bab i pendahuluan - bpsdm.pu.go.id fileperencanaan bendungan urugan tingkat dasar perhitungan...

61
Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar Perhitungan Penurunan (Settlement) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangunan hidraulik seperti halnya bendungan merupakan bangunan sipil yang cukup kompleks dan sangat berisiko terjadinya keruntuhan. Keruntuhan pada bangunan sipil lainnya seperti jembatan ataupun gedung bertingkat hanya akan membahayakan manusia yang berada di dekatnya. Namun, keruntuhan pada bangunan hidraulik, seperti halnya bendungan akan dapat menimbulkan bencana besar baik itu korban jiwa maupun kerugian harta benda bagi penduduk yang tinggal di sekitar hilir bendungan. Di Indonesia, sejak tahun 1900 sampai sekarang telah dibangun lebih dari 120 buah bendungan besar dan ratusan bangunan air lainnya. Pada mulanya bendungan-bendungan ini dibangun hanya untuk memenuhi kebutuhan irigasi saja. Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan air untuk sektor lain, kini telah banyak dibangun bendungan multi fungsi, seperti halnya sebagai pembangkit tenaga listrik, penyediaan air bersih ataupun pengendali banjir. Dalam merancang bangunan dan bangunan air lainnya, analisis deformasi atau penurunan serta pemadatan (konsolidasi) harus dipertimbangkan terhadap risiko keruntuhan selain akibat bencana alam gempa, banjir, dan longsoran. Untuk mencegah atau mengurangi risiko ini seminimum mungkin, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Data parameter teknis tanah ditentukan dari hasil penyelidikan geoteknik lapangan dan pengujian laboratorium, yang diperlukan dalam desain bangunan air (tanggul, lapisan tanah bentuk lainnya). b) Penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium untuk menunjang data parameter tersebut agar terjamin mutu atau akurasi data hasil uji yang diperoleh, agar sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam desain.

Upload: others

Post on 11-Oct-2019

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangunan hidraulik seperti halnya bendungan merupakan bangunan sipil

yang cukup kompleks dan sangat berisiko terjadinya keruntuhan. Keruntuhan

pada bangunan sipil lainnya seperti jembatan ataupun gedung bertingkat hanya

akan membahayakan manusia yang berada di dekatnya. Namun, keruntuhan

pada bangunan hidraulik, seperti halnya bendungan akan dapat menimbulkan

bencana besar baik itu korban jiwa maupun kerugian harta benda bagi

penduduk yang tinggal di sekitar hilir bendungan.

Di Indonesia, sejak tahun 1900 sampai sekarang telah dibangun lebih

dari 120 buah bendungan besar dan ratusan bangunan air lainnya. Pada

mulanya bendungan-bendungan ini dibangun hanya untuk memenuhi

kebutuhan irigasi saja. Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan air

untuk sektor lain, kini telah banyak dibangun bendungan multi fungsi, seperti

halnya sebagai pembangkit tenaga listrik, penyediaan air bersih ataupun

pengendali banjir.

Dalam merancang bangunan dan bangunan air lainnya, analisis

deformasi atau penurunan serta pemadatan (konsolidasi) harus

dipertimbangkan terhadap risiko keruntuhan selain akibat bencana alam gempa,

banjir, dan longsoran. Untuk mencegah atau mengurangi risiko ini seminimum

mungkin, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Data parameter teknis tanah ditentukan dari hasil penyelidikan geoteknik

lapangan dan pengujian laboratorium, yang diperlukan dalam desain

bangunan air (tanggul, lapisan tanah bentuk lainnya).

b) Penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium untuk menunjang

data parameter tersebut agar terjamin mutu atau akurasi data hasil uji

yang diperoleh, agar sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam

desain.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 2

Desain suatu bendungan tipe urugan yang menahan air dalam volume

yang besar, harus mempertimbangkan faktor keamanan terhadap pengaruh

kestabilan lereng bendungan. Dari pengalaman di Amerika Serikat (USBR) dan

di negara-negara lain di dunia kurang lebih 12% dari bendungan tipe urugan

yang mengalami keruntuhan disebabkan karena pengaruh kestabilan lereng

bendungan.

Ketidakstabilan lereng adalah salah satu bentuk masalah stabilitas untuk

bendungan urugan existing. Kondisi lainnya yang membahayakan stabilitas

bendungan urugan adalah deformasi berlebihan, tegangan berlebihan, limpasan

(overtopping), dan erosi internal. Bentuk-bentuk ketidakstabilan bendungan

urugan ini dapat terjadi pada kondisi biasa dan luar biasa.

Pembebanan dapat menyebabkan penurunan fondasi dan urugan, serta

pergerakan lateral urugan bendungan yang dipadatkan. Jika penurunan ini

merata, biasanya tidak begitu menjadi masalah, lain halnya jika yang terjadi

adalah penurunan diferensial, seperti retakan transversal, rembesan dan

longsoran (Carlina Soetjiono dan Sunarto, 1998; Departemen Pekerjaan Umum,

2006).

Oleh karena itu, untuk menjamin bendungan dapat berfungsi dengan

baik dan aman, maka diperlukan suatu pengawasan yang ketat dan kontinyu

pada waktu pelaksanaan agar memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan

dalam desain dan memenuhi uji mutu konstruksi. Karena itu pada saat

pelaksanaan konstruksi, perlu dilakukan uji mutu perbaikan fondasi dan

abutment, uji mutu bahan tanah di borrow area dan batu di quarry area, serta uji

mutu konstruksi atau pemadatan urugan tanah, filter dan batu (Departemen

Kimpraswil, 2004, “Pd M-01-2004-A”).

Dengan demikian, modul ini dapat memberikan informasi tentang

bagaimana pengaruh ketidakstabilan bendungan urugan, akibat pemadatan

(konsolidasi) tanah dan penurunan tanah akibat pembebanan. proyek apa saja

yang harus dikaji ulang dan dianalisis, metode analisis, dan kegiatan perbaikan

apa yang perlu diambil untuk memperbaiki stabilitas lereng statik.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 3

Oleh karena itu, telah dibuat standar mengenai Cara Uji Konsolidasi Tanah

Satu Dimensi, yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pendesain (Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2006, SNI-Konsol-1D RPT3

(2812-1992), Balitbang, Departemen Pekerjaan Umum.

B. Maksud dan Tujuan

B.1. Maksud

Materi pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan kepada

peserta dasar-dasar pertimbangan, cara dan metode yang dapat digunakan

dalam melakukan analisis perhitungan konsolidasi dan penurunan tanah.

Pengkajian ini dilakukan dengan konsep dasar konsolidasi dan penurunan

tanah dengan mempertimbangkan pembebanan, sifat teknik material, tekanan

air pori dan faktor keamanan minimum untuk setiap kondisi pembebanan.

B.2. Tujuan

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memahami

dasar-dasar, dan cara-cara serta metode-metode analisis perhitungan

konsolidasi dan penurunan tanah, sehingga dapat diperoleh desain bendungan

tipe urugan yang mantap, aman, stabil sesuai dengan pertimbangan analisis

stabilitas desain, pembebanan dan kriteria faktor keamanan minimum yang

disyaratkan.

C. Ruang Lingkup

Setelah pelatihan ini, peserta diharapkan mampu :

1) Memahami dasar-dasar pertimbangan dan cara-cara analisis perhitungan

konsolidasi dan penurunan tanah.

2) Memberikan pertimbangan kondisi pembebanan lapisan tanah.

3) Memberikan pertimbangan sifat teknik material, dan tekanan air pori

lapisan tanah suatu bangunan.

4) Memberikan data dan informasi lain dengan faktor-faktor keamanan

minimum yang diperlukan dalam desain stabilitas terhadap penurunan

tanah (bendungan urugan).

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 4

D. Pendukung Pembelajaran

Agar peserta dapat memahami materi pelatihan ini secara lebih

mendalam dan komprehensif, disarankan untuk mempelajari pula modul-modul

penting lainnya yang sangat mendukung materi ini, Standar Nasional Indonesia

(SNI) dan pedoman terkait tentang survei, investigasi, desain, konstruksi,

operasi dan pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Departemen PU dan atau unit-

unit organisasi di bawahnya. Oleh karena itu, peserta perlu dibekali dengan

pemahaman penyelidikan geoteknik dan pengujian laboratorium tanah untuk

mendapatkan data hasil uji yang handal dan akurat, yang diperlukan dalam

analisis perhitungan penurunan bendungan.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 5

BAB II

KONSEP DASAR KONSOLIDASI DAN PENURUNAN A. Umum

Jika suatu massa lapisan tanah mengalami tambahan beban di atasnya

(seperti bangunan gedung, beban jalan, bendungan dan bangunan air lainnya),

maka air pori akan mengalir dari lapisan tersebut dan isinya menjadi lebih kecil

karena terjadi pemampatan pada massa tanah tersebut (biasanya disebut

proses konsolidasi). Pemampatan dapat terjadi akibat berbagai proses

misalnya :

- Keluarnya air dan udara dari pori-pori massa tanah;

- Pemampatan butir-butir tanah;

- Pemampatan udara dan air dalam pori-pori massa tanah.

Pada proses pemadatan tanah umumnya udaralah yang keluar dan

terjadi penyusunan partikel-partikel padat. Tanah berbutir kasar umumnya

dapat menjadi padat dalam waktu yang relatif singkat karena sifat

permeabilitasnya tinggi dan udara dalam butir tanah yang mudah keluar dari

pori-pori.

Oleh karena itu pada tanah berbutir kasar, penurunan yang terjadi

kemungkinan telah selesai pada masa pembangunan (low compressibility) dan

tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Lain halnya dengan tanah

berbutir halus (lempung, lanau halus), yang umumnya mempunyai sifat daya

rembesan air yang relatif rendah (high compressibility). Air dapat keluar dari

pori-pori butiran tanah dalam jangka waktu lama, sehingga penurunan yang

mungkin terjadi akibat pemampatan tanah membutuhkan waktu yang lama dan

patut diperhitungkan. Lihat Gambar 2.1.

