bab ii dasar teori 2.1 definisi pembangkit listrik tenaga ...eprints.umm.ac.id/40293/3/bab...

32
4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) PLTMH merupakan pembangkit listrik untuk skala kecil dengan debit air yang kecil. Air yang bisa digunakan untuk PLTMH harus mempunyai kapasitas aliran serta tinggi jatuh air tertentu. Yang dapat digunakan untuk PLTMH adalah air pada irigasi, dan sungai-sungai yang ada, dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head, dalam m) dan kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow capacity). Tinggi jatuh air dan kapasitas air berpengaruh pada daya listrik yang dihasilkan. Air yang mengalir kemudian dialirkan ke rumah pembangkit, kemudian air memutar turbin. Putaran poros turbin kemudian diteruskan kegenerator sehingga menghasilkan lietrik. PLTMH menghasilkan listrik dibawah 200 kw. (Miftah Arifin,2015) 2.1.1 Prinsip Kerja PLTMH Prinsip kerja PLTMH memanfaatkan beda ketinggian serta jumlah air yang jatuh (debit) meter perdetik yang disalurkan melalui pipa. Air yang mengalir kemudian menggerakkan turbin, turbin di hubungkan dengan generator. Generator inilah yang dapat menghasilkan daya listrik. Untuk putaran turbin diteruskan kegenerator bisa menggunakan sambungan sabuk dan juga busa menggunakan roda gigi. Listrik yang dihasilkan oleh generator ini akan melalui trafo guna mendapat tegangan yang di sesuaikan kebutuhan. Kemudian listrik akan melewati jaringan transmisi rendah (JTR) untuk

Upload: others

Post on 19-Feb-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Definisi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

PLTMH merupakan pembangkit listrik untuk skala kecil dengan debit

air yang kecil. Air yang bisa digunakan untuk PLTMH harus mempunyai

kapasitas aliran serta tinggi jatuh air tertentu. Yang dapat digunakan untuk

PLTMH adalah air pada irigasi, dan sungai-sungai yang ada, dengan cara

memanfaatkan tinggi terjunan (head, dalam m) dan kapasitas mengacu kepada

jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow capacity). Tinggi jatuh air dan

kapasitas air berpengaruh pada daya listrik yang dihasilkan. Air yang mengalir

kemudian dialirkan ke rumah pembangkit, kemudian air memutar turbin.

Putaran poros turbin kemudian diteruskan kegenerator sehingga menghasilkan

lietrik. PLTMH menghasilkan listrik dibawah 200 kw.

(Miftah Arifin,2015)

2.1.1 Prinsip Kerja PLTMH

Prinsip kerja PLTMH memanfaatkan beda ketinggian serta jumlah air

yang jatuh (debit) meter perdetik yang disalurkan melalui pipa. Air yang

mengalir kemudian menggerakkan turbin, turbin di hubungkan dengan

generator. Generator inilah yang dapat menghasilkan daya listrik. Untuk

putaran turbin diteruskan kegenerator bisa menggunakan sambungan sabuk

dan juga busa menggunakan roda gigi. Listrik yang dihasilkan oleh generator

ini akan melalui trafo guna mendapat tegangan yang di sesuaikan kebutuhan.

Kemudian listrik akan melewati jaringan transmisi rendah (JTR) untuk

5

disalurkan ke rumah-rumah dengan cara memasang pengaman (sekring).

Untuk generator yang digunakan harus menyesuaikan dengan debit air yang

tersedia. Generator yang tidak sesuai juga akan menyebabkan tingkat efisiensi

rendah.

(Miftah Arifin,2015)

Gambar 2.1 Prinsip Kerja PLTMH

2.2 Teori Dasar Aliran (Hidrodinamik)

Suatu air yang mengalir memiliki energi yang bisa digunakan untuk

memutar turbin, karena itu pembangkit listrik tenaga air dibangun di sungai-

sungai dan di daerah pegunungan-pegunungan. Tenaga air tersebut dibedakan

menjadi 2 golongan, yaitu tenaga air dengan tekanan tinggi dan tenaga air

dengan tekanan rendah.

