bab ii bahan rujukan
TRANSCRIPT
BAB II
BAHAN RUJUKAN
2.1 Audit
Dalam kegiatan audit terdapat proses pembandingan antara kondisi dan
Kriteria. Kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya yang
melekat pada objek yang di audit, sedangkan Kriteria adalah bahan pembanding,
tolak ukur, atau hal-hal yang seharusnya dikerjakaan ataupun juga hal-hal yang
seharusnya melekat pada objek yang diaudit.
Pada dasarnya audit bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan dari suatu
kegiatan sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara kenyataan
yang ada dengan yang seharusnya ada.
2.1.1 Pengertian Audit
Audit atau yang biasa dikenal dengan auditing mempunyai banyak definisi.
Pengertian menurut Arens et al (2008 : 4) adalah :
’’Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas suatu
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari
informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.’’
Menurut Sukrisno Agoes (2004 : 3), pengertian audit adalah :
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak
yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Definisi auditing menurut Mulyadi (2002 : 9), adalah :
“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.”
Sedangkan menurut Sunarto (2003 : 16-17) :
“Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan
mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-
tindakan dan kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat
kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”
Dari definisi di atas, auditing memiliki unsur-unsur penting yaitu sebagai
berikut :
1. Suatu Sistem Sistematik
Yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis, berkerangka
dan terorganisasi, dan dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang
direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.
2. Memperoleh dan Mengevaluasi Bukti Secara Periodik
Bertujuan untuk memperoleh bukti-bukti mendasari pernyataan yang dibuat
oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau
berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
3. Pernyataan Mengenai Kegiatan dan Kejadian Ekonomi
Maksudnya adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses
pengidentifikasian, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi yang
dinyatakan dalam satuan uang.
4. Menetapkan Tingkat Kesesuaian
Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil
pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Audit
Tujuan audit secara umum menurut Mulyadi (2002 : 72), bahwa :
“Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan
pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.’’
Dari tujuan umum di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan audit secara
umum adalah untuk menilai apakah informasi atau kondisi yang diperiksa telah
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung
dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. SA Seksi 326 paragraf
03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam laporan keuangan.
Asersi (assertions) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam
komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau
eksplisit. SA Seksi 326 mengklasifikasikan berbagai asersi tersebut kedalam 5
kategori utama yaitu :
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan, apakah
aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang
dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
2. Kelengkapan (completeness)
Asers tentang kelengkapan berhubungan dengan, apakah semua transaksi dan
akuntansi yang seharusnya telah disajikan dalam laporan keuangan.
Asersi kelengkapan beraitan degan kemungkinan adanya sejumlah item yang
seharusnya tersaji, hilang, sehingga tidak tercatat dalam laporan keuangan,
sementara asersi keberadaan atau keterjadian berkaitan dengan pencatatan
sejumlah nilai yang seharusnya tidak tersaji dalam laporan keuangan.
3. Penilaian atau alokasi (valuation or allocation)
Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan, apakah komponen-
komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalaam
laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
4. Hak dan kewajiban (rights and obligations)
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan, apakah aktiva
merupakan hak perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada
tanggal terentu.
5. Penyajian dan penggungkapan (presentation and disclosure)
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan, apakah
komponen-komponen tertentu laporan keuangaan diklasifikasikan, dijelaskan,
dan diungkapkan semestinya.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah untuk membantu pimpinan
dalam mengusahakan agar kegiatan perusahaan dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Sedangkan manfaat ekonomis audit laporan keuangan menurut Sunarto
(2003 : 37) adalah :
1. Akses ke Pasar Modal
Undang-undang pasar modal mewajibkan perusahaan publik untuk
diaudit laporan keuangannya agar bisa didaftar dan bisa menjual
sahamnya di pasar modal. Tanpa audit, perusahaan akan ditolak untuk
melakukan akses ke pasar modal.
2. Biaya Modal Menjadi Lebih Rendah
Perusahaan kecil seringkali mengauditkan laporan keuangannya dalam
rangka mendapatkan kredit dari Bank atau dalam upaya mendapatkan
persyaratan pinjaman yang lebih menguntungkan.
3. Pencegah Terjadinya Ketidakefisienan dan Kecurangan
Penelitian telah membuktikan bahwa apabila para karyawan mengetahui
bahwa perusahaaan akan diaudit oleh auditor independen, maka mereka
cenderung untuk lebih hati-hati agar dapat memperkecil terjadinya
kekeliruan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan memperkecil
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan aktiva perusahaan.
4. Perbaikan, Pengendalian dan Ketaatan
Observasi yang dilakukan selama auditor melaksanakan audit, auditor
independen sering kali dapat memberi berbagai saran untuk
memperbaiki pengendalian dan mencapai efisiensi ketaatan yang lebih
besar dalam organisasi klien.
2.1.3 Jenis-jenis Audit
Menurut Sunarto (2003 : 17), jenis-jenis audit dikelompokan menjadi tiga
jenis yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan adalah laporan yang akan digunakan oleh
berbagai pihak untuk berbagai tujuan. Pemakaian laporan keuangan
berkeyakinan bahwa audit tidak cukup memberi informasi sesuai dengan
tujuan yang bersangkutan, maka pemakai bisa mencari informasi
tambahan. Audit laporan keuangan menentukan apakah laporan keuangan
sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa
dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Laporan
keuangan yang diperiksa biasanya meliputi neraca, laporan laba-rugi, dan
laporan arus kas, termasuk catatan kaki.
2. Audit Kesesuaian
Audit kesesuaian adalah menentukan apakah pihak yang diaudit telah
mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Audit
kesesuaian dapat berupa penentuan apakah karyawan-karyawan di bidang
akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan,
mengkaji ulang tarif upah yang disesuaikan, atau memeriksa perjanjian
yang dibuat dengan pemberi pinjaman, dan memastikan perusahaan telah
mematuhi semua perjanjian.
3. Audit operasional
Audit operasional adalah pengkajian atas setiap bagian dari prosedur dan
metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk
mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit
operasional berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan
ketaatan.
2.2 Audit Ketaatan
Untuk mempertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti prosedur
atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi,
maka untuk itu dilakukanlah audit ketaatan. Hasil audit ketaatan biasanya tidak
dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak tertentu dalam organisasi.
2.2.1 Pengertian Audit Ketaatan
Arens et al (2008 : 18) mendefinisikan audit ketaatan sebagai berikut :
“Audit ketaatan adalah proses kerja yang dilaksanakan untuk menentukan
apakah pihak yang di audit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan yang
ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi.”
