bab i umur akhir hanya dipengaruhi oleh satu pendahuluan 1 ... · menjadi sebuah skala logaritma....

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang masih sangat banyak dipakai dalam pembangunan fisik. Harganya yang relatif murah dan kemudahan dalam pelaksanaannya membuat beton semakin tak tergantikan dalam dunia konstruksi. Namun selain keuntungan yang dimilikinya beton juga memiliki beberapa kekurangan seperti tegangan tarik yang rendah, daktibilitas rendah, dan keseragaman mutu yang bervariatif. Karena kekurangan yang dimiliknya maka diperluakan pengetahuan yang cukup luas,antara lain mengenai sifat bahan dasarnya, cara pembuatannya, cara evaluasi, dan variasi bahan tambahnya agar dapat meningkatkan fungsi beton itu sendiri menjadi lebih maksimal. Dalam pembuatannya, keseragaman kualitas beton sangat dipengaruhi oleh keseragaman bahan dasar dan metode pelaksanaan. Pada prakteknya dilapangan, umumnya beton yang disuplai oleh perusahaan pembuatan beton (ready mix) telah terjamin keseragaman bahan dasarnya. Untuk mendapatkan kualitas dan keseragaman beton sesuai seperti yang disyaratkan maka pelaksanakan pembuatan beton harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prosedur. Yang dimaksud dengan kualitas beton seperti yang disyaratkan disini adalah kuat tekan beton pada umur ke-28 hari. Oleh karena sebab-sebab diatas maka diperlukan adanya kontrol kualitas yang dapat mengetahui kemungkinan terjadinya output yang tidak sesuai dengan yang disyaratkan sedini mungkin. Salah satu cara mengontrol kualitas beton sedini mungkin terdapat dalam PBI 1971. PBI 1971 menggunakan koefisien faktor pengali kekuatan untuk mendapatkan dasar kuat tekan umur 28 hari. selain itu terdapat ketentuan apabila tidak ditentukan dengan percobaan maka untuk keperluan perhitungan-perhitungan kekuatan dan/atau pemeriksaan mutu beton, perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur terhadap beton yang berumur 28 hari dapat diambil menurut koefisien pada tabel 4. 1. 4(PBI 1971 bab 4.1(4)). Namun seiring adanya penelitian lanjut, pemakaian koefisien pengali kekuatan tadi dianggap sudah tidak tepat lagi karena kurang akurat. Menurut penelitian Ken W. Day (1995) terlihat bahwa kenaikan kekuatan beton dari umur muda hingga umur 28 hari sangat bervariasi. Oleh karena itu jika korelasi kekuatan beton umur awal terhadap umur akhir hanya dipengaruhi oleh satu koefisien nilai maka hasil yang didapatkan menjadi tidak akurat. Didasarkan oleh hal tersebut, Ken W. Day dalam bukunya “Concrete Mix Design, Quality Control and Specification” mengusulkan penggunaan metode kematangan (maturity method) untuk memperkirakan kekuatan beton umur 28 hari dengan menggunakan data kuat tekan beton di umur muda. Metode kematangan merupakan suatu metode perkiraan kuat tekan beton yang mengambil data temperatur beton umur muda hingga umur 28 hari sebagai dasar. Temperatur sebagai faktor yang menjadi dasar dari metode ini dianggap sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap kuat tekan beton karena temperatur merupakan faktor utama dalam laju perubahan hidrasi semen. Data-data histori dari temperatur disebut sebagai maturity index. Metode ini juga memiliki anggapan dasar bahwa beton dengan kematangan yang sama memiliki kekuatan yang sama. Dikarenakan anggapan dasar diatas maka diusahakan temperatur dalam proses pembuatan dan pelaksanaan beton dapat dioptimumkan agar beton memiliki kematangan yang baik. Salah satu tahapan dalam pembuatan dan pelaksanaan pembuatan beton yang mempengaruhi kematangan beton adalah tahap perawatan. Dalam panduan yang ada, dalam hal ini ASTM C 918-02 tentang “Standar Metode Tes untuk Menyelidiki Kuat Tekan Beton Umur Muda dan Memperkirakan Kekuatan Tekan Umur Selanjutnya” dan ASTM C 1074-98 tentang “Standar Percobaan untuk Memperkirakan Kekuatan Beton dengan Metode Kematangan”, metode perwatan benda uji yang digunakan adalah metode biasa yaitu dengan merendam beton kedalam air. Namun, pemakaian metode perawatan dengan uap (steam curing) dalam proses perawatan beton dipercaya dapat meningkatkan keakuratan dari maturity index. Steam curing merupakan metode perawatan yang telah diguanakan bertahun-tahun untuk mempercepat peningkatan kuat tekan beton. Karena laju hidrasi semen meningkat seiring dengan peningkatan temperatur, maka pencapaian kuat tekan beton dapat dipercepat dengan cara merawat beton dengan uap. Perawatan beton dengan uap dilakukan pada temperatur yang tinggi, karena itu beton yang dihasilkan memiliki kematangan yang lebih baik daripada beton yang dirawat dengan cara biasa. Dengan kematangan yang lebih baik, prediksi

Upload: lamhanh

Post on 07-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang masih sangat banyak dipakai dalam pembangunan fisik. Harganya yang relatif murah dan kemudahan dalam pelaksanaannya membuat beton semakin tak tergantikan dalam dunia konstruksi. Namun selain keuntungan yang dimilikinya beton juga memiliki beberapa kekurangan seperti tegangan tarik yang rendah, daktibilitas rendah, dan keseragaman mutu yang bervariatif. Karena kekurangan yang dimiliknya maka diperluakan pengetahuan yang cukup luas,antara lain mengenai sifat bahan dasarnya, cara pembuatannya, cara evaluasi, dan variasi bahan tambahnya agar dapat meningkatkan fungsi beton itu sendiri menjadi lebih maksimal.

