bab i pendahuluan i.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id i tesis... · 1 riduan syahrani, 2011,...

39
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hukum ada dalam masyarakat. Hukum mengatur kehidupan manusia sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Hukum mengatur semua aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan, dan sebagainya). Tidak satupun segi kehidupan manusia dalam masyarakat yang luput dari hukum. Corak dan warna hukum dipengaruhi oleh masyarakat, sehingga hukum merupakan manifestasi dari nilai-nilai kehidupan di mana hukum itu berlaku. Hukum merupakan cerminan budaya masyarakat yang memilikinya. Selain hukum mempunyai sifat universal, juga mempunyai sifat nasional, di mana hukum suatu negara atau masyarakat yang satu berbeda dengan hukum negara atau masyarakat yang lain, karena filsafat hidup bangsa yang satu tidak sama dengan bangsa yang lain. Perbedaan filsafat hidup ini disebabkan oleh faktor geografis, kepribadian dan kebudayaan yang berbeda antara masyarakat satu masyarakat bangsa yang lain. 1 Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah istilah umum dari hak eksklusif yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kreativitas atau kegiatan manusia, sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis dan termasuk ke 1 Riduan Syahrani, 2011, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya, Bandung, h. 28.

Upload: leque

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Hukum ada dalam masyarakat. Hukum mengatur kehidupan manusia sejak

berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Hukum mengatur semua aspek

kehidupan masyarakat (ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, dan

keamanan, dan sebagainya). Tidak satupun segi kehidupan manusia dalam

masyarakat yang luput dari hukum.

Corak dan warna hukum dipengaruhi oleh masyarakat, sehingga hukum

merupakan manifestasi dari nilai-nilai kehidupan di mana hukum itu berlaku.

Hukum merupakan cerminan budaya masyarakat yang memilikinya. Selain

hukum mempunyai sifat universal, juga mempunyai sifat nasional, di mana

hukum suatu negara atau masyarakat yang satu berbeda dengan hukum negara

atau masyarakat yang lain, karena filsafat hidup bangsa yang satu tidak sama

dengan bangsa yang lain. Perbedaan filsafat hidup ini disebabkan oleh faktor

geografis, kepribadian dan kebudayaan yang berbeda antara masyarakat satu

masyarakat bangsa yang lain.1

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah istilah umum dari hak eksklusif

yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kreativitas atau kegiatan

manusia, sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis dan termasuk ke

1 Riduan Syahrani, 2011, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya, Bandung, h.

28.

2

dalam hak tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis.2 Suatu karya intelektual

yang mendapat perlindungan hak cipta adalah karya cipta dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra. Karya tersebut baru mendapat perlindungan hukum

apabila telah diwujudkan sebagai ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi

yang dapat dilihat, didengar dan dibaca. Hukum hak cipta tidak melindungi

ciptaan yang masih berupa ide semata.

Secara mendalam tentang hukum hak cipta dapat ditelusuri melalui dasar

hukum pengaturannya. Di Indonesia secara nasional hak cipta diatur dalam

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut

UU Hak Cipta). Secara Internasional pengaturan tentang hak cipta dapat diketahui

melalui konvensi seperti: Berne Convention, Universal Copyright Convention

serta TRIPs Agreement.

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu,

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.3 Untuk mengetahui kriteria agar ciptaan dapat dilindungi

hak cipta adalah :

a. Harus orisinil yaitu hasil kerativitas pencipta sendiri bukan mengcopy.

b. Ada bentuk nyata atau kongkrit misalnya diekspresikan ke dalam kertas,

audio, video tape, CD, kanvas dan sebagainya.

2 Andy Noorsman Sommeng, 2007, Penengakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan

Intelektual, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Tanggerang, h.10. 3 Yusran Isnaini, 2010, Buku Pintar Haki Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan

Intelektual, Ghalia Indonesi, Bogor, h. 1.

3

c. Harus terdapat beberapa kreativitas artinya harus dapat diproduksi

dengan suatu alat oleh seseorang.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta, ciptaan adalah setiap hasil

karya cipta di bidang ilmu pengetahun, seni dan sastra yang dihasilkan atas

inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian

yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Ciptaan atau karya cipta di sini mendapat

perlindungan apabila menunjukan keaslian sebagai ciptaan seseorang yang

bersifat pribadi.

Pada awal perkembangannya, sistem hukum HKI kurang mendapat

perhatian di Indonesia, sering diabaikan dan banyak terjadi pelanggaran. Hal ini

disebabkan karena sistem hukum HKI bukanlah asli berasal dari Indonesia yang

memiliki konsep budaya komunal. Sistem hukum HKI adalah berasal dari

masyarakat barat yang memiliki konsep hukum individual. Sistem hukum HKI

yang berasal dari masyarakat barat yang dipelopori oleh Amerika. Oleh karena itu

tidak mengherankan ketentuan-ketentuan pengaturan HKI terlebih dahulu lahir di

negara barat.

Pada awalnya perlindungan HKI diatur melalui Paris Convention (1883)

yang lahir di Jenewa, kemudian diikuti oleh PBB dengan membentuk World

Intellectual Property Organization (WIPO), dan yang terakhir adanya ketentuan

TRIPS Agreement yang dituangkan pada ketentuan World Trade Organization

(WTO). Karena Indonesia merupakan salah satu anggota WTO sebagaimana

tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, maka sebagai konsekuensi

yuridis, Indonesia wajib mengharmonisasikan sistem hukum HKI-nya sesuai

4

dengan standar-standar yang ada di WTO-TRIPs. Sejalan dengan kebijakan

tersebut, Indonesia telah melakukan perubahan terhadap tiga paket undang-

undang di bidang HKI. Perubahan tersebut mempunyai bertujuan

menyempurnakan beberapa ketentuan yang dirasa kurang memberikan

perlindungan hukum bagi pemilik hak tersebut. HKI pada dasarnya dibagi

menjadi copyright dan industrial property right copyright meliputi hak cipta dan

hak-hak yang terkait, serta di lain sisi hak milik industri yakni paten, merek dan

sebagainya.4

Sebagai konsekuensi telah diratifikasinya hukum tentang HKI oleh

Indonesia dalam bentuk peraturan perundang-undangan, maka harus disertai

dengan sikap konsisten dari pemerintah untuk membantu memberikan

perlindungan hukum terhadap karya-karya yang diwariskan oleh leluhur. Apabila

ini tidak dilakukan akan menjadi kelemahan hukum yang dapat dimanfaatkan oleh

pihak asing untuk mengeksploitasi nilai ekonomis dari karya-karya tersebut.

Pada kenyataannya masyarakat Indonesia masih cenderung abai terhadap

hak cipta yang seharusnya mereka pertahankan. Hal ini juga terjadi pada pengrajin

di Bali. Dari beberapa kasus, terungkap pengrajin Bali sering lengah menyangkut

perlindungan hukum khususnya berkaitan hak cipta. Hal ini terjadi berkaitan

dengan perbedaan pola pikir masyarakat Indonesia dengan orang asing, mengenai

suatu karya. Pengrajin di Bali memiliki kebanggaan apabila karyanya ditiru oleh

orang lain dan dipakai untuk orang banyak tanpa mempedulikan bahwa ada nilai

yang melekat pada suatu kerajinan. Salah satu nilai yang dimaksud dalam

4 Endang Purwaningsih, 2012, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi, Mandar Maju,

Bandung, h. 3.

