bab i pendahuluan i.1. latar belakang...

12
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Prop. Jawa Barat, 2003) berhulu di Gunung Bukit Tunggul, mengalir melalui Kabupaten Bandung dan Kota Bandung dan bermuara di Sungai Citarum. Dengan luasnya daerah tangkapan air tersebut, Sungai Cikapundung memiliki potensi aliran yang besar. Selain itu dengan terdapatnya patahan Lembang di dalam DAS tersebut akan memberikan kontribusi terhadap jumlah air yang masuk ke sungai melalui aliran dasar (baseflow) dan anak-anak sungai di hulu. Penggunaan lahan di DAS Cikapundung ini bervariasi mulai dari hutan, perkebunan, persawahan, permukiman (perumahan, industri, perkantoran, pertokoan dan jasa), rumput/tanah kosong, semak belukar dan ladang. Sedangkan pemanfaatan air Sungai Cikapundung sangat beragam mulai dari pemanfaatan langsung oleh masyarakat seperti mandi-cuci, sumber air baku air minum, pembangkit listrik dan penggelontoran kota. Melihat berbagai fungsi lahan dan pemanfaatan aliran sungainya, maka DAS Cikapundung merupakan DAS yang sangat penting dalam mendukung berbagai fungsi sosial dan ekonomi masyarakat di sepanjang daerah pengaliran sungainya. Dengan begitu luasnya DAS Cikapundung maka diperlukan kajian yang mendalam terhadap bagian-bagian dari DAS tersebut yang dapat dilakukan secara mendetail pada masing-masing segmen atau sub DAS. Sebagai langkah awal kajian dan mengingat kondisinya yang semakin kritis, kajian terhadap sub DAS Cikapundung Hulu perlu dilakukan mengingat letaknya yang sebagian besar berada di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang saat ini telah dinyatakan sebagai kawasan konservasi. Selain itu sub DAS Cikapundung Hulu saat ini juga berfungsi dalam memberikan air baku untuk penyediaan air minum (PDAM Bandung instalasi Dago Pakar) dan juga air baku penggerak PLTA Dago Bengkok dan Dago Pojok.

Upload: buiminh

Post on 03-May-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan

(catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber

Daya Air Prop. Jawa Barat, 2003) berhulu di Gunung Bukit Tunggul, mengalir

melalui Kabupaten Bandung dan Kota Bandung dan bermuara di Sungai Citarum.

Dengan luasnya daerah tangkapan air tersebut, Sungai Cikapundung memiliki

potensi aliran yang besar. Selain itu dengan terdapatnya patahan Lembang di

dalam DAS tersebut akan memberikan kontribusi terhadap jumlah air yang masuk

ke sungai melalui aliran dasar (baseflow) dan anak-anak sungai di hulu.

Penggunaan lahan di DAS Cikapundung ini bervariasi mulai dari hutan,

perkebunan, persawahan, permukiman (perumahan, industri, perkantoran,

pertokoan dan jasa), rumput/tanah kosong, semak belukar dan ladang. Sedangkan

pemanfaatan air Sungai Cikapundung sangat beragam mulai dari pemanfaatan

langsung oleh masyarakat seperti mandi-cuci, sumber air baku air minum,

pembangkit listrik dan penggelontoran kota. Melihat berbagai fungsi lahan dan

pemanfaatan aliran sungainya, maka DAS Cikapundung merupakan DAS yang

sangat penting dalam mendukung berbagai fungsi sosial dan ekonomi masyarakat

di sepanjang daerah pengaliran sungainya.

Dengan begitu luasnya DAS Cikapundung maka diperlukan kajian yang

mendalam terhadap bagian-bagian dari DAS tersebut yang dapat dilakukan secara

mendetail pada masing-masing segmen atau sub DAS. Sebagai langkah awal

kajian dan mengingat kondisinya yang semakin kritis, kajian terhadap sub DAS

Cikapundung Hulu perlu dilakukan mengingat letaknya yang sebagian besar

berada di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang saat ini telah dinyatakan sebagai

kawasan konservasi. Selain itu sub DAS Cikapundung Hulu saat ini juga

berfungsi dalam memberikan air baku untuk penyediaan air minum (PDAM

Bandung instalasi Dago Pakar) dan juga air baku penggerak PLTA Dago Bengkok

dan Dago Pojok.

