bab i pendahuluan latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85076/potongan/d3-2015... ·...

28
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi keseluruhan oleh sel sekresi kelenjar susu yang didapat melalui pemerahan yang lengkap dari satu atau lebih sapi betina yang sedang laktasi. Air susu perahan menurut “Peraturan Perusahaan Susu” adalah susu yang diperoleh dengan jal an pemerahan, secara teratur, terus menerus, tanpa dikurangi ataupun ditambah apapun juga serta memiliki berat jenis minimal 1,027 pada temperatur 27,5C dan kadar minimal lemak adalah 2%. Air susu atau susu sapi terdiri dari tujuh perdelapan bagian air dan satu perdelapan bagian bahan kering. Air susu yang diperah dibentuk oleh kelenjar susu yang menggerombol dalam bentuk ambing susu yang yeng dibawah perut diantara kedua kaki belakang. Untuk mengatasi kerusakan susu sebelum dikonsumsi atau sebelum diolah oleh industri susu perlu diketahui kualitas susu sehingga dapat menentukan apakah susu layak dikonsumsi atau tidak. Pemerahan yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik pula untuk dikonsumsi oleh konsumen. Selain itu pemerahan yang baik juga akan menghindarkan penyakit pada ambing atau mastitis. Saat ini banyak susu yang masih berkualitas jelek hal ini disebabkan karena kesalahan dalam pemerahan yang menyebabkan ambing mengalami peradangan atau lebih sering disebut dengan mastitis. Kualitas susu yang jelek juga akan berdampak pada kesehatan konsumen karena pada kualitas susu yang

Upload: vuongcong

Post on 09-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi

keseluruhan oleh sel sekresi kelenjar susu yang didapat melalui pemerahan yang

lengkap dari satu atau lebih sapi betina yang sedang laktasi. Air susu perahan

menurut “Peraturan Perusahaan Susu” adalah susu yang diperoleh dengan jalan

pemerahan, secara teratur, terus menerus, tanpa dikurangi ataupun ditambah

apapun juga serta memiliki berat jenis minimal 1,027 pada temperatur 27,5ᴼC

dan kadar minimal lemak adalah 2%. Air susu atau susu sapi terdiri dari tujuh

perdelapan bagian air dan satu perdelapan bagian bahan kering. Air susu yang

diperah dibentuk oleh kelenjar susu yang menggerombol dalam bentuk ambing

susu yang yeng dibawah perut diantara kedua kaki belakang.

Untuk mengatasi kerusakan susu sebelum dikonsumsi atau sebelum diolah

oleh industri susu perlu diketahui kualitas susu sehingga dapat menentukan

apakah susu layak dikonsumsi atau tidak. Pemerahan yang baik akan

menghasilkan kualitas yang baik pula untuk dikonsumsi oleh konsumen. Selain

itu pemerahan yang baik juga akan menghindarkan penyakit pada ambing atau

mastitis. Saat ini banyak susu yang masih berkualitas jelek hal ini disebabkan

karena kesalahan dalam pemerahan yang menyebabkan ambing mengalami

peradangan atau lebih sering disebut dengan mastitis. Kualitas susu yang jelek

juga akan berdampak pada kesehatan konsumen karena pada kualitas susu yang

jelek kandungan gizi didalamnya juga akan berkurang. Proses pemerahan yang

benar akan mengurangi resiko terkena mastitis yang juga berpengaruh pada

produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Di peternakan sapi perah kasus yang

sering terjadi adalah mastitis yang berpengaruh pada produksi susu serta kualitas

susu yang dihasilkan juga kurang baik. Kerugian yang dapat terjadi karena

mastitis adalah berupa penurunan produksi susu serta penurunan kesehatan ternak.

UPTD BPBPTDK adalah peternakan sapi yang dikelola oleh Pemerintah Dinas

Pertanian Yogyakarta yang diharapkan dapat menjadi percontohan proses

pemerahan sapi perah yang baik.

Tujuan

Tujuan penulisan tugas akhir ini untuk mengevaluasi proses pemerahan di

UPTD Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan tugas akhir ini adalah penulis

dapat mengetahui proses sebelum pemerahan, pemerahan, dan pasca pemerahan

yang dilakukan di UPTD BPBPTDK.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pemerahan

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing.

Pemerahan bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal.

Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan

pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu yang

maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk

cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi

menurun (Putra, 2009).

Syarat-Syarat Pemerahan

a) Pemeriksaan sapi yang akan diperah

Semua sapi yang akan diperah harus diperiksa kemungkinan

adanya penyakit menular yang berbahaya bagi para konsumen. Penyakit-

penyakit tersebut antara lain : TBC, Brucellosis, mastitis. TBC dan

Brucellosis penyakit berbahaya bagi konsumen karena termasuk penyakit

zoonosis sedangkan mastitis membahayakan konsumen karena toxinnya

yang terkandung di dalam susu yang terinfeksi. Oleh karena itu air susu

yang terinfeksi mastitis tidak boleh dikonsumsi.

b) Kesehatan petugas

Setiap petugas pemerah ataupun yang akan berhubungan dengan

proses pengolahan susu harus dalam kondisi sehat dan bersih. Oleh karena

itu setiap petugas yang akan terjun kelapangan perlu : 1). Mencuci tangan

dengan deterjen atau air sabun yang hangat hingga bersih, kemudian

tangan dikeringkan dengan kain lap. 2). Kuku-kuku tangan yang panjang

harus dipotong sehingga tangan menjadi bersih dan tidak melukai puting.

