bab i pendahuluan latar belakang · pdf fileprovinsi maluku terdapat di kota ambon, dengan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi)
merupakan tiga hal dasar yang menjadi persoalan penduduk di seluruh penjuru
dunia. Kelahiran (fertilitas) diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Kematian (mortalitas) adalah
keadaan menghilangnya semua tanda – tanda kehidupan secara permanen.
Sedangkan perpindahan (migrasi) adalah perpindahan penduduk dengan tujuan
untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif
(migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata
lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu
daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Sedangkan migran adalah orang yang
berpindah ke tempat lain dengan tujuan untuk menetap dalam waktu enam
bulan atau lebih.
Dari ketiga persoalan kependudukan yang disebutkan sebelumnya, migrasi
menjadi pilihan analisa kali ini mengingat hal inilah yang berhubungan langsung
terhadap densitas (kepadatan), distribusi penduduk, transportasi serta aspek
lainnya dalam kehidupan sosial masyarakat.
2
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia, Kota Ambon merupakan wilayah yang memiliki persentase migran
tertinggi dibandingkan dengan sepuluh kabupaten / kota lainnya yang ada di
Provinsi Maluku. Jumlah migran di Kota Ambon adalah 112.715 jiwa (34,03 %)
dari jumlah penduduk kota Ambon secara keseluruhan. Selanjutnya diikuti oleh
Kota Tual dengan jumlah migran 18.724 jiwa (32,24 %) ; Kabupaten Buru 25.198
(23,34 %) ; Kepulauan Aru 15.798 (18,78 %) ; Seram Bagian Barat 23.293
(14,15 %) ; Maluku Tengah 45.548 (12,59 %) ; Seram Bagian Timur 11.917
(12,03 %) ; Maluku Tenggara 10.958 (11,36 %) ; Buru Selatan 4.395 (8,19 %) ;
Maluku Tenggara Barat 8.096 (7,69 %) dan Kabupaten Maluku Barat Daya
dengan jumlah migran 2.643 jiwa (3,74 %).
Jika melihat secara provinsi, hampir setengah dari jumlah migran yang ada
Provinsi Maluku terdapat di Kota Ambon, dengan persentase sebesar 40,36
persen. Kondisi inilah yang menjadi alasan mengapa analisa dampak
kependudukan ini perlu dibuat sehingga dapat melihat lebih jauh sebab maupun
akibat yang terjadi dari kondisi migrasi yang ada di Kota Ambon.
PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang perlu dijawab antara lain :
1. Apa dampak yang terjadi dari pertumbuhan migrasi di Kota Ambon ?
2. Apa solusi yang perlu dilakukan sebagai langkah penyelesaian masalah
migrasi tersebut ?
3
TUJUAN ANALISIS
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang terjadi dari pertumbuhan
migrasi di Kota Ambon dan bagaimana solusinya.
MANFAAT
Analisis ini diharapkan akan memberikan jawaban akurat terhadap persoalan
migrasi di Kota Ambon, terutama tentang dampak yang terjadi serta langkah
penanggulangan yang tepat.
4
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
LANDASAN TEORI
Migrasi sering diartikan sebagai perpindahan seseorang atau sekelompok orang
yang relatif permanen dari satu daerah ke daerah lain. Menurut Rozy Munir,
migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat
ke tempat lain melampaui batas politik atau negara atau batas administratif atau
batas bagian dalam suatu negara.
Dalam proses migrasi, terdapat dua dimensi penting yang perlu ditinjau, antara
lain :
1. Dimensi Waktu
2. Dimensi Daerah
Dalam dimensi waktu biasanya ukuran yang pasti tidak ada karena sulit untuk
menentukan berapa lama seseorang pindah tempat tinggal untuk dapat
dianggap sebagai seorang migran, tetapi biasanya digunakan definisi yang
ditentukan dalam sensus penduduk. Sedangkan untuk dimensi daerah,
dibedakan atas migrasi internasional, migrasi interen, dan migrasi lokal.
Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari satu Negara ke negara
lain. Migrasi interen adalah perpindahan penduduk yang terjadi dalam satu
negara misalnya antar propinsi, kota atau kesatuan administratif lainnya,
5
sedangkan migrasi lokal adalah perpindahan dari satu alamt ke alamat lain atau
dari satu kota ke kota lain tapi masih dalam batas bagian dalam suatu negara
misalnya dalam satu Propinsi.
