bab i pendahuluan - sipongi.menlhk.go.idsipongi.menlhk.go.id/cms/images/files/93.pdf · penghijauan...

46
2013, No.1573 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.67/Menhut-II/2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2014. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan merupakan mekanisme pembiayaan pembangunan kehutanan dalam bentuk biaya transfer kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membiayai kegiatan prioritas nasional di bidang kehutanan yang menjadi kewenangan daerah. DAK bidang Kehutanan sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan daerah yang secara khusus kegiatannya diarahkan dalam rangka menjaga keberlangsungan fungsi kawasan hutan melalui implementasi kebijakan pengelolaan hutan secara lestari berbasis unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat tapak. Upaya ini sangat strategis dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 dimana kebijakan sektor pembangunan kehutanan difokuskan pada perbaikan tata kelola hutan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah serta pemberdayaan masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan melalui kegiatan produktif dan peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan guna mendorong perbaikan lingkungan hidup serta mengurangi resiko bencana alam. Untuk ini maka kebijakan DAK Bidang Kehutanan disusun dengan mempertimbangkan sinergitas dengan pembangunan daerah. Kebijakan DAK Bidang Kehutanan tahun 2014 merupakan kelanjutan dari pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan di daerah melalui dana alokasi khusus yang telah dimulai sejak tahun 2008. Upaya ini sebagai wujud nyata dari Kementerian Kehutanan untuk mendorong kebijakan otonomi bidang kehutanan melalui skema dana perimbangan di dearah terutama bagi kabupaten/kota yang kemampuan fiskalnya belum memadai. Sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Pasal 59 ayat (1) dan penjelasan pasal 59 ayat (2) bahwa Menteri Teknis menyusun dan menetapkan Petunjuk Teknis (Juknis) Penggunaan DAK yang mengatur arahan penggunaan dan teknis pelaksanaan kegiatan di daerah. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka Menteri Kehutanan menetapkan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 sebagai pedoman teknis dan acuan bagi para pihak terkait di dalam penggunaan DAK www.djpp.kemenkumham.go.id

Upload: others

Post on 12-Sep-2019

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2013, No.1573 6

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.67/Menhut-II/2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2014.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan merupakan mekanisme pembiayaan pembangunan kehutanan dalam bentuk biaya transfer kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membiayai kegiatan prioritas nasional di bidang kehutanan yang menjadi kewenangan daerah. DAK bidang Kehutanan sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan daerah yang secara khusus kegiatannya diarahkan dalam rangka menjaga keberlangsungan fungsi kawasan hutan melalui implementasi kebijakan pengelolaan hutan secara lestari berbasis unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat tapak.

Upaya ini sangat strategis dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 dimana kebijakan sektor pembangunan kehutanan difokuskan pada perbaikan tata kelola hutan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah serta pemberdayaan masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan melalui kegiatan produktif dan peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan guna mendorong perbaikan lingkungan hidup serta mengurangi resiko bencana alam. Untuk ini maka kebijakan DAK Bidang Kehutanan disusun dengan mempertimbangkan sinergitas dengan pembangunan daerah.

Kebijakan DAK Bidang Kehutanan tahun 2014 merupakan kelanjutan dari pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan di daerah melalui dana alokasi khusus yang telah dimulai sejak tahun 2008. Upaya ini sebagai wujud nyata dari Kementerian Kehutanan untuk mendorong kebijakan otonomi bidang kehutanan melalui skema dana perimbangan di dearah terutama bagi kabupaten/kota yang kemampuan fiskalnya belum memadai.

Sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Pasal 59 ayat (1) dan penjelasan pasal 59 ayat (2) bahwa Menteri Teknis menyusun dan menetapkan Petunjuk Teknis (Juknis) Penggunaan DAK yang mengatur arahan penggunaan dan teknis pelaksanaan kegiatan di daerah.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka Menteri Kehutanan menetapkan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 sebagai pedoman teknis dan acuan bagi para pihak terkait di dalam penggunaan DAK

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 7

Bidang Kehutanan Tahun 2014, dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Kehutanan dapat berjalan secara efektif dan efisien.

B. Pengertian Dalam Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 ini, yang dimaksud dengan:

1. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

2. Daerah Aliran Sungai, selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

3. Ekosistem esensial adalah ekosistem atau kawasan yang memiliki keunikan habitat dan/atau jenis tumbuhan dan satwa liar dan/atau mempunyai fungsi penting sebagai sistem penyangga kehidupan.

4. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

5. Hutan dan lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.

6. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

7. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas sekurang-kurangnya 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.

8. Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut.

9. Hutan pantai adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh ditepi pantai dan berada diatas garis pasang tertinggi.

10. Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khusus tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 8

ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

11. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

12. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

13. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan pada penggunaan (secara vegetatif dan/atau civil technic) yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari.

14. Multi Purpose Trees Species (MPTS) adalah jenis-jenis tanaman yang menghasilkan kayu dan bukan kayu.

15. Penanaman pengkayaan rehabilitasi hutan adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada kawasan hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon sejumlah 200-400 batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya.

16. Penghijauan lingkungan adalah kegiatan penanaman yang dapat dilaksanakan di taman, jalur hijau, halaman tempat ibadah, perkantoran, sekolah, pemukiman, kanan kiri sungai, ruang terbuka hijau.

17. Pemeliharaan tanaman adalah perlakuan terhadap tanaman dan lingkungannya dalam luasan dan kurun waktu tertentu agar tanaman tumbuh sehat dan berkualitas sesuai dengan standar hasil yang ditentukan.

18. Penyuluhan Kehutanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

19. Penyuluh kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penyuluhan kehutanan.

20. Pendampingan adalah aktivitas penyuluhan yang dilakukan secara terus-menerus pada kegiatan pembangunan kehutanan untuk meningkatkan keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan kehutanan serta keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.

21. Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 9

dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

22. Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RP RHL) rencana manajemen (management plan) dalam rangka penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai dengan kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

23. Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTn RHL) adalah rencana rehabilitasi hutan dan lahan yang disusun pada tahun sebelum kegiatan (T-1) yang bersifat operasional berisi lokasi definitif kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, volume kegiatan, kebutuhan bahan dan upah serta kegiatan pendukung.