5

perwujudan kongkritnya saat ini apabila karya tersebut didaftarkan untuk

mendapat perlindungan hak cipta maka akan memberikan keuntungan ekonomi

bagi penciptanya.

Hukum pada dasarnya tidak hanya sekadar rumusan hitam di atas putih

saja sebagaimana dalam berbagai aturan perundang-undangan tetapi hendaknya

hukum dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati dalam kehidupan

masyarakat. Budaya hukum merupakan tanggapan umum yang sama dari

masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum.5 Tanggapan yang sama dapat

bersifat menerima atau bersifat menolak budaya hukum yang lain, begitu pula

terhadap norma-norma hukum sendiri yang dikehendaki berlaku atau terhadap

norma-norma hukum lain.6 Adanya budaya hukum inilah yang membuat

perbedaan bekerjanya hukum dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat

yang lain.

Masyarakat tidak memandang warisan budaya secara bersifat memiliki,

sebaliknya masyarakat justru bersifat sangat terbuka. Mereka tidak keberatan jika

ada orang luar yang bukan anggota kelompok ingin belajar tentang pengetahuan

tradisional tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang bersangkutan.

Falsafah hidup dalam kebersamaan membuat tradisi berbagi menjadi sesuatu yang

hidup. Kebudayaan berbagi menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang

sangat menghargai keserasian dan keharmonisan kehidupan bersama.

5Esmi Warassih Pujirahayu, 2014, Budaya Hukum Pancasila,

Tahafamedia,Yogyakarta, h.56. 6 H.Hilman Hardikusuma, 1986, Antropologi Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, h.

51.

6

Dalam terminologi modern hasil kreativitas anggota masyarakat tidak

dipandang sebagai kepemilikan individual sebagaimana pandangan masyarakat

Barat. Hasil kreativitas individu akan ditempatkan sebagai wujud darma bakti

anggota masyarakat tersebut dalam kelompoknya.

Ketiadaan pemilik individual dari pengetahuan tradisional dan folklore

Indonesia disebabkan karena masyarakat sendiri tidak memahami konsep bentuk

kepemilikan individual atas pengetahuan tradisional. Bagi masyarakat

pengetahuan tradisonal adalah warisan budaya yang didapat dimanfaatkan oleh

siapa saja, terutama anggota masyarakat yang bersangkutan. Salah satu contoh

pada budaya masyarakat Bali yang bersifat komunal sangat sulit menerima

konsep-konsep HKI yang menonjolkan hak-hak pribadi. Menurut masyarakat Bali

jika ada seseorang meniru hasil karya mereka, baik di bidang seni maupun di

bidang lainnya. Adapun pertanyaan bagi mereka, mengapa harus melarang pihak

lain memanfaatkan karya mereka. Di dalam kehidupan masyarakat Bali berlaku

prinsip catur purusha arta yaitu: dharma, artha, kama, dan moksa. Prinsip

dharma melahirkan tata nilai atau norma yang mewajibkan seseorang untuk,

melakukan tindakan yang berguna bagi orang lain.7

Dalam ilmu pengetahuan konsep adnyanayoga menjadi faktor pendorong

seseorang untuk menyebarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain, agar orang

lain mengetahui dan menjadi pandai. Peniruan adalah salah satu jalan untuk

mendapatkan pengetahuan dari orang lain. Itulah sebabnya menjadi aneh bagi

masyarakat Bali ketika konsep HKI diperkenalkan kepada mereka. Salah satu

7 Agus Sardjono, 2009, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, h.105.

7

konsep HKI yang dominan adalah substansinya berupa monopoli atau lebih

halusnya hak eksklusif dari pemegang hak.8

Dalam kajian hukum adat dikenal prinsip bahwa masyarakat komunal

kedudukan individu tidak lebih tinggi dibandingkan masyarakat individu adalah

bagian dari masyarakatnya. Memang individu menurut paham masyarakat

tradisional bukanlah individu yang kehilangan hak-hak individualnya akan tetapi

hak-hak individualnya itu tidak terlalu ditonjolkan.9 Orientasinya adalah

kedamaian dan kebahagian hidup bersama yang lebih bernilai sehingga klaim-

klaim HKI menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat tradisional. Sedangkan

pandangan yang berbeda dengan masyarakat barat yang menempatkan

pengetahuan tradisional sebagai suatu kekayaan bernilai uang (intellectual

property). Bagi orang barat, gagasan, perasaan dan bahkan emosi adalah

kekayaan. Dengan demikian, mudah dipahami konsep perlindungan (intellectual

property) muncul dan berkembang dari negara-negara barat.

Prilaku dan sikap masyarakat semacam ini memang rentan untuk

terjadinya (misappropriation) ini diartikan sebagai penggunaan oleh pihak asing

dengan mengabaikan hak–hak masyarakat lokal atas pengetahuan tradisional dan

sumber daya hayati yang terkait menjadi hak milik masyarakat yang bersangkutan

atas warisan budaya mereka yang dilakukan oleh orang-orang yang hanya

memandang keuntungan pribadi sebagai tujuan hidupnya. Di sinilah faktor hukum

memainkan peran yang penting. Hukum memandang warisan budaya dari sisi hak,

dalam arti siapa yang berhak. Oleh karena itu, hukum juga memandang warisan

8 Ibid. h. 106.

8

budaya dari aspek perlindungannya. Bagaimana memberikan perlindungan hukum

yang benar dan tepat, serta dapat dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri. 10

Hukum bekerja dengan cara memancangi perbuatan seseorang atau

hubungan antara orang-orang dalam masyarakat. Hukum menjabarkan

pekerjaannya dalam berbagai fungsi yaitu : (1) pembuatan norma-norma, baik

yang memberikan peruntukan maupun yang menentukan hubungan antara orang

dengan orang (2) penyelesaian sengketa; (3) menjamin kelangsungan kehidupan

masyarakat, yaitu dalam hal terjadinya perubahan-perubahan.11

Memahami

hukum sebagai norma berarti juga memahami hukum sebagai sesuatu yang

seharusnya (das sollen). Memahami hukum sebagai das sollen berarti memahami

hukum merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang berfungsi sebagai

pedoman. 12

Pada awalnya traditional knowledge adalah karya masyarakat tradisional

adat yang bisa berupa adat budaya, karya seni dan teknologi yang telah turun-

temurun digunakan nenek moyang. Dewasa ini pengetahuan tradisional dipilah

menjadi dua bagian. Pengetahuan tradisional yang berbasis paten dinamakan

traditional knowledge, sedangkan yang berbasis hak cipta disebut folklore.

Pengetahuan tradisional menjadi milik bersama masyarakat adat yang dijaga dan

dilestarikan belum dilindungi secara tepat dalam hukum kekayaan intelektual.13

10 Agus Sardjono, op.cit., h. 162. 11

Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum dan Perubahan Sosial : Suatu Tinjauan Teoritis Serta

Pengalaman-Pengalaman di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, h.111. 12Abdul Ghofur Anshori, 2009, Filsafat Hukum, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, h. 45. 13 Endang Purwaningsih, op.cit., h. 23.