2.2.2 Tujuan Audit Ketaatan
Menurut Mulyadi (2002 : 32) tujuan audit ketaatan adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi Kinerja
Setiap audit ketaatan meliputi pengevaluasian kinerja organisasi yang
ditelaah, pengevaluasian kinerja dilakukan dengan membandingkan
kegiatan organisasi dengan (1) tujuan, seperti kebijakan, standar, dan
sasaran organisasi yang ditetapkan manajemen atau pihak yang
menugaskan, serta dengan (2) kriteria pengevaluasian lain yang sesuai.”
2. Mengidentifikasi Kesempatan untuk Peningkatan
Peningkatan efektivitas, efesiensi, dan perbaikan. Auditor dapat
mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan tertentu dengan
mewawancarai individu (apakah dari dalam atau dari luar organisasi),
mengobservasi operasi, menelaah laporan masa lalu atau masa berjalan,
mempelajari transaksi, membandingkan dengan standar industri,
menggunakan pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman, atau
menggunakan sarana dan cara lain yang sesuai.
3. Membuat Rekomendasi untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut
Sifat dan luas rekomendasi akan berkembang secara beragam selama
pelaksanaan audit ketaatan. Dalam banyak hal, auditor dapat membuat
rekomendasi tertentu. Dalam kasus lainnya, mungkin diperlukan studi
lebih lanjut di luar ruang lingkup penugasan, dimana auditor dapat
menyebutkan alasan mengapa studi lebih lanjut pada bidang tertentu
dianggap tepat.”
2.2.3 Manfaat Audit Ketaatan
Menurut Rob Reider (2002 : 34-38) manfaat audit ketaatan antara lain
sebagai berikut :
1. Identifying problem area, related causes, and alternative for
improvement (Mengidentifikasi area permasalahan, penyebab masalah
dan alternative perbaikannya).
2. Locating opportunities for eliminating waste and inefficiency-that is, cost
reduction (Menemukan peluang untuk menghilangkan pemborosan dan
ketidakefisienan yaitu pengurangan biaya ).
3. Locating opportunities to increase revenues, that is, income improvement
(Menemukan peluang untuk meningkatkan pendapatan yaitu perbaikan
pendapatan).
4. Identifying undefined organizational goals, objectives, policies, and
procedures (Mengidentifikasi sasaran, tujuan, kebijakan, dan prosedur
organisasi yang belum jelas atau belum terdefinisi).
5. Identifying criteria for measuring the achievement of organizational
goals (Mengidentifikasi kriteria untuk mengukur pencapaian sasaran
organisasi)
6. Recommending improvement in policies, procedures, and organizational
structure (Merekomendasikan perbaikan dalam hal kebijakan, prosedur
dan struktur organisasi).
7. Prividing check on performance by individual and by organizational
units (Mengadakan pemeriksaan kinerja individu dan unit organisasi).
8. Reviewing compliance with legal requirements and organizational goals,
objectives, and procedures (Memeriksa ketaatan terhadap kewajiban dan
sasaran, tujuan, kebijakan serta prosedur organisasi).
9. Testing for existence of unauthorized, fraudulent, or otherwise irregular
acts (Pengujian terhadap adanya tindakan kecurangan atau ketidak
beresan).
10. Assessing management information and control system (Menilai
informasi manajemen dan sistem pengendalian).
11. Identifying possible trouble spots in future operations (Mengidentifikasi
kemungkinan masalah yang timbul pada operasi yang akan datang).
12. Providing an additional channel of communication between operating
levels and top management (Menyediakan jalur informasi tambahan
antara manajement tingkat atas dan tingkat operasi).
13. Providing an independent, objective evaluation of operations
(Menyediakan secara independen, evaluasi tujuan dari operasi).
2.2.4 Jenis-jenis Audit Ketaatan
Ada tiga kategori audit ketaatan menurut Arens et al (2008 : 778-779), yaitu
:
1. Functional Audit (audit fungsional)
Fungsi merupakan suatu alat penggolongan kegiatan suatu perusahaan,
seperti fungsi penerimaan kas atau fungsi produksi. Keunggulan audit
fungsional adalah memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor.
2. Organizational Audit (audit organisasional)
Audit ketaatan atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit
organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan
dalam suatu audit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-
fungsi saling berinteraksi.
3. Special Assigment (penugasan khusus)
Penugasan audit ketaatan khusus timbul atas permintaan manajemen.
Ada banyak variasi dalam audit seperti ini, contohnya mencakup
penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi dan membuat
rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang.
2.3 Tahap-tahap Audit Ketaatan
Audit ketaatan harus dilakukan tahap demi tahap agar dapat tercapai
tujuannya. Setiap tahap audit dapat dirancang sedemikian rupa sehinnga
memudahkan auditor melaksanakan tugasnya.
Tahap-tahap pelaksanaan audit ketaatan menurut Rob Reider (2002 :39)
adalah sebagai berikut :
2.3.1 Planning (Perencanaan)
Pada tahap ini, auditor harus memperoleh informasi yang bersifat umum
mengenai aktivitas perusahaan, sifat umum dari aktivitas tersebut dan informasi
umum lainnya untuk membantu rencana awal dari audit. Hal pertama dalam audit
ketaatan adalah mengenai keputusan manajemen dalam menentukan area mana yang
akan di audit. Berdasarkan keputusan tersebut, auditor merumuskan tahap
perencanaan dari audit ketaatan. Tujuan utama dari tahap perencanaan ini adalah :
a. Mengumpulkan informasi mengenai wilayah ketaatan
b. Mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi dalam wilayah ketaatan
c. Memulai membuat dasar untuk program kerja audit operasi.
2.3.2 Work Programs (Program Kerja)
Dalam tahap ini auditor mempersiapkan program kerja audit ketaatan untuk
audit pendahuluan dari beberapa aktivitas yang telah ditentukan pada tahap
perencanaan. Dalam membuat program kerja audit ketaatan, tim audit harus selalu
mengingat empat langkah prosedur audit berikut :
a. Mengidentifikasi area ketaatan yang kritis dan yang berhubungan dengan
pengendalian serta area resiko.
b. Pengembangan pertanyaan kunci dan langkah kerja yang diperlukan untuk
memberikan jawaban atas resiko dan pertanyaan kunci.
c. Mengidentifikasi langkah-langkah kerja yang diperlukan untuk memberikan
jawaban atas resiko dan pertanyaan kunci
d. Pengembangan rencana kerja audit untuk setiap wilayah yang akan di audit
mencakup penugasan personil, jadwal, waktu dan audit anggaran.