Teori migrasi mula-mula diperkenalkan oleh Ravenstein dalam tahun 1985 dan
kemudian digunakan sebagai dasar kajian bagi para peneliti lainnya (Lee, 1966;
Zelinsky, 1971 dalam Waridin, 2002). Para peneliti tersebut mengatakan bahwa
motif utama atau faktor primer yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi
adalah karena alasan ekonomi.
Teori migrasi menurut Ravenstein (1985) mengungkapkan tentang perilaku
mobilisasi penduduk (migrasi) yang disebut dengan hukum hukum migrasi
berkenaan sampai sekarang. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah
tujuan.
b. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi
adalah sulitnya memperoleh pendapatan di daerah asal dan kemungkinan
untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.
c. Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah pindah ke daerah lain
merupakan informasi yang sangat penting.
d. Informasi yang negatif dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk untuk
bermigrasi.
e. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang, semakin besar
tingkat mobilitas orang tersebut.
6
f. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi mobilitas
orang tersebut.
g. Para migran cenderung memilih daerah dimana telah terdapat teman atau
sanak saudara yang bertempat tinggal di daerah tujuan.
h. Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit untuk
diperkirakan.
i. Penduduk yang masih muda dan belum menikah lebih banyak melakukan
migrasi dibandingkan mereka yang berstatus menikah.
j. Penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak
mobilitasnya dibandingkan yang berpendidikan rendah.
Mantra, Kastro dan Keban (1999) dalam Waridin (2002) menyebutkan bahwa
ada beberapa teori yang mengungkapkan mengapa seseorang melakukan
mobilitas, diantaranya adalah teori kebutuhan dan stres. Setiap individu
mempunyai beberapa macam kebutuhan yang berupa kebutuhan ekonomi,
sosial, budaya dan psikologis. Semakin besar kebutuhan yang tidak terpenuhi,
semakin besar stres yang dialami seseorang. Apabila stres sudah berada di atas
batas toleransi, maka seseorang akan berpindah ke tempat lain yang
mempunyai nilai kefaedahan atau supaya kebutuhannya dapat terpenuhi.
Perkembangan teori migrasi ini kemudian dikenal sebagai model ”stress
treshold” atau model ”place utility”. Model semacam ini juga diterapkan oleh
Keban (1994) dan Susilowati (1998) dalam Ara (2008).
7
Tjiptoherijanto (1999) menyatakan bahwa dalam arti yang luas migrasi adalah
perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Dalam
pengertian yang demikian, tidak ada pembatasan baik pada jarak perpindahan
maupun sifatnya, serta tidak adanya perbedaan antara migrasi dalam negeri dan
luar negeri. Migrasi menyimpan sejarahnya sendiri, yang sebenarnya tidak dapat
dipisahkan dari sejarah perkembangan segala macam faham atau ”isme” yang
pernah berlaku, khususnya mengenai buruh yang diawali dengan perdagangan
budak beberapa abad silam sampai kepada mobilitas tenaga kerja di masa
kolonial. Sejarah kehidupan bangsa diwarnai dengan adanya migrasi, dan
oleh karena itu pula terjadi proses pencampuran darah dan kehidupan
kebudayaan.
Selain model migrasi tersebut, terdapat model yang dikembangkan oleh Speare
(1975). Ia mengatakan bahwa migrasi tenaga kerja juga dipengaruhi oleh faktor
struktural seperti karakteristik sosio – demografis, tingkat kepuasan terhadap
tempat tinggal, kondisi geografis daerah asal, dan karakteristik komunitas. Pada
umumnya ketidakpuasan pada latar belakang yang berdimensi struktural ini akan
dapat mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi. Sebagai contoh, daerah yang
lahan pertaniannya tandus biasanya sebagian besar masyarakatnya akan
mencari pekerjaan di tempat lain yang lebih subur atau banyak peluang ekonomi,
khususnya pada sektor non pertanian, misalnya industri, perdagangan dan jasa.
8
Everett S. Lee (1976) mengungkapkan bahwa volume migrasi di satu wilayah
berkembang sesuai dengan keanekaragaman daerah-daerah di dalam wilayah
tersebut. Bila melukiskan di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor
positif, negatif dan adapula faktor-faktor netral. Faktor positif adalah faktor yang
memberi nilai yang menguntungkan kalau bertempat tinggal di daerah tersebut,
misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, dan iklim yang
baik. Sedangkan faktor negative adalah faktor yang memberi nilai negatif pada
daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat
tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat cenderung
menimbulkan arus imigrasi penduduk.