Konsolidasi adalah suatu proses perubahan volume tanah akibat

keluarnya air pori yang disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori dalam

lapisan tanah jenuh air tanpa tempatnya digantikan oleh udara, yang diberi

beban sampai terjadi kondisi seimbang.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 6

Terkonsolidasi berarti suatu proses dengan memberikan tekanan samping

sesuai dengan kebutuhan dan dibiarkan hingga tekanan air porinya kembali

pada tekanan semula sebelum pengujian.

Perbedaan antara konsolidasi dan pemadatan adalah seperti diperlihatkan

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan antara pemadatan dan konsolidasi

Pemadatan tanah Konsolidasi

1. Pemampatan terjadi karena

keluarnya udara dari pori-pori tanah.

Pemampatan terjadi karena keluarnya

air dan udara dari pori-pori tanah.

2. Membutuhkan waktu singkat. Membutuhkan waktu yang lama.

3. Terjadi akibat beban yang bekerja

dalam waktu singkat.

Terjadi akibat beban yang bekerja

terus menerus dalam waktu lama.

Pada umumnya, konsolidasi ini berlangsung dalam satu arah saja

(vertikal), karena lapisan yang kena tambahan beban tidak dapat bergerak

dalam arah horisontal (karena tertahan oleh tanah di sekelilingnya). Lihat

Gambar 2.1. Dalam hal ini disebut konsolidasi satu arah (one dimensional

consolidation) dan perhitungannya hampir selalu berdasarkan teori “one

dimensional consolidation” tersebut.

Pada waktu konsolidasi berlangsung, bangunan di atas lapisan tanah tersebut

akan menurun (settle). Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu

diketahui mengenai penurunan yaitu:

1) Besarnya penurunan yang akan terjadi

2) Kecepatan penurunan yang terjadi.

Lihat Gambar 2.1, 2.2 Gambar 2.3.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 7

Gambar 2.1 Konsolidasi satu dimensi

Gambar 2.2 Sketsa tahap konsolidasi

Gambar 2.3 Sketsa alat konsolidometer (oedometer)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 8

B. Istilah Normally Consolidated dan Over Consolidated

Kedua istilah itu menggambarkan sifat penting dari lapisan lempung

endapan (sedimentary clays). Setelah pengendapan lapisan lempung ini akan

mengalami konsolidasi dan penurunan akibat tekanan dari lapisan-lapisan yang

mengendap di atasnya. Namun, lapisan tersebut lama kelamaan mungkin akan

hilang lagi karena proses geologi (misalnya erosi air atau es). Berarti, lapisan

bawah dalam sejarah geologinya pernah mengalami konsolidasi akibat tekanan

yang lebih tinggi daripada tekanan yang berlaku di atasnya pada masa

sekarang (lihat Gambar 2.4).

Lapisan semacam ini disebut over consolidated (lihat Gambar 2.6),

sedangkan yang belum pernah mengalami tekanan yang lebih tinggi daripada

sekarang disebut normally consolidated (lihat Gambar 2.5).

Gambar 2.4 Pengujian konsolidasi pada contoh terganggu

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 9

Gambar 2.5 Pengujian konsolidasi pada contoh terkonsolidasi normal

Gambar 2.6 Pengujian konsolidasi pada contoh over konsolidasi

C. Pengukuran Konsolidasi

Alat yang digunakan untuk mengukur konsolidasi di laboratorium disebut

alat konsolidasi atau consolidated apparatus atau oedometer. Prinsip alat ini

dapat dilihat pada Gambar 2.3. Contoh tanah dimasukkan dalam suatu cincin

dengan batu berpori (porous stones) yang dipasang di bawah dan di atasnya.

Kemudian, cincin tersebut diletakkan dalam sel konsolidasi yang berisi air agar

tanah tidak kering.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 10

Setelah itu, contoh diberi beban vertikal tertentu dan penurunannya

diukur dengan arloji penunjuk (dial gauge); tekanan dibiarkan hingga penurunan

selesai. Lalu, diberi tambahan beban dan dibiarkan sampai penurunan berhenti

dan seterusnya. Biasanya beban ditambah setiap 24 jam dengan menggunakan

nilai tegangan sebagai berikut : 0,25; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; dan 8,0 kg/cm2.

Setelah mencapai 8,0 kg/cm2 beban dikurangi lagi sampai 0,25 kg/cm2 untuk

mendapatkan rebound curve. Pada setiap pembebanan, pembacaan

penurunan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui baik besarnya penurunan maupun kecepatan penurunan tanah.

D. Besarnya Penurunan

Besarnya penurunan yang terjadi pada setiap tegangan diambil dari hasil

pembacaan arloji penunjuk terakhir untuk tegangan tersebut. Nilai-nilai

penurunan digunakan untuk membuat grafik penurunan terhadap tegangan

sebagai absis (dengan skala logaritma) dan angka pori sebagai ordinat (dengan

skala biasa). Pembacaan penurunan dapat juga digunakan langsung sebagai

ordinat yang masih sering dilakukan di Indonesia.

E. Pengujian Konsolidasi

Uji konsolidasi adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik

suatu lapisan tanah selama proses konsolidasi berlangsung dan merupakan

suatu metode uji untuk menentukan koefisien pemampatan dan kelulusan air

tanah.

Uji konsolidasi satu dimensi (atau uji oedometer) memberikan salah satu hasil

uji laboratorium sifat tanah yang paling berguna dan handal (terpercaya).

Uji ini dapat digunakan untuk menentukan parameter kompresibilitas (Cc,

Cs, Cr), kekakuan sesuai dengan modulus tertahan (D‟ = 1/mv), tegangan

prakonsolidasi (p‟), laju konsolidasi (cv), laju rayapan (C), dan nilai perkiraan

kelulusan air (k).

Tahapan pengujian konsolidasi meliputi: 1) penjenuhan benda uji; 2)

peningkatan pembebanan; 3) penurunan pembebanan; 4) pengeluaran benda

uji; dan 5) penimbangan benda uji.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 11

BAB III

UJI KONSOLIDASI SATU DIMENSI A. Umum

Tujuan uji konsolidasi satu dimensi adalah untuk menentukan sifat-sifat

tegangan prakonsolidasi, karakteristik tekanan, rayapan, kekakuan, dan laju

aliran dari tanah akibat pembebanan. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu

pada standar uji SNI 03-2812 atau ASTM D 2435. Uraian prosedur pengujian

yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Uji ini dilakukan dengan menggunakan benda uji tipis (tebal 25 mm),

yang berdiameter kecil antara 50 - 75 mm, yang diambil dari contoh tidak

terganggu. Pemilihan contoh yang representatif untuk pengujian

biasanya sulit. Contoh yang disiapkan ditempatkan di dalam alat

pembebanan berdinding kaku yang disebut konsolidometer atau

oedometer (lihat Gambar 3.2a, b, c dan d). Semua beban dan deformasi

yang tercatat adalah dalam arah vertikal.

2) Benda uji dibebani beban inkremental yang berupa ganda setelah tahap

keseimbangan tercapai (setelah tp sesuai dengan akhir konsolidasi

primer). Secara konvensional akan dibutuhkan waktu inkremen 24 jam

per beban. Secara alternatif benda uji dapat dibebani menerus dengan

pemantauan oleh sel beban dan transduser tekanan air pori.

3) Pada umumnya, dapat dilakukan siklus tanpa beban dan dibebani ulang

selama pengujian tanpa pembebanan awal pada inkremen beban

sepanjang bagian asli dari kurva konsolidasi. Siklus tanpa beban dan

dibebani ulang memberikan perkiraan karakteristik rekompresi tanah

yang lebih handal atau dapat dipercaya.

B. Peralatan Pengujian

Rangkaian peralatan ini digunakan untuk melakukan uji konsolidasi

satu dimensi pada tanah terganggu dan tanah tidak terganggu (lihat

Gambar 3.1), yang terdiri atas beberapa kelompok peralatan. Kelompok

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 12

peralatan tersebut meliputi peralatan pembeban aksial, peralatan ukur,

peralatan pengontrol tekanan, sel konsolidasi dan perlengkapannya, serta

peralatan lain. Jenis-jenis alat uji konsolidasi satu dimensi dapat dilihat pada

Gambar 3.2.

Gambar 3.1 Contoh rangkaian peralatan konsolidasi (Oedometer)

(Sumber: Revisi SNI 03-2812-1992)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 13

Gambar 3.2 Alat uji konsolidasi 1- dimensi (a) Oedometer Wykeham Farrance dengan lengan beban momen, (b) Konsolidometer pneumatik (Anteus).

Gambar 3.2 Alat uji konsolidasi 1- dimensi (c) Sel Rowe menggunakan sistem beban hidraulik (GeoComp Corp),

(d) Grafik ideal e-log v‟ untuk mendapatkan parameter konsolidasi. Sumber: “Pedoman penyelidikan geoteknik untuk fondasi bangunan air”, Vol. 2 (Pd T-03.2-2005-A) [5].

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 14

B.1. Peralatan pembeban aksial

Peralatan pembeban aksial terdiri atas:

a) Dudukan alat pembeban dan pengunci lengan pembeban;

b) Satu lengan pembeban tersangga pada dudukan alat pembeban dan yang

lainnya tersangga pada rangka pembeban, yang dibuat dengan nilai

banding tertentu, yaitu 1 : 9 atau 1 : 10;

c) Beban imbang yang disetel agar lengan berada dalam keadaan mendatar;

d) Gantungan beban yang dilengkapi dengan beban-beban yang porosnya

dapat dipindah-pindah sesuai keperluan;

e) Rangka pembeban yang berfungsi memberi gaya vertikal pada landasan

penutup benda uji lewat stang penekan benda uji;

f) Tiang penyangga dan batang penopang arloji ukur;

g) Arloji ukur untuk mengukur perubahan vertikal benda uji dengan ketentuan:

1) Mampu mengukur beban tertentu dalam jangka waktu panjang,

dengan ketelitian + 0,5% dari beban terpasang;

2) Mengukur tambahan beban dalam waktu singkat tanpa berpengaruh

pada benda uji.

