bab i.docx revisi 4
DESCRIPTION
bab 1TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Selama 5 tahun terakhir, WHO melansir ada lebih dari 1100 kejadian
infeksi di seluruh dunia (WHO, 2007). Infeksi dapat diakibatkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, ataupun parasit. Dalam
penanganannya penyakit infeksi biasanya diberikan antibiotika. Namun
demikian, banyak antibiotik yang sudah tidak efektif karena
mikroorganisme mengalami resistensi, khususnya bakteri.
Resistensi pada bakteri dapat terjadi karena gen bakteri yang
mengalami mutasi dan pemakaian antibiotika spektrum luas (broad
spektrum) secara berlebihan. Data Hospital Infections Program (1999,
disitasi oleh Dwiprahasto, 2005) menunjukan bahwa resistensi semakin
menyebar di berbagai area pelayanan kesehatan terutama ICU. Beberapa
bakteri multidrug resistant yang sering ditemukan di rumah sakit Indonesia,
terutama yang terkait infeksi nosokomial adalah Staphylococcus aureus,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinobacter
baumannii,dan Enterobacter spp (Radji et al., 2013).
European Epic Study menggambarkan pola resistensi
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa di ICU. Sejumlah
72% Staphylococcus aureus yang menyebabkan bakterimia berupa
methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Bahkan,
Pseudomonas aeruginosa memiliki pola resistensi yang bersifat multipel
terhadap gentamisin (46%), imipenem (21%), ceftazidime (27%),
ciprofloxacin (26%), dan ureidopenicilin (37%). Penelitian lain menemukan
bahwa Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa merupakan
bakteri penyebab kematian yang sangat tinggi di rumah sakit (Dwiprahasto,
2005).
sangat tinggi di rumah sakit (Dwiprahasto, 2005).
Staphylococcus adalah bakteri yang tersebar di seluruh duia dan
sering dikaitkan dengan infeksi terkait lingkungan rumah sakit. Methicillin
telah diketahui pada tahun 1960 sebagai betalaktam pertama yang resisten
penisilin dan kasus pertama dari methicilin resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) telah dilaporkan pada tahun 1961. Pengobatan terkait MRSA
adalah sebab utama dari infeksi nosokomial dunia, dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan disebabkan selain biaya kesehatan. MRSA juga
merupakan patogen nosokomial utama di Pakistan dan muncul di
masyarakat (Bukhari et al., 2011).
Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) penyebab infeksi
nosokomial akibat sifatnya yang secara alami berubah-ubah, kemampuan
bertahan hidup di lingkungan yang lembab, dan ketahanan terhadap banyak
antibiotik dan antiseptik. Masalah utama adalah munculnya multidrug
resistant P. aeruginosa strain tahan terhadap kelas agen antimikroba yang
berbeda. Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme ini sering parah,
mengancam kehidupan dan sulit untuk diobati karena tingginya frekuensi
resistensi antibiotik selama terapi. Tingginya tingkat resistensi multidrug
mungkin berhubungan dengan kehadiran substansi partikel antibiotik yang
memberikan ketahanan terhadap beberapa agen antimikroba (Adwan et al.,
2010).
Pada saat antibiotik pertama tidak dapat digunakan karena bakteri
sudah resisten, maka biasanya digunakan antibiotik lini kedua atau ketiga.
Kelemahan antibiotik lini kedua dan ketiga ialah harganya yang lebih mahal
dibandingkan dengan antibiotik lini pertama. Hal ini menyebabkan
diperlukannya obat-obat baru sebagai alternatif antimikroba yang efektif
terhadap bakteri, namun dengan harga yang lebih terjangkau. Penggunaan
obat herbal dari ekstrak tanaman obat dapat menjadi alternatif antimikroba
yang menjanjikan.
Tanaman obat telah menjadi sumber utama dari agen terapi untuk
pengurangan dan penyembuhan penyakit. Obat antimikroba yang ada dan
digunakan sekarang bisa dikatakan berharga lebih mahal dan memiliki lebih
banyak efek samping. Lebih dari itu, multidrug resistant menjadi isu
penting di era ini dan merumitkan pengobatan yang telah ada. Di sisi yang
lain, obat herbal relatif lebih murah dan memiliki sedikit efek samping. Obat
herbal dapat menjadi pelengkap opsi tatalaksana penyakit yang disebabkan
oleh bakteri dan jamur. Teh telah dikonsumsi di berbagai negara dan
dikenal sebagai minuman yang diketahui bermanfaat bagi kesehatan. Daun
teh dikenal dengan kemampuannya untuk melawan banyak
mikroorganisme (Archana & Abraham, 2011).
Partikel dari katekin yang dikandung teh hijau memiliki efek
antimikroba. Ada 4 katekin utama (polifenol) yang ditemukan di teh hijau,
yaitu epicatechin (EC), epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin
(EGC), and epigallocatechin-3-gallate (EGCG). 3 dari semuanya yakni
ECG, EGC, and EGCG memiliki efek antimikroba melawan beragam
mikroorganisme (Reygaert, 2014).
Penelitian dengan teh hijau segar sebagai antibakteri belum banyak
dilakukan, Michael (2012) dari Universitas Sumatera Utara membuktikan
bahwa teh hijau memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Namun, Michael (2012) masih menggunakan metode
ekstrak konvensional yang sangat mempengaruhi kandungan flavanoid dari
Camellia sinensis. Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) diketahui
sebagai metode ekstraksi teh hijau yang paling efektif yang menggunakan
gelombang mikro sehingga tidak mempengaruhi kandungan flavanoid teh
hijau.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, peneliti tertarik
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji ekstrak daun teh hijau
(Camellia sinensis) segar sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa secara in vitro dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) .
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, didapatkan rumusan
masalah yaitu:
“Apakah ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis) yang diperoleh
dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) mempunyai efek
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa?”
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui efek antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun teh
hijau (Camellia sinensis) segar yang diperoleh dengan metode Microwave
Assisted Extraction (MAE).
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efek antibakteri ekstrak daun teh hijau (Camellia
sinensis) segar yang diperoleh dengan metode Microwave Assisted
Extraction (MAE) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa.
b. Mengetahui perbedaan efek antibakteri ekstrak etanol daun teh
hijau (Camellia sinensis) yang diperoleh dengan metode Microwave
Assisted Extraction (MAE) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa.
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
a. Memberikan informasi kepada masyarakat luas akan manfaat
antibakteri pada ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis) segar
terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro dengan
metode Microwave Assisted Extraction (MAE).
b. Memberikan informasi kepada masyarakat luas akan manfaat
antibakteri pada ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis) segar
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa secara in vitro dengan
metode Microwave Assisted Extraction (MAE).
c. Sebagai pengembangan penelitian mengenai metode ekstraksi
Microwave Assisted Extraction (MAE).