bab i pendahuluan i.1 latar...
TRANSCRIPT
15
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan suatu
wilayah maupun suatu negara. Salah satu contohnya adalah teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin lama semakin canggih. Perkembangan teknologi yang
begitu cepat semakin mempermudah penyebaran informasi secara luas ke seluruh
dunia dalam berbagai bentuk dan berbagai kepentingan. Dari sinilah muncul berbagai
pengaruh globalisasi terhadap seluruh aspek kehidupan seperti bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain.
Menurut pendapat Darmiyati (Maret, 2008), globalisasi merupakan suatu
proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Hal
yang berbeda diungkapkan oleh Edison, dalam bukunya yang berjudul
Kewarganegaraan (2005) yang menyatakan bahwa globalisasi pada hakikatnya adalah
suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh
bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi
pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Globalisasi telah memberi pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan suatu
negara, termasuk Indonesia. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
16
seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya, dan lain-lain dapat
mempengaruhi cara pandang dan pola pikir masyarakat. Dalam hal ini akan dibahas
lebih lanjut mengenai pengaruh globalisasi terhadap aspek ekonomi.
Dampak positif dari globalisasi perekonomian antara lain telah mengakibatkan
terjadinya peningkatan produksi, perluasan pasar bagi produk dalam negeri,
peningkatan modal dan teknologi yang lebih baik, tersedianya modal atau dana
tambahan bagi pembangunan ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan demikian, kehidupan
ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa juga mengalami
peningkatan.
Di sisi lain, dampak negatif dari globalisasi perekonomian antara lain telah
menghambat pertumbuhan sektor industri lokal, memperburuk neraca pembayaran,
memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan
mengakibatkan sektor keuangan menjadi semakin tidak stabil. Selain itu, dampak
negatif lain yang ditimbulkan oleh globalisasi ekonomi adalah hilangnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri
(sepertiMcDonald’s, Coca Cola, Pizza Hut, dll.) yang membanjiri wilayah Indonesia.
Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Adanya
persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi juga berpotensi menimbulkan terjadinya
kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin.
17
Pengaruh globalisasi perekonomian juga telah mengubah pola pikir para
pengusaha dalam dunia bisnis dan perdagangan. Saat ini, sistem bisnis dan
perdagangan tidak hanya sekedar menperjualbelikan produk saja melainkan juga
mengkomersilkan nama dan legalitas (merk) dari produk tertentu yang
diperdagangkan. Sistem inilah yang sering disebut sebagai bisnis waralaba. Bisnis
waralaba merupakan format usaha khusus dari lisensi dimana Francisor bukan hanya
menjual haknya, melainkan juga turut aktif membantu waralaba dalam menjalankan
bisnisnya. Sebagai model bisnis, waralaba telah mengalami peningkatan popularitas
yang signifikan sejak tiga dekade terakhir. Fenomena ini dapat dilihat dari fakta yang
terjadi pada era tahun 1970-an dimana waralaba telah menguasai sepertiga penjualan
domestik Amerika Serikat.
Di Indonesia, istilahwaralabatercantum di dalam Peraturan Pemerintah No. 16
Tahun 1997 tentang Waralaba. Demikian juga dalam Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPR/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Saat ini, sistem Waralaba
tengah menjadi trend dikalangan pembisnis lokal. Pada periode tahun 2000-2004
waralaba lokal mengalami perkembangan hingga 60%, sedangkan pertumbuhan
waralaba asing meningkat sebesar 27,35%. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme
terhadap waralaba lokal lebih menonjol dalam pengembangan industri di Indonesia,
tak terkecuali di Yogyakarta terutama di kecamatan Depok yang menjadi wilayah
penelitian.Perusahaan waralaba lokal yang mulai berkembang dengan pesat seiring
18
perkembangan zaman yang lebih modern dan adanya minat masyarakat yang tiap
waktu selalu meningkat dalam pemenuhan kebutuhan akan barang-barang yang instan
terutama dalam memenuhi kebutuhan makanan maupun minuman ang cepat saji.
Perusahaan waralaba ini pun berkembang pesat di wilayah Depok khususnya di desa
Catur Tunggal dan Condong Catur. Beberapa di antaramerk waralaba yang
berkembang di wilayah ini adalah Kebab Turki Baba Rafi, Kebab Kings, Corner
Kebab, Tela-tela, Mr.Burger, Big Burger, Villa Crepes, Juice Q-ta , Takoyaki dan
masih banyak lagi.Sehingga dengan banyaknya jenis waralaba yang berkembang
inilah yang mendasari penelitian yang berjudul „Distribusi Spasial Waralaba
Makanan di Kecamatan Depok.
