eprints.unm.ac.ideprints.unm.ac.id/7371/1/1 bab i.docx · web viewpada umumnya, pembelajaran...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sifatnya krusial bagi setiap orang,
dimana dengan adanya pendidikan suatu kaum atau bangsa mempunyai dasar ilmu
pengetahuan. Selain itu, pendidikan mampu menumbuhkan kreatifitas kecerdasan,
dan pengetahuan yang berguna untuk dirinya sendiri (implisit). Hal ini selaras dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 yang menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan agama. Perkembangan zaman yang semakin maju dan
kompleks, pola berfikir masyarakat kita cenderung modern dan terbuka dalam
merespon pengetahuan yang baru, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi salah satunya adalah teknologi informasi, melihat perkembangan
tersebut peran guru sebagai tenaga pendidik sangat penting selain sebagai barometer
1
2
dalam mengarahkan pengetahuan, guru juga mempunyai peranan sebagai
pembimbing untuk peserta didik.
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan salah satu komponen penting dalam
pendidikan. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan penting yang besar
dan strategis. Selain itu guru mempunyai misi dan tugas yang berat. Karena gurulah
yang berhadapan langsung dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan
dan mengantarkan tunas-tunas bangsa ke puncak cita-cita.
Trianto (2009 : 4-5) mengemukakan bahwa Komisi tentang Pendidikan Abad
ke-21 (Commission on Education for the “21” Century), merekomendasikan empat
strategi dalam menyukseskan pendidikan: Pertama, learning to learn, yaitu
bagaimana pelajar mampu menggali informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan
informasi itu sendiri; Kedua, learning to be, yaitu pelajar diharapkan mampu untuk
mengenali dirinya sendiri, serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya; Ketiga,
learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi, untuk memunculkan ide yang
berkaitan dengan sainstek; dan Keempat, learning to be together, yaitu memuat
bagaimana kita hidup dalam masyarakat yang saling bersaing secara sehat dan
bekerja sama serta mampu untuk menghargai orang lain.
Arends (Trianto, 2009 : 7) mengemukakan : “It is strange that we expect
students to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve
3
problems yet seldom teach then about problem solving,” yang berarti dalam
mengajar, guru menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran
tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya
menyelesaikan masalah.
Marpaung (dalam Ediaman, 2010:7) mengungkapkan bahwa permasalahan
dalam pembelajaran matematika yakni (1) siswa hampir tidak pernah dituntut
mencoba strategi sendiri, atau cara alternatif dalam memecahkan masalah, (2) siswa
pada umumnya hanya duduk sepanjang waktu di atas kursinya, sangat jarang siswa
melakukan interaksi dengan siswa lain dalam proses pembelajaran yang sedang
berlangsung, (3) guru pada umumnya mengeluh bahwa siswa sulit memahami
matematika dan apabila ditanya suatu konsep atau proses, siswa tidak menjawab
dengan penuh keyakinan atau malah diam saja.
Pada umumnya, pembelajaran matematika yang dilakukan guru kepada siswa
adalah dengan tujuan siswa dapat mengerti dan menjawab soal yang diberikan oleh
guru, tetapi siswa tidak pernah atau jarang sekali dimintai penjelasan asal mula
mereka mendapatkan jawaban tersebut. Kurangnya kemampuan komunikasi siswa
dalam belajar matematika juga dapat dilihat dalam pembelajaran di kelas, misalnya
siswa dapat mengerjakan soal matematika yang diberikan, namun ketika ditanya
4
bagaimana langkah-langkah untuk mendapatkan hasilnya, siswa menjadi bingung dan
kesulitan dalam menjelaskan.