Selain itu pemerah disarankan untuk menggunakan tutup kepala

dan sarung tangan untk mencegah kotoran rambut dan tangan jatuh

kedalam susu dan mencegah terjadinya pencemaran (Anonim, 2003).

c) Kebersihan tempat dan peralatan yang akan dipakai

Kebersihan tempat dan peralatan yang dipakai sangat

mempengaruhi kebersihan dan kesehatan air susu. Tempat dan peralatan

yang kotor dan berbau busuk akan mencemari air susu sehingga

mempercepat proses pembusukan, air susu menjadi asam dan rusak.

d) Kebersihan sapi

Sapi yang akan diperah juga harus dalam keadaan bersih. Semua

sapi yang akan diperah harus dimandikan terlebih dahulu seperti pada

bagian tubuh tertentu seperti pada lipatan paha, ambing dan puting.

e) Kebersihan kamar susu

Kamar tempat penampungan susu harus bersih, sebab didalam

kamar ini susu akan diproses lebih lanjut dan akan disimpan beberapa

waktu. Kamar susu yang baik harus terletak disuatu tempat yang terpisah

dengan kandang. Oleh karena itu kamar susu harus dalam keadaan bersih,

terhindar dari lalat, jauh dari timbunan sampah, ventilasi sempurna dan

drainase disekitar yang baik.

f) Pemerahan dilakukan dalam waktu tertentu

Walaupun sapi bisa diperah lebih dari dua kali sehari pada setiap

saat namun pemerahan yang baik adalah sesuai dengan jadwal pemerahan

secara teratur sehingga tidak menimbulkan strees pada sapi. Apabila sapi

diperah dua kali, pada pukul lima pagi dan pada pukul 3 sore maka jadwal

tersebut harus dipertahankan, dengan demikian sapi memiliki kebiasaan

kapan harus dimandikan, kapan harus makan dan kapan harus siap diperah

(AAK, 1995).

Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan.

Jika jaraknya sama, yakni 12 jam maka jumlah susu yang dihasilkan pada

waktu pagi dan sore hari akan sama. Namun jika jarak pemerahan tidak

sama, jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari lebih sedikit daripada

susu yang dihasilkan pada pagi hari (Sudono dkk, 2011). Pemerahan

dilakukan dua kali sehari dengan interval 12 jam untuk memberi

kesempatan kelenjar mammae memproduksi susu selanjutnya

(Soeharsono, 2008).

Persiapan pemerahan

a) Menenangkan sapi

Usaha untuk menenangkan sapi dapat ditempuh dengan cara : 1).

Memberikan makanan penguat terlebih dahulu pada sapi yang akan

diperah. 2). Petugas mengadakan pendekatan dengan cara memegang-

megang bagian tubuh sapi. 3). Menghindarkan lingkungan kandang terjadi

kegaduhan.

b) Membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi, terdiri dari : 1). Mencuci

lantai kandang dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi. 2). Mencuci

ambing dengan air hangat dan desinfektan, ambing digosok dengan spon

kemudian dikeringkan dengan kain lap yang lunak.

c) Mengikat sapi, sapi yang akan diperah diikat dengan tali. Tujuan

pengikatan adalah agar sapi tidak berontak sewaktu pemerahan

berlangsung.

d) Mencuci tangan, semua petugas yang akan melaksanakan pemerahan harus

mencuci tangan terlebih dahulu dengan bersih agar susu yang diperah

sehat dan bersih, tidak tercemar oleh kotoran tangan pemerah. Pencucian

tangan hendaknya menggunakan air hangat yang bersih menggunakan

sabun dan desinfektan kemudian dikeringkan dengan kain lap dan tangan

diolesi dengan minyak kelapa agar pemerahan dapat lebih lembut,sehingga

sapi tidak merasa sakit.

e) Melicinkan puting, puting sapi yang akan diperah perlu diolesi minyak

kelapa atau vaselin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses

pemerahan dan sapi tidak merasakan sakit.

f) Merangsang keluarnya air susu melalui pedet dan pemerahan bertahap

dapat ditempuh dengan cara : 1). Menyusukan pedet pada induk yang akan

diperah sebagai langkah awal pemerahan sehingga proses pemerahan

selanjutnya lancar. 2). Melakukan pemerahan bertahap.

g) Perlengkapan dan peralatan, Sebelum pemerahan dimulai petugas harus

mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih

dahulu. Perlengkapan tersebut antara lain : ember tempat pemerahan, tali

pengikat ekor, milk-can untuk menampung susu dan kain bersih untuk

menyaring susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan

ke dalam milk-can. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah

dipakai harus selalu dalam keadaan bersih (AAK, 1995) .

