bab ii dasar teori dan kriteria · pdf fileperencanaan nya harus memperhitungkan angka debit...
TRANSCRIPT
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-1
BAB II
DASAR TEORI DAN KRITERIA PERENCANAAN
2.1 Hidrologi Banjir
Sesuai dengan karakteristik dan fenomena hidrologi suatu daerah pengaliran sungai,
debit yang mengalir melewati sungai tersebut sering berubah-ubah dan tidak
beraturan. Sehingga puncak banjir yang terjadi akan berbeda dari tahun ke tahun.
Apabila diperhatikan puncak banjir setiap tahunnya, kadang-kadang terjadi puncak
banjir yang sangat besar pada tahun tertentu, dan pada tahun-tahun lainnya terjadi
puncak banjir yang cukup rendah. Apabila angka-angka tersebut disusun secara
berurutan akan tampak bahwa angka puncak debit banjir yang didapat tidak beraturan
(random) tetapi sering mengikuti pola-pola tertentu.
Jika suatu saat, di sungai tersebut akan dibangun bangunan air, maka dalam
perencanaan nya harus memperhitungkan angka debit banjir rencana (design flood).
Banjir rencana merupakan probabilitas debit banjir yang pantas dipergunakan dalam
merencanakan suatu bangunan hidrolis sesuai dengan fungsi dan umur rencana
bangunan tersebut sehingga dalam analisa hidrologinya akan menerapkan metoda
statistik dengan menggunakan parameter ekstrim.
Besarnya debit banjir rencana dapat diperkirakan melaui dua jenis data yaitu, pada
data tinggi muka air sungai ataupun danau yang dapat menunjukkan tabiat debitnya
dan data curah hujan ekstrim. Dalam perkembangannya, debit banjir dengan
menggunakan data curah ekstrim lebih banyak dipakai karena data tersebut mudah
diperoleh dan telah cukup panjang terekam pada stasiun-stasiun hujan sedangkan data
debit sungai yang tersedia seringkali tida ada dan tidak cukup panjang secara statistik.
Secara umum, besarnya debit banjir rencana dengan curah hujan maksimum akan
diperkirakan dengan dua metode yaitu metode rasional dan metode empiris/
berdasarkan hydrograf. Alur perhitungannya akan mengkuti diagram alir berikut ini :
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-2
Gambar 2. 1 Flowchart Perhitungan Banjir Rencana
2.1.1 Curah Hujan Ekstrim
Sesuai dengan konsep probabilitas yang dipakai, maka data curah hujan yang akan
dikumpulkan adalah data curah hujan ekstrim. Sebagai penunjang selain data curah
hujan maksimum juga dikumpulkan data-data hidrologi lainnya, yaitu :
1. Pengumpulan data iklim
Pengumpulan data iklim yang lain (terbaru) selama minimum 5 tahun
berturut-turut dari stasiun iklim terdekat.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-3
2. Data Curah Hujan
Pengumpulan data curah hujan harian maximum selama minimum 10 tahun
berturut-turut. Data curah hujan harian maximum selanjutnya akan dipakai
sebagai dasar dalam penentuan debit banjir sungai untuk daerah yang
bersangkutan.
3. Pengumpulan data informasi banjir
Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, lamanya dan luas genangan serta
saat terjadinya) baik dengan pengamatan langsung dengan memperhatikan
bekas-bekas tanda-tanda banjir di pohon atau rumah atau wawancara dengan
penduduk setempat.
Serangkaian data hujan maksimum yang diperoleh selama periode minimal 10 tahun
berturut-turut selanjutnya akan dianalisa sehingga akan diperoleh karakteristik curah
hujan wilayah tersebut. Analisa-analisa tersebut meliputi :
1. Analisa Data Hujan/Interpretasi Data Hujan
2. Analisa Frekwensi Hujan Ekstrim
3. Analisa Intensitas Curah Hujan
2.1.1.1 Analisa Data Hujan/Interpretasi Data Hujan
Data hasil rekaman yang diambil dari stasiun-stasiun hujan bersangkutan akan
diinterpretasi dan divalidasi agar data curah hujan maksimum yang telah diperoleh
konsisten dan valid. Proses-proses interpretasi dan validasi data curah hujan meliputi :
1. Menaksir data curah hujan yang hilang
Apabila terdapat data curah hujan yang tidak lengkap atau “hilang “ maka
dapat ditaksir dengan tiga cara pendekatan yang dapat ditempuh yaitu dengan
rata-rata aljabar, ratio normal, dan kebalikan kwadrat jarak.
2. Menghitung hujan rata-rata pada suatu daerah aliran (catchment area)
Tujuan dari menghitung hujan rata-rata adalah merubah hujan titik (point
rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) sehingga data hujan yang
semula didapat dari perhitungan rekaman stasiun hujan berupa data titik (point
rainfall) dapat dikonversi menjadi hujan wilayah (regional rainfall).
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-4
Untuk menghitung hujan wilayah ini dapat menggunakan tiga cara pendekatan
yaitu ; menggunakan cara rata-rata aljabar, poligon thiessen, dan cara isohyet.
3. Uji konsistensi data hujan
Agar data hujan yang didapat konsisten atau tidak maka dapat diketahui
dengan melaksanakan uji konsistensi data hujan dengan cara double mass
curve, yaitu dengan cara akumulasi curah hujan wilayah.
2.1.1.2 Analisa Frekwensi Hujan Ekstrim
Analisis frekuensi hujan ekstrim ditujukan untuk memperkirakan masa datangnya
peristiwa hujan dalam suatu periode t tahun tertentu. Penentuan curah hujan
maksimum dengan periode ulang tertentu dihitung dengan metode Gumbel, dan Log
Pearson Type III. Data-data curah hujan yang diperlukan adalah data hujan harian
maksimum pada tiap tahun, data yang tersedia sekurang-kurangnya adalah selama 10
tahun berturut-turut.
1. Distribusi Frekuensi Gumbel
Metoda distribusi Gumbel banyak digunakan dalam analisis frekuensi hujan
mempunyai rumus :
SKx TT += µ (2-1)
SS
yyx
N
NT
T )(−
+= µ
Dimana:
−+−=
1ln5772.0
6
Tr
TrKT
π
−−=
1lnln
Tr
TryT
XT = Nilai X untuk periode ulang T tahun (mm)
K = Faktor frekuensi
Sn, Yn = Faktor pengurangan deviasi standar rata-rata sebagai fungsi dari
jumlah data, diperoleh dari tabel
2. Distribusi Log Pearson Type III
Metoda ini mempunyai persamaan sebagai berikut
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-5
)log(loglog xTT SKxx += (2-2)
Dimana:
Cs = Koefisien skewness
3
log
1
3
))(2)(1(
)log(log
x
N
i
i
SNN
xxN
Cs−−
−
=∑
−
KT = Koefisien frekuensi didapat dari tabel dengan nilai Cs tertentu
Dari kedua metode tersebut didapat curah hujan maksimum berdasarkan periode
ulang (retun period) dan untuk mengetahui hasil yang terbaik dapat diketahui dari
nilai simpangan terkecil dengan menggunakan metode Chi-square (X2) dan metode
Kolmogorov Smirnov.
Selain itu pengujian keandalan analisis frekuensi juga dapat diketahui dari batas
selang kepercayaan (confidence limit) dan kesalahan standar (standard error).
Menurut Distribusi Gumbel perkiraan standar kesalahan Se dipakai untuk mengukur
standar deviasi dari urutan kejadian dan garis selang kepercayaan dinyatakan dengan :
αSeZX T ± (2-3)
Dimana ( ) SKKn
Se TT ×
++= 2
12
1000.11396.111
Untuk selang kepercayaan 95 % = α =0.025 → Z α = 1.96
Untuk selang kepercayaan 90 % = α =0.5 → Z α = 1.645
Untuk selang kepercayaan 80 % = α =0.1 → Z α = 1.282
2.1.1.3 Analisa Intensitas Curah Hujan (IDF) Ekstrim
Intensitas Curah Hujan (Intencity Duration Frequency) adalah ketinggian curah hujan
yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebiut berkonsentrasi. Analisa
Intensitas Curah Hujan dapat diproses melalui data curah hujan yang telah terjadi
pada masa lampau. Intensitas Curah Hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan
(mm/jam), yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu
perjam.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-6
Intensitas Curah Hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian dan lamanya
(duration) hujan turun, yang disebut Intensitas Duration Frequency (IDF). Oleh
karena itu diperlukan data curah hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 30 menit, 60
menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya didapatkan dari dari
data pengamatan Curah Hujan Otomatik dari kertas diagram yang terdapat pada
peralatan tersebut. Seandainya data curah hujan yang ada hanya Curah Hujan Harian,
maka oleh Dr. Mononobe dirumuskan Intensitas Curah Hujannya sebagai berikut:
32
24 24
24
=
t
RI (2-4)
Dimana
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Curah Hujan (jam)
R24 = Curah Hujan Maksimum dalam 24 jam (mm)
Dalam hal tersedia data curah hujan tahunan maka dalam perhitungan Intensitas
Curah Hujan juga dapat menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1. Formula Talbot
bt
aI
+= (2-5)
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/tahun)
t = Lamanya Curah Hujan (jam)
a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya Curah Hujan yang terjadi
di Daerah Aliran
[ ][ ] [ ][ ][ ] [ ][ ]IIIN
ItIIIta
.
..2
22
−
−=
[ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]IIIN
tINtIIb
−
−×=
2
2
2. Formula Sherman
nt
aI = (2-6)
Dimana:
[ ][ ] [ ][ ][ ] [ ][ ]tttN
tIttIa
logloglog
loglogloglogloglog
2
2
−
−=
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-7
[ ][ ] [ ][ ][ ] [ ][ ]tttN
ItNtIn
logloglog
loglogloglog2
−
×−=
3. Formula Ishiguro
bt
aI
+= (2-7)
Dimana:
[ ][ ] [ ][ ][ ] [ ][ ]IIIN
ItIItIa
−
−=
2
22
[ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]IIIN
tINtIIb
−
−=
2
2
2.1.2 Hidrograf Banjir
Hidrograf adalah grafik yang menyatakan hubungan antara elevasi (taraf) muka air
atau aliran (debit) dengan waktu. Untuk menentukan debit banjir digunakan cara
analisis hidrograf dengan mengambil nilai puncak (peak flow) dari volume banjir
(flood volume).
Untuk aliran banjir (flood flow) dapat diperoleh dari hydrograf aliran banjir, yaitu nilai
debit puncak (peak flow) untuk data sesaat (instantaneous peak) daripada volume
banjir (flood volume).
2.1.2.1. Hidrograf Satuan
Hidrograph satuan bisa pula didefinisikan sebagai hidrograph limpasan langsung
(Direct Run-off Hydrograph = DRH) yang disebabkan oleh hujan merata berlebih
(excess rainfall) stebal 1 cm atau 1 inchi yang tersebar merata diatas daerah tadah
dalam jangka waktu tertentu.
Konsepsi hidrograf satuan dicetuskan oleh Sherman pada tahun 1936. Konsep ini
sangat bermanfaat dalam analisa hidrologi dan merupakan suatu pendekatan yang
sangat baik dalam memahami relasi antara rainfall dan run off. Namun demikian,
penggunaan hidrograf satuan dibatasi dalam :
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-8
1. keadaan daerah pengaliran harus cukup merata (geologi, tanaman penutup)
2. luas daerah pengaliran tidak terlalu besar (maximum 2500 mile2)
Parameter-parameter yang digunakan dalam Hidrograf Satuan adalah :
a. tp = Time log, yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik berat
hidrograf
b. Tp = Peak time, yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf dan
saat debit maksimum
c. Tb = Time base hydrograf.
Gambar 2. 2 Hidrograph satuan
2.1.2.2. Hidrograf Satuan Sintetis SCS
Jika tidak ada tersedia pengukuran secara langsung mengenai hidrograf banjir maka
maka dapat dilakukan pendekatan dengan hidrograf satuan sintetis. Hidrograf satuan
sintetis didasarkan pada karakteristik fisik daerah tadah (catchment area). Salah satu
bentuk hidrograf satuan sintetis yang dikembangkan dalam analisis banjir adalah
hidrograf satuan sintetis Soil Conservation Service (SCS) yang tidak berdimensi, unit
hidrograf tersebut dibuat oleh Victor Mockus pada tahun 1950. Hidrograf ini dibuat
berdasarkan pada analisis sejumlah besar unit hirograf alami dari berbagai ukuran
catchment dan lokasi geografis. Metode ini dikenal dengan sebagai unit hidrograf
buatan SCS dan telah digunakan di berbagai tempat untuk catchment ukuran sedang.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-9
Untuk menghitung catchment lag (t2 lag), cara SCS menggunakan dua cara, yaitu:
curve number dan cara kecepatan.
1. Cara curve number dibatasi untuk catchment area kurang dari 8 km2,
walaupun kenyataannya dapat digunakan hingga luas 16 km2.
Pada curve number, kelambanan (lag) digambarkan dengan formula berikut :
5.07.0
7.08.0
14104
)86.222540(
YCN
CNLt l
−= (2-8)
Keterangan:
tl = catcment lag (jam)
L = panjang hidrolik (panjang diukur sepanjang alur sungai
utama) (m)
Y = kemiringan rata-rata daerah cathment (m/m)
Dalam metode curve number, rata-rata kemiringan lahan catcment diperoleh
dengan memetak-metak catchment dan menghitung rata-rata kemiringan
petak-petak tersebut.persamaan diatas dibatasi untuk curve number antara
50-95.
2. Cara kecepatan digunakan untuk catcment lebih besar dari 8 km2, atau curve
number selain 50-95. sungai utama dibagi menjadi potongan-potongan, dan
banjir 2 tahunan atau debit penuh (bank full discharge) diperhitungkan.
Dalam kasus sesungguhnya, akan lebih baik menggunakan debit 10 tahunan
atau lebih. Kecepatan rata-rata dihitung, dan waktu konsentrasi tiap
potongan dihitung dengan menggunakan panjang potongan atau jarak lurus.
Jumlah waktu konsentrasi untuk semua potongan (jarak lurus) merupakan
waktu konsentrasi catchment. Kelambanan (lag) dihitung dengan rumus :
10
6=
c
t
t
t (2-9)
Keterangan:
tl = lag
tc = waktu konsentrasi.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-10
Rasio ini digunakan umumnya untuk catchment ukuran sedang.
Besarnya rasio waktu puncak (ratio of time to peak, tp) tetap terhadap durasi
hidrograf satuan yaitu:
5=r
p
t
t (2-10)
Mengasumsikan curah hujan tidak seragam, untuk mudahnya waktu puncak
didefenisikan sebagai berikut:
l
r
p tt
t +=2
Dari dua persamaan diatas didapat persamaan sebagai berikut:
9
10=
l
p
t
t dan
9
2=
l
r
t
t
Dari persamaan tersebut, maka:
15=c
r
t
t
Untuk memperoleh formula aliran puncak unit hidrograf SCS, rasio Tb/tp = 8/3 maka
digunakan persamaan
p
pt
AQ
08.2= (2-11)
Keterangan :
Qp = Aliran puncak unit hidrograf untuk 1 cm hujan efektif (m3/dt)
A = Catchment Area (km2)
tp = waktu puncak (jam)
Jika tp dan Qp sudah didapat, unit hidrograf SCS digunakan untuk mentukan ordinat
unit hidrograf. Bentuk unit hidrograf tidak berdimensi lebih mirip dengan unit
hidrograf alami dibandingkanunit hidrograf bentuk segitiga (Tb/Tp = 8/3) ketika
digunakan untuk membentuk waktu puncak. Unit hidrograf tidak berdimensi memiliki
nilai Tb/tp = 5. Nilai unit hidrograf SCS disajikan dalam tabel berikut, dengan interval
0.2 (t/tp).
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-11
Tabel 2. 1 Ordinat Hidrograf Satuan SCS
t/tp Q/Qp t/tp Q/Qp t/tp Q/Qp
0.00 0.00000 1.80 0.39000 3.60 0.0210
0.20 0.10000 2.00 0.28000 3.80 0.0150
0.40 0.31000 2.20 0.20700 4.00 0.0110
0.60 0.66000 2.40 0.14070 4.20 0.0100
0.80 0.93000 2.60 0.10700 4.40 0.0070
1.00 1.00000 2.80 0.07700 4.60 0.0030
1.20 0.93000 3.00 0.05500 4.80 0.0015
1.40 0.78000 3.20 0.04000 5.00 0.0000
1.60 0.56000 3.40 0.02900
Gambar 2. 3 Hidrograph sintetis
Rasio Tb/tp tetap konstan (8/3). Demikian juga, ketika kelambanan (lag) dihitung
dengan cara kecepatan, rasio tl/tc tetap konstan (6/10).
Pada umumnya, nilai Tb/tp = 8/3 dapat mempermudah bentuk unit hidrograf lain.
Nilai Tb/tp yang lebih besar mengakibatkan storage catchment yang lebih besar. Oleh
karena itu, karena metode SCS memastikan nilai rasio, hidrograf ini seharusnya
dibatasi untuk catcment area sedang dalam spektrum ujung bawah (2.5-250 km2).
Sedangkan untuk catchment yang lebih besar dapat digunakan metode Synder. Karena
metode Synder memberikan variabel Tb/tp yang dapat digunakan untuk catcment
yang lebih besar (250– 5000 km2). Menurut Synder lama waktu puncak (tp)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-12
merupakan selang waktu antara pusat massa hujan efektif (excess rainfall) dengan
puncak hidrograf yang dirumuskan sebagai berikut :
3.0).( LcLCtt p ×= (2-12)
Dimana:
Ct = koefisien berkisar antara 1.1 – 1.4
L = panjang sungai utama (km)
Lc = panjang pusat massa sungai (km)
tp = waktu puncak (jam)
Dengan rasio Tb/tp yang fleksibel maka penggunaan SCS dapat lebih luas. Hal ini
diperlihatkan oleh rasio p volume puncak (volume to peak), volume dibawah lengan
yang naik dari unit triangular hidrograf, terhadap volume unit hidrograf triangular
berbanding terbalik dengan rasio Tb/tp. Untuk mudahnya pada kasus unit hidrograf
standar, Tb/tp = 8/3, dan p = 3/8, dalam persamaan dapat ditulis :
pt
pAQp
2= (2-13)
Dengan persamaan diatas SCS dapat diubah dalam bentuk dua parameter model
seperti halnya cara Synder sehingga meningkatkan fleksibelitas yang pada tujuan
akhirnya dapat meningkatkan penggunaan SCS itu sendiri.
2.1.3 Metode Rasional
Untuk menghitung besar debit banjir berdasarkan data curah hujan yang cukup
panjang secara statistik dapat digunakan metode Rasional yang dalam teknik
penyajiannya juga memasukkan faktor curah hujan, keadaan fisik dan sifat hidrolika
daerah aliran.
Persamaan dasar (Metric Unit) yang digunakan dalam metode rational adalah :
AICQ ×××= 278.0 (2-14)
Dimana :
C = koefisien runoff
I = intensitas hujan maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Q = debit maksimum (m3/dt)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-13
Rumus diatas didasarkan pada anggapan bahwa:
1. Luas Daerah Pengaliran Sungai (DPS) kurang dari atau sama dengan 12,50
Km2 atau kurang dari 40 ha.
2. Curah hujan terjadi serentak seragam menurut waktu;
3. Curah hujan terjadi tersebar seragam menurut ruang;
4. Durasi hujan selalu lebih lama dibanding dengan waktu konsentrasi aliran.
5. Proses simpanan alur (channel storage processes) dapat diabaikan.
6. dan Intensitas hujan maksimum selama waktu konsentrasi diperoleh dari kurva
Intensitas Durasi Frekuensi (IDF)
Metode rasional tidak berlaku apabila curah hujan bervariasi menurut waktu dan
ruang dan waktu konsentrasi terlalu lama dibanding durasi hujan. Perhitungan dengan
metode rasional akan menghasilkan suatu angka debit yaitu debit pada saat puncak
banjir. Yang termasuk dalam perhitungan metode rasional adalah:
1. Metode Haspers
2. Metode Melchior
3. Metode Dr. Mononobe.
2.1.3.1. Metode Haspers
Rumus : QT = α. β. q. F (2-15)
dimana : α = Run off coefficient
β = Reduction coefficient
q = Intensitas hujan yang diperhitungkan (m3/km
2/det)
f = Luas daerah pengaliran
QT = Debit dengan kemungkinan ulang T tahun
Prosedur perhitungan
a. α = 7.0
7.0
075.01
012.01
f
f
+
+
b. 1215
107.31
1 75.0
2
4.0f
xt
xtt
+
++=
−
β
c. t = 0.1 L0.8
I -0.3
d. RT = R + S.UT
e. r = 2)2)(260.(008,01
.
tRt
Rt
−−−+ (untuk t < 2 jam)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-14
r = 1
.
+t
Rt (untuk 2 jam < t < 19 jam)
r = ( )1707,0 +tR (untuk 19 jam < t < 30 hari)
f. q = t
r
6,3 (t dalam jam)
q = t
r
4,86 (t dalam hari)
dimana : L = Panjang sungai
I = Kemiringan
R = Curah hujan maksimum
R = Curah hujan maksimum tahunan rata-rata
t = perioda pengamatan
r = intensitas hujan
2.1.3.2. Metode Melchior
Rumus :Q maks = α. β. q. f (2-16)
dimana : α = Run off coefficient
β = Reduction coefficient
= mumhujanmaksi
ratahujanrata − pada daerah dan waktu yang sama
q = Intensitas hujan yang diperhitungkan (m3/km
2/det)
f = Luas daerah pengaliran (km2)
Qmaks = Debit maksimum
Prosedur perhitungan
q = f(F,T)
T = v
L1000
v = f(α, β, q, f, i) dinyatakan secara grafis
Perhitungan dilakukan dengan cara “ Trial and error”
Pertama-tama ditaksir nilai q dengan tabel di bawah ini :
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-15
Tabel 2. 2 Nilai q terhadap nF
Perhatian :
Grafik hanya α = 0.52
Untuk α ≠ 0.52 harga v harus dikalikan dengan 52.0
)( 51
α
2.1.3.3. Metode Dr Mononobe
Rumus:Q = 6.3
.. frα (2-17)
dimana : α = Run off coefficient
r = Intensitas hujan (mm/jam)
f = Luas daerah pengaliran (km2)
Qmaks = Debit banjair (m3/det)
Prosedur perhitungan
V = 72( )
L
H∆ (km/jam)
t = V
L (jam)
r =
t
R 24
24(mm/jam)
2.1.3.4. Parameter-Parameter Metode Rasional
Beberapa parameter yang digunakan dalam Metode rasional antara lain :
1. Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan
dari titik terjauh yang ditinjau pada daerah pengaliran yaitu waktu yang
diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah menuju saluran
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-16
terdekat ( to ) dan waktu mengalir dalam saluran ke suatu tempat yang ditinjau
pada studi ( td ).
tc = to + td (2-18)
a) Perhitungan nilai to
• Aliran limpasan dengan DAS sangat kecil dan tali air ≤ 100 m
To
o
PS
Lnto
30)
.( 8.0= (menit) (2-19)
• Aliran terhampar
5/1
3/1
)S(
)Lo.(n.180to = (menit) (2-20)
Dimana :
to = waktu melimpah ( menit ) dengan prioda ulang T tahun
n = kekasaran Manning
Lo = panjang tali air ( m )
PT = tinggi hujan harian dengan prioda ulang T tahun
S = kemiringan medan/ lapangan (%)
Deskripsi harga kekasaran Manning (n) untuk setiap permukaan :
Tabel 2. 3 Koefisien Kekasaran Manning
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-17
Deskripsi harga kekasaran Manning (n) untuk permukaan tanah :
Tabel 2. 4 Harga Kekasaran Manning berdasarkan jenis permukaan tanah
Nilai to dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
• Kekasaran permukaan tanah yang bersifat menghambat aliran
• Kemiringan tanah yang mempengaruhi kecepatan pengaliran diatas
permukaan
• Adanya lekukan pada tanah, menghambat atau mengurangi jumlah air yang
mengalir
• Jarak titik terjauh tali air yang menuju ke inlet
• Banyaknya jumlah bangunan yang ada mempengaruhi jumlah air yang
meresap
b) Perhitungan nilai td
Rumus pendekatan untuk menghitung waktu yang diperlukan air hujan untuk
mengalir didalam saluran ditentukan oleh karakteristik hidrolis. Rumus
Manning dianjurkan dipakai untuk saluran buatan dengan atau tanpa pasangan
(lining). Untuk saluran alami dianjurkan menggunakan rumus De Cezy.