SMA Muhammadiyah Limbung sebagai salah satu satuan pendidikan yang
mengemban tugas meningkatkan kualitas pendidikan telah berupaya untuk
menyelaraskan diri dengan lembaga pendidikan lainnya. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, namun kenyataannya hasil
belajar yang diperoleh masih tergolong kategori rendah hal ini disebabkan karena
kesadaran peserta didik akan pentingnya belajar masih sangat kurang. Hal tersebut
nampak dari tugas-tugas rumah yang diberikan kadangkala mereka tak
mengerjakannya di rumah sedangkan pada saat pelajaran di jelaskan sering mereka
tak memperhatikannya. Menyadari kondisi inilah sehingga penulis mencoba mencari
jalan bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Langkah yang pertama penulis tempuh adalah mencari indikator-indikator
penyebab dari kondisi tersebut dengan melakukan observasi awal. Hasil observasi
menunjukkan bahwa rata-rata nilai yang diperoleh 67,20 dengan nilai tertinggi 82,30
dan nilai terendah 46,80 serta standar deviasi 3,00 dan standar ideal 10,00 dengan
KKM yang ditetapkan 75. Diantara 30 orang peserta didik hanya 13 orang atau
43,33% yang melampaui nilai KKM dan 17 orang 56,67% yang tidak mencapai
5
KKM yang ditetapkan. Dari hasil observasi ini pula teridentifikasi sikap peserta didik
seperti berikut:
1. Pada umumnya peserta didik kurang dikontrol belajarnya oleh orang tua di
rumah sehingga kurang termotivasi belajar matematika.
2. Kesadaran peserta didik untuk mengulang pelajarannya di rumah sangat
kurang hal ini disebabkan karena guru tidak memberi rangsangan belajar
matematika cukup,
3. Tugas-tugas yang diberikan tidak mampu memotivasi atau mendorong
semangat mereka untuk belajar lebih giat.
4. Peserta didik beranggapan pelajaran matematika adalah pelajaran yang
susah dipahami,
5. Pada saat pelajaran matematika berlangsung peserta didik, sering keluar
masuk kelas karena mereka merasa jenuh belajar.
6. Peserta didik kurang memperhatikan penjelasan guru, karena mereka
tidak dilibatkan secara aktif pada proses pembelajaran.
Pemilihan strategi pembelajaran dalam proses pembelajaran harus berorientasi
pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan
dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta situasi atau kondisi dimana
proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Ada beberapa metode dan teknik
6
pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru, tetapi tidak semuanya sama efektifnya
dapat mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karenanya, guru matematika berkewajiban
membekali siswa dengan kemampuan memecahkan masalah. Sejalan dengan hal
tersebut, Kurikulum 2006 menempatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika sebagai kemampuan yang dituju pada hampir setiap standar kompetensi
di semua tingkat satuan pendidikan (SD, SMP, dan SMA). Pada kurikulum 2006
kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dalam pembelajaran
matematika mencakup: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan
pemecahan masalah. Ketiga aspek kecakapan atau kemahiran matematika tersebut
dikembangkan sebagai hasil belajar dalam kurikulum 2006. Implikasi dari hal itu,
selama belajar matematika semestinya siswa dilatih untuk memecahkan masalah-
masalah matematika. Namun demikian pembelajaran pemecahan masalah matematik
di sekolah-sekolah masih banyak mengalami hambatan.
Masalah mendasar yang perlu diteliti adalah rendahnya prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran matematika terutama pada aspek mengkomunikasikan ide dan
pemecahan masalah. Salah satu yang diduga menjadi penyebab rendahnya
kemampuan guru terutama dalam pengelolaan pembelajaran yang relatif monoton,
kurang variatif, tidak terencana dengan baik, yang pada akhirnya proses pembelajaran
7
bersifat konvensional, monoton dan terkesan guru hanya “asal menjalankan tugas”
saja. Selain itu juga guru kurang inovatif dalam pengelolaan model pembelajaran.
Sutiarso (dalam Upu, 2003:7) mengungkapkan bahwa siswa pada umumnya
cenderung hanya menerima transfer pengetahuan dari guru dan guru pada umumnya
hanya sekedar menyampaikan informasi pengetahuan tanpa melibatkan siswa dalam
proses yang aktif dan generatif.
