bab ii dasar teori 2.1 definisi pembangkit listrik tenaga ...eprints.umm.ac.id/40293/3/bab...
TRANSCRIPT
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Definisi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
PLTMH merupakan pembangkit listrik untuk skala kecil dengan debit
air yang kecil. Air yang bisa digunakan untuk PLTMH harus mempunyai
kapasitas aliran serta tinggi jatuh air tertentu. Yang dapat digunakan untuk
PLTMH adalah air pada irigasi, dan sungai-sungai yang ada, dengan cara
memanfaatkan tinggi terjunan (head, dalam m) dan kapasitas mengacu kepada
jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow capacity). Tinggi jatuh air dan
kapasitas air berpengaruh pada daya listrik yang dihasilkan. Air yang mengalir
kemudian dialirkan ke rumah pembangkit, kemudian air memutar turbin.
Putaran poros turbin kemudian diteruskan kegenerator sehingga menghasilkan
lietrik. PLTMH menghasilkan listrik dibawah 200 kw.
(Miftah Arifin,2015)
2.1.1 Prinsip Kerja PLTMH
Prinsip kerja PLTMH memanfaatkan beda ketinggian serta jumlah air
yang jatuh (debit) meter perdetik yang disalurkan melalui pipa. Air yang
mengalir kemudian menggerakkan turbin, turbin di hubungkan dengan
generator. Generator inilah yang dapat menghasilkan daya listrik. Untuk
putaran turbin diteruskan kegenerator bisa menggunakan sambungan sabuk
dan juga busa menggunakan roda gigi. Listrik yang dihasilkan oleh generator
ini akan melalui trafo guna mendapat tegangan yang di sesuaikan kebutuhan.
Kemudian listrik akan melewati jaringan transmisi rendah (JTR) untuk
5
disalurkan ke rumah-rumah dengan cara memasang pengaman (sekring).
Untuk generator yang digunakan harus menyesuaikan dengan debit air yang
tersedia. Generator yang tidak sesuai juga akan menyebabkan tingkat efisiensi
rendah.
(Miftah Arifin,2015)
Gambar 2.1 Prinsip Kerja PLTMH
2.2 Teori Dasar Aliran (Hidrodinamik)
Suatu air yang mengalir memiliki energi yang bisa digunakan untuk
memutar turbin, karena itu pembangkit listrik tenaga air dibangun di sungai-
sungai dan di daerah pegunungan-pegunungan. Tenaga air tersebut dibedakan
menjadi 2 golongan, yaitu tenaga air dengan tekanan tinggi dan tenaga air
dengan tekanan rendah.
6
Gambar 2.2 Tenaga air dengan tekanan tinggi di daerah pegunungan
Gambar 2.2 adalah bagan tenaga air dengan tekanan tinggi, air dibendung
sehingga membentuk reservoir air, dan kemudian disalurkan menggunakan
pipa, air dialirkan menuju rumah pembangkit, yang ada di bagian bawah
bendungan. Air yang mengalir melalui pipa akan membentur turbin dan turbin
akan berputar. (Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal 1-2)
2.2.1 Daya Yang Dihasilkan Turbin (P)
Untuk menghitung daya turbin menggunakan rumus:
.....1
Dimana : P = daya turbin (kw) H = tinggi air jatuh (m)
ρ = massa jenis air (kg/m3) Q = kapasitas air (m3/s)
g = gaya gravitasi (m/s2) ɳT = Effisiensi Turbin
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-2)
P = Q . ρ . g . H. ɳT
7
2.3 Cara Kerja dan Daya Turbin
Turbin merupakan salah satu mesin penggerak yang memanfaatkan
aliran air untuk memutar roda turbin. Rotor merupakan bagian turbin yang
berputar, dan stator merupakan bagian yang tidak bergerak. Roda turbin ada
didalam rumah turbin, dan roda turbin memutar poros yang diteruskan
kegenerator.
(Wiranto Arismunandar 1998, hal 1)
2.3.1 Prinsip Kerja Turbin
Turbin memilik sudu yang ada pada roda turbin dan fluida mengalir
melalui celah-celah sudu. Roda turbin yang berputar ada gaya yang bekerja
pada sudu. Adanya gaya itu karena terjadi perubahan momentum dari fluida
yang mengalir di celah-celah sudu.