24. Rencana Pengelolaan (RP) KPH adalah rencana kelola KPH yang disusun berdasarkan hasil tata hutan pada KPH yang mengacu RKTN, RKTP, RKTK dan dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat dan kondisi lingkungan.

25. Sumber benih adalah suatu tegakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi benih berkualitas.

26. Sarana dan prasarana penyuluhan adalah barang atau benda (bergerak atau tidak bergerak) yang dimanfaatkan oleh penyuluh kehutanan sebagai alat dalam menunjang kegiatan operasional penyuluhan kehutanan.

27. Sarana dan prasarana pengamanan hutan adalah alat, sarana dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk kelancaran operasional pengamanan hutan, termasuk pencegahan perambahan hutan dan pemadaman kebakaran hutan.

28. Sarana dan prasarana KPH adalah bangunan, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk kelancaran operasionalisasi KPH

29. Taman Hutan Raya (Tahura) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata dan rekreasi.

30. Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung yang selanjutnya disebut KPHL adalah organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan lindung yang dikelola pemerintah daerah

31. Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disebut KPHP adalah organisasi pengelolaan hutan produksi yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan produksi yang dikelola pemerintah daerah.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 10

BAB II KEBIJAKAN DAK BIDANG KEHUTANAN

A. Ketentuan Umum DAK Bidang Kehutanan digunakan untuk kegiatan-kegiatan di Bidang Kehutanan yang telah menjadi urusan/kewenangan daerah khususnya dalam rangka percepatan pembangunan dan kesiapan operasionalisasi KPH, Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL), pengelolaan Tahura, perlindungan dan pengamanan hutan, pengelolaan ekosistem esensial, penyuluhan kehutanan, dimana dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut tidak/belum mendapat pembiayaan dari dana APBN lainnya (dana tugas pembantuan, block grant, pinjaman, hibah luar negeri, hibah dalam negeri, dan dana masyarakat, dll).

Prioritas nasional yang menjadi kegiatan wajib dalam penggunaan DAK Bidang Kehutanan adalah : pembangunan dan operasionalisasi KPH, rehabilitasi hutan dan lahan, serta perlindungan dan pengamanan hutan.

Sarana dan prasarana perlindungan dan pengamanan hutan diprioritaskan pada sasaran : wilayah KPH, Tahura, dan kawasan ekosistem esensial.

Pelaksanaan kegiatan RHL mengacu kepada dokumen perencanaan RHL, yaitu RP RHL, RTn RHL dan rancangan teknis RHL.

Bagi Kabupaten/Kota dan UPTD Tahura yang telah mengadakan mobil patroli dari dana DAK Bidang Kehutanan tidak diperkenankan kembali untuk mengadakan mobil patroli dari dana DAK Bidang Kehutanan tahun 2014.

Pendampingan pelaksanaan kegiatan oleh penyuluh kehutanan dan atau dilaksanakan oleh SDM yang mempunyai kompentensi dibidang penyuluhan kehutanan.

B. Tujuan DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 bertujuan untuk :

1. Percepatan pembangunan dan operasionalisasi KPH;

2. Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan;

3. Peningkatan perlindungan dan pengamanan hutan;

4. Peningkatan pengelolaan Tahura;

5. Peningkatan Penyuluhan Kehutanan;

6. Peningkatan pengolahan hasil hutan berbasis kelompok;

7. Peningkatan pengelolaan kawasan ekosistem esensial;

C. Proporsi Penggunaan

1. Minimal 85% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan digunakan untuk mendukung kegiatan prioritas nasional yaitu peningkatan sarana dan

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 11

prasarana operasionalisasi KPHP/KPHL maksimum 20%, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) minimum 50% dan peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan maksimum 15%.

2. Maksimum 15% dari besaran alokasi DAK Bidang Kehutanan digunakan untuk peningkatan sarana prasarana pengolahan hasil hutan berbasis kelompok, peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan, dan pengelolaan kawasan ekosistem esensial di luar KSA dan KPA.

D. Sasaran Kegiatan

1. Sasaran di tingkat provinsi :

a. Memfasilitasi percepatan pembangunan dan kesiapan operasionalisasi KPH, dengan kegiatan, antara lain: peningkatan sarana prasarana KPH, rehabilitasi hutan dan lahan (vegetatif, sumber benih, HHBK), peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan, pengelolaan kawasan ekosistem esensial, serta peningkatan sarana prasarana pengolahan hasil hutan berbasis kelompok serta peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan.

b. Meningkatkan efektifitas pengelolaan Tahura dengan kegiatan, antara lain : Rehabilitasi Hutan dan Lahan (vegetatif, sumber benih, HHBK), peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan, peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan.

2. Sasaran di tingkat kabupaten/kota :

a. Memfasilitasi percepatan pembangunan dan kesiapan operasionalisasi KPH, dengan kegiatan antara lain: peningkatan sarana prasarana KPH, rehabilitasi hutan dan lahan (vegetatif, sumber benih, HHBK), peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan, pengelolaan kawasan ekosistem esensial, peningkatan sarana dan prasarana pengolahan hasil hutan berbasis kelompok serta peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan

b. Memfasilitasi percepatan pembangunan KPH yang belum terbentuk kelembagaannya, dengan kegiatan, antara lain : rehabilitasi hutan dan lahan (vegetatif, sumber benih, HHBK), peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan, pengelolaan kawasan ekosistem esensial, peningkatan sarana dan prasarana Pengolahan hasil hutan berbasis kelompok serta peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan.

c. Meningkatkan pengelolaan Tahura dengan kegiatan, antara lain : rehabilitasi hutan dan lahan (vegetatif, sipil teknis, sumber benih, HHBK), peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan, peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 12

E. Lokus Kegiatan

Lokus kegiatan DAK Bidang Kehutanan diprioritaskan pada:

1. Kawasan hutan yang terdegradasi dan yang telah memiliki kelembagaan KPH Lindung dan Produksi (yang tidak/belum dibebani ijin)