2.3.3 Field Work (Kerja Lapangan)
Pada tahap ini, auditor menganalisis operasi untuk menentukan efektifitas
manajemen dari yang berhubungan dengan pengendalian. Maksud dari tahap ini
adalah untuk menentukan apakah suatu kondisi membutuhkan perbaikan, apakah itu
signifikan dan apa yang akan dilakukan. Berdasarkan pada area kritis yang di
identifikasi dalam tahap perencanaan dan langkah kerja yang telah dirancang dalam
tahap kerja lapangan yaitu :
a. Apakah kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan audit telah
dijalankan atau diikuti, yaitu dalam ketaatan terhadap otoritas dasar,
anggaran dasar dan maksud legislatif.
b. Apakah prosedur sistem operasi dan pengendalian manajemen berjalan
efektif dalam kegiatan.
2.3.4 Development Of Finding and Recommendation
(Pengembangan Temuan dan Rekomendasi).
Berdasarkan kepada area signifikan yang telah didefinisikan selama tahap
kerja lapangan, temuan-temuan yang spesifik dikembangkan menurut atribut berikut
:
a. Condition (Kondisi)
Dalam menentukan kondisi saat ini dari temuan audit ketaatan, auditor dapat
mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
1) Whay was find?
2) What was observe observed?
3) What is defetive, deficient, or in error?
4) Is the condition isolated or widespread?
b. Criteria (Kriteria)
Dalam menganalisis kondisi saat ini, auditor ketaatan harus mengetahui
kondisi seperti apakah yang diharapkan untuk mempertemukan sasaran dan
tujuan organisasi. Dalam menentukan kriteria yang pantas untuk kondisi
yang spesifik, auditor harus melihat pada beberapa area seperti hukum yang
relevan, kontrak saat ini, kebijaksanaan, sistem dan prosedur. Peraturan
internal dan ekternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal,
rencana dan anggaran serta prinsip manajemen dan administrasi yang baik.
Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk temuan yang spesifik, auditor
dapat menjawab pertanyaan tersebut sehubungan dengan kondisi tersebut :
1) What should it be?
2) What do you measure against?
3) What is the standard procedure or informal practice?
c. Cause (Penyebab)
Temuan audit ketaatan belum lengkap sampai auditor telah mengidentifikasi
secara lengkap penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari kriteria.
Untuk menganalisis penyebab, auditor ketaatan dapat menjawab pertanyaan
berikut ini :
1) Why did it happen?
2) What are the reason for the operational deficiency?
3) Why have operations become inefficient or uneconomical?
d. Effect (Efek atau Akibat)
Salah satu sasaran utama dalam menjalankan audit ketaatan adalah untuk
meyakinkan manajemen untuk mengambil tindakan positif memperbaiki
temuan audit yang berupa kesalahan ketaatan yang telah diidentifikasikan
oleh tim audit. Untuk membantu manajemen menemukan seserius apakah
kondisi tersebut mempengaruhi operasi, auditor harus mengukur luas akibat
yang mungkin terjadi. Ekonomi, efisiensi dan efektivitas adalah alat yang
tepat untuk mengukur akibat atau efek. Dalam menentukan akibat atau efek
audit ketaatan, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut ini :
1) So what?
2) What is the effect of your finding?
3) What is the end result of the condition?
e. Recomendations (Rekomendasi)
Kesuksesan temuan dari audit ketaatan adalah pembuatan rekomendasi
berupa tindakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki kondisi
yang tidak diinginkan. Rekomendasi sebaiknya secara logika berhubungan
dengan penjelasan mengapa kondisi ini bisa terjadi, penyebab utama, dan apa
yang harus dilakukan untuk mencegah terulangnya kondisi yang sama.
Dalam membuat rekomendasi, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut:
1) What could be recommended to correct the situation?
2) If this recommendation based on logical connection to the present
condition, criteria, and causes?
3) Is the recommendation practical and reasonable for implementation?
2.3.5 Reporting Phase (Pelaporan)
Pada tahap ini, auditor ketaatan menyampaikan hasil dari pekerjaannya pada
pihak manajemen, yaitu apa yang telah dilakukan auditor ketaatan selama audit dan
apa hasil yang diperoleh dari pelaksanaan audit tersebut. Tujuan dasar dari laporan
audit ketaatan ini adalah :
a. Menyediakan informasi yang bermanfaat dan tepat waktu mengenai
kekurangan atau kelemahan dalam kegiatan ketaatan yang signifikan dan
kegiatan lainnya.
b. Merekomendasikan perbaikan.
Laporan audit ini merupakan kesempatan bagi auditor ketaatan untuk
mendapatkan perhatian dari pihak manajemen, kesempatan untuk menunjukan
kepada pihak manajemen manfaat dari audit ketaatan dan menunjukan apa yang
dapat diperoleh dari audit ketaatan.
2.4 The International Organization for Standardization (ISO)
Organisasi Internasional untuk Standardisasi (International Organization for
Standardization disingkat ISO atau Iso) adalah badan penetap standar internasional
yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standar nasional setiap negara. Pada
awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi
sekarang lebih sering memakai singkatan ISO, karena dalam bahasa Yunani isos
berarti sama (equal). Penggunaan ini dapat dilihat pada kata isometrik atau isonomi.
Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial
dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada
awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional
untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi,
ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya.
Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya
dari 130 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan
Kelompok Kerja (WG).
Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk
menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar
nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-
pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan
hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu
badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.
ISO bekerja sama dengan Komisi Elektroteknik Internasional (IEC) yang
bertanggung jawab terhadap standardisasi peralatan elektronik.
Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk:
• Meningkatkan citra perusahaan
• Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan
• Meningkatkan efisiensi kegiatan
• Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan,
pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)
• Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam hal pengelolaan lingkungan
• Mengurangi resiko usaha
• Meningkatkan daya saing
• Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai
pihak yang berkepentingan
• Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal
2.4.1 ISO 9001 : 2000
ISO 9001 : 2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen
kualitas. ISO 9001: 2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi
untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas, yang bertujuan
untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat
merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan, dimana organisasi yang dikontrak itu
bertanggung jawab untuk menjamin kualitas dari produk-prodk tertentu,
sebagaimana ditentukan oleh organisasi.
