Muhammad “merumuskan pengertian perjanjian sebagai suatu persetujuan

    antara dua orang atau lebih saling mengikaykan diri untuk melakasanakan

    sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.2 Disamping pengertian menurut

    Abdulkadir Muhammad terdapat beberapa pendapat para sarjana yang

    mengartiakan mengenai perjanjian, yakni sebagai berikut :

    1) R. Subekti mengartikan perjanjian sebagai suatu peristiwa

    bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu

    saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3

    1 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, hal. 78. 2 Ibid. 3 Subekti, 1990, Hukum Perjanjaian, PT. Intermasa, Jakarta. Hlm. 1

  • 2) R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakakn bahwa

    perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

    berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.4

    3) R. Setiawan mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan

    hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau

    saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.5

    Dari pengertian singkat diatas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang

    memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum

    (rechtbrtrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang

    (person) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak an kewajiaban pada

    pihak lain tentang suatu prestasi.

    Salah satu sumber perikatan adalah perjanjian. Perjanjian melahirkan

    perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam

    perjanjian tersebut. Adapun pengertian perjanjian menurut ketentuan Pasal

    1313 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang

    mengikatkan dirinya terhadap orang lain.6 Ini berarti suatu perjanjian

    menimbulkan kewajiban atau prestasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa da;am

    suatu perjanjian akan selalau ada dua pihak lain berhak atas prestasi tersebut.

    Sebagaimana telah dinyatakan diatas bahwa perjanjian menimbulkan

    prestasi terhadap para pihak dalam perjanjian tersebut. Prestasi merupakan

    4 RM. Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta. Hlm. 97.. 5 R. Setiawan, 1979, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, Hlm. 49 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta. Hlm. 92.

  • kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah satu pihak kepada

    pihak lain yang ada dalam perjanjian. Prestasi terdapat baik dalam perjanjian

    yang bersifat sepihak atau prestasi atau kewajiban tersebut hanya ada pada satu

    pihak tanpa adanya suatu konta prestasi atau kewajiban yang harus dari pihak

    lain.7 Prestasi juga terdapat dalam perjanjain yang bersigat timbal balik,

    dimana dalam bentuk perjanjaian ini masing-masaing pihak yang berjanji

    mempunyai [restasi tau kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pihak yang

    lainnya.

    Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang

    bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur.

    Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat

    secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

    Ketentuan tersebut memeberikan kebebasan para pihak yaitu :

    a. Membuat atau tidak membuat perjanjian

    b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

    c. Menentukan isi perjanjian, pelaksannan, dan persyaratannya

    d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

    Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri,

    dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan factor yang dapat

    menimbulakn cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu :

    a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

    7 Sei Soesilowati Mahdi, Hukum Perdata. Jakarta. CV. Gitamajaya, 2005, Hlm. 150.

  • Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu perjanjian kehenda

    diantara para pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian sudah lahir

    pada ssat tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal asas

    konsensualisme yang merupkan asas pokok dalam hukum perjanjian.

    b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

    Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai

    dengan ketentuan dalam Undnag-undnag Pasal 1329 KUHPerdata

    kecuali yang diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya

    orang dikatakan cakap melakukan perbutan hukum termasuk pula

    membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa yaitu berumur 21 tahun

    dan tekah kawin. Disimpulkan secara a contrario redaksi Pasal 330

    KUHPerdata. Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbutan

    hukum, sebgaiman diatur Pasal 1330 KUHPerdata.

    c. Adanya suatu hal tertentu

    Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian

    ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi

    pokok perjanjian yang bersangktan.

    d. Adanya suatu sebab atau kausa yang halal

    Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab

    yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa

    suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para

    pihak, sedangkan adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada

  • isis perjanjian,. Pada Pasal 1337 KUHperdata menentukamnbahwa

    suatu sebab atau kausa yang halak adalah apabila tidak dilarang oleh

    undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan

    kesusialaan. Perjanjian yang tidak mempunyai seab yag tidak halal akan

    berakibat perjanjian itu batal demi hukum.8

    1.1.2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

    Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:

    A. Kesepakatan mereka yang megikat dirinya. Adanya kata sepakat,

    berarti bahwa subjek (kreditor dan debitor) yang mengadakan

    perjanjian itu dengan kesepakatan, yaitu setuju atau mengenai hal-hal

    pokok dari isi perjanjian itu. Artinya apa yang dikehendaki oleh pihak

    yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki

    sesuatu yang sama secara timbal balik. Kesepakatan bebas berdasarkan

    1321 KUHPer, yang lengkapnya berbunyi: “tiada suatu perbuatan pun

    mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperboleh

    dengan paksaan atau penipuan”.9Tentang paksaan dalam perjanjian

    Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam 5 Pasal,

    yaitu dari Pasal 1323 hingga Pasal 1327 KUHPerdata.10 Jika ketentuan

    Pasal 1323 dan Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    8 Sri Soedewi Masjachan, Hukum Jaminan di Inodonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan

    Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980. Hlm. 319. 9 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,2010, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, cet. V. PT Raja Grafindo

    Persada, Jakarta, hal. 94-95 10 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 120.

  • berbicara soal subyek yang dipaksa atau diancam, maka Pasal 1324 dan

    Pasal 1326 berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang

    dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai alasan pembatalan perjanjian

    yang telah dibuat (di bawah paksaan atau ancaman tersebut). 11

    B. Kecakapan untuk membat suatu perikatan, pasal 1330 KUHPer

    menentukan bahwa setiap orang adalah cakap. Mengenai orang-orang

    yang tidak cakap untk membuat perjanjian dapat di temukan dalam

    Pasal 1330 KUHPer yaitu:

    1. Anak yang belum dewasa

    2. Orang yang ditaruh di bawah pengampunan

    3. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan.

    C. Suatu hal tertentu, mengenai hal ini dapat di temukan dalam Pasal 1332

    dan 1333 KUHPer, menentukan bahwa. “hanya barang-barang yang

    dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.

    Sedangkan Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa. “suatu perjanjian

    harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit

    ditentukan jenisnya”. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang

    tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau

    dihitung.

    D. Ada suatu sebab yang halal (legal causa), kata “causa” berasal dari

    Bahasa latin artinya “sebab”. Sebab adalah suatu yang menyebabkan

    orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat

    11 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal 122.

  • perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal

    1320 KUHPerdata itu bukanlah sebab dalam arti yang mendorong

    orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam artti “isi perjanjian

    itu sendiri” yang menggambarkan tujuan akan dicapai oleh pihak-

    pihak.

    Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif karena kedua

    syarat tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan

    keempat di sebut sebgai syarat obyektif karena kedua syarat ini harus di penuhi oleh

    obyek perjanjian.12

    Tidak terpenuhinya syarat subyektif akan mengakibatkan suatu perjanjian

    menjadai dapat dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut menjadi batal

    apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangakan tidak dipenuhuinya syarat

    objektif akan mengakibatakan perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya sejak

    semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada

    suatu perikatan. Di dalam melakukan suatu perjanjian, bila ada pihak yang tidak

    memenuhi syarat sahnya perjanjian maka ada konsenkuensi hukum yang berlaku.

    Berikut penjelasannya.13

    a. Batal demi Hukum

    Yaitu tidak terpenuhi syarat objektif (Pasal 1320 KUHPerdata).

    Perihal tertentu

    12Komariah, Hukum Perdata, Malang, 2002. Hlm. 175-177. 13 https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-

    perjanjian/, diakses pada tanggal 29 Juli 2019.

    https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-perjanjian/https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-perjanjian/

  • Suatu perjanjian harus memenuhi obyek tersebut, atau sekurang-

    kurangnya dapat ditentukan Pasal 1332-1335 KUHPerdata.

    Kausa yang halal

    Yang dimaksud dengan kausa bukan hubugan sebab akibat,

    tetapi isi atau maksud dari perjanjian Pasal 1335-1337

    KUHPerdata.

    b. Dapat dibatalkan

    Yaitu tidak terpenuhi syarat subyektif Pasal 1320 KUHPerdata.

    Asas konsesualisme

    Ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah

    adanya kata kesepakatan antara kdua pihak. Sepakat kedua belah

    pihak merupakan asas esensial dari Hukum perjanjian.

    Cakap melakukan perbuatan Hukum

    Pasal 1329-1331 KUHPerdata “setiap orang adalah cakap untuk

    melakukan perbutan perikatan, kecuali jika UU menyatakan

    bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang

    tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum

    dewasa dan mereka yang berbeda dibawah “pengampuan”.

    c. Kontrak tidak dapat dilaksanankan

    Kontrak yang tidak begitu saja batal tetapi dapat dilaksanakan,

    melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Contohnya : yang

    seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, kemudian

    kontrak tersebut ditulis oleh para pihak.

  • d. Sanksi adaministratif

    Bila persyratan tidak terpenuhi, maka hanya mengakibatkan sanksi

    adaministratif saja terhadapa salah satu pihak atau kedua pihak dalam

    kontak tersebut.