2. Kawasan hutan yang belum memiliki kelembagaan KPH;

3. Tahura;

4. Lahan kritis di luar kawasan hutan;

5. Kawasan ekosistem esensial di luar KSA dan KPA.

F. Dana Pendamping Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Pasal 61 ayat (1), pemerintah provinsi/kabupaten/kota penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping yang bersumber dari APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK. Dana pendamping menjadi satu kesatuan dengan dana transfer dari pusat dan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan fisik di dalam pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Kehutanan. G. Dana Pendukung Diperuntukan membiayai kegiatan non fisik antara lain : Penyusunan rencana pengelolaan hutan pada KPH, perencanaan RHL (penyusunan RP RHL, RTnRHL), pendampingan, peningkatan kapasitas SDM (KPH, penyuluhan, dalkarhut, pamhut), monitoring dan evaluasi, pelaporan, pengawasan dan pengendalian, rapat-rapat, dan sebagainya, pemerintah provinsi/kabupaten/kota diharapkan mengalokasikan dana pendukung diluar dana pendamping sekurang-kurangnya 10 %. H. Instansi Pelaksana Kegiatan DAK Bidang Kehutanan diselenggarakan oleh Dinas yang diserahi tugas dan wewenang serta bertanggung jawab di bidang Kehutanan. Khusus untuk provinsi/kabupaten/kota yang telah memiliki kelembagaan KPH dan Badan Pelaksana Penyuluhan dapat ditunjuk Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada lembaga tersebut.

I. Penggunaan Sisa Lebih Pelaksanaan Anggaran (SILPA).

Sisa anggaran DAK Bidang Kehutanan Tahun 2013 dan tahun-tahun sebelumnya dapat digunakan kembali di tahun 2014, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Menambah target dan capaian sasaran kegiatan DAK Bidang Kehutanan.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 13

b. Terhadap sisa tender 2013 harus dilaksanakan 2014, tetap menggunakan Juknis DAK Bidang Kehutanan Tahun 2013 atau 2014.

c. Sisa DAK Bidang Kehutanan Tahun 2013 tidak dapat digunakan sebagai dana pendamping 2014.

d. Sisa DAK Bidang Kehutanan Tahun 2013 tidak perlu mengunakan dana pendamping.

e. Sisa anggaran DAK Bidang Kehutanan tidak dapat dialokasikan untuk kegiatan DAK di luar Bidang Kehutanan.

Pengaturan lebih lanjut terhadap SILPA dimaksud agar mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Anggaran 2014.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 14

BAB III KEGIATAN DAK BIDANG KEHUTANAN

A. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendukung Operasionalisasi KPH. Peningkatan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi KPH diperuntukkan bagi provinsi/kabupaten/kota yang memiliki kelembagaan KPH dan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan anggaran dengan mengacu standar, pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, sebagai berikut:

Jenis kegiatannya antara lain :

1. Pengadaan peralatan teknis operasional kegiatan pengelolaan hutan pada KPH (GPS, kompas, dan peralatan survey lainnya)

2. Pengadaan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan hutan (peralatan pemeliharaan reboisasi dan rehabilitasi, peralatan ringan pengolah hasil pasca panen hasil hutan bukan kayu)

3. Pembuatan sarana penataan hutan (patok batas penataan blok, jalan inspeksi yang diintegrasikan dengan batas blok/petak, papan-papan pengumuman atau peringatan)

4. Pembangunan/pemeliharaan kantor resort KPH.

5. Pengadaan kendaraan operasional KPH (kendaraan roda 2, speed boat).

6. Pengadaan peralatan pendukung kegiatan KPH (komputer, LCD, laptop, printer).

Pengadaan sarana dan prasarana KPH disinergikan dengan pengadaan sarana dan prasarana yang didanai dari APBN Kementerian Kehutanan sesuai dengan P.41/Menhut-II/2011 junto P.54/Menhut-II/2011 dan mengacu kepada rencana pengelolaan hutan pada KPH yang bersangkutan.

Sarana prasarana setelah dilaksanakan pengadaannya oleh SKPD harus segera diserahkan kepada KPH. Penyerahan sarana prasarana tersebut dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Sarana Pendukung Kesiapan Operasionalisasi KPH.

B. Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 1. Persyaratan Teknis

Peningkatan fungsi DAS dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi hutan, baik vegetatif (penanaman dan pemeliharaan) maupun sipil teknis, rehabilitasi lahan baik vegetatif (penanaman dan pemeliharaan) maupun konservasi tanah dan air, serta pengelolaan Tahura dengan mengacu pada Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang diatur dengan Peraturan Menteri Kehutanan P.9/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 15

DAS dan Perhutanan Sosial No. P.1/V-SET/2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Untuk percepatan pemulihan fungsi DAS serta dengan mempertimbangkan ke-khasan serta kharakteristik daerah maka untuk wilayah-wilayah tertentu perlu dilakukan :

a. Untuk setiap kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur diarahkan untuk pengembangan dan pelestarian cendana minimal 15 Ha, sisa dana digunakan untuk kegiatan RHL lainnya.

b. Untuk setiap kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan diarahkan untuk pembangunan Hutan Rakyat minimal 50 Ha, sisa dana digunakan untuk kegiatan RHL lainnya.

c. Khusus bagi wilayah yang memiliki potensi tanaman bambu seperti, Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali diarahkan untuk pengembangkan tanaman bambu minimal 10 Ha, sisa dana digunakan untuk kegiatan RHL lainnya.

d. Khusus untuk Kabupaten Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung Barat, dan Kebumen, maka prosentase penanaman bibit pohon minimal 30% dan konservasi tanah maksimal 70%.

e. Khusus kabupaten yang memiliki ekosistem mangrove yang rusak, kegiatan RHL diarahkan ke ekosistem mangrove.

2. Proporsi Kegiatan Vegetatif dan Sipil Teknis

Untuk kabupaten di luar pulau Jawa, minimal 70% untuk kegiatan vegetatif dan maksimal 30% untuk kegiatan sipil teknis.

Untuk kabupaten di pulau Jawa, minimal 50% untuk kegiatan vegetatif dan maksimal 50% untuk kegiatan sipil teknis.

Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman kayu-kayuan dan Multi Purpose Tree Species (MPTS) yang dapat berfungsi untuk mengembalikan kesuburan tanah, jenis pohon setempat/lokal disesuaikan dengan habitatnya dan jenis unggulan setempat.

3. Rincian Kegiatan

Rincian kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis DAS terdiri dari :

a. Rehabilitasi Hutan secara vegetatif

1) Sasaran lokasi

a). Kawasan Hutan yang termasuk dalam wilayah KPH (KPHL/KPHP)

b). Kawasan hutan lindung yang terdegradasi;

c). Tahura yang telah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati; dan

d). Hutan Produksi yang tidak di bebani hak, kecuali HKm dan HD.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 16

2) Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan berupa satu paket pekerjaan yang meliputi penyediaan bibit, penanaman, pengkayaan dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan;

3) Penyediaan bibit terdiri dari jenis kayu-kayuan dan MPTS. Sedangkan jarak tanam yang dikembangkan bervariasi sesuai dengan ketentuan teknis dan kondisi lapangan.

4) Lokasi kegiatan rehabilitasi hutan ini wajib dipetakan pada peta dengan skala 1 : 5.000 atau 1 : 10.000.

5) Kegiatan dilaksanakan dengan sistem kontraktual oleh penyedia barang/jasa pembuatan tanaman atau swakelola, dengan masa kegiatan dalam satu tahun anggaran 2014 dengan berpedoman kepada Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

6) Untuk pulau Jawa, lokasi kegiatan DAK di dalam kawasan hutan adalah pada kawasan hutan yang tidak termasuk dalam pengelolaan Perum Perhutani.

7) Kegiatan rehabilitasi hutan secara vegetatif bisa dilaksanakan dalam bentuk agroforestry (wanatani) dan pengembangan hasil hutan bukan kayu.

8) Rancangan teknis kegiatan disusun oleh pejabat eselon IV, dinilai oleh pejabat eselon III yang membidangi rehabilitasi, disahkan oleh Kepala Satuan Kerja yang bersangkutan dan disupervisi oleh BPDAS setempat.

b. Rehabilitasi Lahan Secara Vegetatif.

Kegiatan rehabilitasi lahan terdiri dari : penanaman dan pengkayaan hutan rakyat, pembangunan dan/atau pengelolaan hutan kota, penghijauan lingkungan, dan pembangunan dan/atau pengelolaan sumber benih.

1) Penanaman dan pengkayaan hutan rakyat

a) Sasaran lokasi

(1) Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat;

(2) Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu DAS;

(3) Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya yang terlantar dan bukan kawasan hutan negara;

(4) Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada tanaman kayu-kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 17

b) Kegiatan dilaksanakan dengan tahapan persiapan lapangan, penyediaan bibit, pembuatan tanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan;

c) Penyediaan bibit terdiri dari jenis kayu-kayuan dan MPTS. Sedangkan jarak tanam yang dikembangkan bervariasi sesuai dengan kondisi lapangan.

d) Lokasi kegiatan rehabilitasi lahan ini wajib dipetakan pada peta dengan skala 1 : 5.000 atau 1 : 10.000 dan dilengkapi dengan titik koordinat lokasi.

e) Pelaksanaan kegiatan secara sistem kontraktual oleh penyedia barang/jasa atau swakelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan masa kegiatan selama satu tahun anggaran 2014;

f) Untuk penyediaan bibit dilakukan melalui pengadaan bibit oleh penyedia barang secara kontraktual atau swakelola dalam satu tahun anggaran 2014 dengan berpedoman kepada Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden No.70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

g) Rancangan teknis kegiatan disusun oleh pejabat eselon IV, dinilai oleh pejabat eselon III yang membidangi rehabilitasi, disahkan oleh Kepala Satuan Kerja yang bersangkutan dan disupervisi oleh BPDAS setempat.

2) Pembangunan dan/atau pengelolaan hutan kota

a). Sasaran lokasi kegiatan adalah hamparan lahan kosong di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2001 tentang hutan kota.

b). Pembangunan dan/atau pengelolaan hutan kota dimaksudkan sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi, dan indah dalam suatu hamparan tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air serta keseimbangan lingkungan perkotaan, kegiatan terdiri dari tahapan persiapan lapangan, penyediaan bibit, pembuatan tanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan.

c). Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan secara swakelola dan atau kontraktual sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 18

d). Rancangan teknis kegiatan disusun oleh pejabat eselon IV, dinilai oleh pejabat eselon III yang membidangi rehabilitasi, disahkan oleh Kepala Satuan Kerja yang bersangkutan dan disupervisi oleh BPDAS setempat.

3) Penghijauan lingkungan

a) Sasaran lokasi kegiatan adalah lahan fasilitas umum dan fasilitas sosial serta hamparan lahan kosong antara lain halaman tempat ibadah, perkantoran, sekolah dan pemukiman;

b) Kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan melalui penanaman pohon jenis kayu dan MPTS;

c) Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat/pramuka/pelajar/mahasiswa/LSM/Ormas pengusul, yang diarahkan agar sesuai kaidah teknis penanaman pada umumnya;

d) Komponen kegiatan meliputi persiapan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan;

4) Pembangunan dan/atau Pengelolaan Sumber Benih

a). Sasaran lokasi pembangunan dan/atau pengelolaan sumber benih adalah di dalam dan di luar kawasan hutan atau lahan milik pemerintah;

b). Pembangunan dan/atau pengelolaan sumber benih bertujuan produksi benih bermutu untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan;

c). Standar pembangunan dan pengelolaan sumber benih berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.01/Menhut-II/2009 jo. No.P.72/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan;

d). Pelaksanaan pembangunan dan/atau pengelolaan sumber benih dilakukan secara swakelola atau kontraktual dalam satu tahun anggaran 2014;

c. Konservasi Tanah dan Air (KTA) a) Pembuatan bangunan KTA dengan menerapkan teknologi teknis

sipil yang menurunkan aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi serta dapat diterima oleh masyarakat;

b) Kegiatan dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan disesuaikan dengan kondisi lahan setempat;

c) Bangunan KTA dapat berupa dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang/gully plug, embung air, sumur resapan air, biopori serta lainnya;

