bab i pendahuluan - repository.uksw.edu i.pdfpendahuluan . loyalitas merupakan kajian yang penting...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Loyalitas merupakan kajian yang penting dalam dunia kerja, hal ini
disebabkan karena loyalitas merupakan kunci keberhasilan dalam suatu
organisasi. Loyalitas menjadi fenomena yang penting untuk dikaji karena
sampai pada saat ini. Oleh sejumlah organisasi yang ada fenomena loyalitas
masih menjadi pergumulan, karena belum tentu setiap individu memiliki
loyalitas yang baik bagi organisasi tempatnya bekerja. Pada bab ini penulis
akan menguraikan latar belakang dari penelitian ini untuk memperjelas
beberapa faktor yang memengaruhi Loyalitas yaitu Servant Leadership dan
Lingkungan Kerja ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian ini difokuskan pada
Loyalitas Guru Honorer di sekolah-sekolah pada Yayasan Persekolahan
Kristen kota Ambon.
1.1.Latar Belakang
Organisasi muncul dalam masyarakat dan diciptakan oleh masyarakat
(Ivancevich, Konospaske & Matteson, 2005). Pada suatu kesempatan,
Robbins (dalam Budiasih, 2012) mengungkapkan bahwa organisasi
merupakan kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas
dasar relatif dan terus menerus untuk mencapai suatu tujuan organisasi
bersama. Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut, Handoko (dalam
Budiasih, 2012) menyatakan bahwa perlu ada pengorganisasian, dan proses
ini tercermin dalam struktur organisasi. Sementara itu, Budiasih (2012) juga
menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan susunan sistem hubungan
antara posisi kepemimpinan yang ada dalam organisasi, yang merupakan
hasil pertimbangan dan kesadaran tentang pentingnya perencanaan atas
2
penentuan kekuasaan, tanggung jawab dan spesialisasi setiap organisasi.
Oleh sebab itu, Bass (2000) mencari cara untuk memperbaiki diri atau
organisasi menyiapkan berbagai kriteria untuk menilai efek dari perubahan,
menciptakan alternatif, mengadopsi dan menerapkan individu bekerja
dengan baik. Dalam organisasi sekolah, semua sistem dalam sekolah akan
menyelaraskan seluruh kepentingan pendidikan dalam lembaga tersebut dan
berusaha meningkatkan komitmen sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan organisasi. Hal ini juga diungkapkan oleh Mosadragh (dalam Matzler
& Rentzl, 2006) bahwa untuk menjalankan organisasi yang efektif dan
efisien, maka faktor organisasi yang sangat diperlukan yaitu sumber daya
manusia. Ini didukung oleh Widiasa & Purnomo (2013) yang menyatakan
bahwa sumber daya yang berkualitas akan memengaruhi perusahaan atau
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Ini disebabkan karena
keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor karyawan dalam
melaksanakan fungsinya.
Untuk mempertahankan efektivitas dan produktivitas dari sebuah
organisasi, maka diperlukan SDM yang berdedikasi, berkomitmen, taat
terhadap peraturan, memiliki rasa tanggung jawab dan kemauan bekerja
sama serta suka terhadap pekerjaannya, yang juga dapat disebut sebagai
loyalitas (Siswanto dalam Trianasari, 2005). Organisasi harus mampu
mengembangkan SDM karena SDM merupakan salah satu aset yang sangat
menentukan efektivitas dan produktivitas organisasional. Keberhasilan
organisasi jelas bergantung pada keahlian dan kemampuan dari karyawan.
Sumber daya yang dimiliki seperti modal, metode dan mesin tidak akan
memberikan hasil yang optimum tanpa SDM yang mempunyai kinerja
optimum. Adanya loyalitas akan memberikan keuntungan bagi organisasi,
karena dapat mencapai tujuan organisasi. Kontribusi karyawan dalam
perusahaan akan membantu meningkatkan kuantitas dan kualitas dalam
3
organisasi (Lestari, 2015). Oleh sebab itu, organisasi akan membutuhkan
karyawan yang loyal dengan tempatnya bekerja karena loyalitas adalah
faktor penting dalam mencapai keberhasilan lembaga.