    1.1.3. Unsur-unsur Perjanjian

    Kesepakatan antara pihak pertama dan pihak kedua untuk memenuhi aspek-

    aspek hukum perjanjian, karena terdapat unsur-unsur sebagai berikut :14

    a. Essentialia

    Unsur yang sangat esensi/penting dalam suatu perjanjian yang harus

    ada. Bagaian ini mrupakan sifat yang harus ada didalam perjanjian, sifat

    yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta

    (constructive oordeel). Seperti persetujuan antara pihak dan objek

    perjanjian.

    b. Naturalia

    Unsur perjanjian yang sewajarnya ada jika tidak dikesampingkan oleh

    kedua belah pihak menurut Pasal 1474 KUHPerdata dalam perjanjian

    jual beli barang, penjual wajib menjamin cacat yang tersembunyi.

    Merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian secara diam-diam melekat

    pada perjanjian.

    c. Accidentalia

    14 Mariam darus Badrulzaman, 1994, Aneka Bisnis, Alumni, Bandung, Hal. 99.

  • Unsur perjanjian yang ada jika dikehendaki oleh kedua belah pihak.

    Sebagai kelengkapan surat perjanjian pembiyaaan konsumen yang

    dikeluarkan oleh pihak pertama, maka pihak pertama juga membuat

    kesepakatan lain dengan pihak kedua berupa surat penyerahan jaminan

    secara fidusia. Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian

    dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.

    Unsur-unsur yang harus ada dalam perjanjian adalah:

    1. Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak di maksud adalah

    subjek perjanjian;

    2. pendekatan antara para pihak;

    3. Objek perjanjian;

    4. Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta

    kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; dan

    5. Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.

    Hal-hal yang mengikat dalam perjanjian (Pasal 1338, 1339, 1347

    KUHPerdata) adalah: Isi perjanjian, Undang-undang, Kebiasaan dan Kepatutan.

    Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian: sayarat-sayarat tersebut

    biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban. Ada

    bentuk tertentu, lisan atau tulisan: bentuk perjanjian perlu ditentukan, karena ada

    ketentuan Undang-undnagbahwa hanya dnegan bentuk tertentu suatu perjanjian

    mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya

    beruba akta. Perjanjian itu dapat dibuat lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas

  • maksud dan tujuannya yang dipahami oleh para pihak itu sudah cukup, kecuali jika

    para pihak menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta).15

    1.1.4. Asas-asas Perjanjian

    KUHPerdata memberlakukan beberapa asas terhadap hukum perjanjian,

    yaitu asas-asas sebagai berikut :16

    1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

    Mengajarkan bahwa ketika hendak membuat kontrak/perjanjian, para pihak

    secara hukum berada keadaan bebabs untuk menentukan hal-hal apa saja

    yang mereka ingin uraikan dalam kontrak atau perjnajia tersebut. Asas

    kebebasan berkontrak ini adalah sebagai konsekuesi dari “sistem terbuka”

    dari hukum kontrak atau hukum perjanjian tersebut. Jadi, siapa pun bebas

    membuat sebuah kontrak atau perjanjian, asal saja dilakukan dalam

    koridor-koridor hukum sebagai berikut :

    a. Memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalm

    Pasal 1320 KUHPerdata.

    b. Tidak dilarang oleh undang-undang.

    c. Tidak melanggar kebiasaan yang berlaku.

    d. Dilaksanakan sesuai dengan unsur itikad baik.

    2. Asas Hukum Perjanjian sebagai Hukum yang Bersifat Mengatur (optional

    law)

    15www.pengertiankomplit.blogspot.com, diakses pada tanggal 16 mei 2019 16Munir faudi. Konsep Hukum Perdata. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2014. Hlm.181.

    http://www.pengertiankomplit.blogspot.com/

  • Pada prinsipya dengan berbagai kekecualian, hukum perjanjian tersebut

    sebagaimana yang diatur dalam undang-undang baru berlaku manakala dan

    sepanjang para pihak dalam perjanjian tersebut tidak mengaturnya sendiri

    secara lain dari apa yang diatur dalam undang-undang. Jika para pihak

    dalam perjanjian tersebut ternyata mengaturnya secara lain dalam

    perjanjian yang berbeda dari yag diatur dalam undang-undang maka yang

    berlaku adalah ketentuan yang dibuat sendiri oleh para pihak dalam

    perjanjian tersebut, bukan ketentuan dalam undang-undang.

    3. Asas Pacta Sun Servanda

    Secara harafiah Pacta Sun Servanda berarti bahwa “perjanjian itu

    megikat”. Dalam hal ini kalau sebelum berlakunya perjanjian berlaku asas

    kebebasan berkontrak, dalam arti bahwa para pihak bebas untuk mengatur

    sendiri yang meraka ingin masukan ke dalam perjanjian. Keterkaitan para

    pihak terhadap suatu perjanjian yang telah mereka buat tersebut cukup

    kuat, sama kekuatannya dengan suatu undang-undang yang dibuat oleh

    parlemen besama-sama dengan pemerintah. Ketentuan seperti ini diatur

    dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

    4. Asas Konsensual dari suatu Perjanjian

    Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika tercapainya kata sepakat,

    selama syarat-syarat sahnya perjanjian sudah dipenuhi. Dalam hal ini

    dengan tercapainya kata sepakat, maka pinsipnya (dengan beberapa

    pengecualian), perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan sudah

    mempunyai akibat hukum yang penuh, meskipun perjanjian tersebut belum

  • atau tidak tertulis. Namun demikian, terhadap beberapa jenis perjanjian

    hukum mensyaratkan untuk dibuat secara tertulis, atau bahkan harus dibuat

    oleh atau dihadapan pejabat khusus ditunjuk oleh undang-undang. Untuk

    perjanjian seperti ini disebut dengan “perjanjian formal” yang sebenarnya

    merupakan kekecualian dari asas konsensual tersebut diatas.

    5. Asas Itikad Baik (good faith)

    Asas Itikab Baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHper yang

    berbunyi: ‘perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.’’ Asas ini

    merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus

    melaksanakan subtansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan.

    6. Asas Kepribadian (personality)

    Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang

    akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

    perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340

    KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menengaskan:

    “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau

    perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”

    Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian,

    orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340

    KUHPerdata menegaskan:

    “perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”

    Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak

    hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan

  • itu terdapat pengecualiannya sebagimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata

    yang menyatakan:

    “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga,

    bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu

    pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam

    itu.”

    Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan

    perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu

    syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak

    hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk

    kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak

    daripadanya. Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317

    KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan

    dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli

    warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya.

    Degan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang

    pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang

    lingkup luas.

    7. Asas Moral

    Asas moral ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas-asas tersebut

    diatas merupakan asas-asas yang menjadi dasar dari keberlakuan hukum

    perjanjian. Jadi setiap perjanjian harus memenuhi asas tersebut agar sah

    dan dapat dipertahankan secara hukum.

  • 8. Asas Keseimbangan

    Pada asas ini dijelaskan para pihak dalam perjanjian harus memenuhi dan

    melaksanakan perjanjian secara seimbang dan tidak ada unsr paksaan.

    9. Asas Obligator

    Maksudnya perjanjian tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas

    menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak dan hak milik belum

    berpindah ke pihak lain. Diperlukan perjanjian kebendaan untuk

    memindahkan jak milik yang sering disebut penyerahan.

    1.1.5. Jenis-jenis Perjanjian

    Abdulkadir Mhammad, mengelompokkan Perjanjian menjadi lima

    jenis yang terdiri dari:17

    1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang

    memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian

    timbal balik adalah perjanjian yang paling umum terjadi dalam

    kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa,

    tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan

    kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya

    perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan

    benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak

    menerima benda yang diberikan itu. Kriteria perjanjian jenis ini adalah

    kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.

    17 Abdulkadir Muhammad I, Op.cit, hal.86.

  • Perbedaan perjanjian jenis ini dirasakan penting pada saat pembatalan

    perjanjian berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata karena hanya perjanjian

    timbal balik yang dapat dimintakan pembatalan ke depan hakim.

    2. Perjanjian bernama dan tidak bernama. Perjanjian bernama adalah

    perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai

    perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual

    beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak

    bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan

    jumlahnya tidak terbatas.

    3. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan

    adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual

    beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan 34 perjanjian

    obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan

    perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbulah hak dan kewajiban

    pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual

    berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga,

    penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini

    adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan

    (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut

    hukum atau tidak.

    4. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil. Perjanjian konsensual adalah

    perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-

    pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada persetujuan

  • kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya,

    misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai

    (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata).

    5. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.

    Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan

    keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai,

    perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah

    perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu

    terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua

    prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat

    berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat

    potestatif (imbalan). Contohnya: si A dan B (suami istri) ingin

    mempunyai keturunan, tetapi istrinya tidak bisa mempunyai keturunan,

    lalu si A dan B ini sepakat untuk mencari keturunan melalui si C atau

    ibu pengganti. Si A dan B telah menyepakatinya untuk menggunakan

    ibu pengganti, si A dan B bertemu dengan si C merekan membuat suatu

    perjanjian yg akan memberikan imbalan untuk si C sebanyak 1M. dan

    si C menyetujuinya, berjalannya waktu selama 9bulan si C mengandung

    dan waktunya untuk melahirkannya, tak diduga si C telah mengingkari

    perjanjiannya. Di karenakan sudah memiliki hubungan batin dengan

    anak yang telah di kandungnya.