(Wiranto Arismunandar 1998, hal 4)
2.3.2 Pemilihan Jenis Turbin
Hal yang harus diperhatikan dalam perancangan dan pemilihan turbin air
yang baik yaitu:
1. Tinggi jatuh air yang tersedia
2. Daya yang dihasilkan sesuai dengan debit dan tinggi jatuh air yang
tersedia
3. Putaran turbin yang diteruskan ke generator
8
Gambar 2.3 Grafik Spesifikasi Daerah Kerja Jenis-jenis Turbin
Tabel 2.1 Spesifikasi Jenis Turbin
(Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral, 2010)
Jenis Turbin Range Ketinggian (Head)
Kaplan dan Propeller 2<H<40
Francis 10<H<350
Pelton 50<H<1300
Banki/Crossflow 3<H<250
Turgo 3<H<250
9
Pada perancangan ini data yang diperoleh adalah debit air 1,551 m3/s dan
tinggi jatuh air 12 m, jika melihat grafik spesifikasi daerah kerja jenis turbin maka
turbin yang sesuai adalah turbin air tipe crossflow.
2.4 Klasifikasi Turbin Air
Jenis-jenis turbin air adalah sebagai berikut :
Turbin impuls : tekanan air diubah menjadi energi kinetik sebelum masuk
kedalam penggerak dari turbin. Energi kinetik tersebut berbentuk
pancaran/semburan air yang mempunyai kecepatan yang tinggi kemudian
membentur bucket, kemudian memenuhi dari sudu penggerak.
Turbin reaksi : cara kerjanya yaitu merubah seluruh energi air menjadi energi
putar. Hampir semua jenis turbin ini beroperasi didalam air, sehingga pada
bagian masuk dan keluar turbin ada tekanan yang besar.
(Dr. A. Arismunandar & Dr. S Kuwuhara,2000 hal-53)
Menurut klasifikasi diatas, pada perancangan ini turbin air tipe
crossflow termasuk pada jenis turbin impuls.
2.4.1 Macam-macam Turbin Impuls
1. Turbin Pelton
Turbin pelton memiliki nozzle untuk menyemburkan air. Energi air
yang masuk ke dalam roda turbin dalam bentuk energi kinetik. Pada saat
air melewati roda turbin, energi kinetik diteruskan oleh poros kegenerator.
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-25)
10
Gambar 2.4 Turbin Pelton (Yefrichan,2010)
2. Turbin Turgo
Turbin turgo berada pada head 30m-300m. Kecepatan putaran turbin
turgo lebih besar dari kecepatan putaran turbin pelton.
3. Turbin Cross-Flow
Penemu turbin ini adalah Michell Banki, dan yang memproduksi
adalah perusahaan yang bernama osberger. Turbin crossflow memiliki
range debit 20 liter/s sampai 10 m3/s dan tinggi jatuh air antara 1m-200m.
Aliran air masuk kesudu turbin secara radial. Air mengalir melalui
celah-celah sudu yang membentuk silinder. Jadi cara kerjanya mirip
dengan turbin pelton yaitu hanya sebagian sudu yang terkena
mengembalikkan aliran air.
Turbin cross-flow mempunyai nozzle dengan bentuk persegi
panjang yang lebarnya sama dengan lebar runner. Air masuk turbin dan
11
membentur sudu sehingga terjadi perubahan energi kinetik menjadi energi
mekanis.
Gambar 2.5 Turbin Crossflow
Sesuai dengan uraian diatas, maka dengan data debit 1,551 m3/s
dan tinggi jatuh air 12 m, maka dalam perancangan ini sesuai data yang
diperoleh masih tergolong dalam klasifikasi turbin air tipe crossflow.
2.4.2 Macam-macam Turbin Reaksi
1. Turbin Kaplan
Turbin kaplan adalah turbin berbentuk baling-baling yang
mempunyai sirip yang dapat disesuaikan. Head kaplan berkisar antara 10-
70m dan daya 5-120 MW. Untuk diameter runner antara 2 sampai 8 m.
Kecepatan putaran runner antara 79-429 rpm.
12
Gambar 2.6 Turbin Kaplan
(Ady Purnomo,2017)
2. Turbin Francis
Prinsip kerja turbin francis dengan proses tekanan lebih. Pada air
yang masuk ke runner, energi tinggi jatuh air membentur sudu dan di ubah
menjadi putaran.