Teknik Pemerahan

Teknik pemerahan dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

A. Whole hand (tangan penuh)

Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan menjadi

panjang. Cara ini dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga dapat

dipegang dangan penuh tangan. Caranya tangan memegang puting dengan

ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan dimulai dari atas puting

diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari manis,

dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan

memancar ke luar. Setelah air susu itu keluar, seluruh jari dikendorkan

agar rongga puting terisi lagi dengan air susu. Remasan diulangi lagi

berkali-kali.

Jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting, air susu

tidak akan memancar keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi

akan kesakitan. Sedapat mungkin semua pemerahan dilakukan dengan

sepenuh tangan. Teknik ini dilakukan dengan cara menggunakan kelima

jari. Puting dipegang antara ibu dari dan keempat jari lainnya, lalu

ditekan dengan keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011).

B. Stripping (perah jepit)

Puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan

dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Dengan demikian air susu

tertekan ke luar melalui lubang puting. Pijatan dikendorkan lagi sambil

menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam cistern (rongga

susu) keluar. Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi. Cara ini

dilakukan hanya untuk pemerahan penghabisan dan untuk puting yang

kecil atau pendek yang sukar dikerjakan dengan cara lain (Syarief dan

Harianto, 2011).

C. Knevelen (perah pijit)

Cara ini sama dengan cara penuh tangan, tetapi dengan

membengkokan ibu jari, cara ini sering dilakukan jika pemerah merasa

lelah. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting

pendek (Syarief dan Harianto, 2011).

Tahapan Pemerahan

Pemerahan susu dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu :

A. Tahap Persiapan

Terdiri dari : 1). Pengeluaran kotoran dari kandang, sebelum

pemerahan dimulai hendaknya semua kotoran sapi disingkirkan dari

kandang agar bau kotoran tidak masuk dalam susu. Untuk menjaga

kebersihan susu dari debu maka sebaiknya rumput diberikan setelah

pemerahan selesai. 2). Mempersiapkan sapi yang akan diperah, sesudah

pemerah mencuci tangan dengan sabun dan membawa alat pemerahan

yang bersih (bangku pemerahan, ember pemerahan, ember air hangat,

tempolong kecil berisi vaselin, kain lap yang bersih), maka petugas

mendekati sapi yang akan diperah dan menenangkan sapi. Kedua ember

yang dibawa diletakkan kira-kira dipertengahan sapi berdiri supaya jauh

dari kotoran yang mungkin dikeluarkan sapi. 3). Pengikatan ekor sapi,

pengikatan ekor sapi hendaknya diikatkan pada kaki belakang diatas

tumitnya, untuk menghindarkan kotoran dikipas-kipaskan ekor masuk

mengotori susu di ember. 4). Pembersihan ambing dan putingnya, ambing

dan puting yang kotor sebaiknya dicuci dengan air hangat kemudian

dikeringkan dengan lap. Rangsangan yang paling baik sewaktu sapi akan

diperah, ialah mengusap puting dengan kain halus dan hangat sehingga

rangsangan dari ambing atau puting tersebut akan dilanjutkan ke otak,

hyphotalamus terangsang dan keluar oksitosin. Bila rangsangan tersebut

tidak halus atau bahkan menyebabkan kesakitan pada sapi maka yang

keluar adalah hormon adrenalin yang justru akan menyebabkan pembuluh

darah menyempit. Akibatnya darah ke ambing tidak banyak, sehingga

dengan sendirinya produksi susu juga akan sedikit. Sistem syaraf ke

ambing sejalan dengan sistem pembuluh darah dan limfe, berjalan

bersama-sama. Pada saat diperah terdapat koordinasi yang baik antara

kegiatan syaraf, pembuluh darah dan limfe. Begitu puting dirangsang,

rangsangan dibawa melalui sumsum tulang belakang menuju susunan

syaraf pusat dan sampai di hypothalamus bagian posterior. Rangsangan ini

menyebabkan keluarnya hormon oksitosin, masuk ke dalam darah arteri

dibawa ke seluruh tubuh dan diantaranya masuk ke dalam ambing.

Oksitosin menyebabkan adanya pemompaan air susu dari alveoli

(Soeharsono, 2008). 5). Pemeriksaan susu dari masing-masing puting, hal

ini perlu sekali dilakukan untuk segera mengetahui adanya hal-hal

abnormal atau penyakit radang ambing. Tiap-tiap penyakit yang disertai

sakit atau demam selalu mempengaruhi kwantitas susu, rasa, bau, dan

konsistensinya berubah dan lebih mudah pecah. 6). Massage dari ambing,

jika ambing nampak tidak begitu penuh berisi maka ambing perlu diraba

dengan kedua tangan masing-masing kuartir ambing depan dan belakang,

sebelah kanan kemudian sebelah kiri, diraba dengan ibu jari dua-duanya

disebelah luar sedang empat jari masing-masing lainnya memegang

perempatan ambing dari dalam. Gerakan massage itu dilakukan dari atas

rongga ambing kebawah sampai pada pangkal puting. Sesudah rabaan dan

massage ambing akan terlihat makin lama akan makin mengencang, begitu

pula puting akan makin terlihat mengencang. Hal ini tidak hanya

mempermudah pembentukan susu namun juga mempermudah pelepasan

susu (Sindoredjo, 1995). Pada persiapan pemerahan alat-alat pemerahan

susu dibersihkan, konsentrat diberikan sebelum pemerahan agar sapi

tenang, sapi dibersihkan dan tangan petugas dicuci menggunakan sabun

(Sudono dkk, 2011).