B.2. Sel konsolidasi

Sel konsolidasi terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :

a) Badan dan dasar sel;

b) Cincin penahan dan sekrup pengencang;

c) Landasan penutup benda uji;

d) Cincin cetak benda uji :

1) berdiameter minimal 50 mm, atau minimum 5 mm lebih kecil daripada

tabung benda uji bila dikeluarkan dengan alat pengeluar benda uji;

2) harus terbuat dari bahan tahan korosi, dan tidak cepat aus;

3) cincin harus kaku sehingga benda uji yang diberi tekanan tidak

mengubah diameter cincin melebihi 0,03 % dari diameter cincin;

e) Batu pori :

1) terbuat dari silikon karbid, aluminium oksida atau logam lain yang

tidak berkarat jika bersentuhan dengan benda uji;

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 15

2) pori-porinya harus cukup halus agar tidak menyebabkan masuknya

butiran halus dari benda uji, dan jika perlu digunakan kertas saring;

3) harus bersih, utuh dan tidak ada retakan (tidak cacad);

4) berdiameter sekitar 0,2 mm s.d 0,5 mm lebih kecil daripada diameter

cincin cetak benda uji;

5) harus tebal agar tidak mudah patah.

C. Benda Uji dan Bahan Penunjang Uji

Benda uji yang digunakan harus memenuhi ketentuan berikut :

a) Tinggi benda uji minimum 13 mm, dan tidak boleh kurang dari 10 kali

diameter butir terbesar;

b) Perbandingan minimum antara diameter dan tinggi benda uji adalah 2,5.

Bahan yang diperlukan sebagai bahan penunjang uji adalah :

a) Air yang digunakan dalam sistem pengujian konsolidasi ini harus bersih,

bebas dari kotoran dan suspensi lumpur (disarankan untuk menggunakan

air bebas udara atau air suling).

b) Kertas filter (saring) yang digunakan harus memenuhi ketentuan yang

berlaku.

D. Penjelasan Pengujian

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian adalah :

Pertama :

Bila massa tanah jenuh dibebani dengan beban tambahan, maka tanah

berada pada berbagai derajat perubahan dimensional. Pada awalnya, beban

tambahan ditahan dan dilakukan pada fase cair tanah, yang berkembang

menjadi tekanan air pori berlebih (u) dalam pori tanah. Bergantung pada

kelulusan air dan ketersediaan lapisan drainase berkaitan dengan tanah, air

dalam pori mulai berdrainase dan terus sampai u terdisipasi. Bila tekanan

hidrostatik menurun, jumlah beban tambahan yang sebanding dipindahkan ke

bagian tanah yang padat. Jika tekanan hidrostatik berlebih mencapai nol,

semua beban baru dilakukan oleh bagian padat dari tanah.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 16

Proses ini disebut konsolidasi primer. Dalam tanah butiran dengan

kelulusan air tinggi, pemindahan ini akan mengambil tempat dengan cepat

sekali (karena air dapat berdrainase cepat). Dalam tanah lempung dan tanah

dengan kelulusan air rendah, konsolidasi primer memerlukan waktu lebih lama

dan dapat mempengaruhi kinerja bangunan jangka panjang yang didukung oleh

tanah. Waktu laju dinyatakan oleh koefisien konsolidasi (cv).

Kedua :

Uji konsolidasi 1-dimensi adalah uji yang paling umum digunakan untuk

penentuan hasil uji konsolidasi tanah. Metode uji ini mengasumsi bahwa

perubahan dimensi akibat konsolidasi akan berada dalam arah vertikal.

Asumsi ini umumnya dapat berlaku untuk tanah kohesif terkekang, kaku atau

sedang, tetapi tidak berlaku untuk tanah lunak atau tanah yang tidak terkekang.

Data dari hasil uji ini telah terbukti handal (dapat dipercaya) dan dapat

digunakan untuk analisis.

Ketiga :

Hasil-hasil uji konsolidasi 1-dimensi dapat disajikan dalam berbagai cara.

Dua cara yang paling umum terdiri atas :

(1) Grafik e-log v‟ untuk indeks tekanan (Cr, Cc, Cs) yang ditentukan sebagai

kemiringan dari e vs log v‟ untuk garis rekompresi, garis kompresi

murni, dan garis swelling masing-masing;

(2) Grafik v‟ vs v dengan kemiringan sama dengan modulus tertahan (D‟).

Yang paling penting, uji konsolidasi menghasilkan besaran tegangan

prakonsolidasi (vmax‟ = p‟ = Pc‟) dari deposit alami, seperti diperlihatkan dalam

Gambar 3.2d. Tegangan prakonsolidasi efektif menggambarkan sejarah

tegangan tanah pada masa lampau yang tercatat yang mungkin telah

mengalami erosi, pengeringan (desiccation), kejadian gempa, fluktuasi muka air

tanah, dan mekanisme terkonsolidasi berlebihan lainnya.

Keempat :

Dalam beberapa jenis lempung, konsolidasi primer secara khusus diikuti

oleh kompresi sekunder atau rayapan jangka panjang, dan dinyatakan dengan

parameter C. Kompresi sekunder kemungkinan besar dapat terjadi dalam

deposit lempung tebal. Tanah akan berpotensi mengalami kompresi sekunder

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 17

yang besar akibat beban tambahan berat dalam jangka panjang. Dalam hal ini,

masing-masing tambahan beban uji berlanjut sampai kurva hubungan antara

waktu versus penurunan yang digambarkan akibat beban itu menjadi asimptotik

terhadap garis horisontal.

Kelima :

Lempung organik berat juga memerlukan waktu pembebanan lebih lama.

Kurva hubungan antara waktu versus penurunan akibat tanah organik berat

tidak dapat menunjukkan dengan jelas akhir dari konsolidasi primer. Dalam hal

itu, diperlukan pemantauan tekanan air pori tanah untuk menentukan akhir

tahapan konsolidasi primer.

Oleh karena itu, besaran kompresi sekunder jangka panjang tanah

organik berat (20% atau lebih) bisa sama atau lebih besar daripada konsolidasi

primer. Kompresi sekunder dalam tanah ini akan menjadi hasil kompresi

menerus dari serat organik. Disipasi besar (substantial) dari tekanan hidrostatik

berlebih selama pengujian tidak memberikan tanda akhir kompresi yang

signifikan. Pengeluaran air yang tertahan/ terabsorpsi yang berkaitan dengan

kompresi bahan serat tanah dapat berlanjut sampai jangka waktu lama.

E. Prosedur Pengujian

E.1. Penjenuhan pengujian

Benda uji dijenuhkan dengan cara mengisi sel konsolidasi dengan air

hingga benda uji dan batu pori terendam seluruhnya. Sebelum pembebanan

pada benda uji tanah dilakukan dengan cara meletakkan beban pada ujung

sebuah balok datar, benda uji selalu direndam dalam air selama pengujian.

E.2. Peningkatan pembebanan

Tahapan yang harus dilakukan waktu peningkatan beban sebagai

berikut:

a) Lepaskan beban 10 g yang terpasang.

b) Pasang beban pada gantungan beban sehingga benda uji mendapat

tekanan sebesar 25 kN/m2.

c) Buka kunci lengan pembeban dan baca deformasi pada arloji ukur untuk

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 18

waktu t = 0; 0,25; 1,0; 2,25; 4,0; 6,25; 9,0; 12,25; 16; 20,25; 36; 60; 120;

240; 480; dan 1440 menit.

d) Putar sekrup kunci hingga lengan pembeban terkunci.

e) Gambar hubungan antara waktu terhadap bacaan deformasi dalam skala

logaritma, dan gambar hubungan antara akar waktu terhadap bacaan

deformasi dalam skala biasa.

f) Ulangi langkah-langkah b), c), d), e) dengan meningkatkan beban,

sehingga benda uji mendapat tekanan sebesar 50, 100, 200, 400 dan 800

kN/m2.

E.3. Penurunan pembebanan

Tahapan yang harus dilakukan waktu penurunan beban sebagai berikut:

a) Biarkan lengan pembeban dalam keadaan terkunci dan pasang arloji ukur

agar letak jarum berada pada posisi nol.

b) Turunkan beban pada gantungan beban, sehingga benda uji mendapat

tekanan sebesar 400 kN/m2.

c) Baca deformasi pada arloji ukur untuk waktu t = 0; 0,25; 1,0; 2,25; 4; 6,25;

9; 12,25; 16; 20,25; 25; 36; 60; 120; 240; 480 dan 1440 menit.

d) Untuk memperoleh penurunan sekunder pembacaan bisa diteruskan

sampai tercapai tekanan yang diinginkan sesuai dengan jenis tanahnya.

e) Gambar hubungan antara waktu dengan bacaan deformasi dalam skala

logaritma, dan gambar hubungan antara akar waktu dengan bacaan

deformasi dalam skala biasa.

f) Ulangi langkah-langkah b), c), d) sehingga benda uji mendapat tekanan

masing-masing sebesar 100 kN/m2 dan 25 kN/m2.

g) Setelah keadaan seimbang tercapai, keluarkan air dari sel konsolidasi dan

biarkan selama 30 menit agar air dari batu pori dapat mengalir ke luar.