2

Sebagai bagian dari Kawasan Bandung Utara yang dari tahun ke tahun mengalami

perkembangan dan cenderung tidak terkendali, maka fungsi utama DAS

Cikapundung Hulu sebagai kawasan resapan air semakin berkurang. Hal ini

disebabkan karena berubahnya fungsi kawasan tersebut sebagai daerah resapan air

menjadi lahan pertanian, sementara kawasan pertanian berubah pula fungsinya

(terkonversi) menjadi areal pemukiman. Perubahan fungsi tersebut ditengarai

terjadi karena semakin tingginya tuntutan penyediaan lahan sebagai akibat dari

semakin tingginya pertumbuhan penduduk yang dipicu oleh semakin tingginya

pertumbuhan ekonomi di Kawasan Cekungan Bandung.

Dari arsip data historikal tercatat (1916 – 2006) komponen hujan (P) dan debit air

(Q) sebagai input “Watershed Model Statitical Hydrology” diperoleh output

berupa koefisien limpasan (C) yang semakin besar seiring dengan berjalannya

waktu, yang merupakan akibat dari proses alih fungsi lahan dari lahan hutan,

menjadi lahan budidaya, pemukiman pedesaan dan urban (Arwin, 2008).

Sedangkan dari pengamatan selama 40 tahun dari tahun 1966 s/d 2006, koefisien

C1966 = 0,25 telah meningkat menjadi C2006 = 0,3 (tutupan lahan terkonversi

didominasi budidaya pertanian dan permukiman), seiring dengan hal tersebut

fungsi hidrologis lahan terdegradasi dimana resapan air semakin kecil, sehingga

mempengaruhi cadangan air tanah di mintakat Lembang (DAS Cikapundung

Hulu) yang ditandai dengan semakin menurunnya debit aliran dasar (baseflow)

(Arwin, 2008). Penurunan aliran dasar tersebut menjadikan perbedaan aliran

Sungai Cikapundung Hulu antara debit maksimum dan debit minimum semakin

ekstrim yang menjadi salah satu pertanda bahwa pada musim kemarau debit

sungai akan semakin kecil dan pada musim penghujan debit akan semakin

berlebihan dan berpotensi banjir.

Untuk sampai pada pengelolaan DAS yang berkelanjutan, diperlukan kajian yang

tepat terhadap pola pengelolaan unsur-unsur di dalam DAS tersebut, sehingga

ketersediaan air di Sungai Cikapundung Hulu akan selalu terjamin dan dapat

dimanfaatkan sebagai sumber air yang multi-manfaat bagi berbagai sektor.

Namun seiring dengan peningkatan pembangunan dan lajunya alih fungsi

kawasan konservasi menjadi lahan terbangun (perkerasan lahan), maka kapasitas

infiltrasi air hujan di DAS ini menurun drastis, sehingga air yang mengalir di

3

limpasan (surface runoff) menjadi besar dan yang masuk menjadi air tanah dan

aliran dasar menjadi berkurang (baseflow). Kondisi ini merupakan salah satu

penyebab bertambahnya resiko banjir di downstream DAS Cikapundung saat

musim basah, dan semakin kecilnya aliran Sungai Cikapundung di musim kering.

Untuk malakukan kajian ketersediaan air baku Sungai Cikapundung Hulu yang

dapat diandalkan dalam mencukupi berbagai kebutuhan seperti penyediaan air

minum, penggerak PLTA, dan irigasi maka perlu dilakukan analisis kebijakan

yang mendukung terwujudnya keandalan ketersediaan air baku Sungai

Cikapundung Hulu.