6

Gambar 2.2 Tenaga air dengan tekanan tinggi di daerah pegunungan

Gambar 2.2 adalah bagan tenaga air dengan tekanan tinggi, air dibendung

sehingga membentuk reservoir air, dan kemudian disalurkan menggunakan

pipa, air dialirkan menuju rumah pembangkit, yang ada di bagian bawah

bendungan. Air yang mengalir melalui pipa akan membentur turbin dan turbin

akan berputar. (Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal 1-2)

2.2.1 Daya Yang Dihasilkan Turbin (P)

Untuk menghitung daya turbin menggunakan rumus:

.....1

Dimana : P = daya turbin (kw) H = tinggi air jatuh (m)

ρ = massa jenis air (kg/m3) Q = kapasitas air (m3/s)

g = gaya gravitasi (m/s2) ɳT = Effisiensi Turbin

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-2)

P = Q . ρ . g . H. ɳT

7

2.3 Cara Kerja dan Daya Turbin

Turbin merupakan salah satu mesin penggerak yang memanfaatkan

aliran air untuk memutar roda turbin. Rotor merupakan bagian turbin yang

berputar, dan stator merupakan bagian yang tidak bergerak. Roda turbin ada

didalam rumah turbin, dan roda turbin memutar poros yang diteruskan

kegenerator.

(Wiranto Arismunandar 1998, hal 1)

2.3.1 Prinsip Kerja Turbin

Turbin memilik sudu yang ada pada roda turbin dan fluida mengalir

melalui celah-celah sudu. Roda turbin yang berputar ada gaya yang bekerja

pada sudu. Adanya gaya itu karena terjadi perubahan momentum dari fluida

yang mengalir di celah-celah sudu.

(Wiranto Arismunandar 1998, hal 4)

2.3.2 Pemilihan Jenis Turbin

Hal yang harus diperhatikan dalam perancangan dan pemilihan turbin air

yang baik yaitu:

1. Tinggi jatuh air yang tersedia

2. Daya yang dihasilkan sesuai dengan debit dan tinggi jatuh air yang

tersedia

3. Putaran turbin yang diteruskan ke generator

8

Gambar 2.3 Grafik Spesifikasi Daerah Kerja Jenis-jenis Turbin

Tabel 2.1 Spesifikasi Jenis Turbin

(Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan

Sumber Daya Mineral, 2010)

Jenis Turbin Range Ketinggian (Head)

Kaplan dan Propeller 2<H<40

Francis 10<H<350

Pelton 50<H<1300

Banki/Crossflow 3<H<250

Turgo 3<H<250

9

Pada perancangan ini data yang diperoleh adalah debit air 1,551 m3/s dan

tinggi jatuh air 12 m, jika melihat grafik spesifikasi daerah kerja jenis turbin maka

turbin yang sesuai adalah turbin air tipe crossflow.

2.4 Klasifikasi Turbin Air

Jenis-jenis turbin air adalah sebagai berikut :

Turbin impuls : tekanan air diubah menjadi energi kinetik sebelum masuk

kedalam penggerak dari turbin. Energi kinetik tersebut berbentuk

pancaran/semburan air yang mempunyai kecepatan yang tinggi kemudian

membentur bucket, kemudian memenuhi dari sudu penggerak.

Turbin reaksi : cara kerjanya yaitu merubah seluruh energi air menjadi energi

putar. Hampir semua jenis turbin ini beroperasi didalam air, sehingga pada

bagian masuk dan keluar turbin ada tekanan yang besar.

(Dr. A. Arismunandar & Dr. S Kuwuhara,2000 hal-53)

Menurut klasifikasi diatas, pada perancangan ini turbin air tipe

crossflow termasuk pada jenis turbin impuls.

2.4.1 Macam-macam Turbin Impuls

1. Turbin Pelton

Turbin pelton memiliki nozzle untuk menyemburkan air. Energi air

yang masuk ke dalam roda turbin dalam bentuk energi kinetik. Pada saat

air melewati roda turbin, energi kinetik diteruskan oleh poros kegenerator.