Komunikasi dan pemecahan masalah matematis merupakan bagian dari
berpikir matematis tingkat tinggi yang bersifat kompleks, karena itu pembelajaran
yang berfokus pada kemampuan tersebut memerlukan prasyarat konsep dan proses
dari yang lebih rendah. Artinya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
matematis siswa tidak ada tanpa kemampuan pemahaman yang baik. Hal ini meliputi
materi maupun cara mempelajari atau mengajarkannya. Untuk itu dalam
pembelajaran perlu dipertimbangkan tugas matematika serta suasana belajar yang
mendukung untuk mendorong kemampuan tersebut. Pertimbangan ini menyangkut
pengambilan keputusan pembelajaran yang digunakan di kelas yang diambil oleh
guru.
Tinggi rendahnya mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari nilai siswa tetapi
juga melalui proses pembelajaran untuk mendapatkan nilai tersebut. Pada dasarnya
8
semua siswa memiliki potensi untuk mencapai kompetensi. Kalau sampai mereka
tidak mencapai kompetensi, bukan lataran mereka tidak mempunyai kemampuan
untuk itu, namun lebih banyak karena mereka tidak disediakan pengalaman belajar
yang relevan dengan keunikan masing-masing karakteristik individual. Meksipun
siswa itu unik karena memiliki keragaman karakteristik, mereka memiliki kesamaan
karena sama-sama memiliki rasa ingin tahu (coriosty), sikap kreatif (creativity), sikap
sebagai pelajar aktif (aktive learner), dan sikap sebagai seorang pengambil keputusan
(decision maker). Dalam belajar, pemahaman materi hanya 10% dari apa yang
dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang
didengar dan dilihat, 70% apa yang dikatakan dan 90% dari apa yang dilakukan dan
dikatakan (Depdiknas, 2003). Melihat kenyataan dan permasalahan-permasalahan
yang ditemukan pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Limbung, maka melalui
penelitihan tindakan kelas ini peneliti mencoba menerapkan suatu strategi
pembelajaran kooperatif dengan tipe yang inovatif. Salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang dirasakan cocok untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan di atas adalah strategi pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write
(TTW). Strategi pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menumbuhkembangkan keberanian siswa untuk bertanya dan mengemukakan
pendapatnya masing-masing.
9
Tipe pembelajaran think talk write menggunakan kelompok-kelompok kecil
dalam pembelajaran. Siswa dituntut untuk mau membaca, berpikir secara mandiri dan
mengungkapkan hasil pemikirannya melalui diskusi kelompok. Siswa akan terbiasa
untuk bekerja sama, berdiskusi dan berinteraksi dengan anggota kelompoknya
masing-masing. Dengan adanya keanekaragaman kemampuan anggota kelompok,
dalam mengerjakan tugas siswa dapat saling membantu sehingga lebih mudah
memahami materi. Dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe think
talk write diharapkan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
Dari uraian di atas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematika dan
pemecahan masalah matematika siswa perlu mendapat perhatian untuk lebih
dikembangkan, terutama sangat diperlukan dalam belajar matematika apalagi
menghadapi masalah kehidupan siswa.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematika dan pemecahan masalah,
tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran dipengaruhi
oleh pandangan pendidik terhadap makna belajar. Kurikulum yang padat,
menyebabkan pengajaran matematika di sekolah-sekolah cenderung didominasi oleh
proses (transfer knowledge) saja dan tidak memberikan kesempatan kepada siswanya
untuk menentukan sendiri ke arah mana ingin bereksplorasi dan menemukan
pengetahuan yang bermakna bagi dirinya. Rendahnya kemampuan komunikasi
10
matematika dan pemecahan masalah juga terjadi pada siswa kelas X SMA
Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa. Dari hasil observasi awal dan
wawancara dengan siswa diperoleh data bahwa sebagaian besar siswa dapat
menyelesaikan soal tetapi tidak mampu menjelaskan jawaban yang mereka berikan.