Gambar 2.7 Turbin Francis
(Ady Purnomo,2017)
13
3. Turbin Propeller
Turbin jenis ini dipergunakan untuk tinggi jatuh air yang rendah
dengan kapasitas/debit air yang besar. Turbin propeller mempunyai
baling-baling dengan bilah rotor tetap yang terpasang pada bos atau rap
yang biasanya terdiri dari 4, 5, 6,dan 8 buah. Untuk turbin propeller dengan
poros vertikal stasionary guide lade mengarahkan air secara radial dan
dibelokkan 90° ke arah aksial bawah, sedangkan untuk yang berporos
horizontal konstruksinya menyerupai tabung (tabular) dan dipakai untuk
tinggi terjun yang rendah sekali.
Gambar 2.8 Turbin Propeller
(Wiranto Arismunandar 1998, hal 70)
2.5 Kecepatan Spesifik
Kecepatan spesifik adalah kecepatan turbin imaginer yang identik
dengan turbin yang diketahui, yang akan menghasilkan daya satuan 1 HP untuk
setiap 1m tinggi air jatuh (head). Turbin imaginer yang dimaksud adalah turbin
14
dengan bentuk sama tetapi skalanya berlainan yang bekerja dengan tinggi jatuh
air dan dengan debit/kapasitas menghasilkan daya (output). Kecepatan spesifik
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ns = 𝑛 . √𝑄
√𝐻34 = 𝑛 .√𝑄
𝐻3/4 ..... 2
dimana : n = putaran turbin (rpm)
Q = kapasitas/debit air (m3/det)
H = tinggi jatuh air (m)
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-20)
2.6 Bagian - bagian Turbin Air
2.6.1 Runner
Runner adalah penggerak awal dari suatu mekanisme turbin. Runner
inilah yang berfungsi untuk menerima gaya dari aliran suatu fluida, yang
kemudian akan diteruskan melalui poros ke generator untuk menghasilkan
suatu energi, dimana dalam hal ini adalah energi listrik. Runner mempunyai
sudu-sudu yang banyaknya berbeda-beda tergantung dari hasil perhitungan
yang didapatkan.
15
Gambar 2.9 Runner Turbin Crossflow
1. Menentukan Diameter Runner :
Untuk mencari diameter dari runner bagian luar (Di) dapat dicari
dengan persamaan;
D1 = 60 . 𝑈1
𝜋 . 𝑛 ..... 3
Dimana: Ui = Kecepatan keliling (m/det)
n = Putaran runner (rpm)
Sedangkan untuk diameter bagian dalam runner (D2) dapat dicari
dengan persamaan;
D2 = 2/3 . D1
Dimana : D1 = diameter luar runner
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)
2. Menentukan Lebar Runner
Panjang runner (b1) dihitung dengan menggunakan rumus:
b1 = 𝑉
𝐷1 . 𝜋 . 𝐶𝑚1 . 𝜏 ..... 4
Dimana : V = kecepatan aliran m/det
16
T = faktor penyempitan luas penampang (0,9)
Cmi = kecepatan meridian (m/det)
D1 = diameter luar runner (m)
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)
3. Kelengkungan Sudu
Kelengkungan sudu (rb) dapat dicari dengan menggunakan rumus:
rb = 0,326. R1 ..... 5
Dimana: rb = kelengkungan sudu jalan
R1 = jari-jari luar roda jalan (m)
4. Semburan yang masuk celah sudu
S1 = K . D1 ..... 6
Dimana : S1 = semburan yang masuk celah sudu (cm)
D1 = diameter luar runner (cm)
K = konstanta celah sudu (0,087)
(Mockmore C.A :15)
5. Jarak Antara Sudu Runner
Jarak antara sudu runner (t) dihitung dengan persamaan:
t = 𝑆1
sin 𝛼1 ..... 7
Dimana: S1 = semburan yang masuk celah sudu (cm)
sin 𝛼1 = sudut kecepatan masuk
(Mockmore C.A :17)
17
6. Sudut Antara Sudu
Sudut antara sudu adalah sudut yang dibentuk oleh dua titik yang
bersesuaian terhadap pusat perputaran sudu tersebut. Dapat dinyatakan
dengan persamaan :
= 360
𝑍 ..... 8
Dimana: Z = jumlah sudu putar runner
7. Sudut Antara Ujung Sudu
Adalah sudut yang dibentuk oleh ujung-ujung suatu sudu (ujung sisi
masuk dan ujung sisi keluar) terhadap pusat perputaran sudu.