V
Ltd = (2-21)
Dimana :
L = panjang saluran
V = kecepatan rata-rata dalam saluran
= 2/13/21SV
n
n = kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis ( m )
S = kemiringan saluran
Harga perkiraan kecepatan rata-rata dalam saluran alami :
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-18
Tabel 2. 5 Harga Perkiraan kecepatan rata-rata dalam saluran alami
2. Koefisien pengaliran (run off)
Koefisien pengaliran diperoleh dari hasil perbandingan antar jumlah hujan
yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam
permukaan tanah tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah
adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi
jumlah air hujan yang mengalir. Penerapan koefisien pengaliran ( C ) untuk
metoda rasional disesuaikan dengan rencana tata guna tanah rencana
pengembangan kota.
Tabel 2. 6 Angka Koefisien Runoff Berdasarkan Hasil Penyelidikan Dr. Mononobe
Keadaan Daerah Aliran Koefisien Runoff
bergunung dan curam 0,75 - 0,90
pegunungan tersier 0,70 - 0,80
sungai dengan tanah dan hutan di bagian atas dan bawahnya 0,50 - 0,75
tanah datar yang ditanami 0,45 - 0,60
sawah waktu diairi 0,70 - 0,80
sungai bergunung 0,75 - 0,85
sungai dataran 0,45 - 0,75
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-19
Standar Koefisien Runoff terhadap kondisi permukaan :
Tabel 2. 7 Standar Koefisien Runoff
Kondisi Permukaan (Ground Surface) Koefisien Runoff
Roadway : -Paved Road 0,70 - 0,90
-Gravel Road 0,30 - 0,70
Shoulder and Slope : -Fine Grained Soil 0,40 - 0,70
-Coarse Grained Soil 0,10 - 0,30
-Hard Rock 0,70 - 0,95
-Soft Rock 0,50 - 0,75
Turf and Slope : -Grade 0 - 2 % 0,05 - 0,10
-Grade 2 - 7 % 0,10 - 0,15
-Grade > 7 % 0,15 - 0,20
Turf Covered Cohesive Soil : -Grade 0 - 2 % 0,50 - 0,10
-Grade 2 - 7 % 0,10 - 0,15
-Grade > 7 % 0,25 - 0,35
Roof 0,75 - 0,95
Bare Lot 0,21 - 0,40
Park with Abundant Turf and Tress 0,10- 0,25
Plat Mountains Area 0,30 - 0,70
Attep Mountains Area 0,50 - 0,70
Pady Filed and Water Body 0,70 - 0,80
Cultivated Field 0,10 - 0,30
Tabel 2.8 Koefisien Runoff rata-rata terhadap tata guna tanah
Koefisien Runoff
Commercial Area : - Downtown Area 0,70 - 0,95
- Area Adjacent to Downtown 0,50 - 0,70
Industrial : - Less Congested Area 0,50 - 0,80
- Congested Area 0,60 - 0,90
Residential Area : - Residential Area with Little Bare Lot 0,65 - 0,80
- Housing Estate - 0,70
- Residential Area with Bare Lots and Gardens 0,30 - 0,70
Greend zone & Others : - Park and a Graveyard 0,10 - 0,25
- Athletic Ground 0,20 - 0,35
- Marshalling Yard 0,20 - 0,40
- Pady Field and Forest 0,10 - 0,30
Tata Guna Tanah (Land Use)
Untuk daerah pengaliran dengan tata guna tanah yang berbeda-beda besarnya
koefisien pengaliran ditetapkan dengan mengambil harga rata-rata berdasarkan
bobot luas daerah dengan rumus :
+++
=
i
nn2211
A
AC.....ACACC (2-22)
3. Luas Daerah Pengaliran
Luas daerah pengaliran harus diperhitungkan dengan akurat, karena
merupakan salah satu elemen perhitungan volume limpasan pada metoda
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-20
rasional. Luas dihitung berdasarkan tributary area yang limpasan airnya
menjadi beban profil pada saluran outlet.
Informasi daerah pengaliran antara lain meliputi :
• Tata guna tanah pada masa kini dan perencanaan pada masa mendatang
• Karateristik tanah dan bangunan diatasnya pada akhir priode desain
• Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran, sekarang dan akhir periode
desain
2.1.4 Pengendalian Banjir
Beberapa strategi dasar pengendalian banjir (Grigg, 1996) yaitu :
1. Modifikasi dari kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona dan tata guna
lahan)
2. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol
(waduk)
3. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi asuransi,
penghindaran banjir (flood proofing)
4. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti
penghijauan.
Dalam setiap pengendalian banjir, selain strategi dasar juga harus memegang prinsip-
prinsip yang tak kalah penting. Antara lain, pengendalian banjir yang dilaksanakan
merupakan suatu rencana dengan sistem terpadu yang melibatkan seluruh sektor yang
terkait dan dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada tingkat kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia. Terakhir, pengendalian banjir harus melibatkan seluruh
elemen-elemen masyarakat dalam segi teknis ataupun non-teknis.
2.1.4.1. Metode Pengendalian Banjir
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan strategi pengendalian banjir tersebut
diatas, sistem pengendalian banjir, berdasarkan metode pengendaliannya, dapat
digolongkan atas metode pengendalian banjir dengan bangunan (structural methods)
dan metode dengan pengaturan (non structural methods).
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-21
1. Metode Struktural (Structural Methods)
Penanganan banjir dengan metode struktural pada prinsipnya dilaksanakan
dengan membuat stuktur/bangunan air dan menerapkan ilmu rekayasa
bangunan dan mengakibatkan berubahnya kondisi eksisting sungai. Beberapa
yang termasuk dalam metode struktural antara lain:
• Peningkatan Kapasitas Pengaliran Penampang Sungai
Peningkatan kapasitas pengaliran pada penampang sungai dapat
dilaksanakan dengan pelebaran sungai atau pengerukan sungai. Kedua
metode tersebut diterapkan dengan memanfaatkan ilmu Hidrolika.
Berdasarkan Rumus Manning :
2
1
3
21
SRn
VAQ =×=
(2-23)
dimana:
A = Luas penampang sungai
n = faktor kekasaran
R = jari-jari hidrolis
S = kemiringan dari permukaan air
Gambar 2. 4 Penampang sungai
Keterangan :
B1 = Lebar penampang sungai eksisting
B2 = Lebar penampang sungai akhir
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-22
Gambar 2.5 Perluasan saluran vertikal
Keterangan :
H1 = Tinggi penampang sungai eksisting
H2 = Lebar penampang sungai akhir
Bangunan-bangunan air yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengendalian
banjir yaitu :
• Bangunan Tanggul
Tanggul merupakan bangunan penahan air yang dibangun pada jarak
tertentu dari sungai. Tujuannya adalah meningkatkan kapasitas pengaliran
penampang sungai pada arah vertikal tanpa perlu mengeruk dasar sungai.
Jika tanggul yang dibangun dilengkapi bantaran banjir yang cukup luas,
maka meningkatkan kapasitas pengaliran sungai selain terjadi dalam
vertikal keatas, juga terjadi dalam arah horizontal.
Gambar 2.6 Pembuatan tanggul sungai
Keterangan :
B1 = Lebar penampang sungai eksisting
B2 = Lebar penampang sungai akhir
• Bangunan Sudetan
Sudetan adalah bangunan air berupa saluran pengalih yang berfungsi
memperbesar kecepatan dan debit pengaliran akibat meningkatnya
kemiringan dasar sungai. Akibat berkurangnya panjang sungai, jarak yang
ditempuh aliran banjir menjadi semakin pendek, sehingga air banjir lebih
cepat melewati alur sungai.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-23
Gambar 2. 7 Sodetan sungai
Keterangan :
L1 = panjang sungai eksisting
S1 = kemiringan sungai eksisting
H = ketinggian sungai
L2 = panjang sungai setelah penyodetan
S2 = kemiringan sungai setelah penyodetan
• Bendungan dan Kolam Retensi
Bendungan dan kolam retensi berfungsi untuk menahan volume banjir
didaerah tampungan banjir berupa bendungan atau kolam retensi yang
dibangun dibagian hulu daerah yang akan dilindungi. Meskipun jumlah
volume banjir sebenarnya tidak mengalami perubahan, namun debit yang
mengalir dapat berkurang karena volume banjir ditampung dan dikeluarkan
dalam waktu yang lebih panjang (efek rentensi).
Gambar 2. 8 Kolam retensi
Keterangan :
Q1 =debit awal sebelum memasuki reservoar
Q2 = debit akhir setelah memasuki reservoar
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-24
2. Metode Non-Struktural (Non-Structural Methods)
Penanganan banjir dengan metode non-struktural lebih menekankan pada
konsep manajemen tanpa mempengaruhi kondisi/rejime sungai eksisting.
Beberapa yang termasuk dalam metode struktural antara lain:
a. Penghijauan atau penghutanan kembali melalui kegiatan penanaman
tanaman, rumput, bermacam penutup tanah, dan tanaman serba guna
pada Daerah Aliran Sungai yang diharapkan dapat mengurangi laju
atau jumlah limpasan air dari DAS, sekaligus mengurasi erosi dan
sedimentasi.
b. Pengendalian pengembangan pengendalian pengembangan daerah
bantaran banjir, termasuk peraturan zona tata guna lahan dan
pengendalian bangunan, perlindungan banjir/flood proofing, peringatan
dan peramalan banjir.
2.1.4.2. Sistem Drainase
Sistem drainase merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan pengendalian
banjir karena tanpa adanya sistem drainase yang baik maka secanggih apapun
perencanaan pengendalian banjir maka tidak akan berhasil.
1. Kapasitas Saluran
Dalam perencanaan saluran drainase juga mempertimbangkan kapasitas
tampungan limpasan air dalam jumlah tertentu tanpa menimbulkan banjir.
Karena kapasitasnya yang terbatas maka untuk menghitung kapasitas
maksimum saluran drainase dapat digunakan rumus berikut :
Qsaluran = v . A (2-24)
V = R2/3
s1/2
/ n (Manning)
V = K (R.S) ½
(de Chezy)
A = 0,5 (Lb+La)h (bentuk saluran trapesium)
A = L . h
Di mana:
Qsal = kapasitas pengaliran saluran drainase (m3)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-25
V = kecepatan aliran (m/detik)
R = radius hidrolik (luas basah) dibagi keliling saluran (m)
s = kemiringan saluran
n = koefisien kekasaran
A = luas penampang basah (m2)
Lb = lebar bawah sungai (m)
La = lebar atas sungai (m)
H = kedalaman sungai (m)
Rumus di atas berlaku untuk menghitung kapasitas saluran dengan asumsi
bahwa aliran yang terjadi adalah aliran seragam.
Tabel 2.9 Koefisien Kekasaran dinding saluran
2. Kecepatan Aliran
Penentuan kecepatan aliran air di dalam saluran yang direncanakan
didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar tetap Self
Cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi
tetap aman.
Tabel 2.10 Batasan kecepatan aliran di dalam saluran
3. Kemiringan Saluran dan Talud
Kemiringan saluran yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah
kemiringan dasar saluran, sedangkan talud saluran adalah kemiringan
dinding saluran. Tujuan perencanaannya adalah agar dapat mengalir dengan
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-26
pengaliran gravitasi dengan batasan kecepatan maksimum dan minimum
sehingga dapat membersihkan endapan sendiri ( Self Cleansing Velocity ).
Perencanaan kemiringan saluran juga dipakai untuk memperhitungkan
waktu konsentrasi. Dengan kemiringan saluran yang panjang dan
kemiringannya berbeda-beda, maka didapat kecepatan rata-rata. Dengan
kecepatan rata-rata dan panjang kumulatif saluran dapat diketahui waktu
pencapaian aliran puncak pada suatu profil saluran tertentu dengan rumus :
r
i
V
LTc = (2-25)
2/1
r
3/2
r SRn
1Vr = ( Manning ) (2-26)
2
i
ii
r )L
SL(S = ( de Chezy ) (2-27)
Dimana :
Sr = kemiringan rata-rata
Li = panjang section
Si = kemiringan section
Sedangkan untuk perencanan talud saluran tergantung pada ada atau
tidaknya perkerasan pada saluran, yakni :
• Saluran tanpa perkerasan, maka talud saluran adalah 45 °
• Saluran dengan perkerasan space cukup, maka talud saluran adalah 60°
• Saluran dengan perkerasan space terbatas , maka talud saluran adalah 90°
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-27
2.2 Gelombang
Gelombang merupakan salah satu fenomena proses fisik yang terjadi di pantai.
Gelombang pada perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan
secara harmonik yang ditimbulkan oleh beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya gempa
di laut, kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi gelombang dapat dilihat
pada
H=a/2
L
d atau h
SWL
η
C
X
Z
z = -d
Gambar 2.9 Sketsa definisi gelombang.
Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa hal:
x = koordinat horizontal
z = koordinat vertikal
atau h = kedalaman dihitung dari SWL
SWL = Still Water Level (muka air rata-rata)
),( txn = a cos (kx-ωt) = elevasi muka air terhadap muka air rerata
a = amplitudo gelombang = (H/2)
H = tinggi gelombang = 2 a
L = panjang gelombang
T = periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel
kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.
C = kecepatan rambat gelombang = L/T
k = angka gelombang = jumlah gelombang = (2π/L)
ω = frekuensi gelombang = (2π/T)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-28
2.2.1 Teori Pembangkitan Gelombang
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung gaya
pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh
tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik
menarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, dan
gelombang tsunami yang terjadi akibat letusan gunung api laut atau gempa bumi di
dasar laut.
Diantara gelombang tersebut yang paling berpengaruh dalam perencanan bangunan
pantai adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin (yang selanjutnya disebut
gelombang) dan gelombang yang dibangkitkan oleh pasang surut. Gelombang dapat
menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus, dan transpor
sedimen dalam arah tegak lurus sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang
bekerja pada bangunan pantai. Gelombang merupakan faktor utama di dalam
penentuan tata letak (layout) pelabuhan, alur pelayaran, dan perencanaan bangunan
pantai. Pasang surut juga merupakan faktor penting karena bisa menimbulkan arus
yang cukup kuat terutama didaerah yang sempit seperti di teluk, estuari dan muara
sungai. Selain itu elevasi muka air pasang surut juga sangat penting dalam
perencanaan bangunan pantai. Pasang surut akan dibahas tersendiri pada bagian sub
bab Pantai.
2.2.1.1 Angin
Angin merupakan pembangkit gelombang laut yang utama. Angin merupakan suatu
sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi. Pergerakan
sirkulasi udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer karena perbedaan
posisi bumi yang berbeda-beda sepanjang tahun terhadap matahari. Perubahan
temperatur atmosfer juga memacu perbedaan tekanan udara pada bagian-bagian bumi
sehingga angin akan bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah.
Kecepatan angin diukur dengan sebuah alat yang dikenal sebagai anemometer.
Apabila tidak tersedia anemometer, keadaan angin dapat diperkirakan berdasarkan
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-29
keadan lingkungan dengan menggunakan skala Beaufort, seperti yang ditunjukkan di
bawah ini
Tabel 2.11 Skala Beaufort
Tingkat Sifat angin Keadaan LingkunganKecepatan Angin
V (knot)
Tekanan Angin P
(kg/m2)
0 Sunyi (calm ) Tidak ada angin, asap mengumpul 0-1 0.2
1 Angin sepoi Arah angin terlihat pada arah asap, 1-3 0.8
tidak ada bendera angin
2 Angin sangat lemah Angin terasa pada muka, 4-6 3.5
daun ringan bergerak
3 Angin lemah Daun/ranting terus menerus bergerak 7-10 8.1
4 Angin sedang Daun/kertas tertiup, 11-16 15.7
ranting dan cabang kecil bergerak
5 Angin agak kuat Pohon kecil bergerak, buih kecil di laut. 17-21 26.6
6 Angin kuat Dahan besar bergerak, suara mendesir 22-27 41.0
kawat telepon
7 Angin kencang Pohon seluruhnya bergerak, perjalanan 28-33 60.1
di luar sukar.
8 Angin sangat kuat Ranting pohon patah, berjalan menentang angin. 34-30 83.2
9 Badai Kerusakan kecil pada rumah, 41-47 102.5
genting tertiup dan terlempar.
10 Badai kuat Pohon tumbang dan kerusakan besar pada rumah. 48-55 147.5
11 Angin ribut Kerusakan karena badai terdapat di daerah yang luas 56-63 188.0
12 Angin topan Pohon besar tumbang, rumah rusak berat. 64 213.0
Kecepatan angin biasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot adalah panjang satu
menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot =
1852 km/jam. Data angin ini dicatat setiap jamnya. Dengan pencatatan angin jam-
jaman tersebut akan dapat diketahui angin dengan kecepatan tertentu dan durasinya,
kecepatan angin maksimum, arah angin, dan dapat pula dihitung kecepatan angin
rerata harian. Sedangkan data angin yang diperlukan untuk perencanaan adalah data
data angin maksimum harian tiap jam berikut informasi mengenai arahnya yang
diperoleh dari Badan Geofisika dan Meteorologi setempat.
2.2.1.2 Analisa Data Angin
Setelah data angin maksimum dikumpulkan dan dicatat dalam periode sepuluh tahun
berturut-turut maka selanjutnya data angin tersebut diklasifikasikan berdasarkan
kecepatan dan arah yang kemudian dihitung besarnya prosentase kejadiannya. Arah
angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah mata angin (Utara, Timur Laut,
Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut).
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-30
Dalam bentuk tabel angka-angka statistik klasifikasi angin tersebut dapat disajikan
secara visual dalam bentuk windrose. Dalam gambar tersebut, garis-garis radial
adalah arah angin dan tiap lingkaran menunjukkan prosentase kejadian angin dalam
periode waktu pengukuran. Penyajian statistik total (semua tahun data yang berhasil
dikumpulkan) kadang-kadang tidak mempunyai banyak arti karena musim angin dari
bulan ke bulan bervariasi. Yang justru lebih sering dibutuhkan adalah statistik angin
bulanan untuk mengetahui perilaku angin dan gelombang yang ditimbulkan menurut
bulan kejadiannya.
Adapun langkah-langkah analisa angin adalah sebagai berikut:
1. - Tentukan besar dan arah dari angin maksimum harian.
2. - Kelompokkan data angin tersebut menurut 8 arah mata angin.
3. - Hitung prosentase kejadian untuk setiap kecepatan angin pada setiap arahnya.
4. - Visualisasi data berdasarkan windrose.
Gambar 2.10 Contoh Windrose
2.2.2 Karakteristik Gelombang
Beberapa karakteristik gelombang yang sering digunakan dalam berbagai analisa
gelombang adalah perioda gelombang (T), tinggi gelombang (H), kecepatan
gelombang (C), kecepatan sudut gelombang (w), bilangan gelombang (k), dan arah
gelombang. Perioda gelombang selalu merupakan besaran yang diketahui dan selalu
tetap besarnya pada seluruh medan gelombang. Tinggi gelombang dapat diketahui
pada suatu posisi dan pada posisi lain adalah merupakan suatu besaran yang dicari
melalui analisa transformasi gelombang. Dengan diketahuinya perioda gelombang (T)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-31
dan kedalaman perairan (h), dapat dicari karakteristik gelombang yang lainnya.
Persamaan yang menghubungkan antara T dan k dinyatakan dalam suatu persamaan
implisit yang disebut dengan persamaan dispersi seperti di bawah ini:
( )kdgk tanh2 =σ (2-28)
Dimana:
g = percepatan gravitasi
d = kedalaman perairan
Dengan diketahuinya T dan h, maka k dapat dicari melalui persamaan dispersi di atas
dengan bantuan metoda iterasi. Selanjutnya panjang gelombang dapat dicari sebagai
berikut:
Lk
π2= dan
T
πσ
2= (2-29)
maka persamaan dispersi di atas menjadi:
LL
gT
πππ 2tanh
222
=
Bila panjang gelombang di laut dalam diketahui, maka panjang gelombang di
kedalaman perairan tertentu dapat ditentukan dengan bantuan tabel panjang
gelombang yang dapat dilihat pada SPM Volume 1, 1984.
Dengan substitusi L = C x T ke persamaan panjang gelombang di atas, maka akan
diperoleh:
CT
dgTC
π
π
2tanh
2=
CT
dgTL
π
π
2tanh
2
2
=
Sementara itu kecepatan grup gelombang, Cg, dapat dicari dengan persamaan di
bawah ini:
Ckd
kdCg
+=
)2sinh(
21
2
1 (2-30)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-32
2.2.3 Klasifikasi Gelombang
Gelombang yang menjalar dari laut dalam adalah gelombang sinusiodal. Penjalaran
gelombang di laut dalam tidak dipengaruhi oleh dasar, tetapi gelombang di laut
transisi dan laut dangkal penjalarannya dipengaruhi oleh dasar. Di daerah ini apabila
ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang berada di
kedalaman yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan lebih kecil daripada
bagian yang menjalar di kedalaman yang lebih besar.
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan
panjang gelombang L, (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam
yaitu:
Tabel 2.12 Klasifikasi gelombang
Kalsifikasi diatas dilaksanakan untuk menyederhanakan persamaan umum
gelombang.
• Untuk gelombang di laut dalam d/L ≥ 0.5, maka nilai tanh(2πd/L) =1 sehingga
persamaan umum gelombang (1) dan (2) menjadi
π2
gTC =
π2
2gT
L =
Apabila nilai percepatan gravitasi adalah 9.81 m/det2 maka persamaan umum
gelombang menjadi:
L = 1.56 T2 (2-31)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-33
• Untuk gelombang di laut transisi, denga nilai 1/20 < d/L < 0.5, maka cepat
rambat dan panjang gelombang
==
L
dtg
Lo
L
Co
C π2 (2-32)
• Untuk gelombang di laut dangkal d/L ≤ 1/20, maka nilai tanh(2πd/L) =2πd/L
dgC =
TCTdgC == (2-33)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa di laut dangkal cepat rambat dan
panjang gelombang hanya tergantung pada kedalaman air.