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-25)

10

Gambar 2.4 Turbin Pelton (Yefrichan,2010)

2. Turbin Turgo

Turbin turgo berada pada head 30m-300m. Kecepatan putaran turbin

turgo lebih besar dari kecepatan putaran turbin pelton.

3. Turbin Cross-Flow

Penemu turbin ini adalah Michell Banki, dan yang memproduksi

adalah perusahaan yang bernama osberger. Turbin crossflow memiliki

range debit 20 liter/s sampai 10 m3/s dan tinggi jatuh air antara 1m-200m.

Aliran air masuk kesudu turbin secara radial. Air mengalir melalui

celah-celah sudu yang membentuk silinder. Jadi cara kerjanya mirip

dengan turbin pelton yaitu hanya sebagian sudu yang terkena

mengembalikkan aliran air.

Turbin cross-flow mempunyai nozzle dengan bentuk persegi

panjang yang lebarnya sama dengan lebar runner. Air masuk turbin dan

11

membentur sudu sehingga terjadi perubahan energi kinetik menjadi energi

mekanis.

Gambar 2.5 Turbin Crossflow

Sesuai dengan uraian diatas, maka dengan data debit 1,551 m3/s

dan tinggi jatuh air 12 m, maka dalam perancangan ini sesuai data yang

diperoleh masih tergolong dalam klasifikasi turbin air tipe crossflow.

2.4.2 Macam-macam Turbin Reaksi

1. Turbin Kaplan

Turbin kaplan adalah turbin berbentuk baling-baling yang

mempunyai sirip yang dapat disesuaikan. Head kaplan berkisar antara 10-

70m dan daya 5-120 MW. Untuk diameter runner antara 2 sampai 8 m.

Kecepatan putaran runner antara 79-429 rpm.

12

Gambar 2.6 Turbin Kaplan

(Ady Purnomo,2017)

2. Turbin Francis

Prinsip kerja turbin francis dengan proses tekanan lebih. Pada air

yang masuk ke runner, energi tinggi jatuh air membentur sudu dan di ubah

menjadi putaran.

Gambar 2.7 Turbin Francis

(Ady Purnomo,2017)

13

3. Turbin Propeller

Turbin jenis ini dipergunakan untuk tinggi jatuh air yang rendah

dengan kapasitas/debit air yang besar. Turbin propeller mempunyai

baling-baling dengan bilah rotor tetap yang terpasang pada bos atau rap

yang biasanya terdiri dari 4, 5, 6,dan 8 buah. Untuk turbin propeller dengan

poros vertikal stasionary guide lade mengarahkan air secara radial dan

dibelokkan 90° ke arah aksial bawah, sedangkan untuk yang berporos

horizontal konstruksinya menyerupai tabung (tabular) dan dipakai untuk

tinggi terjun yang rendah sekali.

Gambar 2.8 Turbin Propeller

(Wiranto Arismunandar 1998, hal 70)

2.5 Kecepatan Spesifik

Kecepatan spesifik adalah kecepatan turbin imaginer yang identik

dengan turbin yang diketahui, yang akan menghasilkan daya satuan 1 HP untuk

setiap 1m tinggi air jatuh (head). Turbin imaginer yang dimaksud adalah turbin

14

dengan bentuk sama tetapi skalanya berlainan yang bekerja dengan tinggi jatuh

air dan dengan debit/kapasitas menghasilkan daya (output). Kecepatan spesifik

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ns = 𝑛 . √𝑄

√𝐻34 = 𝑛 .√𝑄

𝐻3/4 ..... 2

dimana : n = putaran turbin (rpm)

Q = kapasitas/debit air (m3/det)

H = tinggi jatuh air (m)

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-20)

2.6 Bagian - bagian Turbin Air

2.6.1 Runner

Runner adalah penggerak awal dari suatu mekanisme turbin. Runner

inilah yang berfungsi untuk menerima gaya dari aliran suatu fluida, yang

kemudian akan diteruskan melalui poros ke generator untuk menghasilkan

suatu energi, dimana dalam hal ini adalah energi listrik. Runner mempunyai

sudu-sudu yang banyaknya berbeda-beda tergantung dari hasil perhitungan

yang didapatkan.