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 19

d) Kegiatan pembuatan bangunan KTA dilaksanakan secara swakelola atau kontraktual oleh pihak III yang dillaksanakan dalam satu tahun anggaran 2014 dengan berpedoman kepada Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah;

e) Rancangan teknis kegiatan disusun oleh pejabat eselon IV, dinilai oleh pejabat eselon III yang membidangi rehabilitasi, disahkan oleh Kepala Satuan Kerja yang bersangkutan dan disupervisi oleh BPDAS setempat.

d. Rehabilitasi Mangrove dan Pantai

Penggunaan DAK Bidang Kehutanan untuk peningkatan fungsi lahan mangrove dan pantai yaitu berupa kegiatan rehabilitasi mangrove dan pantai yang dirinci sebagai berikut :

a) Sasaran lokasi kegiatan adalah pada lahan mengrove dan pantai yang telah terdegradasi dan lahan yang potensi terkena dampak bencana seperti tsunami, abrasi dan intrusi air laut. Sasaran lokasi dimaksud meliputi :

1) Mangrove dan pantai pada kawasan hutan lindung, hutan produksi yang tidak dibebani hak, lahan di luar kawasan hutan serta tidak dicadangkan/proses perizinan untuk pembangunan HTI/HTR, serta Taman Hutan Raya (Tahura) yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta Kawasan Hutan yang telah dikelola oleh KPHL dan KPHP.

2) Kawasan pantai berhutan mangrove baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (sekurang-kurangnya 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah diukur dari garis surut terendah ke arah darat) yang mengalami degradasi/deforestasi atau dipandang perlu untuk dilakukan penanaman/pengkayaan jenis tanaman mangrove.

3) Sempadan pantai baik di luar maupun di dalam kawasan hutan (sekurang-kurangnya 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat) yang telah mengalami degradasi/deforestasi atau dipandang perlu untuk dilakukan kegiatan penanaman/pengkayaan jenis tanaman pantai.

b) Untuk pulau Jawa, lokasi kegiatan DAK di dalam kawasan hutan adalah pada kawasan hutan yang tidak termasuk dalam pengelolaan Perum Perhutani.

c) Pelaksanaan kegiatan dapat dilaksanakan secara swakelola atau kontraktual oleh penyedia barang pembuatan tanaman yang dikerjakan dalam satu tahun anggaran 2014 dengan berpedoman kepada Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 jo. Peraturan Presiden No.70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 20

d) Kegiatan di luar kawasan hutan meliputi penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan. Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilaksanakan secara kontraktual maupun melalui pembuatan secara swakelola.

e) Komponen kegiatan terdiri dari penanaman dan pemeliharaan tanaman tahun berjalan dilaksanakan secara swakelola atau secara kontraktual dengan kelompok tani hutan/rehabilitasi lahan atau nelayan setempat.

f) Rancangan teknis kegiatan disusun oleh pejabat eselon IV, dinilai oleh pejabat eselon III yang membidangi rehabilitasi, disahkan oleh Kepala Satuan Kerja yang bersangkutan dan disupervisi oleh BPDAS/Balai Pengelolaan Hutan Mangrove setempat.

C. Peningkatan Sarana dan Prasarana Perlindungan dan Pengamanan Hutan.

1. Ketentuan Umum

a. Peruntukan dan pemanfaatan sarana dan prasarana perlindungan dan pengamanan hutan dipergunakan untuk mendukung kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan.

b. Pelaksanaan penyediaan sarana Prasarana Perlindungan dan pengamanan Hutan mengacu kepada standar, pedoman dan petunjuk teknis sebagai berikut:

1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.05/Menhut-II/2010 tentang Standar Sarana dan Prasarana Polisi Kehutanan.

2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.71/Menhut-II/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang pakaian, atribut, dan kelengkapan seragam Patroli Kehutanan.

3) Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK.114/IV-PKH/2010 tentang Pedoman Pakaian dan Atribut Manggala Agni;

4) Surat Keputusan Direktur Jenderal Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK.21/KPTS/DJ-IV/2002 tentang Pedoman Pembentukan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Di Indonesia;dan

5) Standar, pedoman dan petunjuk teknis pengelolaan Tahura dan Kawasan Ekosistem Esensial dimasing-masing Propinsi, Kabupaten/Kota setempat.

c. Untuk Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, pengadaan sarana dan prasarana perlindungan dan pengamanan hutan diprioritaskan untuk pemadaman kebakaran hutan

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 21

dan diarahkan untuk belanja modal dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.

d. Penyediaan sarana dan prasarana kawasan ekosistem esensial diperuntukkan bagi provinsi/kabupaten/kota yang wilayahnya sudah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat.

2. Ragam Peningkatan Sarana Prasarana Perlindungan dan Pengamanan hutan

Peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan yang dimaksud, adalah: Kendaraan Roda 2 untuk patroli perlindungan dan pengamanan hutan, Kendaraan air (Speed Boat/Hovercraft), Seragam Polhut dan perlengkapannya, Pakaian Pemadam Kebakaran dan perlengkapannya, GPS, Kompas, Peta, dan Binokuler, Kamera, Handycam, Menara Pengintai/Pengawas, Pos Jaga/Pos Loket, Pondok Kerja, Kantor Resort, Jalur Tracking/jalur trail, Pagar Pengaman, Gerbang/Gapura, dan Papan Informasi/Peringatan, Alat pemadam kebakaran manual (kapak, golok, gergaji, garu, sekop api, cangkul, dan kepyok), Pompa Jinjing/Portable Centrifugal Pump dan perlengakapannya (selang hisap, selang kirim, dan nozzle), dan Pompa Punggung/Back Pack Pump (jet shooter).

C. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengolahan Hasil Hutan Berbasis Kelompok ;

Kegiatan Peningkatan Sarana dan Prasarana pengolahan hasil hutan berbasis kelompok dilakukan melalui penyediaan alat/mesin sederhana pengolahan untuk peningkatan nilai tambah hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu (rotan, madu, bambu, ulat sutera, gaharu, cendana, obat-obatan, minyak atsiri), serta peralatan/mesin pengolahan bio energi bahan baku hasil hutan atau limbah industri kehutanan.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bergeraknya sektor riil dalam rangka mendukung pembangunan kehutanan sesuai dengan potensi daerah setempat.