I.2 Perumusan Masalah
Perkembangan pesat waralaba lokal dewasa ini belum diimbangi dengan
pemahaman secara jelas dan benar di kalangan masyarakat mengenaiwaralaba itu
sendiri. Istilah waralaba sering dipergunakan salah kaprah oleh masyarakat maupun
perusahaan waralaba itu sendiri. Beberapa kasus menggambarkan bahwa waralaba
adalah meminjamkan merk atau menjual bahan baku/resep dari suatu menu kepada
pihak lain. Pada kasus lain ada perusahaan yang menawarkan investasi kepada
pemilik modal dengan menyebutnya sebagai tawaran waralaba. Selain itu, adapula
bisnis yang mulai dijalankan, karena ingin segera memiliki cabang, maka waralaba
ini segera ditawarkan dipasaran.
19
Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) sebagai wadah yang menaungi
pewaralaba dan terwaralaba, mendefinisikan waralaba sebagai suatu sistem
pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merk
(franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan
bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu, namun dapat kita
lihat dengan jelas bahwa persebaran dari gerai waralabaitu sendiri relatif
mengelompok dan kurang tersebar dengan merata, hal tersebut dipengaruhi oleh
adanya berbagai faktor di dalamnya dan karakteristik dari masing-masing wilayah itu
sendiri.
Perkembangan dan persebaran waralaba makanan begitu pesatdi
Indonesia.Namun persebarannya tidak merata, hanya dibeberapa wilayah yang
memiliki akses yang terjangkau dan di wilayah yang sedang mengalami
perkembangan baik infrastruktur maupun jumlah populasi penduduknya.Seperti
yang terjadi di wilayah kecamatan Depok ini.Gerai waralaba menyebar di 2 wilayah
desa yakni desa Catur Tunggal dan desa Condong Catur. Padahal ada satu desa lagi
yang masih masuk dalam lingkup wilayah kecamatan Depok yaitu desa
Maguwoharjo., namun sebaran waralaba tidak berkembang di daerah ini karena
disebabkan beberapa faktor yang akan dikaji dalam penelitian ini.
20
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola sebaran (spasial) waralaba makanan di
daerahpenelitian?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran waralaba makanan
ini di daerah penelitian?
I.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penelitian di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pola sebaran waralaba makanan di Indonesia khususnya
untuk wilayah kecamatan Depok.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran waralaba
makanan yang tersebar di wilayah kecamatan Depok.
I.4 Kegunaan dan Manfaat
Adapun kegunaan dan manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di
Fakultas Geografi UGM.
2. Sebagai bahan referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai bahan referensi para pelaku usaha Waralaba yang ingin
memperluas daerah pemasarannya.
21
1.5 Penelitian sebelumnya
Penelitian ini memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan beberapa
penelitian sebelumnya yang diantaranya adalah Pola Distribusi Keruangan Anjungan
Tunai Mandiri Perbankan di Perkotaan Yogyakartaoleh Lina Wahyuni pada tahun
2002, Faktor Lokasi Persebaran Waralaba Minimarket Di Perkotaan Yogyakarta
(Kasus: Gerai Indomaret dan Circle K) oleh Widya Alwarritzi 2008, Pola Distribusi
Spasial Industri Menengah dan Besar di Kabupaten Sleman oleh Inastri Nityasari
2009, dan Distribusi Spasial Perkembangan Distribution Outlet (Distro) di Perkotaan
Yogyakarta oleh Ibnu Prabowo 2013. Pada dasarnya penelitian ini terlihat hampir
memiliki persamaan pada konsep penelitiannya, namun perbedaannya terdapat di
objek yang menjadi kajian penelitian dan lokasi penelitiannya. Secara lebih detil
untuk membedakan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, diuraikan
lebih lanjut pada tabel 1.1 berikut ini.