  • 1.1.6. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa

    Menurut Pasal 1313 KUHperdata perjanjian adalah perbuatan dengan mana

    satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

    Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata ini tidak jelas. Tidak

    jelasnya definisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut hanya disebutkan

    perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan

    perjanjian.18

    1.1.7. Jeni Sewa Rahim

    Terkait dengan sewa Rahim ada beberapa macam, diantaranya:19

    a. Traditional Surrogacy

    Traditional surrogacy adalah suatu kehamilan yang mana wanita

    menyediakan sel telurnya untuk dibuahi dengan inseminasi buatan

    kemudian mengandung atas janinya serta melahirkan anaknya di

    mana ovum (telur) berasal dari wanita yang hamil dan mengandung

    bayi tersebut dalam suatu jangka waktu kehamilan, kemudian

    melahirkan anak untuk pasangan lain.

    b. Gestational Surrogacy

    Gestational surrogacy merupakan jenis surrogacy yang saat ini

    palimh umum terjadi, khususnya di negara-negara yang secara

    hukum memperbolehkan hal ini dilakukan, seperti di India.

    Gestational surrogacy menurut Black’s Law Dictionary yaitu suatu

    18 Salim HS I, pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.160. 19France Winddance Twine, Outsoursing the Wormb Race, Class and Gestational Surrogacy in a Global

    market, Routledge Taylor and Francis Group, New York and London,2011. Hlm.11

  • kehamilan yang berasal dari sel telur atau ovum seorang wanita

    yang telah dibuahi oleh sperma seornag pria (umumnya pasangan

    dari wanita pemilik ovum) yang dikandung dalam rahim wanita lain

    (si ibu pengganti) hingga si ibu pengganti tersebut melahirkan.

    1.1.8. Hak dan Kewajiban Para Pihak surrogate Mother

    Untuk memenuhi hak dan kewajiban para pihak dalam melakukan

    surrogate mother harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai acuan untuk

    bertanggung jawab terhadap hak dan kewajibannya yang harus dipenuhi untuk

    melakukan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti, yaitu :

    1. Hak dan Kewajiban Sewa Menyewa Rahim

    a. Penyewa memiliki hak untuk menikmati fungsi barang yang

    menjadi objyek sewa.

    b. Penyewa memiliki kewajiban untuk (berdasarkan Pasal

    1560 KUHPerdata):

    1) Memakai barang yang disewa sebagai seorang

    “bapak rumah yang baik”

    2) Membayar harga sewa pada tepat waktu yang telah

    ditentukan

    3) Mengembalikan barang yang di sewa dalam

    keaadaan semua setelah habis masa waktunya

    4) Penyewa tidak diperbolehkan lagi untuk

    menyewakan lagi barang yang ia sewa

  • Sedangkan pada ibu pengganti (surrogate mother) hak dan kewajiban yang

    menyewakan rahimnya (ibu pengganti) dan penyewa (pasangan suami istri pemilik

    sel sperma dan ovum) adalah sebagai berikut:20

    2. Hak dan Kewajiban ibu pengganti (surrogate mother)

    a. Ibu pengganti (surrogate mother) mestilah wanita yang

    bersuami, bukan anak gadis atau janda

    b. Ibu pengganti (surrogate mother) bertanggung jawab dalam

    membesarkan janin yang ada dalam kandungannya

    c. Ibu pengganti (surrogate mother) wajib mendapatkan izin

    dari suaminya, karena kehamilan akan menghalanginya

    memberikan beberapa hal suaminya selama waktu

    kehamilan

    d. Ibu pengganti (surrogate mother) juga harus memeriksakan

    kesehatan secara teratur, laporan tentang kesehatan ibu dan

    janin yang ada dalam kandungannya serta laporan psikologis

    secara lengkap diberikan pada pasangan suami istri

    e. Ibu pengganti (surrogate mother) berhak untuk

    mendapatkan upah dalam jumlah tertentu

    f. Nafkah Ibu pengganti (surrogate mother), biaya perwatan

    dan pemeliharaan sewaktu masa kehamilan

    20Rutelin. Analisis Yuridis Perjanjian Sewa Rahim (Surrogate Mother) Berdasarkan KUHPerdata. Pontianak.

    Universitas Tanjungan.2015.

  • g. Ibu pengganti (surrogate mother) berhak untuk menyusui

    untuk bayi tersebut

    Sedangkan hak dan kewajiban suami istri pemilik sel sperma dan ovum

    terhadap ibu pengganti adalah sebagai berikut:

    1) Pasangan suami istri pemilik sel sperma dan ovum wajib

    membayar sejumlah uang kepada ibu pengganti

    2) Penyewa wajib menanggung segala biaya yang dikeluarkan

    untuk proses surrogate mother termasuk untuk biaya

    perwatan ibu pengganti selama masa kehamilan (9 bulan)

    3) Pasangan suami istri berhak atas anak yang dikandung oleh

    ibu pengganti. Setelah proses persalinan berlangsung

    penyewa berhak mendapatkan bayi tersebut

    4) Pasangan suami istri berhak menuntu ibu pengganti apabila

    melanggar perjanjian yang sudah di sepakati

    5) Suami istri berhak memberikan kasih sayang kepada bayi

    tersebut yang di kandung oleh ibu pengganti

    Sewa menyewa rahim untuk memberikan jasa berupa membesarkan

    janin yang ada dalam kandungannya dari pasangan suami istri yang membayar

    ibu pengganti tersebut. Selain itu, dalam hal penyerahan yang menjadi objek

    sewa, dalam perjanjian sewa menyewa secara umum yang menyewakan

    berkewajiban untuk menyerahkan barang tersebut kepada penyewa agar barang

  • tersebut dapat dinikmati oleh penyewa. Berbeda pada perjanjian ibu pengganti

    (surrogate mother) dimana ibu pengganti tidak dapat menyerahkan rahimnya

    kepada penyewa (pasangan suami istri) untuk dinikmati oleh mereka.

    1.1.9. Teori-teori Sewa Menyewa Rahim

    Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa sepakat tidak sah apabila

    diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau dengan

    penipuan. Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan hal tersebut, yaitu

    teori kehendak, teori pernyataan, dan teori kepercayaan.

    a. Teori Kehendak (Wilstheorie)

    Menurut teori kehendak, factor yang menentukan adanya perjanjian

    adalah kehendak, meskipun demikian terdapat hubungan yang tidak

    terpisahkan antara kehendak dan pernyataan. Oleh karena itu suatu

    kehendak harus dinyatakan, namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara

    kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suatu perjanjian.

    b. Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)

    Menurut teori pernyataan pembetukan, pernyataan terjadai dalam

    ranah kejiwaan seseorang sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui

    apa yang sebenernya terdapat di dalam benak seseorang, dengan demikian

    suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oelh pihak lain tidak mungkin

    menjadi dasar terbentuknnya sutu perjanjian. Agar suatu kehendak dapat

    menjadi suatu perjanjian, maka kehendak tersebut harus dinyatakan,

    sehingga yang menjadi dasar dari terikatnya seseorang terhadap suatu

  • perjanjian adalah apa yang dinyatakan oleh orang tersebut. Lebih lanjut

    menurut teori ini jika terdapat ketidaksesuaian antara kehendakan

    pernyataan, maka hal ini tidak akan menghalangi terbentuknya perjanjian.

    c. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)

    Teori kepercayaan berusaha untuk mengatasi kelemahan dari teori

    pernyataan, oleh karena itu teori ini juga dapat dikatakan sebagai teori

    pernyataan yang diperlunak. Menurut teori ini tidak semua pernyataan

    melahirkan perjanjian, suatu pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian

    apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku dalam

    masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang

    benar dikehendaki, atau dengan kata lain hanya pernyataan yang

    disampaikan sesuai dengan tertentu (normal) yang menimbulkan perjanjian.

    Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya perjanjian bergantung yang

    muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari penyataan yang diungkapkan.

    1.2. Hasil Penelitian

    1.2.1. Pengertian Surrogate Mother

    Salah satu perkembangan teknologi dalam ranah kesehatan dan kedokteran

    adalah pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti

    Surrogate Mother. Ibu pengganti Surrogate Mother adalah perjanjian antara

    seorang wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak

    lain (suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-istri

    tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan

    diharuskan menyerahkan bayi tersebut. Dilaksanakannya sewa menyewa rahim

  • ibu pengganti dikarenakan pasangan suami istri tidak mampu memiliki anak.