ISO 9001 : 2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk. Tidak ada kriteria
penerimaan produk dalam ISO 9001 : 2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi
suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO 9001 : 2000 hanya merupakan
standar sistem manajemen kualitas. Dengan demikian apabila ada perusahaan yang
mengiklankan bahwa produknya telah memenuhi standar internasional, itu
merupakan hal yang salah dan keliru, jarena seyogianya manajemen perusahaan
hanya boleh menyatakan bahwa sistem manajemen kualitasnya yang telah
memenuhi standar internasional bukan produk berstandar internasional, karena tidak
ada kriteria pengujian produk dalam ISO 9001 : 2000.
2.4.2 Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 : 2000
Manfaat dari penerapan ISO 9001 : 2000 telah diperoleh perusahaan.
Menurut Vincent (2006) beberapa manfaat dapat dicatat sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan kualitas
yang terorganisasi dan sistematik. Proses dokumentasi dalam ISO 9001 : 2000
menunjukam bahwa kebijakan, prosedur, dan instruksi yang berkaitan dengan
kualitas telah direncanakan dengan baik.
2. Perusahaan yang telah bersetifikat ISO 9001 : 2000 diijinkan untuk
mengiklankan pada media massa bahwa sistem manajemen kualitas dari
perusahaan itu telah diakui secara internasional. Hal ini berarti meningkatkan
image perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global.
3. Audit sistem manajemen kualitas dari perusahaan yang telah memperoleh
sertifikat ISO 9001 : 2000 dilakukan secara periodik oleh registrar dari lembaga
registrasi, sehingga pelanggan tidak perlu melakukan audit sistem kualitas. Hal
ini akan menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem kualitas oleh
pelanggan.
4. Perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 9001 : 2000 secara otomatis
terdaftar pada lembaga registrasi, sehingga apabila pelanggan potensial ingin
mencari pemasok bersertifikat ISO 9001 : 2000, akan menghubungi lembaga
registrasi. Jika nama perusahaan itu telah terdaftar pada lembaga registrasi
bertaraf internasional, maka hal itu berarti terbuka kesempatan pasar baru.
5. Meningkatkan kualitas dan produktivitas dari manajemen melalui kerjasama dan
komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten, serta
pengurangan dan pencegahan pemborosan karena operasi internal menjadi lebih
baik.
6. Meningkatkan kesadaran kualitas dalam perusahaan.
7. Memberikan pelatihan secara sistematik kepada seluruh karyawan dan manajer
organisasi melalui prosedur-prosedur dan instruksi-instruksi yang terdefinisi
secara baik.
8. Terjadi perubahan positif dalam hal kultur kualitas dari anggota organisasi,
karena manajemen dan karyawan terdorong untuk mempertahankan sertifikat
ISO 9001 : 2000 yang umumnya hanya berlaku selama tiga tahun.
2.4.3 Langkah-langkah Membangun dan Mengembangkan Manajemen
Kualitas
Dalam setiap lingkungan, pelaksanaan proses yang konsisten merupakan
kunci untuk peningkatan terus-menerus yang efektif agar selalu memberikan produk
yang memenuhi kebutuhan pelanggan dalam pasar global. Terdapat beberapa
langkah untuk menerapkan suatu sistem manajemen kualitas (QMS). Urutan-urutan
yang diberikan disini hanya merupakan suatu pentunjuk, yang dapat saja dilakukan
bersama atau dalam susunan yang tidak harus berurut, tergantung pada kultur dan
kematangan organisasi, tetapi semua langkah ini harus diperhatikan secara serius
dan konsiste. Menurut Gaspersz (2006 : 10), adapun langkah-langkah dalam
membangun dan mengembangkan manajemen kualitas tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Memutuskan untuk mengadopsi suatu standar sistem manajemen kualitas yang
akan diterapkan.
Standar-standar sistem manajemen kualitas itu dipilih berdasarkan dan sesuai
dengan kebutuhan pelanggan. Berkaitan dengan hal ini, sistem manajemen
kualitas ISO 9001 : 2000 dapat dipilih.
2. Menerapkan suatu komitmen pada tingkat pemimpin senior dari organisasi.
Implementasi dari sistem manajemen kualitas membutuhkan komitmen dari
manajemen organisasi dan semua standar sistem manajemen kualitas
membutuhkan komitmen ini agar dapat didokumentasikan yang biasanya dalam
bentuk Persyaratan Kebijakan Kualitas Organisasi. Komitmen organisasi
terhadap kualitas dapat ditunjukan sejak awal melalui penandatanganan
pernyataan Kebijakan Kualitas Organisasi, dan berikutnya diikuti oleh sikap
dan perilaku manajemen yang konsisten dalam menerapkan prosedur-prosedur
kerja. Pernyataan Kebijakan Kualitas Organisasi dapat didefinisikan sebagai :
“suatu deklarasi bertandatangan yang dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin
organisasi yang menyatakan komitmen organisasi terhadap suatu sistem
manajemen kualitas (QMS) tertentu.”
3. Menetapkan suatu kelompok kerja atau komite pengarah yang terdiri dari
manajer-manajer senior.
Semua manajer senior harus berpartisipasi aktif dan paham secara benar tentang
persyaratan-persyaratan standar dari sistem manajemen kualitas itu. Penting
untuk menunjuk seorang koordinator yang secara resmi akan mengembangkan
program sistem manajemen kualitas itu. koordinator harus diberi wewenang
untuk mengkoordinasikan pertemuan-pertemuan manajemen. Seorang
koordinator tidak perlu harus ahli dalam bidang manajemen kualitas, meskipun
akan lebih baik apabila orang ini memahami sistem manajemen kualitas.
Disarankan pula agar koordinator ini juga menjadi Wakil Manajemen
(Management Representative).
4. Menugaskan wakil manajemen (Management Representative).
Organisasi harus menugaskan atau mengangkat secara resmi seorang Wakil
Manajemen, yang bebas dari tanggung jawab lain, serta harus mendefinisikan
wewenang dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa persyaratan-persyaratan
standar dari sistem manajemen kualitas itu ditetapkan dan dipelihara. Wakil
Manajemen ini harus melapor kepada manajemen senior agar menjamin bahwa
persyaratan-persyaratan standar dari sistem manajemen kualitas itu tidak
dilanggar oleh fungsi-fungsi lain.
5. Menetapkan tujuan-tujuan kualitas dan implementasi sistem.
Tidak ada metode baku atau tunggal dari implementasi sistem manajemen
kualitas dalam organisasi. Bagaimanapun, program implementasi harus
merupakan tanggung jawab dari semua anggota organisasi dan dilakukan secara
benar sejak awal. Dalam kasus pengembangan dokumentasi, maka program
implementasi juga harus dari atas ke bawah. Manajemen dan tim supervisor
harus efektif dalam hal penerapan sasaran dan tujuan, komunikasi, koordinasi,
perencanaan, dan pemantauan agar mencapai manfaat maksimum dari
implementasi sistem manajemen kualitas itu.