E. Peningkatan Sarana dan Prasarana Penyuluhan Kehutanan

Penyuluhan kehutanan merupakan salah satu mata rantai pengurusan hutan selain pokok kegiatan perencanaan, pengelolaan hutan dan pengawasan. Penyuluhan kehutanan berperan penting dalam mewujudkan pengelolaan hutan berbasis KPH yang dilakukan melalui pendampingan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Pendampingan dilakukan mulai dari fase prakondisi, output, outcome sampai tataran dampak/manfaat sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1. Pedoman pendampingan kegiatan pembangunan kehutanan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.29/ Menhut-II/2013.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 22

Gambar 1. Proses Keberhasilan Kegiatan Pembangunan Kehutanan di

Masyarakat

Untuk meningkatkan kinerja penyuluh kehutanan dalam melaksanakan tugas pendampingan secara efektif dan efisien, perlu dukungan fasilitasi bagi para penyuluh kehutanan utamanya dalam bentuk operasionalisasi proses pembelajaran dengan masyarakat, pengembangan materi penyuluhan maupun penyediaan sarana prasarana yang memadai disesuaikan dengan kebutuhan di tingkat lapangan. Proses pembelajaran dengan masyarakat antara lain dilakukan melalui pertemuan kelompok tani, sosialisasi rancangan, maupun penguatan kelembagaan.

Untuk efektifitas pengembangan materi penyuluhan kehutanan dan penyediaan sarana prasarana, maka instansi penyelenggara penyuluhan kehutanan propinsi/kabupaten/kota (Bakorluh/Bappeluh/Dinas Kehutanan) perlu melakukan identifikasi kebutuhan di lapangan. Pengembangan materi penyuluhan mengarah pada kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH, rehabilitasi hutan lahan, perlindungan dan pengamanan hutan, serta pengembangan produksi hasil hutan.

Secara substantif materi penyuluhan kehutanan mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan, sebagai berikut:

1. Aspek teknologi, antara lain untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi dan efektifitas usaha bidang kehutanan dengan tetap memperhatikan kearifan lokal.

2. Aspek manajemen, antara lain untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.

3. Aspek ekonomi, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meliputi akses permodalan, sarana produksi, akses potensi sumber daya, peluang usaha, akses informasi pasar.

4. Aspek ekologi, berkaitan dengan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya kelestarian sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 23

5. Aspek sosial budaya, antara lain untuk mengembangkan kondisi sosial dan kesadaran kultural dengan memperhatikan adat setempat sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan.

6. Aspek hukum, antara lain pemberian informasi tentang peraturan perundang-undangan sehingga masyarakat menyadari hak dan kewajibannya khususnya yang berkaitan dengan bidang kehutanan.

Penyediaan sarana prasarana penyuluhan kehutanan berupa, komputer jinjing, global positioning system (GPS), LCD proyektor, kendaraan bermotor roda-2, unit percontohan, serta alat peraga lainnya, utamanya ditujukan untuk menunjang kinerja penyuluh kehutanan dalam hal:

1. Mengakses informasi berkaitan dengan hasil-hasil penelitian, menyusun database penyuluhan kehutanan pada setiap wilayah kerjanya.

2. Melakukan proses pembelajaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan penyuluhan.

3. Memperlancar operasionalisasi kegiatan penyuluhan.

4. Meningkatkan kompetensi dan kinerja penyuluh kehutanan antara lain dalam penyusunan materi penyuluhan.

5. Memperlancar kegiatan pelaporan kegiatan penyuluhan kehutanan.

Pemanfaatan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan mempedomani Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2012. Khusus untuk pembangunan unit percontohan, maka pelaksanaannya harus didahului dengan penyusunan rancangan teknis oleh penyuluh kehutanan yang disetujui Bappeluh. Penyusunan rancangan teknis pembangunan unit percontohan mengacu pada pedoman unit percontohan penyuluhan kehutanan yang diterbitkan oleh Badan P2SDMK.

Setelah selesai proses pengadaan sarana prasarana penyuluhan kehutanan, selanjutnya diserahkan ke Bakorluh/Bappeluh/instansi penyelenggara penyuluhan kehutanan provinsi/kabupaten/kota untuk dipergunakan penyuluh kehutanan. Proses penyerahan sarana prasarana dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Sarana Prasarana Penyuluhan Kehutanan dengan format sebagaimana terlampir. Dokumen Berita Acara Serah Terima tersebut disampaikan kepada Badan P2SDMK cq. Pusat Penyuluhan Kehutanan.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 24

BAB IV PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Rencana Kerja

1. Setelah mendapatkan alokasi DAK Bidang Kehutanan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan Alokasi DAK Tahun 2014, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pelaksana DAK Bidang Kehutanan, menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA).

2. Berdasarkan RKA DAK Bidang Kehutanan, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, menetapkan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA). Pagu DPA meliputi alokasi DAK murni dan dana pendamping minimal 10% dari DAK murni yang digunakan untuk kegiatan fisik. Dana pendukung untuk kegiatan non fisik minimal 10% dari DAK murni dapat menjadi bagian dari DPA DAK Bidang Kehutanan, atau dialokasikan pada DPA lain pada SKPD pelaksana DAK Bidang Kehutanan.

3. Berdasarkan RKA dan setelah diterbitkan DPA, SKPD pelaksana DAK Bidang Kehutanan menyusun rencana kerja sesuai Form Lampiran 1, dengan mengisi kolom “rencana” (lihat petunjuk pengisian format).

Dokumen rencana kerja di atas disampaikan oleh SKPD pelaksana DAK melalui elektronic mail (email)/surat elektronik (surel), kepada:

a. Kementerian Kehutanan cq. Sekretariat Jenderal cq.:

1) Biro Perencanaan, dengan alamat email: [email protected].

2) Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan, sesuai regional masing-masing dengan alamat email:

(a) Pusdal Regional I: [email protected].

(b) Pusdal Regional II: [email protected].

(c) Pusdal Regional III: [email protected].