15

Gambar 2.9 Runner Turbin Crossflow

1. Menentukan Diameter Runner :

Untuk mencari diameter dari runner bagian luar (Di) dapat dicari

dengan persamaan;

D1 = 60 . 𝑈1

𝜋 . 𝑛 ..... 3

Dimana: Ui = Kecepatan keliling (m/det)

n = Putaran runner (rpm)

Sedangkan untuk diameter bagian dalam runner (D2) dapat dicari

dengan persamaan;

D2 = 2/3 . D1

Dimana : D1 = diameter luar runner

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)

2. Menentukan Lebar Runner

Panjang runner (b1) dihitung dengan menggunakan rumus:

b1 = 𝑉

𝐷1 . 𝜋 . 𝐶𝑚1 . 𝜏 ..... 4

Dimana : V = kecepatan aliran m/det

16

T = faktor penyempitan luas penampang (0,9)

Cmi = kecepatan meridian (m/det)

D1 = diameter luar runner (m)

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)

3. Kelengkungan Sudu

Kelengkungan sudu (rb) dapat dicari dengan menggunakan rumus:

rb = 0,326. R1 ..... 5

Dimana: rb = kelengkungan sudu jalan

R1 = jari-jari luar roda jalan (m)

4. Semburan yang masuk celah sudu

S1 = K . D1 ..... 6

Dimana : S1 = semburan yang masuk celah sudu (cm)

D1 = diameter luar runner (cm)

K = konstanta celah sudu (0,087)

(Mockmore C.A :15)

5. Jarak Antara Sudu Runner

Jarak antara sudu runner (t) dihitung dengan persamaan:

t = 𝑆1

sin 𝛼1 ..... 7

Dimana: S1 = semburan yang masuk celah sudu (cm)

sin 𝛼1 = sudut kecepatan masuk

(Mockmore C.A :17)

17

6. Sudut Antara Sudu

Sudut antara sudu adalah sudut yang dibentuk oleh dua titik yang

bersesuaian terhadap pusat perputaran sudu tersebut. Dapat dinyatakan

dengan persamaan :

= 360

𝑍 ..... 8

Dimana: Z = jumlah sudu putar runner

7. Sudut Antara Ujung Sudu

Adalah sudut yang dibentuk oleh ujung-ujung suatu sudu (ujung sisi

masuk dan ujung sisi keluar) terhadap pusat perputaran sudu.

8. Kecepatan Meridian

Cm1 = Cm1 ∗√2 . g . 𝐻 ..... 9

Dimana : Cm1* dapat dilihat dari gambar grafik 2.10

18

Gambar 2.10 Grafik ηq dalam 1/menit

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-21)

9. Diameter Pada Arus Keluaran

Diameter pada arus keluaran dicari dengan persamaan:

D2i = 60 . 𝑈2𝑖

𝜋 . 𝑛 ..... 10

Dimana: 𝑈2𝑖 = 𝑈2𝑖 . √2 . 𝑔 . 𝐻

𝑈2𝑖 = didapat dari gambar grafik 2.10

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)

19

10. Kecepatan Keliling / Spesifik

Kecepatan keliling dapat dicari dengan persamaan:

U1 = U1* . √2 . 𝑔 . 𝐻 ..... 11

Dimana : g = gravitasi (9,81 m/det)

H = head air (m)

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-22)

2.6.2 Casing ( Rumah Turbin)

Untuk tinggi air jatuh penuh rumah turbin dapat terbuat dari besi, plat

atau bahan material tergantung pada kapasitas debit air itu sendiri. Untuk

memperkuat rumah turbin (easing) terhadap gaya yang ditimbulkan oleh

tekanan air yang mengakibatkan casing akan terbuka keluar, maka untuk itu

diperlukan sudu tetap dan juga baut pengikat sebagai penguat.