2.2.4 Deformasi Gelombang
Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang tersebut akan
mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh shoaling, refraksi, difraksi,
refleksi dan gelombang pecah.
BL
Pantai
Arus longshore
terjadi transformasi gelombang
1. Shoaling
2. Refraksi
3.Difraksi
4. Refleksi
5.Gelombang pecah
6. Longshore current
7. Longshore Transport
Ho, To
Laut dalam
Gambar 2.11 Transformasi gelombang dari laut dalam
2.2.4.1. Shoaling dan Refraksi
Dalam penjalarannya gelombang mengalami transformasi salah satunya adalah
shoaling dan refraksi. Shoaling adalah pendangkalan gelombang yang disebabkan
oleh berkurangnya cepat rambat gelombang karena kedalaman, karena dengan
berkurangnya kedalaman maka gelombang akan terpengaruh oleh dasar laut yang
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-34
akan mengakibatkan berkurangnya cepat rambat, sehingga panjang gelombang juga
akan berkurang secara linier. Sedangkan refraksi adalah pembelokan gelombang yang
terjadi karena variasi cepat rambat gelombang sepanjang puncak gelombang yang
bergerak dan membentuk sudut dengan kontur dasar laut, hal ini terjadi karena
gelombang laut dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang di laut dangkal,
shoaling dan refraksi terjadi secara simultan. Persamaan shoaling dapat diturunkan
dari persamaan daya gelombang (P).
P = E Cg (2-34)
2
8
1HgE ρ= = Energi gelombang
Cg = n C = kecepatan group gelombang
Gambar 2.12 Shoaling
Gambar 2. 13 Shoaling dan Refraksi
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-35
+=
==
=
=
=
khh
khn
KsHCn
CnHH
CnHgCnHg
CgECgE
PP
2sin
21
2
1
8
1
8
1
1
22
1112
22
2
211
2
1
2211
21
ρρ
Gambar 2.14 Refraksi
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
2.2.4.2 Difraksi
Difraksi adalah fenomena transfer energi yang terjadi secara lateral sepanjang puncak
gelombang, dalam arah penjalaran gelombang datang akan terganggu oleh pulau atau
rintangan lain dimana hal ini akan membuat gelombang tersebut akan masuk ke
daerah terlindung dibelakang rintangan itu.
Persamaan difraksi.
1
1
'' HKHH
HK =→= (2-35)
Dimana : K’ = koefisien difraksi
H = tinggi gelombang di daerah yang terpengaruh difraksi
H1 = tinggi gelombang di daerah yang tidak terpengaruh difraksi
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-36
Gambar 2.15 Difraksi
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
2.2.4.3 Refleksi
Refleksi yaitu pemantulan gelombang sebagian atau seluruhnya karena gelombang
datang mengenai/membentur suatu rintangan. Besar kemampuan suatu gelombang
memantulkan suatu gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan
antara tinggi gelombang refleksi dan tinggi gelombang datang.
2.2.4.4 Gelombang Pecah
Gelombang pecah terjadi apabila tinggi gelombang jauh lebih besar daripada panjang
gelombang, sehingga gelombang tidak stabil dan akhirnya pecah, hal ini terjadi karena
perubahan kedalaman (daerah dekat pantai dengan kedalaman lebih kecil) maka cepat
rambat gelombang akan berkurang seiring dengan berkurangnya panjang gelombang
tersebut (refraksi), sehingga akan mengakibatkan kemiringan gelombang. Kemiringan
yang lebih tajam dari batas maksimum akan menyebabkan gelombang tidak stabil dan
akhirnya pecah.
Batas rasio terjadinya gelombang pecah
Di laut dalam, Michell (1893)
7
1142.0 ≈=
Lo
Ho (2-36)
Di laut dangkal, Munk (1949)
( )28.1
'3.3
1
' 31
==Hb
dbdan
LooHoH
Hb (2-37)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-37
Dimana :
Hb = tinggi gelombang pecah
db = kedalaman gelombang pecah
H’o = tinggi gelombang datang ( tidak terpengaruh refraksi) di laut dalam
Lo = panjang gelombang datang
Hbdbdan
oHHb
' bergantung pada slope pantai dan kecuraman gelombang
datang.
Gambar 2.16 Gelombang pecah
Sumber : Principles Of Sediment Transport in Rivers, Estuaries, and Coastal Seas
2.2.5 Peramalan Gelombang
Dalam perencanaan bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang yang
dapat mewakili spektrum gelombang . Untuk mendapatkan gelombang representatif
tersebut dapat dapat dilaksanakan dengan dua cara baik dengan pengukuran langsung
ataupun dengan peramalan gelombang (hidcasting) yang mentransformasi data angin
menjadi data gelombang.
2.2.5.1. Pengukuran Langsung
Salah satu cara penentuan tinggi gelombang yang akan digunakan dalam suatu desain
bangunan pantai adalah dengan pengukuran langsung. Pengukuran langsung ini dilakukan
dengan mengamati gelombang pada lokasi studi (biasanya di daerah surf zone) menggunakan
alat yang disebut Wave Recorder.
Gambar 2.17 Wave Recorder
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-38
Namun, pencatatan dapat juga dilakukan dengan yang berupa pengamatan naik
turunnya muka air yang berurutan pada papan duga dan stop watch atau menggunakan
alat pencatat otomatis lainnya seperti wave rider, capitance gage, dan wave pressure
gage. Pengamatan dengan peralatan sederhana mempunyai kendala karena tidak bisa
memberikan hasil yang teliti dan tidak bisa memeberikan data gelombang secara
berurutan. Sedangkan alat pencatat otomatis dapat memberikan hasil pengukuran
yang teliti namun sangat mahal dan tak terlepas dari resiko hilang ataupun rusak.
Karena pemasalahan tersebut, untuk mendapatkan data gelombang representatif
biasanya menggunakan transformasi data angin menjadi data gelombang
(hindcasting).
2.2.5.2. Hindcasting
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data
angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi
meteorologi yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi
meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya
hanya pada sumber data meteorologinya.
Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan
yang dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring
dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa
tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Data-data yang
dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:
1. Penentuan Wind Stress Factor (UA)
Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind
stress factor (UA). Adapun koreksi tersebut meliputi:
• Koreksi Elevasi
Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m
dari permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka
harus dikoreksi dengan persamaan:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-39
7
1
10
10
=
zuu z (2-38)
Dimana:
10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)
uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s)
z = elevasi alat ukur (m)
• Koreksi Durasi
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan
data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah
selalu berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan
hindcasting, diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama
dalam durasi tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena
itu, koreksi durasi ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata
selama durasi angin bertiup yang diinginkan.
Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan
angin rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai
berikut:
a. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan
angin dengan durasi t detik (ut).
b. det1609
1
fut =
c. Menghitung u3600.
cu
u f=
3600
c
uu
f=3600
dengan:
+=
tc
45log9.0tanh296.0277.1 untuk 1 < t1 < 3600 detik
5334.1log15.0 1 +−= tc untuk 3600 < t1 < 36000 detik
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-40
d. Menghitung ut, t = durasi yang ditentukan.
cu
ut =3600
(2-39)
c
uu t=3600
dengan:
+=
tc
45log9.0tanh296.0277.1 untuk 1 < t1 < 3600 detik
5334.1log15.0 1 +−= tc untuk 3600 < t1 < 36000 detik
Dimana:
uf = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s)
ut = kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan
(m/s)
t = durasi waktu yang diinginkan (detik)
• Koreksi Stabilitas
Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan
angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai
berikut:
tt Ruu .= (2-40)
Dimana:
RT = rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik
ut = kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)
Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984
menyarankan penggunaan RT = 1,1.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-41
Gambar 2.18 Grafik Rasio Amplifikasi.
• Koreksi Lokasi Pengamatan
Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada
koreksi lokasi untuk menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin
hasil pengukuran di laut. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan:
Lt Ruu .= (2-41)
Dimana:
RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan
digunakan grafik
ut = kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s)
Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak
perlu dilakukan (RL =1).
Gambar 2.19 Grafik rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-42
• Koreksi Koefisien Seret
Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data
tersebut dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan
persamaan di bawah ini:
23.1
A 71.0U U= (2-42)
di mana:
U = kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s)
UA = wind stress factor (m/s)
2. Daerah Pembentukan Gelombang (Fetch Efektif)
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki
arah dan kecepatan angin yang relatif konstan. Karakteristik gelombang yang
ditimbulkan oleh angin ditentukan juga oleh panjang fetch.
Fetch efektif di titik tertentu adalah area dalam radius perairan yang
melingkupi titik tersebut di mana dalam area tersebut angin bertiup dengan
kecepatan konstan dari arah manapun menuju titik tersebut. Jika tidak dibatasi
pulau, maka radius perairannya adalah sebesar 200 km. Namun jika dibatasi
pulau, maka radius perairannya bisa kurang dari 200 km, bergantung pada
jarak pulau tersebut dari titik tinjau.
Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan menggunakan
bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat
terlihat pulau-pulau atau daratan yang mempengaruhi pembentukan
gelombang di suatu lokasi. Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut
dalam dari lokasi perairan yang ditinjau. Ini karena gelombang yang
dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan, kemudian
merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya dasar
perairan di dekat pantai.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-43
Pada peramalan gelombang, data yang digunakan adalah data-data besar
kecepatan angin maksimum harian berikut arahnya yang kemudian diproyeksi
ke delapan arah mata angin utama. Selain itu juga dibutuhkan informasi
tentang panjang fetch efektif untuk delapan arah mata angin utama.
Untuk menghitung panjang fetch digunakan prosedur sebagai berikut:
a) Tarik garis fetch untuk suatu arah.
b) Tarik garis fetch dengan penyimpangan sebesar 50 dan –5
0 dari suatu arah
sampai pada batas areal yang lain. Pengambilan nilai 50
ini dilakukan
mengingat adanya keadaan bahwa angin bertiup dalam arah yang
bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik
pengamatan dengan interval 50. Tiap garis pada akhirnya memiliki 9 garis
fetch.
c) Ukur panjang fetch tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, kalikan
dengan skala peta.
d) Panjang fetch efektif adalah:
∑
∑
=
==k
i
i
k
i
iiF
Feff
1
1
cos
cos
α
α
(2-43)
Dimana:
Fi = panjang fetch ke-i
ai = sudut pengukuran fetch ke-i
i = nomor pengukuranfetch
k = jumlah pengukuran fetch
2.2.5.3. Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang
Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil
hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam
tiga persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-44
2
1
2
20016.0
=
A
effAmo
U
gxF
g
xUH (2-44)
3
1
2
2857.0
=
A
effAp
U
gxF
g
xUT (2-45)
43
2
21015.78.68 x
U
gxFx
U
gxt
A
eff
A
≤
= (2-46)
Dimana:
Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m)
TP = perioda puncak spektrum (detik)
g = percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m/s2)
UA = wind stress factor (m/s)
Feff = panjang fetch efektif (m)
T = durasi angin yang bertiup (detik)
Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut:
1. Analisa perbandingan pada persamaan (2-45) di atas. Jika tidak memenuhi
persamaan tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil
pembentukan gelombang sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda
gelombangnya menggunakan persamaan-persamaan berikut:
g
xUH A
mo
22433.0
= (2-47)
g
xUT A
p
134.8= (2-48)
2. Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan (2-45) di atas, maka
gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak
sempurna. Pembentukan gelombang tidak sempurna ini ada 2 (dua) jenis,
yaitu pembentukan gelombang terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk
membedakannya perlu diketahui terlebih dahulu durasi kritis (tc), sebagai
berikut:
3
2
2
8.68
=
A
effAc
U
gxF
g
xUt (2-49)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-45
3. Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis
(tc).
a) Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang
bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya
dilakukan dengan menggunakan persamaan (2-43) dan (2-44).
b) Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang
bertiup tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya
dilakukan dengan menggunakan persamaan (2-43) dan (2-44) dengan
terlebih dahulu mengganti panjang Feff dengan Fmin berikut ini:
2
32
min6.68
=
A
A
xU
gxt
g
UF (2-50)
2.2.5.4 Waverose
Dari hasil hindcasting yang merupakan transformasi data angin menjadi data
gelombang, selanjutnya gelombang diklasifikasikan berdasarkan arah gelombang
sesuai dengan arah fetch gelombang. Kemudian dihitung besarnya persentase kejadian
berdasarakan arah fetch gelombang dan divisualisasilkan dalam bentuk waverose.
Secara umum antara waverose dan windrose hampir sama hanya dibedakan oleh data
yang ingin ditampilakan, dimana waverose menampilkan data gelombang berikut
dengan arah dan ketinggian gelombang sesuai arah fetch gelombang.
NW NE
0.2-0.4
"Calm Percentage : 54.55 %"
calm
W
SW
0.4-0.6 0.6-0.8 0.8-1.0 1.0-1.2 >1.2
S
SE
E
Wave Rose Perairan Kuta
Januari
N
Gambar 2.20 Contoh Waverose
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-46
2.2.6 Analisis Frekuensi Gelombang Ektrim
Penentuan tinggi gelombang rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung
menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat dikenal antara
lain adalah Gumbell, dan Log Pearson Type III. Metoda yang dipakai nantinya harus
ditentukan dengan melihat karakteristik distribusi gelombang daerah setempat.
Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing metode adalah untuk periode
ulang 2, 5, 10, 25, 50 serta 100 tahun.
2.2.6.1. Metode Distribusi Gumbell
Metoda distribusi Gumbell yang banyak digunakan dalam analisa frekuensi
mempunyai rumus:
Xt = X + K. Sx (2-51)
K = (Yt - Yn)/Sn.
Yt =
+
1-T
T log 2.303 0.834 -
Dimana:
Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
X = tinggi gelombang maksimum rata-rata
Sx = standar deviasi
K = faktor frekuensi
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah
data
Sn = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah
data
2.2.6.2 Metode Distribusi Log Pearson Type III
Metoda ini mempunyai persamaan sebagai berikut:
Log Xt = logX + K.S (2-52)
Dimana:
Log Xt = logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun
logX = logaritmik tinggi gelombang maksimum rata-rata.
= n
Xlog∑
S logX = standar deviasi = 1n
)logX(logX 2
−
−
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-47
K = karakteristik dari distribusi Log Pearson III
yang nilainya bergantung pada harga CS
CS = koefisien skewness =3
2
Si2)1).(n(n
logX)(logX
−−
−∑
Apabila nilai CS = 0, maka distribusi Log Pearson III identik dengan distribusi Log
Normal sehingga distribusi kumulatifnya akan tergambar sebagai garis lurus pada
kertas grafik log normal.
Perioda gelombang rencana bisa didapatkan dengan cara memetakan tinggi
gelombang yang didapat dari analisa frekuensi di atas ke scatter diagram perioda
gelombang terhadap tinggi gelombang.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-48
2.3. Pantai
2.3.1 Fluktuasi Elevasi Muka Air Pantai
Elevasi muka air merupakan parameter sangat penting dalam perencanaan bangunan
pantai. Muka air laut berfluktuasi dengan periode yang lebih besar dari periode
gelombang. Dan ketinggian elevasi muka air tidak dipengaruhi oleh elevasi muka air
sungai tetapi oleh tsunami, pasang surut, dan kenaikan suhu global. Namun kenaikan
elevasi muka air juga dipengaruhi oleh gelombang (wave set-up) dan angin (wind set-
up).
Fluktuasi muka air laut karena tsunami, pasang surut dan gelombang badai
mempunyai periode yang berbeda-beda. Untuk gelombang tsunami periode
gelombang yang dipakai dalam satuan menit, setengah hari atau satu hari ( pasang
surut) , dan beberapa hari untuk gelombang badai. Sedangkan untuk akibat pemanasan
suhu global selalu bertambah seiring dengan pertambahan waktu.
Kenaikan muka air akibat gelombang (wave set-up) terjadi ketika gelombang yang
datang dari laut menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air
diam pada saat gelombang pecah. Kemudian dari titik gelombang pecah permukaan
air rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan
wave set-down, sedangkan naiknya muka air disebut wave set up. Dengan
menggunakan Teori Longuet-Higgins dan Stewart (dalam CERC 1984 dan dalam
SPM 1984)
HbgT
HbSw
−=
282.2119.0 (2-53)
Dimana:
Sw = Tinggi wave-setup
Hb = Tinggi gelombang pecah
T = periode gelombang
g =percepatan gravitasi
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-49
Gambar 2.21 wave set up & wave set down
Sedangkan kenaikan muka air laut karena angin berlangsung saat angin dengan
kecepatan besar (strom surge). Fluktuasi elevasi muka air laut yang terjadi sangat
kompleks karena selain melibatkan interaksi angin dan air juga melibatkan perbedaan
tekanan atmosfer. Besarnya perubahan elevasi muka air akan sangat terhantung pada
kecepatan angin, fetch, dan kedalaman air dan kemiringan dasar. Biasanya ketika
gelombang badai terjadi, pasang surut juga terjadi. Besarnya kenaikan elevasi muka
air karena badai adalah :
2
Fih =∆ (2-54)
gd
VFch
2
2
=∆ (2-55)
Dimana:
∆h = Kenaikan elevasi muka air akibat badai (m)
F = panjang fetch (m)
i = kemiringan muka air
c = konstanta (3.5 x 10 -6
)
V = kecepatan angin (m/dt)
D = kedalaman air (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-50
Dalam perencanaan bangunan pantai, dibutuhkan suatu elevasi muka air rencana yang
merupakan penjumlahan dari parameter-parameter yang telah disebutkan diatas
seperti tsunami, pasang surut, wave set-up, wind set-up, dan perubahan suhu global.
Namun kemungkinan parameter-parameter tersebut terjadi dalam waktu bersamaan
adalah sangat kecil karena penyebabnya yang berbeda. Sebagai contoh, tsunami
belum tentu bersamaan dengan gelombang badai karena penyebabnya yang berbeda.
Tsunami dapat terjadi pada saat cuaca cerah sehingga penggabungan tsunami,
gelombang besar (wave set-up, wind set-up) dan air pasang kemungkinan terjadinya
sangat kecil. Untuk itu, dalam penentuan elevasi muka air rencana didasarkan pada
dua kemungkinan paling umum yaitu akibat gelombang besar (badai) dan pasang
surut.
2.3.2 Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di
langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Meskipun massa
bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jarak bulan lebih dekat ke
bumi maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh
gaya tarik matahari.
2.3.2.1. Pembangkitan Pasang Surut
Pembangkitan pasang surut yang dipengaruhi oleh gaya tarik menarik bumi, bulan
dan matahari dalam penjelasannya dianggap bahwa permukaan bumi dianggap
tertutup mrata oleh laut (bentuk permukaan air adalah bundar). Bumi berotasi sendiri
dalam mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri
dalam mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit.
Selisih 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit
dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.
Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai
bentuk elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang
elliptis sebesar 66.50, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi
adalah 50
9’. Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-51
terjauh disebut apogee, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.22 . Keadaan
pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee.
Bm M
Bm
Bm
Bl
Bl Apogee
Perigee
Bm
orbit bumi
Gambar 2.22 Pergerakan bumi-bulan-matahari
Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan
dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan
matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips.
Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi-bulan-matahari
selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5
hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang
didasarkan pada peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan
purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus, seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2.23 sehingga gaya tarik bulan dan matahari
terhadap bumi saling memperkuat.
MBm
a
b
c
d
Bulan Purnama Bulan Mati
Bl Bl
a : tanpa pengaruh bulan dan
matahari
b : pengaruh matahari
c : pengaruh bulan
d : pengaruh bulan dan matahari
Gambar 2.23 Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang purnama.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-52
Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, spring tide), di mana
tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan
sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi)
di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, seperti pada
Gambar 2.24, maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam
keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide) di mana tinggi
pasang surut kecil dibandingkan dengan hari-hari yang lain.
MBm
a
b
c
d
Seperempat
Pertama
Seperempat
Akhir
Bl
Bl
a : tanpa pengaruh bulan dan
matahari
b : pengaruh matahari
c : pengaruh bulan
d : pengaruh bulan dan matahari
Gambar 2.24 Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang perbani
Gerakan benda-benda angkasa yang menimbulkan pasang surut berulang secara
periodik dan memiliki keteraturan tertentu, karena itu karakteristik pasang surut di
suatu lokasi pada masa yang akan datang dapat diramalkan berdasarkan data pasang
surut di lokasi tersebut pada waktu-waktu yang lampau.
2.3.2.2. Tipe Pasang Surut
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari
dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di
berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Pasang surut harian ganda berarti dalam satu hari terjadi dua kali air pasang
dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi
secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam
24 menit.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-53
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam pasang surut harian tunggal hanya terjadi satu kali air pasang dan datu
kali air surut dengan periode pasang surutnya adalah 24 jam 50 menit.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevealing
semidiurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan air surut namun memiliki
perbedaan tinggi dan periode.
4. Paasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevealing
diurnal)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan air surut, tetapi kadang-kadang
untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi dan periode yang sangat berbeda.
2.3.2.3. Analisa Harmonik Pasang Surut
Dalam analisa data pasang surut, data masukannya berasal data-data hasil pengamatan
pasang surut di lapangan yang dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama
pengamatan 15 x 24 jam atau 30 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara
mamasang alat duga muka air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka
air selanjutnya diikatkan pada titik tetap yang ada (Bench Mark).
Langkah-langkah dalam analisa pasang surut adalah :
1. Uraian Komponen-komponen Pasang Surut.
Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan
fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen
harmonik penyusunnya. Komponen utama adalah akibat gaya tarik bulan dan
matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen
non astronomis. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap
komponen. Komponen pasang surut yang utama ada 9 (sembilan) buah.
Penjabaran delapan komponen pasang surut dapat dilihat pada Tabel 2.13 di
bawah ini.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-54
Tabel 2.13 Komponen Pasang Surut
Komponen SimbolPeriode
(jam)Keterangan
Utama bulan M2 12.4106
Utama matahari S2 12.0000
Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan N2 12.6592
Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan K2 11.9673
Matahari-bulan K1 23.9346
Utama bulan O1 25.8194
Utama matahari P1 24.0658
Utama bulan M4 6.2103
Matahari-bulan MS4 6.1033
Pasang Surut Semi Diurnal
Pasang Surut Diurnal
Perairan Dangkal
Pengerjaan penentuan tetapan pasang surut dapat dilakukan dengan
menggunakan komputer.
2. Penetuan Besar Tetapan Pasang Surut
Dalam analisa harmonik pasang surut, dalam penentuan besarnya tetapan
pasang surut dari data pengamatan dapat melakukan tiga metode yaitu:
a) Metode Admiralty
Analisa pasang surut menggunakan metode Admiralty selalu dilakukan
dengan menyusun skema-skema Admiralty sebagai berikut:
• Skema I
Berisi data pasang surut tiap jam yang telah dikoreksi (dilengkapi)
sebanyak 15 atau 29 hari (satuan elevasi pasang surut yang digunakan
adalah cm). Pada skema ini tentukanlah waktu pertengahan
pengamatan.
• Skema II
Berisi nilai fungsi-fungsi X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4 yang masing-
masing dikelompokkan berdasarkan tanda positif (+) dan negatif (-).
