bab i uji coliform fitria ph

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai. Di seluruh dunia terdapat jutaan orang, khususnya bayi dan anak-anak, yang menderita dan meninggal dunia setiap tahunnya akibat penyakit yang ditularkan melalui makanan tersebut. Setiap tahun, terdapat sekitar 1500 juta kejadian diare pada balita dan diperkirakan 70% kasus penyakit diare terjadi karena makanan yang terkontaminasi (Motarjemi dkk, 2006). Kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi pada bahan makanan, air, wadah makanan, tangan penyaji ataupun pada makanan yang sudah siap disajikan. Seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2003), kontaminasi pada bahan makanan sebanyak 40,0%, kontaminasi air sebanyak 12,9%, kontaminasi makanan matang 7,5%, kontaminasi pewadahan makanan 16,9%, 1

Upload: fitria-permata-hannaffi

Post on 07-Feb-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kesmavet prof bengkulu

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai. Di seluruh dunia terdapat

jutaan orang, khususnya bayi dan anak-anak, yang menderita dan meninggal dunia

setiap tahunnya akibat penyakit yang ditularkan melalui makanan tersebut. Setiap

tahun, terdapat sekitar 1500 juta kejadian diare pada balita dan diperkirakan 70%

kasus penyakit diare terjadi karena makanan yang terkontaminasi (Motarjemi dkk,

2006).

Kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi pada bahan makanan, air, wadah

makanan, tangan penyaji ataupun pada makanan yang sudah siap disajikan. Seperti

pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2003), kontaminasi pada bahan

makanan sebanyak 40,0%, kontaminasi air sebanyak 12,9%, kontaminasi makanan

matang 7,5%, kontaminasi pewadahan makanan 16,9%, kontaminasi tangan 12,5%,

dan kontaminasi makanan disajikan 12,2%. Hal tersebut menunjukkan kontaminasi

paling banyak terdapat pada bahan makanan terutama pada daging.

Daging merupakan bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam

pemenuhan kebutuhan gizi, karena mutu proteinnya tinggi serta mengandung asam amino

essensial yang lengkap dan seimbang. (Astawan, 2006). Setiap usaha yang terdaftar dan

bergerak dibidang bahan makanan asal diharuskan memenuhi persyaratan higienis,

sanitasi sarana unit usaha sehingga produk yang dihasilkan memenuhi kriteria

ASUH(Aman, Sehat, Utuh, dan Halal). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian

1

Page 2: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

laboratorium untuk memastikan bahwa bahan pangan asal hewan tersebut bebas dari

mikroorganisme berbahaya. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01–6366–2000

merekomendasikan batas maksimal cemaran bakteri Coliform pada daging segar yaitu

1 X 102 CFU/gram dan E.coli yaitu 5 X 101 MPN/100ml.

Mengingat penggunaan bahan pangan asal hewan berupa daging ini sangat

digemari dan sangat berbahaya jika kandungan bakteri coliform melebihi batas standar

nasional yang telah ditetapkan, maka dilakukan uji coliform pada bahan asal hewan di

UPT Laboratorium Kesmavet Provinsi Bengkulu. Penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan bahan referensi oleh konsumen dalam pembeli daging dalam memilih

daging yang layak dikonsumsi.

1.2 Tujuan Umum

Tujuan umum dari kerja praktek (KP) adalah:

1) Untuk mengenal lingkungan dunia kerja dan struktur yang terdapat di

dunia kerja

2) Untuk mengaplikasikan teori di bangku kuliah ke dunia kerja di UPT

Laboratorium Kesmavet

3) Untuk mengetahui bagaimana cara menguji Bahan Asal Hewan (BAH)

yang mengandung bakteri coliform

4) Untuk menambah pengalaman dan keterampilan bekerja di laboratorium.

1.3 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari Kerja Praktek (KP) yang dilakukan oleh mahasiswa:

1) Mahasiswa tahu cara kerja pengujian coliform pada bahan/ pangan asal

hewan.

2

Page 3: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri coliform

Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran

pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri

patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya

pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran

dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri

patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana

daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah,

Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah indikator kualitas

air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas air semakin baik.

E. Coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat

membahayakan kesehatan. Walaupun E. Coli merupakan bagian dari mikroba normal

saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu

menyebabkan gastroenteritis taraf sedang hingga parah pada manusia dan hewan.