Gambar 2.11 Rumah Turbin

(Fritz Dietzel & Dakso Sriyono,1980 hal-37)

20

1. Tegangan geser yang diijinkan

𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 =𝜎𝑏

𝑠𝑓1 . 𝑠𝑓2 ..... 12

dimana : 𝜎𝑏= tegangan tarik yang diijinkan (37 kg/mm2)

Sfl = faktor keamanan kelelahan bahan 4,0

Sf2=faktor keamanan terhadap pengaruh tegangan

kekerasan permukaan 1,3 sampai 3,0

2. Tegangan longitudinal (𝜎𝐿)

Tegangan longitudinal yaitu tegangan yang terjadi sejajar

dengan arah aliran air.

𝜎𝐿 = 𝑃 . 𝐷

4 . 𝑡 ..... 13

dimana : t = tebal bahan ( mm), D= diameter (mm)

P = tekanan Air

1

2 . P . v2 =𝜌 . g . he

P= 𝜌 .g .h

1

2 . 𝑣2

Dimana : 𝜌 = massa jenis air ( kg/m3)

g= gaya gravitasi (m/s2)

he= tinggi jatuh air efektif (m)

v= kecepatan air (m/s)

3. Tegangan circumferintal (𝜎𝑐)

Tegangan circumferintal atau yang biasa disebut dengan hoop, yaitu

tegangan yang terjadi pada arah yang tangensial terhadap pipa, maksudnya

adalah kalau keadaan tegangan buruk maka ini akan membelah pipa. Gaya

inilah yang disebut gaya cirkumferintal.

21

𝜎𝑐 = 𝑃 . 𝐷

4 . 𝑡 ..... 14

2.6.3 Pipa Isap (Draft Tube)

1. Pipa Isap

Pipa isap (draft tube) adalah suatu tabung atau pipa yang

menghubungkan turbin outlet dari jenis turbin reaksi dengan saluran

bawah (tail race). Fungsi dari pipa isap secara umum adalah untuk

mengalirkan air yang keluar dari runner turbin ke tail race dengan

kehilangan energi sekecil mungkin. Effisiensi turbin air akan menjadi

lebih tinggi, karena energi kinetis air yang masih besar direduksi

sedemikian rupa didalam pipa isap, sehingga kecepatan aliran air yang

keluar pipa isap menjadi rendah.

Gambar 2.12 Macam-macam Draft Tube

22

2. Diameter Pipa Isap (draft tube)

Diameter dapat dicari dengan rumus:

Ds = √ 4 . 𝑄

𝜋 . 𝐶𝑠 ..... 15

Dimana; Q = kapasitas air (m3/det)

cs = kecepatan aliran dalam draft tube

Kecepatan aliran dalam draft tube, dapat dicari dengan persamaan:

Cs = Cs . √2 . 𝑔 . 𝐻 ..... 16

dimana : g = gravitasi (9,81 m/det)

H = head air (m)

3. Panjang Draft Tube (pipa isap)

Panjang draft tube ini dapat dinyatakan dengan persamaan:

L = [2,5-3]. Ds ..... 17

Dimana: Ds = diameter draft tube

4. Diameter Sisi Keluar Draft Tube (pipa isap)

Diameter draft tube pada sisi luar dapat dinyatakan dengan

persamaan:

Ds out = 1,2. Ds

Dimana : Ds = diameter draft tube

2.6.4 Guide Vane (Sudu Antar)

1. Fungsi Sudu Antar

Fungsi guide vane (sudu antar) adalah untuk mengatur aliran/

kapasitas air ke runner turbin dengan arah serta kecepatan tertentu. Untuk

23

arah kecepatan dan kapasitas air yang menuju runner sepanjang busur

jatuhnya tegak lurus. Perencanaan ini pada dasarnya untuk menentukan

sudu antar. Bagian terpenting sudu antar adalah bagian sisi keluarnya,

walaupun demikian bagian yang lain juga harus memenuhi persyaratan

didalam perencanaan, agar kerugian yang ditimbulkan sekecil mungkin.

Sebagai dasar perencanaan ditentukan oleh bentuk dan dimensi sudu antar

tersebut.