Ada sebuah pernyataan bahwa loyalitas mengacu pada identifikasi
seseorang dengan keterlibatan dan komitmen dalam perusahaan, sehingga
menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu di luar harapan. Pernyataan ini
dijelaskan oleh Meyer & Allen (dalam Martensen & Gronbolt, 2006) yang
menyatakan bahwa “Employee loyalty is defined by her or his identification
with involvement in and commitment to the company, and by being motivated
to perform beyond expectation”. Dengan demikian ketika karyawan loyal
terhadap suatu pekerjaannya maka karyawan tersebut akan berkomitmen dan
melakukan sesuatu yang terbaik terhadap tempatnya bekerja.
Survai yang dilakukan konsultan SDM, Wyatt (dalam Farlianto, 2012)
pada wilayah regional Asia-Pasifik sekitar 57% karyawan memilih bertahan
pada suatu organisasi tempatnya bekerja meskipun tersedia jabatan serupa
dengan gaji yang lebih tinggi di perusahaan lain. Sementara itu survai yang
sama juga dilakukan pada 8000 responden dari 46 perusahaan di 14 industri
utama di Indonesia, diperoleh hasil bahwa 85% karyawan merasa bangga
bekerja pada perusahaan mereka, sementara 80% karyawan lainnya yakin
terhadap keberhasilan jangka panjang perusaahan dan 35% ingin bertahan
pada perusahaan tempatnya bekerja. Selain itu, survai Kompas Cyber Media
(dalam Malik, 2014) mengungkapkan bahwa di Indonesia, karyawan
berprestasi sangat gampang untuk berpindah perusahaan. Hal ini
memberikan dampak buruk pada perusahaan karena mendapatkan karyawan
berprestasi bukanlah hal yang mudah. Ini menjadi tantangan sekaligus
pergumulan bagi organisasi untuk dapat mempertahankan karyawan yang
adalah kunci keberhasilan dalam organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa
sampai pada saat ini masih banyak organisasi yang belum terlalu
4
memperhatikan loyalitas karyawan meskipun loyalitas memberikan dampak
yang besar bagi organisasi tersebut.
Pendidikan di berbagai sekolah-sekolah pada Yayasan Persekolahan
Kristen kota Ambon mempunyai ruang lingkup yang sangat besar dan
diperhatikan oleh masyarakat kota Ambon. Sekolah-sekolah pada Yayasan
Kristen kota pada umumnya memiliki jenjang-jenjang pendidikan seperti TK
(Taman Kanak-kanak), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah
Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Meskipun demikian tidak
semua Yayasan Persekolahan Kristen memiliki jenjang pendidikan seperti di
atas. Selain jenjang pendidikan, sekolah-sekolah Kristen juga memiliki guru
dan pegawai baik tenaga tetap dan tenaga honorer. Guru-guru honorer yang
bekerja pada berbagai sekolah Kristen juga memiliki loyalitas yang cukup
baik, dilihat dari waktu bekerja yang lama dan bertahan dalam suatu
organisasi walaupun tidak semua mampu melakukannya.