I.2. Perumusan Masalah

Fenomena penurunan aliran dasar (base flow) yang terjadi pada Sungai

Cikapundung yang dalam kasus ini adalah pada Sungai Cikapundung bagian hulu

dari waktu ke waktu semakin terasa. Hal ini ditengarai dari semakin berkurangnya

keandalan penyediaan air baku untuk air minum (PDAM Bandung instalasi Dago

Pakar) dan sumber penggerak PLTA Dago Bengkok serta PLTA Dago Pojok. Bila

dilihat dari kapasitas perencanaannya, instalasi penyediaan air minum (PAM)

Dago Pakar memerlukan pasokan air baku sebesar 600 liter/detik dari Sungai

Cikapundung, sedangkan PLTA Dago Bengkok membutuhkan aliran air sebesar

3.500 liter/detik dan PLTA Dago Pojok membutuhkan aliran air sebesar 3.000

liter/detik. Dengan demikian paling tidak diperlukan keandalan aliran Sungai

Cikapundung lebih dari 4.100 liter/detik agar berbagai kebutuhan air baku tersebut

di atas dapat terpenuhi, belum lagi untuk mencukupi berbagai kebutuhan air baku

lainnya seperti persawahan dan perkebunan, domestik, dll. yang dilakukan oleh

penduduk di sepanjang aliran Sungai Cikapundung.

Namun demikian, dalam perhitungan yang dilakukan oleh Niken dan Arwin

(2008) yang didasarkan pada catatan historisnya, telah terjadi penurunan kapasitas

aliran (debit rata-rata maupun debit minimum) Sungai Cikapundung, yang cukup

signifikan yang terjadi sejak tahun 1916 – 2006 dimana aliran rata – rata tahunan

di hulu Sungai Cikapundung mengalami penurunan, dimana pada tahun 1916 rata-

rata debit tahunan masih berkisar 3500 liter/detik, sedangkan 10 tahun terakhir

debit rata-rata tahunan menurun sampai 500 – 2.000 liter/detik. Hasil perhitungan

4

tersebut juga memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan debit aliran

minimum dari semula pada tahun 1916 debit minimum yang tersedia di Sungai

Cikapundung masih mampu mencapai 2.800 liter/detik, sedangkan pada dekade

terakhir debit minimum sangat kering pada bulan Agustus – Oktober hanya

mencapai 400 liter/detik.

Kondisi tersebut di atas merupakan permasalahan terhadap keandalan penyediaan

air baku mengingat bila dilihat dari suplai (input) sistem di dalam daerah aliran

Sungai Cikapundung yang berupa curah hujan, intensitasnya relatif tetap seperti

diperlihatkan dalam data historis sebagaimana Gambar 1.1 berikut ini

Gambar I.1. Grafik hujan wilayah tahunan DAS Cikapundung

Tahun 1916 – 2006 (sumber : Niken dan Arwin, 2008)

Jika jumlah hujan yang jatuh di DAS Cikapundung Hulu tidak banyak mangalami

perubahan (dalam hal ini penurunan), maka dapat dikatakan bahwa input ke dalam

sistem DAS Cikapundung tersebut adalah tetap, dan apabila yang terjadi adalah

berkurangnya aliran air pada Sungai Cikapundung maka dapat diindikasikan telah

terjadi perubahan (pergeseran) kesetimbangan (neraca) air pada sistem DAS

Cikapundung Hulu. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa debit

maksimum Sungai Cikapundung Hulu yang semakin membesar dari tahun 1916 –

2006 sebagaimana digambarkan di dalam Gambar 1.2. berikut ini

5

Gambar I.2. Grafik aliran maksimum Sungai Cikapundung tahun 1916 – 2006

(sumber : Niken dan Arwin, 2008)