(d) Pusdal Regional IV: [email protected].

b. Dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan Provinsi

Tembusan dokumen disampaikan kepada:

a. Unit-unit kerja lingkup Kemenhut di pusat

1) Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (BPDASPS), cq. Sekretaris Ditjen BPDASPS, dengan alamat email: [email protected].

2) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), cq.Sekretaris Ditjen (PHKA), dengan alamat email: [email protected].

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 25

3) Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, cq. Sekretaris Ditjen Planologi Kehutanan, dengan alamat email: [email protected].

4) Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK), cq. Sekretaris Ditjen BUK, dengan alamat email: [email protected]..

5) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) Kehutanan (P2SDMK), cq. Sekretaris Badan P2SDM Kehutanan, dengan alamat email: [email protected]..

b. Unit-unit kerja kehutanan di provinsi :

1) Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh). 2) UPT lingkup kehutanan terkait di wilayah kerjanya (sesuai

dengan kegiatan yang dilaksanakan), meliputi: a) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) b) Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) c) Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) d) Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam

(BB/BKSDA) e) Balai Besar/Balai Taman Nasional (BB/BTN)

4. Berdasarkan dokumen perencanaan pada butir 3, dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan provinsi membuat dokumen perencanaan provinsi sebagaimana Form Lampiran 2 pada kolom “rencana’ (lihat petunjuk pengisian form).

Dokumen rencana kerja pada butir 3 disampaikan oleh dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan melalui elektronic mail (email)/surat elektronik (surel), kepada Kementerian Kehutanan cq. Sekretariat Jenderal cq.:

a. Biro Perencanaan b. Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan, sesuai regional masing-

masing

Beradasarkan dokumen perencanaan, Badan Koordinsi Penyuluhan dan UPT terkait, membuat dokumen perencanaan sesuai dengan Form Lampiran 2 yang terkait dengan bidangnya. Dokumen perencanaan disampaikan kepada eselon I cq. Secretariat/Direktorat teknis terkait unit eselon I.

5. Berdasarkan butir 4, Kementerian Kehutanan membuat rekapitulasi nasional (Form Lampiran 3)

B. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP)

1. Pemantauan

a. Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dibiayai dari DAK Bidang Kehutanan dilakukan pemantauan.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 26

b. Pemantauan dilakukan secara berjenjang, yakni di tingkat SKPD pelaksana DAK, tingkat provinsi, dan tingkat nasional.

c. Pemantauan dapat dilakukan secara administrasi berdasarkan laporan-laporan dan secara fisik terhadap pelaksanaan kegiatan.

2. Evaluasi

a. Berdasarkan hasil pemantauan, SKPD pelaksana DAK, unit kerja terkait pada tingkat provinsi (dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan, Badan Koordinasi Penyuluhan dan UPT Kementerian Kehutanan terkait) dan tingkat pusat pada unit-unit eselon I terkait, melakukan evaluasi.

b. Evaluasi dapat dilakukan secara administratif berdasarkan laporan-laporan dan secara fisik terhadap pelaksanaan kegiatan.

c. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan capaian terhadap target/rencana yang telah ditetapkan, serta memberikan penjelasan terhadap kondisi-kondisi terhadap capaian pelaksanaan kegiatan, termasuk permasalahan dan tindak lanjut.

3. Pelaporan

a. Pelaporan pelaksanaan DAK Bidang Kehutanan meliputi laporan triwulanan dan laporan tahunan.

b. Laporan-laporan disampaikan kepada unit kerja terkait yang dikirim melalui elektronic mail (email)/surat elektronik (surel). Dalam hal tidak memungkinkan dilakukan pengiriman melalui email/surel, maka dapat dilakukan pengiriman melalui pihak jasa pengiriman.

c. Pelaporan dilakukan secara berjenjang:

1) Tingkat SKPD pelaksana DAK Bidang Kehutanan

SKPD pelaksana DAK membuat laporan pelaksanaan DAK Bidang Kehutanan, meliputi:

a) Laporan triwulanan sebagaimana format pada Form Lampiran 1 dengan mengisi kolom realisasi (lihat petunjuk pengisian)

b) Laporan Tahunan sebagaimana outline pada outline Laporan Tahunan

Laporan disampaikan kepada dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan provinsi, dengan tembusan disampaikan kepada:

a) Sekretariat Jenderal cq.:

(1) Biro Perencanaan (2) Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional

terkait

b) Badan Koordinasi Penyuluhan

c) UPT Kementerian Kehutanan:

(1) BPDAS/BPTH/BPHM

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 27

(2) BB/BKSDA/BB/BTN (3) BPKH (4) BPPHP

2) Tingkat provinsi

a) Dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan provinsi membuat laporan pelaksanaan DAK Bidang Kehutanan provinsi, meliputi:

(1) Laporan triwulanan sebagaimana Form Lampiran 2, dengan mengisi kolom realisasi (lihat petunjuk pengisian)

(2) Laporan tahunan sebagaimana outline pada outline Laporan Tahunan

Laporan disampaikan kepada Sekretariat Jenderal cq.:

(1) Biro Perencanaan (2) Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional

b) Badan Koordinasi Penyuluhan dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan terkait, membuat laporan teknis pelaksanaan DAK Bidang Kehutanan lingkup provinsi/wilayah kerja.

Laporan meliputi:

(1) Laporan triwulanan (2) Laporan tahunan

Format laporan triwulanan mengacu pada Form Lampiran 2 sesuai bidang terkait, dan laporan tahunan sesuai outline Laporan Tahunan

Laporan disampaikan kepada unit eselon I (sekretariat Ditjen/Badan terkait), dengan tembusan kepada dinas kehutanan/yang membidangi kehutanan provinsi.