Untuk sisi permukaan dari sudu antar (guide vane) dibuat sehalus

mungkin dan dipilih bahan yang betul-betul sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan diantaranya yaitu kekuatan bahannya.

2. Jumlah Sudu Antar

Sistem pengendali untuk mengatur jalannya runner dan

banyaknya air yang dialirkan menggunakan sudu antar yang diatur secara

manual karena turbin ini diusahakan sesederhana mungkin. Karena itu

jumlah sudu antar dari turbin hanya 1 buah.

3. Radius Sudu Antar

Agar aliran relatif terhadap sudu antar dapat baik, sewaktu sudu

antar bergerak memperpendek atau memperpanjang sudu muka, sudu antar

dibuat lengkung. Radius sudu antar ditentukan dengan persamaan :ρ0 =

ko . D ..... 18 Dimana : ko = konstanta, direncanakan 0,5

D = diameter sisi keluar runner (mm)

4. Sudut Profit Sudu Antar

Sudut profit sudu antar ditentukan dengan persamaan:

αmax = l,25. α ..... 19

dimana : a = sudut sisi masuk sudu jalan

24

5. Panjang Sudu Antar (L)

Panjang sudu antar ditentukan atau sesuai dengan lebar roda jalan (runner):

Lebar runner (b1) = L

6. Tebal sudu antar

Tebal sudu antar ditentukan dengan persamaan :

e = (0,04 - 0,06). L ..... 20

dimana : L = panjang sudu antar (m)

2.7 Poros

Hal-hal penting dalam perecanaan suatu Poros :

1. Kekuatan poros

Poros mengalami beban puntir dan lentur. Kelelahan atau pengaruh

kosentrasi tegangan apabila diameter poros kecilkan (poros bertangga), bila

poros memiliki alur pasak, harus diperhatikan. Atau bila poros memiliki alur

pasak, harus diperhatikan. Poros harus kuat sehingga kuat pada saat

menerima beban.

2. Kekakuan poros

Poros mempunyai kekuatan yang cukup, namun bila lenturan pada

poros melebihi batas maka poros akan mengalami getaran. Karena itu

kekuatan poros harus diperhatikan dan sesuai dengan kebutuhan mesin.

3. Putaran kritis

Putaran kritis yaitu putaran yang dinaikkan sehingga pada putaran

tersebut timbul getaran. Hal mengakibatkan kerusakan pada poros.

4. Korosi

25

Bahan yang tahan terhadap korosi (termasuk plastik) harus dipilih

untuk bahan poros bila poros tersebut berhubungan dengan fluida.

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 1-2)

5. Bahan poros

Poros yang digunakan untuk mesin umumnya dibuat dari baja.

Klasifikasi baja pada umumnya baja lunak, baja liat, baja sedang, dan baja

keras. Kandungan karbon dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2 Penggolongan Baja Secara Umum

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 2-4)

2.7.1 Rumus yang digunakan dalam perhitungan poros

1. Momen Torsi

T = 9,74 . 105 . 𝑃𝑑

𝑛1 .....21

Dimana: P = daya rencana (Kw)

N = putaran turbin (rpm)

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 7)

2. Tegangan Geser Ijin

𝜏𝑎 =𝜏𝐵

𝑠𝑓1 . 𝑠𝑓2 .....22

Dimana: 𝜏𝑎 = tegangan geser yang diijinkan.

𝜏𝐵 = tegangan ijin tarik (100 kg/mm2)

Golongan Kadar C (%)

Baja lunak -0,15

Baja liat 0,2-0,3

Baja sedang 0,3-0,5

Baja keras 0,5-0,8

Baja sangat keras 0,8-1,2

26

sfl = faktor keamanan kelelahan puntir bahan

Sf2 = faktor keamanan

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 8)

3. Diameter Poros Turbin

ds = [5,1

𝜏𝑎 . 𝐾𝑡 . 𝐶𝑏 . 𝑇 ]

1/3

.....23

dimana : ds = diameter poros (m)

𝜏𝑎 = tegangan ijin poros (N/mm2)