6. Meninjau ulang sistem manajemen kualitas yang sekarang.
Berkaitan dengan hal ini perlu dilakukan suatu audit sistem atau penilaian
terhadap sistem manajemen kualitas yang ada. Perlu membandimgkan sistem
yang sekarang dengan persyaratan-persyaratan standar sistem manajemen
kualitas yang akan diterapkan. Setiap penyimpanan atau perbedaan harus
diperbaiki.
7. Mendefinisikan struktur organisasi dan tanggung jawab.
Pengembangan suatu sistem manajemen kualitas menghadirkan suatu
kesempatan ideal untuk mana suatu organisasi melakukan evaluasi terperinci
dan meninjau ulang struktur manajemen yang ada. Demikian pula peranan
untuk setiap personel di dalam organisasi dapat dinilai dan jika perlu
direstrukturisasi. Deskripsi pekerjaan harus disiapkan untuk semua personel
kunci. Perlu menggunakan suatu format standar, meskipun bukan merupakan
suatu hal yang mutlak. Deskripsi pekerjaan harus : (1) disusun berdasarkan
fungsi atau posisis, bukan individual, (2) merupakan dokumen umum apabila
terdapat sejumlah personel memiliki fungsi yang sama, dan (3) mengidentifikasi
individual dan persyaratan kualifikasi untuk mereka serta harus dipastikan
bahwa mereka memahami dan menyetujui terhadap wewenang dan tanggung
jawab yang didefinisikan itu.
8. Menciptakan kesadaran kualitas pada semua tingkat dalam organisasi.
Kesadaran kualitas dapat dibangkitkan melalui serangkaian pelatihan tentang
kualitas guna menjawab pertanyaan-petanyaan : apa itu kualitas?, mengapa
perlu memiliki sistem manajemen kualitas?, apa itu manual kualitas?, mengapa
harus mendokumentaskan sistem manajemen kualitas dalam prosedur-prosedur
sistem dan prosedur-prosedur kerja terperinci?, apa itu kebijakan kualitas
organisasi?, mengapa memerlukan kerjasama dalam implementasi sistem
manajemen kualitas?, dan lain-lain.
9. Mengembangkan peninjauan ulang dari sistem manajemen kualitas dalam
manual kualitas.
Hal ini berkaitan dengan peninjauan ulang secara singkat dari sistem
manajemen kualitas itu dan apakah kebijakan dan dokumen-dokumen yang
diperlukan telah lengkap dan tersusun dalam sistem manajemen. Semua ini
merupakan dokumen-dokumen resmi (terkendali) dari organisasi yang dapat
ditunjukkan kepada pelanggan dan pihak-pihak yang berwenang melakukan
audit untuk proses sertifikasi formal dari sistem manajemen kualitas itu.
Dokumen ini akan merupakan obyek untuk diperiksa dalam proses audit sistem
manajemen kualitas.
10. Menyepakati bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur-
prosedur.
Berkaitan dengan hal ini perlu mengembangkan suatu diagram alir dari aktivitas
bisnis organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang akan mempengaruhi
keberhasilan organisasi. Aktivitas-aktivitas kritis ini perlu didokumentasikan
dalam bentuk prosedur-prosedur dan selanjutnya memastikan bahwa fungsi-
fungsi dan aktivitas itu dikendalikan oleh prosedur-prosedur kerja.
11. Mendokumentasikan aktivitas terperinci dalam posedur operasional atau
prosedur terperinci.
Hal ini berkaitan dengan dokumen-dokumen spesifik terhadap produk, aktivitas-
aktivitas atau proses-proses dan harus ditempatkan pada lokasi kerja sehingga
mudah dibaca oleh karyawan atau pekerja yang terkait.
12. Memperkenalkan dokumentasi.
Sekali manual kualitas dan prosedur-prosedur telah disetujui, maka
implementasi dari praktek-praktek sistem manajemen kualitas pada tingkat
manajemen dapat dilakukan. Distribusi dari dokumen harus disebarkan kepada
semua area di mana prosedur-prosedur itu akan diterapkan dan memastikan
bahwa manajer-manajer akan bertanggung jawab dalam program implementasi
prosedur-prosedur itu. Jika diperlukan, perlu diberikan pelatihan yang sesuai
berkaitan dengan implementasi prosedur-prosedur itu. Hal ini sangat penting
karena semua dokumen harus dipahami secara benar sebelum prosedur-prosedur
itu secara formal diadopsi untuk penggunaan dalam hal sistem manajemen
kualitas.
13. Menetapkan partisipasi karyawan dan pelatihan dalam sistem.
Tahap ini akan menjadi sangat penting untuk keberhasilan dan efisiensi dari
sistem manajemen kualitas. Hal ini menjadi kritis dan harus dipastikan setiap
orang dalam organisasi menyadari bahwa sistem manajemen kualitas akan
mempengaruhi aktivitas kerja mereka. Jika berhasil, pada tahap ini sistem
manajemen kualitas akan mengendalikan sekitar 85% dari aktivitas kerja dan
hanya menyisakan sekitar 15% pada pengendalian yang didasarkan pada orang.
Transformasi sistem manajemen kualitas akan ditentukan pada tahap ini apakah
berhasil atau gagal total.
14. Meninjau ulang dan melakukan audit sistem manajemen kualitas.
Peninjauan ulang sistem manajemen kualitas diperlukan untuk menjamin
kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan standar dari sistem manajemen
kualitas itu. Adalah penting bahwa setelah implementasi, organisasi harus
melakukan peninjauan ulang oleh manajemen senior dalam periode waktu yang
teratur guna menjamin status dan ketepatan dari sistem manajemen kualitas
sesuai persyaratan-persyaratan standar. Jaminan terhadap kelanjutan kesesuaian
dan efektivitas dari sistem manajemen kualitas sangat penting. Setelah program
implementasi sistem manajemen kualitas, langkah berikut adalah peningkatan
kualitas terus-menerus. Perlu dipahami bahwa implementasi bukan akhir dari
program, tetapi merupakan awal dari penerapan manajemen kualitas secara
terorganisasi dan sistematik. Pada dasarnya total quality management (TQM)
terdiri dari dua aspek pokok, yaitu : (1) sistem manajemen kualitas, dan (2)
peningkatan kualitas terus-menerus. Untuk peningkatan kualitas terus-menerus
perlu mengikuti tahap-tahap berikut : (1) menerapkan proyek peningkatan
spesifik, (2) meninjau ulang praktek-praktek manajemen, (3) menetapkan sistem
tindakan korektif, dan (4) melakukan proses audit terhadap sistem manajemen
kualitas. Tahap-tahap ini akan menjamin peningkatan kualitas terus-menerus.