Besarnya nilai positif (+) dan negatif (-) konstanta diperoleh dengan
cara mengalikan data pengamatan pada saat tertentu (Skema I) dengan
besaran konstanta penyusun Skema II
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-55
Tabel 2.14 Konstanta Pengali untuk Memperoleh Skema II
Jam
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
X1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
Y1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X2 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1
Y2 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
X4 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1
Y4 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1
Koefisien
• Skema III
Merupakan penjumlahan dari komponen (+) dan (-) dari Skema II.
• Skema IV
Berisi nilai dari komponen Skema II dan Skema III yang ditambahkan
suffix kedua berupa 0, 2, b, 3 dan c berdasarkan tabel pembantu untuk
menyusun Skema IV.
Tabel 2.15 Konstanta Pengali Untuk Memperoleh Skema IV
Indeks Kedua 0 2 b 3 c 4 d
Pengali untuk B (29 piantan) -29 -1 0 -1 0 -1 0
Pengali untuk B (15 piantan) -15 1 0 5 0 1 0
1 1 0 -1 1 1 0
1 1 -1 -1 1 1 -1
1 1 -1 1 1 -1 -1
1 1 -1 1 1 -1 -1
1 -1 -1 1 1 -1 1
1 -1 -1 1 -1 1 1
1 -1 -1 1 -1 1 1
1 -1 0 -1 -1 1 0
1 -1 1 -1 -1 1 -1
1 -1 1 -1 -1 -1 -1
1 -1 1 -1 1 -1 -1
1 1 1 -1 1 -1 1
1 1 1 1 1 -1 1
1 1 1 1 1 1 1
Waktu menengah 1 1 0 1 0 1 0
1 1 -1 1 -1 1 -1
1 1 -1 1 -1 -1 -1
1 1 -1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 1 -1 1
1 -1 -1 -1 1 1 1
1 -1 0 -1 1 1 0
1 -1 1 1 1 1 -1
1 -1 1 1 1 1 -1
1 -1 1 1 -1 -1 -1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 -1 -1 1 1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 0 -1 -1 1 0
Konst
anta
untu
k 1
5 p
ianta
n
Konst
anta
untu
k 2
9 p
ianta
n
• Skema V dan VI
Skema V dan Skema VI merupakan hasil perkalian matriks antara
kolom pertama skema-skema ini dengan tabel pembantu untuk
menyusun Skema V dan Skema VI Admiralty, di mana harga kolom
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-56
pertama didapatkan dari hasil selisih aljabar menurut suatu aturan
tertentu dari komponen-komponen pada Skema IV.
Tabel 2.16 Konstanta Pengali untuk Memperoleh Kolom Pertama Skema V dan Skema VI
Penggunaan Perhitungan S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
X00 1.00
X10 0.01 -0.01 0.01 0.03 1.00 -0.07 0.01
X12 - Y1b -0.02 0.09 -0.01 -0.09 -0.09 1.00 -0.02 0.02
Untuk Skema V X13 - Y1c 0.04 -0.07 0.01 0.13 0.20 -0.59 0.03
Harga PR cos r X20 -0.01 -0.15 1.00 0.29 0.01 -0.02 0.00
X22 - Y2b 0.01 1.00 -0.14 -0.61 -0.02 -0.03 0.03 -0.03
X23 - Y2c -0.02 -0.65 0.25 1.00 0.03 -0.05 -0.01
X42 - Y4b 0.01 0.01 0.10 1.00
X44 - Y4d -0.01 0.01 0.02 1.01 -0.05
Y10 -0.01 0.02 1.01 -0.08 0.01 0.01
Y12 + X1b 0.05 0.01 -0.05 -0.12 1.05 -0.03 0.01
Untuk Skema VI Y13 + X1c -0.02 -0.02 0.09 0.24 -0.65 0.04 0.02
Harga PR sin r Y20 -0.16 1.00 0.30 -0.01 0.02 -0.03 -0.01
Y22 + X2b 1.04 -0.15 -0.64 0.02 -0.10 0.04 -0.02
Y23 + X2c -0.70 0.26 1.03 -0.03 0.09 -0.07 -0.03
Y42 + X4b 0.02 0.11 1.00
Y44 + X4d -0.03 0.01 0.05 1.00 -0.06
Untuk Skema VII P 360 175 214 166 217 177 273 280
Untuk Skema VII p 333 345 327 173 160 307 318
• Skema VII dan Skema VIII
Merupakan tahap akhir dari proses mencari komponen pasang surut
menurut metode Admiralty. Aturan pengisian masing-masing kolom
mengikuti rumus yang tertera pada kolom pertama dari masing-masing
skema ini.
Dengan menggunakan komputer, penghitungan di atas akan menjadi
jauh lebih mudah dan cepat.
b) Metode Kuadrat Terkecil (Least Square)
Metoda ini menggunakan prinsip bahwa kesalahan peramalan harus
sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan
dengan data pengamatan harus minimum.
Kita misalkan jumlah konstituen adalah satu, sehingga persamaan
modelnya menjadi:
∑ ∑= =
++=k
i
k
i
iit tBtAZZ1 1
110 sincos ωω (2-56)
Misalkan data pengamatan kita adalah D, maka persamaan errornya
akan menjadi:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-57
22 )( DZt −=ε
∑ ∑= =
−++=k
i
k
i
ii DtBtAZ1
2
1
110
2)sincos( ωωε
berhubung jumlah konstituen, k=1, maka persamaan di atas menjadi:
2
11110
2 )sincos( DtBtAZ −++= ωωε
Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan di atas
diturunkan secara parsial untuk setiap variabelnya.
( )DtBtAZ
Z=++→= 11110
0
2
sincos0 ωωδ
εδ
( )tDttBtAZ
A1111110
1
2
coscos)sincos(0 ωωωωδ
εδ=++→=
( )tDttBtAZ
B1111110
1
2
sinsin)sincos(0 ωωωωδ
εδ=++→=
Misalkan q adalah jumlah pengamatan dan p adalah nomor
pengamatan, maka ketiga persamaan di atas dapat ditulis sebagai
berikut:
∑∑==
=++q
p
p
q
p
pp DtBtAZ11
11110 )sincos( ωω
[ ] ∑∑==
=++q
p
pp
q
p
ppp tDttBtAZ1
1
1
111110 coscos)sincos( ωωωω
[ ] ∑∑==
=++q
p
pp
q
p
ppp tDttBtAZ1
1
1
111110 sinsin)sincos( ωωωω
Ketiga persamaan di atas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan
seperti di bawah ini:
=
∑
∑
∑
∑∑∑
∑∑∑
∑∑
=
=
=
===
===
==
q
p
pp
q
p
pp
q
p
p
q
p
pp
q
p
pp
q
p
p
q
p
pp
q
p
pp
q
p
p
q
p
p
q
p
p
tD
tD
D
B
A
Z
ttttt
ttttt
ttq
1
1
1
1
1
1
1
0
1
11
1
11
1
1
1
11
1
11
1
1
1
1
1
1
sin
cos
sinsinsincossin
cossincoscoscos
sincos
ω
ω
ωωωωω
ωωωωω
ωω (2-57)
Matriks di atas dapat diselesaikan dengan bantuan Eliminasi Gauss
sehingga nila Z0, A1, dan B1 dapat ditemukan.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-58
Penyelesaian di atas dapat pula diterapkan pada persamaan gerak
harmonik dengan 9 buah konstanta. Untuk mempermudah,
penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan bantuan komputer.
c) Metode Analisa Harmonik
Merupakan metode yang didasarkan pada manipulasi persamaan
berikut:
∑=
−+=k
i
iiit tZZZ1
0 )cos( αω (2-58)
Dimana:
Zt = elevasi muka air
Z0 = tinggi muka air rata-rata dari datum
= ∑=
N
n
iZM 1
1
M = jumlah data observasi
N = jumlah komponen
Zi = amplitudo komponen i
ωi = frekuensi sudut dari komponen ke-i
= iT
π2
Ti = periode komponen i
αi = undur/beda fasa dari komponen ke-i
t = waktu
k = jumlah komponen
3. Penentuan Jenis Pasang Surut Yang Terjadi
Komponen-komponen terpenting, yaitu M2, S2 , K1 , dan O1, menentukan
karakteristik pasang surut yang terjadi. Defant (1958) membagi pasang surut
menjadi 4 (empat) jenis berdasarkan besarnya angka bentuk (form
number/formzall), yaitu perbandingan antara jumlah amplitudo komponen K1
dan O1 dengan jumlah amplitudo komponen M2 dan S2 sebagai berikut:
F = 22
11
ASAM
AKAO
+
+ (2-59)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-59
Dimana:
AO1 = amplitudo komponen O1
AK1 = amplitudo komponen K1
AM2 = amplitudo komponen M2
AS2 = amplitudo komponen S2
Macam tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Tabel 2.17 Tipe Pasang Surut
Bilangan Formzall
(F)Tipe Pasang Surut Keterangan
F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal)
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnalDalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan
ketinggian dan periode yang berbeda.
1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan
ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang
dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.
F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal)Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit
4. Peramalan Fluktuasi Muka Air Akibat Pasang Surut
Peramalan elevasi muka air dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah
metode yang disebut dengan Metode Analisa Harmonik. Berdasarkan
pengamatan bahwa muka air pasang surut berubah secara periodik dan
merupakan penjumlahan gelombang-gelombang harmonik, fluktuasi muka air
pasang surut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
∑=
−+=k
i
iiit tZZZ1
0 )cos( αω (2-60)
Dimana:
Zt = elevasi muka air
Z0 = tinggi muka air rata-rata dari datum
= ∑=
N
n
iZM 1
1
M = jumlah data observasi
N = jumlah komponen
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-60
Zi = amplitudo komponen i
ωi = frekuensi sudut dari komponen ke-i
= iT
π2
Ti = periode komponen i
αi = undur/beda fasa dari komponen ke-i
t = waktu
k = jumlah komponen
Pengaruh lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh perputaran nodal
bulan yang mengakibatkan koreksi pada amplitudo dan undur fasa. Perubahan
ini mempunyai perioda yang cukup lama, yakni + 18,6 tahun.
Sehubungan dengan adanya koreksi nodal, maka persamaan di atas menjadi:
( )∑=
−+++=k
i
iiiiii uvtcHfZZ1
00t gos ω (2-61)
Dimana:
fi = koreksi nodal untuk amplitudo
Hi = amplitudo komponen i
= i
i
f
Z
v01 = suku koreksi undur fasa
u1 = suku koreksi nodal untuk undur fasa
g1 = undur fasa komponen i
= )( 0 iii uv ++α
Tiap-tiap komponen mempunyai perioda dan kecepatan sudut tertentu yang
besarnya selalu tetap dan dapat ditentukan secara teoritis. Besarnya amplitudo
dan undur fasa masing-masing komponen tidak dapat ditentukan secara
teoritis, melainkan harus dihitung berdasarkan data pengamatan pasang surut
di perairan yang bersangkutan.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-61
5. Elevasi Muka Air Acuan
Dalam elevasi muka air acuan ada beberapa parameter penting yang terkait
yakni :
a) Duduk Tengah Muka Air Laut (Mean Sea Level)
Seluruh pengukuran vertikal dari ketinggian tanah dan kedalaman laut
serta variasi permukaan air laut harus direferensikan terhadap level nol
atau disebut juga bidang datum. Secara umum dipakai duduk tengah
permukaan laut (disingkat: duduk tengah; dalam Bahasa Inggris: Mean
Sea Level), sebagai level nol, tetapi sering juga dipakai bidang datum
lainnya (seperti Chart Datum) sebagai acuan vertikal.
Duduk tengah muka laut tidak hanya merupakan titik nol bagi ordinat
dari komponen harmonik pasut, juga sebagai datum acuan standar bagi
elevasi daratan. Jika gaya pasut tidak ada, maka permukaan laut tanpa
gangguan pasut itu adalah duduk tengah. Duduk tengah (DT) di
beberapa tempat yang berbeda tidak tepat sama dengan level
permukaan geodetik. Hal ini disebabkan oleh adanya variasi densitas
air laut akibat perubahan temperatur dan salinitas laut, variasi tekanan
atmosfer, efek angin yang bervariasi, penguapan dan curah hujan.
Untuk menghitung duduk tengah, kita harus mengeliminasi pasut
dengan jalan merata-ratakan tinggi muka air hasil pengamatan dalam
suatu selang waktu. Pengamatan sebaiknya harus cukup panjang untuk
mengeliminasi efek pasut astronomi dan meminimalkan efek
meteorologis. Penghitungan yang teliti memerlukan analisa harmonik
dari data pengamatan lebih dari satu tahun.
Suatu DT pendekatan dapat diperoleh dari data 29 hari. Dengan
pengamatan 29 hari tidak hanya gangguan meteorologis tapi juga
fluktuasi kecil dari pasut setengah tahunan dan bulanan dapat
tereliminasi. Perkiraan DT yang kasar dapat diperoleh dari data 1 hari
atau lebih (24 jam, 25 jam, dan 39 jam).
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-62
b) Bidang Datum
Untuk keperluan navigasi dibutuhkan suatu peta yang menunjukkan
kedalaman minimum hasil aproksimasi, atau level air rendah yang
biasanya dipakai sebagai chart datum.
Penghitungan chart datum berbeda-beda di beberapa negara yang
menerbitkan peta hidrografi, hal ini menyebabkan kurang efisien. Pada
Konferensi Hidrografi Internasional tahun 1926 diusulkan bahwa
“datum dari peta seharusnya sebuah bidang serendah mungkin
sehingga elevasi pasut jarang sekali lebih rendah dari bidang itu”.
Chart datum juga digunakan untuk peramalan pasut. Di bawah ini
akan diuraikan penghitungan yang dipakai sebagai chart datum di
beberapa negara.
• Chart Datum yang digunakan di Perancis
Sebagai datum digunakan definisi dari air rendah yang paling
rendah yang mungkin (lowest possible low water). Level ini
tidak dapat diuraikan secara eksak oleh Rumus Harmonik.
Sebagai pendekatan digunakan rumus:
)(2.1 2220 KSMS ++− (2-62)
Di mana M2, S2, K2 dan menunjukkan masing-masing
amplitudo komponen M2, S2, dan K2. S0 adalah muka air laut
rata-rata.
• Chart Datum pada Peta Admiralty Inggris
Datum yang digunakan dihitung sebagai rata-rata dari air
rendah pasut purnama (mean spring low water). Notasi
harmonik yang mendekati level di atas adalah:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-63
)(1.1 220 SMS +− (2-63)
• Chart Datum pada Peta-Peta Amerika Serikat
Untuk pantai timur Amerika dipakai rata-rata air rendah:
20 MS −
Sekitar 50% dari air rendah ada di bawah level ini.
Acuan untuk pantai barat Amerika adalah rata-rata air rendah
terendah (mean lower low water). Nilai rata-rata dari dua level
air rendah yang terendah tiap harinya. Uraian harmonik yang
eksak dari level ini tidak dapat diberikan. Suatu pendekatan
dirumuskan sebagai berikut:
( )[ ]0
1120 45cosOKMS ++= (2-64)
Sekitar 50% dari seluruh air rendah terendah dan 25 % dari air
rendah berada di bawah level ini.
• Chart Datum menurut definisi Hidrografi Internasional
Seperti telah disebut di muka, chart datum sebaiknya
merupakan sebuah bidang serendah mungkin, jadi kita bisa
mengambil perumusan untuk bidang tersebut sebagai berikut:
∑=
−N
i
iAS1
0 (2-65)
Di mana Ai adalah amlpitudo komponen ke-i dan N adalah
jumlah komponen.
c) Elevasi Muka Air Penting
Penentuan muka air dilakukan dengan menggunakan komponen pasang
surut yang telah dihasilkan. Dari penentuan tersebut dapat ditentukan
beberapa elevasi muka air penting seperti pada Tabel 2.18
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-64
Tabel 2.18 Elevasi Muka Air Penting
Elevasi Muka Air Keterangan
HHWL (Highest High Water Level) Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
MHWS (Mean High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.
MHWL (Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.
MSL (Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
MLWL (Mean Low Water Level) Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
MLWS (Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.
LLWL (Lowest Low Water Level) Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
Secara skematis digambarkan kedudukan dari ketiga datum pasut
(duduk tengah, chart datum, dan datum elevasi) seperti pada Gambar
2.25 . Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka
air yang akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan yang
disebut elevasi muka air rencana.
BM Air tinggi tertinggi pada pasang besar
Air tinggi tertinggi pada rata-rata pasang
Air rendah terendah pada rata-rata surut
Air rendah terendah pada surut besar
Paras laut pada saat t
Paras laut rata-rata
Duduk Tengah
Elevasi Datum
Elevasi di atas
duduk tengah
Muka Surutan
Paras yang ditentukan
dari muka surutan
Tunggang air
rata-rata
Gambar 2.25 Sketsa elevasi acuan pasang surut
2.3.3 Tipologi Pantai
Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen
seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi
gelombang dan arus, serta batimetri pantai. Karena pantai selalu menyesuaikan bentuk
profilnya sedemikian rupa agar mampu menghancurkan energi gelombang yang
datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai
terhadap laut.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-65
Ada dua tipe tanggapan pantai dinamis terhadap gerak gelombang, yaitu tanggapan
terhadap kondisi gelombang normal dan tanggapan terhadap kondisi gelombang
badai. Kondisi gelombang normal terjadi dalam waktu yang lebih lama, dan energi
gelombang dengan mudah dapat dihancurkan oleh mekanisme pertahanan alami
pantai. Sedangkan pada saat terjadi gelombang badai yang mempunyai energi besar
maka seringkali pertahanan alami pantai tidak mampu menahan serangan gelombang,
sehingga pantai menjadi tererosi. Setelah gelombang besar reda, barulah pantai akan
kembali ke bentuk semula oleh pengaruh gelombang normal. Tetapi adakalanya
pantai yang tererosi tersebut tidak kembali ke bentuk semula karena material
pembentuk pantai telah terbawa arus ke tempat lain dan tidak kembali ke lokasi
semula. Dengan demikian pantai tersebut mengalami erosi. Material yang terbawa
arus tersebut, akan mengendap di daerah yang lebih tenang, seperti di muara sungai,
teluk dan pelabuhan.
Material pembentuk pantai bisa berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Meterial
pembentuk pantai ini pada akhirnya juga mempengaruhi kemiringan dasar pantai.
Pada dasarnya di Indonesia terdapat dua macam tipe pantai, yakni:
1. Pantai Pasir
Pantai berpasir terdapat di sebagian besar pantai yang menghadap ke
Samudera Indonesia seperti pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, dan
lain-lain. Kemiringan pantai pasir berkisar 1:20 sampai 1:50. Berikut profil
pantai berpasir :
Gambar 2.26 Profil Pantai Berpasir
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-66
Dalam gambar tersebut, pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas
antara kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada
kondisi gelombang normal. Runup gelombang mencapai batas antara pesisir
dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai.
Beberapa defenisi bagian-bagian yang terkait dengan pantai :
• Offshore Zone
Offshore zone adalah daerah yang terbentang dari lokasi gelombang
pecah ke arah laut. Pada daerah ini gelombang dan arus menimbulkan
gerak orbit partikel air dengan orbit lintasan partikel tidak tertutup
sehingga menimbulkan transpor massa air yang disertai dengan
terangkatnya sedimen dasar dalam arah menuju pantai dan
meninggalkan pantai.
• Surf Zone
Daerah surf zone adalah daerah antara gelombang pecah dan garis
pantai yang ditandai dengan penjalaran gelombang setelah pecah ke
arah pantai. Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang
sangat tinggi yang dapat menggerakkan sedimen dasar. Kecepatan
partikel air hanya bergerak dalam arah penjalaran gelombang saja.
• Swash Zone
Daerah swash zone adalah daerah pantai di mana gelombang dan arus
yang sampai di garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas
dan kemudian turun kembali pada permukaan pantai. Gerak massa air
tersebut disertai dengan terangkutnya sedimen.
Dari ketiga daerah tersebut, karakteristik gelombang dan arus pada
daerah surf zone dan swash zone adalah yang paling penting. Arus
yang terjadi di kedua daerah tersebut sangat tergantung pada arah
datang gelombang.
• Longshore bar
Merupakan tempat gelombang pecah berupa gundukan pasir di dasar
yang memanjang sepanjang pantai.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-67
• Offshore bar
Merupakan akumulasi endapan pasir yang tererosi. Endapan ini
membentuk gundukan sepanjang sejajar garis pantai (longshore bar).
Offshore bar juga berfungsi sebagai mekanisme pertahanan pantai
terhadap serangan gelombang.
• Sand dunes
Bukit pasir yang berada pada bagian backshore atau lebih jauh ke arah
pesisir pantai. Sand dunes juga berfungsi sebagai pertahanan pantai
terhadap serangan gelombang.
2. Pantai Lumpur
Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara
sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain
itu kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu
membawa dispersi sedimen ke perairan dalam di laut lepas sehingga sedimen
tersebut terus mengendap dan menyebar merata yang pada akhirnya membuat
pantai menjadi datar, luas dan dangkal. Kemiringan pantai berlumpur sangat
kecil sampai mencapai 1:5000.
Pantai berlumpur juga merupakan daerah rawa yang rendah yang selalu
terendam pada saat pasang. Daerah pantai ini banyak ditumbuhi oleh tanaman
pantai seperti bakau (mangrove). Mangrove juga dapat berperan sebagai
peredam energi gelombang sehingga terlindung dari erosi. Daerah pantai
berlumpur juga merupakan habitat bagi beberapa jenis ikan dan udang karena
merupakan salah satu daerah yang subur dan kaya bahan organik.
Ciri lain dari pantai berlumpur terlihat dari sifat sedimen yang mendiami
wilayah ini. Sedimen pada pantai berlumpur merupakan sedimen kohesif
dengan butiran sangat kecil yang sangat terpengaruh oleh gaya-gaya tarik
menarik dan gaya tolak pada permukaan daripada gaya berat. Akibat adanya
gaya tarik menarik antara partikel sedimen kohesif maka akan partikel-partikel
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-68
sedimen akan berkumpul dan membentuk flokulon dan selanjutnya merupakan
dasar terbentuknya sedimen pada pantai berlumpur.
2.3.4 Arus Pantai
Arus yang terjadi pada dibedakan menjadi dua bagian yakni arus dekat pantai dan arus
sejajar pantai.
2.3.4.1 Arus Dekat Pantai
Gelombang yang menjalar menuju pantai membawa massa air dan momentum dalam
arah penjalarannya. Transpor massa dan momentum tersebut menimbulkan arus di
daerah dekat pantai. Dibeberapa daerah yang dilewatinya, perilaku gelombang dan
arus berbeda-beda. Daerah yang dilewati oleh gelombang dan arus adalah offshore
zone, surf zone, dan swash zone. Di daerah lepas pantai (offshore zone) gelombang
bergerak menimbulkan gerak orbit partikel air, orbit lintasan yang tidak tertutup
menimbulkan terjadinya transpor massa air yang disertai dengan terangkutnya
sedimen dasar. Di surf zone yang ditandai dengan gelombang pecah yang menjalar ke
arah pantai, yaitu daerah antara gelombang pecah dan garis pantai. Gelombang pecah
akan mengakibatkan turbulensi yang sangat besar dan dapat menggerakkan sedimen
dasar, setelah pecah gelombang melintasi surf zone menuju pantai. Sedangkan di
swash zone, gelombang yang sampai ke garis pantai menyebabkan massa air bergerak
ke atas dan kemudian turun kembali pada permukaan pantai yang diikuti oleh
terangkutnya sedimen. Arus yang terjadi di dekat pantai sangat tergantung pada arah
datang gelombang.