Ada beberapa fenomena menarik yang terkait dengan loyalitas guru,
salah satunya adalah loyalitas guru honorer di Yayasan Persekolahan
Kristen. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan penulis
terhadap beberapa guru honorer di berbagai sekolah Kristen di kota Ambon
pada tanggal 31 Juli, 2 Agustus dan 30 Agustus 2015, diungkapkan bahwa
sebagian besar guru honorer mengeluh dengan status mereka yang tidak jelas
dan gaji yang kecil. Meskipun demikian hal ini tidak membuat pelayanan
mereka menjadi buruk. Mereka berusaha melayani siswa-siswa tersebut
dengan penuh ketulusan seperti melakukan proses pembimbingan untuk
siswa-siswa yang mengikuti olimpiade maupun lomba-lomba lainnya. Hal
ini dilakukan karena mereka menganggap bahwa pelayanan terhadap siswa
merupakan tanggung jawab utama serta adanya perasaan dibutuhkan oleh
siswa. Selain itu, ada juga yang menganggap bahwa tanggung jawab sebagai
guru merupakan amanah yang perlu ditekuni dan diperjuangkan, sehingga
5
mengganti-ganti jam pelajaran dan merasa bahwa lembaga tempat mereka
bekerja merupakan bagian dari diri mereka, sehingga dinilai oleh guru
sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan bahkan lebih dari itu cenderung
merugikan siswa dan juga lembaga sendiri. Namun sebaliknya, ada juga
yang masih mencari alternatif lainnya misalnya dengan mendaftar sebagai
pegawai tetap di sekolah lain tetapi tetap memilih mengajar di lembaga
awalnya mengabdi. Guru-guru tersebut merasa memiliki hubungan dengan
lembaga tersebut, sehingga ketika akan meninggalkan lembaga tempat
mereka bekerja terasa berat. Hal ini mengindikasikan bahwa guru memiliki
loyalitas terhadap lembaga tempatnya bekerja. Ini menjelaskan adanya
fenomena positif dari lembaga untuk tetap mempertahankan loyalitas guru-
guru honorer sehingga dapat merealisasikan tujuan dari sekolah. Ini
dibuktikan dengan beberapa piagam dan penghargaan yang diperoleh dari
lembaga.
Fenomena lain yang terkait dengan loyalitas adalah beberapa guru
honorer (25%) yang masih enggan dalam menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga adanya perasaan tidak peduli terhadap siswa maupun rekan kerja,
yang ditunjukkan dengan dengan sikap ketidakpeduliaan terhadap jam-jam
mengajar dan proses belajar-mengajar. Guru lebih mementingkan
kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan sekolah, sehingga sering
membolos dan meminta ijin yang tidak jelas kepada pemimpin. Ketika hal
ini tidak diatasi oleh pemimpin, maka dapat menjadi masalah yang tidak
pernah terselesaikan dalam lembaga itu sendiri dan berdampak pada sekolah.
Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa
penelitian tentang loyalitas masih perlu dilakukan di sekolah-sekolah Kristen
tersebut. Hal ini disebabkan karena masih adanya masalah yang berkaitan
dengan loyalitas pada guru honorer di Yayasan Persekolahan Kristen kota
Ambon. Oleh sebab itu, loyalitas menjadi isu penting yang perlu dikaji lebih
6
lanjut. Dengan demikian perlu dipahami bahwa loyalitas adalah suatu
keinginan untuk melindungi orang lain. Bila seseorang memiliki loyalitas
dan kepercayaan terhadap suatu hal, maka orang tersebut bersedia berkorban
dan setia terhadap hal-hal yang dipercayainya tersebut (Robbins, 2005).
Selain itu, loyalitas merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
produktivitas guru tersebut dalam suatu organisasi. Dengan kata lain,
loyalitas merupakan salah satu kunci keberhasilan organisasi (Rienchield
dalam Ineson, Benke & Laslo, 2013). Sebuah organisasi adalah sebuah
sistem dimana didalamnya terdapat sejumlah komponen yang memiliki peran
serta fungsi yang berbeda. Atas dasar pernyataan tersebut Naus, van Itterson
& Roe (dalam Guillon & Cezanne, 2014) mengungkapkan bahwa loyalitas
juga telah menjadi perhatian mendasar bagi organisasi, terutama dalam
kaitannya dengan kontrak psikologi antara pemimpin dan karyawan.
Selanjutnya Hasibuan (2005) mengemukakan bahwa loyalitas atau kesetiaan
terhadap pekerjaannya, jabatan dan organisasi dicerminkan oleh kesediaan
karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar
pekerjaan dari orang yang tidak bertanggung jawab.