B. Tahap Pemerahan

Pemerahan dilakukan dengan memerah dua puting, depan dan

belakang bersama-sama dan pemerahan puting itu dilakukan berganti-ganti

sehingga keluarnya susu dapat terus menerus. Pada permulaan pemerahan

dilakukan dengan tekanan yang ringan kemudian setelah susu keluar

dengan lancar maka pemerahan dengan berangsur-angsur dapat

dipercepat temponya. Pemerahan tidak boleh dihentikan sebelum susu

benar-benar habis. Bila kedua kwartir ambing yang pertama sudah habis

susunya maka pindah ke kwartir ambing lainnya (Sindoredjo, 1995).

Pemerahan dapat dilakukan dengan 3 macam cara yaitu : 1). Pemerahan

dengan seluruh tangan (Whole hand), merupakan cara pemerahan yang

terbaik, puting dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya.

Penekanan dengan keempat jari diawali dari jari yang paling atas

kemudian diikuti oleh jari yang ada dibawahnya, begitu seterusnya

berulang-ulang. Pemerahan dengan teknik Whole hand merupakan

pemerahan yang terbaik karena tidak menimbulkan rasa sakit pada sapi

dan menimbulkan rasa sama seperti pada waktu anak sapi menyusu

induknya. Selain itu metode ini juga mempunyai keuntungan karena

produksi susu yang dihasilkan akan lebih banyak (Sindoredjo, 1995). 2).

Pemerahan dengan memijat puting antara ibu jari (knevelen), cara

pemerahan ini kurang baik karena dapat menimbulkan rasa sakit pada

ambing dan dapat merusak bentuk puting maupun ambingnnya sendiri.

Umumnya cara ini dipergunakan pada puting yang kecil dan pada sapi

baru beranak pertama kali (Sindoredjo, 1995). 3) Pemerahan dengan

menarik puting antara ibu jari dan jari telunjuk (Strippen), cara pemerahan

ini dilakukan hanya pada puting yang kecil dan pendek. Pemerahan

dengan cara ini dapat merusak ambing, juga tidak akan banyak hasilnya

karena bertentangan dengan arah penyusuan anaknya. Caranya kedua jari

ditekankan serta sedikit ditarik kebawah sampai air susu keluar. Teknik ini

tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan puting turun (Sindoredjo,

1995).

C. Tahap penyelesaian (pemerahan pembersihan)

Sesudah pemerahan selesai, ambing susu diulangi lagi

pemerahannya sehingga tidak ada susu yang tertinggal. Hal ini dilakukan

karena : 1). Susu yang tertinggal didalam ambing dapat menjadi asam dan

dapat menimbulkan kuman-kuman masuk kedalam ambing. 2). Susu yang

terakhir paling banyak mengandung lemak oleh karena itu jika tidak

dikeluarkan akan berakibat merendahkan kadar lemak susu selanjutnya

(Sindoredjo, 1995).

Setelah pemerahan selesai, ambing dicuci bersih dan dilap

menggunakan kain yang dibasahi desinfektan, lalu ambing dilap hingga

kering. Peralatan yang digunakan juga dicuci dengan deterjen atau tipol

(sabun pelarut lemak) kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan

(Syarif dan Harianto, 2011).

Setelah sapi selesai diperah, rumput hijauan diberikan untuk

meminimalkan kontak langsung ambing pada lantai karena bakteri akan

mudah masuk kedalam puting yang masih terbuka (AAK, 1995).

Sebaiknya bagian puting dicelupkan ke dalam desinfektan sekitar

empat detik untuk menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan

Sumoprastowo, 1990).

Penyakit Pada Ambing

Penyakit yang sering terjadi pada peternakan sapi perah adalah mastitis.

Mastitis adalah peradangan jaringan kelenjar susu yang ditandai dengan adanya

peradangan pada ambing disertai perubahan fisik, kimia, mikrobioloik serta

adanya peningkatan jumlah sel radang dalam susu dan perubahan patologi

jaringan. Berdasarkan gejalanya terdapat mastitis klinis dan sub klinis. Penyebab

mastitis dapat disebabkan karena infeksi namun dapat pula disebabkan karena

trauma atau salah manajemen dalam pemerahan. Faktor infeksi terjadi karena

infeksi kuman antara lain kuman Streptococcus agalactiae, Streptococcus

dysgalactiae, Streptococcus uberis, dan Staphylococcus aureus. Faktor

predisposisi terjadi bila ambing atau puting kena trauma atau pukulan, tusukan

benda keras sehingga terjadi perdarahan, adanya luka atau lapisan keratin

mengelupas akibat tarikan pemerahan (Soeharsono, 2008).

Secara klinis proses radang ambing dapat berlangsung akut, subakut, dan

kronik. Radang dikatakan berlangsung secara subklinis apabila gejala-gejala klinis

radang tidak dapat ditemukan pada waktu pemeriksaan ambing. Pada proses yang

berlangsung secara akut tanda-tanda adanya radang, yang berupa kebengkakan,

panas dalam rabaan air susu menjadi pecah bercampur endapan atau jonjot fibrin,

konsistensi susu menjadi encer dan warnanya juga agak kebiruan. Gejala umum

adanya radang akut akan terlihat jelas, sapi akan ambruk dan dapat mati dalam

beberapa hari.