Selanjutnya Everett S. Lee (1976) menambahkan bahwa besar kecilnya arus
migrasi juga dipengaruhi rintangan, misalnya ongkos pindah yang tinggi dan
menurutnya terdapat 4 faktor yang perlu diperhatikan dalam proses migrasi
penduduk antara lain :
a. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.
b. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan.
c. Rintangan antara daerah asal dan daerah tujuan.
d. Faktor-faktor daerah asal dan daerah tujuan.
9
- + -
- +
- + o
o +
o
- - o
- +
- + o
- o
Gambar 1
Faktor-faktor yang terdapat pada daerah asal, daerah tujuan dan rintangan
antara
Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menarik seseorang
untuk tidak meninggalkan daerah tersebut (faktor positif) dan faktor-faktor yang
tidak menyenangkan sehigga menyebabkan seseorang untuk meninggalkan
daerah tersebut (faktor negatif). Di samping itu terdapat faktor-faktor yang pada
dasarnya tidak ada pengaruhnya terhadap daerah tersebut.
Diantara ke empat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi. Penilaian positif
atau negatif suatu daerah tergantung pada individu itu sendiri.
Robert Norris (1972) adanya tambahan tiga komponen dari pendapat Lee, yaitu
migrasi kembali, kesempatan antara, dan migrasi paksaan (force migration).
Noriss berpendapat bahwa faktor daerah asal merupakan faktor terpenting.
Daerah Asal Daerah Tujuan
Gambar : Everett S Lee (1976)
Rintangan Antara
10
Dapat dikatakan bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local
population, yaitu dimanapun mereka bertempat tinggal, pasti mengadakan
hubungan dengan daerah asal. Dalam diagram Norris wilayah antara daerah
asal dan derah tujuan dapat merupakan wilayah kesempatan antara (intervening
opportunities).
Gambar 2
Faktor-faktor Determinan Mobilitas Penduduk
Todaro (1969) mengatakan, seseorang akan memutuskan untuk bermigrasi atau
tidak tergantung dari present value dari pendapatan yang dapat diperoleh dari
migrasi itu positif atau negatif. Dan menurut dia pula bahwa orang tersebut ingin
Kesempatan Antara
+ - - o
Daerah Asal
- o - + +
+ - o + +
Daerah Tujuan
_ + + o + o
Migrasi Paksaan
Migrasi Kembali
Rintangan Antara
Gambar : Robert E. Norris (1972)
11
bermigrasi perlu dilihat secara spesifik menurut karakteristik dari calon migran
(seperti : pengetahuan dan keterampilan, umur, jenis kelamin, pemilikan modal,
dan lain-lain yang relevan) karena tingkat pendapatan dan probabilita akan
sangat dipengaruhi oleh karakteristik tersebut. Todaro mengsumsikan bahwa
faktor ekonomi merupakan faktor yang dominan sebagai pendorong orang untuk
migrasi. Pernyataan ini juga didukung oleh Revenstein (1889) menyatakan
dalam salah satu hukum migrasinya, bahwa motif ekonomi merupakan
pendorong utama seseorang melakukan migrasi.
Pendapat Todaro (1969) bahwa faktor ekonomi merupakan motif yang paling
sering dijadikan sebagai alasan utama untuk bermigrasi. Sehingga daerah yang
kaya sumber alam tentunya akan lebih mudah menciptakan pertumbuhan
ekonominya, meskipun mungkin kurang stabil. Daerah yang kaya sumber daya
manusia akan menjadi lokasi yang menarik bagi manufaktur atau jasa, terutama
yang menggunakan teknologi tinggi. Seperti lazimnya dalam ilmu ekonomi
regional, tenaga kerja akan cenderung melakukan migrasi dari daerah dengan
kesempatan kerja kecil dan upah rendah ke daerah dengan kesempatan kerja
besar dan upah tinggi.
12
KERANGKA PEMIKIRAN
Migrasi menjadi sebuah fenomena yang dialami hampir di seluruh kota di
Indonesia, tanpa terkecuali Kota Ambon sebagai objek yang hendak dianalisa.
Hal ini terjadi oleh karena berbagai faktor individu yang tentunya menjadi
pengambil keputusan utama dalam proses migrasi itu sendiri.