2.4.4 Persyaratan Standar atas Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 : 2000
Klausul 8.2.2 Audit Internal
Karena sistem manajemen kualitas ISO 9001 : 2000 merupakan sistem
manajemen kualitas yang berfokus pada proses dan pelanggan, maka pemahaman
terhadap persyaratan-persyaratan standar dari ISO 9001 : 2000 ini akan membantu
organisasi dalam menetapkan dan mengembangkan sistem manajemen kualitas
secara sistematik untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan peningkatan proses
terus-menerus.
Klausul-klausul ISO 9001 : 2000 yang penting dan harus diperhatikan oleh
manajemen organisasi, khususnya audit internal akan dibahas berikut ini :
Klausul 8.2.2 Audit Internal
Menurut klausul ini, organisasi harus melaksanakan audit terhadap sistem
manajemen kualitas, agar menjamin bahwa sistem manajemen kualitas telah sesuai
dengan persyaratan-persyaratan, serta telah diimplementasikan dan dipelihara secara
efektif.
Kesesuaian dan efektivitas dari sistem manajemen kualitas merupakan
tanggung jawab manajemen. bagaimanapun implementasi yang efektif dari
persyaratan-persyaratan dalam Standar Internasional ISO 9001 : 2000, harus diuji
lebih sering daripada hanya mengandalkan peninjauan ulang oleh manajemen.
Program audit internal organisasi, termasuk setiap jadwal, harus berdasarkan
pada status dan kepentingan dari aktivitas yang diaudit, hasil-hasil audit terdahulu,
dan ukuran-ukuran sistem yang lain.
Program audit internal harus mencakup hal-hal berikut agar sesuai :
a) Perencanaan dan penjadwalan aktivitas-aktivitas spesifik dan area yang diaudit,
juga berdasarkan pada input lain termasuk perubahan-perubahan organisasional,
umpan-balik pelanggan termasuk keluhan-keluhan pelanggan, laporan-laporan
nonkonformans, dan survey.
b) Penugasan personel, bebas dari tanggung jawab langsung terhadap aktivitas
yang diaudit, dengan kualifikasi yang tepat untuk melakukan audit.
c) Suatu daftar periksa yang digunakan guna memberikan landasan yang konsisten
untuk proses audit.
d) Menindaklanjuti (Follow Up) hasil-hasil dari audit terdahulu.
e) Laporan audit berisi hasil-hasil audit.
Laporan audit internal harus mencakup :
a) Aktivitas dan area yang diaudit,
b) Ketidaksesuaian atau kekurangan-kekurangan yang ditemukan,
c) Tindakan korektif yang diambil sebagai hasil dari audit sistem kualitas
terdahulu yang menentukan ketidaksesuaian,
d) Kesempatan-kesempatan untuk peningkatan (Improvement).
2.5 Persediaan
Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun
perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,
para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu
waktu tidak dapat memenuhi para pelanggannya.
Hal ini bisa saja terjadi, karena tidak selamanya barang-barang atau jasa-jasa
tersedia pada setiap saat, yang berarti pula bahwa pengusaha akan kehilangan
kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya ia dapatkan. Jadi persediaan
sangat penting untuk setiap perusahaan, baik yang menghasilkan suatu barang
maupun jasa.
2.5.1 Pengertian Persediaan
Persediaan menurut Kieso dan Weygandt (2008 : 402) adalah :
’’Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk
dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau
dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual, investasi dalam
persediaan biasanya merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan
barang dagang (ritel) dan manufaktur.’’
Menurut Freddy Rangkuti (2002 : 2), persediaan adalah :
“Merupakan sejumlah bahan-bahan. Bagian-bagian yang disediakan dan
bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses
produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu.”
Sedangkan menurut SAK (2007 : 14,1) pengertian persediaan sebagai
berikut:
Persediaan adalah aset
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan.
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberi jasa.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa persediaan
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Perusahaan Manufaktur
a. Bahan baku dan bahan pembantu, yaitu barang yang akan menjadi barang
jadi.
b. Barang dalam proses (Work in process), merupakan barang yang sedang
dalam proses produksi, tapi pada tanggal yang bersangkutan barang tersebut
belum selesai dikerjakan.
c. Barang jadi, yaitu barang yang telah selesai diproduksi, namun belum terjual.
d. Barang pembantu, yaitu barang-barang yang digunakan untuk membantu
kelancaran produksi.
2. Perusahaan Dagang
Barang dagang yaitu barang-barang yang sudah siap untuk dijual. Barang ini
dibeli perusahaan dengan maksud untuk dijual kembali pada kegiatan normal
perusahaan.
3. Perusahaan Jasa
Bagi perusahaan jasa, persediaan meliputi biaya jasa, dimana pendapatan yang
bersangkutan belum diakui perusahaan.
2.5.2 Sistem Pencatatan Persediaan
Menurut Kieso dan Weygandt (2008 : 404) ada dua sistem pencatatan
persediaan, yaitu :
1. Perpetual Sistem
Dalam sistem ini, setiap perubahan dalam persediaan harus dicatat secara
kontinu. Setiap pembelian dan pengeluaran persediaan harus langsung dicatat
dalam perkiraan persediaan pada saat terjadi. Harga pokok persediaan langsung
dihitung pada saat pengeluaran barang. Jumlah persediaan barang yang ada
dapat diketahui dari catatan pemasukan dan pengeluaran barang tanpa harus
melaksanakan audit fisik. Sistem ini biasanya digunakan untuk perusahaan yang
mempunyai jenis persediaan barang sedikit dan harga pokoknya tinggi.
Perhitungan ini memang tidak perlu dalam sistem ini, namun umumnya tetap
dilakukan untuk menguji keakuratan catatan persediaan.
2. Periodik Sistem
Nilai persediaan tegantung pada hasil perhitungan fisik persediaan pada akhir
periode. Pada waktu terjadi pembelian, tambahan persediaan itu dimasukan ke
dalam perkiraan pembelian, bukan kedalam perkiraan persediaan. Demikian
juga jika terjadi penjualan, tidak dibuat ayat jurnal untuk mencatat harga pokok
barang yang akan dijual. Sistem pencatatan persediaan ini mengakibatkan nilai
persediaan tidak berubah sampai perhitungan fisik persediaan berikutnya
dilakukan.