Gambar 2.27 Zona Pembentukan arus
Sumber : Teknik Pantai, Bambang Triatmodjo
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-69
Ketika garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi arus
dominan di pantai berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju kelaut. Selain
itu, sirkulasi sel dan dan rip current juga terjadi karena adanya variasi dari tinggi
gelombang pecah di sepanjang pantai. Rip current adalah pertemuan arus di sepanjang
pantai yang berasal dari sebelah kiri dan kanannya yang dibelokkan kembali ke arah
laut.
Gambar 2.28 Arah Datang Gelombang dan rip current
2.3.4.2 Arus Sejajar Pantai (Longshore Current)
Arus sejajar pantai (longshore current) dapat ditimbulkan oleh gelombang pecah yang
membentuk sudut terhadap garis pantai. Arus ini terjadi di daerah antara gelombang
pecah dan garis pantai (surf zone). Parameter terpenting di dalam menentukan
kecepatan arus sejajar pantai adalah tinggi dan sudut gelombang datang. Ketika
gelombang pecah membentuk sudut terhadap garis pantai (αb > 5 ˚).
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-70
Arus sejajar pantai yang ditimbulkan oleh gelombang pecah dengan sudut tertentu
dibangkitkan oleh momentum yang dibawa oleh gelombang. Longut-Higgins, (komar,
1985) menurunkan rumus untuk menghitung arus sejajar pantai sebagai berikut :
( ) bbHbgV αα cossin17.12
= (2-66)
Dimana
V = kecepatan arus sejajar pantai
Hb = tinggi gelombang pecah
bα = sudut datang gelombang pecah
Berikut ini adalah tambahan distribusi arus sejajar pantai :
Gambar 2.29 Longshore current
Sumber : Beach Nourishment-Coastal Geology
2.3.5 Sediment Transport
Sedimen transport yang terjadi terdiri dari dua jenis yaitu sedimen transport dari sungai dan
sedimen transport di pantai.
Aliran sungai yang mengalir dari hulu ke hilir dapat mengakibatkan angkutan sedimen baik
dalam bentuk suspended load ataupun bed load. Suspended load adalah terangkutnya pertikel
sedimen layang dalam massa air karena adanya gaya turbulen yang akan mengakibatkan
partikel sedimen terbawa oleh arus. Bed load adalah proses ’rolling’ partikel sedimen
sepanjang saluran, proses ini juga dibantu oleh gaya turbulen yang pada waktu yang sama
juga membawa partikel sedimen layang. Arus aliran sungai mengakibatkan partikel sedimen
ber’saltate’ atau bahkan bergerak sepanjang saluran dalam suatu seri lompatan. Ukuran
partikel yang lebih kecil lebih mudah terbawa oleh aliran dibandingkan dengan ukuran
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-71
partikel yang lebih besar, oleh karena itu suspended load biasanya terdiri dari silt dan pasir,
bahkan tanah liat apabila ada.
Sedimen transport di pantai biasanya terjadi dalam dua bentuk yakni transpor menuju dan
meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore
transport). Sedimen yang masuk atau keluar dari pantai bisa berasal dari berbagai sumber,
yaitu :
1. Pergerakan dan erosi dari tepi pantai
2. Erosi pasir oleh angin dan erosi yang diakibatkan oleh pasang surut
3. Erosi dekat pantai
4. Pengerukan
5. Erosi lahan yang dibawa oleh arus sungai
6. Erosi dasar sungai
Gambar 2.30 Sumber sedimen di muara
Sumber : Beach Nourishment-Coastal Geology
2.3.5.1 Jenis Sedimen
Ukuran sedimen bermacam-macam dari ukuran partikel yang besar hingga partikel
koloidal dengan bermacam bentuk dari bundar hingga mempunyai sudut. Sifat-sifat
sedimen adalah sangat penting untuk mengetahui proses erosi dan sedimentasi. Sifat-
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-72
sifat sedimen adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk,
kecepatan endap (kecepatan jatuh), tahanan terhadap erosi, dan lain sebagainya.
Karakteristik sedimen dapat dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu :
1. Ukuran partikel
2. Komposisi sedimen
3. Bulk characteristic
Selain intu sedimen ada 2 jenis yaitu :
1. Sedimen kohesive
2. Sedimen non-kohesive
Pada penelitian ini sedimen yang dibahas dibatasi hanya pada sedimen non-kohesive
saja, yaitu sedimen seperti pasir.
Tabel 2.19 Klasifikasi sedimen
2.3.5.2 Angkutan Sedimen
Aliran dengan kecepatan tertentu dapat membawa partikel sedimen sebagai bed-load
ataupun sebagai suspended load. Suspended load diartikan sebagai partikel sedimen
layang yang terdapat dimassa air karena adanya gaya turbulen, pertikel layang ini
terbawa karena adanya arus dengan kecepatan tertentu. Sedangkan bed-load transport
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-73
adalah proses pergerakan sedimen dasar karena arus, dimana sedimen dasar tersebut
dapat bergeser, berputar atau bahkan loncat yang membuat sedimen dasar tersebut
berpindah tempat. Sedimen dengan ukuran yang lebih kecil membuatnya bisa lebih
mudah bergerak, biasanya sedimen ini adalah sedimen jenis silt atau pasir. Dengan
adanya gaya turbulen, misal gelombang pecah maka partikel layang akan mudah
terbawa sebagai suspended load transport ataupun sedimen dasar berputar sehingga
menghasilkan bed-load transport.
Proses angkutan sedimen dapat terjadi apabila tegangan geser dasar lebih gesar dari
daya tahan sedimen yang disebut sebagai tegangan geser kritis sedimen. Suatu aliran
dengan kecepatan tertentu menimbulkan gaya geser antara fluida dengan dasar
saluran, gaya ini disebut tegangan geser dasar, sedangkan partikel sedimen di dasar
saluran juga mempunyai daya tahan, apabila tegangan geser yang merupakan fungsi
dari kecepatan aliran nilainya sama besar dengan daya tahan sedimen pada saat itu
pertikel sedimen mulai bergerak, dan kemudian apabila tegangan geser dasar lebih
besar daripada daya tahan sedimen maka sedimen akan bergerak mengikuti arus
aliran. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa model transport sedimen terbagi
atas tiga jenis, yaitu bed load transport, suspended load transport dan total load
transport.
1. Transpor Sedimen Dasar (Bed-load Transport)
Apabila kondisi aliran memenuhi kecepatan tertentu untuk menimbulkan
gerak awal, maka partikel sedimen sepanjang dasar saluran mulai bergerak.
Apabila pergerakan partikel sedimen dasar adalah berputar (rolling), meluncur
(sliding), dan terkadang lompat sepanjang saluran (jumping), pergerakan
partikel sedimen tersebut disebut bed-load transport. Umumnya bed-load
transport sepanjang saluran hanya berkisar antara 5 – 25%, tetapi untuk
sedimen yang lebih kasar kisaran bed-load transport yang terjadi bisa lebih
besar daripada 5 – 25%. Aliran air dengan kecepatan tertentu menghasilkan
tegangan geser dasar pada saluran, kecepatan yang makin besar akan
menghasilkan tegangan geser yang besar pula. Ketika tegangan geser
mencapai tegengan geser kritis q q = debit aliran [(m3/s)/m], qc = debit aliran
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-74
kritis [(m3/s)/m] pada saat sedimen akan bergerak (incipient motion), d =
diameter partikel. qb (Kg/s)/m yang dibutuhkan untuk yang dibutuhkan untuk
gerak awal, maka partikel sedimen akan mulai berputar, meluncur ataupun
loncat sepanjang aliran dan terus menerus kontak dengan dasar sepanjang
saluran
2. Transpor Sedimen Layang (Suspended-load Transport)
Transport sedimen layang adalah transport sedimen tersuspensi dalam massa
air yang terjadi karena adanya turbulensi. Pada kebanyakan sungai alami
sedimen pada umumnya bergerak sebagai suspended load transport. Yang
perlu diketahui adalah bahwa bed-load transport dan suspended load terjadi
secara simultan.
Pada transport sedimen , terjadi fenomena caring capacity, dimana aliran air
dapat membawa partikel sedimen dengan kecepatan tertentu. Seberapa besar
aliran dapat membawa sedimen sangat tergantung oleh kecepatan aliran dan
ukuran butiran sedimen. Pada partikel sedimen layang dengan ukuran butiran
yang lebih kecil mengakibatkan aliran dapat membawa sedimen, dimana hal
ini juga bergantung dengan kecepatan jatuh, dengan kata lain apabila
kecepatan aliran semakin kecil, maka sedimen layang tersebut akan jatuh di
suatu titik pada saluran yang diakibatkan oleh kecepatan jatuh.
3. Total load Transport.
Total load transport adalah penjumlahan antara bed-load transport dan
suspended load transport.
2.3.5.3 Transport Sedimen On-shore dan Off-shore
Transport sedimen di laut dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu transport sedimen
akibat gelombang dan transport sedimen akibat kombinasi gelombang dan arus.
Transport sedimen akibat gelombang biasa terjadi di laut lepas (off shore), sedangkan
transport sedimen akibat kombinasi gelombang dan arus biasa tejadi di near shore,
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-75
salah satu contoh transpor sedimen kombinasi arus dan gelombang adalah transpor
sedimen sejajar pantai (longshore sedimen transport).
Pergerakan gelombang dalam arah penjalarannya diatas dasar yang berpasir dapat
mengakibatkan sedimen tresuspensi dengan konsentrasi sedimen yang besar dekat
dasar, contoh kasus adalah non-breaking wave. Gelombang yang mengakibatkan
proses transport berhubungan dengan kecepatan yang dihasilkan oleh perbedaan
tinggi frekwensi fenomena gelombang.
2.3.5.4 Transpor Sedimen Sejajar Pantai (Longshore Sediment Transport)
Longshore transport atau longshore drift (transpor sedimen sejajar pantai) adalah
pergerakan sedimen sepanjang pantai yang diakibatkan oleh arus longshore yang
terjadi di surf zone. Dimana arus sejajar pantai (longshore current) dapat ditimbulkan
oleh gelombang pecah yang membentuk sudut terhadap garis pantai. Arus ini terjadi
di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (surf zone). Parameter terpenting
di dalam menentukan kecepatan arus sejajar pantai adalah tinggi dan sudut gelombang
datang. Besar dan arah longshore transport sangat tergantung pada hubungan yang
kompleks antara tinggi dan periode gelombang datang, sudut gelombang datang
terhadap garis pantai, kondisi bathymetri pantai, serta tergantung pada ukuran dan
ketersediaan sedimen.
Transpor sedimen sejajar pantai terdiri dari dua komponen utama yaitu transpor
sedimen dalam bentuk zig-zag dan transpor sedimen sejajar pantai di surf zone. Pada
waktu gelombang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai, maka
gelombang tersebut akan naik ke pantai. Massa air yang naik akan turun kembali
dalam arah tegak lurus pantai, dimana gerakan tersebut akan berbentuk zig-zag yang
disertai dengan terangkutnya sedimen dengan arah sejajar pantai. Yang kedua adalah
transpor sedimen sejajar pantai yang diakibatkan oleh arus sejajar pantai yang
dibangkitkan oleh gelombang pecah, dimana transpor sedimen sejajar pantai ini
terjadi di surf zone.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-76
Laju longshore transport dapat ditentukan dengan menggunakan rumus empiris
(Kamphuis et.al, 1983), pendekatan flux energy gelombang (CERC, 1984),
pendekatan “steady flow approximation”, (Bijker 1981) ataupun dengan pengukuran.
Gambar 2.31 Proses terjadinya longshore transport
Sumber : NSW Coastline Management Manual
2.3.5.5 Transpor Sedimen Tegak Lurus Pantai (Crosshore Sediment Transport)
Pasang surut terjadi karena adanya gaya tarik bulan, yang menyebabkan adanya
perbedaan tinggi muka air laut, akibat perbedaan tinggi muka air, akan timbul
kecepatan sehingga menimbulkan arus, arus akibat pasang surut dapat membawa
sedimen, sehingga akan terjadi transport sedimen tegak lurus pantai.
2.3.5.6 Sediment Budget
Sedimen budget untuk inlet yang berhubungan dengan pantai menyediakan suatu
konsep dan model kuantitatif terhadap pathways dan besarnya sedimen transpor
dalam suatu periode waktu. Dengan menggunakan sedimen budget diharapkan akan
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-77
mempermudah dalam pemahaman suatu sistem yang kompleks dari suatu inlet yang
berhubungan dengan pantai.
Konsep kesetimbangan suatu muara adalah mengetahui dimana sedimen diendapkan
dan mengetahui darimana sedimen tersebut berasal, dimana kesetimbangan sedimen
dihitung berdasarkan volume yang diendapkan dan volume yang tererosi. Mengetahui
kesetimbangan muara sangan penting untuk aktivitas enginering, design enginering,
keputusan konstruksi dan salah satu keputusan manajemen pantai adalah dengan
mengetahui kesetimbangan di muara.
Kesetimbangan sedimen di muara merupakan aplikasi dari hukum kontinuitas dan
hukum kekekalan massa. Salah satu fenomena dari kesetimbangan sedimen adalah
sedimen budget. Sedimen yang berubah terhadap waktu pada suatu sistem dimana
sejumlah sedimen masuk dan keluar dari kontrol volume disebut sedimen budget
(Komar. 1976). Syarat batas dari sedimen budget ditentukan dari arean penelitian
yang dipilih, skala waktu yang ditentukan, dan tujuan penelitian. Untuk
mempermudah penelitian yang dilakukan, sedimen yang dibatasi oleh suatu ruang
sangat diperlukan. Penentuan kontrol volume tergantung dari sudut gelombang datang
dan respon garis pantai, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi berikut :
Gambar 2.32 Kontrol Volume dengan source dan sink
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-78
2.3.5.7 Persamaan Sedimen Transport
1. Persamaan Kontinuitas Sediment
Persamaan kontinuitas sedimen dirumuskan dengan anggapan bahwa profil
pantai berbentuk seperti pada Gambar 2.33.
Gambar 2.33 Penyederhanaan profil pantai dan perubahan garis kontur
Akibat erosi ataupun akresi, perubahan posisi terjadi pada masing-masing
kontur. Untuk suatu kontur yang posisinya begeser sejauh ∆y, sedang beda
elevasi antara kontur yang bersangkutan dengan kontur yang sebelumnya
adalah ∆d, maka volume sedimen yang terendapkan adalah xyddv ∆∆∆= , di
mana volume tersebut adalah volume padat dan ∆x adalah lebar segmen
sejajar pantai.
Bila per satuan waktu, sedimen yang masuk adalah Q, sedang yang keluar
adalah
∆+
dx
dQxQ , maka volume sedimen yang tertinggal pada segmen
tersebut dalam waktu ∆t adalah tdx
dQxQQ ∆
∆+− . (2-67)
Berdasarkan Hukum Kekekalan Massa, maka haruslah:
tdx
dQxQQdv ∆
∆+−= (2-68)
dx
dQ
t
yd −=
∆
∆∆
0=+∆
∆∆
dx
dQ
t
yd
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-79
untuk ∆t mendekati nol, maka persamaan terakhir di atas dapat ditulis sebagai
berikut:
0=+∆dx
dQ
dt
dyd (2-69)
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan kontinuitas sedimen.
2. Persamaan Angkutan Sediment
Untuk suatu gelombang yang masuk dengan arahθ , maka debit sedimen yang
terbawa adalah:
)2sin(' 2
5
θbHCQ = , dengan (2-70)
21
21
)78.0)(16)(1)(( p
gKC
S −−=
ρρ
ρ
Dimana:
K = koefisien dari Komar = 0.77
ρS = rapat massa sedimen = 5.14 slug/ft4
ρ = rapat massa air laut = 1.99 slug/ft4
p = angka pori sedimen = 0.4
Sehingga C’ = 0.345
Gambar 2.34 Sudut datang Gelombang
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-80
Dari Gambar diatas terlihat hubungan bahwa θ = α – β, maka persamaan debit
longshore sediment menjadi :
)(2sin' 2
5
βα −= bHCQ (2-71)
2.3.6 Morfologi Perubahan Garis Pantai
Morfologi garis pantai sangat ditentukan oleh gerak sedimen di daerah pantai (littoral
transport) oleh gelombang dan arus. Sehingga pada garis pantai akan selalu
berlangsung proses dinamis untuk mencapai keseimbangan.
2.3.6.1 Evolusi Garis Pantai
Akibat adanya suatu bangunan yang menghambat gerakan sedimen pantai, dapat
terjadi perubahan garis pantai, yaitu pada suatu sisi tererosi dan pada sisi lain akan
terakresi. Untuk melakukan analisa garis pantai tersebut, digunakan suatu model yang
disebut dengan one line model.
Model one line ini beranggapan bahwa perubahan garis pantai sepenuhnya disebabkan
oleh transpor sedimen sejajar pantai (longshore sediment), sedangkan transpor
sedimen tegak lurus pantai dianggap sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Dengan
anggapan tersebut, maka dapat diikuti perubahan posisi satu garis kontur akibat
peristiwa erosi maupun akresi dan karena itu model ini disebut one line model.
Pada model ini, posisi garis kontur dinyatakan terhadap suatu sistem sumbu koordinat
di mana sumbu-x searah dengan garis pantai, sedapat mungkin sejajar dengan garis
pantai tetapi tidak mutlak, dan sumbu-y positif adalah ke arah laut, seperti pada
Gambar 2.35. Perubahan garis pantai adalah perubahan posisi suatu titik (x,y0)
menjadi (x,y1), atau (x, yt) menjadi (x, y
t+∆t).
Gambar 2.35 Definisi perubahan garis pantai.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-81
2.3.6.2 Penyelesaian Persamaan Evolusi Garis Pantai dengan Skema Eksplisit
Persamaan garis pantai dengan skema eksplisit adalah:
0"2
2
=+dx
ydC
dx
dy (2-72)
dengan mencari solusi persamaan selisih hingga pada persamaan evolusi, akan
diperoleh persamaan:
02
"2
11 =∆
+−+
∆
− +−∆+
x
yyyC
x
yyt
i
t
i
t
i
t
i
tt
i
( )t
i
t
i
t
i
t
i
tt
i yyyCyy 11 2 +−
∆+ +−−=
2
"
x
tCC
∆
∆=
Nilai C dapat pula diperoleh dengan
( )2
25
cos2cos'
2x
tH
d
CC b
∆
∆−
∆−= ββα
Penyelesaian persamaan evolusi garis pantai ini memerlukan syarat batas yang
tergantung pada permasalahan yang ada.
2.3.6.3 Penyelesaian Persamaan Evolusi Garis Pantai dengan Genesis
Berikut ini merupakan metodologi analisis yang akan diterapkan dalam mencapai
hasil melalui sebuah program simulasi, yaitu GENESIS (Generalized Model for
Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of Engineers (ASCE).
GENESIS�.
1. Model Garis Pantai Menurut Genesis
Model garis pantai adalah model prakiraan numerik yang didasarkan pada
persamaan kontinyuitas sedimen dan persamaan laju angkutan sedimen
sepanjang pantai. Laju angkutan sedimen sepanjang pantai merupakan fungsi
dari variasi tinggi dan arah gelombang sepanjang pantai yang terbentuk karena
pengaruh refraksi dan difraksi. Pada model garis pantai tidak digambarkan
angkutan yang dihasilkan oleh arus pasang surut, angin atau sumber gaya
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa model sebaiknya digunakan jika
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-82
gelombang pecah merupakan mekanisme yang dominan dalam angkutan
sedimen sepanjang pantai.
Model garis pantai hanya dapat digunakan untuk memperkirakan evolusi
pantai oleh angkutan sedimen sepanjang pantai dalam skala waktu yang lama
dan skala ruang yang luas. Hal ini khususnya untuk menggambarkan erosi dan
akresi di sekitar bangunan-bangunan pantai seperti groin, jetty dan pemecah
gelombang lepas pantai (detached breakwater) yang disebabkan oleh
terhalangnya angkutan sedimen sejajar pantai.
Model garis pantai tidak dapat menggambarkan formasi bar dan profil
bertingkat yang disebabkan oleh perubahan kondisi gelombang musiman, erosi
atau akresi di sekitar kepala jetty yang disebabkan oleh arus ke arah laut di
sepanjang jetty, gerusan di kaki bangunan dan pengendapan sedimen suspensi
di kolam pelabuhan.
Model perubahan garis pantai yang digunakan pada kajian ini adalah
GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change). GENESIS
mensimulasikan perubahan garis pantai yang terjadi dalam periode bulanan
sampai tahunan yang disebabkan terutama oleh gelombang. Model tersebut
dapat digunakan untuk mensimulasikan perubahan garis pantai dengan
susunan beberapa bangunan pantai. GENESIS tidak dapat digunakan untuk
menghitung perubahan garis pantai pada kondisi-kondisi berikut: perubahan
pantai pada inlet atau daerah yang didominasi pasang surut; perubahan pantai
yang disebabkan oleh arus yang dibangkitkan oleh angin, erosi pantai oleh
badai yang didominasi oleh angkutan sedimen tegak lurus pantai dan gerusan
di sekitar bangunan. Pada kondisi tersebut perubahan pantai tidak
berhubungan dengan bangunan pantai, kondisi batas atau angkutan sedimen
sepanjang pantai karena induksi gelombang.
Model GENESIS tersusun dari dua buah bagian model utama. Bagian model
yang pertama menghitung laju perpindahan sedimen sepanjang pantai. Bagian
model kedua berupa model gelombang yang menghitung tinggi dan arah
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-83
gelombang pecah sepanjang pantai berdasarkan nilai tinggi gelombang yang
diberikan di lepas pantai.
• Asumsi dasar
Perubahan posisi garis pantai digambarkan oleh satu garis kontur, sedangkan
akresi dan erosi pantai digambarkan dengan volume suatu sedimen. Sedimen
dipindahkan sepanjang pantai di antara dua batas elevasi profil yang tertentu.
Batas ke arah pantai terletak pada bagian atas berm aktif dan batas ke arah
laut terletak pada kedalaman yang sudah tidak terjadi perubahan yang berarti
(significant). Pembatasan perpindahan profil di antara dua batas tersebut
untuk menentukan parameter perubahan volume pada tampang melintang
pantai. Angkutan sedimen sepanjang pantai semata-mata hanya dihasilkan
oleh gelombang datang, tidak memperhitungkan angkutan yang dihasilkan
oleh arus pasang surut, angin atau sumber gaya lainnya.