Kt = faktor koreksi untuk momen puntir

Cb = faktor koreksi untuk beban lentur

T = momen torsi yang diterima poros (N.mm)

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 8)

4. Tegangan yang terjadi pada poros

𝜏𝑡 = 𝑀𝑡

𝑊𝑡 .....24

dimana : Mt = momen puntir

𝑊𝑡 = 𝜋

16 . 𝑑3

2.8 Pasak

Pasak merupakan bagian yang ada pada poros untuk mencegah pergeseran

komponen. Pasak dapat digolongkan dalam beberapa macam, yaitu pasak

pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya

berpenampang segi empat/segi panjang. Pasak yang sering dipakai adalah pasak

benam karena dapat meneruskan momen yang besar.

27

Gambar 2.13 Macam-macam Pasak

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 23-24)

Untuk memilih jenis pasak dan ukuran dari pasak yang akan digunakan

harus diketahui diameter dari poros terlebih dahulu. Jenis dan ukuran pasak

dapat dilihat pada tabel 2.3

28

Tabel 2.3 standart Pasak melintang menurut IS0 : 2292 dan 2293 – 196

2.8.1 Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan pasak

1. Gaya Tangensial yang terjadi

Ft = 𝑇

𝑑𝑠/2 .....25

Dimana ; T = Momen torsi poros (kg.mm)

ds = diameter poros (mm)

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 25)

2. Tegangan geser yang diijinkan

𝜏𝑔1 = 𝜎𝑏

𝑠𝑓𝑘1 . 𝑠𝑓𝑘2 .....26

dimana : 𝜎𝑏 = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)

29

𝑠𝑓𝑘1 = faktor kelelahan puntir

𝑠𝑓𝑘2 = faktor keamanan

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 25-27)

3. Panjang Pasak

L = 𝜋 . 𝜏𝑔1 .𝑑𝑠

2

8 . 𝑏 . 𝜎𝑔1.................... (mm) .....27

4. Pemeriksaan Pasak terhadap tegangan geser yang terjadi:

𝜎k = 𝐹

𝑏 . 𝐿 .....28

2.9 Bantalan

Bantalan atau bearing menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran

dapat berlangsung secara halus, dan aman.

2.9.1 Klasifikasi Bantalan

Bantalan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Gerakan bantalan terhadap poros

a. Bantalan luncur

Pada bantalan ini terjadilah gesekan antara poros dan bantalan,sehingga

poros dan bantalan diberi pelumas.

b. Bantalan gelinding

Bantalan ini terjadi gesekan antara bagian yang berputar dengan bagian

yang tidak berputar.

2. Arah beban terhadap poros

a. Bantalan radial

30

Beban yang ditumpu pada bantalan ini yaitu tegak lurus dengan sumbu

poros.

b. Bantalan radial

Beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

c. Bantalan gelinding khusus

Bantalan ini mampu menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak

lurus sumbu poros.

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 103)

2.9.2 Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan

1. Panjang Bantalan

1

𝑑 ≤ √ 1

5,1 𝜎𝑎

𝑃𝑎 .....29

dimana: 𝜎𝑎 = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

Pa = tekanan yang diijinkan (kg/m )

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 110)

2. Kekuatan bantalan

Kekuatan bantalan dapat dinyatakan dengan persamaan :

W = w x 1 .....30

Dimana ; w = beban yang bekerja pada bantalan (berat runner)

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 107)

3. Tekanan bantalan

Dapat dinyatakan dengan persamaan ;

P = 𝑊

𝑙 . 𝑑 .....31

Dimana : W = kekuatan bantalan (kg/cm2)

31

l = panjang bantalan (cm)

d = diameter pores (cm)

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 109)

4. Diameter dalam bantalan

Diameter dalam bantalan dinyatakan dengan persamaan:

dj = ds + c .....32

Dimana : ds = diameter poros (mm)

5. Tebal Bantalan

Tebal bantalan dinyatakan dengan persamaan:

t = 0,07 x ds + 4 .....33

dimana : ds = diameter poros (mm)