Tabel 2.1
Pencatatan jurnal dengan menggunakan
sistem pencatatan periodik dan perpetual
PERIODIK PERPETUAL
KETERANGAN DEBET CREDIT KETERANGAN DEBET CREDIT
PEMBELIAN :
Purchase
Acc.Payable
XXX
XXX
PEMBELIAN :
Inventory
Acc.Payable
XXX
XXX
BIAYA
TRANSPORT :
Freight In
Cash
XXX
XXX
BIAYA
TRANSPORT :
Inventory
Cash
XXX
XXX
PENJUALAN :
Cash
Sale
XXX
XXX
PENJUALAN :
Cash
Sale
COGS
Inventory
XXX
XXX
XXX
XXX
PEMAKAIAN
BAHAN :
Work in Process
Inventory
XXX
XXX
PEMAKAIAN
BAHAN :
Work in Process
Inventory
XXX
XXX
PEMAKAIAN
NONBAHAN :
Work in process
Applied
factory overhead
XXX
XXX
PEMAKAIAN
NONBAHAN :
Work in process
Applied
factory overhead
XXX
XXX
BARANG
SELESAI :
Finished good
inventory
Work in
process
XXX
XXX
BARANG
SELESAI :
Finished good
inventory
Work in
process
XXX
XXX
2.5.3 Metode Penilaian Persediaan
Menurut Warren Reeve Fess (2006 :459-473) metode penilaian persediaan
meliputi :
1. Berdasarkan harga perolehan (Based on cost valuation)
a. Sistem Perpetual
1) First In First Out Method (Metode pertama masuk pertama keluar)
Menurut metode ini, persediaan barang yang pertama kali dibeli harus
digunakan atau dijual terlebih dahulu, sehingga yang dinilai sebagai
persediaan akhir adalah persediaan yang dibeli kemudian.
2) Last In First Out Method (Metode terakhir masuk pertama keluar)
Menurut metode ini, persediaan barang yang terakhir kali dibeli harus
digunakan atau dijual terlebih dahulu, sehingga yang dinilai sebagai
persediaan akhir adalah persediaan yang dibeli pertama kali.
3) Moving Average Cost Method (Metode rata-rata bergerak)
Biaya rata-rata per unit masing-masing barang dihitung setiap kali
pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk
menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya
dilakukan dan rata-rata baru dihitung.
b. Sistem Periodik
1) First In First Out Method (Metode pertama masuk pertama keluar)
Biaya dimasukan dalam harga pokok penjualan sesuai dengan urutan
terjadinya. Barang yang pertama kali dibeli harus digunakan atau dijual
terlebih dahulu.
2) Last In First Out Method (Metode terakhir masuk pertama keluar)
Biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian paling akhir.
Barang yang terakhir kali dibeli harus digunakan atau dijual terlebih
dahulu.
3) Weighted Average Cost Method (Metode rata-rata tertimbang)
Biaya-biaya dibandingkan terhadap pendapatan sesuai dengan rata-rata
per unit harga pokok penjualan. Biaya rata-rata tertimbang per unit yang
sama digunakan dalam menentukan biaya persediaan pada akhir periode.
2. Berdasarkan pengganti harga perolehan (Based on replacement cost valuation)
a. Lower cost of market
Metode ini digunakan untuk menilai persediaan jika biaya penggantian suatu
persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya.
b. Estimation
1) Retail inventory method (Metode persediaan eceran)
Mengestimasikan biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga
pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran
dari barang dagang yang sama. Persediaan eceran ditentukan dengan
mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang
yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan
Tabel 2.2
Perhitungan dengan menggunakan metode persediaan eceran
Harga Pokok Harga
Jual/Eceran
Persediaan awal XXX XXX
Pembelian XXX XXX
Barang siap dijual XXX XXX
Penjualan (Bersih) (XXX)
Persediaan akhir XXX
2) Gross profit method (Metode laba kotor)
Menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode
dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Metode
laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan untuk laporan
keuangan bulanan atau triwulanan dalam sistem persediaan periodik.
Tabel 2.3
Perhitungan dengan menggunakan metode laba kotor
Pejualan (Bersih) XXX
HPP :
• Pembelian (Bersih) XXX
• Persediaan awal XXX
• Siap jual XXX
• Persediaan akhir (XXX) (XXX)
Laba kotor XXX
Metode penilaian persediaan diperlukan untuk menghitung persediaaan akhir
yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan yang akan dilaporkan dalam
laba/rugi. Dalam konsep akuntansi, penilaian persediaan dibahas dalam pengakuan
dan pengukuran.
Lima atribut pengukuran dalam penilaian persediaan, yaitu :
1. Biaya historis (Historical cost)
Atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayar untuk
mendapatkan aktiva sampai siap digunakan.
2. Biaya pengganti saat ini (Current cost/Replacement cost)
Atribut yang dibayar adalah uang kas atau setara kas yang akan dibayar untuk
memperoleh aktiva yang sejenis saat ini.
3. Nilai pasar saat ini (Current market value)
Atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas dan setara kas yang akan diperoleh
dengan menjual aktiva sekarang berdasarkan harga pasar yang berlaku saat ini.
4. Nilai realisasi bersih (Net realizable value)
Atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas dan setara kas yang akan diperoleh
dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar.
5. Nilai waktu uang saat ini dari arus kas massa depan (Present value of future
cash flows)
Atribut yang dinilai adalah nilai uang saat ini atau arus kas masuk bersih yang
diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva masa depan.
2.5.4 Pengelolaan Persediaan
Menurut Freddy Rangkuti (2002 :9), tujuan dari adanya pengelolaan
persediaan adalah untuk :
1. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
2. Agar pembentukan persediaan stabil.
3. Menghindari pembelian kecil-kecilan.
4. Pemesanan yang ekonomis.
2.5.4.1 Perencanaan Persediaan
Perencanaan persediaan pada dasarnya meliputi aktivitas sebagai berikut:
1. Penentuan tingkat persediaan yang dikehendaki
2. Penentuan waktu atau penjadwalan pemesanan atau produksi pemesanan
3. Penentuan persediaan minimal digudang.
4. Penentuan tempat penyimpanan persediaan untuk memenuhi kebutuhan yang
diproyeksikan
Persediaan bahan baku dalam suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah-
masalah jika tidak ada perencanaan yang baik. Misalnya untuk bagian yang besar
untuk memenuhi persediaan bahan baku untuk kegiatan produksi. Sebaliknya,
bagian keuangan melihat dari segi hilangnya suatu kesempatan untuk
menginvestasikan dana yang ditanam dalam persediaan pada bidang lain, sehingga
bagian ini akan berusaha menekan jumlah persediaan pada tingkat yang seminimal
mungkin. Karena itu, diperlukan suatu perencanaan yang baik sehingga dapat
menguntungkan perusahaan secara keseluruhan.