E.4. Pengeluaran benda uji

Tahapan pekerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Lepaskan beban tersisa dari gantungan pembeban.

b) Naikkan dan putar penopang arloji ukur.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 19

c) Angkat ujung lengan pembeban dan rebahkan rangka pembeban pada

lengan pembeban.

d) Buka sekrup pengunci cincin penahan dari dudukannya.

e) Angkat landasan penekan dan batu pori bagian atas.

f) Angkat cincin penahan dari dudukannya.

g) Angkat cincin cetak dan benda uji.

h) Lepaskan secara hati-hati sisa-sisa tanah yang menempel pada kertas

saring, dan tempelkan kembali pada benda uji.

E.5. Penimbangan benda uji

Tahapan pekerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Timbang cincin pembeban dan benda uji sampai ketelitian 0,01 g (mf).

b) Uji kadar air akhir (wf).

F. Sifat dan Faktor Penurunan

F.1. Kecepatan penurunan

Selain besarnya penurunan diperlukan juga besarnya kecepatannya,

apakah penurunan cepat selesai atau akan berjalan bertahun-tahun lamanya.

Kecepatan penurunan bergantung pada dua faktor yaitu:

1) Daya rembesan air tanah (permeabilitas), yang menentukan kecepatan

air mengalir dari tanah.

2) Kompresibilitas tanah, yang menentukan banyaknya air yang harus

mengalir.

Apabila suatu lapisan lempung (di antara dua lapisan pasir, lihat Gambar

3.3) diberi tambahan tegangan sebesar P, maka mula-mula tegangan ini akan

dipikul seluruhnya oleh air pori, sehingga tegangan air pori akan naik menjadi P.

Kemudian pengaliran air mulai berjalan sehingga tegangan air pori akan

menurun. Besarnya pada waktu t1, t2, t3 seperti terlihat pada Gambar 3.3,

hingga akhirnya akan menjadi sama dengan sebelum mendapat tambahan

tegangan (untuk 1 arah dan 2 arah konsolidasi).

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 20

Gambar 3.3 Teori konsolidasi (1 arah dan 2 arah konsolidasi)

Rumus yang berlaku selama konsolidasi berlangsung adalah rumus

Terzaghi, berdasarkan beberapa anggapan sebagai berikut:

a) Derajat kejenuhan tanah 100 %;

b) Tidak terjadi perubahan volume pada air atau butir tanah;

c) Konsolidasi, pengaliran air dan perubahan volume, berlangsung pada

satu arah saja yaitu arah vertikal;

d) Berlaku rumus Darcy;

e) Tegangan total dan tegangan air pori dibagi rata pada setiap bidang

horisontal.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 21

Teori konsolidasi Terzaghi berdasarkan anggapan bahwa penurunan semata-

mata akibat pengaliran air dari tanah, dan kecepatan penurunan ditentukan

oleh proses pengaliran air itu. Karena itu, penurunan di laboratorium atau di

lapangan dapat dianggap terdiri dari dua bagian, yaitu:

1) Penurunan primer yaitu penurunan yang berjalan akibat pengaliran air

dari tanah atau akibat perubahan tegangan efektif.

2) Penurunan sekunder yaitu penurunan yang masih berjalan setelah

penurunan primer selesai atau setelah tidak terdapat lagi tegangan air

pori.

Dengan demikian penurunan sekunder berlangsung pada tegangan efektif yang

konstan. Penurunan sekunder umumnya lebih kecil dibandingkan dengan

penurunan primer sehingga kadang-kadang tidak diperhitungkan.

F.2. Faktor pengaruh terhadap bangunan

Dalam desain fondasi bangunan harus mempertimbangkan faktor-faktor

pengaruh penurunan, daya dukung dan stabilitas, selain faktor ekonomik,

beban, desain struktur, dan tipe bangunan.

Untuk faktor pengaruh penurunan terdiri atas:

a) sifat elastis (plastisitas) tanah yang berpengaruh pada penurunan serentak

(i);

b) sifat konsolidasi (cv) yang berpengaruh pada penurunan konsolidasi primer

(c);

c) sifat pemampatan (cc) yang berpengaruh pada penurunan konsolidasi

sekunder (s).

Faktor tersebut dapat mempengaruhi kecepatan waktu penurunan

konsolidasi dan penurunan total fondasi (), di mana = i + c + s.

Penurunan elastis merupakan faktor dominan bagi tanah pasiran, sedangkan

penurunan konsolidasi primer dan sekunder merupakan faktor dominan bagi

tanah lempung lunak.

Faktor pengaruh daya dukung ditinjau terhadap: nilai daya dukung, daya

dukung batas fondasi dangkal, daya dukung batas fondasi dalam (tiang

pancang) dengan mempertimbangkan: nilai negatif daya dukung akibat adanya

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 22

timbunan di sekitar fondasi; efisiensi grup tiang dan longsoran yang terjadi

secara keseluruhan (block failure); faktor keamanan daya dukung, biasanya

diambil FK = 3.

Faktor pengaruh stabilitas (kemantapan) lereng dapat dilihat dalam

“Metode analisis stabilitas lereng statik bendungan tipe urugan” (Najoan, T.F. &

Carlina S.), Seri Bangunan Air, Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2002, ISBN

979-3197-18-8.[9]

G. Rumus-rumus Perhitungan

G.1. Parameter tanah semula

Parameter tanah semula dihitung dengan menggunakan persamaan atau

rumus berikut:

A = D2 / 4 ............................................................................. (1)

V0 = A x H0 / 100 ...................................................................... (2)

m = m1 – (mc + mkon) ................................................................... (3)

mk = m3 – (mc + mkon) .................................................................. (4)

100xm

mmw

k

ko

% ................................................................. (5)

o

noV

m ................................................................... (6)

o

nodow100

100x

.................................................................... (7)

10 do

wsGe

.................................................................... (8)

o

soo

e

xGwS ..................................................................... (9)

o

o

H

e1F

......................................................................... (10)

dengan :

A : luas benda uji tanah semula (mm2);

H0 : tinggi awal benda uji (mm)

Vo : volume benda uji tanah semula (cm3);

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 23

m : massa benda uji semula (g);

m1 : massa benda uji + cincin + kontainer (g);

m3 : massa kering benda uji + cincin + kontainer (g);

mc : massa cincin (g);

mk : massa kering benda uji semula (g);

mkon : massa kontainer (g);

wo : kadar air tanah semula (%);

γw : berat volume air (g/cm3)

no : berat volume benda uji semula (g/cm3);

do : berat volume benda uji kering semula (g/cm3);

Gs : berat jenis tanah (-);

eo : angka pori tanah semula (tanpa satuan);

So : derajat kejenuhan tanah semula (%);

F : deformasi / faktor perubahan angka pori (mm-1).

G.2. Parameter tanah setelah pengujian

Parameter tanah setelah pengujian dihitung dengan menggunakan

persamaan atau rumus berikut:

mf = m2 – (mc + mkon) ...................................................................... (11)

100xm

mmw

s

sff

......................................................................... (12)

fof )H(HH ................................................................................ (13)

1000xAxH

m

f

fnf .............................................................................. (14)

f

nfdfxw100

100x .............................................................................. (15)

1G

edf

sf

.................................................................................... (16)

atau

fof )e(ee ................................................................................ (17)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 24

f

sff

e

xGwS .................................................................................... (18)

dengan:

mf : massa tanah setelah pengujian (g);

mc : massa cincin (g);

wf : kadar air tanah setelah pengujian (%);

m2 : massa tanah pengujian (g);

ms : massa tanah sebelum pengujian (g);

Hf : tinggi benda uji tanah setelah pengujian (mm);

nf : berat volume tanah setelah pengujian (g/cm3);

df : berat volume kering tanah setelah pengujian (g/cm3);

ef : derajat kejenuhan tanah setelah pengujian (%).

G.3. Koefisien konsolidasi

a) Cara logaritma waktu (log time)

Koefisien konsolidasi (cv) dengan menggunakan metode logaritma waktu

(log time) dihitung dengan menggunakan persamaan atau rumus berikut:

50

2026,0

t

xHc r

v ........................................................................... (19)

dengan:

vc : koefisien konsolidasi (m2/ tahun), dengan metode logaritma waktu (log

time);

Hr : tinggi benda uji rata-rata (mm) = (H1 + H2)/2 ;

H1 : tinggi pada awal percobaan (mm);

H2 : tinggi pada akhir percobaan (mm);

t50 : waktu 50% konsolidasi (menit);

b) Cara akar waktu (square root time)

Koefisien konsolidasi (cv) dengan menggunakan metode akar waktu

(square root time) dihitung dengan menggunakan persamaan atau rumus

berikut:

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 25

90

2

rv

t

xH112,0c ……. ...................................................................... (20)

dengan:

vc : koefisien konsolidasi (m2/ tahun), dengan metode akar waktu (square root

time);

H1 : tinggi pada awal percobaan (mm);

H2 : tinggi pada akhir percobaan (mm);

Hr : tinggi benda uji rata-rata (mm) = (H1 + H2)/2 ;

t90 : waktu 90% konsolidasi (menit).