9

Salah satu hak kekayaan intelektual masyarakat Bali adalah motif ornamen

yang dapat ditemukan pada bangunan dan hasil karya kerajinan. Motif ornamen

Bali adalah motif hias yang telah diungkapkan, diukir, ditatah, digambar dan lain-

lainya.14

Sebagai contoh hiasan pada bangunan, alat-alat/benda-benda upakara,

perabot rumah tangga dan berbagai macam cindera mata yang dibuat oleh para

pengrajin perak di Bali. Motif-motif tradisional tersebut mengandung peranan

penting dalam perwujudan seni murni (fine art) maupun seni pakai (applied art)

di Bali. Bentuk dan motif tradisional Bali yang diungkapkan sebagai hias dalam

benda-benda seni bangun maupun benda-benda kerajinan seperti motif kekatusan,

pepatraan dan kekarangan. 15

Menimbang nilai penting motif tradisional dalam berbagai karya seni di

Bali, maka perlu perlindungan secara hukum. Pentingnya perlindungan terhadap

motif–motif kerajinan tradisional seperti kerajinan perak Bali, mengingat hak

cipta pengrajin perak di Bali saat ini mulai mengalami masalah hukum seperti

gugatan pelanggaran hak cipta akibat didaftarkanya motif tradisional perak Bali

oleh perusahaan/orang asing. Apabila ditelusuri barang-barang kerajinan tersebut

sebenarnya sudah ada dan dipakai oleh pengrajin di Bali secara turun-temurun.

Bahkan banyak dari motif tersebut sudah tidak diketahui siapakah penciptanya

sehingga desainnya dapat dikatakan telah menjadi milik masyarakat Bali (public

domain). Perbuatan perusahaan atau orang asing yang mendaftarkan motif barang

kerajinan khas Bali di luar negeri telah merugikan pengrajin perak Bali secara

14

Made Rinu, 2005, Ornamen Bali, Fakultas Seni Rupa dan Desaian ISI, Denpasar,

h.17. 15 Ibid. h. 18.

10

langsung. Kelemahan pengrajin perak Bali karena tidak waspada terhadap

eksploitasi orang asing akan warisan budaya.

Pentingnya perlindungan hukum terhadap motif tradisional Bali

mempunyai nilai strategis. Dilihat dari segi budaya, dengan adanya perlindungan

terhadap motif kerajinan perak bali maka pelestarian budaya bangsa akan tercapai.

Dengan demikian tidak ada klaim budaya lagi, dan dari segi ekonomi apabila

karya cipta tersebut dilindungi maka akan memberikan manfaat ekonomis bagi

penciptanya.

Dalam tataran normatif seperti diketahui perlindungan traditional

knowledge baru diatur dalam ketentuan Pasal 38 UU Hak Cipta Adapun ketentuan

Pasal 38 UUHC :

(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.

(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi

budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat pengembangannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh

Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam penulisan tesis ini, warisan budaya dilihat sebagai bentuk

pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi kebudayaan

tradisional (traditional cultural expression) dari masyarakat lokal Indonesia, baik

dalam bentuk teknologi berbasis tradisi maupun ekspresi kebudayaan seperti seni

musik, tari, seni lukis atau seni rupa lainnya, arsitektur, tenun, batik, cerita,

legenda, dan sebagainya. Hukum juga memandang warisan budaya dari aspek

11

perlindungannya. Bagaimana memberikan perlindungan hukum yang benar dan

tepat, serta dapat dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri. 16

Pelaku seni dan Indonesia juga pernah mengalami persoalan yang

berhubungan dengan klaim HKI atas warisan budaya setempat. Kasus terjadi

ketika seorang pengrajin ukiran kayu tradisional Bali tidak boleh mengekspor

langsung ke Amerika Serikat kecuali jika membayar royalti kepada orang

Amerika. Hal ini dikarenakan desain atas ukiran itu sudah didaftarkan sebagai

design patent di USPTO oleh orang Amerika.

Dalam penulisan karya tulis ini, akan mengambil objek permasalahan

motif tradisional perak Bali. Penelitian kasus antara John Hardy, Ltd. Yang

merupakan sebuah perusahaan asing melawan I Ketut Deni Aryasa, pengrajin

perak dari Bali. John Hardy memiliki pabrik untuk membuat kerajinan perak di

Bali bernama PT. Karya Tangan Indah dan Deni Aryasa yang sebelumnya pernah

bekerja pada John Hardy, sekarang menjadi kepala pendesain dan pemilik modal

dari perusahaan bernama Bali Jewel. Deni Aryasa ditahan di Bali dengan tuduhan

menjiplak dua motif perhiasan milik John Hardy, yaitu batu kali dan Fleur

(“Bunga”), pada perhiasan yang didesain oleh Deni Aryasa untuk Bali Jewel. PT

Karya Tangan Indah memiliki gambar motif Bali yaitu motif batu kali yang diakui

diciptakan oleh Guy Bedarida, yang berwarga Negara Perancis gambar ini

diregister tanggal 19 April 2006 pada Direktorat Jendral HAKI Jakarta.

Sedangkan Deni sudah membuat barang kerajinan perak Bali dengan motif

tradisional Bali sejak tahun 2004. Deni selaku orang Bali didakwa melakukan

16 Agus Sardjono, op.cit., h. 126.

12

pelanggaran hak cipta karena membuat motif batu kali. Menurut PT Karya

Tangan Indah yang pemiliknya pihak asing, motif batu kali diciptakan oleh Guy

Bedarida (berkebangsaan Perancis). Dengan demikian motif tersebut dimiliki oleh

PT Karya Tangan Indah, sehingga pengrajin lain tidak boleh membuat motif batu

kali. Deni dan sebagian besar masyarakat Bali memprotes klaim hak cipta John

Hardy atas kedua motif tersebut karena kedua motif itu adalah motif tradisional

Bali yang telah dipergunakan turun-temurun oleh masyarakat Bali. Walaupun

belum pernah didokumentasikan atau dikompilasikan dalam database, kedua

motif tersebut umum digunakan untuk dekorasi pura di Bali, pintu masuk

bangunan di Bali, dan dalam berbagai karya seni Bali lainnya. Selama proses

pengadilan, hakim menemukan fakta bahwa John Hardy juga telah memiliki hak

cipta atas kurang lebih 800 motif tradisional Indonesia lainnya, baik yang terdaftar

di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Pengadilan Negeri Denpasar

memutuskan Deni Aryasa tidak bersalah dalam kasus ini dengan alasan karena

motif yang dibuat Deni Aryasa berbeda bentuk dan teksturnya dari motif yang

dimiliki John Hardy. Kasus semacam itu yang menjadi alasan mengapa

perlindungan hukum menjadi penting sehubungan dengan timbulnya gagasan

memanfaatkan warisan budaya sebagai sumber ekonomi baru.

Pentingnya penelitian hukum ini dilakukan, melihat kasus hukum di atas

berkaitan dangan penegakan HKI dalam kerangka hak cipta. Apabila hal ini tidak

diperhatikan dan ditangani secara khsusus akan memberikan dampak negatif pada

budaya hukum masyarakat mengenai aspek hukum dan aspek ekonomi, Budaya

hukum merupakan komponen penting untuk memahami bekerjanya sistem hukum

13

sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah

laku hukum seluruh warga masyarakat. Tanpa didukung budaya hukum yang

kondusif, suatu peraturan atau hukum tidak bisa direalisasikan sebagaimana

diharapkan baik oleh pembuat hukum maupun masyarakat yang sebagai sasaran

dari hukum. Dari segi hukum hendaknya para pelaku seni dalam menciptakan

karya seni agar mendaftarkan karya hasil ciptanya, sehingga tidak memperoleh

masalah dan tidak dituduh meniru hasil karya cipta orang lain. Dengan meniru

karya cipta membuat seseorang berhadapan dengan hukum, terlebih apabila ada

klaim dari pihak asing terhadap karya seni yang diciptakan. Dari segi ekonomi

dengan tidak mendaftarkan karya cipta membuat kerugian pada pencipta sendiri

atas memperbanyak hasil karya cipta dan menggunakan hasil karya cipta dengan

tidak mendapatkan royalti atas karya cipta yang didaftarkan.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pada kesempatan ini peneliti sangat

berminat untuk mengetahui dan menganalisa budaya hukum pada pengrajin perak

di Bali terhadap hukum hak cipta. Dengan mengetahui budaya hukum pengrajin

perak di Bali kiranya akan diketahui bagaimana perlindungan hukum hak cipta

terhadapkerajinan perak di Bali. Dengan demikian penelitian ini diberi judul

“Budaya Hukum Dalam Keberlakuan Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta Pada Pengrajin Perak di Bali “.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk perlindungan negara terhadap motif-motif kerajinan

perak Bali yang merupakan warisan tradisional?