Agar tercapainya tujuan dari pengelolaan persediaan, maka perencanaan
persediaan harus mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Penentuan tingkat persediaan yang dikehendaki.
Cara ini dapat ditempuh dengan melakukan perhitungan EOQ (Economic Order
Quantity) yaitu merupakan penentuan jumlah pesanan pada setiap kali pesan
dengan biaya yang paling rendah. Untuk itu dilakukan usaha-usaha untuk
memperkecil biata-biaya pesanan (Ordering cost), biaya-biaya penyimpanan
(Carrying cost).
EOQ =
2. Penentuan waktu atau penjadwalan pemesana atau produksi pemesanan
Cara ini dapat ditempuh dengan melakukan perhitungan ROP (Reorder Point)
yaitu titik pemesanan yang harus dilakukan suatu perusahaan, sehubungan
dengan adanya lead time dan safety stock.
ROP =
3. Penentuan persediaan di gudang
Cara ini dapat ditempuh dengan menetapkan minimum persediaan yang harus
ada di gudang. Ini dilakukan agar tidak menghambat produksi yang dikarenakan
tidak adanya persediaan bahan baku, ataupun terjadi karena penggunaan
persediaan melebihi dari perkiraan.
4. Penentuan tempat penyimpanan persediaan untuk memenuhi kebutuhan yang
diproyeksikan.
Cara ini dapat ditempuh dengan menetapkan apakah persediaan akan
ditempatkan di gudang milik perusahaan atau perusahaan akan menyewa
gudang untuk mpenyimpanan persedian.
2.5.4.2 Pengendalian Persediaan
Sistem pengendalian persediaan dapat dibagi menjadi dua bentuk
pengendalain, yaitu :
1. Pengendalian Fisik Persediaan
a. Fungsi Pembelian
Pengendalian yang baik atas fungsi pembelian yang ada pada suatu
perusahaan menuntut adanya bagian pembelian yang terpisah dari bagian
penerimaan barang, pencatatan pada pembayaran. Harus ada wewenang dan
tanggung jawab khusus yang diberikan kepada bagian pembelian untuk
melakukan transaksi pembelian. Pembelian harus memuat secara jelas
meliputi jenis, jumlah dan kualitas yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
Permintaan pembelian ini harus disetujui oleh kepala bagian yang
bersangkutan atau oleh orang yang berwenang untuk menyetujui pembelian
itu, agar pembelian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Fungsi Penerimaan
Fungsi penerimaan barang haruslah terpisah dari fungsi pembelian dan
penyimpanan. Harus ada prosedur yang dapat memastikan bahwa jenis
kualitas, kuantitas dan harga barang yang diterima adalah benar dan sesuai
dengan pesanan pembelian.
c. Fungsi Penyimpanan
Fungsi penyimpanan barang harus terpisah dari fungsi pembelian dan
penerimaan. Sebaiknya disimpan di gudang supaya lebih aman dan
kualitasnya lebih baik dengan prosedur yang telah ditetapkan.
d. Perhitungan Pengeluaran
Semua pengeluaran barang dari gudang harus melewati prosedur yang telah
ditetapkan. Misalnya dengan menggunakan bon permintaan yang harus
ditandatangani pihak berwenang.
e. Perhitungan Fisik Persediaan
Pelaksanaan perhitungan fisik persediaan membantu perusahaan untuk
mengetahui jumlah persediaan sebenarnya dan apakah pengendaliannya
sudah cukup memadai dalam arti tidak terdapat perbedaan yang material
antara jumlah fisik persediaan dan catatan persediaan yang ada.
Pengendalian persediaan merupakan bagian penting dari pengelolaan
persediaan pada dasarnya meliputi aktivitas berikut :
1) Penetapan tingkat persediaan optimal dan prosedur tinjauan atas
pemeriksaan dan penyesuaiannya.
2) Penetapan tingkat pengendalian yang diperlukan untuk mencapai hasil
terbaik.
3) Perencanaan dan disain sistem pengendalian persediaan
2. Pengendalian Pencatatan Persediaan
Pengendalian fisik persediaan dapat dilakukan dengan adanya catatan akuntansi
yang baik, masing-masing pengelola barang harus dapat
mempertanggungjawabkan kuantitas barang yang dipercayakan kepadanya,
catatan harus dapat menunjukan berapa kuantitas barang yang diterima, yang
ada, dan yang dikeluarkan dari masing-masing gudang. Bila terjadi selisih, akan
mudah membatasi perhatian hanya pada daerah kecil saja, sehingga
penyebabnya lebih mudah ditentukan. Pencatatan akuntansi harus dapat
menggambarkan pergerakan barang saat terjadi transaksi. Laporan penerimaan
barang merupakan perwujudan akuntabilitas dan laporan pemindahan barang
dapat digunakan untuk mencerminkan pergerakan barang dari bagian
penerimaan ke bagian penyimpanan.
2.5.5 Audit Ketaatan atas Pengelolaan Persediaan
Audit ketaatan atas pengelolaan persediaan adalah penilaian sistematik dan
menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pengelolaan persediaan yang dilaksanakan
untuk memberikan penilaian terhadap cara kerja bagian pengelolaan persediaan,
sehingga nantinya diharapkan audit ketaatan atas pengelolaan persediaan ini dapat
dijalankan dengan baik dan dapat menunjang aktivitas perusahaan secara
menyeluruh. Dalam melaksanakan audit ini auditor mempunyai pemahaman atas
kebijakan, prosedur dan peraturan yang ditetapkan perusahaan dalam pengelolaan
persediaan, serta bagaimana pelaksanaannya.
Tujuan audit ketaatan atas pengelolaan persediaan adalah untuk membantu
manajemen perusahaan meningkatkan efektivitas pengelolaan persediaan melalui :
1. Penilaian atas prosedur pengelolaan persediaan dan mendeteksi berbagai
kemungkinan kelemahan yang ada didalamnya.
2. Penilaian atas ketaatan pelaksanaan prosedur pengelolaan persediaan terhadap
peraturan dan prosedur yang berlaku.
3. Pemberian saran dan rekomendasi perbaikan yang diperlukan.