bab i pendahuluan latarbelakang masalah · kegiatan usaha meliputi hph (hak pengusahaan hutan),...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Munculnya gerakan perlawanan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah dan dinamika perubahan kebijakan ekonomi rezim orde baru. Sejak dikeluarkannya kebijakan pembangunan ekonomi yang dikemas dalam undang-undang pokok kehutanan dan UU investasi pada tahun 1967 terbuka peluang bagi para investor asing menanamkan modal di Indonesia. Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak memanfaatkan sumber daya hutan sebagai lending sector pembangunan karena itu, wilayah-wilayah yang potensi kayunya berkualitas ataupun area penghasil bahan tambang akan menjadi sasaran datangnya investor. Di bawah amanat pasal 33 UUD 1945 ”bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dalam konteks ini menolak pembangunan sama dengan menolak negara sehingga menerima kebijakan pembangunan dalam berbagai bentuk menjadi kesiapan masyarakat yang memiliki kekayaan sumber daya alam. Mirisnya, amanat undang-undang bahwa suatu pembangunan baik pengelolaan hasil hutan kayu, pertambangan, perkebunan skala besar akan memberikan kemakmuran bagi rakyat jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Dampak yang lebih banyak dialami yakni pencemaran lingkungan oleh limbah industri, deforestasi oleh karena penebangan yang tidak memperhatikan proses rehabilitasi, menipisnya ketahanan air dalam

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang Masalah

Munculnya gerakan perlawanan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari

konteks sejarah dan dinamika perubahan kebijakan ekonomi rezim orde baru.

Sejak dikeluarkannya kebijakan pembangunan ekonomi yang dikemas dalam

undang-undang pokok kehutanan dan UU investasi pada tahun 1967 terbuka

peluang bagi para investor asing menanamkan modal di Indonesia. Kegiatan

usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan

industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak memanfaatkan sumber

daya hutan sebagai lending sector pembangunan karena itu, wilayah-wilayah yang

potensi kayunya berkualitas ataupun area penghasil bahan tambang akan menjadi

sasaran datangnya investor. Di bawah amanat pasal 33 UUD 1945 ”bumi dan air

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dalam konteks ini

menolak pembangunan sama dengan menolak negara sehingga menerima

kebijakan pembangunan dalam berbagai bentuk menjadi kesiapan masyarakat

yang memiliki kekayaan sumber daya alam. Mirisnya, amanat undang-undang

bahwa suatu pembangunan baik pengelolaan hasil hutan kayu, pertambangan,

perkebunan skala besar akan memberikan kemakmuran bagi rakyat jauh dari

kenyataan yang sebenarnya. Dampak yang lebih banyak dialami yakni

pencemaran lingkungan oleh limbah industri, deforestasi oleh karena penebangan

yang tidak memperhatikan proses rehabilitasi, menipisnya ketahanan air dalam

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

2

tanah akibat hutan yang rusak bahkan sampai pada hilangnya hak masyarakat atas

tanah dan hutan yang kaya tradisi budaya. Resistensi masyarakat yang

diwujudkan dalam bentuk perlawanan baik demonstrasi, konflik maupun berbagai

pertemuan dengan pihak-pihak penguasa adalah respon masyarakat atas

ketidakadilan yang mereka rasakan.

Perlawanan yang nampak di Indonesia misalnya resistensi atas

pertambangan di NTT yang dipelopori oleh mama Aleta Baun; Menolak

pertambangan PT Freeport di Mimika Papua yang digerakan oleh mama Yosepha

yang merupakan aktivis perempuan asal suku Amugme; Gerakan penolakan

eksploitasi hutan model HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di Kalimantan dan

berbagai tempat lainnya di Indonesia adalah respon ketidakpuasan masyarakat

atas sikap monopolistik pemerintah yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi

sedangkan kohesi antara masyarakat dengan alam dan tradisi penggunaan hutan

yang membudaya dalam masyarakat terabaikan. Dalam suatu masyarakat adat

tentu memiliki filosofi tentang tanah, air, gunung, batu dan pohon yang menyatu

dalam kepercayaan budaya setempat. Kehilangan salah satu dari unsur-unsur itu

sama dengan merusak tradisi yang mengakar dalam masyarakat. Demikian halnya

yang terjadi di desa-desa kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku.