• Persamaan perubahan garis pantai
Untuk memperkirakan perubahan garis pantai diperlukan dua persamaan
dasar yaitu persamaan kontinyuitas sedimen dan persamaan laju angkutan
sedimen sejajar pantai. Persamaan kontinyuitas sedimen pembentuk posisi
garis pantai adalah:
01
=
−
∂
∂+
∂
∂q
y
Q
Dt
x
s
s (2-73)
dengan:
q = qs + q0
Q : resultan laju volume angkutan sedimen sejajar pantai (m3/dt)
q : laju sedimen yang masuk dan keluar profil dari darat dan laut
(m3/dt/m)
qs : laju sedimen yang masuk atau keluar selebar unit garis pantai
(m3/dt/m)
q0 : laju sedimen dari arah laut (m3/dt/m)
pada model perubahan garis pantai tunggal, asumsi dasar yang digunakan
adalah bahwa profil pantai aktif berpindah secara pararel sampai suatu
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-84
kedalaman tertentu, Ds, atau sampai profil tidak berubah lagi. Laju
perubahan volume adalah t
yxD
t
V s
∆
∆∆=
∆
∆, dan perubahan ini dikontrol oleh
laju bersih pasir yang masuk dan keluar dari keempat sisi seperti ditunjukkan
pada Gambar.
Gambar 2.36 Skematisasi perubahan garis pantai
Resultan laju angkutan sedimen sepanjang pantai, Q, adalah faktor utama
yang mengontrol evolusi jangka panjang garis pantai. Prediksi Q biasanya
ditunjukkan pada kondisi gelombang di garis dengan persamaan:
( )
∂
∂−=
y
HaacHQ B
BSBSBg αα cossin 21
2 (2-74)
dengan cg kecepatan group gelombang (m/dt), αBS sudut puncak gelombang
terhadap garis pantai, subskrip B menunjukkan kondisi pecah, dan parameter
non dimensi a1 dan a2 adalah
( )
−
−
=
25
11
416.11116 p
Ka
s
ρ
ρ (2-75)
( )
−
−
=
25
22
416.1.tan118 βρ
ρp
Ka
s
(2-76)
dengan K1 dan K2 adalah parameter kalibrasi, ρs dan ρ rapat massa sedimen
dan air (kg/m3), p adalah porositas sedimen dan tan β adalah kemiringan
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-85
dasar rerata. Faktor 1.416 digunakan untuk konversi dari HS ke HRMS. Bagian
pertama persamaan menunjukkan laju angkutan sedimen sepanjang pantai
karena gelombang yang datang miring. Bagian kedua menghitung laju
angkutan sedimen sepanjang pantai yang disebabkan oleh variasi tinggi
gelombang pecah sepanjang pantai.
Kedalaman angkutan DS, pada persamaan model garis pantai, persamaan
(13), berhubungan dengan batas ke arah laut dari zona aktif angkutan
sedimen sejajar pantai. Hal ini berbeda dengan kedalaman kritik untuk awal
gerak sedimen, yang lebih memperhatikan angkutan sedimen melintang
pantai. Nilai DS lebih besar daripada rerata kedalaman pecah. Pada kondisi
gelombang datang yang sama, kedalaman kritik untuk awal gerak sedimen
akan mempunyai nilai lebih besar.
Zone angkutan yang berhubungan dengan model perubahan garis pantai,
memanjang dari batas tinggi berm (upwash) ke kedalaman di mana profil
pantai terpindahkan. Kedalaman angkutan DS, yang digunakan dalam model
garis pantai dirumuskan sebagai berikut:
DS = Db + Dc (2-77)
dengan:
Db : adalah tinggi berm dari MSL (ditentukan dari data tinggi
karakteristik di lapangan)
Dc : kedalaman dari MSL ke kedalaman profil yang
terpindahkan (diperkirakan dari data survei profil)
Diasumsikan bahwa Dc ≈ DSH dengan:
0
0
09.1028.2 HL
HDSH
−= (2-78)
dengan:
H0 dan L0 : tinggi dan panjang gelombang di laut dalam
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-86
• Angkutan Sedimen
Persamaan empiris dalam GENESIS yang digunakan untuk menghitung laju
angkutan sedimen sepanjang pantai. Laju angkutan sedimen diperoleh
sebagai fungsi arah gelombang dan garis pantai/kontur pada setiap langkah
waktu dan pada setiap titik grid, kecuali pada batas pantai terbuka. Laju
angkutan sedimen hasil keluaran model dinyatakan dalam laju angkutan
kotor Qg (gross) dan laju angkutan bersih Qn (netto).
Laju angkutan kotor Qg, ditetapkan sebagai jumlah angkutan ke kanan dan ke
kiri melewati suatu titik pada garis pantai pada suatu periode yang
ditentukan.
Qg = Qrt + Q lt (2-79)
dengan:
Qrt : angkutan sedimen ke arah kanan
Q lt : angkutan sedimen ke arah kiri
Arah angkutan sedimen ke kanan dan ke kiri ditetapkan berdasarkan arah
kanan dan kiri pengamat yang berdiri di tepi pantai menghadap ke arah laut.
Laju angkutan bersih, Qn adalah perbedaan antara pergerakan angkutan ke
kiri dan ke kanan melewati suatu titik pada garis pantai pada suatu periode
waktu yang ditentukan. Nilai Qn didefinisikan sebagai berikut:
Qn = Qrt – Qlt (2-80)
dengan:
Qrt : angkutan sedimen ke arah kanan
Q lt : angkutan sedimen ke arah kiri
Laju angkutan bersih adalah merupakan jumlah vektor laju angkutan sedimen
dan besarnya diperlukan untuk menentukan apakah suatu bagian pantai
mengalami erosi atau akresi. Laju Q digunakan oleh GENESIS untuk
menghitung perubahan garis pantai melalui perbedaan bersih laju angkutan
sedimen sepanjang pantai.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-87
Model GENESIS tidak memiliki fasilitas untuk memperhitungkan angkutan
sedimen yang berasal dari sungai/saluran. Untuk memodelkan fenomena
tersebut digunakan fasilitas dalam GENESIS yang dianggap paling
mendekati, yaitu penimbunan pantai (beach fill). Asumsi yang digunakan
dalam penimbunan pantai adalah sebagai berikut:
a. timbunan berupa pasir asli dengan ukuran butir rerata sama,
b. profil timbunan yang ditunjukkan dalam model mempunyai bentuk
seimbang yang berkaitan dengan ukuran butirnya,
c. tinggi berm pantai yang ditimbun sama dengan pantai aslinya.
Asumsi ini diperlukan karena parameter angkutan, bentuk profil pantai dan
tinggi berm dipertimbangkan konstan untuk seluruh pantai yang
disimulasikan. Meskipun timbunan pantai dibangun dengan profil potongan
melintang tertentu, setelah periode waktu tertentu, biasanya dalam waktu
beberapa minggu atau bulan, timbunan akan didistribusikan kembali oleh
serangan gelombang ke dalam bentuk keseimbangan pantai. Model garis
pantai GENESIS menginterpretasikan adanya tambahan lebar pantai sebagai
penyesuaian ke bentuk seimbang.
• Metode Hitungan Numerik
Dalam GENESIS hasil hitungan sepanjang garis pantai didiskretisasikan
pada system staggered grid yang mana posisi garis pantai yi ditentukan di
tengah sel grid (titik y) dan laju transport Qi pada dinding sel (titik Q), seperti
ditunjukkan pada Gambar. Batas kiri ditentukan pada sel grid 1 dan batas
kanan pada sel grid N. Seluruhnya terdapat N nilai posisi garis pantai,
sehingga nilai awal poisisi garis pantai harus diberikan pada N titik. Terdapat
N+1 nilai laju angkutan sedimen sepanjang pantai, karena terdapat N+1
dinding sel yang menutup N sel. Nilai laju angkutan sedimen harus
ditentukan pada kondisi batas, Q1 dan QN+1 dan nilai Qi dan seluruh yi akan
dihitung. Karena Qi merupakan fungsi kondisi gelombang, seluruh nilai
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-88
gelombang dihitung pada titik Q. Ujung bangunan juga berada pada titik Q.
Penimbunan pantai, debit sungai serta sumber dan pengambilan pasir lainnya
berada pada titik y.
Gambar 2.37 Skema diferensi hingga Staggered Grid
Skema yang digunakan adalah skema implisit Crank Nicholson yang mana
penurunan ∂Q/∂x pada setiap titik grid ditunjukkan sebagai suatu
kesebandingan rerata pemberat antara langkah waktu sekarang dan langkah
waktu berikutnya.
∆
−+
∆
−=
∂
∂ ++
x
x
2
1
x
Q i1i
'
i
'
1ii (2-81)
Subskrip i menunjukkan besaran yang ada pada nomor sel i di sepanjang
pantai. Tanda petik (‘) digunakan untuk menunjukkan besaran pada langkah
waktu yang baru, sedangkan besaran tanpa tanda petik menunjukkan besaran
pada langkah waktu sekarang yang telah diketahui. Besarnya y’ dan Q’ tidak
diketahui dan akan diperoleh dalam proses penyelesaian, besaran lain seperti
q’ dan DB’ mengacu data pada langkah waktu berikutnya dan telah diketahui.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-89
Longshore transport rate (Q), atau tingkat angkutan sedimen sejajar pantai,
lazim mempunyai satuan meter kubik per tahun (dalam SI). Karena
pergerakannya sejajar pantai, maka ada dua kemungkinan arah pergerakan,
yaitu ke arah kanan dan kiri relatif terhadap seorang pengamat yang berdiri di
pantai menghadap ke laut. Pergerakan dari kanan ke kiri diberi notasi Qlt, dan
pergerakan dari kiri ke kanan Qrt, sehingga didapat tingkat angkutan sedimen
‘kotor’ (gross) Qg = Qlt + Qrt , dan tingkat angkutan ‘bersih’ (net) Qn = Qlt -
Qrt . Nilai Qg digunakan untuk meramalkan tingkat pendangkalan pada suatu
alur perairan yang terbuka, Qn untuk desain alur yang dilindungi dan perkiraan
erosi pantai, dan Qlt serta Qrt untuk desain penumpukan sedimen di ‘belakang’
sebuah struktur pantai yang menahan pergerakan sedimen.
Untuk perencanaan ini, metode yang digunakan untuk perkiraan longshore
transport rate adalah dengan metode numerik. Metode numerik yang
digunakan pada adalah Program GENESIS (Generalized Model for
Simulating Shoreline Change) dari US Army Corps of Engineers (ASCE).
Data masukan yang dibutuhkan pada GENESIS adalah sebagai berikut:
a) Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries
dari garis pantai yang akan ditinjau adalah posisi dimana perubahan
garis pantai tersebut dapat dianggap tidak signifikan terhadap hasil
simulasi, atau pada sebuah struktur yang rigid (misalnya karang).
Batasan ini diperlukan karena di dalam simulasi, perubahan garis
pantai pada kedua titik batas tersebut di atas besarnya dianggap nol.
b) Time series data gelombang lepas pantai atau gelombang laut dalam,
tinggi gelombang, perioda dan arah rambat gelombang terhadap garis
normal pantai untuk selang waktu tertentu. Untuk pantai dengan kontur
batimetri yang sejajar pantai maka data gelombang ini akan dihitung
pergerakan akibat refraksi dan difraksi secara internal di dalam
GENESIS sendiri.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-90
c) Grid simulasi yang melingkupi garis pantai serta perairan dimana
gelombang akan merambat. Jumlah grid pada arah sumbu x untuk
program ini terbatas hingga 80 buah.
d) Struktur bangunan pantai eksisting atau yang direncanakan dan data
struktur-struktur laut lainnya yang berada pada perairan yang ditinjau.
e) Data-data lain seperti ukuran butiran (D50), parameter kalibrasi, posisi
seawall, beach fill yang diakibatkan oleh masuknya sedimen dari
sungai, dan parameter-parameter lain.
Program GENESIS ini, dengan data-data masukan di atas dapat memberikan
perkiraan nilai longshore transport rate serta perubahan garis pantai akibat
angkutan sedimen tersebut tanpa maupun dengan adanya struktur jetty atau
breakwater pada pantai untuk jangka waktu tertentu.
Simulasi yang dilakukan pada sebuah kawasan kajian mencakup:
a) Laju angkutan sedimen total (jumlah angkutan sedimen akibat
longshore transport ke arah kiri maupun kanan relatif terhadap posisi
PPI).
b) Perubahan garis pantai kumulatif dalam kurun waktu 10 tahun.
c) Kondisi awal garis pantai pada kawasan kajian (eksisting) dan
perubahan posisi garis pantai dalam kurun waktu 10 tahun.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-91
Gambar 2.38 Pembagian zone pantai berdasarkan Shore Protection manual, 1984
Program GENESIS menerapkan “one-line simulation”, dimana batas antara
laut dan darat di pantai digambarkan sebagai suatu bidang yang tegak
(tembok). Pengembangan atas program GENESIS ini adalah program “n-line
simulation” yang mensimulasikan kondisi pantai secara lebih realistis, dimana
kontur pantai dapat disimulasikan dengan mendekati kondisi batimetri yang
ada. Pada saat ini, program “n-line” ini sedang dalam tahap pengembangan
oleh Konsultan. Sebagai alternatif, jika memungkinkan program “n-line” ini
akan digunakan oleh Konsultan untuk melakukan simulasi perubahan garis
pantai.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-92
2.4 Fasilitas dan Kriteria Perencanaan Pelabuhan
Perubahan yang terjadi dalam dunia teknologi perkapalan dan penangan muatan yang
sepertinya terus berkelanjutan. Oleh karena itu, satu kunci dasar perencanaan fasilitas
pelabuhan laut adalah dengan merancang rencana pengembangan sefleksibel mungkin
dalam menghadapi perubahan kondisi di masa mendatang. Perencanaan pelabuhan
laut idealnya dirancang sebagai suatu sistem transportasi terpadu yang berada pada
satu kesatuan manajemen. Fasilitas pelabuhan yang direncanakan hendaknya mampu
mengakomodasi seluruh kepentingan dan kegiatan pelabuhan laut. Pada prinsipnya
dalam perencanaan pelabuhan sangat berkaitan dengan tingkat produktivitas, jumlah
fasilitas yang diperlukan, serta tingkat pelayanan jasa yang disediakan.
2.4.1 Dermaga
Dermaga adalah merupakan tempat yang berfungsi sebagai tempat membongkar
muatan (unloading), memuat ikan/perbekalan (loading), mengisi perbekalan
(servicing) dan berlabuh (berthing). Berhubung kegiatan tersebut Dalam praktek
ketiga fungsi ini dipisahkan, sehingga dikenal istilah dermaga bongkar, dermaga
muat, dan dermaga berlabuh.
Konstruksi dermaga dibedakan menjadi wharf/quay dan pier/ jetty. Wharf atau quay
adalah dermaga yang sejajar/dekat dengan pantai/garis air. Apabila bagian belakang
konstruksi diisi dengan tanah maka disebut juga dengan tembok penahan tanah bulk
head atau quay wall. Sedangkan pier atau jetty merupakan konstruksi dermaga yang
menjorok keluar dan bisa tegak lurus dengasn garis air sehingga kedua sisinya dan
ujungnya dapat digunakan sebagai dermaga.
Dasar pertimbangan bagi perencanaan dermaga adalah sebagai berikut:
1. penempatan posisi dermaga mempertimbangkan arah angin, arus dan perilaku
pantai yang stabil.
2. panjang dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang akan
berlabuh
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-93
3. lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang akan
berlabuh, dan kemudahan aktivitas dan gerak bongkar muat kapal dan
kendaraan darat.
4. berjarak sependek mungkin dengan fasiltas darat (khususnya TPI dan gudang
penyimpanan sementara) dengan mempertimbangkan kedalaman peraiaran.
5. ketinggian dermaga juga mempertimbangkan kondisi pasang surut, jika
perbedan pasang surut besar maka direncanakan dengan dermaga ponton atau
sistem operasional yang efektif
2.4.1.1 Perencanaan Panjang Dermaga
1. Dermaga bongkar
Dermaga bongkar dibagi menjadi dua zona:
• Zona I (kapal<30GT), berhubungan langsung dengan TPI dan fasilitas
industri kecil/tradisional
• Zona II (kapal >30 GT), berhubungan langsung dengan TPI dan fasilitas
industri pengolahan modern
Kriteria perencanaan dermaga bongkar:
• Dermaga bongkar ditempatkan sedekat mungkin dengan fasilitas di darat.
• Panjang dermaga ditentukan dengan mempertimbangkan jenis kapal yang
dilayani, jumlah kapal, dan pola operasi (terutama lama waktu bongkar).
Panjang dermaga bongkar dihitung dengan rumus PIANC sebagai berikut:
STUD
QLUnL
c
×××
××= (2-82)
Dimana:
n = jumlah kapal yang dilayani (unit)
LU = panjang dermaga yang dibutuhkan per kapal (m)
= 1.1 x LOA
LOA = panjang total kapal terbesar (m)
Q = jml.muatan rata-rata/kapal yang bongkar setiap pelayaran (ton)
S = faktor ketidakteraturan
Dc = rata-rata perioda ulang pelayaran (hari)
U = rata-rata kecepatan pembongkaran, (persiapan) (ton/jam)
T = waktu yang diperlukan untuk pembongkaran per hari (jam)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-94
2. Dermaga Muat
Kriteria perencanaan dermaga muat:
• Dermaga muat ditempatkan sedekat mungkin dengan fasilitas-fasilitas
perbekalan seperti tempat BBM, gudang, dan air bersih.
• Panjang dermaga muat ditentukan dengan mempertimbangkan jenis kapal
yang dilayani, jumlah kapal, dan pola operasi (terutama lama waktu memuat
perbekalan).
Panjang dermaga muat dihitung dengan rumus PIANC sebagai berikut:
STD
TSLUnL
c
××
××= (2-83)
Dimana:
n = jumlah kapal yang dilayani (unit)
LU = panjang dermaga yang dibutuhkan per kapal (m)
= 1.1 x LOA
LOA = panjang total kapal (ukuran terbesar)
TS = waktu rata-rata pelayanan yang dibutuhkan oleh setiap kapal
S = faktor ketidakteraturan
Dc = rata-rata perioda ulang pelayaran (hari)
T = waktu yang diperlukan untuk pemuatan per hari (jam)
2.4.1.2 Perencanaan Elevasi Lantai Dermaga
Penentuan elevasi lantai dermaga sesuai dengan kondisi pasut, yaitu:
E = HWS + 1/2H + F (2-84)
Dimana:
HWS = highest water surface = elevasi pasut tertinggi
H = tinggi gelombang
F = free board = tinggi jagaan (biasanya diambil = 0.5 m)
2.4.1.3 Perencanaan Pembebanan
Beban yang diperhitungkan dalam struktur dermaga adalah :
• Beban Horisontal
1. Beban Angin dan Arus
Beban angin dalam kenyataan merupakan kondisi pembebanan yang rumit
yang harus diidealisasikan agar memberi desain yang dapat mewakili kondisi
yang sebenarnya. Pemodelan gaya angin bersifat dinamis, dimana angin yang
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-95
bekerja selama selang tertentu, gaya ini dapat didekati sebagai beban statik
yang didistribusikan secara merata pada bagian dermaga yang terbuka.
Bagian dermaga yang terbuka diambil sebagai luas permukaan agregat dari
semua elemen seperti dilihat dari atas (yakni tegak lurus terhadap sumbu
longitudinal) dimana gaya angin diberikan pada arah transversal dan
longitudinal pada titik berat struktur yang terbuka.
Perhitungan beban angin dan arus berdasarkan Technical Standards and
Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan.
Fa = ½ . CS . ρ . As . Va2 (2-85)
dimana :
Fa = gaya angin (kN)
Cs = koefisien angin
ρ = berat jenis udara (1.25 kg/m3)
Va = kecepatan angin max (m/s)
As = luas proyeksi angin
Perhitungan beban angin dan arus berdasarkan Technical Standards and
Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan.
Fc =. Cc . Ap . Vc2
(2-86)
dimana :
Fc = gaya arus (kN)
Cc = koefisien arus
Vc = kecepatan arus max (m/s)
Ap = luas proyeksi arus
2. Beban Akibat Benturan kapal
Kriteria perencanaan energi tumbuk akan dijelaskan pada perencanaan Sistem
Fender dan Peralatan Penambat.
3. Gaya gempa
Besarnya gaya gempa adalah F = k w (2-87)
Dimana :
k = koefisien gemp
w = beban vertikal dengan beban hidup
selanjutnya dalam perhitungan gaya gempa untuk struktur dermaga akan
digunakan perhitungan gaya gempa statik.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-96
Gaya gempa memberikan pada dermaga didefenisikan sebagai fungsi dari
faktor-faktor berikut:
• Berat mati bangunan
• Gerakan tanah (percepatan gempa)
• Periode getaran
• Jenis tanah yang ada
• Beban Vertikal
1. Beban Mati
Beban mati struktur adalah berat agregat seluruh elemen struktur atas. Salah
satu langkah dalam mendesain bangunan adalah menyusun daftar seluruh
elemen yang memberi konstribusi sebagai beban meti.
2. Beban Mati Superimposed
beban-beban tambahan yang diletakkan pada struktur setelah dek mengerasdan
mulai bekerja dengan komponen primer dalam menahan beban.
3. Beban Hidup
Beban yang terjadi akibat pemakaian dan penggunaan, termasuk beban yang
terdapat pada lantai dek yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah, beban akibat air hujan, crane, dll.
2.4.1.4 Metode Desain
Ada dua metode desain yang sering menjadi acuan dalam perencanaan desain
bangunan (struktur):
1. Desain Tegangan Kerja ( Working stress design)
Desain tegangan kerja adalah suatu pendekatan dimana unsur struktur yang
direncanakan terhadap beban kerja sedemikian rupa sehingga tegangan yang
terjadi lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan, yaitu:
σσ ≤ (2-88)
Dimana :
σ = tegangan kerja
σ = tegangan izin
Tegangan izin didefenisikan oleh tegangan batas dibagi faktor keamanan
dan merupakan suatu fraksi dari tegangan runtuh material.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-97
Pada pendekatan tegangan kerja, tegangan aktual merepresentasikan
tegangan-tegangan akibat beban layan atau beban kerja yang akan ditumpu
oleh struktur. Dalam metode ini, keseluruhan struktur didesain berada dalam
rentang elastik material yang menyususun elemen atau komponen.
2. Desain Kondisi Batas (Limit states design)
Desain kondisi batas dikembangkan untuk mengakomodasi kekurangan
pendekatan dengan metode kerja dengan memanfaatkan rentang plastik
untuk desain komponen struktual dan menggunakan faktor beban untuk
memperhitungkan keanekaragaman konfigurasi pembebanan. Metode
desain kondisi batas dikenal istilah kekuatan dan kemampulayanan.