Sehingga, air yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari berbahaya dan dapat

menimbulkan penyakit infeksius (Suriaman, 2008).

Bakteri kelompok koliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram

negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan

memproduksi gas dan asam pada suhu 370C dalam waktu kurang dari 48 jam. Adapun

bakteri E.Coli selain memiliki karakteristik seperti bakteri koliform pada umumnya

juga dapat menghasilkan senyawa indole didalam air pepton yang mengandung asam

3

Page 4: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat sebagai satu-satunya

sumber karbon.

Terdapat tiga jenis E.coli, yaitu: E. coli enterotoksigenik (enterotoxigenic

E.coli (ETEC)). Produksi enterotoksin oleh E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari

strain-strain yang ada hubungannya dengan penyakit diare. Penelitian selanjutnya

menerangkan strain-strain enterototoksigenik dari E.coli sebagai suatu hal yang

bersifat patogen pada penyakit diare manusia. Dua tipe toksin E.coli disebut sebagai

toksin labil (labile toxin, LT) dan toksin stabil (stable toxin, ST).

Akhir-akhir ini kelompok E.coli dari serotipe yang berbeda (umumnya O78,

O13, O6) yang memproduksi enterotoksin telah ditemukan sebagai etiologi penting

diare akut, termasuk diare epidemik, pada neonatus (Sack,1977). Smith dan Gyles

(1970) mengemukakan adanya E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid

(suatu massa DNA yang mempunyai kromosom) yang mudah dipindahkan dan

dikenal sebagai plasmid Ent+ yang mempunyai kemampuan membentuk berbagai

macam enterotoksin. Pada manusia, E.coli patogen juga mempunyai plasmid Ent +

yang membentuk toksin tahan panas (stable toxin, ST) dan toksin tidak tahan panas

(labile toxin, LT) atau kombinasi(ST/LT). Seperti toksin kolera, toksin LTETEC dapat

merangsang adenilsiklase dalam sel mukosa usu halus (Evans, 1972; Sujudi, 1983).

E.coli enteropatogenik (Entheropathogenic E.coli (EPEC)). Pada tahun 1945

Bray berhasil menemukan tipe antigen spesifik E.coli pada bayi penderita kolera.

Selain itu dikemukakan terdapatnya bau yang khas seperti semen dari cairan yang

dihasilkan oleh organisme itu. Tidak lama kemudian Kauffman berhasil menyusun

satu sistem untuk menentukan tipe E.coli yang didasarkan atas antigen somatik

4

Page 5: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

(antigen O), antigen kapsular (antigen K) dan antigen Flagelar (antigen H). Sejak itu

ditemukan 15 serogrup, diantaranya yang dikenal sebagai bentuk EPEC yang telah

diketahui pula sebagai penyebab epidemi diare pada bayi (Evans, 1979). Yang paling

banyak didapatkan ialah: O26 B6, O55 B5, O111 B4 dan yang agak kurang O114

B14, O126 B16, O127 B8, O128 B12 (Cruickshank, 1974). Pada kira-kira 2-3% bayi

sehat ditemukan EPEC.

Indonesia, sejak tahun 1968 E.coli lebih banyak diperhatikan sebagai penyebab

diare pada bayi atas dasar hasil yang diperoleh pada tahun tersebut di Bandung oleh

Soeprapti Thaib dkk.(1968) yaitu 41,9% (88 dari 210 tinja) pada bayi yang berumur 0-

6 bulan dan 35,3% (45 dari 136 tinja) pada bayi umur 6-12 bulan, Ono Dewanoto dkk.

(1969) melaporkan 36,2% (163 dari 448 tinja) untuk bayi berumur 0-24 bulan dan

Gracey dkk.(1973) melaporkan angka 35,0% (7 dari 20 tinja bayi 0-24 bulan yang

dirawat di Bangsal Gastroenterologi Anak RSCK/FKUI Jakarta) pada tahun 1973.

Sejak tahun 1975, perhatian terhadap penyakit diare akut beralih dari E.Coli

enteropatogenik (EPEC) ke E.coli enterotoksigenik (ETEC) disamping Rotavirus dan

Salmonella Oranienburg.