Pada tahun 2009 perusahaan PT Karya Jaya Berdikari mendapatkan ijin

pengelolaan sumber daya kayu dengan model HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di

Kabupaten Maluku Tenggara Barat provinsi Maluku sesuai surat keputusan

Menteri Kehutanan nomor 117/MENHUT-II/2009. Sejak perusahaan resmi

mendapatkan ijin pengelolaan hutan timbul berbagai kekhawatiran atas

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

3

pembangunan kehutanan ini. Pasalnya, kepulauan Yamdena sebagai salah satu

gugusan pulau terbesar di Maluku Tenggara Barat pernah diekploitasi oleh PT

Yamdena Hutani Lestari sejak tahun 1991 dan dicabut berdasarkan surat

keputusan menteri kehutanan No. 200/Menhut-II/2007 tanggal 16 Mei 2007.

Pencabutan dilakukan oleh karena pihak perusahaan mengeksploitasi hutan secara

berlebih yang menyebabkan sebagian besar hutan di kepulauan Yamdena

mengalami degradasi. Menariknya di tahun 2009 pemerintah kabupaten Maluku

Tenggara Barat kembali memberikan rekomendasi untuk mengeksploitasi hutan di

kepulauan Yamdena. Hal ini menimbulkan berbagai kecurigaan adanya

pengambilan keuntungan dari sumber daya kayu milik masyarakat desa yang

mengatasnamakan pembangunan untuk kesejahteraan seluruh warga. Indikasi

negatif semakin menguat ketika perusahaan PT Karya Jaya Berdikari

mendapatkan ijin pengelolaan hasil hutan kayu di desa Watmuri tanpa persetujuan

seluruh masyarakat sementara hutan yang dikelola merupakan klaim hutan ulayat

yang penggunaan dan peruntukannya sejak dahulu untuk kepentingan bersama

masyarakat Watmuri.

Desa Watmuri merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan

Nirunmas Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku.1 Masyarakat yang

berdomisili di desa Watmuri didominasi pekerjaan sebagai petani. Luasnya hutan

yang mencapai ribuan hektar dan potensi kayu berkualitas untuk konstruksi

bangunan mengundang ketertarikan pengusaha berbasis pengelolaan kayu

1Di kabupaten Maluku Tenggara Barat terdapat gugusan pulau terbesar yakni kepulauan

Yamdena dan desa Watmuri termasuk salah satu desa yang berada dalam gugusan pulau tersebut.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

4

mendapatkan ijin di sana. Kayu Turing atau dalam percakapan masyarakat

menyebutnya sebagai kayu besi merah merupakan jenis pohon langkah yang

hanya tumbuh di dua tempat yakni desa Watmuri dan di hutan negara Brasil.2

Jenis kayu langkah dan berkualitas ini sangat dijaga masyarakat setempat

sehingga tidak seorangpun dapat melakukan aktifitas penebangan tanpa keputusan

dari musyawarah desa. Selain itu, hutan Watmuri memiliki ikatan emosional

dengan masyarakat setempat atas negeri lama masing-masing Soa3 yang dianggap

sakral. Masyarakat percaya bahwa tempat-tempat yang memiliki sejarah

kehidupan masa lalu yang terhubung dengan leluhur akan mengeluarkan kekuatan

supernatural yang berakibat fatal bagi setiap orang yang merusaknya. Akan tetapi

pentingnya hutan yang memiliki ikatan budaya dengan masyarakat Watmuri serta

ketergantungan hutan sebagai tempat pencari nafkah sekaligus nilai saling berbagi

dari cara masyarakat menggunakan hutan demi kepentingan bersama bergeser

semenjak perusahaan beroperasi di desa Watmuri. Hutan semakin terlepas dari

tangan masyarakat desa bahkan mematikan mata pencaharian oleh karena

penggunaan area hutan untuk bercocok tanam dibatasi oleh perusahaan HPH.

Atas berbagai situasi ini orang-orang diaspora Watmuri di Ambon tergerak

untuk memperjuangkan nasib masyarakat desa ke depan. Apa yang dilakukan

Watmuri diaspora bukan untuk menunjukan kemampuan intelektual atau

integritas sebagai orang-orang kota yang berwawasan luas melainkan bentuk

kepedulian dan kepekaan pada hak masyarakat yang harus diperjuangkan. Hutan

2Wawancara dengan Bpk. L Kofit 15 Agustus 2016 di Ambon.

3Soa adalah sebuah distrik desa/negeri. Soa secara sederhana diartikan sebagai kumpulan dari beberapa marga. Kedudukan soa biasanya dibawah raja dan berfungsi sebagai dewan menteri atau pembantu raja. Wawancara dengan Bpk R. Melmambessy 28 Agustus 2016 di Ambon.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

5

yang dikelola yakni hutan ulayat yang merupakan milik bersama masyarakat,

untuk mengelolanyapun harus mendapatkan persetujuan dari seluruh masyarakat.

Ketika perusahaan hanya disetujui oleh sebagian kecil warga yang dikontrol oleh

kepala desa dan kroni-kroninya, hal ini dilihat sebagai bentuk ketidakadilan bagi

seluruh masyarakat Watmuri. Ikatan Masyarakat Nirunmas Watmuri (IMNW)

sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan Watmuri perantau di Ambon

menjadi wadah mobilisasi gerakan perlawanan untuk menentang penebangan

hutan di Watmuri. Tradisi hidup ”laeng lia laeng” menjadi motivasi bangkitnya

resistensi Watmuri diaspora dengan asumsi merampas hak masyarakat desa atas

hutan sama halnya merampas hak hidup seluruh masyarakat Watmuri di mana

saja. Perjuangan hak tersebut berhubungan dengan, hak untuk mendapatkan

kesejahteraan dan kemakmuran sebagai bentuk nyata hadirnya pembangunan; hak

agar perusahaan melakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi hutan dan

mengurangi minimnya kerusakan; serta hak untuk melindungi hutan yang

memiliki ikatan budaya dengan masyarakat setempat sebagai “negeri lama”.

Semua ini tampak nihil sejak perusahaan beroperasi sehingga menjadi kekuatan

bangkitnya resistensi.

Atas uraian ini maka penulis merangkumnya dalam satu judul tesis:

Resistensi Watmuri Diaspora “Suatu Kajian Terhadap Penolakan Masyarakat

Watmuri Diaspora Ambon Atas Pengrusakan Hutan Sakral Di Watmuri”.

Sehingga dari judul ini dirumuskan masalah penelitian: Mengapa masyarakat

diaspora Watmuri di Ambon menolak pengrusakan hutan sakral di desa Watmuri?

dan Bagaimana strategi yang dilakukan masyarakat Watmuri diaspora Ambon

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

6

menolak pengrusakan hutan sakral di desa Watmuri? Dengan begitu maka Tujuan

penelitian ini yaitu mendeskripsikan mengapa ikatan masyarakat Watmuri

diaspora-Ambon menolak pengrusakan hutan sakral di Watmuri dan

mendeskripsikan strategi-strategi yang diupayakan orang-orang Watmuri diaspora

untuk menolak pengrusakan hutan sakral di Watmuri.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi siapapun yang

memiliki kepedulian terhadap eksistensi masyarakat melawan pengelolaan sumber

daya hutan yang eksploitatif. Kepada pemerintah untuk memperketat

pengontrolan dan evaluasi atas kinerja perusahaan sehingga efektif dan jauh dari

keresahan masyarakat. Juga kepada kalangan akademisi yang berminat

mempelajari tindakan perlawanan masyarakat yang memperjuangkan hak-hak

ulayat.

Penelitian ini dalam pengkajiannya mengarah pada studi sosiologi agama.

Resistensi Watmuri diaspora terhadap hutan sakral secara sederhana

menggambarkan upaya masyarakat memperjuangkan budaya sebagai warisan

turun temurun terkait tempat-tempat yang menjadi sakral bagi masyarakat. Bagi

Emile Durkheim seluruh keyakinan manusia baik yang religius (agama suku)

maupun Beragama (diakui oleh negara) tentu membagi dunia mereka dalam dua

elemen terpisah yakni yang sakral dan yang profan. Ciri-ciri yang sakral yakni

superior, berkuasa, terlarang, suci sedangkan profan lebih pada kebiasaan sehari-

hari, tidak memiliki kekuatan dan tampak biasa.4 Terhadap penjelasan ini maka

penolakan Watmuri diaspora di Ambon atas pengrusakan hutan sakral

4Emile Durkheim, The Elementary Forms Of Religious Life : Sejarah Bentuk-Bentuk

Agama Yang Paling Dasar (Jogjakarta: IRCisod, 2011), 167-169.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

7

mengarahkan kajian penelitian ini lebih pada studi sosiologi agama bukan pada

studi pembangunan yang dianalisis menggunakan teori gerakan perlawanan.

1.2. Alasan Pemilihan Judul

Penulis pernah berinteraksi selama delapan tahun dengan komunitas

Watmuri diaspora yang berada di Ambon, beralamatkan Karang Panjang tepatnya

di gang Victoria RT 005/RW 005. Atas dasar mencintai kerukunan hidup saudara-

bersaudara di tempat tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengambil kasus

yang dapat dijadikan masalah penelitian. Maka ditemukanlah judul yang

menggambarkan kehidupan Watmuri Diaspora yang berkaitan dengan resistensi

mereka menolak pengelolaan hasil hutan kayu di tempat asal yakni desa Watmuri.