Kekuatan (ultimit) adalah kondisis batas yang mendefenisikan operasi
aman dan ketahanan struktur. Kondisi batas ultimit yang disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain:
• Hilangnya keseimbangan lokal atau global
• Rupture : hilangnya ketahanan lentur dan geser elemen-elemen struktur
• Keruntuhan progressive akibat adanya keruntuhan lokal pada daerah
sekitarnya
• Pembentukan sendi plastis, ketidakstabilan struktur
• Fatigue
Kondisi batas kemampulayanan yang menyangkut berkurangnya fungsi
struktur yaitu :
• Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan
• Lebar retak yang berlebih
• Vibrasi yang menganggu
Dan kondisi batas khusus yang menyangkut keruntuhan/kerusakan akibat
beban abnormal, dapat berupa keruntuhan pada kondisi gempa ekstrim,
kebakaran dan ledakan serta korosi.
nn SSSRn αααφ +++≥ ...2211 (2-89)
Dimana:
Rn = kekuatan nominal
S = pengaruh beban
φ = faktor reduksi bernilai < 1
αi = faktor-faktor beban bernilai >1
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-98
2.4.1.5 Perencanaan Tiang Pancang
Dalam perencanaan tiang pancang harus memenuhi kriteria dasar kekuatan dan
keamanan. Secara umum, kriteria desain tiang pancang :
• Keamanan terhadap guling
• Keamanan terhadap gelincir
• Keamanan terhadap keruntuhan dukung tanah
• Keamanan terhadap penurunan yang berlebih atau tidak seragam
Faktor lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh gerusan yang membahayakan
tiang dan untuk melindungi tiang dapat digunakan riprap.
Aspek penting dalam desain tiang dermaga adalah desain komponen tekan (kolom).
Beberapa kriteria utama dalam menentukan desin komponen tekan adalah:
1. Desain faktor beban
Kekuatan terhadap beban aksial dari suatu komponen tekan didasarkan pada
parameter berikut:
• Kekuatan beton yang digunakan
• Kuat leleh tulangan yang ada
• Luas penampang bruto komponen
• Luas total tulangan longitudinal
2. Pengaruh kelangsingan
Rasio kelangsingan didefenisikan
r
luk. (2-90)
Dimana
k = faktor panjang efektif untuk komponen tekan
lu = panjang takterkekang dari komponen tekan
r =jari-jari girasi
Kapasitas tiang pancang ditentukan oleh kapasitas ujung tiang dan friksi total yang
diturunkan dari interaksi tanah. Persamaan umumnya :
QsQpQu += (2-91)
Dimana :
Qu = kapasitas tiang pancang ultimate
Qp = daya dukung beban dari ujung
= )'( NqqcNcAqAQp ppp +==
= untuk kondisi tiang pancang pada tanah lempung jenuh ( φ =0), (Meyerhoff)
= 9Cu Ap
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-99
Qs = tahanan friksi
= ∑ ∆= LfpQs
= untuk kondisi tanah lempung jenuh (Metode α)
= ∑ ∆= LCupQs α
Untuk menentukan besar gerusan yang terjadi pada kaki tiang pancang dapat
digunakan beberapa persamaan :
1. Persamaan Colorado State University (CSU)
43.0
65.0
3211
21
Frh
aKKK
h
hs
= (2-92)
43.0
1
35.0
13212 Fr
a
yKKK
a
hs
= (2-93)
Dimana:
hs = kedalaman gerusan (m)
h1 = kedalaman aliran tepat di hulu pilar (m)
K1 = faktor koreksi untuk bentuk hidung pilar
K2 = faktor koreksi untuk sudut hantam aliran
K3 = faktor koreksi untuk kondisi dasar
a = lebar pilar (m)
L = panjang pilar (m)
Fr = bilangan Froude
Tabel 2.20 Faktor Koreksi, K1, untuk bentuk hidung pilar
Bentuk Hidung Pilar K1
persegi 1.1
bundar 1
selinder melingkar 1
tajam 0.9
kelompok selinder 1
Tabel 2.21 Faktor Koreksi, K2, untuk sudut hantam aliran
Sudut L/a=4 L/a=8 L/a=12
0 1 1 1
15 1.5 2 2.5
30 2 2.75 3.5
45 2.3 3.3 4.3
90 2.5 3.9 5
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-100
Tabel 2.22 Faktor kenaikan kedalaman gerusan seimbang pada pilar K3
untuk berbagai kondisi dasar
Kondisi Dasar Tinggi Gelombang K 3
Gerusan tanpa muatan sedimen N/A 1.1
Aliran Dasar Rata &Anti gelombang N/A 1.1
Gelombang kecil 10>Hdune<2 1.1
Gelombang menengah 30>Hdune>10 1.1-1.2
Gelombang besar Hdune >30 1.3
2. Persamaan Froechlich
Dengan mengembangkan analisa regresi linear terhadap 83 pengukuran
gerusan pilar di lapangan, Froelich (1998) mengembangkan persamaan
sebagai berikut:
1)/()/()/'(32.0 8.0
50
2.046.0
1
62.0
1 += DaFrahaaKhs (2-94)
Dimana:
hs = kedalaman gerusan (m)
h1 = kedalaman aliran tepat di hulu pilar (m)
K1 = faktor koreksi untuk bentuk hidung pilar
a = lebar pilar (m)
a’ = lebar proyeksi pilar tegak lurus terhadap aliran datang
L = panjang pilar (m)
Fr = bilangan Froude
D50 = diameter tengah batu (m)
2.4.1.6 Peralatan Penambat dan Sistem Fender
1. Peralatan penambat (mooring devices)
Peralatan penambat didesain dengan memperhitungkan gaya-gaya tarik yang
ditimbulkan oleh kapal. Gaya tarik oleh kapal pada saat ditambat
dipengaruhi oleh bobot kapal, gelombang, angin, dan arus. Peralatan
penambat paling umum digunkan adalah:
• Bollard, yang paling umum dipakai adalah bollard yang terbuat dari
baja tuangan atau beton.
• Dolphin, merupakan jenis alat penambat yang dipasang terpisah di laut
lepas.
Gaya reaksi dari kapal yang bertambat pada prinsipnya merupakan gaya-gaya
horisontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring ( tambat)
didesain untuk dapat mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-101
Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi dapat dimodelkan sebagai
gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal yang dikombinasikan
dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah kapal,
dan dikombinasikan dengan gaya longitudinal di tengah kapal.
Gaya arus bekerja pada sisi badan kapal yang berada di bawah air (draft),
sedangkan gaya angin bekerja pada sisi badan kapal yang berada di atas air
(dikalikan 1.3).
Gambar 2.39 Sistem tambat kapal.
2. Sistem Fender
Fender dipasang pada tepi dermaga dan berfungsi untuk menyerap energi
yang berasal dari tumbukan kapal saat akan berlabuh. Pada perencanaan
fender ini digunakan kapal terbesar rencana yang yanga kan beroperasi di
pelabuhan perikanan. Tata letak fender harus sedemikian rupa, sehingga
dapat menyerap energi tumbukan pada saat air pasang dan surut.
Fender didesain dengan memperhatikan kecukupan kekuatan fender dalam
menerima beban tumbuk kapal yang berlabuh selain itu, memenuhi syarat
jarak maksimum sehingga tidak menabrak dinding dermaga secara langsung
yang dapat membahayakan bagi kapal itu sendiri.
Dalam keadaan normal, energi tumbuk yang bekerja pada fender secara
umum dihitung dengan rumus sebagai berikut:
• Side Berting
cSEMBDN CCCCVME2)(
2
1= (2-95)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-102
• Dolphin Berthing
cSEMBDN CCCCVME2)(
2
1= (2-96)
• Lock Entrance
cSEMDN CCCCVME2)sin(
2
1α= (2-97)
• Ship to Ship Berthing
cSEMB
MDMD
MDMD
N CCCCVCMCM
CMCME
2
1211
1211 )()()(
)()(
2
1
×+×
×××= (2-98)
• End Berthing
2)(2
1VME DN = (2-99)
Pada kondisi tidak normal akibat kerusakan mesin, sentakan kapal, dan
kesalahan manusia, perubahan cuaca tiba-tiba maka fender didesain dengan
memperhitungkan faktor keamanan hingga samapai 2 kali kondisi normal
sehingga :
NSA EFE ×= (2-100)
Dimana:
EN = Energi tambat dalam keadaan normal
MD = Displacement (Ton)
VB = Kecepatan bertambat (m/dt)
CM = Koefisien massa tambahan
Cc = Faktor bentuk tempat berlabuh
CE = Koefisien eksentritas
CS =Koefisien softness
PIANC memperkirakan besarnya faktor keamanan yang dapat digunakan
utuk memperkirakan besarnya energi abnormal pada tabel berikut:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-103
Tabel 2.23 Faktor keamanan
Type of Berth Vessel Safety factor
Tankers & Bulk cargo Largest 1.25
Smallest 1.75
Container Largest 1.5
Smallest 2
General cargo 1.75
Roro & Ferries 2.0 or higher
Tugs, Workboats 2
2.4.2 Breakwater
Breakwater adalah bangunan laut yang berfungsi untuk melindungi kolam pelabuhan
dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan laut bebas,
sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar dilaut.
Hal ini dibutuhkan oleh pelabuhan untuk memungkinkan kapal dapat melakukan
operasi bongkar muat dengan lancar. Apabila daerah perairan tempat pelabuhan
tersebut sudah terlindungi secara alamiah, maka tidak diperlukan pemecah
gelombang.
Menurut Port Standar Facilities ini Japan 1980 susunan letak break water tergantung
pada arah gelombang terbesar, arah litoral sand drive, luas kolam pelabuhan yang
dibutuhkan, kedalaman pelabuhan, serta kemampuannya mengurangi tinggi
gelombang di dalam kolam pelabuhan sampai lebih kecil dari tinggi toleransi (25 cm).
Ujung luar dari breakwater (pierheads) harus berada di luar daerah gelombang pecah
dan mencapai kedalaman minimum kolam pelabuhan. Berdasarkan bentuknya
breakwater dibagi menjadi beberapa type yaitu:
a. Breakwater sisi miring (sloping breakwater), biasanya berupa rubble mound.
Breakwater ini sifatnya fleksibel untuk perairan yang dangkal.
Gambar 2.40 Potongan melintang breakwater.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-104
Tipe pemecah gelombang sisi miring ini terdapat materialnya beberapa pilihan
matrial penyusun strukturnya. Material penyusun breakwater ini akan
mempengaruhi stabilitas dari struktur breakwter itu sendiri.
b. Breakwater sisi tegak (vertikal), biasanya berupa sheet piles atau caisson.
Breakwater ini banyak digunakan untuk perairan yang dalam.
Sis i pelabuhanPuncak beton
Caisson
Blok beton
pelindung Batu
MHWL
Sis i laut
Gambar 2.41 Penampang melintang breakwater sisi tegak
c. Brakwater kombinasi, biasanya merupakan kombinasi rubble mound dan
caisson. Pada umumnya digunakan untuk kondisi perairan yang tidak terlalu
dalam.
Sisi pelabuhanCaisson
Blok beton
pelindungBatu
MHWL
Sisi laut
Gambar 2.42 Penampang melintang breakwater campuran
Dasar pertimbangan bagi perencanaan pemecah gelombang (breakwater) adalah:
• Kegiatan kapal dalam bongkar, kolam pelabuhan yang aman terhadap gangguan
gelombang.
• Melindungi alur pelayaran, kolam pelabuhan dari pendangkalan/sedimentasi dari
laut.
• Penempatan arah pemecah gelombang mempertimbangkan arah datang gelombang
dan perubahannya.
• Pemecah gelombang harus mampu menahan gelombang signifikan.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-105
• Tipe konstruksi ditentukan oleh kemudahan mendapatkan bahan, jadwal
pelaksanaan dan harga.
Dalam pemilihan bentuk penampang breakwater secara umum didasarkan dengan
pertimbangan seperti yang di ilustrasikan pada Tabel 2.24.
Tabel 2.24 Keuntungan Dan Kerugian Tiap Tipe Breakwater
Keuntungan Kerugian
1. Elevasi puncak 1. Dibutuhkan jumlah material
bangunan rendah besar
2. Gelombang refleksi kecil / 2. Pelaksanaan pekerjaan lama
meredam energi gelombang 3. Kemungkinan kerusakan
3. Kerusakan berangsur-angsur pada waktu pelaksanaan besar.
4. Perbaikan mudah 4. Lebar dasar besar
5. Murah
1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 1. Mahal
2. Kemungkinan kerusakan 2. Elevasi puncak bangunan
pada waktu pelaksanaan kecil tinggi
3. Luas perairan pelabuhan 3. Tekanan gelombang besar
lebih besar 4. Diperlukan tempat pembuatan
4. Sisi dalamnya dapat digunakan kaison yang luas
sebagai dermaga 5. Kalau rusak sulit diperbaiki
atau tempat tambatan 6. Diperlukan peralatan berat.
5. Biaya perawatan kecil 7. Erosi kaki Pondasi
1. Pelaksanaan pekerjaan cepat 1. Mahal
2. Kemungkinan kerusakan 2. Diperlukan peralatan berat.
pada waktu pelaksanaan kecil 3. Diperlukan tempat pembuatan
3. Luas perairan pelabuhan kaison yang luas
lebih besar
Tipe
Pemecah Gelombang Sisi
Miring
Pemecah Gelombang
SisiTegak
Pemecah Gelombang
Komposit (Campuran)
2.4.2.1 Material Armor Unit Breakwater Rubblemound
Pada suatu breakwater sisi miring (Rubblemound Breakwater) terdapat beberapa
alternatif material penyusun breakwater. Material tersebut memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda. Ada beberapa prinsip dalam pemilihan material tersebut
sebagai material penyusun breakwater rubblemound yaitu:
• Material tersebut harus mampu melindungi struktur breakweater secara
keseluruhan.
• Materi tersebut harus ekonomis.
• Mudah untuk didapatkan.
Adapun beberapa alternatif material sangat mempengaruhi bentuk dan dimensi
struktural dari breakwater tersebut. Bahan yang biasanya digunakan sebagai material
adalah:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-106
a. Batu alam (Quarry Stone)
Batu alam adalah yang paling sering digunakan sebagai unit lapis pelindung
karena mudah dalam pelaksanaan konstruksinya, batu ini tidak memerlukan
pencetakan seperti batu buatan. Namun masalah yang sering dijumpai dengan
betu alam adalah sumber material, mutu (kekerasan), jumlah yang tersedia,
bentuk (ukuran), dan produksinya memerlukan penanganan khusus (misalnya
penggalian dengan alat atau peledakan). Disamping itu faktor bentuk batu alam
memiliki tingkat kestabilan yang rendah dalam menahan gaya-gaya gelombang.
b. Unit batu lapis lindung buatan (artificial armor unit)
Sebagai alternatif penggunaan abatu alam dapat dipakai batu batu buatan yang
biasanya terbuat dari beton. Keuntungan batu lapis buatan adalah memeiliki
kestabilan yang lebih baik dari pada batu alam terhadap gaya-gaya gelombang
yang terjadi pada lokasi breakwater. Dengan demikian brakwater ini dapat
dibangun dengan kemiringan yang jauh lebih curam dan material armor yang
lebih ringan. Keuntungan lain pada batu buatan adalah dapat diproduksi setiap
saat.
Namun batu buatan ini juga memilki kerugian, yaitu membutuhkan waktu lebih lama
dalam produksinya dalam hal pencetakan, pengeringan dan biaya lebih mahal. Selain
itu diindonesia masih sangat sedikit perusahaan yang memproduksi batu lapis lindung
buatan. Sehingga usulan pemakaian unit batu lapis lindung buatan harus
dipertimbangkan dengan jadwal waktu penyelesaian.
Ada beberapa jenis batu lapis lindung buatan yang biasa dipakai yaitu:
1. Kubus beton
Kubus beton adalah batu lapis buatan yang paling sederhana karena
pembuatannya lebih mudah, tetapi memiliki kestabilan yang paling rendahdi
antara batu lapis lindung yang ada. Sebagai alternatif untuk menambah
kestabilan dapat digunakan kubus beton yang dimodifikasi (modified cube)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-107
2. Akmon
Akmon adalah salah satu varian unit batu lepas lindung yang terdiri dari ruas
bersilangan yang dihubungkan dengan ruas yang lain. Secara dinamik akmon
memilki kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan kubus beton.
3. Dolos
Dolos adalah bentuk pengembangan yang jauh lebih baik dari pada akmon.
Dolos memilki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan akmon
maupun tetrapod.
4. Tetrapod
Tetrapod terdiri dari 4 ruas kerucut terpancung yang saling dihubungkan pada
pangkalnya. Tetrapod banyak dipakai sebagai lapisan pelindung pada
breakwater yang ada di Indonesia.
5. A-Jack
Ajack merupakan salah satu jenis unit lapisan pelindung buatan yang memiliki
tingkat kestabilan yang cukup tinggi. Tingkat kestabilan A-Jack dalam menahan
gaya-gaya gelombang diperoleh melalui keadaan saling mengunci
(interlocking) diantara A-jack yang saling berdekatan.
Tingkat kestabilan breakwater tersebut ditentukan sebagai harga Kd. Tabel 2.25 2.25
menunjukan perbandingan harga Kd untuk setiap jenis armor unit.
Tabel 2.25 Koefisien stabilitas unit lapisan pelidung
Kd
2
15.8
7
25-100A-Jack
Quarry Stone (Rough Angular)
Dolos
Tetrapod
Material
Pada pemilihan jenis armor material yang digunakan dalam perencanaan breakwater
untu pelabuhan rencana dalam studi tugas akhir ini karena kondisi gelombang pada
kondisi eksisiting yang tidak terlalu besar, sehingga tidak memerlukan lapisan armor
material dengan tingkat kestabilan yang tinggi kemudian karena lokasi perairan
perencanaan pelabuhan yang tidak terlalu dalam maka cukup efektif dengan
menggunakan armor material batu alam yang diapatkan dari Quarry disekitar lokasi
rencana pelabuhan.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-108
2.4.2.2 Perencanaan Layout Breakwater
Biasanya butir batu breakwater disusun dalam beberapa lapis, dengan lapis terluar
(lapis pelindung) terdiri dari batu berukuran besar dan semakin ke dalam ukurannya
semakin kecil. Ambil contoh desain rubble mound breakwater sisi miring dengan tiga
lapisan. Lapis pelindung berfungsi sebagai pelindung dan pendisipasi energi
gelombang utama. Lapis ke dua berfungsi selain sebagai pendisipasi energi
gelombang juga untuk memfilter lapisan inti yang armor unitnya lebih kecil sehingga
tidak dapat keluar.
Berat batu lapisan pelindung didapat dari rumus Hudson
( ) θθθθ
γγγγ
cotSK
HW
r
r
r 3
3
1−=
∆
(2-101)
Setelah mendapatkan armor unit yang dibutuhkan maka langkah selanjutnya adalah
menyusun breakwater sesuai desain. Setiap lapisan memiliki kebutuhan armor unit
yang berbeda, semakin ke dalam armor unit akan semakin kecil. Armor unit yang
dipakai diusahakan agar sama dengan desain, akan tetapi ada gradasi yang masih
diizinkan yakni sebagai berikut:
• Batu lapisan pelindung pertama, gradasi yang diizinkan adalah antara 75%
sampai 125% dari armor unit weight desain.
• Batu lapisan kedua, gradasi yang diizinkan adalah antara 75% sampai 125%
dari armor unit weight desain.
• Batu lapisan inti, gradasi yang diizinkan adalah antara 30% sampai 170% dari
armor unit weight desain.
Gambar 2.43 Penampang Break Water
– 1.5 H
– H
El. m.a. minimum El. puncak
W/2–W
W/10 -W/15
W
W/200 – W/6000
El. m.a. maksimum
Run-up gelombang Lebar
puncak
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-109
2.4.2.3 Stabilitas Breakwater
Metode Irisan (Method of Slice)
Analisis stabilitas dengan menggunakan metode irisan, dapat dijelaskan dengan
menggunakan dengan AC merupakan lengkungan lingkaran sebagai permukaan
bidang longsor percobaan. Tanah yang berada diatas bidang longsor percobaan dibagi
dalam beberapa irisan tegak. Lebar dari tiap-tiap irisan tidak harus sama. Perhatikan
satu satuan tebal tegak lurus irisan melintang talud seperti gambar; gaya-gaya yang
bekerja pada irisan tertentu (irisan no n) ditunjukkan dalam Error! Reference source
not found.r 2.44. Wn adalah berat irisan. Gaya-gaya Nr dan Tr adalah komponen tegak
dan sejajar dari reaksi R . Pn dan Pn+1 adalah gaya normal yang bekerja pada sisi-sisi
irisan. Demikian juga, gaya geser yang bekerja pada sisi irisan adalah Tn dan Tn+1.
Untuk memudahkan, tegangan air pori dianggap sama dengan nol. Gaya Pn, Pn+1, Tn,
dan Tn+1 adalah sulit ditentukan. Tetapi, kita dapat membuat asumsi perkiraan bahwa
resultan Pn dan Tn adalah sama besar dengan resultan Pn+1 dan Tn+1 dan juga garis-
garis kerjanya segaris.
Untuk pengamatan keseimbangan
Nr = Wn cos αn (2-102)
Dimana :
Nr = gaya normal bidang gelincir
Wn = gaya berat dari potongan tanah
αn = sudut antara bidang gelincir dengan bidang datar
Gaya geser perlawanan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Tr = ( )( )
[ ] n
ss
nfnd L tanc
F
1
F
LL ∆φσ+=
∆τ=∆τ
Dengan: Tr = Gaya geser perlawanan
τd = teg. Geser desain
τf = teg. Geser nominal
Fs = safety factor
c = kohesi tanah
σ = teg. Normal
∆Ln = panjang bidang gelincir
Tegangan normal σ dalam persamaan (1) di atas adalah sama dengan:
n
nn
n
r
L
cos W
L
N
∆
α=
∆
(2-103)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-110
Gambar 2.44 Skema Gaya yang Bekerja pada Sisi Miring Break water
Gambar 2.45 Geometri model sayatan
Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya dorong terhadap titik O
adalah sama dengan momen gaya perlawanan terhadap titik O, atau
( )( )rL tanL
cosWc
F
1 sinrW n
n
nnpn
1n s
n
pn
1nn ∆
φ
∆
α+=α ∑∑
=
=
=
=
(2-103)
Atau Fs =
∑
∑
=
=
=
=
α
φα+∆
PN
1Nnn
pn
1nnnn
sinw
) tan. cos WL c(
(2-104)
Catatan : nL∆ dalam Persamaan (2-104) diperkirakan sama dengan n
n
cos
)b(
α
dengan bn = lebar potongan nomor n.
Tn
Wn
Tn+
Pn+1
Nr
R=W
Tr
bn
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-111
Perhatikan bahwa harga αn bisa negatif dan positif. Harga αn adalah positif bila talud
bidang longsor yang merupakan sisi atas dari irisan. Untuk mendapatkan angka
keamanan yang minimum yaitu, angka keamanan untuk lingkaran kritis-beberapa
percobaan dibuat dengan cara mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba. Metode
ini umumnya dikenal sebagai “metode irisan yang sederhana (ordinary menthod of
Slices)”.
Grafik Cousinus
Analisa stabilitas lereng ialah pada saat kritis, yaitu pada saat ada air rembesan yang
tetap. Cousinus (1978) menggunakan suatu variasi metode lingkaran geser menurut
Taylor untuk membuat grafik stabilitas dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh
tekanan air pori yang disebabkan oleh air rembesan. Parameter-parameter yang
bermacam-macam yang digunakan dalam pembuatan grafik-grafik tersebut adalah :
a. Tinggi talud, H
b. Fungsi kedalaman, D
c. Berat volume tanah, g
d. Parameter Kekuatan geser efektif tanah, c dan φ
e. Rasio tegangan pori, ru yang didefinisikan sebagai : wu
hr
z
γ
γ=
f. tan
c
H
cϕ
γ ϕλ =
g. Faktor stablitas, Ns yang didefinisikan sebagai HFs
Nsc
γ=
Untuk definisi parameter-parameter diatas dapat dilihat pada Gambar 2.46 2.46
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-112
Gambar 2.46 Grafik Cousinus
Untuk kemudahan dalam perhitungan stabilitas breakwater akan menggunakan
program DELFT . Sedangkan untuk menghitung daya dukung tiang akan digunakan
bantuan program N solve untuk pondasi tiang grup (group pile).