14

2. Bagaimana budaya hukum pengrajin perak di Bali terkait keberlakuan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Adapun ruang lingkup masalah dalam tesis adalah permasalahan mengenai

budaya hukum pengrajin perak di Bali terkait keberlakuan Undang-undang Nomor

28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta dan perlindungan Negara terhadap motif-

motif kerajinan perak Bali yang merupakan warisan tradisional.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum,

khususnya hukum hak kekayaan intelektual yaitu keberlakuan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 20014 tentang Hak Cipta pada pengrajin perak di Bali.

1.4.2 Tujuan Khusus

Di samping tujuan umum tersebut di atas, penelitian ini secara spesifik

diharapkan mampu :

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh

negara terhadap motif-motif kerajinan perak Bali yang merupakan

warisan tradisional.

15

2. Untuk mengetahui budaya hukum pengrajin perak di Bali terkait dengan

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

1.5 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis

pada khususnya sehingga penelitan ini bermanfaat secara teoritis dan praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan

pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum hak

kekayaan intelektual terutama mengenai hak cipta.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis yaitu

memberi sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang terkait dalam

Keberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada

pengrajin perak di Bali.

1. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pengetahuan di bidang hukum, khususnya dalam bidang

hukum hak kekayaan intelektual, serta dipakai sebagai acuan dalam

perlindungan terhadap motif tradisional perak Bali.

2. Bagi pengrajin perak, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai

sebagai bahan evaluasi untuk memperjelas perlindungan yang didapat

16

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menggunakan motif-

motif tradisional serta memperbaiki budaya hukum masyarakat yang

bersifat komunal karena dalam hak cipta sifatnya individual.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Dalam pengetahuan penulis, penelitian dengan judul ”Budaya Hukum

dalam Keberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Pada Pengrajin Perak di Bali” belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti

sebelumnya. Akan tetapi permasalahan yang berkaitan dengan hak cipta sudah

pernah diteliti oleh beberapa orang antara lain :

1. Perlindungan Hak Cipta Atas Motif Batik Sebagai Warisan Budaya

Bangsa (Studi Terhadap Karya Seni Batik Tradisional Kraton

Surakarta), yang ditulis oleh Fanny Kusumaningtyas S.H., B4A007100,

Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Diponegoro

Semarang 2008. Dengan rumusan masalah :

- Bagaimana eksistensi karya cipta seni batik tradisional khususnya

motif batik Keraton Surakarta sebagai warisan budaya bangsa?

- Apakah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta

memadai dalam memberikan perlindungan atas motif batik sebagai

warisan budaya khususnya sebagai batik tradisional?17

.

17 Fanny Kusumaningtyas, 2008, “ Perlindungan Hak Cipta Atas Motif Batik Sebagai

Warisan Budaya Bangsa ( Studi Terhadap Karya Seni Batik Tradisional Surakarta)” (tesis)

Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Diponogoro, Semarang.

http :// law/ tesis hak cipta /image / tesis % hukum , Di akses 10 Agustus 2014.

17

Dalam penulisan tesis yang ditulis oleh Fanny dengan penulis,

perbedaan penulisan tesis Fanny objek kajiannya pada karya cipta seni

Batik sedangkan penulis pada seni perak dan Fanny lebih memaparkan

tentang seni batik yang merupakan warisan budaya dari tahun ke tahun

sedangkan penulis membahas mengenai budaya hukum terhadap

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada

pengrajin perak di Bali. Membahas mengenai budaya hukum dalam

keberlakuan dalam Undang-undang Hak Cipta terhadap pengrajin perak

Bali tentu membuat suatu ide baru di mana penulis menekankan

bagaimana budaya hukum dalam masyarakat terhadap suatu peraturan

hukum, penulis menggunakan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta yang merupakan perubahan dari Undang-undang

Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta untuk menjawab

permasalahan hukum. Persamaannya sama-sama membahas hak cipta.

2. Penerapan Hukum Hak Cipta Atas Seni Batik Pekalongan Sebagai

Komoditas Internasional (Studi Upaya pemerintah kota Pekalongan

sebagai Komoditas Internasional), yang ditulis oleh Nur Endang

Trimargawati S.H., B4A006312, Program Pascasarjana Magister

Hukum Universitas Diponegoro Semarang 2008. Dengan rumusan

masalah :

- Bagaimana penerapan karya cipta pada seni batik kontemporer

Pekalongan sebagai komoditas internasional?

18

- Bagaimanakah upaya pemerintah kota Pekalongan menjadikan batik

Pekalongan sebagai komoditas internasional?18

.

Dalam penulisan tesis Nur Endang dengan membandingkan tesis

penulis terdapat perbedaan, dalam penulisan Nur Endang membahas

penerapan karya cipta batik sedangkan penulis membahas bagaimana

budaya hukum pengrajin perak di Bali dan Nur membahas bagaimana

upaya Pemerintah terhadap seni Kontenporer sebagai Batik pekalongan

sebagai komoditas Internasional sedangkan penulis membahas

mengenai perlindungan yang diberikan pada negara terhadap motif

tradisonal perak serta penulis menggunakan Undang-undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk menjawab masalah hukum.

Adapun persamaan membahas masalah hak cipta.

3. Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Terhadap

Perlindungan Hukum Bagi Para Pengrajin Di bidang Kerajinan Perak di

Daerah IstimewaYogyakarta, yang ditulis oleh Qurrotu Ani S.H.

B4A006314, Program Pascasarjana Megister Hukum Universitas

Diponegoro Semarang 2008. Dengan rumusan masalah :

- Bagaimana implementasi UUHC 2002 di kalangan Pengrajin di

bidang kerajinan perak di Daerah Istimewa Yogyakarta?

18 Nur Endang Trimargawati, 2008, “ Penerapan Hukum Hak Cipta seni Batik

pekalongan sebagai Komoditas Internasional (Studi Upaya Pemerintah kota Pekalongan

sebagai Komoditas Internasional)” (tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas

Diponogoro, Semarang. http :// law/ tesis hak cipta /image / tesis % hukum , Di akses 10

Agustus 2014.

19

- Bagaiman Peran pemerintah daerah dalam mengimplementasi UUHC

2002 terhadap Perlindungan Hukum Pengrajin di bidang kerajinan

perak di Daerah Istimewa Yogyakarta?19

.