22
Tabel 1.1.Matriks Penelitian Sebelumnya
No Penyusun Judul Tujuan Unit
Analisis
Metode
Penelitian
Hasil
1. Lina Wahyuni,
2002
Pola Distribusi Keruangan
Anjungan Tunai Mandiri
Perbankan di Perkotaan
Yogyakarta
1. Mengetahui pola sebaran
Anjungan Tunai Mandiri
Perbankan di Perkotaan
Yogyakarta
2. Mengetahui faktor yang
mempengaruhi
berdirinya ATM di
daerah penelitian
Bank ber-
atm
Deskriptif
Dan
Analisis
tetangga
terdekat
1.Deskripsi pola
sebaran Anjungan
Tunai Mandiri
Perbankan di
Perkotaan
Yogyakarta
2.Identifikasi faktor
yang mempengaruhi
berdirinya ATM di
daerah penelitian
2.
Widya
Alwarritzi
2008
Faktor Lokasi Persebaran
Waralaba Minimarket Di
Perkotaan Yogyakarta (Kasus:
Gerai Indomaret dan Circle K)
1.Mengetahui pola sebaran
dan arah perkembangan
waralaba minimarket di
Perkotaan Yogyakarta.
2.Mengidentifikasi faktor
lokasi berdirinya gerai
waralaba minimarket
Indomaret dan Circle K
dalam wilayah waralaba
individual eksklusif
Indomaret
dan Circle
K
Kualitatif dan
Kuantitatif
1.Deskripsi pola
sebaran dan arah
perkembangan gerai
Indomaret dan
Circle K.
2.Identifikasi faktor
lokasi berdirinya
gerai waralaba
minimarket
Indomaret dan
Circle K dalam
23
.
wilayah waralaba
individual eksklusif.
3. Inastri
Nityasari
2009
Pola Distribusi Spasial Industri
Menengah dan Besar di
Kabupaten Sleman
1. Mengetahui pola
distribusi spasial industri
menengah dan besar di
Kabupaten Sleman
2.Mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempunyai
hubungan dengan
distribusi spasial
industri menengah dan
besar di Kabupaten
Slema
Unit
industri
menengah
dan besar
di
Kabupaten
Sleman
1. Metode
analisis
kuantitatif
2. Analisis
SWOT
3. Analisis
Deskriptif
1. Karakteristik
Industri Menengah
dan Besar di
Kabupaten
Sleman.
2. Pola Distribusi
Spasial Industri
Menengah dan
Besar di
Kabupaten Sleman
3 Faktor – faktor
yang berhubungan
dengan distribusi
industri menengah
dan besar
4. Ibnu Prabowo
2013
Distribusi Spasial
Perkembangan Distribution
Outlet (Distro) di Perkotaan
Yogyakarta
Mengetahui proses
persebaran keruangan
(distribusi spasial) distro
di Perkotaan Yogyakarta
Sampel
distro di
daerah
penelitian.
Analisis
deskriptif
1.Definisi lengkap
mengenai distro
2.Proses distribusi
spasial distro di
Perkotaan
Yogyakarta
24
5. Dwi Nur Ihsan
2014
Distribusi Spasial UKM
Waralaba Makanan di
Kecamatan Depok Kabupaten
Sleman
1.Mengetahui pola sebaran
Waralaba makanan di
Indonesia khususnya
untuk wilayah
kecamatan Depok.
2.Mengetahui faktor-
faktor yang
mempengaruhi
persebaran
Waralabamakanan yang
tersebar di wilayah
kecamatan Depok
Gerai
Waralaba
yang
tersebar di
Kecamatan
Depok,
khususnya
desa Catur
Tunggal
dan
Condong
Catur
Analisis
deskriptif
Kualitatif
1.Identifikasi pola
sebaran Waralaba
makanan di
Indonesia
khususnya untuk
wilayah kecamatan
Depok.
2.Identifikasi faktor-
faktor yang
mempengaruhi
persebaran
Waralaba makanan
yang tersebar di
wilayah kecamatan
Depok
11
I.6 Landasan Teori
I.6.1 PengertianWaralaba
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16/1997 dan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997, Waralaba
adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan dalam rangka penyediaan barang dan/atau jasa. Definisi ini
lebih menekankan pada aspek yuridis waralaba berkaitan dengan hubungan
antara Franchisor dan Franchisee, dan melupakan pengertian manajerial
strategis yang terkandung dalam filosofi sistem bisnis itu sendiri.
Peraturan Menteri Perdagangan (No. 12/2006) menyebutkan bahwa
“Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan
Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk
menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki
Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan
12
dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi
Waralaba kepada Penerima Waralaba”.
Berdasarkan rumusan tersebut, Bambang (2007) mendefinisikan
istilah waralaba sebagai satu bentuk sinergis usaha yang ditawarkan oleh
suatu perusahaan yang sudah memiliki kinerja unggul karena didukung oleh
sumberdaya berbasis ilmu pengetahuan dan orientasi kewirausahaan yang
cukup tinggi dengan governance structure (tata kelola) yang baik, dan dapat
dimanfaatkan oleh pihak lain dengan melakukan hubungan kontraktual untuk
menjalankan bisnis di bawah format bisnisnya dengan imbalan yang
disepakati. Definisi ini tidak hanya menekankan pada aspek legal, tetapi juga
manajerial.
I.6.2 Pendekatan Keruangan dan Konteks Wilayah dalam Geografi
Geografi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
kausal gejala-gejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dimuka bumi baik yang fisik maupun biotik beserta permasalahannya
melalui pendekatan keruangan, ekologi dan regional untuk kepentingan
program, proses dan keberhasilan pembangunan.
13
Salah satu ciri yang membedakan geografi dengan ilmu-ilmu lain
adalah pendekatan keruangan, dengan unsur-unsur seperti
a. Spatial pattern yang memperhatikan lokasi.
b. Spatial system yang memperhatikan hubungan timbal balik, interaksi dan
integrasi.
Analisis keruangan analisis yang mempelajari perbedaan lokasi
ditinjau dari sifat-sifat penting di dalamnya.Dengan pertanyaan mengenai
faktor-faktor yang menguasai pola persebaran dan bagaimana pola tersebut
dapat diubah agar penyebaran tersebut menjadi lebih efisien dan lebih wajar.
Dengan kata lain dapat diutarakan bahwa dalam analisa keruangan yang harus
diperhatikan adalah pertama, penyebaran penggunaan ruang yang telah ada
dan kedua,penyediaanruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan
yang telah direncanakan (Bintarto dan Surastopo,1991).
Analisis keruangan dalam Geografibermanfaat dalam aplikasinya
terhadap masalah perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada unsur penting
geografi, yaitu :
1.Integration of phenomena in place.
Dalam hal ini dipelajari tentang unit keruangan, seperti region
atau areas.Selain itu juga menganalisa ruang seperti luas dan sifat
wilayah, interaksi antar wilayah, fungsi ruang dan sebagainya.
14
2.Distribution or the association of elements over space.
Dipelajari mengenai pola keruangan, misalnya mendeteksi daerah
surplus dan daerah minus, daerah padat penduduk dan daerah yang jarang
penduduk, dan manfaat lainnya.Kemudian membahas keterkaitan gejala-
gejala tersebut.
3. The organisation of phenomena in space
Dalam hal ini dipelajari mengenai organisasi atau struktur
mengenai keruangan (tata ruang), proses perubahan dan statusnya bila
dilihat dan ditinjau dari segi hirarki. Karakter keruangan (tata ruang) menurut
Bintarto (dalam buku Widyatmoko, D. S, dan Lutfi Muta'ali, 2000) sangat erat
kaitannya dengan beberapa unsur diantaranya:
(1) jarak, baik absolut maupun relatif,
(2) site dan situation,
(3) aksesibilitas,
(4) keterkaitan,
(5) pola atau pattern.
Dalam pendekatan kompleks wilayah, yang merupakan kombinasi
antara analisa keruangan dan analisa ekologi, lebih dikenal dengan pengertian
areal differentiation. Yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah
akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan
15
wilayah yang lain, oleh karena terdapat permintaan dan penawaran antar
wilayah tersebut. Pada analisa demikian diperhatikan pula mengenai
penyebaran fenomena tertentu (analisa keruangan) dan interaksi antara
variabel manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari kaitannya
(analisa ekologi). Dalam hubungan dengan analisa kompleks wilayah ini
ramalan wilayah (regional forecasting) dan perancangan wilayah (regional
planning) merupakan aspek-aspek dalam analisa tersebut (Bintarto dan
Surastopo,1979).
I.6.3 Teori Penentuan Lokasi
Konsep yang dikemukakan Christaller adalah range of good
(jangkauan) dan threshold (nilai ambang).Konsep threshold adalah jumlah
penduduk minimal yangdiperlukan untuk mendukung suatu barang atau
pelayanan sebagai tempat pusat, sebelum tempat pelayanan tersebut dapat
beroperasi secara menguntungkan. Ukuran yang diperlukan untuk suatu
threshold akan bervariasi sesuai dengan jenis barang atau pelayanan. Setiap
barang atau pelayanan mempunyai daerah pasar yang berbeda
ukurannya.Sedangkan untuk konsep range of good, setiap barang atau
pelayanan yang ada di tempat sentral mempunyai harga yang berbeda (untuk
16
konsumen)disesuai dengan jauh dekatnya konsumen tinggal.Perilaku
konsumen akan selalu mencari tempat pusat yang terdekat untuk mendapatkan
barang maupun pelayanan dengan kualitas yang sama. Karena secara umum
dengan semakin jauh jangkauan tempat pusat yang melayani kebutuhan suatu
konsumen, maka tambahan biaya yang diperlukanakan semakin tinggi.
Bagi range of good services terdapat dua limit, yaitu
1. The inner limit, yang membatasi wilayah yang didiami oleh
threshold population, yaitu jumlah minimal konsumen yang dibutuhkan
agar barang atau jasa dapat menguntungkan.
2. The outer limit, ini membatasi range of goods or services, diluar itu para
konsumen akan pergi ke tempat sentral lain untuk mendapatkan barang
atau jasa, atau menolak kedua-keduanya, karena ongkos transpot yang
tinggi. Jadi hanyalah mereka yang mendiami range yang akan beruntung
(Small and Witherick, Daldjoeni, 1997).
Barang maupun pelayanan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. High order goods sevices, yaitu barang atau jasa yang memiliki threshold
dan range yang besar, umumnya terdapat di pusat kota (tempat pusat).
2. Low order goods services, yaitu barang atau jasa yang memiliki
thresholddan range yang rendah, yang umumnya terdapat di desa
atau daerah dengan hirarki rendah (Christaller, Daldjoeni, 1997).
17
Lebih lanjut Christaller mengemukakan bahwa sentralitas suatu
tempat tidak ditentukan oleh lokasinya di pusat, tetapi karena adanya berbagai
pekerjaan sentral, barang sentral dan pelayanan sentral. Dalam hal ini jarak
ekonomi, yaitu jumlah uang yang diperlukan untuk membiayai segala
pengeluaran (biaya transportasi, waktu dan susah payahnya) suatu barang
atau jasa sangat penting.
Perkembangan tempat-tempat sentral tergantung konsumsi barang
sentral faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi :
a. Penduduk (distribusi, kepadatan dan strukturnya),
b. Permintaan, penawaran serta harga barang,
c. Kondisi wilayah dan transportasi.
I.6.4 Eksistensi Pusat Pelayanan dan Aglomerasi
Kekontrasan yang begitu mencolok antara kota dan desa yakni berupa
kemampuan sumber daya manusiadalam mengatur ruang hidupnya.
Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di kawasan perkotaan yang
teritorialnya sempit jika dibandingkan dengan seluruh wilayah negara.
18
Konsentrasi penduduk tersebut sudah dimulai sejak sejarah kuno,
adapun lahirnya kota-kota memiliki tiga fungsi, sebagai berikut :
a. Fungsi melancarkan pengawasan (administratif-politis)
b. Fungsi berperan sebagai pusat pertukaran (komersial)
c. Fungsi memproses bahan sumber daya (industrial)
Dua fungsi terdahulu dalam arti umum berarti melayani sebagai
central place oleh pihak pusat wilayah, terhadap teritorial di sekelilingnya
yang dikenal dengan kawasan pedalaman atau hinterland (Daldjoeni, 1997).
Pusat pelayanan dibutuhkan karena manusia memerlukan barang dan
jasa yang tidak dapat mereka produksi sendiri.Untuk memperolehnya
diperlukan suatu tempat di mana barang-barang tersebut dapat
ditukarkan.Kevin R. Cox (1972) menyatakan pemikiran geografis dari simpul
yaitu prinsip pemusatan (aglomerasi) adalah penghematan.Demi tercapainya
tujuan tersebut dilakukan aglomerasi dalam melakukan kegiatan secara
bersama-sama. Penduduk, pabrik-pabrik, pedagang eceran, rumah sakit dan
pelayanan lainnya mengelompok di kota karena hal ini mengurangi biaya
dalam melakukan berbagai aktivitas.
Aglomerasi juga berfungsi mengurangi jarak total yang semestinya
ditempuh, sehingga hal itu termasuk pemuasan secara geografis, juga
menguntungkan dalam arti ekonomis karena dengan berbuat sedikit saja dapat
19
diperoleh hasil yang banyak. Tinjauan manusia secara umum disamping
memenuhi kebutuhan lainnya, tanpa harus mengulang perjalanan dari rumah
ke tujuan tambahan tersebut. Sehingga perjalanan dikurangi dengan cara
mengusahakan pemusatan kegiatan (travel is reducedby nucleating activities).
1.6.5 Pola Distribusi
Pola (pattern) adalah kekhasan gejala tertentu di dalam ruang atau
wilayah, sementara itu pola keruangan dapat dilihat dari tiga jenis
kenampakan antara lain kenampakan titik (point features), kenampakan garis
(linear features), dan kenampakan area (areal features).
Pola distribusi spasial merupakan, bentuk pola distribusi kekhasan
titik-titik yang dilihat dari lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini lingkungan
sekitar gerai waralaba adalah berbagai sarana prasana pendukung yang juga
dapat memberikan pelayanan tambahan pada konsumen waralaba.
Pada dasarnya, pola distribusi atau persebaran industri dapat dibagi
menjadi tiga macam yaitu :
a. Pola bergerombol/mengelompok (cluster pattern)
b. Pola tersebar tidak merata/acak (random pattern)
c. Pola tersebar merata (dispersed pattern)
20
1.6.6 Analisis Cluster
Analisis cluster adalah pengorganisasian kumpulan pola ke dalam
cluster (kelompok-kelompok) berdasar atas kesamaannya. Tujuan utama
analisis cluster adalah mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan
karakteristik di antara objek-objek tersebut. Objek bisa berupa produk (barang
dan jasa), benda (tumbuhan atau lainnya), serta orang (responden, konsumen
atau yang lain). Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih
cluster (kelompok) sehingga objek-objek yang berada dalam satu cluster akan
mempunyai kemiripan satu dengan yang lain. Jadi definisi analisis cluster
secara lebih spesifik adalah : adalah teknik analisis yang mempunyai tujuan
utama untuk mengelompokkan objek-objek/cases berdasarkan karakteristik
yang dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek sehingga setiap objek
yang memiliki sifat yang mirip (paling dekat kesamaannya) akan
mengelompok kedalam satu cluster (kelompok) yang sama.
Pola-pola dalam suatu cluster akan memiliki kesamaan ciri/sifat
daripada pola-pola dalam cluster yang lainnya. Secara logika, cluster yang
baik adalah cluster yang mempunyai:
1.Homogenitas(kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu cluster
(within-cluster)
21
2.Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster yang satu dengan
cluster yang lainnya (between-cluster).
Beberapa manfaat dari analisis cluster adalah: eksplorasi data peubah
ganda, reduksi data, stratifikasi sampling, prediksi keadaan obyek. Hasil dari
analisis cluster dipengaruhi oleh: obyek yang diclusterkan, peubah yang
diamati, ukuran kemiripan (jarak) yang dipakai, skala ukuran yang dipakai,
serta metode pengclusteran yang digunakan. Metodologi clustering lebih
cocok digunakan untuk eksplorasi hubungan antar data untuk membuat suatu
penilaian terhadap strukturnya.
Dalam Analisis Cluster dilakukan pengukuran terhadap kesamaan
antar objek (similarity). Sesuai prinsip analisis cluster yang mengelompokkan
objek yang mempunyai kemiripan, proses pertama adalah mengukur seberapa
jauh ada kesamaan antar objek. Metode yang digunakan:
1. Mengukur korelasi antar sepasang objek pada beberapa variabel
2. Mengukur jarak (distance) antara dua objek. Pengukuran ada
bermacam-macam, yang paling popular adalah metode Euclidian
distance.
22
Metode lain yang digunakan dalam membuat cluster diantaranya
adalah:
1. Metode Hirarki
Metode ini memulai pengelompokan dengan dengan dua atau
lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian
proses diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua.
Demikian seterusnya sehingga cluster akan membentuk semacam
“pohon”, di mana ada hirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari
yang paling mirip sampai paling tidak mirip. Secara logika semua
objek pada akhirnya akan membentuk sebuah cluster.
2. Metode Non Hirarki
Berbeda dengan metode hirarki, metode ini justru dimulai
dengan terlebih dahulu jumlah cluster yang diinginkan (dua cluster,
tiga cluster atau yang lain). Setelah jumlah cluster diketahui, baru
proses cluster dilakukan tanpa mengikuti proses hirarki. Metode ini
biasa disebut dengan K-Means Cluster.