2.4.2.4 Daya Dukung Tanah
Dalam perencanaan breakwater, daya dukung tanah lokasi studi sangat penting untuk
diketahui. Untuk menghitung daya dukung tanah pada pondasi tiang pancang sangat
erat kaitannya dengan perhitungan daya dukung aksial pada pondasi tiang pancang itu
sendiri. Rumus umum daya dukung aksial pondasi tiang adalah :
QsQpQu += (2-105)
FS
QuQall = (2-106)
Dimana:
Qu = Tahanan ultimate tiang
Qs = Tahanan geser tiang
Qp = Tahanan ujung tiang
Qall = Daya dukung ijin pondasi tiang
Dalam menghitung tahanan ujung tiang (Qp) sangat dipengaruhi oleh sifat properties
tanah (soil property) dan luas diameter tiang. Persamaan umum dalam menghitung
tahanan ujung :
*)*( qNqcNcApQp += (2-107)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-113
Dimana:
Qp = Tahanan ujung tiang
Ap = luas penampang tiang
c = kohesi undrained
q = tekanan overburden
Nc*, Nq* = faktor daya dukung
Dalam menghitung faktor daya dukung tanah dalam menghitung tahanan ujung,
beberapa ahli mengadakan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Meyerhoff (1976)
2. Vesic (1977)
φcot)1( −= NqNc (2-108)
Dimana:
Nq = f(Irr)
Nq* = 4/3 ln (Irr +1) + π/2 + 1
Nilai Irr ditunjukkan dalam tabel
Tabel 2.26 Nilai Irr
Soil Type Ir
Sand 70-150
Silt and clays (drained condition) 50-100
Clays (undrained condition) 10-200
Dalam menghitung tahanan geser selimut tiang, dipengaruhi soil propertys antara lain
sudut geser tanah (φ) dan nilai kohesi tanah (c):
• Kontribusi dari nilai kohesi tanah
CuLipQs α= (2-109)
Dimana:
α = koefisien adhesi ntara tanah dan tiang
Cu = kohesi undrained
Li = panjang lapisan tanah
p = keliling tiang
• Kontribusi dari nilaisudut geser dalam
pLfQs ii= (2-110)
Dimana:
fi = tahanan geser selimut tiang per satuan luas = Ko σo’ tan(2/3φ)
Li = panjang lapisan tanah
P = keliling tiang
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-114
Dalam menghitung faktor adhesi pada tanah, digunakan beberapa pendekatan sebagai
berikut:
1. API Metode 2 (1986)
2. Tomlinson (1977)
Dalam menentukan daya dukung kelompok tiang (group pile) ditentukan oleh
efesiensi kelompok tiang, susunan kelompok tiang dan nilai tahanan ujung dan nilai
tahanan geser.
2.4.3 Tempat Pelelangan Ikan
Bangunan gedung didesain sesuai dengan syarat-syarat kekuatan konstruksi.
Perhitungan gaya-gaya yang bekerja, misalnya gaya lintang, gaya normal, tegangan
geser, dan momen lentur, dan desain konstruksi (misalnya konstruksi beton, baja,
kayu) dihitung dengan metode perhitungan yang umum dipakai, baik secara manual
maupun dengan perangkat lunak yang telah dikenal dan dapat diandalkan.
2.4.3.1 Tahapan Perencanaan TPI
Perencanaan struktur bangunan akan dilakukan sebagai berikut:
• tahap awal adalah tahap preliminary design
• tahap kedua pemodelan
• tahap ketiga analisis struktur
• tahap keempat perencanaan dimensi komponen-komponen struktur.
2.4.3.2 Peraturan-Peraturan dan Standar Perencanaan untuk Bangunan
Pada perencanaan struktur ini, digunakan peraturan-peraturan berikut sebagai acuan:
• SNI 03–2847–2002 : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung
• SNI 03–1726–2003 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung
Kekuatan Material yang digunakan
• Kuat tekan Beton (fc’) 30 MPa .
• Tegangan Leleh Baja (fy) pada elemen struktural 400Mpa.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-115
2.4.3.3 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan
• Beban Mati
Pengertian beban mati menurut SNI 03 - 2847 - 2002 adalah berat semua
bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan,
finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut.
Beban mati yang diperhitungkan berdasarkan Pedoman Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah berat sendiri yang terdiri dari:
o Berat bahan bangunan (beton bertulang) = 2400 kg/m3
o Dinding pasangan batu merah = 250 kg/m2
• Beban Hidup
Pengertian beban hidup menurut SNI 03 - 2847 - 2002 adalah semua beban
yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung, termasuk beban-
beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan
atau beban akibat air hujan pada atap.
Besarnya beban hidup yang diperhitungkan berdasarkan Pedoman
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah:
o Beban hidup pada lantai gedung = 250 kg/m2
o Beban hidup pada atap = 100 kg/m2
o Beban hujan (dengan kemiringan = 0º) = 20 kg/m2
• Beban Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin
ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
(isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.
Besarnya beban angin yang diperhitungkan berdasarkan Pedoman
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung adalah:
Besarnya tekanan tiup = 25 kg/m2
• Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat
gempa itu. Pada tugas besar ini diasumsikan bahwa beban yang terjadi adalah
beban statik ekivalen.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-116
Struktur bangunan gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan
gempa nominal dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur
tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekivalen.
tW
R
ICV
.1= (2-111)
dimana:
V = beban geser dasar nominal statik ekivalen
1C = faktor respons gempa
I = faktor keutamaan ( untuk perkantoran = 1,5)
tW = berat total struktur
R = faktor reduksi gempa
Berat total struktur tW ditetapkan sebagai jumlah dari beban-beban berikut:
1. Beban mati total dari struktur bangunan gedung.
2. Bila digunakan dinding partisi lantai maka harus diperhitungkan tambahan
beban sebesar 0.5 KPa.
3. Pada gudang-gudang dan tempat penyimpanan barang maka sekurang-
kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan.
4. Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung
harus diperhitungkan.
5. Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung
harus diperhitungkan.
V
zW
zWF
n
j
ii
ii
i
∑=
=
1
(2-112)
dimana:
iF = beban gempa nominal statik ekivalen
iW = berat lantai tingkat ke- i
iz = ketinggian lantai ke-i
• Kombinasi Pembebanan
Dalam detail disain penampang elemen-elemen struktur diperlukan gaya-gaya
dalam elemen struktur ultimate akibat beban-beban yang bekerja pada
bangunan. Untuk mendapatkan gaya-gaya dalam ultimate tersebut digunakan
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-117
kombinasi-kombinasi pembebanan sesuai dengan peraturan pembebanan yang
berlaku. Berikut ini adalah kombinasi pembebanan yang digunakan dalam
analisis struktur :
Kombinasi 1
U = 1.4 D
Kombinasi 2
U = 1.2 D + 1.6 L
Kombinasi 3
U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.6 W
Kombinasi 4
U = 0.9 D ± 1.6 W
Kombinasi 5
U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.0 E
Kombinasi 6
U = 0.9 D ± 1.0 E
Dengan :
D = berat mati
L = beban hidup
W = beban angin
E = beban gempa
• Envelope
Untuk disain digunakan gaya dalam ultimate terbesar dari analisis struktur
dengan kombinasi-kombinasi pembebanan di atas. Untuk memperoleh gaya
dalam ultimate terbesar dari seluruh kombinasi pembebanan digunakan
envelope gaya dalam dari seluruh kombinasi pembebanan.
2.4.3.4 Faktor Reduksi
• Faktor Reduksi (φ ) untuk pembebanan
a. Beban mati = 0.90
b. Beban hidup
o Untuk gedung = 0.6
c. Beban angin
o Pihak angin = 0.90
o Belakang angin = -0.40
o Sejajar dengan arah angin = -0.40
d. Beban gempa = 0.30
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-118
• Faktor Reduksi (φ ) untuk kekuatan
a. Lentur tanpa beban aksial = 0.80
b. Aksial tarik dan aksial tekan dengan lentur = 0.80
c. Aksial tekan dan aksial dengan lentur = 0.70
d. Geser dan torsi = 0.75
2.4.3.5 Sistem Struktur
Sistem struktur yang dipakai dalam perencanaan bangunan gedung Tempat
Pelelangan Ikan Lampulo adalah sistem struktur Moment Resisting Frame
(MRF).
Aspek-aspek yang terkait dalam Moment Resisting Frame (MRF) :
1. Moment Resisting Frame (MRF) adalah struktur portal/ rangka lengkap
yang memikul beban gravitasi dan memberikan tahanan terhadap beban
lateral melalui gaya-gaya lentur pada elemennya.
2. Moment Resisting Frame (MRF) terbagi atas:
o Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa
o Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
o Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
3. Perbedaan perilaku dari berbagai jenis Moment Resisting Frame (MRF)
ditentukan oleh kapasitas struktur dan kondisi batas elemen.
Dalam perencanaan bangunan gedung TPI ini, Momen Resisting Frame yang
dipakai adalah jenis Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah dengan
ketentuan-ketentuan dari SNI 03-2847-2002.
2.4.3.6 Perencanaan Kolom
Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial
Perilaku Kolom terhadap Kombinasi Lentur dan Aksial Tekan
Momen selalu digambarkan sebagai perkalian beban aksial dengan eksentrisitas,
yaitu:
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-119
Gambar 2.47 Perilaku Kolom
Perilaku terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial
Compression
Controls
Tension
Controls
0.003
0.003
0.0
03
Gambar 2.48 Diagram interaksi Beban Aksial dan Momen (Failure Envelope)
Cat : Kombinasi sembarang P dan M yang berada diluar envelope akan menyebabkan
keruntuhan.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-120
Plastic Centroid
b
As
d’es’
ec = 0.003
Pn = Pb
0.85f’c
Cs= As.f’c
Cc = 0.85f’c.ab.b
ey=fy/es
Pn = Pb
T=As.fy
Gambar 2.49 Aksi Gaya Resultan pada Centriod (h/2 dalam kasus ini)
2scsn TCCP −+= (2-113)
Momen terhadap pusat geometri
−+
−+
−=
2*
22*
2* 2211
hdT
ahCd
hCM Scsn (2-114)
Kolom yang mengalami Tarik Murni
Penampang retak, yakni apabila beton tidak memiliki kapasitas aksial
Regangan Seragam yε−≥
∑=
−=N
i
sytarikn iAfP
1
)( (2-115)
Faktor Reduksi
Faktor Reduksi Kekuatan, Φ (SNI Pasal 11.3.2)
a. Tarik aksial dan tarik aksial dengan lentur Φ = 0.8
b. Tekan aksial dengan tekan aksial dengan lentur.
Elemen struktur dengan tulangan spiral sesuai dengan pasal 12.9.3 Φ = 0.70
Elemen struktur lainnya Φ = 0.65
Kecuali untuk nilai tekan aksial yang rendah, Φ boleh ditingkatkan sebagai berikut :
Jika MPaf y 400≤ dan tulangan bersifat simetris dan ( )
70.0'
>−−
h
ddh s dengan
ds adalah jarak dari serat tarik terluar ke pusat tulangan tarik.
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-121
Maka Φ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0.8 seiring dengan menurunnya ΦPn
dari 0.10 fc Ag ke nol. Untuk komponen struktur yang tidak memenuhi syarat yang
disampaikan sebelumnya :
Φ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0.8 seiring menurunnya ΦPn dari nilai
terkecil antara (ΦPb atau 0.1 fc Ag) ke nol.
Desain Kolom Pendek terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial
Tipe Kolom
1. Kolom berspiral lebih efisien untuk 1.0<h
etetapi mahal
2. Kolom bersengkang ikat, tulangan dipasang dileempat sisi bila 2.0<h
e dan
untuk kasus lentur biaksial
3. Kolom bersengkang ikat, tulangan dipasang hanya di dua sisi
- Efisien bila 2.0>h
e
- Bentuk persegi meningkatkan efisiensi
-
Sambungan Lewatan (Splice)
Umumnya, tulangan longitudinal kolom disambung lewatkan persis di atas level lantai
(hanya diperbolehkan untuk desain non-gempa).
Jenis sambungan lewatan tergantung pada kondisi tegangan (SNI 14.17)
Bila semua tulangan dalam kondisi tekan digunakan sambungan lewatan tekan (SNI
14.16)
Bila 0 ys ff 5.0≤≤ maka sambungan lewatan termasuk tarik kelas A (<1/2 jumlah
tulangan disambung lewatkan).
Bila ys ff 5.0≤ maka sambungan lewatan tarik termasuk tarik kelas B (>1/2 jumlah
tulangan disambung lewatkan).
Geser Kolom
Untuk tekan aksial dbcf
A
NV w
g
u
c6
'
141
+= (2-116)
Jika Vu>0.5ΦVc sengkang harus memenuhi SNI Bab 13 dan Pasal 9.10.5
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-122
Rasio Tulangan
08.001.0 ≤≤ ρ (SNI 12.9.1)
(SNI 12.8.4) Untuk penampang yang lebih besar dari yang dibutuhkan berdasarkan
beban :
Tulangan minimum dapat dihitung berdasarkan luas efektif yang dikurangi Ag
( )2/1( totalAg≥ . Selama kekuatan yang diberikan oleh luas yang dikurangi tersebut
serta Ast yang dihasilkan masih memadai untuk pembebanan yang ditinjau.
Diagram Interaksi yang dinormalisasi
hA
Mversus
A
P
g
n
g
n
.
atau hA
Mversus
A
P
g
n
g
n
.
φφ
tanpa satuan cfhA
Mversus
cfA
P
g
n
g
n
'..'.
φφ
2.4.3.7 Perencanaan Balok
Balok yang didesain (Mu) harus dapat melayani beban momen terfaktor (Mn) yang
bekerja pada balok tersebut. Adapun persyaratanyang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut
MuM u ≤φ (2-117)
Untuk kombinasi beban hidup dan beban mati dapat dirumuskan sebagai berikut:
LLDLu MMM += (2-118)
Dimana :
MDL = Momen akibat beban mati
MLL = Momen akibat beban hidup
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-123
Perhitungan Analisis
Gambar 2.50 Analisis Tension dan Compression pada Balok
Pada gambar di atas besar gaya tekan C, pada beton :
abfcC )'.85,0(= (2-119)
Gaya tarik pada baja:
ss fAT .= (2-120)
Jika tulangan diasumsikan leleh, maka:
ys fAT .= (2-121)
Keseimbangan gaya horizontal akan memberikan:
C = T (2-122)
85,0'..85,0
'..85,0
d
bf
fAa
fAabf
c
ys
ysc
ω==
=
(2-123)
Dimana:
ω = ρ fy / fc’ (2-124)
ρ = As / (bd) (2-125)
Mn dapat dihitung sebagai berikut
d
C
fs fs T
c
0.85 fc’
a = β1.c
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-124
−=
−=
=
2
:
2
.
adfAM
sehingga
adfAM
JTM
ysn
ysn
dn
φφ
−=
−=
=
2'85,0
:
2'85,0
.
adabfM
sehingga
adabfM
JCM
cn
cn
dn
φφ
Persamaan di atas dalam bentuk lain:
( )[ ]ωωφφ 59,01' 2 −= bdfM cn (2-126)
Periksa apakah fs = fy
2.4.3.8 Perencanaan Pelat
Tipe plat yang akan digunakan pada perencanaan gedung TPI adalah tipe slab. Plat
tipe ini tergolong jenis pelat satu arah. Pelat direncanakan sebagai pelat menerus.
Tebal plat lantai minimum untuk jenis pelat menerus adalah sebagai berikut:
tmin = mS
17,030
3≥
+ (2-127)
maka digunakan ketebalan pelat = 200 mm.
2.4.3.9 Perencanaan Pondasi
Daya dukung pondasi dangkal menurut Terzaghi akan tergantung dari tiga faktor yaitu
kohesi, sudut geser serta berat jenis tanah. Perumusan daya dukung ultimit pada
pondasi bujur sangkar menurut terzaghi adalah sebagai berikut:
γγ NBNqNcq qcu ⋅⋅+⋅+⋅⋅= 4.03.1 (2-128)
Dimana:
qu = daya dukung ultimit (kN/m2)
c = kohesi tanah (kN/m2)
γ = berat unit tanah (kN/m3)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-125
B = lebar pondasi (m)
q = beban merata di atas pondasi akibat tanah/ γ.Df
Df = kedalaman pondasi (m)
qu akan dalam bentuk dayadukung merata terhadap areal luas dasar permukaan
pondasi. Adapun daya dukung yang diperbolehkan , qall akan tergantung dari safety
faktor yang dipilih.
SF
qq u
all = (2-129)
Dengan safety factor berkisar antara 2,5 sampai 4 tergantung perencana. Sedangkan
beban terpusat di atas pondasi akan tergantung pada luasan pondasi tersebut,
sehingga:
2BqQ all ⋅= (2-130)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-126
2.5 Konsep Pengembangan Pelabuhan
Pola pikir pembangunan dan pengembangan pada hakekatnya merupakan dasar
pemikiran bagaimana sebaiknya PPS dibangun apakah ada kemungkinan untuk
dijadikan pusat pertumbuhan perikanan (growth center) khususnya pelabuhan
perikanan ditengah-tengah keberadaan beberapa pelabuhan perikanan dan PPS
disekitarnya.
Pola pembangunan dan pengembangan bottom-up yang berarti bertitik tolak dari
kondisi dan daya dukung yang ada kemudian secara bertahap tumbuh dan
berkembang secara progresif sesuai dengan perkembangan operasional PPS
tersebut. Sejalan dengan itu akan dilakukan peningkatan skala pelabuhan untuk
jangka menengah dan panjang.
Analisa pembangunan dan pengembangan dilakukan dengan konsepsi SWOT
yaitu konsep Pengembangan yang berdasarkan analisa atas anatomi Kekuatan
(Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan Ancaman
(Threat). Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan peluang didorong dan
dikembangkan secara maksimal, sedangkan faktor-faktor yang menjadi
kelemahan dan ancaman harus ditekan dan dihilangkan.
Proyeksi perikanan yang mencakup proyeksi produksi dan armada penangkapan,
dibuat berdasarkan potensi sumberdaya perikanan yang ada dan belum
dimanfaatkan, dan pola kecenderungan (trend) yang terjadi. Proyeksi ini dibuat
untuk jangka waktu 20 tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhinya seperti kebijaksanaan Pemerintah,
globalisasi ekonomi, informasi dan sebagainya.
Skala pembangunan dan pengembangan ditetapkan berdasarkan pola bottom-up
yang berarti pemekaran/pengembangan dilakukan secara bertahap dari skala
kecil ke skala besar. Sedang tahapan Pengembangan dibuat dalam tiga tahap
yaitu :
• Pengembangan jangka pendek;
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-127
• Pengembangan jangka menengah;
• Pengembangan jangka panjang.
Dalam rangka menjamin agar sasaran Pengembangan dapat tercapai, perlu
disusun strategi Pengembangan dan langkah-langkah kebijaksanaan. Strategi
Pengembangan yang diambil antara lain dengan memadukan ketiga jalur pelaku
kegiatan perikanan yaitu koperasi nelayan, Badan Usaha Milik Negara dan
perusahaan swasta.
Sedangkan langkah-langkah kebijaksanaan yang perlu diambil antara lain
sebagai berikut :
• Pengembangan sumberdaya manusia
• Pengembangan produksi
• Peningkatan pemasaran
• Pembinaan mutu hasil perikanan
• Pengembangan agribisnis
• Pengembangan infrastruktur
• Penanaman modal
2.6 Analisa Ekonomi
Bunga merupakan kompensasi atas ketidakpastian masa yang akan datang. Konsep
bunga menyebabkan terjadinya perubahan nilai oleh perubahan waktu dimana nilai
sekarang berbeda dengan nilai masa datang.
Konsep bunga ada dua, yaitu bunga sederhana (simple interest) dan bunga berganda
(compound interest).
• Bunga Sederhana (Simple Interest) Bunga sederhana yaitu bunga yang dihitung hanya dari nilai pokok saja.
)1( inPF += (2-131)
Keterangan:
F =Nilai masa datang
i =tingkat suku bunga
n =periode pembungaan
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-128
• Bunga Berganda (Coumpound Interest) Bunga berganda yaitu bunga yang dihitung dari nilai total termasuk bunga yang
dibungakan:
Tabel 2.27 Rumus Bunga Berganda
Tahun Pertama P + iP = P(1+i)
Tahun Kedua P(1+i) + iP (1+i) = P(1+i)2
Tahun Ketiga P(1+i)2 + iP (1+i)
2 = P(1+i)
3
Tahun Ke-n P(1+i)n-1
+ iP (1+i)n-1
= P(1+i)n
Dengan kata lain, nilai sekarang bertambah pada n periode menjadi P(1+i)n, maka
hubungan nilai mendatang dan nilai sekarang dapat dituliskan
niPF )1( += (2-132)
n
niF
iFP
−+=+
= )1()1(
1 (2-133)
2.6.1 Pembungaan Periode Tak Terhingga
Untuk proyek-proyek yang masa pakainya tidak terbatas seperti jalan, bendungan,
pelabuhan, dan lain-lain. Maka periode pemakaian yang terjadi menjadi tidak
terhingga. Persamaan untuk periode pembungaan yang tidak terhingga adalah:
P= A x i (2-134)
Untuk menentukan suatu proyek menguntungkan atau tidak dapat dianalisis melalui
metode pada sub bab berikutnya.
2.6.2 Benefit Cost Ratio
BCR adalah perbandingan antara keuntungan tahunan yang diperoleh dari suatu
pembangunan proyek dengan pengeluaran tahunan dari proyek tersebut. Suatu proyek
dianggap menguntungkan jika BCR-nya >1
IC
BBCR
+= (2-135)
Dimana:
B = Keuntungan (benefit)
C = Pengeluaran (Cost)
Tugas Akhir • Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan
Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD
Andi Widyanto (15002083)
Rika Afriana (15002085) II-129
I = Biaya investasi awal (initial)
2.6.3 Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah persentase keuntungan yang akan diperoleh dengan membangun proyek
yang anggarannya berasal dari dana pinjaman. Suatu proyek dianggap
menguntungkan jika IRR-nya> dari bunga yang dikenakan pada pinjaman. Besarnya
IRR dapat diketahui dengan NPV = 0 atau NFV = 0
Dimana:
NPV( Net Present Value) = nilai bersih masa sekarang
NFV (Net Future Value) = nilai bersih masa datang
2.6.4 Analisis Titik Impas (Break Event Point Analysis)
BEP diperlukan untuk mengetahui kapan suatu proyek mengalami pengembalian
modal yaitu jumlah pengeluaran (termasuk investasi) = pendapatan. BEP dapat
dihitung denganmembandingkan NPV dari pengeluaran dan pendapatan, BEP dicapai
pada saat nilai NPV pengeluaran = NPV pendapatan.