Loyalitas karyawan adalah elemen penting untuk mencapai kesuksesan
organisasi (Nam & Udani, 2008). Oleh sebab itu, loyalitas menjadi penting
diteliti, hal ini disebabkan pada saat ini loyalitas masih menjadi pergumulan
banyak organisasi. Hal ini juga diungkapkan oleh Keiningham & Aksoy
(dalam Ong, Ong, Zhang, Huey & Hie, 2014) bahwa keberhasilan jangka
panjang dari organisasi bergantung pada kualitas dan layanan individu.
Selain itu penelitian yang dilakukan Wibowo & Sutanto (2013)
menyatakan bahwa semakin tinggi loyalitas pada seorang individu maka
semakin meningkat pula produktivitas, kinerja dan komitmen individu pada
organisasi tempatnya bekerja. Hal ini didukung oleh Morall (1990) yang
mengungkapkan bahwa pada abad ke 21 ini sangat penting bagi seorang
7
manajer dan pimpinan untuk meningkatkan loyalitas karyawan karena
loyalitas menjadi bagian penting dalam organisasi. Sementara itu Randall
(2012) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa loyalitas merupakan
sesuatu yang penting karena loyalitas dinilai melalui tes kepemimpinan
untuk melihat sejauh mana keberhasilan pemimpin dalam mencapai hasil
yang maksimal melalui keberhasilan karyawan. Ineson et al. (2013) juga
mengungkapkan bahwa loyalitas merupakan kunci keberhasilan suatu
organisasi. Ini terlihat dari manfaat loyalitas karyawan yang besar dan
menguntungkan organisasi. Adanya loyalitas dalam organisasi, maka
individu akan mempertahankan entitasnya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh adanya karyawan yang akan memberikan
stabilitas jangka panjang terhadap organisasi.
Pada dasarnya organisasi dengan karyawan yang loyal akan
menghasilkan keuntungan kompetitif yang signifikan dan tingkat tinggi
untuk bertahan dengan perusahaan atau organisasi daripada karyawan yang
kurang loyal (Ong et al., 2014). Hasil penelitian Aityan & Gupta (dalam Ong
et al., 2014) juga mengungkapkan bahwa perusahaan dengan karyawan yang
loyal memiliki kecenderungan untuk bertahan lebih lama dibandingkan
organisasi dengan karyawan yang tidak loyal. Nita (2014) dalam
penelitiannya juga mengungkapkan bahwa loyalitas guru masih perlu
peningkatan karena masih terjadi penurunan loyalitas. Ini dibuktikan dengan
ketidakhadiran guru yang menyebabkan tingkat ketidakhadiran yang tidak
mencapai 100 persen setiap bulannya serta tingkat masuk keluar (turnover)
yang cukup tinggi dan semakin meningkat.
Jika permasalahan mengenai loyalitas ini tidak dapat terselesaikan
dengan baik, maka masalah loyalitas ini dapat menimbulkan dampak
terhadap organisasi baik secara positif maupun negatif. Hal ini dibuktikan
dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Omar, Jussof & Husin (2010)
8
menyatakan bahwa loyalitas berdampak pada kinerja karyawan, dimana
organisasi dapat memperoleh keuntungan karena individu mengetahui cara
yang tepat dalam memperlakukan kinerjanya. Selanjutnya ada juga yang
menyatakan bahwa loyalitas dapat membuat karyawan mengalami turnover
dalam organisasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sandler (2000) bahwa
karyawan yang loyal akan mengurangi tingkat turnover dalam organisasi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Nehoff, Moorman, Blakelym & Fuller
(2001) menunjukkan bahwa loyalitas memberikan banyak manfaat positif
yaitu untuk membantu meningkatkan fungsi organisasi secara efektif. Ini
sesuai dengan Wan (2011) bahwa loyalitas akan berdampak pada efektivitas
pertumbuhan pribadi dalam suatu organisasi sehingga membuat individu
dapat bertahan pada suatu organisasi. Moral (1990) mengungkapkan bahwa
loyalitas berdampak positif terhadap pengembangan sumber daya manusia
dan berdampak negatif untuk memengaruhi persepsi karyawan, keamanan
kerja, retensi dan kinerja. Selain itu Ding, Lu, Song & Lu (2012)
mengungkapkan bahwa loyalitas juga sangat penting bagi penentuan
kepuasaan kerja karyawan. House (dalam Ivancevich dkk., 2005)
menyatakan bahwa loyalitas berdampak pada pencapaian terhadap dinamika
dari kelompok. Oleh sebab itu juga sangat dibutuhkan afiliasi sebagai driver
emosional yang penting untuk menjaga agar loyalitas dapat dipertahankan
(Nam & Udani, 2008).