E. coli enteroinvasif (enteroinvasive E.coli (EIEC)). Beberapa E.coli dapat

menyebabkan diare berdarah dan berinvasi ke usus besar. Strain ini terdiri dari

sejumlah kecil serogrup yang dapat dibedakan dari E.coli Enterotoksegenik dan E.coli

enteropatogenik dan disebut E.coli enteroinvasif. Strain ini seperti organisme lain

yang bersifat invasif, sering juga terdapat dalam tinja yang penuh dengan leukosit dan

eritrosit (Suharyono, 2008).

5

Page 6: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

Bakteri koliform lain yang juga sering dianalisis untuk mengetahui kualitas air

adalah Clostridium Perfringens. Bakteri ini juga bersifat anaerobik (tidak memerlukan

oksigen untuk kehidupannya). Clostridium Perfringens biasanya juga terdapat

didalam faeces, meskipun dalam jumlah jauh lebih sedikit dari pada E.Coli.

2.2 Metode Most Probable Number (MPN)

Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji presumtif (penduga) dan

uji konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan media cair di dalam tabung reaksi

dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat

dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham (SNI, 2897 : 2008)

2.3 Daging

Daging merupakan salah satu jaringan hewan dan semua produk hasil

pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Misalnya organ hati, ginjal,

otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam defenisi

ini (Soeparno, 1992).

Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai

nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino

esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot juga mengandung air, lemak,

karbohidrat dan komponen anorganik. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah

dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung

beberapa jenis mineral dan vitamin (Soeparno, 1992).

Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esessial.

Asam amino esessial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam

6

Page 7: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

glutamat dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin

yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi

kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 700C akan

mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu

1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga

sedikit mengurangi kadar asam amino (Soeparno, 1992).

Daging dibentuk oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot berbentuk rambut dan

tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat dan

dihubungkan dengan tulang. Komposisi serat otot daging mengandung protein, lemak,

karbohidrat dan garam mineral. Protein yang terdapat dalam serat otot daging terdiri

dari aktin dan miosin. Karbohidrat yang ada dalam bentuk glikogen (Syarief dan

Irawati, 1988).

Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan

karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorgaisme dan juga

karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Sampai

saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan berkembangnya

pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ketingkat akhir dimana terjadi

kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme semacam itu

merupakan ukuran ketahanan penyimpanan (Buckle, 1987).

7

Page 8: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

BAB III

METODE KERJA

3.1 Waktu Dan Tempat

Kegiatan uji di laboratorium ini di mulai dari tanggal 9 Februari 2015 – 15

Februari 2015 di Unit Ppelayanan Teknis (UPT) Laboratorim Kesmavet Provinsi

Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu : Tabung reaksi (Pyrex), pipete volumetric (Pyrex), rak

tabung reaksi, jarum inokulasi, pinset, gunting, tabung durham, botol spray, pembakar

bunsen, Stomacher (Bag mixer), accu jet (jargon lab levo plus), neraca analitik (a n d

company limited), vortex mixer (boeco germany), incubator (memert), autoclave

(hirayama), freezer (sharp), baju laboratorium, sandal karet, masker dan sarung

tangan.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu : sampel daging babi ternak (BA), daging celeng

(BB), daging anjing (A) dan daging ayam (AA), larutan BPW (Buffered Pepton

Water), BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth ) dan LSTB (Lauryl Sulfate

Tryptose Broth).

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan di beberapa tempat penjualan daging , yaitu

pertama di rumah makan penjualan khusus pemesanan daging babi ternak yaitu

8

Page 9: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

berlokasi di daerah kampong bali, sampel kedua daging babi celeng diambil dari

rumah penjualan khusus daging celeng berlokasi di daerah pasar minggu, sampel

ketiga daging anjing diambil dari rumah penjualan khusus pemesanan daging anjing

berlokasi di daerah kampong bali , dan sampel terakhir daging ayam yang diambil dari

pasar minggu. Semua pengambilan sampel dilakukan dengan cara dibeli dari

penjualnya dalam keadaan mentah.

3.3.2 Penyiapan contoh

ditimbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur contoh cair sebanyak

25 ml secara aseptik kemudian masukkan dalam wadah steril.

Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % steril ke dalam kantong steril yang berisi

contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit

(kecuali untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.

3.3.3 Uji pendugaan

dipindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke

dalam larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Dengan

cara yang sama seperti di atas dibuat pengenceran 10-3.

dipipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung

LSTB yang berisi tabung Durham.

Inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.

Diperhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji

dinyatakan positif apabila terbentuk gas.

3.3.4 Uji konfirmasi (peneguhan)

Pengujian selalu disertai dengan kontrol positif.

9

Page 10: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

dipindahkan biakan positif dari 4.2.5.1 d) dengan menggunakan jarum

inokulasi dari setiap tabung LSTB ke dalam tabung BGLBB yang berisi tabung

Durham.

diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam.

diperhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji

dinyatakan positif apabila terbentuk gas.

Selanjutnya gunakan tabel Most Probable Number (MPN) untuk menentukan

nilai MPN berdasarkan jumlah tabung BGLBB yang positif sebagai jumlah

koliform per mililiter atau per gram.

3.3.5 Interpretasi hasil

Banyaknya koliform yang terdapat dalam contoh uji diinterpretasikan dengan

mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan hasil positif,

berdasarkan tabel nilai MPN (Lampiran A). Kombinasi yang diambil, dimulai dari

pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif, sedangkan

pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif. Kombinasi yang diambil

terdiri dari tiga pengenceran. Nilai MPN contoh dihitung sebagai berikut:

10

MPN contoh (MPN/ml atau MPN/gr) =nilai MPN Table

100× faktor pengenceran yang ditengah

(SNI 2897 : 2008)

Page 11: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil pengujian coliform yang telah dilakukan pada 4 sampel daging yang

berasal dari beberapa tempat di kota Bengkulu didapatkan hasil seperti yang terlihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji coliform pada bahan asal hewan pada 4 sampel uji.

Tanggal Kode sampel

Jenis sampel

Pengenceran LSTB BGLB Keterangan

9 Februari 2015

BA Daging babi ternak 10-1

+ +

3

3

3

+ ++ +

10-2+ ++ ++ +

10-3+ ++ ++ +

12 Februari 2015

BB Daging babi celeng 10-1

+ +

3

3

2

+ ++ +

10-2+ ++ ++ +

10-3+ ++ +- -

10 Februari 2015

A Daging anjing 10-1

+ +3

3

3

+ ++ +

10-2+ ++ ++ +

10-3+ ++ ++ +

11

3,3,3>1.100

3,3,21.100

3,3,3>1.100

Page 12: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

16 Februari 2015

AA Daging ayam 10-1

+ +

3

2

3

+ ++ +

10-2- -+ ++ +

10-3+ ++ ++ +

4.2 Pembahasan

Dari hasil tabel yang telah dipaparkan diatas bahwa pada sampel daging babi

ternak (BA) dan daging anjing (A) adalah semua positif dari tiga macam pengenceran

seri tiga tabung sehingga dapat ditulis 3,3,3 yang artinya jika dibaca pada tabel hitung

MPN yaitu lebih dari 1.100 koloni. Sedangkan pada sampel daging babi celeng (BB)

terdapat tabung 1 tabung negative pada seri pengenceran 10-3 sehingga dapat ditulis

3,3,2 yang artinya jika dibaca pada tabel hitung MPN yaitu berada pada 1.100 koloni,

dan pada sampel daging ayam (AA) terdapat 1 tabung negative pada seri pengenceran

10-2 sehingga dapat ditulis 3,2,3 yang artinya jika dibaca pada tabel hitung MPN yaitu

berada pada 290 koloni. Jadi artinya cemaran koloni bakteri coliform pada sampel

daging babi,anjing dan ayam tersebut sudah melebihi batas cemaran menurut Standar

Nasional Indonesia SNI : 2000 yang memberlakukan peraturan bahwa batas

maksimum Coliform adalah 102 MPN/ml. Sehingga tidak layak untuk dikonsumsi

karena dengan adanya keberadaan bakteri coliform yang menandakan adanya

beberapa bakteri patogen yang dapat merusak sistem pencernaan tubuh. Menurut

Ahmad Akhsan (2011) bakteri Coliform adalah indikator kualitas makanan, makin

sedikit kandungan bakteri Coliform, artinya kualitas makanan semakin baik begitupula

dengan sebaliknya. Tetapi sering sekali terjadi pengotoran dan pencemaran makanan

12

3,2,3 290

Page 13: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

dengan kotoran-kotoran sampah. Oleh karena itu makanan dapat menjadi sumber atau

perantara berbagai penyakit seperti tipus, desentri dan kolera. Bakteri – bakteri yang

dapat menyebabkan penyakit tersebut salah satunya adalah bakteri Coliform.