G.4. Parameter pada akhir pembebanan

Parameter pada setiap akhir pembebarian dihitung dengan

menggunakan persamaan atau rumus di bawah ini:

HFxe ................................................................................ (21)

eee o ................................................................................. (22)

21 eee ................................................................................. (23)

1

ve1

1000x

p

em

.............................................................................. (24)

9

vv 10x31,0xxmck ....................................................................... (25)

)/(( ab

ba

cppLog

eeC

........................................................................ (26)

C = ((Hs) / H0) / (Log (t)) ……………………………………,,…(27)

dengan:

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 26

e : perubahan kumulatif angka pori (tanpa satuan);

e : angka pori setelah setiap pembebanan (tanpa satuan);

e : perubahan inkremental angka pori (tanpa satuan);

mv : koefisien kompresibilitas volume (m2/MN) untuk setiap peningkatan beban;

k : koefisien permeabilitas (m/detik);

Cc : indek kompresibilitas (tanpa satuan);

ea : angka pori pada tegangan pa pada kurva hubungan e log p dalam

penentuan Cc (lihat Gambar 3.4);

eb : angka pori pada tegangan pb pada kurva hubungan e log p dalam

penentuan Cc (lihat Gambar 3.4);

pa : tegangan pada ea pada kurva hubangan e log p dalam penentuan Cc (lihat

Gambar 3.4);

pb : tegangan pada eb pada kurva hubangan e log p dalam penentuan Cc

(lihat Gambar 3.4);

pc : tekanan pra konsolidasi (kN/m2) (lihat Gambar 3.4);

C : kompresibilitas sekunder dari kurva log waktu dengan penurunan (lihat

Gambar 3.5 atau 3.6);

(H)s : beda penurunan sekunder diambil pada satu log siklik waktu (lihat

Gambar 3.5 atau 3.6);

t : waktu diambil dalam satu log siklik, sehingga log (t) = 1, (lihat Gambar

3.5 atau 3.6).

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 27

Gambar 3.4 Kurva hubungan antara log tekanan vs angka pori e untuk perhitungan koefisien kompresibilitas volume, indek kompresibiltas dan cara penentuan tekanan pra konsolidasi pc

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 28

Gambar 3.5 Grafik hubungan antara logaritma waktu dan penurunan kumulatif

Gambar 3.6 Grafik hubungan antara akar waktu dan penurunan kumulatif

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 29

BAB IV

ANALISIS PENURUNAN

A. Umum

Analisis penurunan meliputi perkiraan turunnya bangunan karena

konsolidasi lapisan tanah di bawahnya. Berhubung tanah lempung mempunyai

sifat kompresibel melebihi pasir dan lumpur, maka dengan adanya lapisan ini

dalam susunan perlapisan tanah akan memungkinkan terjadinya penurunan.

Pertama, dilakukan penyelidikan dan pengujian konsolidasi di laboratorium dan

ditentukan penurunan akhirnya.

Untuk analisis penurunan, pertama perlu dicari profil lapisan tanah untuk

mengetahui sifat-sifat lapisan tanah. Kemudian ditentukan besarnya tekanan

sebelum dibebani pada tempat di tengah lapisan tanah; yang disebut dengan

tekanan awal atau tekanan pra pembebanan. Selanjutnya, dilakukan

penambahan tekanan oleh adanya pendirian suatu bangunan. Bila lapisan

tanah lempung yang kompresibel itu tidak tebal, maka tekanan awal dan

penambahan tekanan ditentukan dari tengah lapisan. Tetapi, bila lapisan itu

tebal, maka nilai-nilai diambil dari puncak, tengah dan dasar lapisan, lalu

ditentukan nilai rata-ratanya dengan aturan Simpson dan nilai inilah yang akan

digunakan dalam perhitungan/ analisis penurunan.

Dalam desain fondasi bangunan perlu diketahui tekanan izin tanah (t)

setempat yang bergantung pada aspek-aspek: (a) daya dukung batas (qult)

dengan syarat t qult/FK, (b) penurunan total atau penurunan diferensial akibat

beban p dengan syarat t p. Untuk menentukan besaran t, diambil nilai

terkecil dari (a) atau (b). Penurunan tanah akibat peningkatan beban dibagi

dalam 2 tipe penurunan, yaitu penurunan elastis dan penurunan yang

bergantung waktu.

Penurunan elastis dapat dihitung dengan teori elastisitas. Sedangkan

penurunan yang bergantung waktu pada tanah kohesif (lempung) dan

nonkohesif (pasir) biasanya terjadi lebih singkat. Respons tanah akan bersifat

nonlinier dan hanya tercapai sebagian (95%).

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 30

B. Jenis Penurunan

Ada 2 jenis penurunan tanah yang bergantung waktu, yaitu:

(1) penurunan konsolidasi primer, terjadi akibat ke luarnya air pori dan

pengaruh tekanan air pori ekses pada waktu mendapat peningkatan beban.

(2) penurunan konsolidasi sekunder, terjadi setelah semua tekanan air pori

ekses terdisipasi ke luar dari ruang pori, yaitu setelah konsolidasi primer

mencapai 95%.

Penurunan total tanah dapat dihitung dengan persamaan (4.1) yang

meliputi tiga komponen, yaitu penurunan elastis, penurunan konsolidasi primer

dan penurunan konsolidasi sekunder. Faktor dominan untuk tanah pasiran

adalah penurunan elastis, dan untuk tanah lempung lunak adalah penurunan

konsolidasi primer dan sekunder.

= i + c + s ............…………….. (4.1)

dengan:

: penurunan total;

i : penurunan elastis;

c : penurunan konsolidasi primer;

s : penurunan konsolidasi sekunder.

Parameter yang diperlukan dalam analisis penurunan tanah antara lain:

indeks kompresibilitas (Cc), indeks rekompresi (Cr), tekanan prekonsolidasi (p),

modulus kompresibilitas (Es), koefisien konsolidasi (Cv) dan indeks

kompresibilitas sekunder.

B.1. Penurunan konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder

Analisis penurunan tanah akibat konsolidasi primer perlu dilakukan

dengan pertimbangan beberapa faktor dan cara perhitungan, misalnya analisis

1-dimensi, cara Terzaghi (dengan indeks kompresibilitas), dan cara teori

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 31

elastisitas (dengan modulus kompresibilitas). Sedangkan analisis penurunan

tanah akibat konsolidasi sekunder, dilakukan atas pertimbangan faktor-faktor

dan cara perhitungan dengan anggapan konsolidasi primer telah selesai terjadi.

B.2. Parameter untuk analisis penurunan

Parameter yang diperlukan dalam analisis penurunan antara lain: indeks

kompresibilitas (Cc), indeks rekompresi (Cr), tekanan prekonsolidasi (σp),

modulus kompresibilitas (Es), koefisien konsolidasi (Cv) dan indeks

kompresibilitas sekunder (Ca dan Cae).

Parameter ini biasanya diperoleh dari hasil uji laboratorium, namun kadang-

kadang perlu diperkirakan dari rumus-rumus empiris dari literatur. Indeks

kompresibilitas (Cc) diperkirakan dari persamaan empiris, hubungan antara

dan S‟ atau S, dan hasil regresi linier hubungan antara Cc dan n.

Persamaan empiris tanah lempung residual sebagai hasil regresi linier

hubungan antara n dengan Cc dan eo dengan Cc dapat dilihat dalam referensi.

Modulus kompresibilitas (Es) diperoleh dari persamaan hubungan antara dan

penurunan relatif S‟ (%) atau S (-), yang meliputi: (Sumber: Najoan, T. F. dan I.

Kasiro, 1976; Najoan, T. F, 1982).

(1) jenis tanah lempung CH: S‟ = 2,995 0,706 ; Es = 47,29 0,294 ;

(2) jenis tanah lempung MH: S‟ = 3,626 0,603 ; Es = 45,74 0,397 ;

(3) jenis tanah lempung gabungan CH dan MH:

S‟ = 2,322 0,645 ; Es = 66,77 0,355.

Modulus kompresibilitas (Es) dihitung dari persamaan: Es = vw dengan

cara (w=1) menentukan v:

- dari persamaan v = 2,303 (1+eo)/Cc dan nilai Cc dapat diambil dari referensi;

- menggunakan tahanan konus dari hasil uji penetrasi statik atau sondir

dengan persamaan v = a qc0,85 /„o [7] dengan: qc adalah tahanan konus

(kg/cm2), „o adalah tekanan overburden (kg/cm2) dan a adalah konstanta,

untuk lempung lunak a = 3, untuk lempung a = 4 dan untuk pasir a = 5.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 32

Indeks kompresibilitas sekunder (Ca dan Cae) diperkirakan dengan:

(a) menggunakan kurva hubungan antara kadar air asli ωn dengan Cae;

(b) menurut MESRI & GODLEWSKI rasio Ca/Cc lempung terkonsolidasi normal

adalah konstan:

- untuk lempung lunak inorganik : Ca/Cc = 0,04 ± 0,01 ;

- untuk lempung lunak organik : Ca/Cc = 0,05 ± 0,01.

C. Penurunan Konsolidasi Primer

Pada umumnya dalam analisis penurunan akibat konsolidasi primer,

analisis dianggap terjadi dalam satu dimensi, yaitu regangan hanya terjadi

dalam arah vertikal. Anggapan ini cukup teliti, jika geometri dan kondisi batas di

lapangan memegang peranan terjadinya regangan vertikal. Hal ini ditunjang

oleh adanya luas daerah yang dibebani yang sangat besar dibanding dengan

tebal lapisan yang kompresibel atau lapisan kompresibel berada di antara dua

lapisan kenyal atau keras yang dapat mencegah terjadinya peningkatan

regangan horisontal.

Ada dua cara memperkirakan penurunan konsolidasi primer yaitu:

1) Cara Terzaghi menggunakan indeks kompresibilitas

2) Cara teori elastisitas menggunakan modulus kompresibilitas.