Dalam pembuatannya, keseragaman kualitas beton sangat dipengaruhi oleh keseragaman bahan dasar dan metode pelaksanaan. Pada prakteknya dilapangan, umumnya beton yang disuplai oleh perusahaan pembuatan beton (ready mix) telah terjamin keseragaman bahan dasarnya. Untuk mendapatkan kualitas dan keseragaman beton sesuai seperti yang disyaratkan maka pelaksanakan pembuatan beton harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prosedur. Yang dimaksud dengan kualitas beton seperti yang disyaratkan disini adalah kuat tekan beton pada umur ke-28 hari. Oleh karena sebab-sebab diatas maka diperlukan adanya kontrol kualitas yang dapat mengetahui kemungkinan terjadinya output yang tidak sesuai dengan yang disyaratkan sedini mungkin.

Salah satu cara mengontrol kualitas beton sedini mungkin terdapat dalam PBI 1971. PBI 1971 menggunakan koefisien faktor pengali kekuatan untuk mendapatkan dasar kuat tekan umur 28 hari. selain itu terdapat ketentuan apabila tidak ditentukan dengan percobaan maka untuk keperluan perhitungan-perhitungan kekuatan dan/atau pemeriksaan mutu beton, perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur terhadap beton yang berumur 28 hari dapat diambil menurut koefisien pada tabel 4. 1. 4(PBI

1971 bab 4.1(4)). Namun seiring adanya penelitian lanjut, pemakaian koefisien pengali kekuatan tadi dianggap sudah tidak tepat lagi karena kurang akurat. Menurut penelitian Ken W. Day (1995) terlihat bahwa kenaikan kekuatan beton dari umur muda hingga umur 28 hari sangat bervariasi. Oleh karena itu jika korelasi kekuatan beton umur awal terhadap

umur akhir hanya dipengaruhi oleh satu koefisien nilai maka hasil yang didapatkan menjadi tidak akurat. Didasarkan oleh hal tersebut, Ken W. Day dalam bukunya “Concrete Mix Design, Quality Control and Specification” mengusulkan penggunaan metode kematangan (maturity method) untuk memperkirakan kekuatan beton umur 28 hari dengan menggunakan data kuat tekan beton di umur muda.

Metode kematangan merupakan suatu metode perkiraan kuat tekan beton yang mengambil data temperatur beton umur muda hingga umur 28 hari sebagai dasar. Temperatur sebagai faktor yang menjadi dasar dari metode ini dianggap sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap kuat tekan beton karena temperatur merupakan faktor utama dalam laju perubahan hidrasi semen. Data-data histori dari temperatur disebut sebagai maturity index. Metode ini juga memiliki anggapan dasar bahwa beton dengan kematangan yang sama memiliki kekuatan yang sama. Dikarenakan anggapan dasar diatas maka diusahakan temperatur dalam proses pembuatan dan pelaksanaan beton dapat dioptimumkan agar beton memiliki kematangan yang baik. Salah satu tahapan dalam pembuatan dan pelaksanaan pembuatan beton yang mempengaruhi kematangan beton adalah tahap perawatan. Dalam panduan yang ada, dalam hal ini ASTM C 918-02 tentang “Standar Metode Tes untuk Menyelidiki Kuat Tekan Beton Umur Muda dan Memperkirakan Kekuatan Tekan Umur Selanjutnya” dan ASTM C 1074-98 tentang “Standar Percobaan untuk Memperkirakan Kekuatan Beton dengan Metode Kematangan”, metode perwatan benda uji yang digunakan adalah metode biasa yaitu dengan merendam beton kedalam air. Namun, pemakaian metode perawatan dengan uap (steam curing) dalam proses perawatan beton dipercaya dapat meningkatkan keakuratan dari maturity index.

Steam curing merupakan metode perawatan yang telah diguanakan bertahun-tahun untuk mempercepat peningkatan kuat tekan beton. Karena laju hidrasi semen meningkat seiring dengan peningkatan temperatur, maka pencapaian kuat tekan beton dapat dipercepat dengan cara merawat beton dengan uap. Perawatan beton dengan uap dilakukan pada temperatur yang tinggi, karena itu beton yang dihasilkan memiliki kematangan yang lebih baik daripada beton yang dirawat dengan cara biasa. Dengan kematangan yang lebih baik, prediksi

2

kekuatan beton umur 28 hari dengan metode kematangan dapat menghasilkan output yang lebih akurat.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan pekerjaan konstruksi di lapangan akan menjadi lebih optimal. Hal ini disebabkan karena pelaksana dapat memeriksa kuat tekan beton terhadap persyaratan yang ada tanpa perlu menunggu waktu 28 hari dan memutuskan melakukan kegiatan selanjutnya berdasar hasil tersebut. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi kerja dari suatu kontraktor dengan signifikan yang tentu saja berimbas terhadap peningkatan keuntungan yang didapatkan. Selain itu, karena output yang dihasilkan lebih akurat maka quality control dan quality assurance terhadap pekerjaan beton menjadi semakin meningkat.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Permasalahan Utama Bagaimana memprediksi kekuatan beton

pada umur 28 hari dengan menggunakan data beton perawatan uap umur muda menggunakan metode kematangan agar didapatkan hasil yang akurat?

Detail Permasalahan 1. Bagaimana perubahan suhu beton

dengan perawatan uap? 2. Bagaimana hubungan perubahan suhu

dengan kematangan beton dengan perawatan uap?

3. Bagaimana hubungan kematangan beton dengan kuat tekan beton untuk beton dengan perawatan uap?

4. Apa hubungan kuat tekan beton umur muda pada beton dengan perawatan uap terhadap kuat tekan beton pada umur 28 hari?

5. Apakah prediksi kekuatan beton umur muda dengan perawatan uap terhadap kekuatan beton pada umur 28 hari menggunakan metode kematangan yang terdapat pada ASTM dapat dikatakan akurat?

1.3. TUJUAN TUGAS AKHIR

Dari permasalahan yang ada di atas, adapun tujuan yang hendak dicapai dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Tujuan Utama Dapat memprediksi secara akurat

kekuatan beton pada umur 28 hari menggunakan data umur muda beton dengan perawatan uap menggunakan metode kematangan.