8. Kecepatan Meridian
Cm1 = Cm1 ∗√2 . g . 𝐻 ..... 9
Dimana : Cm1* dapat dilihat dari gambar grafik 2.10
18
Gambar 2.10 Grafik ηq dalam 1/menit
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-21)
9. Diameter Pada Arus Keluaran
Diameter pada arus keluaran dicari dengan persamaan:
D2i = 60 . 𝑈2𝑖
𝜋 . 𝑛 ..... 10
Dimana: 𝑈2𝑖 = 𝑈2𝑖 . √2 . 𝑔 . 𝐻
𝑈2𝑖 = didapat dari gambar grafik 2.10
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)
19
10. Kecepatan Keliling / Spesifik
Kecepatan keliling dapat dicari dengan persamaan:
U1 = U1* . √2 . 𝑔 . 𝐻 ..... 11
Dimana : g = gravitasi (9,81 m/det)
H = head air (m)
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)
2.6.2 Casing ( Rumah Turbin)
Untuk tinggi air jatuh penuh rumah turbin dapat terbuat dari besi, plat
atau bahan material tergantung pada kapasitas debit air itu sendiri. Untuk
memperkuat rumah turbin (easing) terhadap gaya yang ditimbulkan oleh
tekanan air yang mengakibatkan casing akan terbuka keluar, maka untuk itu
diperlukan sudu tetap dan juga baut pengikat sebagai penguat.
Gambar 2.11 Rumah Turbin
(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-37)
20
1. Tegangan geser yang diijinkan
𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 =𝜎𝑏
𝑠𝑓1 . 𝑠𝑓2 ..... 12
dimana : 𝜎𝑏= tegangan tarik yang diijinkan (37 kg/mm2)
Sfl = faktor keamanan kelelahan bahan 4,0
Sf2=faktor keamanan terhadap pengaruh tegangan
kekerasan permukaan 1,3 sampai 3,0
2. Tegangan longitudinal (𝜎𝐿)
Tegangan longitudinal yaitu tegangan yang terjadi sejajar
dengan arah aliran air.
𝜎𝐿 = 𝑃 . 𝐷
4 . 𝑡 ..... 13
dimana : t = tebal bahan ( mm), D= diameter (mm)
P = tekanan Air
1
2 . P . v2 =𝜌 . g . he
P= 𝜌 .g .h
1
2 . 𝑣2
Dimana : 𝜌 = massa jenis air ( kg/m3)
g= gaya gravitasi (m/s2)
he= tinggi jatuh air efektif (m)
v= kecepatan air (m/s)
3. Tegangan circumferintal (𝜎𝑐)
Tegangan circumferintal atau yang biasa disebut dengan hoop, yaitu
tegangan yang terjadi pada arah yang tangensial terhadap pipa, maksudnya
adalah kalau keadaan tegangan buruk maka ini akan membelah pipa. Gaya
inilah yang disebut gaya cirkumferintal.
21
𝜎𝑐 = 𝑃 . 𝐷
4 . 𝑡 ..... 14
2.6.3 Pipa Isap (Draft Tube)
1. Pipa Isap
Pipa isap (draft tube) adalah suatu tabung atau pipa yang
menghubungkan turbin outlet dari jenis turbin reaksi dengan saluran
bawah (tail race). Fungsi dari pipa isap secara umum adalah untuk
mengalirkan air yang keluar dari runner turbin ke tail race dengan
kehilangan energi sekecil mungkin. Effisiensi turbin air akan menjadi
lebih tinggi, karena energi kinetis air yang masih besar direduksi
sedemikian rupa didalam pipa isap, sehingga kecepatan aliran air yang
keluar pipa isap menjadi rendah.
Gambar 2.12 Macam-macam Draft Tube
22
2. Diameter Pipa Isap (draft tube)
Diameter dapat dicari dengan rumus:
Ds = √ 4 . 𝑄
𝜋 . 𝐶𝑠 ..... 15
Dimana; Q = kapasitas air (m3/det)
cs = kecepatan aliran dalam draft tube
Kecepatan aliran dalam draft tube, dapat dicari dengan persamaan:
Cs = Cs . √2 . 𝑔 . 𝐻 ..... 16
dimana : g = gravitasi (9,81 m/det)
H = head air (m)
3. Panjang Draft Tube (pipa isap)
Panjang draft tube ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
L = [2,5-3]. Ds ..... 17
Dimana: Ds = diameter draft tube
4. Diameter Sisi Keluar Draft Tube (pipa isap)
Diameter draft tube pada sisi luar dapat dinyatakan dengan
persamaan:
Ds out = 1,2. Ds
Dimana : Ds = diameter draft tube
2.6.4 Guide Vane (Sudu Antar)
1. Fungsi Sudu Antar
Fungsi guide vane (sudu antar) adalah untuk mengatur aliran/
kapasitas air ke runner turbin dengan arah serta kecepatan tertentu. Untuk
23
arah kecepatan dan kapasitas air yang menuju runner sepanjang busur
jatuhnya tegak lurus. Perencanaan ini pada dasarnya untuk menentukan
sudu antar. Bagian terpenting sudu antar adalah bagian sisi keluarnya,
walaupun demikian bagian yang lain juga harus memenuhi persyaratan
didalam perencanaan, agar kerugian yang ditimbulkan sekecil mungkin.
Sebagai dasar perencanaan ditentukan oleh bentuk dan dimensi sudu antar
tersebut.
Untuk sisi permukaan dari sudu antar (guide vane) dibuat sehalus
mungkin dan dipilih bahan yang betul-betul sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan diantaranya yaitu kekuatan bahannya.
2. Jumlah Sudu Antar
Sistem pengendali untuk mengatur jalannya runner dan
banyaknya air yang dialirkan menggunakan sudu antar yang diatur secara
manual karena turbin ini diusahakan sesederhana mungkin. Karena itu
jumlah sudu antar dari turbin hanya 1 buah.
3. Radius Sudu Antar
Agar aliran relatif terhadap sudu antar dapat baik, sewaktu sudu
antar bergerak memperpendek atau memperpanjang sudu muka, sudu antar
dibuat lengkung. Radius sudu antar ditentukan dengan persamaan :ρ0 =
ko . D ..... 18 Dimana : ko = konstanta, direncanakan 0,5
D = diameter sisi keluar runner (mm)
4. Sudut Profit Sudu Antar
Sudut profit sudu antar ditentukan dengan persamaan:
αmax = l,25. α ..... 19
dimana : a = sudut sisi masuk sudu jalan
24
5. Panjang Sudu Antar (L)
Panjang sudu antar ditentukan atau sesuai dengan lebar roda jalan (runner):
Lebar runner (b1) = L
6. Tebal sudu antar
Tebal sudu antar ditentukan dengan persamaan :
e = (0,04 - 0,06). L ..... 20
dimana : L = panjang sudu antar (m)
2.7 Poros
Hal-hal penting dalam perecanaan suatu Poros :
1. Kekuatan poros
Poros mengalami beban puntir dan lentur. Kelelahan atau pengaruh
kosentrasi tegangan apabila diameter poros kecilkan (poros bertangga), bila
poros memiliki alur pasak, harus diperhatikan. Atau bila poros memiliki alur
pasak, harus diperhatikan. Poros harus kuat sehingga kuat pada saat
menerima beban.
2. Kekakuan poros
Poros mempunyai kekuatan yang cukup, namun bila lenturan pada
poros melebihi batas maka poros akan mengalami getaran. Karena itu
kekuatan poros harus diperhatikan dan sesuai dengan kebutuhan mesin.
3. Putaran kritis
Putaran kritis yaitu putaran yang dinaikkan sehingga pada putaran
tersebut timbul getaran. Hal mengakibatkan kerusakan pada poros.
4. Korosi
25
Bahan yang tahan terhadap korosi (termasuk plastik) harus dipilih
untuk bahan poros bila poros tersebut berhubungan dengan fluida.
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 1-2)
5. Bahan poros
Poros yang digunakan untuk mesin umumnya dibuat dari baja.