C.1. Cara Terzaghi menggunakan indeks kompresibilitas

Persamaan umum besarnya penurunan konsolidasi primer pada setiap lapisan

dengan menggunakan cara Terzaghi adalah:

a) Untuk kondisi vf „ ≥ p „

)loglog(1 '

'

'

0

'

0 p

vf

c

p

rc CCe

H

...................................... (4.2)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 33

''

0

' vf .............................................. (4.3)

b) Untuk kondisi vf „ < p „ (lihat gambar 3.1)

'

0

'

0

log1

vf

rc Ce

H

............................................ (4.4)

dengan:

δc = penurunan konsolidasi primer

H = tebal lapisan

e0 = angka pori semula

Cc = indeks kompresibilitas

Cr = indeks rekompresi

σ0„ = tekanan overburden

σp„ = tekanan prakonsolidasi

σvf„ = tekanan efektif akhir

Δσ' = peningkatan tekanan efektif akibat beban luar.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 34

Gambar 4.1 Contoh perhitungan penurunan konsolidasi primer

Indeks rekompresi Cr, indeks kompresibilitas Cc dan tekanan pra konsolidasi

biasanya diperoleh dari hasil uji konsolidasi satu dimensi menggunakan alat

oedometer dimana prosedur ujinya secara rinci dapat dibaca dalam SNI 03

2812. Hasil akhir dari suatu uji konsolidasi biasanya digambarkan berupa kurva

hubungan antara angka pori e dan log σ„.

Gambar 4.2 Kurva hubungan antara e dengan log σ„.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 35

C.2. Cara teori elastisitas menggunakan modulus kompresibilitas

Dalam menghitung penurunan konsolidasi primer digunakan teori dasar dengan

cara t elastisitas dari Hooke, di mana untuk kondisi tertahan dalam arah

horisontal (confined condition) digunakan persamaan berikut:

)(1

yxz

zmEE

............................................. (4.5)

0x ............................................. (4.6)

0y ............................................. (4.7)

Kemudian dengan anggapan µ = 1/m = 0 (angka pori), maka persamaan (4.5)

dapat disajikan sebagai berikut:

E

zz

............................................. (4.8)

Persamaan (4.8) ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan penurunan

primer suatu lapisan tanah. Berhubung tanah sebenarnya tidak bersifat elastis

sempurna, maka modulus elastisitas (E) diganti dengan modulus

kompresibilitas (Es) yang dapat diperoleh dari hasil uji konsolidasi dan nilainya

sama dengan 1/mv.

Pada Gambar 4.3 akan diperlihatkan bahwa hasil uji konsolidasi dapat berupa

kurva hubungan antara σ„ dengan s„ atau e, kurva hubungan antara ln (σ„)

dengan s„ atau e, kurva hubungan antara ln (σ„) dengan ln (s„) atau ln (e),

dimana σ„ adalah tegangan efektif (kg/cm2), e adalah angka pori dan s‟ adalah

penurunan relatif (%).

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 36

Gambar 4.3 Kurva hubungan antara σ„ - s„ atau e, ln (σ„) - s„ atau e dan

ln (σ„) - ln (s„) atau ln (e) dari hasil uji konsolidasi.

Untuk memperjelas dalam menentukan modulus kompresibilitas tanah, maka

suatu model benda uji dalam alat oedometer, dapat diperlihatkan dalam

Gambar 4.4, di mana pada kondisi awal tinggi benda uji adalah H dan tinggi

butir padat adalah Hs.

Gambar 4.4 Model benda uji dalam alat Oedometer

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 37

Pada kondisi σ„ = 0 tidak terjadi deformasi (kondisi awal), sehingga : e0 = (H -

Hs) / Hs dan s‟ = 0. Pada kondisi terjadi peningkatan beban σ„ = σ1„ dan dengan

anggapan bahwa Hs tidak mengalami deformasi, maka:

%100' xH

Hs

.......................................... (4.9)

s

ss

s H

HHH

H

He

H

Hee 00

)1( 00 eH

Hee

......................................... (4.10)

00

0

11 e

e

e

ee

H

Hs

......................................... (4.11)

dengan:

s = regangan (-)

s„ = penurunan relatif (%)

e = angka pori

ΔH = penurunan kumulatif

H = tinggi benda uji

Hs = tinggi butir padat

Es = modulus kompresibilitas.

Dengan menggunakan hasil uji konsolidasi berupa kurva hubungan

antara σ„ dengan s, maka Es dapat diperoleh dari persamaan berikut:

v

sms

E1'

........................................ (4.12)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 38

Menurut OHDE (3) nilai Es dapat dinyatakan dalam persamaan:

Es = vσw .................................................................. (4.13),

dengan : v dan w adalah konstanta modulus kompresibilitas.

Bila kurva hubungan antara σ„ dengan s didekati secara statistik dengan suatu

persamaan power function, maka akan diperoleh suatu bentuk persamaan :

s = c σd ................................................................... (4.14)

dengan : c dan d adalah konstanta.

Dengan mendiferensial persamaan (4.12), dapat diperoleh Es berikut:

)1(

.

1 d

sdc

E ................................... (4.15) ;

dcv

.

1 ................................... (4.16) ;

dw 1 ................................... (4.17).

Kondisi tersebut di atas adalah untuk modulus kompresibilitas tanah non linier

dengan anggapan w ≠ 1.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 39

Gambar 4.5 Model benda uji dalam alat Oedometer

Penurunan konsolidasi primer untuk lapisan yang tipis setebal dz (lihat

Gambar 4.5) pada kedalaman tertentu dapat diperoleh dengan menggunakan

persamaan (4.12), sehingga:

Δs = δc / dz = Δσ‟ / Es ; dan

δc = (ip / Es ) dz ........................... (4.18).

Bila persamaan ini digunakan untuk lapisan tanah setebal H pada kedalaman

antara z1 dan z3, maka penurunan primer total dapat diperoleh dengan

mengintegrasi persamaan (4.18) sebagai berikut:

3

1

)(

z

zs

c dzziE

p .......................................................... (4.19).

Dengan menggunakan cara Simpson, persamaan (4.19) dapat diubah menjadi:

)(6

321 pipipiE

H

s

c .................................... (4.20)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 40

Untuk kondisi Es linier, nilai w dianggap = 1, sehingga penurunan konsolidasi

primer untuk lapisan setebal H diperoleh dengan mengintegrasi persamaan

(4.12) terhadap tegangan antara σ0„ dan σvf„ , dan dihasilkan berikut ini:

Es = v σ = Δ σ/ Δ s ;

v

dH

vf

c '

0

'

;

'

0

'

ln

vf

cv

H ;

'

0

'

log303,2

vf

cv

H ....................................................... (4.21)

Persamaan (4.21) ini bentuknya sama dengan persamaan (4.2) untuk kondisi

σ0„ = σp„ (tanah terkonsolidasi normal), sehingga:

v = [ (1+e0)/Cc ] x 2,303 .................................................... (4.22)

D. Kecepatan Penurunan Konsolidasi Primer

Kecepatan waktu penurunan konsolidasi tergantung pada kecepatan

disipasi tekanan air pori berlebih yang biasanya ditentukan oleh koefisien

permeabilitas, jumlah dan panjang lintasan drainase. Secara teoritis proses

kecepatan waktu konsolidasi terjadi dalam waktu lama sekali (tak terhingga)

dan dapat dihitung menggunakan persamaan (4.4 – 4.7).

cct U .................................... (4.23)

dengan:

δct = penurunan konsolidasi setelah waktu t ;

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 41

U = derajat konsolidasi setelah waktu t ;

δc = penurunan konsolidasi primer.

Waktu (t) untuk suatu derajat konsolidasi U dapat dihitung dengan

persamaan (4.24). Kecepatan waktu konsolidasi dari tanah dipengaruhi oleh

koefisien konsolidasi cv. Sedangkan cv dipengaruhi oleh koefisien permeabilitas

dan modulus kompresibilitas tanah seperti dalam persamaan (4.25). Lihat

Gambar 4.6 dan 4.7.

v

v

c

NHxTt

2)/( .................................... (4.24)

w

s

v

kxEc

...................................... (4.25)

dengan:

t = waktu,

Tv = faktor waktu,

H = tebal lapisan,

N = kondisi drainase: 1 drainase satu arah, 2 drainase dua arah,

cv = koefisien konsolidasi,

k = koefisien permeabilitas,

Es = modulus kompresibilitas,

γw = berat volume air.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 42

Gambar 4.6 Perbandingan hasil pengujian konsolidasi dengan garis teoritis

Gambar 4.7 Cara mendapatkan nilai t90 dari hasil laboratorium

Koefisien konsolidasi (cv) dapat diperoleh dari hasil uji konsolidasi

menggunakan benda uji tak terganggu. Ada dua cara menghitung koefisien

konsolidasi yaitu: (a) cara square root of time fitting dari Taylor (t90), dan (b)

cara logarithmic of time fitting dari Casagrande (t50). Nilai koefisien konsolidasi

yang diperoleh dengan cara square root of time fitting biasanya lebih besar

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 43

daripada cara logarithmic of time fitting, sehingga agak meragukan nilai mana

yang harus dipilih untuk digunakan dalam analisis. Oleh karena itu, banyak

engineer melakukan pengujian koefisien permeabilitas secara langsung

menggunakan cara constant head atau falling head di laboratorium atau di

lapangan. Namun, nilai modulus kompresibilitas tetap diambil dari hasil uji

konsolidasi, dan nilai koefisien konsolidasi diperoleh menggunakan persamaan

(4.25).

Dalam perhitungan kecepatan waktu penurunan tanah δct biasanya

bukan waktu (t) yang dihitung tetapi t ditentukan sehingga diperoleh faktor

waktu (Tv). Setelah itu baru dihitung derajat konsolidasi menggunakan

persamaan (4.26).

m

m

TM

H

i

H

i

vxe

dzuM

dzH

Mzu

U0

2

0

2

02

sin2

1 ...................... (4.26)

M = 0,5 π (2m + 1) ......................... (4.27)

dengan:

ui = tekanan pori atau pada tahap awal sama peningkatan tekanan akibat

beban tambahan;

U = derajat konsolidasi;

H = setengah tebal lapisan.