Pencegahan mastitis terutama ditujukan pada kebersihan kandang,

kebersihan sapi, pengelolaan peternakan, serta desinfeksi dengan cara dipping

pada puting sehabis pemerahan dengan menggunakan alkohol 70%. Pendidikan

yang tidak kalah penting adalah pendidikan terhadap peternak akan prinsip-

prinsip pencegahan penyakit (Subronto, 2003).

Pencegahan mastitis yang sangat bermanfaat ialah manajemen yang baik

khususnya pada sebelum, selama dan setelah pemerahan. Mastitis dapat juga

karena perlakuan yang kurang baik, misalnya sewaktu pemerahan dengan cara

kasar yang dapat melukai puting. Sebelum memerah cuci dahulu puting dan

ambing dengan air hangat, hal ini dapat merangsang pembentukan dan

pengeluaran susu (Soeharsono, 2008).

Penyakit lain yang juga sering menyerang ambing adalah :

a) Radang ambing khusus : infeksi kuman Streptokokus, infeksi kuman

Stafilokokus, infeksi kuman Koliform, infeksi kuman Korinebakterium,

infeksi oleh Mikoplasma.

b) Gangguan kongenital dan Faali dari ambing : Kelainan pada ambing yang

bersifat kongenital dapat berupa puting berbentuk pendek atau panjang.

Gangguan kongenital tersebut seperti : air susu tidak turun, busung

ambing.

c) Penyakit ambing bagian luar : Akne puting (kukul pada kulit ambing),

radang ambing ulseratif.

d) Perubahan patologik lain-lain dari ambing : Radang traumatik, eversi

ujung puting, lubang puting buntu (Subronto, 2003).

BAB III

MATERI DAN METODE

Materi

Materi didapatkan dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan

Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK) berupa

manajemen pemerahan dan pencegahan penyakit mastitis.

Metode

Cara pengambilan data dilakukan dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan

Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK) adalah :

1. Pengamatan atau observasi

Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap kegiatan yang

berhubungan dengan pelaksanaan operasional perusahaan guna

memperoleh informasi dan pengalaman langsung.

2. Metode Wawancara

Wawancara dilakukan langsung dengan responden yang ada di

Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan

Diagnostik Kehewanan (UPTD BPBPTDK). Responden yang di maksud

dalam hal ini adalah pengelola, manajer kandang, karyawan dan pihak-

pihak yang terkait dalam kegiatan perusahaan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kandang Pemerahan

Kandang pemerahan di UPTD BPBPTDK untuk sapi laktasi berjumlah 2

kandang dengan sistem tail to tail. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu

pukul 04.00 pagi dan pada pukul 12.00 siang. Kotoran sapi dikeluarkan dari

kandang, lantai kandang disapu dan disiram dengan air bersih. Satu kandang sapi

berisi 16-18 sapi laktasi. Bangunan kandang sapi laktasi memanjang dari arah

selatan-utara dengan model kandang terbuka. Di kandang laktasi A sinar matahari

agak sulit masuk karena di sekitar kandang terdapat bangunan yang lebih tinggi

walaupun demikian keadaan kandang tetap terang dan tidak lembab. Sedangkan

kandang laktasi B sinar matahari dapat masuk dengan baik dari pagi sampai sore.

Pemeliharaan Ternak

Perlakuan sapi yang ada di UPTD BPBPTDK meliputi pembersihan sapi

yang dilakukan dua kali sehari. Sapi dimandikan, dibersihkan daerah lipatan paha,

ambing dicuci bersih kemudian dilap menggunakan kain kering. Sebelum

pemerahan dimulai ekor sapi diikat pada tumit agar tidak mengganggu proses

pemerahan. Konsentrat diberikan masing masing setiap pemberian sebanyak 3.75

kg/hari pagi dan siang hari sebelum di perah. Hijauan diberikan pada sapi laktasi

masing masing setiap pemberian sebanyak 30kg/hari pagi dan sore setelah

pemerahan.

Petugas pemerahan

Petugas pemerahan datang pada pukul 04.00 dan 13.00 petugas datang

untuk mempersiapkan alat-alat pemerahan seperti ember berisi air bersih, tempat

penampungan susu, penyaring susu. Awalnya petugas membersihkan tangan

dengan air bersih dan sabun kemudian di lap dengan kain kering, setelah itu diberi

pelicin untuk memudahkan dalam pemerahan.

Pelaksanaan Pemerahan

Pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK untuk mendapatkan

produksi susu dilakukan beberapa cara antara lain : 1). Fase pemerahan, dalam

pemerahan sapi perah jarak pemerahan atau frekuensi pemerahan yaitu selama 9

jam maka dari itu produksi susu yang dihasilkan berbeda dengan frekuensi yang

sudah di tentukan. Metode pemerahan yang di lakukan dalam proses pemerahan

yaitu dengan Whole hand dan stripping hand. 2). Fase penyelesaian, setelah

proses pemerahan dilakukan ada beberapa tahap yang dilakukan untuk menjaga

kesehatan ambing antara lain pemerahan harus sampai tuntas sisa air susu yang

berada diambing dikeluarkan dengan metode stripping hand, kemudian puting

dicuci hingga bersih. Gambar proses pemerahan di UPTD BPBPTDK disajikan

dalam lampiran.

Pembahasan

Persiapan sebelum pemerahan

Kandang/tempat pemerahan

Pelaksanaan pembersihan kandang di UPTD BPBPTDK dilakukan

sebelum pemerahan. Pembersihan kandang meliputi kotoran sapi, air kencing dan

sisa-sisa pakan yang ada di dalam kandang maupun di sekitar lingkungan kandang

kemudian lantai kandang disiram dengan air bersih yang mengalir sampai bersih.

Lantai disapu menggunakan sapu lidi untuk mengeluarkan semua kotoran yang

ada di dalam kandang. Pembersihan kandang bertujuan agar sewaktu pemerahan

berlangsung tidak ada kotoran ataupun debu yang berterbangan yang dapat

mencemari susu hasil pemerahan. Kandang laktasi di UPTD BPBPTDK

dibersihkan dua kali dalam sehari yaitu pukul 4 pagi sebelum ternak dimandikan

dan pukul 12 siang sebelum pemerahan siang dilakukan. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa sebelum proses

pemerahan seluruh kotoran yang ada didalam kandang dikeluarkan terlebih

dahulu agar bau kotoran tidak mencemari susu dan menjaga agar saat pemerahan

tidak ada debu berterbangan.

Ternak

Sapi-sapi yang akan diperah dimandikan terlebih dahulu sebelum diperah.

Daerah lipatan paha, ambing dan puting dibersihkan agar kotoran dari sapi tidak

mencemari susu yang diperah. Sapi-sapi yang berada di UPTD BPBPTDK

dimandikan setelah kandang dibersihkan sekitar pukul 04.00 pagi. Seluruh bagian

tubuh sapi dibersihkan dengan menggunakan sikat dan spon halus sampai bersih.

Kemudian sapi-sapi diberikan pakan konsentrat agar tenang saat proses

pemerahan. Pengikatan ekor pada salah satu kaki dibelakang bertujuan agar sapi

tidak menggibas-gibaskan ekor sehingga akan mengotori susu dalam ember.

Pembersihan sapi dengan cara memandikan bertujuan agar susu yang

dihasilkan sehat dan bersih. Pengikatan ekor dilakukan pada sapi yang sering

menendang. Pemberian pakan konsentrat bertujuan untuk menjaga ketenangan

sapi saat diperah karena sapi yang tenang pada waktu diperah akan memudahkan

keluarnya susu sehingga memudahkan dalam proses pemerahan (AAK, 1995).

Semua sapi yang akan diperah diperiksa kesehatannya untuk mengetahui adanya

kemungkinan penyakit menular yang berbahaya bagi konsumen.

Petugas Pemerahan

Petugas pemerahan harus dalam kondisi yang sehat. Sebelum pemerahan

dimulai petugas pemerah di UPTD BPBPTDK mencuci tangan terlebih dahulu

dengan sabun kemudian tangan dikeringkan dengan lap kering. Kuku tangan yang

panjang dipotong agar tidak melukai puting. Kemudian tangan diolesi dengan

minyak kelapa agar memudahkan dalam pemerahan sehingga pemerahan dapat

maksimal. Kuku pemerah yang panjang dan kurangnya pemberian minyak dapat

melukai puting. Susu merupakan bahan makanan yang mudah menyerap bau oleh

karena itu petugas pemerahan tidak diperbolehkan merokok saat proses

pemerahan karena asap rokok dan debu dapat mencemari susu (Anonim, 2003).

Pelaksanaan Pemerahan

Frekuensi Pemerahan

Pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan selang waktu 12 jam. Jadwal

pemerahan yang teratur dan seimbang akan menghasilkan produksi air susu yang

lebih baik daripada jadwal pemerahan yang tidak teratur dan tidak seimbang,

misalnya jarak pemerahan terlalu panjang atau pun terlalu pendek. Sebagai contoh

jarak pemerahan antara 16 jam dan 8 jam hasilnya lebih rendah daripada sapi yang

diperah dengan jarak pemerahan antara 12 jam dan 12 jam (AAK, 1995).

Pemerahan di UPTD BPBPTDK dilakukan dua kali sehari yaitu pada

pukul 04.00 pagi dan pukul 13.00 siang dengan interval pemerahan kurang dari 12

jam. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Soeharsono (2008) yang mengatakan

bahwa pemerahan dilakukan dua kali sehari dengan interval 12 jam untuk

memberi kesempatan kelenjar mammae memproduksi susu selanjutnya.

Fase Persiapan

Sebelum pemerahan, dilakukan pembersihan pada kandang. Lantai

kandang disiram dengan air mengalir sampai bersih kemudian kotoran sapi juga

dibersihkan. Sapi yang akan diperah dimandikan supaya tidak ada kotoran yang

menempel. Seluruh bagian tubuh sapi disiram dengan air bersih dan disikat

dengan menggunakan sikat sampai semua kotoran yang menempel hilang. Ekor

sapi diikat pada kaki belakang diatas tumit untuk menghindarkan kotoran yang

dikipas-kipaskan ekor masuk mengotori susu di dalam ember. Pengikatan ekor

juga bertujuan agar tidak menggangu selama proses pemerahan berlangsung.

Pakan konsentrat diberikan sebelum pemerahan, hal ini bertujuan untuk

menenangkan sapi agar sapi menjadi tenang dan produksi susu juga maksimal.

Petugas yang akan memerah terlebih dahulu mencuci tangan dengan sabun, kuku-

kuku dipotong supaya tidak melukai puting. Setelah itu tangan pemerah diolesi

dengan minyak untuk melicinkan puting agar memudahkan dalam pemerahan dan

mencegah kelukaan pada puting saat pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa sebelum proses pemerahan, kandang

dibersihkan terlebih dahulu, ternak dimandikan, petugas pemerah mencuci tangan

menggunakan sabun. Sesudah pemerah mencuci tangan dengan sabun, alat-alat

pemerahan disiapkan (bangku pemerah, ember pemerahan, ember air bersih,

minyak untuk melicinkan puting). Ambing dan puting sapi dibersihkan

menggunakan air, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang

mengatakan bahwa ambing dan puting sebaiknya dicuci dengan air hangat

kemudian dikeringkan dengan lap. Menurut Soeharsono (2008) rangsangan yang

paling baik sewaktu sapi akan diperah ialah mengusap puting dengan kain halus

dan hangat sehingga rangangan dari ambing/puting tersebut akan dilanjutkan ke

otak, hipotalamus terangsang dan keluar oksitosin. Bila rangsangan tersebut tidak

halus atau bahkan menyebabkan kesakitan pada sapi maka yang keluar adalah

hormon adrenalin yang justru akan menyebabkan pembuluh darah menyempit.

Akibatnya darah ke ambing tidak banyak, sehingga dengan sendirinya produksi

susu juga akan sedikit. Di UPTD BPBPTDK ambing dan puting hanya

dibersihkan menggunakan air bukan menggunakan air hangat dan tidak

dikeringkan dengan lap. Menurut Anonim (2003) petugas pemerahan disarankan

menggunakan tutup kepala dan sarung tangan untuk mencegah kotoran rambut

dan tangan jatuh kedalam susu dan mencegah terjadi pencemaran. Namun saat

melakukan pemerahan petugas tidak menggunakan tutup kepala dan sarung

tangan. Di UPTD BPBPTDK setelah petugas mencuci tangan dengan sabun,

dilakukan massage pada ambing yang bertujuan agar ambing terlihat penuh dan

siap untuk diperah. Massage dilakukan dengan cara kedua tangan memegang

masing-masing kwartir ambing depan dan belakang, sebelah kanan kemudian

sebelah kiri, diraba dengan ibu jari disebelah luar sedangkan keempat jari lainnya

memegang perempatan ambing dari dalam. Gerakan massage dilakukan dari atas

rongga ambing kebawah sampai pada pangkal puting. Sesudah rabaan massage ini

ambing susu akan nampak kencang, puting-puting juga nampak mengencang

sehingga tidak tampak mengendur. Dengan demikan ambing siap untuk diperah

dan produksi susu dapat maksimal. Merangsang keluarnya air susu dapat

dilakukan dengan cara menyusukan pedet pada induk yang akan diperah sehingga

proses pemerahan selanjutnya dapat dilaksanakan secara lancar. Pemerahan secara

bertahap juga dapat merangsang keluarnya susu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa massage pada ambing dapat

mempercepat pembentukan susu dan mempermudah pelepasan susu.

Fase Pemerahan

Pemerahan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : a). Pemerahan dengan

tangan penuh (Whole hand) b). Pemerahan dengan memijat puting antara ibu jari

dan keempat jari lainnya (Knevelen) c). Pemerahan dengan menarik puting antara

ibu jari dan jari telunjuk (Stripping). Setelah persiapan selesai, pemerah duduk

dibangku, ember dijepit diantara kedua lutut, puting dilicinkan, kemudian

massage pada ambing. Pemerahan dilakukan dengan memerah dua puting, depan

dan belakang bersama-sama. Pemerahan dilakukan berganti-ganti sehingga susu

dapat keluar terus-menerus. Pada pemulaan pemerahan dilakukan dengan tekanan

yang ringan kemudian setelah susu sudah mulai lancar keluar maka pemerahan

dengan berangsur-angsur dapat dipercepat temponya. Bila kedua kwartir ambing

yang pertama sudah habis susunya maka pindah ke kwartir ambing yang lainnya.

Pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK menggunakan metode Whole

hand (tangan penuh) dan metode Stripping untuk menghabiskan sisa susu yang

masih ada pada ambing. Metode dengan tangan penuh dilakukan dengan cara

puting dipegang, jari kelingking menekan ujung bawah puting. Pada permulaan

ibu jari dan jari telunjuk menutup pangkal puting kemudian diikuti gerakan

menekan dari jari-jari lainnya berturut-turut dari atas kebawah. Sesudah susu

tertekan keluar maka pemegangan pangkal puting dikendorkan sebentar dan dan

segera ditutup lagi serta diikuti oleh gerakan tekanan dari tiga jarinya seperti

semula. Gerakan ini dilakukan dengan dua tangan pada dua puting yang berganti-

ganti diperah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindoredjo (1995) yang mengatakan

bahwa pemerahan dengan teknik Whole hand merupakan pemerahan yang terbaik

karena tidak menimbulkan rasa sakit pada sapi dan menimbulkan rasa sama

seperti pada waktu anak sapi menyusu induknya. Selain itu metode ini juga

mempunyai keuntungan karena produksi susu yang dihasilkan akan lebih banyak.

Jumlah sapi laktasi di UPTD BPBPTDK berjumlah 32 ekor sapi. Dalam proses

pemerahan di UPTD BPBPTK terlihat kesalahan dalam proses pemerahannya,

yaitu petugas pemerah merokok sewaktu pemerahan berlangsung.

Fase Penyelesaian

Sesudah pemerahan selesai, maka ambing diulangi pemerahannya dengan

metode stripping yaitu mrnggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Pemerahan ini

dilakukan dengan memegang puting diantara ibu jari dan jari telunjuk, kedua jari

ditekankan serta sedikit ditarik ke bawah sehingga air susu mengalir keluar. Pada

tahap penyelesaian pemerahan di UPTD BPBPTDK sesuai dengan pendapat

Sindoredjo (1995) yang mengatakan bahwa metode stripping digunakan untuk

mengeluarkan susu yang masih tertinggal di dalam ambing agar terhindar dari

mastitis karena air susu yang tertinggal di dalam ambing akan menjadi tempat

berkembangbiaknya berbagai macam penyakit ambing. Setelah susu di dalam

ambing benar-benar sudah keluar semua, ambing dicuci dengan air, hal ini tidak

sesuai dengan pendapat Subronto (2003) yang mengatakan bahwa setelah

pemerahan selesai puting dicuci bersih kemudian dilakukan desinfeksi terhadap

puting, dipping menggunakan alkohol 70%. Menurut Syarif dan Harianto (2011)

pada fase penyelesaian setelah pemerahan selesai, ambing dicuci bersih dan dilap

menggunakan kain yang dibasahi desinfektan, lalu ambing dilap hingga kering.

Puting juga harus dibilas dengan air bersih dan dicelupkan ke dalam desinfektan

sekitar empat detik untuk masing-masing puting namun di UPTD BPBPTDK

tidak dilakukan desinfeksi, puting hanya dibersihkan dengan air saja. Selain itu

setelah pemerahan ternak diberi hijauan, hal ini bertujuan agar ternak tetap dalam

keadaan berdiri. Puting yang selesai diperah masih terbuka sehingga apabila

ambing langsung terkontaminasi dengan lantai kandang akan banyak

mikroorganisme, kuman yang masuk ke dalam ambing melalui puting yang masih

terbuka.

Pencegahan Penyakit pada Ambing

Mastitis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada peternakan sapi

perah, namun di UPTD BPBPTDK jarang terdapat kasus mastitis. Pencegahan

yang dilakukan supaya ambing sapi tetap sehat adalah dengan menjaga kebersihan

kandang. Kandang di UPTD BPBPTDK selalu dijaga kebersihannya, dibersihkan

dua kali sehari sebelum proses pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Subronto (2003) yang mengatakan bahwa pencegahan mastitis yang terutama

ditujukan pada kebersihan kandang sapi, kebersihan sapi, serta pengelolaan

peternakan. Selain itu pencegahan mastitis dapat dengan cara melakukan

manajemen pemerahan yang baik, khususnya pada sebelum, selama dan setelah

pemerahan (Soeharsono, 2008). Selain mastitis, di UPTD BPBPTDK juga

ditemukan penyakit lain pada ambing yaitu kutil pada ambing beberapa sapi, hal

ini dapat terjadi karena proses pemerahan yang kurang baik atau kasar, kurangnya

pelicin (minyak) saat memerah sehingga ambing menjadi terluka.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Manajemen pemerahan yang dilakukan di UPTD BPBPTDK yang

meliputi persiapan sebelum pemerahan dilakukan dengan baik, pada proses

pemerahan tangan petugas kurang diberi minyak sehingga menyebabkan luka

pada puting sedangkan pada proses pasca pemerahan tidak dilakukan dipping.

Saran

Untuk mencegah tarjadinya penyakit pada ambing perlu dilakukan

pengarahan kepada petugas pemerah agar proses pemerahan dilakukan dengan

baik dan benar. Sebelum pemerahan dilakukan tangan pemerah diolesi dengan

minyak secukupnya agar tidak melukai puting dan pemerahan dapat berjalan

dengan baik. Saat proses pemerahan berlangsung sebaiknya petugas meggunakan

pakaian pelindung meliputi tutup kepala dan sarung tangan untuk mencegah

pencemaran pada air susu. Ambing dan puting sebaiknya dicuci dengan air hangat

dan dilap sebelum dan proses pemerahan. Setelah proses pemerahan selesai

sebaiknya dilakukan pencelupan ambing pada cairan desinfektan untuk

meminimalkan kuman penyebab mastitis masuk kedalam puting sapi.