Jumlah migrasi yang tinggi di Kota Ambon, mengarah pada teori yang
dikemukan oleh Taylor (1968) dan Starck (1991) dalam Ara (2008) yang
beranggapan bahwa perpindahan atau mobilitas penduduk terjadi bukan hanya
berkaitan dengan pasar kerja saja namun juga karena faktor-faktor lain yang
akhirnya dapat berpengaruh pada keputusan seseorang untuk bermigrasi. Oleh
karena itu, kerangka pemikiran yang akan dikembangkan adalah seperti pada
gambar berikut :
Gambar 3
Kerangka Pemikiran Teoritis
Migrasi
Lapangan Pekerjaan
Fasilitas Pendidikan
Fasilitas Kesehatan
Perumahan
13
BAB III
METODE ANALISIS DAMPAK KEPENDUDUKAN
VARIABEL PENELITIAN
1. Lapangan Pekerjaan
Jumlah perusahaan terdaftar di Kota Ambon yang menjadi peluang bagi para
migran untuk bekerja.
2. Fasilitas Pendidikan
Sarana Prasarana pendidikan dari tingkat Taman kanak – kanak (TK),
Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertam (SLTP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Umum
(SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA) dan
perguruan tinggi yang tentunya bisa menunjang aktivitas pendidikan migran
maupun anak – anak mereka nanti.
3. Fasilitas Kesehatan
Sarana prasarana kesehatan bagi para migran, dimulai dari ketersediannya
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Puskesmas, Puskesmas Keliling, Puskesmas
Pembantu, Posyandu, Klinik/ Balai Kesehatan, Polindes dan Praktek Bidan.
4. Perumahan
Ketersediaan tempat tinggal yang layak.
14
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi penelitian adalah penduduk di Provinsi Maluku yang dikategorikan
sebagai migran atau pendatang, sedangkan sampel yang dipilih adalah migran
yang berada di Kota Ambon, karena kota ini memiliki jumlah migran terbanyak di
Provinsi Maluku.
JENIS DAN SUMBER DATA
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat
oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan
dan yang tidak dipublikasikan. Data Sensus Penduduk Provinsi Maluku tahun
2010 dipakai untuk melakukan analisa lebih jauh, terkait dengan jumlah migran
di Kota Ambon.
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
Metode penelitian yang digunakan adalah secara kualitatif dengan pendekatan
eksploratif berdasarkan data jumlah migran di Kota Ambon yang tercatat dalam
hasil sensus penduduk Provinsi Maluku yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik. Data yang diperoleh dari hasil sensus tersebut kemudian digunakan
sebagai bahan analisis dan interprestasi.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
KONDISI GEOGRAFIS
Kota Ambon terletak pada 3°-4° Lintang Selatan dan 128°-129° Bujur Timur, dan
secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah.
Secara keseluruhan luas wilayah Kota Ambon adalah 377 Km2 dengan luas
daratan 359,45 km2. Kota Ambon memiliki lima kecamatan yaitu, Kecamatan
Nusaniwe, Sirimau, Teluk Ambon, Teluk Ambon Baguala dan Kecamatan
Leitimur Selatan. Kota Ambon memiliki 20 kelurahan dan 30 desa yang tersebar
di kelima kecamatan yang ada.
Sebagian besar wilayah Kota Ambon terdiri dari perbukitan, sedangkan iklimnya
adalan iklim laut tropis dan iklim musim. Kondisi iklim ini dipengaruhi oleh letak
Kota Ambon yang dikelilingi oleh lautan. Iklim laut tropis berlangsung bersamaan
dengan iklim musin yang terdiri dari musim barat yang terjadi di bulan Desember
sampai Maret ; bulan april sebagai bulan transisi musim barat ke timur ; dan di
bulan Mei – Oktober adalah masa musim timur ; sedangakan bulan November
adalah masa transisi ke musim barat.
Dari data curah hujan Kota Ambon tahun 2012, tingkat curah hujan mulai
meningkat dari awal bulan Mei hingga bulan Agustus, namun puncaknya terjadi
di bulan Juni dengan curah hujan 1 252,1 Mm dan berlangsung selama 30 hari.
16
KONDISI DEMOGRAFIS
Jumlah penduduk Kota Ambon menurut hasil sensus penduduk tahun 2010
adalah 331.254 jiwa (21,60 %) dari jumlah penduduk Maluku secara
keseluruhan. Dimana jumalah penduduk laki – laki sebesar 165.926 jiwa dan
perempuan 165.328 jiwa.
Berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, penduduk Kota
Ambon paling banyak menyelesaikan jenjang SLTA / MA / Sederajat, yaitu
106.935 jiwa. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 1
Penduduk Kota Ambon Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan.
No Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan Jumlah (Jiwa)
Tidak / Belum Pernah Sekolah Tidak / Belum Tamat SD SD / MI / Sederajat SLTP / MTs / Sederajat SLTA / MA / sederajat SM Kejuruan Diploma I / II Diploma III Diploma IV / Universitas S2 / S3
8.956 43.967 44.240 45.782 106.935 13.787 4.057 5.838 21.363 1.999
17
ANALISIS TINGKAT MIGRASI DI KOTA AMBON
Secara umum, Provinsi Maluku memiliki jumlah migran sebesar 279,285 jiwa.
Jumlah ini tersebar di 11 kabupaten / kota yang ada. Jika melihat per kabupaten
/ kota, jumlah migran terbanyak ada di Kota Ambon dengan jumlah 112.715 jiwa,
sedangkan yang terkecil jumlahnya ada di Kabupaten Maluku Barat Daya,
dengan jumlah migran 2.643 jiwa.
Berdasarkan persentase yang ada, jumlah migran di Kota Ambon hampir
setengah dari jumlah migran yang ada di Provinsi Maluku, yaitu sebesar 40,36
%. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Maluku Tengah dengan besar persentase
16,31 % ; Buru 9,02 % ; Seram Bagian Barat 8,34 % ; Tual 6,70 % ; Kepulauan
Aru 5,66 % ; Seram bagian Timur 4,27 % ; Maluku tenggara 3,92 % ; Maluku
Tenggara Barat 2,90 % ; Buru Selatan 1,57 % dan Maluku Barat Daya 0,95 %.
Secara lengkap data penduduk Provinsi Maluku yang berstatus sebagai migran
dapat dilihat pada tabel berikut.
18
Tabel 2
Jumlah Migran Di Maluku
KAB/KOTA MIGRAN %
Maluku Tenggara Barat 8,096 2.90
Maluku Tenggara 10,958 3.92
Maluku Tengah 45,548 16.31
Buru 25,198 9.02
Kepulauan Aru 15,798 5.66
Seram Bagian Barat 23,293 8.34
Seram Bagian Timur 11,917 4.27
Maluku Barat Daya 2,643 0.95
Buru Selatan 4,395 1.57
Ambon 112,715 40.36
Tual 18,724 6.70
Provinsi Maluku 279,285 100.00
Tingginya jumlah migran di Kota Ambon tentunya dipengaruhi oleh mobilitas
perpindahan penduduk atau yang disebut sebagai migrasi. Proses migrasi ini
dianalisa lebih lanjut dengan melihat berbagai variabel yang mempengaruhi
individu untuk melakukan migrasi itu sendiri, yakni lapangan pekerjaan, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan dan perumahan.
a. Lapangan Kerja
Seperti yang dikatakan dalam konsep pemikiran Todaro yang menyatakan
bahwa para migran mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar
tenaga kerja yang tersedia bagi mereka disektor pedesaan dan perkotaan,
serta memilih salah satunya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang
19
diharapkan. Maka tentunya lapangan kerja menjadi alasan kuat bagi individu
maupun kelompok dalam melakukan migrasi.
Pada tahun 2010, ketersediaan lapangan kerja di Kota Ambon cukup banyak,
hal ini dilihat dari 3.100 perusahaan yang terdaftar pada dinas perdagangan
dan industri Kota Ambon dengan 64 jenis usaha yang dikembangkan. Ini
menjadi peluang yang memungkinkan para migran untuk masuk ke Kota
Ambon.
Perusahaan terbanyak yang ada di Kota Ambon adalah perusahaan dengan
jenis usaha CV yaitu sebanyak 873 perusahaan, kemudian angkutan darat
583 perusahaan dan toko sebanyak 530 perusahaan.
Secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 3
Jumlah Perusahaan di Kota Ambon
Menurut Jenis Usaha
No Jenis Usaha Jml Perusahaan
1 Toko/Stores 530
2 Perusahaan Dagang 168
3 Kios/Pondok/Kiosk 80
4 Rumah Makan/Small Restaurants 60
5 Restaurant/Big Restaurants 5
6 Rumah Kopi/Coffee Shops 16
7 Hotel/Penginapan/Hotels/Motels 23
8 Billyard/Billiards 6
20
No Jenis Usaha Jml Perusahaan
9 PT/Limited Cooperation 440
10 CV/Limited Partnerships 873
11 Fa/Firms 35
12 Perusahaan Daerah 1
13 Apotik/Pharmacy 34
14 Percetakan/Printings 1
15 Penjahit/Tailors 8
16 Kap Salon/Beauty Salons 18
17 Fotocopy/Photocopies 1
18 Foto Studio/Photo Studios 7
19 Servis Elektronik 4
20 Bank/Banks 9
21 Koperasi/Cooperation 41
22 Pabrik Roti/Bakeries 1
23 Usaha Mie/Noodles Factories -
24 Penggergajian/Sawmills -
25 Meuble/Furniture 4
26 Bengkel/Workshops 9
27 Tukang Gigi/Tooth Worker -
28 Tukang Cukur/Shavers 1
29 Yayasan/Foundations 4
30 Pengecer Kecil Minyak Tanah 12
31 Angkutan Darat 583
32 Usaha Pijat/Massages 2
33 Diskotik/Discotic -
34 Usaha Permainan Ketangkasan Anak -
35 Swalayan/Supermarkets 3
36 Optikal/Optical Shops 3
37 Tempat Wisata/Tourism Places -
21
No Jenis Usaha Jml Perusahaan
38 Industri/Industries -
39 Wartel/Calling Shops 1
40 Karaoke 29
41 Café/Cafés 9
42 Rental/Rents 2
43 Usaha Rumah Kost/Lodgings 12
44 Mini Market 4
45 Seles/Sales -
46 Warnet/Internet Shops 28
47 Industri Gomblo/Cone block -
48 Notaris/Notaries -
49 Depot Air Minum 9
50 SPBU/Gas Stations 1
51 Pegadaian/Pawn Shops -
52 Fitness Centres 1
53 Catering 1
54 Play Zone 2
55 Laundry 2
56 Klinik/Clinic 2
57 Kedai Es/Ice Shop -
58 Butiq/Boutiqe 3
59 Kerambah -
60 KFC 1
61 Sellular 6
62 Pencucian Mobil/Car Wash 1
63 TV Kabel/Cable TV 3
64 Warung/Shop 1
Jumlah Perusahaan 3100
22
Ketersediaan lapangan kerja di Kota Ambon tentunya menjadi salah satu
faktor yang terbukti memberikan daya tarik tersendiri bagi para migran, hal ini
cukup berbeda dengan kabupaten/ kota lainnya di Provinsi Maluku yang tidak
memiliki lapangan kerja sebanyak yang dimiliki Kota Ambon.
Kota Ambon menyediakan banyak perusahaan, yang jika dilihat dari jenis
usahanya, rata – rata tidak membutuhkan tenaga ahli atau lulusan
pendidikan tinggi. Inilah yang menjadi kesempatan besar bagi mereka yang
masuk, dengan anggapan bahwa mereka akan bisa bekerja dan memiliki
penghasilan sekalipun berpendidikan dasar atau menengah.
Hal ini tentu memberikan dampak negatif untuk Kota Ambon yaitu :
1. Kualitas sumber daya yang masuk (Migran) adalah kualitas yang rendah,
dengan keterampilan kerja yang sangat terbatas.
2. Karena rendahnya kualitas dan keterampilan sumber daya yang masuk
inilah, maka para migran hanya bisa menjadi pekerja dan sangat sulit
untuk menciptakan lapangan kerja baru, dengan demikian maka Kota
Ambon akan sulit bersaing di pasar global.
Untuk menanggulangi dampak yang terjadi ini, maka pemerintah Kota Ambon
perlu menghimbau bagi perusahaan – perusahaan baru yang hendak
dibentuk, agar menetapkan standar pendidikan dan keterampilan khusus
bagi setiap orang yang akan dipekerjakan. Sedangkan untuk perusahaan –
perusahaan lama yang telah berproses, pemerintah perlu bekerjasama
23
dengan balai – balai pelatihan dan pengembangan untuk mengasah
pengetahuan dan keterampilan para pekerja sehingga mampu bersaing
secara interen maupun secara global.
b. Fasilitas Pendidikan
Kualitas sumber daya manusia pada dasarnya ditunjang oleh fasilitas
pendidikan yang ada. Sarana prasarana pendidikan di Kota Ambon tahun
2010 sudah sangat baik karena untuk segala jenjang pendidikan dari Taman
Kanak – Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi sudah tersedia.
Secara keseluruhan jumlah gedung pendidikan di Kota Ambon adalah 391
gedung. Dari jumlah yang ada, gedung Sekolah Dasar (SD) di Kota Ambon
adalah yang paling banyak yaitu 192 gedung sekolah. Kemudian Taman
Kanak – Kanak (TK) 77 sekolah ; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
48 ; Sekolah Menengah Umum (SMU) 33 ; Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) 12 ; Madrasah Ibtidaiyah (MI) 10 ; Madrasah Tsanawiyah (MTs) 6 ;
Madrasah Aliyah (MA) 2 sekolah dan Perguruan Tinggi 11 (Terdiri dari 2
perguruan tinggi negeri dan 9 perguruan tinggi swasta).
24
Tabel 4
Jumlah Gedung Sekolah di Kota Ambon
Menurut Jenjang Pendidikan
No Jenjang
Pendidikan Jumlah Sekolah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Taman Kanak – Kanak Sekolah Dasar Mandrasah Ibtidaiyah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Madrasah Tsanawiyah Sekolah Menengah Umum Sekolah Menengah Kejuruan Madrasah Aliyah Perguruan Tinggi
77 192 10 48 6 33 12 2 11
Jumlah Sekolah 391
Selain lapangan kerja yang cukup banyak di Kota Ambon dibandingkan
dengan kabupaten / kota lainnya di Provinsi Maluku, salah satu daya tarik
yang mempengaruhi para migran adalah ketersediaan fasilitas pendidikan
seperti yang terlihat dalam tabel 4.
Ketersediaan gedung sekolah tentunya akan menjadi hal penting bagi para
migran, misalnya untuk kelangsungan pendidikan para migran itu sendiri
maupun anak – anak mereka nanti. Dengan demikian ketika mereka bekerja
maka anak – anak mereka tetap mampu bersekolah.
Dampak yang timbul dari segi pendidikan tentunya baik untuk para migran,
namun untuk Kota Ambon sebagai daerah tujuan tentunya tidak selalu baik,
misalnya dengan masuknya migran maka fasilitas pendidikan yang tadinya
25
mampu menampung anak – anak usia sekolah akan mulai berkurang,
sehingga jumlah gedung sekolah sewaktu – waktu tidak akan mampu
menampung jumlah anak usia sekolah yang ingin bersekolah.
Untuk menanggulangi hal ini, maka pemerintah perlu melakukan rencana
pembangunan dan pemerataan fasilitas pendidikan di wilayah Kota Ambon,
dalam arti bahwa sekalipun anak – anak yang akan bersekolah semakin
meningkat, namun gedung sekolah jangan sampai tidak tersedia. Strategi
yang dapat dipakai adalah pembangunan gedung sekolah dari jenjang
Taman Kanak – Kanak hingga SMU di setiap Desa/ Kecamatan. Hal ini
selain dapat menjawab kebutuhan gedung sekolah untuk anak usia sekolah
di desa/ kecamatan tertentu, namun disisi lain dapat mengurangi
pengeluaran orang tua, seperti biaya angkutan anak menuju sekolah yang
letaknya jauh dari tempat tinggal.
c. Fasilitas Kesehatan
Di tahun 2010, data jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Kota Ambon
adalah sebanyak 442. Jumlah ini terdiri dari beberapa fasilitas yang tersedia
untuk melayani kesehatan masyarakat umum termasuk para migran.
Fasilitas tersebut antara lain, Rumah sakit sebanyak 10 buah ; Rumah
bersalin 1 ; Puskesmas 22 ; Puskesmas Keliling 22 ; Puskesmas Pembantu
34 ; Posyandu 287 ; Klinik/ Balai Kesehatan 6 dan Bidan Praktek 60 buah.
Jenis fasilitas kesehatan lain yang belum ada di Kota Ambon hanya Polindes.
26
Tabel 5
Jumlah Fasilitas Kesehatan
di Kota Ambon
No Jenis Sarana
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8
Rumah Sakit Rumah Bersalin Puskesmas Puskesmas Keliling Puskesmas Pembantu Posyandu Klinik / Balai Kesehatan Bidan Praktek
10 1 22 22 34
287 6 60
Jumlah 442
Fasilitas kesehatan di Kota Ambon sama halnya dengan fasilitas pendidikan,
sudah cukup memadai. Hal ini memberikan dampak positif bagi para migran.
Namun jika melihat dari jenis fasilitas kesehatan yang ada, perlu penambahan
untuk rumah bersalin dan klinik / balai kesehatan. Hal ini sangat diperlukan
mengingat bahwa pertumbuhan jumlah penduduk terjadi setiap waktu, disertai
dengan intensitas kunjungan dan migrasi yang terjadi.
Dampak yang terjadi jika dilihat dari sisi fasilitas kesehatan adalah, bahwa
dengan masuknya migran ke Kota Ambon tentunya membutuhkan layanan
fasilitas yang lebih banyak, dan ini juga membutuhkan perhatian dari pemerintah
Kota untuk menambah fasilitas kesehatan di tempat – tempat tertentu yang
sebelumnya belum memiliki fasilitas kesehatan.
27
d. Perumahan
Bertambahnya jumlah penduduk serta makin membaik strata kehidupan
sosial ekonomi masyarakat Ambon dengan pola konsumsi yang sangat tinggi
berdampak pada tuntutan kebutuhan papan (rumah) yang sehat dengan
lingkungan yang baik. Beberapa kawasan pengembangan sesuai arahan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon yang merupakan sentra
pertumbuhan baru dan potensial seperti kawasan Passo dengan lahan yang
sangat datar telah dicadangkan untuk kawasan pertumbuhan baru bukan
saja bagi sektor perdagangan dan jasa namun juga bagi sektor-sektor
lainnya termasuk sektor perumahan dan permukiman.
Kawasan Passo sebagai Kota Orde Kedua memiliki keunggulan dan potensi
yang sangat besar untuk prospek pengembangan perumahan dan
permukiman baru baik itu rumah tinggal maupun rumah toko (Ruko).
Pengembangan kawasan ini karena ditunjang dengan kemampuan daya
dukung lahan yang tersedia serta adanya rencana Pemerintah Kota untuk
mengembangkan kawasan Passo sebagai pusat aktivitas ekonomi baru.
Dengan ketersediaan lahan perumahan tentunya baik untuk migran namun
disisi lain Kota Ambon akan diperhadapkan dengan tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi yang tentu akan memberikan dampak buruk bagi
lingkungan sekitar. Hal ini akan mengakibatkan kawasan Passo sebagai
kawasan yang berpotensi sebagai wilayah padat penduduk.
28
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Kota Ambon membutuhkan strategi
penataan wilayah Kota Ambon secara umum, maupun wilayah Passo
sebagai wilayah masa depan dengan peluang pertumbuhan siklus ekonomi
dan perdagangan, serta wilayah yang berpotensi memiliki tingkat kepadatanb
tinggi dengn jumlah perumahan yang sangat banyak.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari pembahasan yang diutarakan sebelumnya, beberapa hal yang menjadi
kesimpulan adalah :
1. Kota Ambon memiliki kecenderungan sebagai daya tarik daya tarik bagi
para migran untuk masuk karena ketersediaan lapangan kerja, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan maupun perumahan.
2. Lapangan kerja yang tersedia di Kota Ambon rata – rata tidak
membutuhkan keahlian khusus, sehingga migran yang masuk untuk
memenuhi lowongan kerja tersebut lebih banyak berpendidikan rendah
dengan keterampilan yang minim. Dengan demikian keterbatasan
tersebut bisa membuat Kota Ambon sulit untuk memasuki persaingan
ekonomi global.
3. Fasilitas pendidikan dan kesehatan sudah cukup tersedia, namun jika
jumlah migran bertambah secara terus menerus akan berpeluang
menimbulkan keterbatasan fasilitas yang ada. sehingga berpengaruh
pada pelayanan yang akan diberikan.
4. Wilayah Passo sebagai wilayah baru yang memiliki potensi perdagangan
serta pemukiman menjadi daya tarik pembangunan, namun dengan
masuknya migran secara tidak terkontrol akan mengakibatkan kepadatan
penduduk dan semakin berkurangnya lahan pemukiman, dan disisi lain
akan berpeluang menimbulkan konflik sosial antar pendatang dengan
penduduk asli.
30
Rekomendasi :
1. Pemerintah kota Ambon lebih meningkatkan promosi darah dan
memberikan peluang bagi investor untuk membangun perusahaan –
perusahaan dengan standar yang lebih baik, sehingga kualitas sumber
daya manusia yang dipekerjakan adalah mereka yang berkualitas dan
memiliki keterampilan lebih, sehingga Kota Ambon mampu bersaing
dalam persaingan global.
2. Perlu adanya peraturan daerah yang mengatur mobilitas penduduk di
Provinsi Maluku, khususnya di Kota Ambon, sehingga diharapkan akan
ada keseimbangan yang baik antara penduduk yang keluar maupun yang
masuk.
3. Pemerintah diharapkan membangun sarana dan prasarana pendidikan,
kesehatan, dan pelayanan publik lainnya untuk mengatasi dampak
pertambahan penduduk akibat migrasi masuk.
4. Pemerintah Kota Ambon perlu membuat rencana tata kota yang lebih
baik, sehingga pemukiman penduduk kota maupun para migran akan
lebih tertata dengan tidak terkonsentrasi pada satu wilayah saja. Dengan
demikian ada pemerataan dan distribusi pemukiman yang lebih baik.