Nilai U (lihat pers. (4.26)) selain tergantung pada Tv juga pada distribusi

tegangan ui. Dalam analisis penurunan tanah umumnya dikenal 3 jenis bentuk

distribusi tegangan (lihat Gambar 4.8) dengan persamaan sebagai berikut.

a) Bentuk trapesium (4.28)

b) Bentuk parabolis (4.29)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 44

c) Kombinasi trapesium dan parabolis (4.30).

m

m

Txm vem

U0

}2/)12{(

1

2

)}12({

81

................ (28)

vTeU

225,0

2 1

................ (29)

/2(

2 213

ba

bxUaxUU

................ (30)

Gambar 4.7 Bentuk distribusi tegangan untuk penentuan derajat konsolidasi (trapesium, parabola, kombinasi)

Untuk sistem tanah yang terdiri dari n lapisan dengan cvi (koefisien konsolidasi)

dan tebal Hi, maka untuk mempermudah perhitungan sistem tanah diubah

menjadi satu lapisan ekivalen dengan menggunakan prosedur berikut (lihat

Gambar 4.8).

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 45

a) Pilih salah satu lapisan, misalnya lapisan ke-1 dengan cv = cvi ;

b) Ubah tebal setiap lapisan yang lain menjadi tebal ekivalen menggunakan

cara berikut:

H1' = H1 (cvi / cv1 )0,5

H2' = H2 (cvi / cv2 )0,5

H3' = H3 (cvi / cv3 )0,5 ....................... (30a)

Hn' = Hn (cvi / cvn )0,5

c) Hitung tebal total lapisan ekivalen :

HT' = H1' + H2' + H3' + H4' + Hn' ......................... (30b)

d) Dalam perhitungan u, perlakukan sistem tanah atas satu lapisan ekivalen

dengan cv = cvi dan tebal HT' dengan menggunakan persamaan-

persamaan (4.28), (4.29) dan (4.30) dengan t yang bervariasi.

Gambar 4.8 Penyederhanaan sistem tanah berlapis n menjadi sistem satu lapis ekivalen

Dalam perhitungan derajat konsolidasi, faktor yang juga sangat

berpengaruh adalah lamanya waktu konstruksi tc .

Untuk kondisi t ≤ tc , maka:

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 46

2)/(

)5,0(

NH

cvtT i

v ..................................... (30c)

Kemudian U1, U2 dan U3 dihitung dengan persamaan-persamaan (4.28),

(4.29) dan (4.30), sehingga derajat konsolidasi menjadi:

3Ut

tU

c

.................................. (30d)

Untuk kondisi t > tc , maka:

2)/(

)5,0(

NH

cvttT ic

v

................................. (30e)

Kemudian U1, U2 dan U3 dihitung dengan persamaan-persamaan (4.28),

(4.29) dan (4.30), sehingga derajat konsolidasi menjadi:

U = U3 .................................... (30f)

E. Penurunan Konsolidasi Sekunder

Penurunan konsolidasi sekunder dianggap mulai berjalan setelah

penurunan primer selesai. Namun perilaku tanah sebenarnya waktu terjadi

konsolidasi sekunder tidaklah sederhana dan belum diketahui penyebab

utamanya. Menurut Dhowian dan Edil (7) tanah gambut terdiri dari dua tingkat

struktur yaitu ruang pori makro dan mikro yang menyebabkan bagian padat dari

tanah dapat menjadi kompresibel walaupun berlawanan dengan teori Terzaghi

(bagian padat dari tanah imkompresibel).

Hal tersebut digunakan secara praktis dengan konsep indeks

kompresibilitas sekunder Cα atau indeks kompresibilitas sekunder modifikasi

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 47

Cαe yang diperoleh dari uji konsolidasi di laboratorium. Cα dan Cαe dapat

diperoleh menggunakan persamaan:

)(log td

deC ........................... (4.31)

p

ee

C

td

HdHC

1)(log

/ ........................... (4.32)

dengan:

Cα, Cαe = indeks kompresibilitas sekunder, indeks kompresibilitas sekunder

modifikasi;

de = perubahan angka pori pada interval waktu dt antara t1 dan t2 dari

kurva hubungan e – log t;

dt = interval waktu antara t1 dan t2;

dH = perubahan tinggi benda uji;

H = tinggi benda uji;

ep = angka pori pada waktu selesai konsolidasi primer.

Penurunan konsolidasi sekunder dapat diperkirakan dengan menggunakan

persamaan:

prim

prim

st

tt

e

HC sec

0

log1

........................... (4.33)

prim

prim

est

ttHC

seclog ........................... (4.33)

v

primc

NHt

)/(13,1 ........................... (4.34)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 48

dengan:

δs = penurunan konsolidasi sekunder;

H = tebal lapisan;

tprim = waktu selesai 100 % konsolidasi primer; secara praktis diambil pada

derajat konsolidasi 95% (T95 = 1,13) dan diperkirakan dengan

persamaan (34);

tsec = waktu yang dihitung mulai dari peningkatan beban sampai waktu

tertentu dimana penurunan konsolidasi sekunder mungkin terjadi,

biasanya diambil sama dengan masa guna bangunan.

F. Korelasi Empiris Kompresibilitas Tanah Lempung

Dalam perhitungan penurunan total tanah pengaruh konsolidasi, seorang

ahli geoteknik terlebih dahulu harus mengetahui parameter kompresibilitas dari

lapisan tanah di bawah fondasi bangunan. Parameter ini biasanya diperoleh

dari hasil uji laboratorium. Namun kadang-kadang seorang ahli geoteknik harus

memperkirakan penurunan tanah, walaupun tidak mempunyai data parameter

yang cukup untuk analisis. Untuk itu, parameter perlu diperkirakan dari rumus-

rumus empiris dari literatur.

Parameter yang diperlukan untuk analisis penurunan antara lain adalah indeks

kompresibilitas (Cc), indeks rekompresi (Cr), tekanan prekonsolidasi (σp),

modulus kompresibilitas (Es), koefisien konsolidasi (cv), indeks kompresibilitas

sekunder.

Hasil penelitian dari tanah lempung residual (Najoan, F.T., 1982) dari

suatu lokasi termasuk klasifikasi MH dan CH, dan hasil regresi linier hubungan

antara wn dengan Cc dan e0 dengan Cc dapat dibuat tabel atau digambarkan.

Hasil regresi linier hubungan antara tegangan σ dengan penurunan relatif s‟ (%)

atau s (-) dapat digambarkan.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 49

a) Untuk jenis tanah CH

s‟ = 2,9995 σ 0,706 ............................................... (4.35)

dengan menggunakan persamaan (4.16) dan 4.17), maka diperoleh nilai v

dan w berikut:

v = 100 / (2,995 x 0,706) = 47,29 dan w = 0,294.

Berarti, nilai Es = 47,29 σ0,294 ................................. (4.36)

b) Untuk tanah jenis MH

s‟ = 3,626 σ 0,603 .................................................. (4.37)

dengan menggunakan persamaan (4.16) dan (4.17), maka diperoleh nilai v

dan w berikut :

v = 100 / (3,626 x 0,603) = 45,74 dan w = 0,397.

Berarti, nilai Es = 45,74 σ0,397 ............................. (4.38)

c) Untuk jenis tanah gabungan CH dan MH

s‟ = 2,322 σ 0,645 ................................................ (4.39)

dengan menggunakan persamaan (4.16) dan (4.17), maka diperoleh nilai v

dan w berikut:

v = 100 / (2,322 x 0,645) = 66,77 dan w = 0,355.

Berarti, nilai Es = 66,77 σ0,355 .............................. (4.40)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 50

Selanjutnya dapat dilihat literatur “Peningkatan Stabilitas Timbunan di atas

Fondasi Tanah Lembek Menggunakan Teknik Pembangunan dengan

Pembebanan Bertahap”, Balitbang Pekerjaan Umum, Maret 1996.

G. Perbandingan Penurunan yang Dihitung dengan Penurunan di

Lapangan

Berdasarkan hasil uji konsolidasi di laboratorium diperoleh:

a) grafik penurunan versus tegangan yang akan digunakan untuk menghitung

besarnya penurunan;

b) nilai cv yang digunakan untuk menghitung kecepatan penurunan.

Pengukuran penurunan di lapangan di berbagai negara sering dilakukan untuk

mendapatkan perbandingan antara penurunan yang terjadi dengan yang telah

dihitung. Pada umumnya menunjukkan, bahwa besarnya penurunan di

lapangan kurang lebih sesuai atau lebih kecil daripada nilai yang dihitung,

disebabkan karena:

(1) contoh tanah tidak asli,

(2) alat konsolidasi kurang sempurna,

(3) tegangan yang dihitung menurut teori elastisitas kurang tepat.

Kecepatan penurunan di lapangan ternyata lebih cepat daripada yang dihitung,

disebabkan karena:

(1) Nilai cv yang diukur di laboratorium lebih kecil daripada yang terjadi di

lapangan. Hal ini disebabkan karena tanah setempat tidak seragam dan

mengandung retaka-retakan atau lapisan pasir.

(2) Pengaliran air di lapangan tidak berjalan pada arah vertikal saja. Hal ini

terjadi terutama bila lapisan lempung mengandung lapisan-lapisan pasir

yang tipis, atau permeabilitas dalam arah horisontal lebih besar

daripada permeabilitas arah vertikal.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 51

BAB V

CONTOH PERHITUNGAN PENURUNAN

A. Proses Perhitungan

Tahapan perhitungan penurunan dapat dilakukan sebagai berikut:

(a) Lapisan tanah dibagi atas beberapa lapisan masing-masing 5 m, 6 m dan

6 m, untuk menghitung variasi nilai P0 (tegangan awal) dan P1 (tegangan

akhir) pada lapisan lempung.

(b) Nilai P0 dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan, misalnya pada

lapisan 1: P0 = (350x1,7 – 50x1,0) x (1/1000) kg/cm2 = 0,545 kg/cm2.