6. Harga gesekan yang terjadi

Jika poros dianggap berputar terus menerus dalam suatu sistem

pelumasan dengan aliran minyak, panas yang ditimbulkan di dalam bantalan

dengan daya yang diperlukan untuk melawan gesekan yang besarnya dapat

dinyatakan dengan persamaan:

H = 𝜇 x W x v .....34

Dimana: 𝜇 = koefisien gesekan

W = berat beban (kg)

V = kecepatan keliling (m/det)

(Sularso & Kiyokatsu Suga, 2008 hal 116)

32

2.10 Perhitungan Pipa Pesat (Penstok)

Material pipa pesat biasanya menggunakan plat baja yang di rol dan

dilas. Hal ini untuk mengeluarkan biaya yang kecil. Bahan material yang

digunakan adalah baja ST 37.

2.10.1 Diameter pipa pesat (penstok)

Perhitungan diameter pipa berdasarkan persamaan Gordon-Penman

berikut ini;

D = 0,72 (Q0,5) .....35

Dimana : Q = kapasitas air (m3/s)

2.10.2 Koefisien kehilangan tinggi tekan pada pipa pesat

Perhitungan besarnya kehilangan tinggi tekan pada pipa pesat

dengan perhitungan kehilangan tinggi pada headrace menggunakan

persamaan :

HI = K 𝑣2

2.𝑔 .....36

Dimana : HI = kehilangan tinggi tekan (m)

K = koefisien kehilangan tinggi tekan (0,3)

V = kecepatan aliran (m/s)

g = gaya gravitasi (m/s2)

koefisien kehilangan tinggi tekan dapat dilihat pada tabel berikut untuk

belokan 90°

33

Tabel 2.4 Koefisien kehilangan tinggi tekan akibat belokan

Jari-jari Belokan Sudut Belokan

Garis Tengah 90° 45° 22,45°

1 0,5 0,37 0,25

2 0,3 0,22 0,15

3 0,25 0,19 0,12

4 0,15 0,11 0,08

5 0,15 0,11 0,08

(Ray K. Linsley, 1985 : 307)

2.10.3 Tebal pipa pesat (penstock)

U.S. Bureau of Reclamation : tp = 𝐷+20

400 .....37

Dimana : tp = tebal pipa pesat ( inci )

D = diameter pipa pesat (inci)

2.11 Tinggi Jatuh Air Efektif (He)

Head atau tinggi jatuh air adalah tinggi jatuh aktual dikurangi

dengan total kerugian energi disepanjang saluran (head losses). Tinggi jatuh

air dapat dicari dengan persamaan :

He = Ha - ∑ 𝐻𝑙 .....38

Dimana: He = tinggi jatuh air efektif (m)

Ha = tinggi jatuh aktual (m)

Hl = head l0sses (m)

2.11.1 Kerugian energi akibat gesekan

Menurut strickler kerugian gesekan bisa dihitung dengan

persamaan:

34

Hlf = 10,249 . 𝑄2

𝑘2 . L

0,99765,33 .....39

Dimana : Hlf = head losses mayor (m)

Q = kapasitas air atau debit air (m3/s)

k = angka gesek strickler

L = panjang pipa (20m)

Gambar 2.14 Tabel angka gesek

( Suryono, 1991 )

2.11.2 Kerugian energi akibat belokan

Kerugian ini dapat dihitung dengan persamaan :

HLm = ∑ 𝑓. 𝑣2

2 . 𝑔 .....40

Dimana : HLm = head losses minor (m)

V = kecepatan aliran air dalam pipa (15,34 m/s)∑ 𝑓

∑ 𝑓 = total koefisien kerugian gambar 4.2 (iii)(0,06)

( Suryono, 1991 )

35

Gambar 2.15 koefisien kerugian diujung masuk pipa

(sularso,1987:34)

(i) f 0,5

(ii) f 0,25

(iii) f 0,06

(iv) f 0,56

(v) f = 3,0 (untuk sudut tajam) sampai 1,3 (sudut 450)

Gambar 2.16 koefisien kerugian pada belokan pipa

( Suryono, 1991 )