Perbedaan penulisan tesis penulis dengan Qurrotu adalah penulis

menggunakan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 yang merupakan

perubahan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta untuk mengkaji permasalahan. Sedangkan Qurrotu membahas

menggunakan Undang-undang yang lama dalam pengaturan hukum hak

cipta dan penulis mendeskripsikan budaya hukum pengrajin perak di

Bali dalam keberlakuannya Undang-undang Nomor 28 Tahun tentang

Hak Cipta.

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

1.7.1 Landasan Teoritis

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah istilah umum dari hak ekslusif

yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kreativitas atau kegiatan

manusia, sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis dan termasuk

ke dalam hak tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis.20

19

Qurrotu Ani, 2008, “ Impelementasi Undang- undang Nomor 19 tahun 2002

Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Para Pengrajin di bidang kerajinan prak di Daerah

Istimewa Yogyakarta” (tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas

Diponogoro, Semarang. http :// law/ tesis hak cipta /image / tesis % hukum , Di akses 10

Agustus 2014.

20 Mastur, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Paten, Jurnal

Ilmiah Hukum Vol 6, No 1, Edisi 1 Januari 2012, Fakultas Hukum, Universitas wahid Hasyin,

Semarang.

20

Membahas mengenai HKI, maka dari segi substansif, norma hukum yang

mengatur tentang hak kekayaan intelektual itu tidak hanya terbatas pada norma

hukum yang dikeluarkan oleh suatu negara tertentu, tetapi juga pada norma-norma

hukum Internasional. Oleh karena itu negara-negara yang turut dalam kesepakatan

Internasional harus menyesuaikan peraturan dalam negerinya dengan ketentuan

Internasional, yang dalam kerangka GATT/WTO adalah kesepakatan TRIPs,

sebagai salah satu dari Final Act Embodying The Uruguay Round of Multilateral

Trade Negotiaton, yang ditandatangani di Marakesh, pada bulan April 1994 oleh

124 negara dan 1 wakil dari Masyarakat Ekonomi Eropa.

Indonesia termasuk salah satu negara yang turut menandatangani

kesepakatan itu dan ratifikasinya telah dilakukan melalui Undang-undang Nomor

7 Tahun 1994 tentang ratifikasi perjanjian pembentukan organisasi perdagangan

dunia. Dengan demikian Indonesia harus menyesuaikan kembali semua peraturan

yang berkaitan dengan perlindungan hak kekayaan intelektual dan menambah

beberapa peraturan yang belum tercakup dalam peraturan yang sudah ada.21

Dalam UU Hak Cipta pada Pasal 1 angka (1) hak cipta adalah hak

eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak

mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku

Dalam ketentuan UUHC karya cipta yang dilindungi pada Pasal 40 :

(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra terdiri atas :

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua

hasil karya tulis lainnya;

21 OK Saidin, op.cit., h.23.

21

b. Cermah, kuliah,pidato dan ciptaan sejenis lainnya;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu dan atau music dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari , koreografi, pewayangan dan

pantomim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran

kaligrafi, seni pahat, patungm atau kolase;

g. Karya seni terapan

h. Karya arsitektur

i. Peta

j. Karya seni batik atau motif lain;

k. Karya fotografi;

l. Potret

m. Karya Sinematografi

n. Terjemahan,tafsir, saduran bunga rampaim basisi data, adaptasi ,

aransemen, dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adapatasi aransemen, transformasi atau modifikasi

ekspresi budaya tradisional

p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli;

r. Permainan video dan;

s. Program komputer.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi

sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas

Ciptaan asli.

(3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

termasuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum

dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata

yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Perlindungan traditional knowledge melalui rezim HKI dimaksudkan

untuk melindungi hak hasil penciptaan intelektual. Tujuan dari upaya ini adalah :

1. Mendorong penciptaan karya-karya intelektual baru.

2. Adanya keterbukaan karya-karya intelektual baru.

3. Memfasilitasi ketertiban pasar melalui penghapusan kebingungan

(kebijakan yang didasarkan pada hukum merek dan indikasi geografis),

dan tindakan unfair competition.

22

4. Melindungi ketertutupan informasi dari pengguna yang tidak baik.

HKI menjadi penting untuk menggairahkan laju perekonomian dunia yang

ada pada akhirnya membawa kesejahteraan umat manusia. Meski terus ada upaya

pengurangan angka tarif dan kuota secara gradual dalam rangka mempercepat

terbentuknya perdagangan bebas, jika impor barang dan jasa dibiarkan bebas

diduplikasi secara illegal, ini merupakan beban berat bagi pelaku perdagangan

internasional.Indonesia dikenal memiliki keragaman hayati yang tinggi, bahkan

tergolong paling tinggi di dunia. Bukan itu saja Indonesia juga mempunyai

beragam budaya dan karya tradisional. Namun tanpa disadari banyak aset dan

kekayaan intelektual lokal telah terdaftar di luar negeri sebagai milik asing. 22

Teori hukum tentu berbeda dengan apa yang dipahami dengan hukum

positif. Hal ini perlu dipahami guna menghindarkan kesalahpahaman, bahwa

seolah-olah tidak dibedakan antara keduanya. Ada kajian filosofis di dalam teori

hukum sebagaimana dikatakan Gustav Radbruch bahwa tugas teori hukum adalah

membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan

filosofisnya tertinggi.23

Dalam menganalisa penulisan digunakan Teori

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Teori Sistem Hukum, Prinsip-prinsip

HKI dan Konsep Budaya Hukum.

1.Teori Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual

Teori Perlindungan HKI digunakan dalam penulisan ini, sebagai pisau

analisa untuk menjawab masalah pertama dari penulisan tesis ini. Terutama dalam

rangka memberikan deskripsi dan jawaban atas perlindungan Negara terhadap

22 Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, h. 7. 23 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2008, Teori Hukum : Mengingat, Mengumpulkan

dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, h. 45.

23

motif-motif kerajinan perak yang merupakan warisan tradisional. Sebuah Teori

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam kerangka hak cipta yang mendasari

perlunya suatu bentuk perlindungan hukum. Hak eksklusif dalam hak cipta

menurut sifatnya diberikan kepada pencipta untuk mengeksplotasi haknya untuk

mencegah pihak lain menggunakan tanpa ijin pemiliknya. Pemberian hak

eksklusif pada pencipta tidak semua karya cipta dapat dapat diberikan

perlindungan hak cipta ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, seseorang

harus benar-benar berhasil menciptakan karya yang idenya orisinil asli dari

pencipta sendiri tidak meniru karya cipta yang ada dalam bidang hak cipta, kedua

karya cipta diberikan perlindungan apabila karya itu telah berwujud dapat dilihat

secara nyata dan ketiga karya cipta itu dapat diproduksi.

Salah satu yang dapat menopang pembangunan adalah hak kekayaan

intelektual yang merupakan hak yang berasal dari kegiatan kemampuan berpikir

manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk,

memiliki kemanfaatan serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga

memiliki nilai ekonomi, maka kepada pemilik hak tersebut perlu diberikan

penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan dalam melahirkan karya-karya

yang inovatif. Untuk itu setiap hak kekayaan intelektual dalam kerangka hak cipta

yang dihasilkan dari kreasi dan pemikiran rasio manusia patut diberikan

perlindungan hukum. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa teori dasar

Perlindungan HKI salah satunya dikemukan oleh Robert M. Sherwood. Adapun

teori mengenai perlindungan hukum tersebut adalah :

Reward Theory

24

Teori ini menjelaskan pengakuan terhadap karya intelektual yang

telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau

pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya

kreatifnya dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual

tersebut.