(c) Nilai Δp dihitung pada pertengahan masing-masing lapisan dan di bawah

titik tengah fondasi tersebut, dengan menggunakan grafik pada Gambar

15. Dari grafik ini dapat ditentukan tegangan vertikal di bawah sudut

fondasi, sehingga tegangan di bawah titik tengah, dengan anggapan

fondasi terdiri dari empat bagian sama besar, B = 5 m dan L = 20 m.

Nilai m dan n ditentukan pada pertengahan masing-masing lapisan.

Misalnya pada lapisan 1 : z = 2,5 m sehingga m = B/Z = 2 ; n = L/Z = 8.

Jadi dari Gambar 15 diperoleh Iσ = 0,24; nilai Δp akibat ¼ luas fondasi =

Iσq, sehingga untuk seluruh fondasi Δp = 4 Iσq.

(d) Nilai Δp ini ditambahkan pada P0 merupakan nilai P1 yaitu tegangan

setengah bangunan.

(e) Dengan menggunakan nilai P0 dan P1, ditentukan penurunan Δh pada

masing-masing lapisan. Misalnya pada lapisan 1 : Δh = 0,755 – 0,170 mm

= 0,585 mm.

(f) Penurunan pada masing-masing lapisan dapat dihitung dengan rumus s =

(Δp/h) H.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 52

B. Pemilihan Grafik dan Contoh Perhitungan

Pemilihan grafik yang akan digunakan dalam perhitungan penurunan

sesuai dengan bentuk fondasi diperlihatkan dalam contoh grafik pada Gambar

5.1 dan 5.2. (lihat literatur Wesley, L.D., DR.Ir., “Soil Mechanics”, 1977).

Gambar 5.1 Perhitungan tegangan di bawah fondasi

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 53

Gambar 5.2 Perhitungan tegangan di bawah fondasi bulat

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 54

Contoh perhitungan penurunan fondasi pelat di atas lapisan lempung (Gambar

5.3). Pada kedalaman 18 meter di bawah lapisan lempung terdapat lapisan

pasir. Dalamnya fondasi 1 meter dan muka air tanah pada kedalaman 3,0 meter.

Lapisan lempung dianggap seragam dan hasil rata-rata dari uji konsolidasi

diperlihatkan pada Gambar 5.4.

Gambar 5.3 Contoh perhitungan penurunan

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 55

Gambar 5.4 Grafik contoh perhitungan penurunan C. Contoh Perhitungan Penurunan Pada Bendungan

Analisis penurunan tanah untuk timbunan (bendungan) yang dibangun di atas

tiga lapisan, disajikan pada Gambar 5.5.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 56

Gambar 5.5 Analisis Penurunan Tanah Untuk Timbunan yang Dibangun Di atas Tiga Lapisan

Penurunan total tanah di titik 1 yang berjarak x dari titik O seperti diperlihatkan

pada Gambar 5.5, diperoleh dengan menjumlahkan penurunan dari masing-

masing lapisan yang berada di bawah titik 1 dengan menggunakan persamaan:

ni

i

itot cc1

...................................... (30g)

Sedangkan penurunan pada lapisan ke-i ditentukan dengan asumsi bahwa

modulus kompresibilitas tanah adalah konstan dengan menggunakan

persamaan:

)(6

321 iii

i

i

iEs

Hc ............................ (30h)

iii Hzz 5,012 ................................. (30i)

iii Hzz 13 ................................. (30j)

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 57

dengan:

δci = penurunan lapisan ke-1

σi1 = tegangan pada kedalaman zi1

σi2 = tegangan pada kedalaman zi2

σi3 = tegangan pada kedalaman zi3

zi1 = kedalaman titik i1

zi2 = kedalaman titik i2

zi3 = kedalaman titik i3

Hi = tebal lapisan ke-i

Hj = tebal lapisan ke-j

Esi = modulus kompresibilitas lapisan ke-i.

Kecepatan waktu konsolidasi untuk setiap lapisan diperoleh dengan cara yang

diuraikan dalam Bab IV subbab D.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 58

LAMPIRAN

UJI KONSOLIDASI

No. Contoh : Tabung Contoh No. : Kedalaman : 8,50 (m) Elevasi : (m) Tipe tanah : lempung lanauan Warna : abu-abu Spesifik graviti : Kadar air : (%)

Penguji : Nono Pengawas : Theo F.N Tanggal : 12/7/90 Penanggung jawab : Theo F.N Lampiran no.

Gambar L.1 Contoh kurva e – log p dengan cv hasil uji konsolidasi

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 59

Gambar L.2 Contoh kurva hubungan log waktu dengan penurunan dari hasil

pembacaan tahap (3) untuk penentuan t50

Gambar L.3 Contoh kurva hubungan akar waktu dengan penurunan dari hasil

pembacaan tahap (3) untuk penentuan t90

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 60

RANGKUMAN

Materi pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan kepada

peserta dasar-dasar pertimbangan, cara dan metode yang dapat digunakan

dalam melakukan persiapan analisis perhitungan konsolidasi dan penurunan

tanah untuk desain bendungan urugan, yang mantap, aman, dan stabil.

Materi pelatihan ini membahas mengenai pengenalan dasar konsolidasi

dan penurunan, agar memahami tentang sebab akibat konsolidasi terhadap

penurunan lapisan tanah; cara pengukuran konsolidasi dan pengujian

konsolidasi, serta besarnya penurunan secara teoritis yang diperlukan untuk

menentukan parameter lapisan tanah material tubuh dan fondasi bendungan.

Parameter desain material timbunan dan fondasi yang diperlukan dan

ditentukan dengan uji laboratorium adalah uji konsolidasi satu dimensi. Selain

itu, dapat dijelaskan sifat dan faktor penurunan terhadap bangunan, serta

rumus-rumus perhitungan. Parameter yang diperlukan untuk analisis penurunan

tanah antara lain: indeks kompresibilitas (Cc), indeks rekompresi (Cr), tekanan

prekonsolidasi (p), modulus kompresibilitas (Es), koefisien konsolidasi (Cv) dan

indeks kompresibilitas sekunder.

Kemudian, tentang analisis penurunan yang dapat dilakukan berdasarkan

pemilihan jenis penurunan, yaitu penurunan elastis, penurunan konsolidasi

primer dapat dilakukan dengan cara Terzaghi dan teori elastisitas, serta

kecepatan penurunan, dan konsolidasi sekunder. Analisis penurunan ini

dilengkapi dengan rumus-rumus matematik dan cara analisisnya serta contoh-

contoh perhitungan.

Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar

Perhitungan Penurunan (Settlement) 61

DAFTAR PUSTAKA 1. Carlina S., & Sunarto, ”Metode pengurugan bertahap bendungan tipe

urugan di atas pondasi bertanah lunak, Kecamatan Balikpapan Utara, Kalimantan”, Proceeding PIT XV HATHI Bandung 10-12 Des. 1998 ISSN 0853-6457.

2. Carlina S., & Sunarto, “Analisis longsoran dan amblesan pada pelaksanaan bendungan urugan di atas tanah lunak, Kecamatan Gunung Tabur, Kalimantan Timur“, Jurnal Teknik Hidraulik No.20 TH XIV-1999, ISSN 0215-1251.

3. Carlina S., & Sunarto, “Penimbunan bendungan urugan di atas tanah lunak menggunakan metode sand drain”, Buletin PUSAIR Vol.XII No. 39 Mei 2003, ISSN: 0852-5919.

4. Departemen Pekerjaan Umum, “Peningkatan stabilitas timbunan di atas fondasi tanah lembek menggunakan teknik pembangunan dengan pembebanan bertahap”, Badan Litbang Pekerjaan Umum, Jakarta, Maret 1996.

5. Departemen Pekerjaan Umum, “Pedoman penyelidikan geoteknik untuk fondasi bangunan air”, Volume 1 (Pd T-03.1-2005-A), Vol. 2 (Pd T-03.2-2005-A), dan Vol. 3 (Pd T-03.3-2005-A), Kep Men Pekerjaan Umum No: 498/KPTS/ M/ 2005, Jakarta, tgl. 22 Nov 2005.

6. Departemen Pekerjaan Umum, “Pedoman analisis daya dukung pondasi dangkal bangunan air”, Pd T-02-2005-A Kep. Men Pekerjaan Umum No.498/KPTS /M2005, Jakarta, tgl. 22 November 2005.

7. Ibnu Kasiro & Carlina S., “Metode konstruksi penutupan muara, dan teknik desalinasi pada pembangunan waduk muara - kasus Waduk Duriangkang, Pulau Batam”, Proceeding PIT XII HATHI Surabaya 20-23 Nop.1995 ISSN 0853-6457.

8. Mitchell, J.K. (1976), “Fundamentals of Soil Behavior”, John Wiley & Sons, Inc, New York.

9. Najoan, T.F. & I. Kasiro, (1976), “Tanah Lempung Indonesia, Karakteristik Pemadatan dan Kemungkinan untuk Timbunan”, Seminar Pengairan DitJen Pengairan, Departemen PU., Seri No. 12 Jilid 1, tahun 1976.

10. Najoan, T.F., (1982), “Cara Sederhana Memperkirakan Penurunan Total Timbunan Tanah”, Proceedings Konferensi Nasional Geoteknik Indonesia Ke-2, Jakarta tahun 1982.

11. Najoan, T.F. & Carlina S., “Pedoman instrumentasi tubuh bendungan tipe urugan dan tanggul”, Pd T-08-2004-A, Kep.Men Kimpraswil No: 260/ KPTS/M/2004, Jakarta, tgl.10 Mei 2004.

12. Najoan, Th.F. dan Carlina Soetjiono (2006), “Cara Uji Konsolidasi Tanah Satu Dimensi”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2006, SNI-Konsol-1D RPT3 (2812-1992), Balitbang, Departemen PU.