    Ketidak mampuan tersebut dikarenakan salah satu pasangan baik istri ataupun

    suami tidak mampu memproduksi sperma ataupun ovarium (sel telur) sebagai

    bagian dari proses reproduksi. Khususnya sewa rahim ibu pengganti terjadi

    karena kandungan seorang wanita (dalam hal ini) seorang istri tidak dapat

    berfungsi untuk mengembangkan janin, sehingga diperlukan rahim seorang

    wanita sebagai penampung/sebagai tempat pertumbuhan janin yang berasal

    dari sel telur si istri dan si suami. Menurut Desriza Ratman. Kepada pihak

    suami-istri tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat (gestational

    agreement) sementara pengertian ibu pengganti Surrogate Mother sendiri

    adalah someone who takes the place of another person (seseorang yang

    memberikan tempat untuk orang lain).21 Pengertian ini tidak terbatas apakah

    terhadap pasangan suami istri, melainkan juga terbuka peluang pada hubungan

    yang tidak terikat perkawinan yang sah.

    Menurut Salim HS kontrak ibu penggnti Surrogate Mother adalah kontrak

    atau perjanjian yang dibuat antara orang tua dengan ibu pengganti Surrogate

    Mother akan mengandung, melahirkan dan menyerahkan anak tersebut kepada

    orang tua pemesan berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati antara

    keduanya.22

    Menurut Fred Ameln Surrogate Mother diartikan sebagai seorang ibu

    pengganti yang mengikat dirinya melalui suatu ikatan perjanjian dengan pihak

    21 Desriza Ratman, Op.cit, hal.3. 22 H.Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Raja

    Grafindo Persada, Jakarta. 2006 (selanjutnya di singkat H. Salim HS III), hal.13.

  • lain (biasanya suami istri) untuk menjadi hamil setelah dimasukannya

    penyatuan sel benih laki-laki (sperma) dan sel benih perempuan (ovum) yang

    dilakukan pembuahannya diluar rahim sampai melahirkan sesuai kesepakatan

    yang kemudian bayi tersebut diserahkan kepada pihak suami istri dengan

    mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati.23

    Human Fertilization and Embryology Authoroty dari Inggris menyebutkan

    bahwa praktek sewa rahim ini seringkali dilakukan oleh pasangan yang tidak

    bisa mendapatkan kehamilan karena adanya masalah kesehatan tertentu.

    Karena alasan inilah sebenarnya sewa rahim karena alasan komersial dianggap

    sebagai hal yang kontroversial. Di banyak negara, sewa rahim ternyata masih

    dianggap sebagai tindakan kriminal meskipun di negara seperti Portugal dan

    Yunani, sewa rahim sudah dilegalkan.24

    Indonesia tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengatur mengenai

    surrogate mother. Praktek surrogate mother dilarang dilakukan, meskipun

    faktanya praktek surrogate mother terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dan

    dilakukan dengan cara kekeluargaan. Peraturan yang dapat dikatakan secara

    tidak langsung menyangkut mengenai surrogate mother dapat dilihat dari

    beberapa ketentuan sebagai berikut:

    1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    Pasal 127 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009.

    23Ameln Fred, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, PT Grafika Tamajaya,Op.cit,1991 hal.117. 24 https://doktersehat.com/apa-sih-yang-dimaksud-dengan-sewa-rahim/, diakese pada tanggal 18 agustus

    2019.

    https://doktersehat.com/apa-sih-yang-dimaksud-dengan-sewa-rahim/

  • 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 039 MenKes/SK/2010

    tentang penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi

    buatan.

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

    Kesehatan Reproduksi.

    4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada Tanggal 26 Mei

    2006.

    Secara formal sampai saat ini Surrogate Mother belum dilakukukan di

    Indonesia, namun dalam pratiknya banyak perilaku yang mengarah

    dilakukannya Surrogate Mother. Secara hukum penyewaan rahim di Indonesia

    dilarang, tetapi ternyata pratiknya surrogate mother sudah banyak

    dilakukannya secara di kalangan keluarga. Sebagai contoh di Indonesia

    bertepatan di Papua, hanya sewa menyewa rahim dilaukan dilingkup keluaga,

    jadi keponakan yang menyewa rahim tantenya agar bisa mendapatkan

    keturunan. Kasus sewa menyewa rahim sempat mencuat adalah pada Januari

    2009 ketika rtis Zaimar Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim

    untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha, Zaimar mendapatkan

    imbalan mobil dan uang 50 juta dari peyewaan rahim tersebut.

    1.2.2. Pengertian Perjanjian Tentang Surrogate Mother

    Pada masa yang akan datang persoalan surrogate mother akan

    mengalami perkembangan yang sangat pesat, yang pada akhirnya akan

  • mengarah kepada komersialisasi rahim, maka dari perkembangn tersebut ibu

    pengganti akan menjadikan suatu permasalahan di Indonesia. Surrogate

    mother bila ditinjau dari segi teknologi dan ekonomi tidak dipermaslahakan,

    tetapi kedepannya dapat menimbulkan permaslahan hukum.25

    Di berbagai masing-masing Negara memiliki perbedaan, maka dari itu

    diambil contoh perjanjian di berbagai Negara, baik Negara yang menolak atau

    yang melarang Suroogate Mother maupun Negara yang menerima surrogate

    Mother, yaitu :

    a) Inggris

    Hanya dua Negara di Eropa yang secara tegas mengakui tindakan

    surrogate mother yaitu Inggris dan Yunani. Inggris mengakui

    surrogate mother sejak tahum 1985 berdasarkan Surrogacy

    Arragement Act 1985 dan ketentuan mengenai surrogacy tersebut

    kemudian diperbaharui tahun 2008 melalui The Human

    Fertilizaiton and Embryologi act tahun 2008. Ketentuan tersebut

    mengizinkan pasangan yang ingin mempunyai anak dengan cara

    surrogate mother harus menyerahkan anak yang dilahirkannya

    sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Apabila surrogate

    mother berubah pikiran, di mana ia tidak mau menyerahkan anak

    itu. Hal ini berdasarkan pada ketentuan yang menyatakan bahwa

    “No surrogacy arrangement is enforceable by or against any of

    25Husni Thamrin, Hukum Sewa Rahim dalam Bayi Tabung, Awaja Pressindo, Yogyakarta, 2015, hlm.44.

  • ther persons making it” (tidak ada pengaturan pengganti yang dapat

    dilaksanakan oleh atau orang-orang yang membuatnya). Rezim

    legislatif Inggris tifak efektif dalam mengatur surrogacy secara

    internasional, terutama yang berkaitan dengan pembayaran

    komersil, ini menunjukkan bahwa jika dilihat dari hukum Inggris

    surrogacy bersifat eksploitatif, memiliki tanggung jawab untuk

    melindungi para perempuan, baik di dalam maupun di luar negeri

    (Inggris), dan satu-satunya cara untuk melakukannya secara ekfetif

    adalah dengan mencipkan sebuah sistem regulasi domestic yang

    dapat memenuhi permintaan secara memadai untuk negara ini.

    Tidak diketahui beberapa banyak kelahiran melalui surrogate

    mother yang terjadi pada setiap tahunnya, apalagi jumlah perjanjian

    secara internasional. Statistic meunjukan bahwa penggunaan

    surrogate mother asing atau bukan waraga negara Inggris

    merupakan pratik yang terus berkembang.

    b) Amerika Serikat

    Amerika serikat berfungsi sebagai tujuan bagi pelaksanaan

    Internsiaonal surrogate mother. Diprediksi bahwa setiap tahun di

    Amerika serikat lahir sebanyak 1.400 bayi dengan cara surrogacy.

    Bukan hanya orang-orang AS saja yang melakukannya tetapi juga

    bebebrapa pasanagan yang datang dari AS memilih wanita-wanita

    AS sebagai surrogate mother untuk melahirkan bayi mereka.

  • Dilaporkan bahwa dari 104 kelahiran bayi di California pada tahun

    2010 adalah yang berasal dari orang tua di luar warga Negara AS.

    Amerika Serikat tidak melarang pelaksanaan surrogate mother

    dalam skala nasional, 50 negara bagian dan setiap negara bagian

    mempunyai pengaturan yang berbeda dalam kaitan dengan

    surrogate mother. Beberapa Negara bagian ada yang mengakui

    perjanjian, ada yang menolak tindakan surrogate mother, dan yang

    mengizinkan dilakukannya surrogate mother dengan beberpa

    persyaratan yang harus dipenuhi. Sebagaian besar Negara bagian

    tidak mempunyai ketentuan tentang surrogate mother ini, oleh

    karena itu apabila terjadi sengketa, maka pengadialan akan

    memutus berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Ketentuan di

    masing-masing negara bagian merefleksi opini public terkait

    dnegan msalah apakah realitis seseorang yang telah melahirkan

    bayi mau menyerahkan bayi tersebut kepada orang lain, dan di

    samping itu juga terkait dengan adanya perjanjian yang

    mengharukan menepati agreement yang didasarkan pada sejumlah

    uang sebagai pembayaran. Beberapa negara bagian yang

    menyatakan bahwa surrogacy itu adalah ilegal adalah New York,

    Delaware, Indiana, Louisiana, Michigan, Nebraska, North Dakota,

    Washington DC. Sedangkan negara-negara bagian di Amerika

    Serikat yang memperbolehkan dilakukannya surrogacy commercial

    adalah Alabama, Alaska, Arizona, Arkansas, Colorado, Georgia,

  • Hawaii, Idaho, Iowa, Kansas, Maine, Maryland, Minnesota,

    Misisipi, Missouri, Montana, Ohio, Pensylvania, Rhode Island,

    South Carolina, South Dakota, Tenesses, Vermont, Wisconsin, dan

    Wyoming. Terkait dengan biaya, biasanya berkisar antara US

    $80.000 sampai US $120.000.Dari jumlah tersebut masing-masing

    surrogate mother mendapatkan pembayaran antara US $14.000

    sampai US $18.000.26

    c) India

    Sejak tahun 2002, India menjadi negara pertama yang melegalkan

    surrogacy secara komersial. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir

    India sudah melahirkan lebih dari 3.000 bayi hasil proses surrogacy.