3) Tingkat nasional

a) Unit eselon I terkait, yaitu Ditjen BPDASPS, Ditjen Planologi Kehutanan, Ditjen BUK, Ditjen PHKA, dan Badan P2SDM Kehutanan cq. Sekretariat Ditjen/Direktorat teknis terkait dan Badan membuat laporan teknis pelaksanaan DAK Bidang Kehutanan, meliputi:

(1) Laporan Triwulanan (2) Laporan Tahunan

Laporan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal cq.:

(1) Biro Perencanaan (2) Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I-

IV.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 28

Format laporan triwulanan sesuai Form Lampiran 3 sesuai bidang terkait, sedangkan format laporan tahunan sesuai outline Laporan Tahunan.

b) Sekretariat Jenderal cq.:

(1) Pusat Pengendalian Pembangunan Regional membuat laporan pelaksanaan DAK Bidang Kehutanan regional, meliputi:

(a) Laporan triwulanan (b) Laporan tahunan

Format laporan triwulanan mengacu pada Form Lampiran 3, dan format laporan tahunan sesuai outline Laporan Tahunan

(2) Biro Perencanaan membuat laporan pelaksanaan DAK Bidang kehutanan, meliputi:

(a) Laporan triwulanan (b) Laporan tahunan

Format laporan triwulanan sesuai Form Lampiran 3, dan format laporan tahunan sesuai outline Laporan Tahunan

Format-format laporan dapat diadakan perbaikan/penyempurnaan berdasarkan Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal An. Menteri Kehutanan.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 29

BAB V KOORDINASI DAN EVALUASI KINERJA

1. Dinas yang membidangi kehutanan provinsi melakukan koordinasi, bimbingan, pembinaan dan pengendalian manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan PEP DAK Bidang Kehutanan lingkup provinsi.

2. Badan Koordinasi Penyuluhan dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan melakukan koordinasi, bimbingan, pembinaan dan pengendalian teknis perencanaan, pelaksanaan, dan PEP DAK Bidang Kehutanan lingkup provinsi.

3. Tingkat capaian, kepatuhan membuat dan menyampaikan laporan, serta kesesuaian kegiatan yang dilaksanakan dengan petunjuk teknis, menjadi bahan penilaian kinerja pelaksanaan DAK oleh SKPD pelaksana. Hasil-hasil penilaian menjadi bagian dalam penetapan kriteria teknis alokasi DAK Bidang Kehutanan selanjutnya.

4. Dalam hal terdapat indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai DAK Bidang Kehutanan, Menteri Kehutanan menyampaikan indikasi tersebut kepada Badan Pemerika Keuangan (BPK) dan/atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk diambil langkah-langkah tindak lanjut sesuai peraturan yang berlaku.

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 30

BAB VI P E N U T U P

Dengan Petunjuk Teknis Pengunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kehutanan Tahun 2014 ini diharapkan SKPD pelaksana DAK Bidang Kehutanan dapat melaksanakan kegiatan DAK Bidang Kehutanan secara efektif dan efisien dalam rangka menjaga keberlangsungan fungsi kawasan hutan melalui implementasi kebijakan pengelolaan hutan secara lestari berbasis unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat tapak yang strategis dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah 2014.

Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, peningkatan sarana prasarana operasionalisasi KPH, peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan, peningkatan sarana prasarana pengolahan hasil hutan berbasis kelompok, dan peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan diupayakan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan guna mendorong perbaikan lingkungan hidup serta mengurangi resiko bencana alam.

Dinas yang membidangi kehutanan provinsi, Badan Koordinasi Penyuluhan dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan secara aktif melakukan koordinasi, bimbingan, pembinaan dan pengendalian manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan PEP DAK Bidang Kehutanan sebagai bahan evaluasi/penilaian dalam penetapan kriteria teknis alokasi DAK Bidang Kehutanan selanjutnya. Semoga pembangunan kehutanan di pusat dan daerah berjalan secara selaras dan serasi dalam mewujudkan Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ZULKIFLI HASAN

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 31

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 32

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 33

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 34

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 35

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 36

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 37

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 38

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 39

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 40

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 41

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 42

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 43

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 44

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 45

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 46

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 47

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 48

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 49

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 50

PEMERINTAH PROVINSI - KABUPATEN/KOTA ………………………………….. DINAS KEHUTANAN

Alamat : ………………………………… e-mail : …………………………………

BERITA ACARA SERAH TERIMA

SARANA PRASARANA PENYULUHAN KEHUTANAN Nomor : ………………………/2014

Pada hari ini, ………… Tanggal ………… Bulan ………… Tahun Dua Ribu Empat Belas, yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama/NIP : ...................................................... Jabatan : Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota Alamat : ...................................................... dalam hal ini karena jabatannya bertindak untuk dan atas nama Penanggung Jawab Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota ……………………, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA. Nama/NIP : ...................................................... Jabatan : Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan Kabupaten/Kota ………… . Alamat : ...................................................... dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Penanggung Jawab Badan Pelaksana Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten/Kota …………………, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA, bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. …./Menhut-II/2012 tanggal …………………… 2012 Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan Tahun 2014 Bab IV.F tentang Peningkatan Sarana dan Prasarana Penyuluhan Kehutanan, pengadaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan apabila telah dilaksanakan agar diserahkan kepada Penyuluh Kehutanan melalui Badan Pelaksana Penyuluhan (Bappeluh) Kabupaten/Kota.

Dengan ini PIHAK PERTAMA menyerahkan Barang Milik Negara berupa Sarana Prasarana Penyuluhan Kehutanan PIHAK KEDUA selaku penanggungjawab Pengguna Sarana Prasarana Penyuluhan Kehutanan di Kabupaten/Kota …………………… . Dalam Berita Acara Serah Terima Barang ini menyatakan hal-hal sebagai berikut : 1. PIHAK PERTAMA telah menyerahkan kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK

KEDUA telah menerima dari PIHAK PERTAMA Barang Milik Negara dalam keadaan baik dan dapat dipergunakan, berupa :

No Nama Barang Merk/Type Warna Tahun

Pembuatan

Harga Pembelian

(Rp) Keterangan

www.djpp.kemenkumham.go.id

2013, No.1573 51

2. Dengan telah ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima Barang ini, maka wewenang dan tanggung jawab terhadap penggunaan/pemakaian, pengamanan dan pemeliharaannya telah beralih dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA.

Demikian Berita Acara Serah Terima ini dibuat rangkap 2 (dua),

ditandatangani oleh kedua belah pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

PIHAK PERTAMA Yang Menyerahkan,

PIHAK KEDUA Yang Menerima,

(………………………………) NIP.

(………………………………) NIP.

www.djpp.kemenkumham.go.id