Walaupun bukan berasal dari komunitas yang sama namun untuk mendapatkan

data tidak ada halangan dan hambatan. Mereka secara terbuka memberikan data

ketika wawancara berlangsung dan sangat diapreasikan oleh penulis. Semoga

penulisan ini dapat bermanfaat secara akademis maupun bagi masyarakat

Watmuri secara khusus.

1.3. Metodologi Penelitian

1.3.1. Jenis Penelitian

Suatu metode sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam

suatu penelitian serta menjadi pengarah dengan cara apa dan bagaimana data

dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir dapat menjawab permasalahan

penelitian.5 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif untuk

5Burhan bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), 42.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

8

mengeksplorasi serta memahami suatu permasalahan yang ada di lapangan.6

Bahkan melalui metode ini penulis berupaya menggambarkan sifat suatu keadaan

dalam jalannya penelitian kemudian data dikumpulkan, dianalisis dan

diabstraksikan.7 Menurut Creswell, penelitian kualitatif adalah suatu proses

penelitian ilmiah untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks

sosial yang menyeluruh dan kompleks.8 Untuk jenis penelitian penulis

menggunakan deskriptif analitis. Bagi Sumanto penelitian deskriptif berhubungan

dengan pengumpulan data untuk memberikan penegasan konsep atau gejala, juga

menjawab pertanyaan-pertanyaan.9 Melengkapi pemikiran Sumanto, Silalahi

menegaskan penelitian dekriptif tidak sekedar menggambarkan karakteristik dari

suatu gejala atau masalah yang diteliti melainkan fokus pada pertanyaan dasar

“bagaimana” untuk mendapatkan dan menjelaskan fakta-fakta dengan jelas dan

teliti.10

1.3.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data maka Pengambilan data dilakukan melalui

observasi (pengamatan), wawancara dan penelaah dokumen. Wawancara menjadi

point penting dalam penelitian kualitatif karena data akan lebih banyak diperoleh

ketika face to face (tatap muka) dengan informan. Dalam hal ini, penulis

menggunakan wawancara tak berstruktur yakni wawancara bebas tanpa terikat

6Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial (Jogjakarta: Pustaka

Pelajar, 2004), 38-40. 7Norman K. Denzim & Yvonna S. Lincoln (eds.), Handbook of Qualitative Research

(London-New Delhi: sage Publication, 1994), 2. 8Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2010),

5. 9Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), 8. 10Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), 28.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

9

pada pedoman yang telah disusun secara sistematis.11 Tujuannya untuk

mendapatkan lebih banyak data dalam penelitian apalagi masalah yang diteliti

merupakan kasus yang begitu sensitif bagi masyarakat. Perlawanan orang

Watmuri diaspora berhadapan dengan sejumlah tantangan bahkan perjuangan

dengan peluh keringat, airmata, pergumulan (doa) dan adat. Itulah mengapa

penulis menggunakan wawancara bebas tak terstruktur untuk menelusuri ruang

tertutup dari resistensi Watmuri Diaspora.

Selain itu digunakan juga model Snowball sampling yakni teknik

penentuan sampel yang mula-mula kecil kemudian membesar atau disebut juga

metode bola salju.12 Ini dilakukan penulis untuk memperoleh pencapaian data,

ketika data telah jenuh dan mengalami pengulangan barulah penulis berhenti

dalam penelitian. Sebelumnya informan yang dipilih ialah ketua organisasi

Watmuri diaspora atau Ikatan Masyarakat Nirunmas Watmuri (IMNW) Ambon

yang memiliki andil besar dalam resistensi Watmuri diapora, lalu diinstrusikan

untuk mewawancarai orang-orang terkait diantaranya bapak R. Melmambessy

sebagai sekretaris IMNW-Ambon, Bpk Laban Kofit sebagai Pembina IMNW,

Bpk A. Samar seksi humas. Nama-nama yang disebutkan adalah orang-orang

yang terlibat langsung dalam masalah yang diteliti. Dari mereka lalu dianjurkan

mewawancarai para pemuda, pendeta jemaat yang pernah menjabat di Watmuri

selama upaya penolakan dan beberapa orang lainnya yang dirasa dapat

memberikan data penelitian. Penulis juga sempat observasi ke Watmuri di Bulan

Desember 2016 dan mendapat informasi dari beberapa orang di sana. Selain

11Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 131-134

12Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), 127.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

10

Wawancara penulis juga melakukan penelaah dokumen. Penelaah ini

berhubungan dengan isi surat keluar yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait

sebagai bukti penolakan masyarakat. Dokumen digunakan penulis sejauh

memiliki kaitan dengan masalah penelitian.