Recovery Theory

Teori ini menyatakan bahwa penemu/pencipta/pendesain yang

telah mengeluarkan waktu, biaya serta tenaga dalam menghasilkan karya

intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang dikeluarkannya

tersebut.

Incentive Theory

Teori ini mengaitkan pengembangan kreativitas dengan

memberikan insentif bagi para penemu/pencipta atau pendesain tersebut.

Risk Theory

Teori ini menyatakan bahwa hak atas kekayaan intelektual

merupakan suatu hasil karya yang mengandung risiko. Hak Atas Kekayaan

Intelektual yang merupakan hasil dari suatu penelitian mengandung resiko

yang dapat memungkinkan orang lain yang terlebih dahulu menemukan

cara tersebut memperbaikinya sehingga dengan demikian adalah wajar

untuk memberikan suatu perlindungan hukum terhadap upaya atau

kegiatan yang mengandung resiko tersebut.

Economic Growth Stimulus Theory

Teori ini mengakui bahwa perlindungan atas HAKI merupakan

suatu alat dari pembangunan ekonomi dan yang dimaksud dengan

pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu

sisten perlindungan atas HAKI yang efektif. 24

Secara sederhana perlindungan tersebut memiliki beberapa tujuan.

Pertama, agar bentuk penggunaan komersial dari kekayaan intelektual dapat

dilakukan langsung oleh pemilik kekayaan tersebut. Dengan demikian, pihak

pemilik dapat secara langsung memperoleh kompensasi finansial akibat transaksi

yang menyangkut penggunaan kekayaan intelektual tersebut. Kedua, pemilik

dapat menjual atau memperoleh kompensasi finansial dengan memperbolehkan

24 Ranti Fauza Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era

Perdagangan Bebas, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 45.

25

penggunaa hak atas kekayaan tersebut kepada pihak lain. Ketiga, pemilik hak atas

kekayaan tersebut dapat mencegah pihak lain memperoleh dan

mempergunakaannya. Atas dasar konsepsi tersebut, maka terhadap setiap

penemuan atau ciptaan sebagai hasil suatu karya cipta manusia baik di bidang

seni, sastra, ilmu pengetahuan dan industri diperlukan suatu perlindungan agar

pemilik HKI dapat memperoleh keuntungan dari ciptaannya tersebut.

Berdasarkan prinsip ini terdapat sifat eksklusif bagi pencipta. Namun

demikian tingkatan paling tinggi dari hubungan kepemilikan, hukum bertindak

lebih jauh, dan menjamin bagi setiap manusia penguasaan dan penikmataan

eksklusif atas benda atau ciptaannya tersebut dengan bantuan negara. Jaminan

terpeliharanya kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat tercermin

dalam sistem HKI.

Hak Kekayaan Intelektual ialah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda

yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio

manusia yang menalar. Hasil kerjanya berupa benda immaterial.25

Prinsip utama

pada HKI yaitu bahwa hasil kreasi dari pekerjaan dengan memakai kemampuan

intelektualnya tersebut, maka pribadi yang menghasikannya mendapatan

kepemilikannya berupa hak alamiah (natural). Begitulah sistem Hukum Romawi

menyebutkannya sebagai cara perolehan alamiah berbentuk spesifikasi yaitu

melalui penciptaan.

25 H. OK. Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Right), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 11.

26

Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi

individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Atas Kekayaan

Intelektual berdasarkan pada prinsip :

a. Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)

Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil

dari kemampuan intelektualnya memperoleh imbalan. Imbalan tersebut

dapat berupa materi maupun bukan materi. Seperti: adanya rasa aman

karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan

perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa suatu

kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut, yang

disebut sebagai hak. Setiap hak menurut hukum mempunyai title, yaitu

suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada

pemiliknya. Menyangkut hak milik intelektual, maka peristiwa yang

menjadi alasan melekatnya itu adalah penciptaan yang mendasarkan

kemampuan intelektualnya.

b. Prinsip Ekonomi (the economic argument)

Hak Atas Kekayaan Intelektual ini merupakan hak yang berasal dari

hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang

diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk yang

memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia,

maksudnya bahwa kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia

yang menjadikan hal itu suatu keharusan untuk menujang kehidupannya

di dalam masyarakat. Dengan demikian hak atas kekayaan Intelektual

merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari

kepemilikannya seseorang akan mendapat keuntungan misalnya suatu

bentuk pembayaran royalti atau technical fee.

c. Prinsip Kebudayaan (the cultural argument)

Karya manusia pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkannya

hidup, dari hasil karya itu bertujuan pula suatu gerak hidup yang harus

menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi demikian maka

pertumbuhan, perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat

besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat

manusia. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa dan cipta manusia yang

dibakukan dalam sistem hak milik intelektual adalah suatu usaha yang

tidak dapat dilepaskan sebagai perwujudan suasana yang diharapkan

mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong

melahirkan ciptaan baru.

d. Prinsip Sosial (the social argument)

Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang

berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur

kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi manusia dalam

hubungannya dengan manusia lain yang sama-sama terikat dalam suatu

ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun yang diakui oleh

27

hukum dan diberikan kepada perseorangan atau persekutuan atau

kesatuan lain, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi

kepentingan perseorangan atau persekutuan atau kesatuan saja, tetapi

pemberian hak kepada perseorangan, persekutuan atau kesatuan hukum

itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi.

Dari keseluruhan prinsip yang melekat pada hak atas kekayaan intelektual

maka setiap negara berbeda penekanannya. Berbeda sistem hukumnya, sistem

politiknya dan landasan filosofisnya maka berbeda pula pandangan terhadap

prinsip tersebut. Sejarah kemerdekaan suatu negara juga mempengaruhi prinsip

yang dianutnya. Negara berkembang dan negara bekas jajahan, dengan negara

maju industrinya sangat berbeda pula cara memandang persoalan prinsip hak atas

kekayaan intelektual. 26

2. Teori Sistem Hukum

Teori Sistem Hukum digunakan dalam penulisan tesis ini sebagai pisau

analisa untuk menjawab permasalahan kedua dari penulisan tesis ini. Terutamanya

dalam memberikan deskripsi dan jawaban mengenai budaya hukum pengrajin

perak di Bali terkait keberlakuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Teori

Sistem Hukum oleh Lawrence M. Friedman mengemukakan tiga unsur yang harus

diperhatikan dalam penegakan hukum. Ketiga unsur tersebut meliputi: struktur

hukum, substansi hukum dan budaya hukum.

Struktur sistem hukum terdiri dari :

a. Unsur-unsur jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis

kasus yang mereka periksa dan bagaimana)

b. Cara naik banding dari suatu pengadilan ke pengadilan lainnya

26Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori

dan Prakteknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 27

28

c. Bagaimana legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Struktur hukum berkaitan dengan kelembagaan hukum. Di Indonesia, lembaga

yang berwenang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan.

Pengertian substansi hukum meliputi:

a. Aturan, norma dan prilaku nyata manusiayang berada dalam

sistemhukum

b. Produk hukum yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem

hukum itu keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka

susun.