Aliran debit maksimum yang membesar dengan input (berupa curah hujan) yang

relatif tetap menandakan telah terjadinya pergeseran pada unsur-unsur di dalam

sistem DAS Cikapundung Hulu, yang dalam hal ini diindikasikan adanya

peningkatan jumlah limpasan air hujan (surface runoff) sebagai akibat terjadinya

perubahan/alih fungsi lahan yang tidak terkendali terutama di daerah tangkapan

air (catchment area) DAS Cikapundung Hulu, dan penurunan infiltrasi air hujan

ke dalam tanah (subsurface runoff). Tingginya surface runoff tersebut

menimbulkan ancaman erosi, tanah longsor, sedimentasi ke dalam badan-badan

air dan juga bahaya banjir, sedangkan menurunnya subsurface runoff

menimbulkan berkurangnya aliran dasar (base flow) yang sangat diandalkan

menjadi sumber aliran sungai.

Dalam rangka menangani permasalahan tersebut perlu dikembangkan kebijakan

pengelolaan DAS yang mampu mendorong perubahan perilaku di dalam sistem

DAS. Oleh karenanya diperlukan pengembangan sebuah model serta simulasi

pengujian kebijakan yang dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang

pengaruh implementasi kebijakan terhadap perubahan perilaku sistem.

Memperhatikan hal tersebut di atas, penelitian analisis keandalan ketersediaan air

baku Sungai Cikapundung Hulu ini dilakukan untuk:

1. Membangun struktur pengelolaan air di DAS Cikapundung Hulu, terutama

menyangkut variabel-variabel yang berpengaruh serta keterkaitan antar

variabel.

Deb

it m

aksi

mum

(m

3/dt

)

6

2. Memahami implikasi yang timbul dari penerapan kebijakan konservasi dan

pemulihan daerah tangkapan air, khususnya terhadap ketersediaan air Sungai

Cikapundung seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan

perekonomian dan produktivitas kawasan dalam jangka panjang.

3. Mengetahui tingkat pengaruh dari penerapan kebijakan konservasi dan

pemulihan daerah tangkapan air, khususnya guna mengetahui signifikansi efek

kebijakan terhadap pemulihan keandalan ketersediaan air Sungai Cikapundung

Hulu.

I.3. Tujuan Penelitian

Analisis keandalan ketersediaan air baku Sungai Cikapundung Hulu bertujuan

untuk membangun model struktur yang mampu menggambarkan perilaku

pengelolaan DAS Cikapundung Hulu yang dilakukan saat ini (eksisting).

Berangkat dari struktur eksisting yang telah dimodelkan, penelitian lebih lanjut

dilakukan terhadap pengembangan skema kebijakan dengan mengacu pada

variabel-variabel internal dan eksternal struktur. Dengan model yang telah

dibangun tersebut, diharapkan dapat difahami efek dari setiap pilihan kebijakan

yang akan diterapkan dalam pengelolaan DAS Cikapundung Hulu serta perilaku

yang dimunculkan dalam jangka panjang untuk setiap alternatif skema kebijakan

yang diterapkan.

I.4. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut di atas, di dalam penelitian ini akan

dibangun model yang menggambarkan hubungan perilaku pengelolaan DAS

terhadap ketersediaan air di DAS Cikapundung Hulu guna lebih memahami

perilaku hubungan antara pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk,

penggunaan lahan dan ketersediaan air untuk masa yang akan datang sehingga

dapat dirumuskan dengan tepat kebijakan dalam pengelolaan DAS. Dengan

demikian, lingkup materi kajian dalam penelitian ini dibatasi pada:

7

a. Membangun dan mensimulasikan model populasi penduduk yang terdiri dari

penduduk Kawasan Cekungan Bandung dan penduduk DAS Cikapundung

Hulu.

b. Membangun dan mensimulasikan model pertumbuhan ekonomi di kawasan

Cekungan Bandung dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan populasi

penduduk baik di Kawasan Cekungan Bandung dan penduduk DAS

Cikapundung Hulu.

c. Membangun dan mensimulasikan model pergeseran penggunaan lahan di

DAS Cikapundung Hulu sebagai akibat dari tekanan dari pertumbuhan

penduduk.