Klasifikasi baja pada umumnya baja lunak, baja liat, baja sedang, dan baja
keras. Kandungan karbon dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Penggolongan Baja Secara Umum
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 2-4)
2.7.1 Rumus yang digunakan dalam perhitungan poros
1. Momen Torsi
T = 9,74 . 105 . 𝑃𝑑
𝑛1 .....21
Dimana: P = daya rencana (Kw)
N = putaran turbin (rpm)
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 7)
2. Tegangan Geser Ijin
𝜏𝑎 =𝜏𝐵
𝑠𝑓1 . 𝑠𝑓2 .....22
Dimana: 𝜏𝑎 = tegangan geser yang diijinkan.
𝜏𝐵 = tegangan ijin tarik (100 kg/mm2)
Golongan Kadar C (%)
Baja lunak -0,15
Baja liat 0,2-0,3
Baja sedang 0,3-0,5
Baja keras 0,5-0,8
Baja sangat keras 0,8-1,2
26
sfl = faktor keamanan kelelahan puntir bahan
Sf2 = faktor keamanan
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 8)
3. Diameter Poros Turbin
ds = [5,1
𝜏𝑎 . 𝐾𝑡 . 𝐶𝑏 . 𝑇 ]
1/3
.....23
dimana : ds = diameter poros (m)
𝜏𝑎 = tegangan ijin poros (N/mm2)
Kt = faktor koreksi untuk momen puntir
Cb = faktor koreksi untuk beban lentur
T = momen torsi yang diterima poros (N.mm)
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 8)
4. Tegangan yang terjadi pada poros
𝜏𝑡 = 𝑀𝑡
𝑊𝑡 .....24
dimana : Mt = momen puntir
𝑊𝑡 = 𝜋
16 . 𝑑3
2.8 Pasak
Pasak merupakan bagian yang ada pada poros untuk mencegah pergeseran
komponen. Pasak dapat digolongkan dalam beberapa macam, yaitu pasak
pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya
berpenampang segi empat/segi panjang. Pasak yang sering dipakai adalah pasak
benam karena dapat meneruskan momen yang besar.
27
Gambar 2.13 Macam-macam Pasak
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 23-24)
Untuk memilih jenis pasak dan ukuran dari pasak yang akan digunakan
harus diketahui diameter dari poros terlebih dahulu. Jenis dan ukuran pasak
dapat dilihat pada tabel 2.3
28
Tabel 2.3 standart Pasak melintang menurut IS0 : 2292 dan 2293 – 196
2.8.1 Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan pasak
1. Gaya Tangensial yang terjadi
Ft = 𝑇
𝑑𝑠/2 .....25
Dimana ; T = Momen torsi poros (kg.mm)
ds = diameter poros (mm)
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 25)
2. Tegangan geser yang diijinkan
𝜏𝑔1 = 𝜎𝑏
𝑠𝑓𝑘1 . 𝑠𝑓𝑘2 .....26
dimana : 𝜎𝑏 = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
29
𝑠𝑓𝑘1 = faktor kelelahan puntir
𝑠𝑓𝑘2 = faktor keamanan
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 25-27)
3. Panjang Pasak
L = 𝜋 . 𝜏𝑔1 .𝑑𝑠
2
8 . 𝑏 . 𝜎𝑔1.................... (mm) .....27
4. Pemeriksaan Pasak terhadap tegangan geser yang terjadi:
𝜎k = 𝐹
𝑏 . 𝐿 .....28
2.9 Bantalan
Bantalan atau bearing menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran
dapat berlangsung secara halus, dan aman.
2.9.1 Klasifikasi Bantalan
Bantalan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Gerakan bantalan terhadap poros
a. Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadilah gesekan antara poros dan bantalan,sehingga
poros dan bantalan diberi pelumas.
b. Bantalan gelinding
Bantalan ini terjadi gesekan antara bagian yang berputar dengan bagian
yang tidak berputar.
2. Arah beban terhadap poros
a. Bantalan radial
30
Beban yang ditumpu pada bantalan ini yaitu tegak lurus dengan sumbu
poros.
b. Bantalan radial
Beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
c. Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini mampu menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak
lurus sumbu poros.