Substansi hukum berkaitan dengan isi hukum norma hukum ini ada yang dibuat

oleh negara dan ada juga yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat (living

law). Budaya hukum adalah sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan dengan

hukum dan sistem hukum, berikut sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan

pengaruh baik positif maupun negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan

hukum. Budaya hukum dibedakan menjadi dua, kultur hukum eksternal adalah

kultur hukum yang ada pada populasi umum. Kultur hukum internal adalah kultur

hukum para anggota masyarakat yang menjalankan tugas-tugas hukum yang

terspesialisasi.27

Menurut Friedman, budaya hukum mengacu kepada bagian-bagian dari

budaya pada umumnya yang berupa kebiasaan, pendapat, cara-cara berprilaku dan

berpikir yang mendukung atau menghindari hukum. Budaya hukum merupakan

27 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada

Penelitian Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta, h. 306.

29

salah satu komponen dari sistem hukum di samping komponen struktur dan

substansi hukum. Komponen budaya hukum merupakan variabel penting dalam

sistem hukum karena dapat menentukan bekerjanya sistem hukum. Budaya

hukum merupakan sikap dan nilai-nilai dari individu-individu dan kelompok

masyarakat yang mempunyai kepentingan (interest) yang kemudian diproses

menjadi tuntutan-tuntutan (demands) berkaitan dengan hukum. Kepentingan dan

tuntutan tersebut merupakan kekuatan sosial yang sangat menentukan berjalan

atau tidaknya sistem hukum. 28

Budaya Hukum dari Lawrence M Friedman yaitu29

:

a. Budaya hukum itu mengacu pada bagian-bagian kebudayaan secara

umum (kebiasaan pendapat, bertindak dan berpikir) yang dalam cara

tertentu dapat menggerakkan kekuataan sosial mendekat atau menjauh

dari hukum.

b. Budaya hukum adalah sikap-sikap, nilai-nilai dan pendapat masyarakat

dalam berurusan dengan hukum dan sistem hukum, budaya hukum

adalah sumber hukumnya.

c. Budaya adalah jejaring nilai-nilai dan sikap yang berkaitan dengan

hukum, yang menentukan kapan mengapa dan bagaimana masyarakat

mematuhi atau menolak hukum menentukan struktur hukum apa yang

digunakan dan apa alasannya dan peraturan hukum apa yang dipilih

untuk diterapkan dan dikesampingkan serta apa alasannya.

Pentingnya budaya hukum dalam konstruksi hukum itu sejalan dengan

pendapat Friedman, apabila ”sistem hukum” diibaratkan untuk memproduksi

suatu barang kedudukan “subsatansi hukum” diibaratkan sebagai barang apa yang

diproduksi suatu barang dan “struktur hukum” diibaratkan sebagai mesin-mesin

pengelola barang. Sedangkan “budaya hukum” diibaratkan sebagai orang-orang

yang menjalankan mesin dan berkewajiban untuk menghidupkan, menjalankan

28 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, op.cit., h. 154. 29 Esmi Warrasih Pujirahayu, op.cit., h. 50.

30

dan mematikan mesin ini. Agar dapat menentukan baik buruknya hasil yang

diproduksi.

Budaya hukum dalam pembahasan bagian ini digunakan untuk

menunjukkan tradisi hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan suatu

masyarakat hukum. Dalam masyarakat hukum yang sederhana, kehidupan

masyarakat terikat ketat oleh solidaritas mekanis, persamaan kepentingan dan

kesadaran, sehingga masyarakat lebih meyerupai suatu keluarga besar, maka

hukum cenderung berbentuk tidak tertulis.30

3. Teori Keberlakuan Hukum

Teori Keberlakuan Hukum digunakan dalam penulisan tesis ini untuk

menjawab budaya hukum dalam keberlakuan Undang-undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Teori Keberlakuan menurut J.J.H. Bruggink

dibagi atas tiga bagian yaitu :

a. Keberlakuan faktual atau empiris kaidah hukum,

b. Keberlakuan normatif atau formal kaidah hukum, dan

c. Keberlakuan evaluatif kaidah hukum.31

Keberlakuan faktual juga dapat dikatakan sebagai efektifitas hukum.

Untuk dapat mengukur keberlakuan ini digunakan dua kategori, yaitu pertama,

manakala dalam suatu masyarakat yang pada umumnya warganya berprilaku

dengan mengacu pada seluruh kaidah, hukum maka dapat dikatakan bahwa

hukum itu berlaku secara faktul. Kedua, manakala secara umum oleh para

30 Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, CV. Mandar

Maju, Bandung, h. 156. 31 J.J.H Brugink,1999, Refleksi tentang Hukum, terjemahan Arief Sidartha, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung, h.149

31

pejabat hukum yang bewenang diterapkan dan ditegakkan. Kemudian

keberlakuan normatif atau formal kaidah hukum, jika kaidah itu merupakan

bagian dari suatu sistem kaidah hukum tertentu yang di dalamnya kaidah-

kaidah hukum itu saling menunjuk yang satu terhadap yang lainnya. Kaidah

hukum yang khusus yang lebih rendah diderivasi dari kaidah hukum umum

yang lebih tinggi. Sedangkan keberlakuan evaluatif, jika kaidah hukum itu

berdasarkan isinya dipandang bernilai. Dengan cara empiris, yaitu mengamati,

apakah terdapat keberlakuan faktual kaidah hukum di masyarakat tentang

budaya hukum masyarakat terhadap Undang -Undang Hak Cipta pada

pengrajin, dengan diteliti secara empiris dilihat adanya kepatuhan atau

pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan tentang Undang-undang Nomor

28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

1.7.2 Kerangka Berpikir

Dalam pembahasan mengenai Budaya Hukum Dalam Keberlakuan

Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pada Pengrajin Perak

Di Bali, Hak Atas Kekayaan Intelektual oleh Robert M Sherwood, dan Prinsip-

prinsip Hak Atas Kekayaan Intelektual, Teori Sistem Hukum Lawrence M.

Friedman dan Teori Keberlakuan Hukum J.J.H Bruggink Kerangka berpikir

yang digunakan dapat diuraikan ke dalam bagan sebagai berikut :

32

Budaya Hukum dalam Keberlakuan Undang-undang Nomor 28

Tahun 2014 Tentang Hak cipta Pada Pengrajin Perak Di Bali

Arna hukum

a

Indonesia meratifikasi Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1994 sebagai

konsekuensinya Negara berkewajiban

menyesuaikan semua keterketaitan

peraturan perlindungan HKI dan

menambah peraturan yang sudah ada

dengan menyesuaikan dengan standar

perlindungan HAKI dalam TRIPS.

Sedangkan budaya hukum Indonesia

yang bersifat komunal sedangkan

perlindungan HAKI bersifat individual.

Ketentuan karya cipta mendapat

perlindungan hukum secara

otomatis tertuang dalam UU Hak

Cipta Pasal 38 ayat 1 Negara

memegang hak cipta atas ekspresi

budaya. Namun Faktanya di

lapangang banyak karya cipta

kerajinan perak dengan motif

tradisional didaftarkan oleh pihak

asing salah satu faktor penyebabnya

para pencipta tidak mengetahui

perlindungan hak cipta terhadap

kerajinan perak.

Bagaimana perlindungan Negara

terhadap motif-motif kerajinan

perak Bali merupakan warisan

budaya?

Bagaimana budaya hukum pengrajin

perak Bali terkait keberlakuan

Undang-undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta ?