Uji penduga merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran

bakteri Coliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena

fermentasi laktosa oleh golongan escercia coli. Terbentuknya asam dilihat dari

kekeruhan pada media LSTB, dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung

Durham berupa gelembung udara. Dinyatakan positif jika terbentuk gas atau

gelembung udara di dalam tabung Durham. Dari hasil yang didapatkan dari keempat

sampel uji rata-rata tiap pengenceran sampel yang berisi tabung durham tersebut

positif karena terdapat gelemung udara di dalam tabung durham. Dan ada 2 tabung

dari 2 sampel yang negative sehingga tabung uji yang menunjukan negative maka

tidak diujikan lagi dengan uji penguat coliform.

Pada uji penguat coliform hasil dinyatakan positif terlihat pada tabung yang

berisi media Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB) yang ditandai dengan adanya gas

pada tabung Durham yang menandakan adanya fermentasi laktosa. Pada media BGLB

terdapat Bile salt yang berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat pertumbuhan

bakteri gram positif.

Dari hasil yang didapatkan kemungkinan awal kontaminasi berawal dari

proses penyembelihan ternak babi yang tidak steril dan higienis. Sjamsul Bahri (2008)

mengatakan bahaya atau hazard yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak

dapat terjadi pada setiap mata rantai mulai dari praproduksi di produsen,

13

Page 14: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

pascaproduksi sampai produk tersebut didistribusikan dan disajikan kepada

konsumen. Usmiati (2010) mengatakan daging sangat sensitif terhadap mikroba

pembusuk karena sifat fisikokimianya (aktifitas air, pH, nutrisi) mendukung

pertumbuhan mikroba. Sebagian besar patogen terdapat pada kulit atau permukaan

luar daging yang terkontaminasi selama proses penyembelihan. Oleh karena itu,

walaupun ternak dipotong sehat jika proses penyembelihan tidak memenuhi syarat

maka kecendrungan menimbulkan kontaminasi dari bakteri-bakteri patogen seperti

Coliform.

14

Page 15: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari keempat sampel yang terdiri dari 2 daging

babi, anjing dan ayam tersebut tercemar bakteri Coliform yang artinya tidak layak untuk

dikonsumsi karena batas cemaran menurut Standar Nasional Indonesia SNI : 2000

yang memberlakukan peraturan bahwa batas maksimum Coliform adalah 102

MPN/ml, sedangkan yang didapatkan melebihi batas yang telah ditentukan.

5.2 Saran

1. Kepada penjual daging babi anjing dan ayam diharapkan agar memperhatikan

kebersihan lokasi penyembelihan dan tempat penjualan daging.

2. Kepada Badan POM diharapkan selalu mengawasi dan meningkatkan

pengawasan terhadap penjual dan produsen dan konsumen daging

3. Disarankan terhadap peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti daging babi

anjing ayam dan ternak lainya yang diduga tercemar coliform yang ada

ditempat lain untuk mengetahui ada tidaknya penjual daging oplosan.

4.  Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih daging

dan makanan yang aman untuk dikonsumsi.

15

Page 16: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

DAFTAR PUSTAKA

Astawan. M., 2004. Mengapa kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Kompas Cyber Media.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton, 1987. Ilmu pangan. UI-Press. Jakarta.

Djaja, I.M. 2003. Kontaminasi E.Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis TempatPengelolaan Makanan (TPM) Di Jakarta Selatan. Jurnal Makara

Kesehatan Vol. 12. Hal: 36-41.

Motarjemi, Y., Moarefi, A., Jacob, M. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan bahan makanan asal hewan. SNI 01-6366-2000. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya. SNI 2897:2008. Jakarta : Badan Standar Nasional

Suriaman, E, Juwita., 2008. Jurnal penelitian mikrobiologi pangan uji kualitas air jurusan biologi fakultas sains dan teknologi, universitas islam negeri malang. http://www.scribd.com. Di akses tanggal 23 Februari 2015.

Suharyono. 2008. Diare Akut : Klinik dan Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian. Medyatama sarana perkasa, jakarta.

Usmiati S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Artikel. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian : Bogor.

16

Page 17: Bab i Uji Coliform Fitria Ph

Lampiran

17