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 103)
2.9.2 Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan
1. Panjang Bantalan
1
𝑑 ≤ √ 1
5,1 𝜎𝑎
𝑃𝑎 .....29
dimana: 𝜎𝑎 = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)
Pa = tekanan yang diijinkan (kg/m )
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 110)
2. Kekuatan bantalan
Kekuatan bantalan dapat dinyatakan dengan persamaan :
W = w x 1 .....30
Dimana ; w = beban yang bekerja pada bantalan (berat runner)
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 107)
3. Tekanan bantalan
Dapat dinyatakan dengan persamaan ;
P = 𝑊
𝑙 . 𝑑 .....31
Dimana : W = kekuatan bantalan (kg/cm2)
31
l = panjang bantalan (cm)
d = diameter pores (cm)
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 109)
4. Diameter dalam bantalan
Diameter dalam bantalan dinyatakan dengan persamaan:
dj = ds + c .....32
Dimana : ds = diameter poros (mm)
5. Tebal Bantalan
Tebal bantalan dinyatakan dengan persamaan:
t = 0,07 x ds + 4 .....33
dimana : ds = diameter poros (mm)
6. Harga gesekan yang terjadi
Jika poros dianggap berputar terus menerus dalam suatu sistem
pelumasan dengan aliran minyak, panas yang ditimbulkan di dalam bantalan
dengan daya yang diperlukan untuk melawan gesekan yang besarnya dapat
dinyatakan dengan persamaan:
H = 𝜇 x W x v .....34
Dimana: 𝜇 = koefisien gesekan
W = berat beban (kg)
V = kecepatan keliling (m/det)
(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 116)
32
2.10 Perhitungan Pipa Pesat (Penstok)
Material pipa pesat biasanya menggunakan plat baja yang di rol dan
dilas. Hal ini untuk mengeluarkan biaya yang kecil. Bahan material yang
digunakan adalah baja ST 37.
2.10.1 Diameter pipa pesat (penstok)
Perhitungan diameter pipa berdasarkan persamaan Gordon-Penman
berikut ini;
D = 0,72 (Q0,5) .....35
Dimana : Q = kapasitas air (m3/s)
2.10.2 Koefisien kehilangan tinggi tekan pada pipa pesat
Perhitungan besarnya kehilangan tinggi tekan pada pipa pesat
dengan perhitungan kehilangan tinggi pada headrace menggunakan
persamaan :
HI = K 𝑣2
2.𝑔 .....36
Dimana : HI = kehilangan tinggi tekan (m)
K = koefisien kehilangan tinggi tekan (0,3)
V = kecepatan aliran (m/s)
g = gaya gravitasi (m/s2)
koefisien kehilangan tinggi tekan dapat dilihat pada tabel berikut untuk
belokan 90°
33
Tabel 2.4 Koefisien kehilangan tinggi tekan akibat belokan
Jari-jari Belokan Sudut Belokan
Garis Tengah 90° 45° 22,45°
1 0,5 0,37 0,25
2 0,3 0,22 0,15
3 0,25 0,19 0,12
4 0,15 0,11 0,08
5 0,15 0,11 0,08
(Ray K. Linsley, 1985 : 307)
2.10.3 Tebal pipa pesat (penstock)
U.S. Bureau of Reclamation : tp = 𝐷+20
400 .....37
Dimana : tp = tebal pipa pesat ( inci )
D = diameter pipa pesat (inci)
2.11 Tinggi Jatuh Air Efektif (He)
Head atau tinggi jatuh air adalah tinggi jatuh aktual dikurangi
dengan total kerugian energi disepanjang saluran (head losses). Tinggi jatuh
air dapat dicari dengan persamaan :
He = Ha - ∑ 𝐻𝑙 .....38
Dimana: He = tinggi jatuh air efektif (m)
Ha = tinggi jatuh aktual (m)
Hl = head l0sses (m)
2.11.1 Kerugian energi akibat gesekan
Menurut strickler kerugian gesekan bisa dihitung dengan
persamaan:
34
Hlf = 10,249 . 𝑄2
𝑘2 . L
0,99765,33 .....39
Dimana : Hlf = head losses mayor (m)
Q = kapasitas air atau debit air (m3/s)
k = angka gesek strickler
L = panjang pipa (20m)
Gambar 2.14 Tabel angka gesek
( Suryono, 1991 )
2.11.2 Kerugian energi akibat belokan
Kerugian ini dapat dihitung dengan persamaan :
HLm = ∑ 𝑓. 𝑣2
2 . 𝑔 .....40
Dimana : HLm = head losses minor (m)
V = kecepatan aliran air dalam pipa (15,34 m/s)∑ 𝑓
∑ 𝑓 = total koefisien kerugian gambar 4.2 (iii)(0,06)
( Suryono, 1991 )