Teori Sistem Hukum dari Lawrence

M.Friedman digunakan untuk menganalisa pola prilaku budaya

hukum masyarakat pengrajin perak

terkait keberlakuan Undang-UndangNomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta. Unsur budaya

hukum dipandang dapat menentukan

bekerjanya sistem hukum. Teori Keberlakuan Hukum oleh J.J.H

Bruggink

Dalam membuat karya cipta diperlukan

pengorbanan pemikiran, waktu dan uang sehingga karya cipta yang dihasilkan

perlu dilindungi. Teori Perlindungan

HKI dipergunakan sebagai landasan untuk memberikan perlindungan

terhadap motif-motif tradisional perak

Bali sertaPrinsip-prinsip HKI sebagai

penyeimbang kepentingan individual

dan masyarakat

33

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian

karya tulis ini termasuk jenis penelitian hukum empiris. Pangkal tolak penelitian

hukum empiris adalah fenomena hukum masyarakat. Penelitian hukum empiris

lebih menekankan pada segi observasinya. Pengamatannya terletak pada

kenyataan atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat

sebagai budaya hidup masyarakat.32

Kajian Hukum empiris memandang hukum

sebagai kenyataan, sosial dan kultur. Kajian hukum empiris mengkaji law in

action dengan demikian kajian empiris dunianya adalah das sein (apa

kenyataan).33

Pemahaman penelitian hukum dapat dilihat dari pendapat Morris L.

Choen dan Kent C. Olsen sebagai berikut :

“Legal research is an essential component of legal pratctice. It is the

process of finding the law that governs an activity and materials that

explain or analyze that law”.34

(Pada intinya penelitian hukum adalah

komponen yang penting dari praktik hukum ini adalah proses menemukan

hukum yang mengatur aktivitas dan bahan-bahan yang menjelaskan atau

menganalisa hukum itu).

32 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju,

Jambi, h. 125. 33

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2013, Mengkaji Kajian Empiris terhadap Hukum,

Kencana, Jakarta, h. 2. 34 Morris L Cohen and Kent C Olson, 2000, Legal Research in a Nutshell, west Group ,

Amerika, h. 1.

34

Adapun pendapat lain mengenai penelitian hukum, merunjuk pendapat

Terry Hutchinson dan Terri LeCelerq sebagai berikut :

“The legal research banner is not one dimensional. It includes both

doctrinal and non-doctrinal methodologies, and covers the varied prisms

of legal activity not encompassed in practice-oriented research conducted

within traditional frameworks by solicitors and barristers”.35

(Penelitian

hukum tidaklah bersifat satu dimensi. Penelitian hukum termasuk juga

metode doktrinal dan metode non doctrinal, dan mencakup juga

bermacam-macam prisma dari kegiatan hukum yang tidak hanya meliputi

penelitian dengan orientasi praktek yang diselenggarakan dalam kerangka

tradisional oleh jaksa dan pengacara).

“Because requires to recognize both side of any issue and simultaneously

to be precise and concise”. 36

(Penulisan hukum adalah tuntutan bagi

mahasiswa untuk mendapatkan gelar, yang memungkin untuk diminta

untuk mengakui kedua sisi dari beberapa isu dan sekaligus untuk menjadi

tepat dan ringkas).

1.8.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian tesis ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala

atau kelompok tertentu atau untuk penyebaran suatu gejala atau untuk

35 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Australia, h.

7 36 Terri LeClerq, 2007, Guide to Legal Writing Style, Apen Publisher, New York, h. xii

35

menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam

masyarakat. 37

1.8.3 Data dan Sumber Data

Di dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari

masyarakat dan dari bahan pustaka, yang pertama disebut data primer atau data

dasar (primary data atau basic data) dan yang kedua disebut data sekunder

(secondary data).38

Jenis dan sumber data dalam tesis ini bersumber dari dua jenis

data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian hukum

adalah data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian empiris, yaitu penelitian

yang dilakukan langsung di masyarakat.39

Data primer dalam penelitian ini di

dapat dari hasil wawancara di lapangan dengan sampel yang telah ditentukan .

Data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil

penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan

pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian. Data sekunder

dalam tesis ini diperoleh dari buku–buku maupun literatur yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Data sekunder ini terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat.40

Bahan hukum primer yang digunakan adalah :

- Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

- Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

37 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 25. 38 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 12. 39 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 156. 40

Bambang Sunggono, 2011, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta. h. 113.

36

b. Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang

digunakan adalah literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik

literatur hukum maupun non hukum dan artikel yang diperoleh via

internet.

c. Bahan hukum tersier seperti kamus hukum.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai

berikut:

- Teknik studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan

dengan masalah penelitian.

- Teknik wawancara dilakukan dengan maksud melakukan tanya jawab

secara langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau

informan untuk mendapatkan informasi. Wawancara merupakan cara

yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna

mencapai tujuan tertentu.41

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Populasi yang diambil dalam tesis ini tersebar di tiga lokasi, yakni,di Kota

Madya Denpasar, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung. Sampel yang

diteliti dari populasi pengrajin perak di Bali dengan menggunakan teknik non

41 Burhan Ashofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 95.

37

probability atau non random sampling, dengan bentuk snowball sampling. Teknik

non probability adalah suatu cara menentukan sampel di mana peneliti telah

menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Peneliti

menggunakan teknik non probability atau non random sampling karena ketiga

tempat penelitian tersebut merupakan pusat kerajinan perak di Bali. Menggunakan

snowball sampling, sampel responden atau informan dipilih berdasarkan

penunjukan rekomendasi sebelumnya.42

Bentuk snowball sampling, sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri

oleh si peneliti yaitu dengan mencari key informan (informan kunci) atau

responden kunci yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang

dilakukan oleh si peneliti. Dalam penarikan sampel yang menggunakan teknik non

probability atau non random sampling dengan menggunakan snowball sampling,

jumlah sampel yang akan diteliti tidak ditentukan secara pasti baik dalam bentuk

sejumlah angka atau sejumlah persentase, melainkan besarnya jumlah sampel

yang diteliti sesuai dengan “titik jenuh” . Dalam hal ini penelitian akan dihentikan

dan dianggap telah mewakili keseluruhan objek penelitian jika data telah

menunjukan titik jenuh. Data dianggap telah mencapai titik jenuh jika dari

jawaban-jawaban responden dan informan telah ada kesamaan atau kemiripan

jawaban.

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan pengkajian atau telah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu

42 Ibid. h. 85.

38

dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Analisis data dalam tesis ini

menggunakan metode kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden

secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata yang diteliti dan dipelajari

sebagai sesuatu yang utuh. Makna kualitatif dari setiap data dapat diungkapkan

pencarian dan pengejaran makna dari setiap upaya peneliti di lapangan adalah

puncak prestasi dari peneliti.43

Oleh karena itu peneliti harus dapat menentukan

data mana atau bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau

bahan hukum yang diharapkan atau diperlukan dalam penelitian. Sehingga dalam

analisis kualitatif ini yang dipentingkan adalah kualitas data artinya peneliti

melakukan analisis terhadap data atau bahan-bahan hukum yang berkualitas

saja.44

Data yang telah ada dikumpulkan baik dari penelitian lapangan maupun

kepustakan disajikan dengan deskriptif artinya menganalisis objek permasalahan,

peneliti memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian

sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan untuk dapat memperoleh simpulan

yang tepat dan logis sesuai permasalahan yang dikaji. Mempergunakan metode

kualitatif tidak semata-mata bertujuan, mengungkapkan kebenaran saja, tapi juga

memahami kebenaran tersebut.

43 H.M Burhan Bungin, 2011, Penelitian Kualitatif, Kencana, Jakarta, h.105. 44 Mukti Fajar, op.cit., h. 120.

39