Sebagaian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal yang sudah diberikan contoh
penyelesaian, siswa hanya mengikuti langkah-langkah yang diberikan siswa pada
contoh soal. Siswa tidak dapat menjelaskan alasan dari setiap langkah yang mereka
kerjakan. Proses pembelajaran yang terjadi juga masih satu arah yaitu siswa sebagai
pusat pembelajaran. Hal ini terjadi karena kemampuan komunikasi matematika dan
pemecahan masalah mereka sangat rendah.
Pada kenyataannya pembelajaran matematika yang disampaikan kepada
siswa, setelah diberikan soal kemudian siswa menyelesaikan soal tersebut. Setelah
dikumpul dan diperiksa kembali hasil penyelesaian siswa tersebut ternyata dapat
diketahui bahwa selama ini pendidik hanya menggunakan metode ceramah. Ini
terbukti dengan mengetahui bahwa masih ada siswa yang bisa menulis tapi tidak
dapat menjelaskan jawabannya sedangkan ada siswa yang bisa menjelaskan atau
mengkomunikasikan jawabannya tapi tidak mampu menuliskannya. Siswa betul-betul
kesulitan menyelesaikan soal jika berbeda dengan contoh soal.
11
Pada strategi think talk write ini siswa dibiasakan dihadapkan dalam suatu
permasalahan. Sebelum menjawab dituntut untuk berpikir secara individu tentang
strategi penyelesaiannya kemudian membagi ide atau sharing kepada teman
kelompoknya tentang langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah tersebut,
kemudian menulis dengan bahasa sendiri. Jadi siswa akan mampu menyelesaikan
setiap permasalahan kemudian mengkomunikasikannya baik secara tertulis maupun
lisan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Peningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Matematika melalui Aplikasi Strategi Think Talk Write Pada Siswa Kelas X
SMA Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan komunikasi matematika melalui
aplikasi pembelajaran strategi think talk write pada siswa kelas X SMA
Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa?
12
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
melalui aplikasi pembelajaran strategi think talk write pada siswa kelas X
SMA Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa?
3. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran strategi
think talk write pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Limbung
Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini secara operasional adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan komunikasi matematika
melalui aplikasi pembelajaran strategi think talk write pada siswa kelas X
SMA Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa.
2. Untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika melalui aplikasi pembelajaran strategi think talk write pada siswa
kelas X SMA Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa.
3. Untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran
strategi think talk write pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah Limbung
Kabupaten Gowa
13
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara teoritis, manfaat secara teoritis yaitu memberikan gambaran yang jelas
pada siswa tentang strategi think talk write dalam rangka meningkatkan
kemampuan komunikasi matematika dan pemecahan masalah siswa.
2. Secara praktis
a. Manfaat bagi siswa yaitu dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika dan pemecahan masalah
b. Bagi siswa yaitu dapat digunakan sebagai informasi tentang pentingnya
peningkatan kemampuan komunikasi matematika dan pemecahan masalah
siswa melalui strategi think talk write dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan.
c. Bagi sekolah yaitu dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan
dalam meningkatkan hasil belajar matematika.
d. Bagi perpustakaan yaitu dapat dimanfaatkan sebagai perbandingan atau
referensi bagi penelitian berikutnya.
14
e. Bagi peneliti merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan
pemecahan masalah matematik pada berbagai jenjang pendidikan.
E. Batasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap beberapa istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, perlu diberikan batasan istilah sebagai berikut:
1. Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah matematika yang
diajarkan di jenjang SMA Kelas X, yaitu materi Geometri atau Bangun Ruang
Dimensi Tiga. Materi Geometri atau Bangun Ruang Dimensi Tiga adalah salah
satu topik yang diajarkan pada mata pelajaran Matematika di kelas X SMA
sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
2. Pembelajaran matematika adalah suatu upaya dalam menciptakan kondisi belajar
bagi siswa dengan menggunakan strategi yang melibatkan siswa dan guru secara
langsung baik mental, fisik, emosi, dan intelektual agar pemahaman konsep,
prisip dan keterampilan yang mendukung pencapaian kompetensi dasar pada
standar isi. Pembelajaran Matematika adalah seluruh rangkaian kegiatan siswa
dan guru yang telah dirancang untuk menjadikan siswa belajar matematika,
artinya berdasarkan rancangan tersebut guru memberikan bantuan kepada para
15
siswa agar mereka memperoleh pengetahuan atau informasi tentang matematika,
baik berupa fakta, konsep, prinsip, keterampilan, mengkomunikasikan ide dan
cara memecahkan masalah.
3. Kemampuan Komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam
menyampaikan gagasan matematika secara tertulis dengan indikator
(a) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis melalui
simbol, (b) kemampuan melakukan manipulasi matematika, dan
(c) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan matematika.
4. Kemampuan Pemecahan masalah (problem solving) matematika adalah
kemampuan dalam: (a) kemampuan memahami masalah, (b) kemampuan
merencanakan penyelesaian atau memilih strategi penyelesaian yang sesuai,
(c) kemampuan melaksanakan penyelesaian menggunakan strategi yang
direncanakan, (d) kemampuan memeriksa kembali kebenaran jawaban yang
diperoleh.
5. Strategi Think Talk Write merupakan rangkaian pembelajaran yang terdiri atas
tiga tahap yaitu :
a. THINK : Siswa secara individual dihadapkan pada permasalahan yang
disajikan dalam lembar kegiatan siswa. Disini siswa dituntut memahami
masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan penyelesaian yaitu tahap
16
berpikir dimana siswa secara individu membaca suatu teks berupa soal,
kemudian membut catatan kecil dari apa yang telah dibacanya. Catatan siswa
tersebut berupa apa yang diketahui dan tidak diketahui dari soal serta
bagaimana langkah-langkah penyelesaian masalah (Bansu & Usep Kuswari)
b. TALK : Siswa secara bersama-sama mendiskusikan langkah-langkah
penyelesaian pada tahap think. Disini siswa akan bertukar pendapat,
mengemukakan idenya masing-masing, yang telah ditulis pada tahap pikir.
Masing-masing siswa dapat mengoreksi kembali jawaban yang telah
dituliskan pada tahap think, yaitu tahap siswa menyampaikan ide yang
diperoleh pada tahap thik kepada teman kelompoknya dengan membahas hal-
hal yang diketahui, tidak diketahuinya serta langkah-langkah penyelesaian
masalah. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji ide-
ide dalam berdiskusi.
c. WRITE : Siswa menuliskan hasil diskusinya secara individu dengan
menggunakan kalimat sendiri, yaitu tahap siswa menuliskan ide-ide yang
diperolehnya pada kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas
langkah-langkah penyelesaian, dan solusi akhir dari masalah yang diberikan
serta memeriksa kembali jawaban yang diperoleh.
17
6. Respons siswa adalah pendapat dan tanggapan siswa tentang aspek-aspek
pembelajaran yang meliputi: buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS),
suasana kelas, dan tahap-tahap strategi pembelajaran think talk write.
7. Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan pengamatan, penyelidikan, pengalaman
yang dimiliki dan dilakukan sendiri oleh siswa yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan. Aspek-aspek aktivitas belajar siswa yang meliputi:
(a) mendengarkan, (b) memandang, (c) meraba, membau dan mengecap,
(d) menulis dan mencatat, (e) membaca, (f) membuat ikhtisar atau ringkasan,
(g) mengamati tabel-tabel, diagram-diagram, dan bagan-bagan, (h) menyusun
paper atau kertas kerja, (i) mengingat, (j) berpikir, (k) latihan atau praktik.