1.3.3. Fokus dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada masyarakat Watmuri diaspora yang ada di

kota Ambon, sebagai upaya mendeskripsikan tindakan mereka dalam

mempertahankan hutan sakral yang ada di Watmuri. Jumlah mereka kurang lebih

70 KK dengan beragam pekerjaan baik Pegawai Negeri Sipil, Swasta, Dosen, TNI

dan Polri. Mereka tersebar di seluruh wilayah kota Ambon serta tetap menjaga

keterikatan orang saudara di rantau. Dalam penyebaran di setiap pelosok kota

Ambon, Karang Panjang RT 005 RW 005 merupakan tempat dengan populasi

masyarakat Watmuri diaspora terbanyak sehingga diberi sebutan Watmuri mini.

Dari kurang lebih 60 KK jumlah keseluruhan di RT 005 RW 005 Karang Panjang

Ambon, 35 KK di antaranya adalah orang Watmuri Diaspora. Di lokasi inilah

yang menjadi tempat penelitian juga ditempat lain terkait penelitian. Adapun di

bulan Desember 2016 penulis sempat observasi ke desa Watmuri dan

mendapatkan sebagian informasi di sana untuk melengkapi data yang sudah

ditemukan sebelumnya.

1.3.4. Metode Analisa Data

Penelitian berlangsung sejak Agustus-September 2016. Data yang

diperoleh merupakan hasil observasi, wawancara dan penelaah dokumen-

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

11

dokumen yang akan diseleksi untuk menyesuaikan relevansinya dengan masalah

penelitian. Setelah data terseleksi penulis akan menganalisanya dengan

menggunakan teori Gerakan Perlawanan.

1.4. Sistematika Penulisan

Secara garis besar tesis ini akan disusun dalam lima bab dengan

sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I “Pendahuluan” berisikan

latarbelakang penulisan, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, alasan

pemilihan judul serta dilengkapi dengan metodologi penelitian yakni jenis

penelitian, teknik pengumpulan data, fokus dan lokasi penelitian, metode analisa

data. Bab II merupakan uraian teori perlawanan yang dipakai sebagai pisau

analisis dengan tema besar “Resistensi Watmuri Diaspora Dari Perspektif

Teori Gerakan Perlawanan” yang dijabarkan point per point antara lain:

Resistensi dan definisinya, sifat dan karakteristik gerakan perlawanan, faktor-

faktor munculnya gerakan perlawanan yang diuraikan berdasarkan faktor

ekonomi-politik, faktor budaya dan faktor ekologi.

Bab III “Deskripsi Watmuri diaspora dan perlawanannya” adalah bab

yang mengkaji seluruh penelitian lapangan yang dilakukan penulis antara lain:

Profil Watmuri diaspora, sistem ekonomi, sistem kekerabatan, sistem sosial

budaya, sekilas tentang masyarakat di Watmuri, sistem pemerintah desa di

Watmuri, hubungan Watmuri diaspora dan penduduk di desa, hutan dalam

pemahaman orang Watmuri, penggunaan hutan di Watmuri, dari hijau ke

deforestasi, dinamika masuknya perusahaan di Watmuri, mobilisasi perlawanan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latarbelakang Masalah · Kegiatan usaha meliputi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), pertambangan, perkebunan dan industri berbahan baku kayu. Kebijakan ini lebih banyak

12

dan konflik, alasan-alasan penolakan, siapa yang dilawan, strategi Perlawanan

masyarakat Watmuri diaspora Ambon dalam menolak ekploitasi hutan.

Bab IV merupakan bagian analisis mengenai Resistensi Masyarakat

Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam Yang Merusak Hutan. Perpaduan

antara bab II teori dan bab III penelitian lapangan. Di dalamnya penulis

menganalisis mengenai: pentingnya hutan dan dorongan resistensi watmuri

diaspora Ambon, kurangnya kepedulian pemerintah dalam mengontrol kinerja

pengelola, masyarakat watmuri kehilangan hutan ulayat, strategi perlawanan

dalam menolak kebijakan pengelolaan hutan. Bab V tentu berisi penutup yang

terdiri dari kesimpulan dan saran.