d. Membangun dan mensimulasikan model kondisi hidrologis di DAS

Cikapundung sehingga dapat dihitung dan diprediksi perubahan koefisien

limpasan yang berimplikasi pada besarnya infiltrasi air hujan ke dalam tanah

serta besarnya limpasan (runoff) yang terjadi di DAS Cikapundung Hulu

sebagai akibat dari pergeseran penggunaan lahan.

e. Membangun dan mensimulasikan model kondisi ketersediaan air Sungai

Cikapundung Hulu guna mencukupi berbagai kebutuhan, terutama sebagai air

baku PDAM, irigasi dan pembangkit tenaga listrik (PLTA), dan juga

implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penduduk kawasan.

f. Melakukan kajian atas perilaku yang terjadi sebagai akibat dari implementasi

berbagai alternatif kebijakan yang disubstitusikan ke dalam model yang telah

diuji validitasnya, dan pada akhirnya akan direkomendasikan implementasi

kebijakan yang dianggap paling tepat untuk menjawab permasalahan yang

terjadi.

Adapun ditinjau dari askpek kewilayahan, lingkup penelitian ini dibatasi pada

pengelolaan DAS Cikapundung Hulu yang meliputi Kecamatan Lembang

(8.590,55 Ha), Kecamatan Cimenyan (5.137,63 Ha) dan Kecamatan Cilengkrang

(3.761,47 Ha) di Kabupaten Bandung serta Kecamatan Cidadap (756,18 Ha) di

Kota Bandung. Namun demikian, mempertimbangkan bahwa perilaku yang

terjadi di DAS Cikapundung Hulu tidak dapat terlepas dari perilaku pertumbuhan

ekonomi dan juga pertumbuhan populasi di Cekungan Bandung maka di dalam

8

penelitian ini Kawasan Cekungan Bandung juga turut ditinjau khususnya terkait

pada kedua aspek tersebut (ekonomi dan populasi penduduk).

Gambar I.3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung

(Sumber : BPLHD Propinsi Jawa Barat , 2002)

Batas DAS Cikapundung Hulu

9

Gambar I.4. Peta lokasi DAS Cikapundung di dalam cakupan Kawasan

Cekungan Bandung

(Sumber : BPLHD Propinsi Jawa Barat, 2001)

I.5. Kerangka Pemikiran

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan sistem yang dibentuk oleh

unsur-unsur yang saling terkait, ketergantungan dan saling mempengaruhi. Unsur-

unsur tersebut terutama terdiri dari : manusia, tanah, vegetasi dan air. Sehingga

hubungan yang seimbang diantara unsur-unsur tersebut akan membentuk sistem

DAS yang berkelanjutan. Dengan demikian dalam pengelolaan DAS perlu

dilakukan melalui pendekatan holistik dengan meninjau seluruh unsur-unsur yang

terlibat di dalamnya serta mengintegrasikannya dengan kebijakan yang tepat.

Metoda system dynamics merupakan metoda yang dianggap sangat tepat untuk

digunakan di dalam penelitian ini karena metoda tersebut mampu menerjemahkan

deskripsi pola relasi unsur-unsur di dalam sistem DAS ke dalam model. Selain itu

metoda system dynamics terbukti mampu mempresentasikan kerterkaitan dan

kesalingtergantungan unsur-unsur di dalam sistem DAS dan mampu

menggambarkan perilaku sistem apabila dilakukan intervensi-intervensi ke dalam

sistem tersebut. System dynamics juga mampu menerjemahkan kecenderungan

10

kompleksitas suatu sistem (dynamics complexcity) yang merupakan pola perilaku

yang dihasilkan oleh sistem tersebut seiring dengan perubahan waktu.