Tujuan Detail 1. Mengetahui perubahan suhu beton

dengan perawatan uap. 2. Mengetahui hubungan perubahan suhu

dengan kematangan beton dengan perawatan uap.

3. Mengetahui hubungan kematangan beton dengan kuat tekan beton dengan perawatan uap .

4. Mengetahui hubungan kuat tekan beton umur muda pada beton dengan perawatan uap dengan kuat tekan beton pada umur 28 hari.

5. Mengetahui akurasi prediksi kekuatan beton dengan perawatan uap terhadap kuat tekan beton pada umur 28 hari menggunakan metode kematangan yang terdapat pada ASTM.

1.4. BATASAN MASALAH

Adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Beton yang ditinjau hanya beton normal dengan kuat tekan (f’c) 31 MPa, sehingga tidak meninjau beton mutu tinggi maupun beton dengan campuran aditif.

2. Metode kematangan yang dipakai untuk menghitung indeks kematangan hanya menggunakan rumusan tempereture-time-factor (TTF).

3. Penelitian ini hanya dilakukan pada skala laboratorium.

1.5. MANFAAT TUGAS AKHIR

Dengan adanya penelitian ini diharapkan perkiraan kuat tekan beton secara dini dapat lebih akurat sehingga pekerjaan konstruksi di lapangan akan menjadi lebih optimal. Selain itu, karena output yang dihasilkan lebih akurat maka quality control dan quality assurance terhadap pekerjaan beton menjadi semakin meningkat.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 METODE KEMATANGAN (MATURITY

METHOD)

Beton meningkat kekuatannya seiring waktu. Kecepatan peningkatannya semakin bertambah bila temperaturnya naik. Karenanya perlu diketahui hubungan antara kukuatan, waktu dan temperatur. Sehingga kita dapat mengetahui kekuatan beton setiap saatnya bila telah diketahui kekuatan pada suhu dan waktu-waktu tertentu.(Ken W Day, 2006). Dengan kata lain bila kita telah mendapatkan suatu per-samaan yang menghubungkan antara kekuatan beton, waktu dan temperaturnya maka kita dapat meprediksi kekuatan beton setiap saatnya. Untuk mendapatkan nilai persamaan inilah kita memakai metode kematangan yang terdapat pada ASTM C1074-98. Menurut ASTM C1074-98, metode kematangan (maturity method) adalah suatu teknik untuk estimasi kekuatan beton yang berdasar pada asumsi bahwa suatu sampel beton mencapai kekuatan yang sama jika sampel tersebut mencapai nilai indeks kamatangan yang sama. Indeks kematangan adalah suatu indikator kematangan yang dihitung berdasarkan data temperatur yang dihasilkan reaksi sementasi pada beton menggunakan fungsi kematanagan. Fungsi kematangan merupakan suatu persamaan metematika yang mempergunakan data temperatur yang dihasilkan reaksi sementasi pada beton saat periode perawatan (curing period) untuk menghitung suatu nilai/indeks yang mengindikasikan kematangan pada akhir periode. Kematangan (maturity) adalah gambaran perkembangan karakteristik beton berdasarkan reaksi sementasinya. Indeks kematangan dapat dihitung menggunakan dua metode, yang pertama adalah temperature-time factor dan yang kedua adalah metode equivalent age. Hubungan kuat tekan dan kematangan pada beton merupakan hubungan empiris antara kuat tekan dan indeks kematangan dari sampel benda uji yang telah didata perubahan temperaturnya berdasarkan waktu saat pengetesan kuat tekan beton. Pada dasarnya terdapat dua tujuan pemakaian metode kematangan ini dalam teknologi beton (Ken W. Day, 2006) yaitu :

1. prediksi kekuatan beton umur 28 hari dari umur mudanya.

2. pengetesan kekuatan beton di lapangan (in-situ test concrete)

Dari kedua tujuan ini yang akan lebih banyak dibahas nantinya dalam tugas akhir ini adalah tujuan yang pertama.

2.1.1 Temperatur-Time Factor (TTF)

Konsep ini telah dikembangkan di Inggris sekitar tahun 1950, yang dikemukakan oleh Nurse(1949) dan Saul(1951). Persamaan TTF ini adalah :

M(t) = Σ(Ta – T0).Δt (2.1) dimana :

M(t) adalah TTF pada waktu tertentu dengan satuan (oC-hari, oC-jam)

Δt adalah interval waktu dalam satuan jam atau hari.

Ta adalah rata-rata temperatur beton selama interval waktu Δt dengan satuan oC.

To adalah temperatur dasar (datum temperatur) dengan satuan oC.

Secara teori temperatur dasar merupakan temperatur dimana beton tidak mengalami penambahan kekuatan. Sehingga dapat diambil nilai -10 oC atau -11oC. Atau sering juga diambil nilai 0oC. (Ken W. Day,

2006).

2.2 PERAWATAN UAP (STEAM

CURING) Menurut Hansen (1970) pada buku

Sulistyo (1997), Yang dimaksud dengan metode perawatan uap (steam curing) adalah metode perawatan beton yang bertujuan untuk mempercepat pengerasan (mempercepat proses hidrasi), yang dilakukan dengan cara menaikkan temperatur lingkungan perawatan dengan media uap air. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode steam curing adalah periode perawatan, kecepatan kenaikan dan penurunan temperatur, tingginya temperatur serta lamanya waktu konstan.

2.2.1 Short Cycle Steam Curing Adalah curing dengan ururtan 2

jam pra-curing pada suhu 20° C lalu diikuti 90 menit untuk menaikkan suhu menjadi 80° C. kemudian suhu dibiarkan konstan selama 3 jam dan 90 menit berikutnya diturunkan menjadi 20° C. setelah perlakuan ini kekuatan beton pada umur 1 hari adalah dua kalinya daripada beton

4

yang dirawat pada suhu 20° C, dengan kerugian sekitar 10% pada kekuatan akhir.

2.2.2 Long Cycle Steam Curing

Adalah curing dengan urutan 2 jam pracuring pada suhu 20° C diikuti selama 5 jam suhu dinaikkan menjadi 80° C, dilanjutkan 3 jam curing konstan pada suhu 80°C, lalu 10 jam kemudian suhu diturunkan menjadi 20° C. setelah perlakuan ini kekuatan umur satu hari beton adalah dua setengah kali dari kekuatan beton yang dirawat pada suhu 20° C dengan kerugian sekitar 5% pada kekuatan akhir.

Gambar 2.1. Long cycle steam curing

2.3 PREDIKSI KUAT TEKAN UMUR 28

HARI DENGAN METODE

KEMATANGAN (ASTM C918-02)

Prediksi kekuatan umur 28 hari dapat dilakukan dengan adanya data-data beton pada umur muda, seperti yang ditunjukkan dalam ASTM C918-02. Persamaan umum untuk memprediksi kekuatan ini adalah :

mMbSS mM loglog (2.2) dimana :

SM adalah perkiraan kekuatan pada indeks kematangan M

Sm adalah nilai kekuatan tekan pada saat nilai kematanagan m

b adalah kemiringan garis M adalah nilai indeks kematangan pada

kondisi curing standar m indeks kematangan spesimen yang

dites pada umur muda Nilai konstanta b yang dipakai pada persamaan (2.4) dapat dicari melaui cara analisa regresi atau menggunakan plot manual. Urutan

langkahnya untuk analisa regresi adalah sebagai berikut :

a. Ubah skala nilai indeks kematangan (m) menjadi sebuah skala logaritma.

b. Plotkan nilai rata-rata kekuatan silinder uji terhadap nilai logaritmik dari indeks kematanagn (m)

c. Cari persamaan yang paling baik dari hasil plot tersebut. Nilai persamaan ini haruslah mengikuti bentuk seperti di bawah ini yaitu berupa persamaan garis linier.

mbaSm log (2.3) dimana :

Sm adalah kuat tekan pada m a adalah nilai intercept b adalah kemiringan garis m adalah indeks kematangan

Urutan langkah untuk plot manual adalah sebagai berikut : a. siapkan kertas semilog dengan nilai

ordinat (y) sebagai kuat tekan dan nilai absis (x) sebagai nilai maturity indeks.

b. Plot nilai kuat tekan berbanding dengan nila maturity indeksnya.

c. Gambarkan regresi garisnya dari nilai-nilai yang diplot sebelumnya.

d. Hitung kemiringan garisnya. Kemiringan garis adalah jarak vertikal, dalam satuan teganangan, dimulai dari awal sampai akhir satu siklus logaritmik dalam absis (x).

e. Nilai kemiringan garis ini adalah nilai b.

2.3 ANALISA STATISTIK HASIL

PREDIKSI

2.3.1. UJI HIPOTESIS SAMPEL TUNGGAL

Dalam upaya menarik kesimpulan dan mengambil keputusan, sering kali ada gunanya menetapkan asumsi-asumsi atau perkiraan-perkiraan mengenai populasi. Asumsi-asumsi seperti itu (yang mungkin salah atau juga benar) disebut sebagai hipotesis statistik. Secara umum suatu hipotesis statistik merupakan pernyataan mengenai distribusi probabilitas populasi. Hipotesis ini perlu diuji untuk kemudian diterima atau ditolak. Berdasarkan dengan hal tersebut, perlu dicegah terjadinya dua jenis kesalahan (error) dalam uji hipotesis, yaitu :

a. kesalahan jenis pertama (type-1 error) adalah bila menolak suatu hipotesis yang harusnya diterima.

5

b. kesalahan jenis kedua (type-2 error) adalah bila menerima suatu hipotesis yang harusnya ditolak.

Untuk mencegah hal tersebut maka uji hipotesis dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut. 2.3.1.1. Prosedur uji hipotesis

Terdapat tujuh langkah dalam prosedur pengujian. Urutan lang-kah tersebut adalah sebagai berikut.

1) Pernyataan hipotesis nol dan hipotesis altenatif

Hipotesis nol (H0) adalah asumsi yang akan diuji. Hipotesis nol dinyatakan dengan hubungan sama dengan. Jadi hipotesis nol menyatakan bahwa suatu parameter (mean, persentase, varians, dll) bernilai sama dengan nila tertentu. Hipotesis altenatif (Ha) adalah segala hipotesis yang berbeda dari hipotesis nol. Hipotesis alternatif merupakan kumpulan hipotesis yang diterima dengan menolak hipotesis nol. Pemilihan hipotesis alternatif ini tergantung pada sifatdari masala yang dihadpi.

2) Pemilihan tingkat kepentingan (level of significance), α

Tingkat kepentingan menyatakan suatu tingkat resiko melakukan kesalahan dengan menolak hipotesis nol. Dengan kata lain, tingkat kepentingan menunjukkan probabilitas maksimum yang ditetapkan untuk mengambil resiko terjadinya kesalahan jenis pertama. Dalam prakteknya, tingkat kepentingan yang biasanya yang digunaka adalah 0,05 dan 0,1. Jadi, dengan mengatakan bahwa hipotesis telah ditolak dengan tingkat kepentingan 0,05 artinya keputusan itu bisa salah dengan probabilitas 0,05.

3) Penentuan distribusi pengujian yang digunakan

Pada pengujian hipotesis juga digunakan distribusi-distribusi probabilitas teoritis, meliputi distribusi normal standard (z), distribusi-t, dan distribusi chi-kuadrat.

4) Pendefinisian daera-daerah penolakan kritis

Daerah penolakan atau daerah kritis adalah bagian daerah dari distribusi sampling yang dianggap tidak mungkin memuat suatu statistik sampel jika hipotesis nol (H0) benar. Sedangkan daerah selebihnaya disebut sebagai daerah penerimaan. Setelah tingkat kepentingan dinyatakan dan distribusi pengujian yang cocok dipilih,

dalam langkah ini perlu ditetapka batas-batas daerah penolakan dari distribusi sampling tersebut yang dinyatakan dalam satuan standard. Misalnya dalam hipotesis mengenai mean populasi, jika perbedaaan antara mean sampel dengan mea populasi yang diasumsikan dengan hipotesis nol µ0 memiliki nilai yang berbeda di dalam daerah penolakan (disebut juga memiliki perbedaan yang berarti/significant differen), maka hipotesis nol ditolak.

5) Pernyataan arturan keputusan (decision rule)

Suatu aturan keputusan adalah pernyataan formal mengenai kesimpulan yang tepat yang akan dicapai mengenai hipotesis nol berdasarkan hasil-hasil sampel. Format umum dari sebuah aturan keputusan adalah : tolak H0 jika perbedaan yang telah

distandarkan, misalnya antara dan µ0 , berada di daerah penolakan. Jika sebaliknya terima H0.

6) Perhitungan pada data sampel dan pengujian rasio uji (RU)

Setelah aturan-aturan dasar ditentukan untuk melak-sanakan pengujian, langkah selanjutnya adalah menganalisis data aktual. Sebuah sampel dikumpulkan, statistik sampel dihitung, dan asumsi parameter dilakukan (hipotesis nol). Kemudian suatu rasio uji (RU) dihitung, yang kemudian dijadikan sebagai dasar dalam menentukan apakah hipotesis akan diterima atau ditolak. Rasio uji (RU) ini adalah perbedaan antara statistik dan parameter asumsi yang dinyatakan dalam hipotesis nol yang telah distandarkan.

7) Pengambilan keputusan secara statistik Jika nilai rasio uji berada di daerah penolakan maka hipotesis nol ditolak. Prosedur pengujian hipotesis yang diuraikan di atas dapat digambarkan dalam diagram alir seperti gambar di bawah ini.

6

mulai

Hipotesis nol, H0Hipotesis alternatif, Ha

Penentuan kepentingan, α

Penentuan distribusi pengujian

Pendefinisian daerah-daerah kritis

Pernyataan aturan keputusan

Perhitungan data sampel dan rasio uji

Pengambilan keputusan

selesai

Gambar 2.7. Diagram alir prosedur umum

melakukan uji hipotsis.

Uji hipotesis mengenai mean populasi dibedakan atas dua jenis pengujian, yaitu :

1) Uji dua ujung (two-tailed test) 2) Uji satu ujung (one-tailed test)

Dalam penelitian ini yang aka dipakai adalah uji dua ujung. Rincian mengenai bagaimana analisanya akan dibahas sebagai berikut. Uji dua ujung adalah uji hipotesis yang menolak hipotesis nol jika statistik sampel secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai parameter populasi yang diasumsikan. Dalam hal ini hipotesis nol dan hipitesis alternatifnya masing-masing adalah sebagai berikut : H0 : µ = nilai yang diasumsikan Ha : µ ≠ nilai yang diasumsikan Dengan uji dua ujung ini akan ada dua daerah penolakan. Karena hipotesis nol akan ditolak jika nilai sampelnya terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka jumlah total resiko kesalahan dalam menolak H0 (disebut juga tingkat kepentingan) sebesar α akan terdistribusi secara merata di kedua ujung-ujung kurva distribusi. Jadi luas pada setiap daerah penolakan adalah α/2.

2.3.1.2. Uji dua ujung dengan deviasi standar

populasi diketahui.

Jika n > 30 atau jika deviasi standar populasi diketahui dan populasi terdistribusi secara normal, maka dapat digunakan tabel

distribusi normal standard (tabel z). Batas-batas daerah penolakan ditentukan dengan nilai z yang bersesuaian dengan probabilitas α/2 (ujung kiri) dan 1- α/2 (ujung kanan) Dalam uji hipotesis, batas penolakan biasanya dinyatakan dengan notasi zα yang menyatakan nilai numerik pada sumbu z dimana luas daerah di bawahkurva normal standard di sebelah kanan zα adalah α. Sebagai contoh, untuk α = 0,05, daerah penolakan di setiap ujung adalah α/2 = 0,05/2 = 0,025. Dengan melihat pada tabel distribusi normal standard (tabel z), dapat ditentuka bahwa nilai Z0,025 yang membatasi luas di bawah kurva di sebelah kanannya sebesar 0,025 (dengan kata lain, luas di bawah kurva di sebela kirinya sebesar 0,975) adalah 1,960. Jadi dinotsikan Z0,025 = 1,960. Maka batas-batas penolakan untuk tingkat kepentingan α=0,05 pada uji dua ujung ini ialah : Z0,025 = -1,960 dan + Z0,025 = +1,960 Maka secara umum aturan pengambilan keputusan pada uji dua ujung adalah : Tolak H0 dan terima Ha jika RU < - Z0,025

atau RU > + Z0,025, jika tidak demikian maka terima H0.

Sedangkan rasio uji (RU) untuk uji hipotesis dari mean populasi adalah :

(2.4)

Dimana : = mean sampel = mean asumsi yang dinyatakan pada

hipotesis nol = error standard distribusi sampling

Gambar 2.8. Daerah Penerimaan dan Penolakan uji dua ujung dengan populasi

terdistribusi normal. 2.3.1.3. Uji dua ujung dengan deviasi standar

populasi tidak diketahui.

Pada kenyataannya, deviasi standard populasi jarang diketahui. Oleh karena itu uji hipotesis dengan deviasi standar populasi yang tidak diketahui dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek berikut :

zα/2 -z,α/2 µ0

x RU

7

1) Distribusi sampling hanya dapat diasumsikan mendekati bentuk normal jika ukuran sampel n > 30, jika tidak pakai distribusi-t dengan terlebih dahulu data dicek normalitasnya.

2) Dalam perhitungan rasio uji (RU) digunakan errror standar estimasi, , dimana s =standar deviasi sampel.

Selebihnya prosedur dan langka yang dilakukan sama seperti dua ujujng dengan deviasi standard yang diketahui.

2.3.1.4. Nilai p pada uji hipotesis

Untuk lebih memberikan informasi mengenai kekuatan bukti dalam menolak atau menerima sebuah hipotesis nol dan memungkinkan setiap pengambil keputusan menarik kesimpulan pada tingkat kepentingan tertentu yang dipilihnya dalam sebuah uji hipotesis sering digunakan nilai p (p-value). Nilai p didefinisikan sebagai sebuah tingkat kepentingan yang teramati yang merupakan nilai tingkat kepentingan terkecil dimana hipotesis nol akan ditolak apabila suatu prosedur pengujian hipotesis tertentu digunakan pada data sampel. Dengan demikian , nilai p diperoleh dengan cara menentukan nilai tingkat kepentingan yang bersesuaian dengan nilai rasio uji hasil perhitungan. Setelah nilai p diperoleh, maka penarikan kesimpulan dalam uji hipotesis dilakuka dengan cara membandingkan nilai p tersebut dengan tingkat kepentingan α yang telah ditentuka sebelumnya dengan kriteria sebagai berikut : Jika nilai P ≤ α maka hipotesis nol

ditolak pada tingkat kepentingan α. Jika nilai P > α maka hipotesis nol

diterima pada tingkat kepentingan α. Secara ilustratif penetuan nilai p ditunjukkan oleh gambar berikut ini.

Gambar 2.9. Penentuan nilai p pada uji dua ujung.

2.3.2. PROGRAM BANTU SPSS UNTUK

ANALISA STATISTIK

Program aplikasi statistik SPSS (Statitical Pacage for Social Sciences) merupakan salah satu program yang relatif populer saat ini. program ini pada umumnya digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan riset atau bisnis dalam hal statistika atau manajemen data, khususnya dala penelitian dan analisis. Cara kerjanya adalah dengan membandingkan suatu data ke dalam suatu paket analisis. Keunggulan SPSS antara lain lebih mudah dalam penggunaan dan mudah dipahami. Selain itu SPSS merupakan suatu bagian integral tentang proses analisis, menyediakan kemampuan untuk akses data, persiapan dan manajemen data, analisis data, serta dalam hal pelaporan.

Untuk pelaksanaan analisa hipotesis dalam penelitian ini , diantaranya uji normalitas dan uji-t satu sampel akan digunakan program bantu SPSS versi 17.0. Program SPSS versi 17.0 dipilih karena versi ini adalah yang terbaru sehingga lebih lengkap fasilitas yang dimilikinya dibanding versi-versi sebelumnya dan lebih user-friendly.

2.4. KONTROL KUALITAS PEKERJAAN

BETON

Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai sifat kekuatan tekan yang khas, yaitu apabila diperiksa dengan sejumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. penyebaran dari hasil-hasil pemeriksaan ini akan kecil atau besar bergantung pada tingkat kesempurnaan dari pelaksanaanya. berbagai mutu pelaksanaan pada berbagai pekerjaan dicantumkan dalam tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1. Standar deviasi dikaitkan dengan

mutu pekerjaan beton. Standar deviasi S (MPa) Indikator QC

2.1 – 2.8 Istimewa 2.8 – 3.5 Baik 3.5 – 4.3 Sedang

> 4.3 Jelek (sumber : Pengendalian Mutu Beton Sesuai SNI, ACI,

dan ASTM oleh Pujo Aji dan Rachmat Purwono(2010)).

-RU

Nilai p

Nilai p = luas daerah di ujung kanan dan kiri yang dibatasi nilai rasio uji RU dan -RU

RU

8

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi sangat diperlukan dalam sebuah penelitian. Hal ini penting agar penelitian yang dilakukan dapat lebih terarah sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih optimum. Adapun metodologi penelitian yang akan di lakukan dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1. : Diagram Alir Secara

Keseluruhan

BAB IV

HASIL DAN ANALISA DATA

4.1. Umum

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil-hasil berikut kesimpulan selama pengerjaan tugas akhir penelitian yang mengenai hubungan suhu beton dan kuat tekannya, serta bagaimana cara memprediksi kuat tekan beton normal berdasarkan data suhu dan kuat tekan beton di umur muda. Metode hasil dan analisa data ini diawali dengan ditampilkannya tabel yang kemudian dijadikan grafik untuk kemudian dilakukan pembahasan.

9

4.2. Pembuatan Kurva Kematangan

4.2.1 Pendataan Suhu Beton

Pendatan suhu beton dilakukan dengan menggunakan alat pembaca suhu beton yang telah disiapkan sebelumnya. Alat ini telah disesuaikan untuk merekam suhu beton dengan interval waktu setiap 30 menit. Adapun dalam penelitian ini digunakan 6 sensor suhu, yang masing-masing sensor suhu dibenamkan di satu benda uji silinder beton ukuran 15 cm x 30 cm. Sensor yang dipakai memiliki kepekaan sebesar ±1⁰C, seperti yang disyaratkan untuk pemakaian metode kematangan dalam ASTM C1074-98. Selama penelitian ini pendataan suhu beton dilakukan sebanyak dua kali. Pendataan suhu pertama dilakukan pada sampel 1 benda uji beton yang kemudian akan digunakan untuk membuat kurva kematangan. Sedang pendataan yang kedua dilakukan pada sampel 2 benda uji beton yang kemudian digunakan untuk prediksi kuat tekan beton umur 28 hari. Pendataan suhu pertama dilakukan selama 8 hari dan yang kedua dilakukan selam 3 hari. Adapun pendatan suhu ini dilakukan dalam Laboratorium Struktur Teknik Sipil ITS yang mempunyai temperatur ruang saat perekaman suhu sebesar 35⁰C. Hasil dari pendataan suhu (rata-rata 6 buah sensor) selama 8 hari dari 6 benda uji beton dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.1. : Grafik perkembangan suhu

terhadap waktu (sampel 1) 4.2.2. Tes Kuat Tekan Untuk Pembuataan

Kurva Kematangan.

Selain pendataan suhu, juga dilakukan tes tekan benda uji beton. Tiap tes tekan digunakan 6 benda uji silinder beton dan dilakukan pada hari ke-1, 2, 4, 6, dan 8. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1. : Kuat tekan beton di berbagai umur

pengujian.

4.2.3. Pembuatan Kurva Kematangan

Variabel yang diperlukan untuk membuat kurva kemata-ngan adalah kuat tekan beton dan nilai indeks kematangan atau dalam hal ini nilai kumulatif Temperature Time Factor (TTF) di tiap umur tes tekan beton dilakukan. Kuat tekan beton di berbagai umur pengujian didapat dari tabel 4.21, sedangkan indeks kematangan dihitung dari hasil pencatatan suhu beton suhu dengan persamaan 2.1 dan harga datum temperatur (T0) adalah 0⁰C.

Pembuatan kurva kematangan bertujuan mencari nilai b, untuk digunakan pada persamaan 2.2. Berikut adalah hasil perekaman suhu beton dari umur 1 sampai dengan umur 28 hari, dan juga hasil kuat tekan untuk umur 1, 2, 4, 6 dan 8 hari. Indeks kematangan yang tidak lain adalah nilai temperature time factor (TTF) dihitung dengan rumus 2.1.

Gambar 4.2. Grafik kuat tekan rata-rata

terhadap kumulatif TTF.

10

Gambar 4.3. Grafik Kuat Tekan terhadap

kumulatif TTF (skala log). Besarnya nilai b adalah selisih antara 33,16 dan 23,88 yaitu sebesar 9,28 MPa. 4.3. Prediksi Kuat Tekan

Berikut adalah hasil perekaman suhu beton dari umur 1 sampai dengan umur 3 hari.

Gambar 4.5. Grafik perkembangan suhu

terhadap waktu (sampel 2).

4.3.1 Perhitungan Nilai M Dengan didapatkannya nilai b, maka proses selanjutnya adalah melakukan tahap kedua dari penelitian ini yaitu melakukan prediksi kuat tekan. Adapun nilai hasil prediksi (SM) didapat dari perhitungan menggunakan rumus 2.4 dibawah ini.

mMbSS mM loglog Sedangkan nilai M didapat dari perhitungan sebagai berikut :

sedangkan nilai Mmoist adalah

maka, nilai M dapat dihitung sebagai berikut

Jadi, nilai M yang yang akan digunakan dalam perhitungan selanjutnya adalah 18619°C.h. 4.3.2 Perhitungan Nilai Kumulatif TTF (m)

Tabel 4.1. Nilai kumulatif TTF dan Kuat tekan

rencana

4.3.3 Prediksi Kuat Tekan Menggunakan Metode Kematangan

Dengan menggunakan rumus 2.2.

241,36)819log17472(log87,1711,12

loglog

M

M

mM

SS

mMbSS

Hasil perhitungan yang lain dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. nilai prediksi di berbagai umur rencana.

4.4. Analisa Statistik Terhadap Hasil Prediksi

4.4.1 Uji Normalitas Data (Normality test), Menggunakan Program Bantu SPSS versi 17.0.

Hipotesis H0 : data prediksi kuat tekan

berdistribusi normal Ha : data prediksi kuat tekan tidak

berdistribusi normal Taraf signifikansi 95 %, α = 0,05 Berikut adalah hasil tes normalitas data.

11

Tabel 4.3. Normality Test

Tabel 4.35 menunjukkan bahwa data prediksi kuat tekan beton pada kelima umur rencana berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan semua nilai Asymp. Sig > 0.05. Maka data tersebut layak dilakukan pengujian selanjutnya. 4.4.2 Analaisa Hipotesis Menggunakan

Program Bantu SPSS versi 17.0. Penetapan H0 dan Ha untuk uji hipotesis dua sisi (2-tailed) : H₀ : nilai kuat tekan rata-rata prediksi

sama dengan rata-rata kuat tekan aktual umur 28 hari.

Ha : nilai kuat tekan rata-rata prediksi tidak sama dengan rata-rata kuat tekan aktual umur 28 hari.

Dengan nilai kuat tekan aktual 28 hari adalah 35,123 MPa Selang kepercayaan berturut-turut adalah 80%, 85%, 90% dan 95%.

Tabel 4.4. Hasil analisa hipotesis dengan uji-t menggunakan SPSS.

Dari tabel 4.4, dapat dilihat bahwa penolakan Ha terjadi pada rata-rata kuat tekan hasil prediksi dari umur 72 jam, dimana Ha akan dapat diterima hanya bila level kepentingan (significance level) 20 %.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini akan disampaikan beberapa kesimpulan dan saran dari berbagai tes dan analisa yang telah dilakukan dalam tugas akhir penelitian ini.

1.1 Kesimpulan

1. Pembentukan kekuatan beton normal yang dirawat dengan perawatan uap menghasilkan perkembangan yang berbeda dengan beton normal dengan perawatan biasa. Kuat tekan beton umur 28 hari dengan steam curing lebih kecil dibandingkan dengan kuat tekan umur 28 hari dari beton yang di-curing normal.

2. Hubungan suhu, kuat tekan dan kematangan beton mengikuti sebuah fungsi logaritmik seperti dapat dilihat pada gambar 4.7. Dari gambar 4.7. terlihat bahwa dengan bertambahnya nilai kematangan maka juga terjadi penambahan yang signifikan terhadap kuat tekan beton. Bila gambar 4.7. dirubah absisnya ke skala semilog maka akan menghasilkan hubungan yang linier antara nilai logaritma kematangan dengan kuat tekan beton, seperti terlihat pada gambar 4.8.

3. Nilai b yang diperoleh dari hasil pendataan kuat tekan dan suhu beton selama 28 hari untuk beton normal dengan f’c = 31 MPa dalam penelitian ini adalah sebesar 9,28 MPa.

4. Umur muda yang paling baik digunakan sebagai umur rencana prediksi dari analisa statistik adalah umur 72 jam.

1.2 Saran

1. Hati–hati pada proses capping, karena hasil capping yang buruk atau miring dapat mengakibatkan turunnya nilai kuat tekan beton uji.

2. Hati-hati dalam memasukkan sensor suhu ke benda uji beton. Pastikan sensor terletak tepat di tengah benda uji dan sensor tidak korslet saat dimasukkan ke beton. Rusakknya sensor akan sangat mempengaruhi hasil perhitungan nilai temperature time factor.

3. Di penelitian ini hanya dipakai beberapa umur rencana prediksi diantaranya umur 24, 30, 48, 54 dan 72 jam. Untuk mendapatkan hasil yang lebih mendekati hasil sebenarnya perlu ditambah jumlah umur prediksi ini.

4. Diharapkan adanya penelitian lanjutan yang meluas dalam pemakaian rumusan untuk menghitung indeks kematangan. Rumusan yang bisa dipakai diantaranya Equivalent Age ataupun rumusan lainnya,

12

sehingga dapat mempercepat hari prediksi.

5. Penelitian lebih lanjut juga diharapkan dengan penambahan variabel-variabel lain seperti pemakaian aditif, perlakuan curring yang berbeda ataupun untuk beton khusus sperti SCC ataupun HSC.

DAFTAR PUSTAKA

1. ASTM C 1074-98. “Standar Percobaan untuk Memperkirakan Kekuatan Beton dengan Metode Kematangan”. Anual Book of ASTM Standards.

2. ASTM C 109/C109M-02. “Standar Metode Tes untuk menentukan Kuat Tekan dari Mortar Semen Hidrolis (menggunakan 2 in. Atau 50 mm benda uji kubus)”. Anual Book of ASTM Standards.

3. ASTM C 117-95. “Standar Metode Tes untuk Material dengan Ukuran Kehalusan Kurang Dari 75 μm (no. 200) menggunakan Ayakan Agregat dengan Pencucian”. Anual Book of ASTM Standards.

4. ASTM C 127-01. “Standar Metode Tes untuk Kepadatan, Kepadatan Relatif (Berat Jenis), dan Resapan dari Agregat Kasar”. Anual Book of ASTM Standards.

5. ASTM C 128-01. “Standar Metode Tes untuk Kepadatan, Kepadatan Relatif (Berat Jenis), dan Resapan dari Agregat Halus”. Anual Book of ASTM Standards.

6. ASTM C 131-03.”Standar Metode Tes untuk Menentukan ketahanan peluruhan pada Agregat Kasar Ukuran Kecil dari Abrasi dan Tumbukan menggunakan Mesin Los Angales”. Anual Book of ASTM Standards.

7. ASTM C 136-01. “Standar Metode Tes untuk Analisa Ayakan Agregat Halus dan Kasar”. Anual Book of ASTM Standards.

8. ASTM C150-02a. “Standar Spesifikasi untuk Semen Portland”. Anual Book of ASTM Standards.

9. ASTM C 191-01a.”Standar Metode Tes untuk Mengetahui Setting Time Semen Hidrolis menggunakan Jarum Vicat”. Anual Book of ASTM Standards.

10. ASTM C 192/C 192M-02. “Standar Percobaan untuk Membuat dan Merawat Benda Uji Beton di Laboratorium”. Anual Book of ASTM Standards.

11. ASTM C 29/C29M-97. “Standar Metode Tes untuk Menentukan Berat Volume Agregat

dan Kadar Rongga pada Agregat”. Anual Book of ASTM Standards.

12. ASTM C 39/C 39M-01. “Standar Metode Tes untuk Kuat Tekan Silinder Uji Beton”. Anual Book of ASTM Standards.

13. ASTM C 40-99. “Standar Metode Tes untuk Mengetahui Kandungan Organik pada Agregat Halus untuk Beton”. Anual Book of ASTM Standards.

14. ASTM C 566-97. “Standar Metode Tes untuk Mengetahui Tingkat Evaporasi dari Kelembaban Agregat akibat Pengeringan”. Anual Book of ASTM Standards.

15. ASTM C 617-98.”Standar Percobaan untuk Melakukan Capping pada Silinder Uji Beton”. Anual Book of ASTM Standards.

16. ASTM C 918-02. “Standar Metode Tes untuk Menentukan Kuat Tekan Beton Umur Muda dan Memperkirakan Kekuatan di Umur Selanjutnya”. Anual Book of ASTM Standards.

17. Day, K.W. 1995. “Concrete Mix Design, Quality Control and Specification“. E&N FN Spon, 2rd Edition, London, UK.

18. Day, K.W. 2006. “Concrete Mix Design, Quality Control and Specification“. Taylor & Francis, 3rd Edition, London and New York.

19. Emborg, M. 1998. “Development of Mechanichal Behaviour at Early Ages”. RILEM Report 15. E & FN Spon, London.

20. Khazanie, Ramakant. 1990. “Statistik Dasar dalam Dunia Aplikasi”. Harper Collins, 3rd Edition, Humbolt State University, USA.

21. Lasino dan Andriati. 2003. ”Pengendalian Mutu Pekerjaan Beton di Lapangan”. Sosialisasi Penerapan NSPM Untuk Peningkatan Kualitas Pekerjaan Bidang Kimpraswil.

22. Nawi, E.G. 1998. “Beton Bertulang, Suatu Pendekatan Dasar“. Refika Aditama, Bandung.

23. PBI 1971. “Peraturan Beton Bertulang Indonesia”. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.

24. SNI 03-2847-02.”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Dilengkapi Penjelasan”. itspress, Surabaya.

25. SNI 15-2049-94. “Semen Portland”. 26. Rumsey, Deborah. 2003. “Statistik untuk

Contoh”. John Wiley & Sons, Indianapolis, USA.

27. Subakti, Aman. 1995. “Teknologi Beton Dalam Praktek“. Jurusan Teknik Sipil-ITS Surabaya, Surabaya.

13

28. Supranto, J. 2001. “Statistik Teori dan Aplikasi”. Erlangga, Jakarta.

29. Trihendradi, Cornelius. 2005. “Statistik Inferen menggunakan SPSS”. Andi, Yogyakarta.

30. Uyanto, S. Stanislaus. 2009. “Pedoman Analisis Data dengan SPSS”. Graha Ilmu, Yogyakarta.