Sementara itu, Mehtra, Singh, Bhakar & Sinha (2010) menjelaskan
bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi loyalitas individu yaitu
pengembangan karier, motivasi, ikatan kerja, keamanan kerja dan
kepemimpinan yang didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya
yaitu kepemimpinan transformasional, transaksional dan pasif (Yu, 2010).,
servant leadership (Ding et al., 2013)., leader exchange member (Wibowo &
Sutanto, 2013)., kepemimpinan transformasional, transaksional dan organic
9
serta lingkungan kerja (Khuong, Tung & Trang, 2014), kepemimpinan
transformasional (Fajarani & Surya, 2013)., hubungan karyawan yang satu
dengan yang lain (Sutanto dalam Stephani & Wibawa, 2014) dan komitmen
(Mehthra et al., 2010).
Selain itu Ineson et al. (2013) menyatakan ada beberapa faktor yang
memengaruhi seseorang menjadi loyal diantaranya adalah lingkungan kerja,
komunikasi yang efektif, motivasi yang diberikan perusahaan, tempat kerja
yang nyaman, pengembangan karier, pelatihan dan pendidikan karyawan,
partisipasi kerja, pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja serta
hubungan antara atasan dan bawahan seperi gaya kepemimpinan.
Berdasarkan maping penelitian yang telah penulis buat dan faktor-faktor
yang memengaruhi loyalitas, maka penulis memilih faktor kepemimpinan
(servant leadership) dan lingkungan kerja sebagai peubah dalam penelitian
ini. Hal ini disebabkan karena kedua faktor ini sangat menentukan loyalitas
dari karyawan itu sendiri dan juga sampai saat ini loyalitas masih menjadi
pergumulan sejumlah organisasi terkait perannya terhadap produktivitas,
komitmen dan kinerja dari organisasi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan
hasil wawancara dari Lembaga Survai Tenaga Kerja Internasional (dalam
Wan, 2011) bahwa tingkat loyalitas pada setiap geografis dunia atau
lingkungan yang berbeda-beda. Situasi tersebut disebabkan oleh adanya tiap
organisasi di dunia memiliki kelompok geografis, misalnya di Amerika
Serikat memiliki pemimpin yang penuh tanggung jawab dan dipandang
sebagai penggerak loyalitas yang baik.
Oleh sebab itu kepemimpinan dan lingkungan kerja tidak dapat
dipisahkan dari loyalitas. Ini membuktikan keduanya memiliki hal yang
sama besar, karena menjadi penentu loyalitas. Menurut Patterson (2003),
pemimpin yang melayani adalah seseorang yang cenderung melayani dan
cenderung didasarkan pada prinsip-prinsip, nilai-nilai dan keyakinan.
10
Sementara itu lingkungan kerja menurut Moos (dalam Masqood, 2011)
mendefinisikan sebagai tempat dimana karyawan melibatkan aktifitasnya
setiap hari. Hal ini didukung oleh penelitian Khuong et al. (2014) bahwa
lingkungan kerja memiliki peranan yang sangat krusial dan memiliki dampak
yang sangat signifikan terhadap loyalitas karyawan. Berdasarkan hal tersebut
maka servant leadership dan lingkungan kerja yang baik memiliki peranan
yang signifikan terhadap loyalitas karyawan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Amanah, Fathoni & Minarsih (2015) bahwa ada
pengaruh antara perilaku kepemimpinan (salah satu aspek dari peubah
servant leadership) dan lingkungan kerja terhadap loyalitas dengan nilai
=0,201.
Servant leadership sangat penting diteliti, karena menurut Cuningham
(dalam Tastan & Kalafatoglu, 2015) bahwa servant leadership merupakan
pendekatan yang unik dan merupakan dasar pada pemimpin maupun
manager untuk menjadi pusat dalam organisasi daripada piramida hirarki.
Selain itu menurut Fahmi (2014) bahwa dalam konteks organisasi, hubungan
antara pemimpin dan karyawan sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan
yang dilakukan. Ini dilakukan untuk membentuk suatu model manajemen
organisasi yang diharapkan. Selanjutnya Mehrara & Bahalo (2013)
mengungkapkan bahwa servant leadership dalam beberapa tahun terakhir ini
merupakan teori yang dipertimbangkan. Hal ini disebabkan karena teori ini
didasarkan pada kesetaraan menilai manusia dan fokus pada pengikut serta
memuaskan kebutuhan mereka. Kemudian, servant leadership dianggap
sebagai salah satu faktor yang penting disebabkan oleh adanya ikatan
emosional antara satu pihak dengan satu pihak atau mitra yang terkait.
Dengan demikian lebih mudah bagi seorang individu untuk bersikap loyal,
berdedikasi dan berkomitmen dengan mitra kerja.
11
Atas dasar pemahaman tersebut dapat dikatakan bahwa servant
leadership sebagai standar yang baik dan tanda integritas (Carter &
Baghurst, 2013). Demikian juga Anzalone (2007) menyatakan bahwa servant
leadership akan mendorong organisasi untuk lebih sehat. Ini ditunjukkan
dengan cara menyingkirkan orang-orang di organisasi dari ketergantungan
terhadap kepentingan diri sendiri, sehingga terjadi perubahan yang membuat
pemimpin maupun manajer menjadi lebih puas maupun bahagia dengan
karyawan. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Rachmadita,
Kurniasih & Sandora (2011) yang menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan salah satu faktor utama pembentuk loyalitas karyawan. Cerit &
DuFour (dalam Mahembe & Engelbretch, 2014) menyatakan bahwa praktek
dalam sekolah dengan menggunakan servant leadership memungkinkan guru
bekerja menuju arah berbagai visi dan menghargai komitmen bersama dalam
diri dan mempunyai potensi untuk mengimprovisasi seluruh lingkungan
sekolah yang mana sebagai pendidik atau pengasuh dan melayani. Hal ini
didukung oleh penelitian Ding et al. (2012) terhadap 186 karyawan di Cina,
dimana ditemukan adanya hubungan atau korelasi positif antara servant
leadership dan loyalitas karyawan dengan nilai =0,77 dengan sumbangan
efek total antara servant leadership dan loyalitas sebesar 77%. Selain itu juga
terdapat perbedaan loyalitas ditinjau dari jenis kelamin dengan =0,425.
Rahgozar, Mohammadi, Afsgangian & Lory (2013) dalam penelitiannya
pada karyawan fit organization cooperation mengemukakan bahwa servant
leadership dan loyalitas memiliki pengaruh yang signifikan dengan loyalitas,
yang ditunjukkan dengan nilai =0,277. Hal ini disebabkan karena loyalitas
dianggap sebagai salah satu bentuk promosi organisasi yang efektif.
Selain servant leadership, lingkungan kerja dinilai penulis juga memiliki
bagian penting dari organisasi. Suwondo & Sutanto (2015) mengungkapkan
bahwa kesadaran pentingnya lingkungan kerja masih sangat rendah. Dalam
12
kesempatan berbeda, Leblebici (2012) mengungkapkan bahwa lingkungan
kerja sampai saat ini masih memegang peranan penting terhadap karyawan-
karyawan. Kondisi tersebut disebabkan oleh sebagian besar karyawan
menganggap lingkungan kerja sebagai faktor penting dalam menerima dan
atau menjaga pekerja. Sementara itu diungkapkan pula bahwa kualitas di
lingkungan kerja dapat menentukan tingkat motivasi, kinerja dan
produktivitas. Drucker (dalam Gilley, Gilley & McMillan, 2009)
mengungkapkan bahwa lingkungan kerja merupakan pengaruh langsung
yang memungkinkan terjadi perubahan. Ceylan (dalam Khuong, 2014) juga
mengungkapkan bahwa lingkungan kerja yang nyaman akan memungkinkan
individu untuk mengalami kenyamanan secara psikologis. Hal ini didukung
oleh penelitian Albahussain (2014) bahwa lingkungan kerja memiliki
hubungan positif dan signifikan dengan loyalitas karyawan, yang
ditunjukkan dengan nilai =0,299. Ini juga didukung oleh penelitian
Maineldi, Hendriani & Daulay (2014) bahwa ada hubungan positif antara
lingkungan kerja dengan loyalitas karyawan yang ditunjukkan dengan nilai
=0,214. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan Zaim & Zaim (t.t.)
menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja
dengan loyalitas sebesar 0,122. Ineson et al. (2013) juga
mengungkapkan bahwa ada hubungan positif antara lingkungan kerja dengan
loyalitas sebesar =0,116. Kiruthinga & Magesh (2015) menemukan
adanya pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja terhadap loyalitas
dengan nilai =0,317. Tastariwal & Mahadani (2015) menemukan adanya
pengaruh antara lingkungan kerja dan loyalitas dengan nilai 0,316. Ini
juga didukung oleh Ainun (2013) bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
lingkungan kerja dan loyalitas. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Pratama & Utama (2013) yang menemukan adanya pengaruh antara
lingkungan kerja dan loyalitas sebesar =0,164. Namun berbeda dengan
13
penelitian-penelitian sebelumnya Stephani & Wibawa (2014) menemukan
bahwa tidak ada pengaruh antara lingkungan kerja dan loyalitas.
Dalam penelitian yang dilakukan Wibowo & Sutanto (2014) ditemukan
bahwa dari sekian banyak peubah moderator yang memengaruhi loyalitas,
salah satunya adalah peubah jenis kelamin. Ini didukung oleh penelitian
Omar et al. (2010) yang menemukan bahwa jenis kelamin sangat
memengaruhi loyalitas karyawan. Begitu pula dengan Al-Ma’ani (2013)
yang menemukan bahwa ada perbedaan loyalitas ditinjau dari jenis kelamin,
yang disebabkan karena jenis kelamin laki-laki cenderung memiliki loyalitas
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan oleh karena faktor pekerjaan
yang dilakukannya. Pernyataan ini didukung oleh Roehling, Roehling &
Moen (2001) yang menyatakan bahwa perempuan kurang menunjukkan
loyalitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hal ini ditunjukkan dengan
nilai =0,147. Bens (dalam Emmerick, 2006) juga mengungkapkan bahwa
dalam teori peran sosialisasi gender, perempuan lebih memiliki peran atau
perilaku yang memengaruhi sosio-emosional sebaliknya laki-laki lebih
melihat kualitas. Ini bertolak belakang dengan penelitian Al-Qarioti & Freih
(2009), bahwa tidak ada efek atau pengaruh antara loyalitas dan jenis
kelamin. Sementara itu penelitian Khleifat, Almlahmh& Khalaf (dalam Al-
Ma’ani, 2013) menyatakan bahwa tidak ada karakteristik pribadi yang
memengaruhi loyalitas dalam organisasi.
Dari penjelasan di atas, penulis mengindikasikan bahwa servant
leadership dan lingkungan kerja memiliki pengaruh yang simultan terhadap
loyalitas guru. Hal ini disebabkan karena servant leadership dan lingkungan
kerja sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi guru meningkatkan sikap
loyalitasnya. Hal ini nampak dari sikap guru akan menjalankan tugas sebagai
pengajar dengan penuh tanggung jawab dan mempertahankan lembaga
tempatnya bekerja sebagai satu-satunya lembaga untuk mengabdikan dirinya
14
bekerja. Demikian sebaliknya jika guru memiliki sikap tidak loyal terhadap
pekerjaan dan lembaganya, maka guru tidak akan menjalankan peran dan
tanggung jawab sebagai pengajar serta tidak berusaha mempertahankan
lembanganya bekerja saat ini sebagai lembaga untuk mengabdikan dirinya.
Guru akan cenderung memilih keluar dan berusaha mendapatkan lembaga
lainnya yang memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu sejauh penelusuran
penulis, untuk penelitian simultan masih jarang bahkan belum ditemukan
maka penelitian ini dianggap menarik untuk diteliti. Dengan kata lain adanya
perbedaan atau kontradiksi dari hasil-hasil penelitian sebelumnya terkait
loyalitas serta kekhasan penelitian yang dilakukan pada bidang organisasi
khusunya organisasi pendidikan. Sebagaimana diketahui melalui maping
penelitian yang penulis buat, ditemukan bahwa kebanyakan penelitian hanya
dilakukan pada bidang industri dibandingkan bidang pendidikan dan
kesehatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari hasil-hasil
penelitian sebelumnya, penelitian ini memiliki subjek penelitian yang
berbeda. Berdasarkan kekhasan penelitian di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian terhadap “Pengaruh Servant Leadership dan
Lingkungan Kerja terhadap Loyalitas Guru Honorer Sekolah-sekolah di
Yayasan Persekolahan Kristen kota Ambon ditinjau dari Jenis Kelamin”.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Adakah pengaruh Servant Leadership dan Lingkungan Kerja secara
simultan terhadap Loyalitas Guru honorer laki-laki pada sekolah-sekolah
di Yayasan Persekolahan Kristen kota Ambon?
15
2. Adakah pengaruh Servant Leadership dan Lingkungan Kerja secara
simultan terhadap Loyalitas Guru honorer perempuan pada sekolah-
sekolah di Yayasan Persekolahan Kristen kota Ambon?
3. Adakah perbedaan signifikan Loyalitas Guru ditinjau dari jenis kelamin
Guru honorer pada sekolah-sekolah di Yayasan Persekolahan Kristen kota
Ambon?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan pengaruh Servant Leadership dan Lingkungan Kerja secara
simultan terhadap Loyalitas Guru honorer Laki-laki di sekolah-sekolah
pada Yayasan Persekolahan Kristen kota Ambon
2. Menentukan pengaruh Servant Leadership dan Lingkungan Kerja secara
simultan terhadap Loyalitas Guru honorer Perempuan di sekolah-sekolah
pada Yayasan Persekolahan Kristen kota Ambon
3. Menentukan perbedaan Loyalitas Guru ditinjau dari Jenis kelamin Guru
honorer sekolah-sekolah di Yayasan Persekolahan Kristen kota Ambon
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat diantaranya
sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk melengkapi dan
memperkuat teori perilaku organisasi di bidang Psikologi, khususnya yang
berhubungan dengan Servant Leadership, Lingkungan Kerja, Loyalitas dan
Jenis Kelamin.
16
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, diharapkan dengan adanya penelitian dapat dijadikan saran
untuk mengembangkan serta memahami isu-isu dan permasalahan penting
seputar kajian penelitian, yaitu servant leadership, lingkungan kerja,
loyalitas dan jenis kelamin.
b. Bagi sekolah, penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi untuk
menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan servant leadership,
lingkungan kerja dan jenis kelamin
c. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan wawasan dan
peluang untuk mengembangkan penelitian yang terkait dengan topik
kajian servant leadership, lingkungan kerja,loyalitas dan jenis kelamin
serta mengkaji pengaruh dengan peubah-peubah lainnya.