    Sebagian besar dari mereka adalah orang tua pembawa benih yang

    berasal dari luar India. Pada tahun 2009, India mempunyai 350.000

    klinik terdaftar yang dapat melakukan pelayanan bagi proses

    surrogacy. Dalam tahun 2016, kira-kira 1.500 kehamilan dilakukan

    melalui carasurrogacydi klinik-klinik tersebut. Sebagian besar di

    antaranya adalah bayi-bayi yang berasal dari orang tua pembawa

    benih yang merupakan orang-orang asing yang datang ke India.

    India tidak mempunyai ketentuan atau aturan terkait masalah

    industri fertilitas seperti surrogacy ini, tapi India mempunyai

    ketentuan yang terdapat dalam ICMR (Indian Council of Medical

    Research).Pada tahun 2005, ICMR secara sukarela membuat

    26 Ibid.,hlm.45.

  • petunjuk teknis atau guidelines bagi klinik-klinik surrogacy. ICMR

    mendesak pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang sekiranya

    akan melindungi hak-hak dari semua pihak yang terkait dengan

    perjanjian ibu pengganti surrogate mother. Surrogate Mother yang

    umum di India sebagian kecil diperoleh dari Amerika Serikat. Dari

    jumlah itu surrogate dibayar antara US $700 sampai US $2.500.

    Sering kali, perantara merekrut perempuan sebagai pengganti,

    klinik kesuburan atau surrogate mother membayar perantara

    tersebut. Pembayaran yang surrogate terima untuk mengandung

    bayi sering kali sama dengan empat atau lima kali pendapatan

    rumah tangga tahunan mereka. Meskipun pembayaran di India jauh

    lebih sedikit/murah daripada negaranegara lain seperti Amerika

    Serikat, jumlah tersebut sangat signifikan dalam kehidupan

    surrogate mother tersebut. Di India, praktik surrogate mother

    ditangani oleh pengacara yang khusus menangani mengenai

    surrogate moter yang berada di High Court India, dan tidak bisa

    ditangani oleh pengacara lain yang tidak memiliki kompetensi

    terkait kasus surrogate mother.27

    Selain rahim tidak dapat di samakan dengan benda,

    perjanjian sewa rahim juga tidak dapat disamakan dengan

    perjanjian sew menyewa yang diatur dalam KUHPerdata.

    Perjanjian ini tidak bisa disamakan dengan perjanjian sewa

    27 Ibid.,hlm.51.

  • menyewa karena tidak terdapat dua unsur pokok dari perjanjian

    sewa menyewa, yakni objek yang berupa benda serta harga. Objek

    dari perjanjian ini tidak dapat merujuk kepada rahim, sebab tidak

    dapat ditentukan perihal penyerahan, pembebanan, dan dalurasa

    dari objek tersebut. Dengan kata lain perjanjian ini tidak dapat

    dikatakan sebagai peristiwa sewa rahim maupun sewa menyewa.28

    1.2.3. Syarat-syarat Ibu pengganti (Surrogate Mother)

    Untuk menjadi seorang ibu pengganti (surrogate mother)

    diperlukannya syarat-syarat sebagai berikut :29

    a. Wanita berumur 18-35 tahun, idealnya 28 tahun

    b. Wanita yang sehat baik secara fisik maupun psikis

    c. Sudah pernah setidaknya satu kali melahirkan bayi yang sehat dan

    memahami pengaruh kesehatan dan emosional dari proses kehamilan

    dan melahirkan

    d. Keluarganya harus memberikan persetujuan dan dukungan

    e. Memiliki tujuan membantu pasangan lain memiliki anak

    f. Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam keandunganya

    Dalam prateknya ibu pengganti (surrogate mother) harus memeriksa

    kesehatan janinnya secara teratur, laporan tentang kesehatan ibu pengganti

    28Sista Noor Elvina, Perlindungan Hak Untuk Melanjutkan Keturunan dalam Surrogate Mother, dalam

    Artikel Ilmiah, (Malang: Fakultas Hukum Univrsitas Brawijaya, 2012). Hlm 13. 29 Ibid.hlm.25.

  • (surrogate mother) dan laporan psikologis secara terinci diberikan pada

    pasangan suami istri. Kesuksesan dari program sewa rahim ini bergantung dari

    banyaknya sperma yang diproduksi dari suami dan kemampuan rahim untuk

    menerima, 85% dari pasangan suami istri yang menggunakan jasa ibu

    pengganti (surrogate motehr) biasanya menginginkan satu anak saja.30

    1.3. Analisis

    1.3.1. Keabsahan Perjanjian Surrogate Mother dilihat dari peraturan

    Perundang-undangan Indonesia

    Seorang ibu Pengganti yang melahirkan menjadi ibu yang sah menurut

    hukum walaupun untuk menjadi hamil ia menerima sel-sel telur dari ibu

    genetis dan sel-sel sperma dari bapak genetis.31 Pratek sewa Rahim (surrogate

    mother) mulai muncul karena modernisasi terjadi pada bidang kesehatan di

    Indonesia. Modernisasi merupakan suatu yang alamiah terjadi dalam

    perubahan dari masyarakat yang bercorak tradisioanl ke masayarakat Negara

    yang bercirikan modern. Muncul adanya penemuan teknologi kedokteran dapat

    menyelesaikan masalah untuk pasangan suami istri yang belum memiliki

    keturunan dengan cara sewa Rahim. Pratek sewa Rahim dapat menimbulkan

    banyak masalah dari segi hukum. Terutama segi hukum perdata dan hukum

    islam. Karena di dalam hukum perdata dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan

    1233 KUHPerdata, dan 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa kesepakatan

    30 Sista Noor Elvina, Perlindungan Hukum Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam Surrogate Mother,

    (Jurnal Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang), hlm.3. 31 Ibid. Hal.125.

  • perjanjian sewa Rahim sah jika memenuhi syarat yang ada di dalam pasal

    tersebut. Dan di dalam hukum islam jelas di atur dalam Al’Qur’an adanya

    larangan pendonora sperma, larangan ini terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat

    233.

    Menurut hukum perdata, perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua

    genetis batal demi hukum, karena satu syarat untuk menjadikan perjanjian

    tersebut sah ialah syarat sebab yang halal (geoorloofde oorzaak), Pasal 1320

    KUHPerdata dan syarat ini tidak dipenuhi sehingga tidak mungkin seorang ibu

    menyerahkan seorang bayi yang ia lahirkan kepada pihak lain, berdasarkan

    suatu perjanjian (baringcontract). Ada beberapa negara yang hukum

    perdatanya mengakui perjanjian antara ibu pengganti dan orangtua genetis. Isi

    perjanjian tersebut dapat berupa:

    a. Kesedianan ibu pengganti untuk menerima inseminasi buatan.

    b. Kesediaan ibu pengganti untuk menyerahkan anak/bayi kepada

    orangtua genetis segera setelah melahirkannya.

    c. Kesediaan ibu pengganti menerima nama kepada anak/bayi yang

    diperoleh dari orangtua genetis.

    d. Kesediaan ibu pengganti untuk membantu penuh dalam

    penyelesaian prosedur hukum keluarga berkaiatan dengan status

    hukum yang diinginkan dan perubahan nama keluarga anaknya.

    e. Kesediaan ibu pengganti untuk selama masa kehamilan bertindak

    baik terhadap janin.

  • f. Kesediaan orangtua genetis untuk menerima anak/bayi segera

    setelah lahir.

    g. Kesediaan orangtua genetis membayar segala biaya lama masa

    kehamilan dan biaya kelahirannya.

    h. Kesediaan orangtua genetis untuk memberikan uang juga kepada

    ibu pengganti.32

    Yang bisa dilakukan secara hukum pada kasus ibu pengganti adopsi dari ibu

    pengganti sebagai ibu yang sah secara juridis kepada pasangan orangtua genetis. Di

    Amerika Serikat pernah seorang hakim New Yersey pada tabffal 31 Maret 1987 memberi

    keputusan bahwa kontrak ibu pengganti sah menurut hukum si AS dan mengharapkan ibu

    penggantinya untuk menyerahkan anak/bayi kepada orangtua genetis. Setelah diadakan

    banding maka kepada hakim banding New Yersey memberi keputusan bahwa suatu

    kontrak ibu pengganti, baru tidak sah jika dimuat tentang uang jasa dan jika ibu pengganti

    tidak diberi kesempatan melalui suatu klausule untuk merubah pendapatnya semasa

    kehamilan. Dalam kasus tersebut hakim banding memutuskan pula bahwa ibu pengganti

    tidak dapat menuntut kembali anak tersebut tapi dapat berkunjung saja.33

    Ibu pengganti Surrogate Mother telah menjadi alternative lain bagi beberapa

    pasangan yang belum atau tidak dapat memiliki keturunan melalui metode bayi tabung

    yaitu dengan menggunakan ibu pengganti seperti sewa rahim wanita lain yang bukan

    istrinya.

    32Ibid., Hal.125-126 33Ibid., Hal.126.

  • Kontrak sewa rahim sendiri adalah perjanjian seorang wanita yang mengaitkan

    dirinya dengan pihak lain (suami istri) untuk menjadi hamil dan stelah melahirkan

    menyerahkan anak atau bayi tersebut.34 Sewa Rahim juga merupakan sebuah perjanjian

    sehingga segala sesuatunya diatur dalam KUHPerdata. Pengertian perjanjian pada Pasal

    1313 KUHPerdata menyatakan bahwa:

    “suatu perbuatan dengan mana sau atau lebih mengikatkan dirinya

    terhadap satu orang lain atau lebih”.

    Sedangkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan bahwa:

    “sewa menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

    mengikatkan dirinya kepada pihak lainnya kenikmatan sautu barang, selam waktu

    tertentu dan dengan pembayaran sutu harga, dan pihak yang tersebut belakangan

    disanggupi pembayarannya”.

    Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

    mengandung janji-janji atau kesanggupan yan diucapkan atau ditulis.35 Atau bisa disebut

    suatu kesepakatan, sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian kesepakatan memegang

    peranan penting dalam proses terbentuknya suatu perjanjian, maksudnya adalah para pihak

    yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari

    perjanjian tersebut.

    34Fajar Bayu Setiawan,dkk. Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalma Kedudukan Hukum Positif Indonesia,

    Jurnal Private Law Edisi 01-Juni 2013. 35 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Internasa, Jakarta, 1990, Hlm.1.

  • Kembali pada pokok permasalahan yakni terkait dengan sewa rahim, bila perjanjian

    sewa rahim dianalisis dalam prefektif ketiga teori diatas yaitu :

    a. Prespektif Teori Kehendak (Wilstheorie)

    Perjanjian sewa rahim pasti terjadi karena di dahului oleh adanya

    kehendak pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki anak secara

    alami sehingga menggunakan sewa rahim kepada wanita/ ibu

    pengganti (surrogate mother) apabila sang istri tiak nisa

    mengandung ataupun karena alesan lain.

    b. Prespektif Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)

    Setelah timbul kehendak atau maksud akan melakukan sewa rahim

    terhadap rahim wanita lain, maka pasangan suami istri yang akan

    melakukan sewa rahim tersebut akan menyatakan maksud dan

    kehendaknya kepada wanita yang bersedia di sewa rahimnya untuk

    mengandung anak mereka.

    c. Perspektif Teori kepercayaan (Vertouwenstheorie)

    Setelah pasangan yang bermaksud melakukan sewa rahim

    menytakan maksud dan kehendaknya terhadap wanita yang

    bersedia disewa rahimnya, maka disini ada 2 (dua) kemungkinan,

    bisa jadi pernyataan tersebut menjadi sebuah perjanjian atau bisa

    juga tidak berujung pada sebuah perjanjian, tergnatung terhadap

    pihak lawan/ pihak kedua, rahimnya sebagai pihak lawan/ pihak

    kedua percaya terhadap apa yang telah dinyatakan oleh pihak

    pertama, maka pernyataan yang telah di utarakan oleh pihak

  • pertama bisa berlanjut ke sebuah perjanjian. Namun apabila pihak

    kedua tidak mempercayai apa yang telah dinyatakan oleh pihak

    pertama karena suatu sebab, maka pernyataan apa yang telah

    diutarakan oleh pihak pertma tidak akan berujung kepada sebuah

    perjanjian.

    Ketiga teori tersebut dia atas adalah teori untuk mengalisa terjadinya sebuah

    kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah,

    perlu dipenuhi empat syarat :

    1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

    2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

    3) Suatu pokok persoalan tertentu

    4) Suatu sebab yang tidak terlaranh

    Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif, sedangkan syarat ketida dan

    keempat merupakan syarat objektif.

    Berbicara sewa rahim dari unsur subyektif tidak terpenuhinya syarat subjektif akan

    mengakibatkan suatu perjanjian menjadi dibatalkan. Maksudnya ialah perjanjian tersebut

    menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak dipenuhinya

    syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian tesebut menjadi batal demi hukum. Artinya

    sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu

    perikatan. Menurut pasal 1313 KUHPerdata:

  • “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatnya

    dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

    Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat sah perjanjian yang

    terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri dari: (i) sepakat, (ii) cakap, (iii)

    suatu hal tertentu, (iv) causa yang halal.

    Untuk dapat melakukan surrogate mother secara sah, maka para pihak harus

    memenuhi baik syarat subjektif maupun obyektif di dalam ketentuan Pasal 1320

    KUHPerdata. Syarat sepakat dan cakap dapat terpenuhi apabila perjanjian sudah disepakati

    oleh para pihak yang cakap menurut hukum, dimana para pihak bukan merupakan orang

    yang belum dewasa dan di bawah pengampunan. Persoalan ini terkait keabsahan surrogate

    mother adalah mengenai syarat objektif berupa objek dan causa yang halal.

    Suatu objek perjanjian dapat ditentukan dari jenis prestasi yang akan dilakukan.

    Pasal 1234 KUHPerdata menentukan macam-macam prestasi di dalam sebuah perikatan,

    yakni untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

    Dengan kata lain, wujud sebuah prestasi dapat berupa barang maupun jasa. Berdasarkan

    pengertian dari Surrogate Mother, prestasi yang diberikan adalah meminjam rahimnya

    untuk mengandung, melahirkan, dan kemudian menyerahkan bayi yang dikandung kepada

    orangtua biologis. Atau dengan kata lain, objek dari perjanjian ini adalah berupa jasa.

    Sewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Suroogate Mother secara tegas

    dilarang dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang

    menyatakan bahwa :

  • 1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dlakukan oleh pasangan

    suami istri yang sah dengan ketentuan:

    a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan

    ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal

    b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

    kewenangan untuk itu, dan

    c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu

    2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah

    sebagaimana dimaksuda pada ayar (1) diatur dengan Peraturan Pemeritah.

    Berdasarkan bunyi Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 seperti

    tersebut di atas maka telah secara tegas melarang pratik sewa rahim di Indonesia, dengan

    demikian syarat objektif suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHperadata tidak

    dapat terpenuhi. Dengan dmeikaian perjanjian sewa rahim di Indonesia tidak sah, atau batal

    demi Hukum (null and void). Tidak terpenuhinya syrat subyektid akan mengakibatkan

    suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan maksudnya batal apabila ada yang memohonkan

    pembatalan. Sedangakan tidak terpenuhi syarat objektif akan mengakibatkan perjanjian

    tersebut menjadi batal demi Hukum. Artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada suatu

    perikatan.36

    Maka dalam KUHPerdata seperti asas yakni seorang anak luar nikah baru memiliki

    hubungan perdata baik dengan ayah maupun ibunya setelah mendapat pengakuan, hal itu

    bisa ditemukan dari makna yang terkandung dalam Pasal 280 KUHPerdata. Penerapan

    36 Komariah, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2002, Hlm. 175-177.

  • prinsip hak keperdataan baik ankah luar nikah terhadap ayah sesungguhnya dapat di artikan

    denagn anak luar pernikahan yang telah diakui oleh orang tua sesusungguhnya

    sebagaimana diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata. Menurut KUHPerdata seorang anak

    yang diakui oleh orang tuanya memiliki hubungan keperdataan ayah dan ibu

    sesungguhnya, sedangkan pengertian keperdataan itu termasuk menyangkut hak

    pewarisan. Posisi anak di dalam KUHPerdata dibag menjadi : anak sah dan anak luar

    kawin.37

    Maka dalam hukum keluarga diatur mengeni hak serta kewajiban antara orang tua

    dan anak, berupa kewajiban pemeliharaan dan pendidikan terhadap anaknya dan

    sebaliknya ia berhak mendapatkan sikap hormat dan penghargaan dari anaknya.

    Anak yang lahir melalui proses sewa rahim (surrogate mother) mempunyai

    kemungkinan yang unik terkait dengan siapa yang dapat disebut sebagai orang tua anak.

    Yang memberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung adalah sama, serta sang ayah

    kandung yang tanpa ikatan perkawinan. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah

    kandung, serta istri dan sang ayah kandung. Yang memberi sel telur, ibu kandung, ayah

    kandung dan istri dari sang ayah kandung. Atau yang memberi sel telur, yang memberi

    sperma, ibu kandung, ayah angkat dan ibu angkat.

    Berdasarkan Pasal 42 UUP mengenai anak sah, dan berdasarkan Pasal 43 UUP

    berbunyi anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata

    dengan ibunya dan keluarga ibunya. Terkait dengan anak yang lahir dari Ibu Pengganti

    37 D.Y Witanto, Hukum Keluarga dan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, Loc. Cit. hlm. 107-108.

  • (surrogate mother), maka apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status

    sebagai berikut :

    a. Jika anak tersebut dilahirkan memalui Ibu Pengganti yang sudah memilki ikatan

    perkawinan atau sudah mempunyai sauami maka anak tersebut posisinya

    sebagai anak sah dari perempuan tersebut beserta suaminya.

    b. Jika anak tersebut dilahirkan melalui Ibu Penggantu yang belum memiliki

    ikatan perkawianan atau tidak mempunyai suami, maka anak tersebut akan

    berkedudukan sebagai anak luar perkawinan dari perempuan tersebut.

    Maka oleh karena itu, surrogate mother lebih tepat dikatakan sebagai perjanjian

    ibu pengganti. Polemik lain terkait surrogate mother adalah causa yang halal. Hoge Raad

    sejak tahun 1927 mengartikan causa sebagai sesuatu yang menjadi tujuan pihak.38 Jika

    causa diartikan sebagai tujuan dari sebuah perjanjian, maka tujuan dari surrogate mother

    adalah untuk memperoleh keturunan. Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu

    sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan

    ketertiban umum.

    Maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan, untuk

    adanya perjanjian sewa menyewa rahim di Indonesia. Untuk saat ini tidak dimungkinkan

    dilakukan secara legal di sarana kesehatan yang ada di Indonesia. Selain melihat

    berdasarkan aspek pengaturan dalam undang-undang di Indonesia, adanya sewa rahim ini

    juga berkaitan dengan perjanjian sebagai dasar dari adanya pratek ini. Pada perjanjian ibu

    pengganti Surrogate Mother dikaitkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikatakan

    38Salim H.S, Hukum Kontrak dan Teknik Penyususnan Kntrak, Sinar Grafiak, Jakarta, 2008, hal. 34.

  • sebagai syarat subjektifnya sudah memenuhi syarat. Yaitu dengan adanya para pihak yang

    telah sepakat dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum atau perjanjian tersebut.

    Namun pada syarat obejektifnya, perjanjian Surrogate Mother memunyai pada

    permaslahan pada syarat keempat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu mengenai sebab

    yang halal.

    Maka dengan demikian ada beberapa alasan sehingga perjanjian pada ibu pengganti

    Surrogate Mother berdasarkan ketentuan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dapat

    dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan mengenai “adanya sebab yang halal”

    diantaranya adalah :

    1. Melanggar perjanjian perundang-undnagan yang ada, seperti yang

    sudah dijelaskan mengenai perjanjian ibu pengganti (surrogate

    mother) berdasarkan aspek hukum kesehatan :

    a) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam Pasal 127

    ayat (1).

    b) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

    Kesehatan Reproduksi dalam Pasal 43 ayat (3)

    c) Permenkes No.73/Menkes/PER/II/2010 tentang

    Peyelenggraan Pelayanan Teknologi Reproduksi dalam

    Pasal 4.

    2. Bertentangan dengan Kesusilaan:

    a) Tidak sesuai dengan norma moral dan adat-istiadat atau

    kebiasaan umumnya masyarakata Indonesia atau di

    lingkungan masyarakat Indonesia.

  • b) Bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh

    masyarakat Indonesia.

    3. Bertentangan dengan Ketertiban Umum karean akan menjadi

    perjunjingan di masyarakat sehingga ibu pengganti (surrogate

    mother) kemungkinan akan dikucilkan dari pergaulannya.

    4. Bertentangan dengan pokoko-pokok perjanjian atau perikatannya

    itu sendiri, dimana rahim itu bukanlah suatu benda dan tidak dapat

    disewakan yang terdapat pada KUHPerdata.

    5. Pasal 1339 KUHPerdata yang menjelaskan perjanjian tidak hanya

    mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya,

    tetapi untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dan

    undang-undang. Sehingga pasal ini menegaskan bahwa dalam

    menentukan suatu perjanjian para pihak tidak hanya terkait terhadap

    apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian tersebut, tetapi juga

    terikat oleh keputusan, kebiasaan dan undang-undang.

    Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian sewa menyewa

    secara umum dengan perjanjian sewa rahim memiliki banyak perbedaan, sehingga

    tidak dapat disamakan konsep antara prjanian sewa menyewa dengan perjanjian sewa

    rahim tersebut.

    1.3.2. Kedudukan Hukum Anak yang dilahirkan Akibat Surrogate Mother

    Di Indonesia, kedudukan anak di atur dalam ketentuan-ketentuan Bab IX

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawianan), di

  • mana dalam ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan mengatur anak yang sah adalah

    anak yang dilahirkan atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dilihat dari

    rumusan Pasal 42 UU Perkawinan tersebut dapat di maknai bahwa jika seorang

    anak terlahir diluar perkawinan mak anak tersebut digolongkan sebagi anak luar

    kawin. Penitipan janin menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother

    menimbulkan beberapa permasalahan tentang harkat ayah dan ibu serta harkat

    hubungan hukum antara orang tua dan anak. Permasalahan lain adalah mengenai

    hubungan hukum anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu pengganti dengan

    ayah biologisnya. Begitu pula jika ibu pengganti bersuami permasalahan hubungan

    hukum antara suami dari ibu pengganti dengan anak yang dikandung oleh istrinya

    akan muncul. Adanya permasalahan untuk menentukan hubungan hukum antara

    orang tua pemilik benih dengan anak yang dikandung oleh ibu pengganti beraibat

    pada penentuan status hukum anak tersebut.

    Maka dapat dilihat dari sudut Hukum Islam, masalah ibu pengganti

    Surrogate Mother tidak dapat dilepaskan dari norma-norma dalam Hukum

    Kekeluargaan Islam, Hukum Perkawinan, dan Hukum Kewarisan Islam. Hal

    tersebut diakrenakan perbutan ini melibatkan subjek hukum yang diikat oelh

    lembaga hukum yaitu perkawinan sepasang suami istri yang ingin mendapatkan

    anak. Maka dapat diuraikan akibat hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan sewa

    menyewa Rahim dengan menggunakan ibu pengganti Surrogate Mother. Akibat

    hukum dalam hukum kekeluargaan Agama Islam hanya mengakui hubungan darah

    atau ikatan perkawinan sebagai landasan bagi keluarga. Jika perbuatan penitipan

    janin pada Rahim ibu pengganti dihalalkan maka dapat menimbulkan kekacauan

  • pada konsep keluarga dan hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang diatur

    secara jelas dalam Hukum Islam. Dalam ajaran Islam sudah ditetapkan suatu

    konsep dasar bahwa yang dinamakan ibu adaalah wnaita yang melahirkan dan ayah

    adalah suami dari ibu yang memiliki benih anak yang bersangkutan. Anak adalah

    hasil dari perkawinan yang sah antara ibu dan ayah. Oleh karena itu, akibat dari

    sewa menyewa Rahim dnegan menggunakan ibu pengganti ini adaah kedudukan

    ayah dan ibu menjadi jelas. Akibat yang paling menonjol dari perutan ini adalah

    rusaknya harkat seoarang ibu dan ayah serta adanya ketidakpastian pada status

    hukum seorang anak.

    Anak yang lahir dari suatu perjanjian surrogate mother tentu akan

    menimbulkan sedikit kebingungan dalam menentukan siapa orang tua dari anak

    yang lahir dari perjanjian tersebut. Ada beberapa kombinasi orang tua yang dapat

    terjadi pada perjanjian ibu pengganti surrogate mother, diantaranya:39

    a. 2 orang tua: si pemberi sel telur yang menjadi ibu kandung adalah sama

    serta ayah kandung tanpa ikatan pernikahan;

    b. 3 orang tua: si pemberi sel telur dan yang menjadi ibu kandung, ayah

    kandung, dan istri dari sang ayah kandung; atau

    c. 5 orang tua: si pemberi sel telur, pemberi sperma, ibu kandung, ayah

    angkat, dan ibu angkat.

    Jika merujuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini

    untuk mengetahui apakah status anak yang dilahirkan dari perjanjian Surrogate

    39Sonny Dewi Judiasih. Op.Cit. hlm. 17.

  • Mother tentunya harus melihat ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor

    1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) khususnya dalam Pasal 42

    menyatakan bahwa:

    ”anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai

    akibat perkawinan yang sah’.

    Terkait dengan anak yang lahir dari ibu pengganti Surrogate Mother, maka

    apabila dihubungkan dengan peraturan diatas akan terjadi status seperti berikut:

    1. Apabila anak itu dilahirkan dari ibu pengganti Surrogate Mother yang

    terikat perkawinan (mempunyai suami) maka anak tersebut akan

    berkedudukan sebagai anak sah dari ibu pengganti tersebut dan

    suaminya.

    2. Apabila anak itu lahir dari ibu pengganti Surrogate Mother yang tidak

    terikat dalam perkawinan, maka anak tersebut akan berkedudukan

    sebagai anak luar kawin dari ibu pengganti tersebut.

    Untuk melihat golongan anak dari Surrogate Mother sebagia anak sah atau

    tidak sah, maka harus dilihat dulu status perkawinan dari ibu pengganti Surrogate

    Mother diantaranya:40

    a. Anak diluar perkawinan yang tidak diakui, bila status ibu pengganti

    adalah gadis atau janda, maka anak yang dilahirkan adalah :anak di luar

    perkawinan yang tidak diakui”, yaitu anak yang dilahirkan karena zina,

    40Desriza Ratma.Op.Cit. hlm.120.

  • yaitu akibat dari perhubungan suami atau istri dengan laki-laki atau

    perempuan lain.

    b. Anak sah, bila status wanita Surrogate Mother terikat dalam perkawinan

    yang sah (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak

    sah pasangan suami-istrinya yang di sewa rahimnya, sampai si bapak

    (suami dari wanita surrogate mother) menyatakan “tidak” berdasarkan

    Pasal 251, 252, dan 253 KUHPerdata dengan pemerikasaan darah atau

    DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga berdasarkan atas

    Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan.

    Maka dapat di lihat dari uraian diatas dan terkait dengan UU Perkawinan

    maka dapat disimpulkan bahwa apabila anak itu dilahirkan dari wanita Surrogate

    Mother yang terikat dalam perkawinan maka anak tersebut berkedudukan sebagai

    anak sah dari wanita tersebut dan suaminya, namun apabila anak itu lahir dari

    wanita Surrogate Mother yang tidak terikat dalam perkawinan, maka anak tersebut

    akan berkedudukan sebagai anak luar kawin dari wanita tersebut. Dalam hukum

    positif Indonesia khususnya terkait anak yang lahir dari perjanjian Surrogate

    Mother ditinjau dari UU No.01 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat disimpulkan

    bahwa anak yang lahir dari perjanjian Surrogate Mother merupakan anak sah dari

    Surrogate Mother atau ibu penggantinya tersebut dan bukan anak dari orang tua

    yang menitipkan benih di Rahim Surrogate Mother.

    Maka adanya sewa rahim juga berdampak pada anak yang dilahirkan.

    Akibat hukum yang dapat terhadap anak hasil sewa rahim dari ibu pengganti

    Surrogate Mother ini adalah terhadap status anak dan hak waris anak. Apabila

  • status anak hasil dari sewa rahim dengan ibu penggati Surrogate Mother dikaitkan

    dengan pengertian mengenai anak sah dan tidak sah, dilihat dari status perkawinan

    yang menjadi ibu pengganti surrogate mother maka.

    a. Anak diluar perkawinan yang tidak diakui

    Bila status wanita Surrogate Mother adalah gadis atau janda, maka anak

    yang dilahirkan adalah “anak diluar perkawinan yang tidak diakui”,

    yaitu akibat dari perhubungan suami atau istri dengan laki-laki atau

    perempuan.

    b. Anak sah

    Bila status wanita Surrogate Mother terikat dalam perkawinan yang sah

    (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak sah

    pasangan suami istri yang disewa rahimya, sampai bapak (suami dari

    wanitayang menajadi ibu pengganti) mengatakan “tidak” berdasarkan

    Pasal 251, 252 dan 253 KUHPerdata dengan pemeriksaan darah dan

    DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga berdasarkan UU

    No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjelaskan ayat (1)

    seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh

    istrinya bila mana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina

    dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut.

    Maka menurut Hukum Islam akibat anak yang dilahirkan dari ibu pengganti

    Surrogate Mother yaitu hukum haram yang terdapat sewa rahim dapat ditinjau dari

    beberapa segi diantaranya dari segi sosial dapat menarik taraf kehidupan seperti

    hewan dan pencampuran nasab dari segi etika, bahwa memasukan benih di dalam

  • perempuan lain hukumnya haram berdasarkan hadis nabi serta dari seorang wanita

    ibu pengganti menimbulkan hilangnya sifat keibuan dan merusak tatanan

    kehidupan masyarakat. Adanya perselisihan dan perdebatan yang bisa seperti ini

    bertentangan dengan tujuan dan maksud syariat Islam berupa menciptakan

    kestabilan, ketentraman dan menghilangkan pertikain atau membatasinya pada

    skala sekecil mungkin.

    Maka suami istri salah satu dari keduanya dianjurkan untuk memanfaatkan

    kemajuan ilmu pengetahuan, demi membantu mereka dalam mewujudkan

    kelahiran anak. Namun, disyaratkan spermanya harus milik sang suami dan sel telur

    milik sang istri, tidak ada pihak ketiga diantara mereka. Dan ibu pengganti

    Surrogate Mother kemungkinan membawa penyakit-penyakit dari ibu pengganti

    Surrogate Mother seperti kesehatannya bisa jadi dari kuman dan virus yang mana

    akan mengubah serba sedikit genetic bayi. Disamping sebab kesehatan emosi ibu

    pngganti juga harus diketahui apakah ia benar ikhlas atau pun terpaksa menjadi ibu

    pengganti Surrogate Mother. Emosi yang tidak stabil akan menggangu emosi anak

    yang dikandung, selain itu, ibu pengganti juga harus diberikan rawatan sepenuhnya

    sebelum mengandung dan selepas mengandung. Ibu pengganti Surrogate Mother

    yang sakit melahirkan anak, kemungkinan akan menyebabkan emosinya terus

    terganggu, dengan beban pikiran bahwa anaknya itu akan diberikan kepada orang,

    setiap ibu mempunyai perasaan yang tersendiri dan tidak pernah ada ibu yang tidak

    menyayanginya anaknya.

    Jika dikaitkan dengan hukum positif Indonesia dalam membahas status

    hukum anak yang dilahirkan melalui ibu pengganti Surrogate Mother, yaitu

  • berdasarkan pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berisi

    pengertian anak sah belum meliputi kedudukan anak tersebut. Dalam pasal 42 UU

    No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa:

    “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai

    akibat perkawinan yang sah.”

    Maka berdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat dianalogikan bahwa anak

    yang dilahirkan melalui ibu pengganti surrogate mother tetap menjadi anak sah dari

    Ibu pengganti. Karena anak tersebut dilahirkan oleh ibu pengganti dan setiap ibu

    pengganti adalah orang yang sudah pernah menikah, dan si anak lahir ketika

    pasangan suami istri tersebut masih terikat dalam perkawinan.

    Dalam Komplilasi Hukum Islam, pada Pasal 99 dinyatakan bahwa anak

    yang sah adalah:

    a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah

    b. Hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan

    oleh istri tersebut.

    Jika melihat ketentuan pada huruf (a) Pasal tersebut, maka hal tersebut sama

    dengan ketentuan Pasal 42 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka bisa

    ditarik kesimpulan yang sama, namun jika melihat ketentuan huruf (b) Pasal

    tersebut, maka anak yang dilahirkan melalui Surrogate Mother tidak dapat menjadi

    anak sah dari pasangan suami istri pemilik benih atau orang tua genetis. Karena

    anak tersebut dilahirkan melalui proses pembuahan di luar rahim dan dilahirkan

  • oleh si istri, melainkan oleh wanita ibu pengganti Surrogate Mother yang bukan

    istrinya.

    Berdasarkan rumusan rekayasa manusia ini maka perlu dibahas beberapa

    kegiatan di bidang kedokteran yang berhubungan dengan pencegahan dan

    pengobatan penyakit serta perencanaan keturunan. Banyak sekali berbagai

    permasalahan yang pada dewasa ini sedang marak dibicarakan khusunya dalam

    bidang kedokteran, dalam hal ini yang berkaitan dengan cara untuk memperoleh

    keturunan. Dalam pandangan Islam, rahim wanita mempunyai kehormatan yang

    tinggi dan bukan barang hinaan yang boleh disewa atau diperjual belikan, karena

    rahim adalah anggota manusia yang mempunyai hubungan yang kuat dengan naluri

    dan perasaan semasa hamil berbeda dengan tangan dan kaki yang digunakan untuk

    bekerja dan seumpama yang tidak melibatkan perasaan. Lebih-lebih lagi ia

    termasuk dalam lingkungan yang diharamkan karena manusia tidak berhak

    menyewakan rahimnya yang akan melibatkan penentuan nasab. Selain itu, wasilah

    mendapat anak adalah hak Allah SWT dan menyewa rahim termasuk pada bagian

    farji sedangkan hukum asal dari farji adalah haram.

    Dengan adanya praktik ibu pengganti Surrogate Mother yang dilakukan

    oleh masyarakat, menimbulkan banyak persoalan-persoalan hukum, yang harus

    direspon oleh semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, maka kita perlu melihat

    bagaimana sesungguhnya Surrogate Mother tersebut dalam konteks hukum positif

    di Indonesia.