Model yang dikembangkan merupakan suatu model yang diharapkan akan mampu

menjelaskan secara kausal bagaimana suatu proses pengambilan keputusan dalam

pengelolaan sumber daya air dalam suatu kawasan DAS. Berangkat dari

permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, maka perlu dirumuskan

kerangka pemikiran yang diharapkan akan membantu dalam memahami

permasalahan yang terjadi, analisis yang dilakukan hingga berbagai alternatif

kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Secara diagramatis kerangaka pemikiran tersebut dapat digambarkan di dalam

gambar I.5. sebagai berikut :

11

Gambar 1.5. Kerangka pikir penelitian

Permasalahan: Terjadinya penurunan keandalan ketersediaan air Sungai Cikapundung Hulu yang diindikasikan terjadi akibat pergeseran fungsi lahan di DAS

Diperlukan analisis pertumbuhan populasi penduduk

Diperlukan analisis pertumbuhan ekonomi

Diperlukan analisis pola pergeseran fungsi lahan di DAS

Diperlukan analisis fungsi hidrologi DAS

Diperlukan analisis Ketersediaan Air di DAS Cikapundung Hulu

Analisis Kebijakan, merupakan upaya untuk memahami:

Hasil simulasi berupa perilaku yang terjadi atas implementasi masing-masing alternatif kebijkanan ke dalam model dasar Hasil simulasi berupa perilaku yang terjadi atas implementasi berbagai kombinasi alternatif kebijkanan ke dalam model dasar

Rekomendasi, yang berupa implementasi kebijakan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan yang mampu memberikan solusi paling efektif dan efisien atas permasalahan yang terjadi

Membangun model menggunakan metoda system dynamics

Simulasi hubungan antara pertmumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk

Simulasi hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pergeseran fungsi lahan

Simulasi hubungan perubahan fungsi lahan terhadap kondisi hidrologis

Simulasi hubungan kondisi hidrologis terhadap keandalan ketersediaan air di DAS Citarum Hulu

Analisis data historis

Populasi penduduk

Pertumbuhan ekonomi (PDRB)

Pergeseran Fungsi Lahan

Uji statistik atas model

Mean square error (MSE)

RMSE

Um

Us

Uc

Tahap uji validitas model

12

I.6. Sistematika Penulisan

Pada bab I dari tulisan penelitian ini akan menjelaskan hal-hal yang

melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian, perumusan masalah , tujuan dan

ruang lingkup penelitian serta kerangka pemikiran dalam penelitian.. Sedangkan

dalam bab II diuraikan tinjauan pustaka yang akan memberikan pemahaman atas

berbagai teori yang digunakan dalam analisis hidrologi DAS yang akan menjadi

alat pembanding atas hasil analisis penelitian, apakah model yang dibangun

mampu memperlihatkan perilaku yan mewakili dunia nytanya. Dismping itu di

dalam bab ini juga akan diulas pula teori-teori yang akan digunakan dalam

pengembangan kebijakan yang akan diimplementasikan ke dalam model.

Bab III akan menguraikan metodologi yang akan digunakan di dalam penelitian

ini yaitu metoda system dynamics. Metoda ini akan menjadi acuan dalam proses

penelitian sampai dengan tahap operasinalisasi model dan rekomendasi kebijakan.

Bab IV akan memaparkan gambaran umum kondisi wilayah studi yang meliputi

kondisi geografis dan klimatologi, kondisi geologis dan topografi serta kondisi

pemanfaatan lahan. Selain itu akan diuraikan pula dinamika demografi dan

ekonomi yang mempengaruhi pengelolaan Sub DAS Cikapundung Hulu.

Berangkat dari bab-bab sebelumnya, pada bab V akan dilakukan proses

penyusunan struktur model eksisting serta pengujian validitasnya. Sedangkan

dalam bab VI akan disajikan formulasi dan penerapan beberapa alternatif

kebijakan pengelolaan Sub DAS Cikapundung Hulu, serta hasil simulasi dan

analisis dari setiap alternatif kebijakan konservasi. Sebagai penutup dari tulisan,

pada bab VII akan dituangkan kesimpulan hasil penelitian serta saran tindak lanjut

yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya.