bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/dwi setiawan_bab i.pdf · mempunyai...

25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat berupa tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan tempat atau daerah hidupnya. Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis, melainkan berubah sejalan dengan waktu atau dinamis, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di masyarakat. Masyarakat Jawa memiliki budaya secara turun temurun. Seiring dengan perkembangan zaman, kedudukan budaya dalam pola kemasyarakatan berkembang dari masa ke masa dan mengalami perubahan. Namun, perubahan yang bersifat pembaharuan ini, tidak berpengaruh terhadap nilainilai budaya. Nilai kebudayaan yang dimaksud memiliki kandungan-kandungan makna yang menuju pada tatanan kehidupan. Makna tersebut dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat yang akhirnya membentuk adat istiadat atau tradisi. Adat istiadat merupakan bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang (masyarakat) menjadi tingkah laku sehari-hari dalam hidup dan kehidupan serta dalam pergaulan. Pelanggaran terhadap adat istiadat dapat berupa reaksi adat atau tidak mendapat reaksi adat. Reaksi adat dapat berupa sanksi moral ataupun sosial (Rezza Hidayat, 2012: 14). 1 Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Upload: truongdat

Post on 06-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada

dalam kehidupan bermasyarakat berupa tata nilai atau perilaku hidup masyarakat

lokal dalam berinteraksi dengan tempat atau daerah hidupnya. Sebagai salah satu

bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis, melainkan

berubah sejalan dengan waktu atau dinamis, tergantung dari tatanan dan ikatan

sosial budaya yang ada di masyarakat.

Masyarakat Jawa memiliki budaya secara turun temurun. Seiring dengan

perkembangan zaman, kedudukan budaya dalam pola kemasyarakatan

berkembang dari masa ke masa dan mengalami perubahan. Namun, perubahan

yang bersifat pembaharuan ini, tidak berpengaruh terhadap nilai–nilai budaya.

Nilai kebudayaan yang dimaksud memiliki kandungan-kandungan makna yang

menuju pada tatanan kehidupan. Makna tersebut dibentuk sesuai dengan

kebutuhan masyarakat setempat yang akhirnya membentuk adat istiadat atau

tradisi. Adat istiadat merupakan bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang

(masyarakat) menjadi tingkah laku sehari-hari dalam hidup dan kehidupan serta

dalam pergaulan. Pelanggaran terhadap adat istiadat dapat berupa reaksi adat atau

tidak mendapat reaksi adat. Reaksi adat dapat berupa sanksi moral ataupun sosial

(Rezza Hidayat, 2012: 14).

1

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

2

Kabupaten Banyumas merupakan wilayah di Propinsi Jawa Tengah yang

mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta

masih terpelihara dalam kehidupan masyarakatnya. Hal ini dibuktikan dengan

ditetapkannya lima desa adat diwilayah Bayumas, penetapan tersebut merupakan

program Kementrian dalam Negeri terkait pelestarian desa adat. Ke lima desa

yang terpilih sebagai desa adat itu adalah Desa Gerduren di Kecamatan Purwojati

sebagai pusatnya tari khas Banyumas yakni lengger. Kemudian ke arah selatan

yaitu desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang, menjadi desa adat karena di situlah

pusat kegiatan dan tradisi warga keturunan Bonokeling, yaitu dengan

melaksanakan tradisi yang hingga kini masih dianut oleh keturunan bonekeling

yaitu sadranan. Bonokeling diperkirakan adalah seorang penyebar Islam awal di

Banyumas, khususnya di wilayah Jatilawang dengan memadukan Islam dengan

unsur kejawen. Kegiatan tradisi ini biasanya dilaksanakan pada hari jumat terahir

menjelang bulan Ramadhan. Selain itu, masyarakat desa Pekuncen juga memiliki

tradisi membuat kain lawon yang digunakan untuk membungkus jenazah kerabat

dan pengikut Kyai Bonokeling. Selanjutnya desa Kalisalak di Kecamatan Kebasen

memiliki tradisi jamasan jimat kalisalak peninggalan Sultan Amangkurat 1 dari

Mataram. Kemudian berturut-turut yaitu desa Cikakak Kecamatan Wangon dan

desa Pasir Wetan Kecamatan Karanglewas (di akses dari http://www.jurnas.com/

halaman/16/2011-11-05/187866, 6/3/2013. 21.35wib).

Budaya Banyumas merupakan subkultur Jawa yang memiliki corak ragam

tersendiri yang tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari pola kehidupan wong

cilik yang hidup di daerah pedalaman dengan ciri kultur agraris, sederhana,

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

3

egaliter, dan sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran kuno. Budaya Banyumas

merupakan budaya lokal yang mempunyai nilai-nilai yang unggul dan perlu

dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa. Kata “lokal” di sini tidak menunjuk

kepada wilayah geografis, karena budaya Banyumas sendiri tak terbatas pada

wilayah Kabupaten Banyumas. Budaya Banyumas dapat terwujud dalam dua hal,

yaitu budaya yang merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya

(intangible) sebagai warisan budaya yang ada dan berkembang pada masa lalu,

kini dan masa yang akan datang (Fidiyani, 2008: 23).

Desa Rawaheng merupakan salah satu wilayah bagian barat dari

Kabupaten Banyumas. Jarak tempuh dari Kota Purwokerto ke Desa Rawaheng

kurang lebih 45 kilometer. Untuk menuju Desa Rawaheng dari terminal

Purwokerto bisa naik angkutan umum dengan membayar kurang lebih 8000

rupiah dan turun di terminal Wangon. Kemudian dilanjutkan dengan naik

angkutan pedesaan ke arah selatan. Desa Rawaheng merupakan salah satu Desa

yang tidak kalah menariknya dengan lima desa adat di Banyumas, karena Desa

tersebut mempunyai keunikan dibandingkan desa-desa di sekitarnya dan juga

mempunyai suatu tradisi yang masih dipertahankan dan dijaga adat istiadatnya

oleh masyarakatnya, yaitu dengan menyajikan makanan berupa tape godog dan

opor bebek ketika melakukan pernikahan. Keistimewaan lainnya adalah ketika

memasuki bulan Rajab pada kalender Jawa, banyak warga yang membersihkan

makam orang tua, kemudiaan sore harinya mengadakan slametan dengan

mengundang beberapa tetangga sekitar rumah. Memasuki bulan Apit dilakukan

acara sedekah bumi, para warga beramai-ramai menuju perempatan desa dengan

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

4

membawa hasil bumi. Dalam tradisi pernikahan masyarakat Rawaheng, calon

pengantin putra yang akan mempersunting gadis dari desa Rawaheng harus

membawa minimal sepasang bebek atau itik sebagai simbol kesetiaan yang

kemudian dihidangkan untuk tamu-tamu undangan. Hal tersebut dilakukan

sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Menurut

kepercayaan warga desa apabila tidak menyajikan tape godog dan opor bebek,

terutama dalam kegiatan upacara pernikahan akan mendapat hal yang tidak

diinginkan (monografi Desa Rawaheng).

Pengertian desa berdasarkan Undang-Undang No.32 Th. 2004, desa diberi

pengertian sebagai “kesatuam masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui

dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten

atau kota. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (diambil dari http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/

hukum/uu32-04p.htm, 28/5/2013. 08.30wib).

Dari pengertian tersebut, sebetulnya jelas terlihat bahwa desa merupakan

bagian penting bagi daerah. Desa disebut bagian penting karena desa merupakan

satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keberagaman. Pada zaman

sekarang ini, ketika era modernisasi sudah mulai masuk di tengah-tengah

masyarakat, nilai budaya Jawa terutama nilai budaya lokal telah sedikit berkurang

apalagi terhadap kelestarian budaya lokal yang ada di daerah masing-masing.

Maka atas dasar ini penulis tertarik memilih judul “ Peran Kepala Adat dalam

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

5

Menjaga Kelestarian Budaya di Desa Rawaheng Kecamatan Wangon

Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2012”. Dalam hal ini penulis akan lebih

menekankan pada arah historis dan sosial dari peran kepala adat ini. Batasan ini

penulis lakukan agar dalam pembahasannya mudah untuk dipahami. Jika tidak

ada batasan, maka pembahasan akan melebar jauh karena peran kepala adat

merupakan kepemimpinan non formal yang memiliki keunikan tersendiri, di mana

kepemimpinan formalnya dijabat Kepala Desa dan pastinya semua aspek akan

menarik untuk dibahas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana profil Desa Rawaheng Kecamatan Wangon ?

2. Bagaimana Asal-usul kepala adat Desa Rawaheng Kecamatan Wangon ?

3. Bagaimana Peran kepala adat di Desa Rawaheng dalam menjaga kelestarian

Budaya ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui profil Desa Rawaheng.

2. Untuk mengetahui asal usul kepala adat Desa Rawaheng.

3. Mengetahui peran kepala adat Desa Rawaheng dalam menjaga kelestarian

Budaya.

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan bekal tambahan pengetahuan baik

bagi peneliti sendiri maupun bagi para pembaca umumnya yang belum

banyak mengetahui peran kepala adat dalam melestarikan budaya.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini mampu mendorong para peneliti untuk lebih intensif lagi

menggali budaya lokal yang berkembang di masyarakat dan memberikan

rasa semangat generasi muda untuk menjaga dan melestarikannya.

Khususnya para mahasiswa pendidikan sejarah.

b. Memperkaya referensi mata pelajaran sejarah khususnya yang berkaitan

dengan masalah budaya.

c. Hasil penelitian mampu mendorong dilaksanakannya penelitian lebih lanjut

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian budaya Jawa.

E. Tinjauan Pustaka

Rezza Hidayat Febrianto (2012), dalam penelitiannya yang berjudul Peran

Kepala Adat (Kuncen) dalam Menjaga Kelestarian Kampung Naga Sebagai

Kampung Adat di Desa Negalasari Kabupaten Tasikmalaya, Penelitian ini berisi

tentang bagaimana peran kepala adat di kampung Naga dan relasi kuasa antara

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

7

kuncen dan masyarakat dalam menjalankan peranannya. Dalam hal ini, penelitian

yang terdahulu dengan penelitian yang saya lakukan memiliki beberapa perbedaan

jika penelitian yang dilakukan Rezza Hidayat objek penelitiannya tentang relasi

kuasa antara kuncen dan masyarakat dalam menjalankan peranannya.

Penelitian ini membahas peran kepala adat dalam menjaga kelestarian

kebudayaan di Desa Rawaheng. Kemudian lokasi penelitian yang dilakukan oleh

Rezza Hidayat berada di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, sementara

penelitian ini akan dilakukan di Desa Rawaheng Kecamatan Wangon.

Persamaannya adalah membahas tentang peran kepala adat.

Rika Wati (2003), dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Kepala

Adat dalam Penyelesaian Sengketa Warisan pada Suku Dayak Bawangan Pakaru

di Kecamatan Dustin Tengah, Kabupaten Selatan, Kalimantan Tengah,

menyatakan bahwa penelitian ini berisi tentang penyelesaian sengketa warisan

oleh kepala adat untuk mengambil kedamaian bagi masyarakat Dayak. Dalam hal

ini, penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang saya akan lakukan memiliki

beberapa perbedaan. Jika penelitian yang dilakukan oleh Rika Wati objeknya

adalah penyelesaian sengketa warisan oleh kepala adat, maka dalam penelitian ini

membahas peran kepala adat dalam menjaga kelestarian Budaya di desa

Rawaheng. Kemudian lokasi penelitian yang dilakukan oleh Rika Wati berada di

Kalimantan Tengah, sedangkan lokasi dalam penelitian ini di lakukan di

Kabupaten Banyumas.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah penelitian

sebelumnya membahas peran kepala adat dalam menyelesaikann sengketa tanah

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

8

warisan. Sedangkan penelitian ini akan fokus ke peran kepala adat dalam menjaga

kelestarian budaya desa Rawaheng.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

1. Landasan Teori

Menurut Soerjono Soekanto (2001: 243) menyebutkan bahwa peranan

(role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

menjalankan hak dan kewajiban maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan

menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-

perbuatan orang lain. Pentingnya peranan adalah untuk mengatur perilaku

seseorang.

Manusia dalam hidupnya pasti tidak lepas dari budaya atau kebudayaan

sebagai identitas suatu daerah ataupun negara. Kabupaten Banyumas mempunyai

banyak kesenian tradisional yang mencerminkan budaya lokal masih dijaga

kelestariannya oleh masyarakat, salah satunya adalah Begalan. Begalan adalah

suatu jenis kesenian yang merupakan bagian upacara adat perkawinan di daerah

Banyumas. Upacara perkawinan yang disertai begalan biasanya dilakukan apabila

pasangan penganten terdiri dari anak bungsu dan anak sulung, terutama kalau

yang bungsu atau sulung dari pihak perempuan (Koderi, 1991: 53).

Desa Rawaheng yang merupakan wilayah bagian barat dari wilayah

Kabupaten Banyumas, juga mempunyai adat istiadat yang masih lestari sampai

saat ini. Pengertian adat istiadat yang dimaksud yaitu berbagai aturan, kegiatan

dan kebiasaan yang dilakukan sejak lama. Adat istiadat dapat dibagi dalam dua

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

9

kategori. Kategori pertama, adat istiadat yang erat kaitannya dengan upacara-

upacara atau aturan agama dan kepercayaan-kepercayaan kejadian alam atau roh-

roh halus. Contoh adat istiadat menurut aturan agama yaitu upacara kelahiran,

Khitanan, perkawinan dan kematian. Sedangkan dalam hal percaya terhadap

kekuatan gaib adalah suran, sadranan, sedekah laut dan sedekah bumi. Upacara-

upacara yang berkaitan dengan agama secara lambat laun mengalami proses

perubahan dalam pelaksanaannya sesuai dengan perkembangan pemahaman

terhadap agama yang dianutnya. Perkembangan intelektual, keadaan ekonomi dan

proses industrialisasi juga turut mempengaruhi. Kalau pun masih dilakukan, nilai-

nilai religinya sudah mulai bergeser. Kategori kedua, adat istiadat yang berupa

kebiasaan-kebiasaan atau kegemaran saja serta kebutuhan-kebutuhan hidup seperti

sandang pangan dan papan (Koderi, 1991: 109).

Kepala adat atau orang awam menyebutnya kuncen, mengandung arti yang

hampir sama dengan pemimpin. Di mana kepala adat atau kuncen merupakan

orang yang dituakan oleh masyarakat. Fungsi pemimpin adalah menggerakkan

orang yang dipimpin menuju tercapainya tujuan. Di samping itu, pemimpin harus

memiliki pikiran, tenaga dan kepribadian yang dapat menimbulkan kegiatan

dalam hubungan antarmanusia. Dalam konteks Desa Rawaheng, pemimpin adat

disebut kuncen. Pemimpin bukan hanya menjadi figur yang dianggap masyarakat

paling memiliki kemampuan untuk memimpin dalam suatu kelompok tetapi dapat

membawa yang dipimpin (masyarakat) mencapai suatu tujuan atas dasar

kepentingan bersama. Istilah masyarakat lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-

kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

10

hari. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin

socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata

arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Dalam analisa antropologi

definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat diartikan masyarakat adalah

kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat

tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama

(Koentjaraningrat, 1990: 143).

Kepemimpinan yang dijalankan oleh kuncen desa Rawaheng merupakan

kepemimpinan kharismatik yaitu kepala adat yang dipilih dari seorang yang masih

memiliki garis keturunan dengan kuncen terdahulu yang dianggap memiliki

kemampuan dalam ilmu magis atau gaib. Hal ini membuat masyarakat mematuhi

apa yang dikatakan oleh pemimpin karena kharismanya.

Ada beberapa tipe kepemimpinan, salah satunya adalah tipe kharismatik

atau kharismatis. Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya

tarik dan pembawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia

mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang

bisa dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar sebab-

sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki kharisma yang begitu besar. Dia

dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-

kemampuan superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha-Kuasa.

Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada

pendirian sendiri (Kartono, 2002: 69).

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

11

Seperti yang kita ketahui, Secara tidak langsung di Desa Rawaheng

terdapat dua kepemimpinan, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal.

Pemimpin formal dijabat oleh seorang kepala desa dan pemimpin informal

dipegang oleh kepala adat. Pemimpin Formal ialah orang yang oleh

organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan

dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi,

dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai

sasaran organisasi, sedangkan pemimpin informal adalah orang yang tidak

mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki

sejumlah kualitas unggul, mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu

mempengauhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat

(Kartono, 2002: 9).

Menurut Kartono (2002: 33), Pemimpin adalah seorang pribadi yang

memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan kelebihan di satu

bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-

sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa

tujuan, sedangkan kepemimpinan (Kartono 2002: 135) adalah kemampuan untuk

memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu

usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah dicanangkan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori kepemimpinan. Teori

kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin dan

konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis,

sebab-musebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

12

sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi

kepemimpinan (Kartono, 2002: 27).

1. Tipe Kepemimpinan (Kartono, 2002: 69-73).

a. Tipe Kharismatis, ini memiliki kekuatan energi, daya-tarik dan pembawa

yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain sehingga ia mempunyai

pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa

dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar sebab-

sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki kharisma begitu besar. Dianggap

mempunyai kekuatan ghaib dan kemampuan-kemampuan superhuman, yang

diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa.

b. Tipe Paternalistis, yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-

sifat antara lain sebagai berikut : (1) menganggap bawahannya sebagai

manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu

dikembangkan, (2) bersikap terlalu melindungi, (3) jarang memberikan

kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4)

hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan

untuk berinisiatif, (5) tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah

memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk

mengembangkan imajinasi dan daya kreatifitas mereka sendiri, (6) selalu

bersikap maha-tahu dan maha-benar.

c. Tipe Militeristis, tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran

saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini

mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

13

pemimpin militeristis antara lain: (1) lebih banyak menggunakan sistem

perintah /komando terhadap bawahannya, keras sangat otoriter, kaku dan

seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki keputusan mutlak dari

bawahan, (3) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan

dari bawahannya, (4) komunikasi hanya berlangsung searah saja.

d. Tipe Otokratis. Otokrat berasal dari perkataan autos = sendiri dan kratos =

kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrat berarti penguasa absolut. Kepemimpinan

otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak

harus dipatuhi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi

dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail

mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan.

e. Tipe Laissez Faire. Pada tipe ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia

membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri.

Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya.

Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan

sendiri.

f. Tipe Populistis, adalah kepemimpinan yang dapat membangun solidaritas

rakyat. Misalnya Sukarno dengan ideologi marhaenismenya yang

menekankan masalah kesatuan sosial, nasionalisme dan sikap yang berhati-

hati terhadap kolonialisme dan penindasan-penghisapan serta penguasaan

oleh kekuatan-kekuatan asing.

g. Tipe Administratif, ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan

tugas-tugas administrasi secara efektif, sedangkan para pemimpinnya terdiri

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

14

dari teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakan

dinamika moderenisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat

dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah.

h. Tipe Demokratis, kepemimpinan ini berorientasi kepada manusia, dan

memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat

koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa

tanggung jawab pada diri sendiri dan kerja sama yang baik. Kekuatan

kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin, akan

tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga

kelompok.

2. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan menurut Pamudji (1986), sebagai berikut: (1) gaya

otokrasi otoritarium, yaitu pemimpin yang menggantungkan pada kekuasaan

formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan

tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, tidak suka menerima kritik dan saran

serta pendapat dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan ini sering

menggunakan gaya motivasi negatif berupa ancaman dan paksaan, (2) gaya

partisipasi demokratik yaitu pemimpin yang memandang manusia adalah mahluk

yang bermartabat dan harus dihormati hak-haknya. Dalam menggerakan

pengikutnya banyak menggunakan partisipasi dan memberikan contoh-contoh.

Kepentingan dan tujuan organisasi sejauh mungkin diintegrasikan dengan

kepentingan si pemimpin, suka menerima kritik dan saran serta pendapat dalam

pengambilan keputusan dan memberikan informasi seluas-luasnya pada

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

15

pengikutnya, (3) gaya bebas Free-rein style yaitu pemimpin yang hanya

mengikuti kemauan pengikut, menghindari diri dari penggunaan paksaan atau

tekanan. Pemimpin lebih banyak memberikan kebebasan kepada pengikutnya

untuk menentukan tujuan organisasi dan dalam menghadapi permasalahan

organisasi.

Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, wewenang juga dapat dijumpai

dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu

tangan. Seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang

memimpin atau membimbing orang banyak. Bentuk-bentuk wewenang seperti

yang dikemukakan Max Weber yaitu wewenang Kharismatis, Tradisional, dan

Rasional. Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada

kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri

seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang karena anugrah dari

Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang disekitarnya mengakui akan adanya kemampuan

tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka menganggap bahwa

sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan

kemampuan manusia umumnya. Wewenang kharismatis akan dapat tetap bertahan

selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh masyarakat (Soekanto,2001:

311-312).

Max Weber membagi kepemimpinan dan wewenangnya menjadi tiga:

tradisional, rasional dan karismatik. Pengertian pertama, pemimpin tradisional

mendapatkan wewenangnya di masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan di

masyarakat secara tradisional. Biasanya berkaitan dengan hubungan kekeluargaan,

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

16

atau dapat secara turun temurun berdasarkan tradisi yang diwarisi, seperti raja.

Kedua, Pemimpin rasional adalah kepemimpinan yang wewenangnya didasarkan

pada hukum dan kaidah-kaidah yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. Pada

masyarakat yang menerapkan nilai-nilai demokratis, biasanya pemimpin yang

mendapatkan kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan

terbatas. Dan ketiga, pemimpin karismatik yaitu didasarkan pada seseorang yang

mempunyai kemampuan khusus yang didapatkan karena anugrah. Wewenang ini

tidak diatur oleh kaidah-kaidah tradisional dan rasional, bahkan sifatnya

cenderung irasional. Adakalanya wewenang kharismatik bisa hilang dari seorang

pemimpin manakala masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham

yang berbeda. Dan karisma bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai

dengan individu yang bersangkutan membuktikan manfaat bagi masyarakat dan

pengikut-pengikutnya akan menikmatinya (Mustafa, 2011: 16).

Kata “Kebudayaan” dan “culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata

Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau

“akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang

bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai

suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti “daya dari budi”.

Karena itu mereka membedakan “budaya” dari “kebudayaan”. Demikianlah

“budaya” adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan

“kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Dalam istilah

“antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata “budaya” di sini hanya

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

17

dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama

(Koentjaraningrat, 1990: 181).

Kata culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan

“kebudayaan” berasal dari kata latin colere yang berarti “mengolah,

mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang

arti culture sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah

tanah dan merubah alam (Koentjaraningrat, 1990: 182).

Koentjaraningrat mengemukakan di dalam bukunya yang berjudul

Pengantar Ilmu Antropologi (1990) bahwa dia setuju sekali dengan pendapat

seeorang ahli sosiologi, Talcott Parsons yang bersama dengan A.L. Kroeber

menganjurkan untuk membedakan secara tajam antara wujud kebudayaan sebagai

suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu

rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Koentjaraningrat (1980:

87) menggolongkan tiga wujud kebudayaan, yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari

manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak

dapat diraba atau difoto. Lokasinya adadi dalam kepala-kepala, atau dengan

perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan

bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

18

tadi dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam

karangan dan buku-buku hasik karya para penulis warga masyarakat

bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disk,

arsip, koleksi microfilm, dan lain-lain.

Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau social

system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini

terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan

serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, dari hari kehari, dan tahun ke

tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.

Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem

sosial itu bersifat konkret, terjadi disekelilig kita sehari-hari, bisa diobservasi,

difoto dan didokumentasi.

Wujud kebudayaan ketiga disebut sebagai kebudayaan fisik, dan tak perlu

memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari

aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya

paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,

dan difoto. Seperti pabrik, pesawat, komputer dan alat elektronik lainnya, alat-alat

kerja. Isi kebudayaan sering juga disebut unsur-unsur kebudayaan universal terdiri

dari tujuh unsur, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial,

(4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6)

sistem religi, dan (7) kesenian (Koentjaraningrat, 1990: 204). Ketiga wujud

kebudayaan itu menunjukan identitas bangsa pendukungnya yang di dalamnya

mengandung norma-norma dan tatanan nilai yang mengatur tingkah laku manusia

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

19

dalam hidup bermasyarakat seperti hubungan manusia dalam ini individu dengan

masyarakat, hubungan manusia dengan leluhurnya.

2. Pendekatan Penelitian

Berangkat dari beberapa asumsi yang diungkapkan di atas, pendekatan

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: menggunakan pendekatan antropologi

dan sosiologi. Pendekatan Antropologi digunakan untuk menggambarkan

kehidupan sehari-hari serta corak kebudayaan desa dengan adanya kepala adat

sebagai pemimpin non formal. Penulis juga melakukan pendekatan Sosiologis

karena berkaitan langsung dengan masyarakat sehingga menuntut penulis untuk

lebih dekat dengan masyarakat sebagai objek yang dipimpin oleh kepala adat.

Seperti yang tertulis dalam buku Sartono Kartodirdjo (1993: 4),

penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan,

ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-

unsur mana yang diperhatikan, dan lain sebagainya. Pendekatan Sosiologi sudah

tentu akan meneropong segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, umpamanya

golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan

golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan, ideologi, dan lain sebagainya.

Pendekatan Antropologis mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku

tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola

hidup dan lain sebagainya.

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

20

Kedua pendekatan ini penting berkaitan dengan judul yang penulis ambil

yaitu Peran Kepala Adat dalam Menjaga Kelestarian Budaya di Desa Rawaheng,

Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2012.

G. Metode Penelitian

Pada bagian ini merupakan penguraian mengenai metode dan teknik

penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan dengan

skripsi yang berjudul Peran Kepala Adat dalam Menjaga Kelestarian Budaya di

Desa Rawaheng Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2012.

Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode sejarah yaitu dengan

cara menggabungkan metode penelusuran historis dokumenter dan metode

penyeilidikan dengan teknik observasi. Observasi dilakukan dalam dua jenis,

yaitu survei kepustakaan dengan mengumpulkan dan mempelajari semua pustaka

yang memuat perihal yang berkaitan dengan judul atau rumusan masalah serta

observasi lapangan yaitu mengadakan penelitian dan pengamatan langsung ke

obyek serta mendokumentasikan.

Adapun tahapan-tahapan metode sejarah adalah sebagai berikut.

1. Heuristik

Heuristik merupakan sebuah tahapan atau kegiatan untuk mencari ataupun

menemukan sumber, data dan informasi mengenai masalah yang diangkat, baik

tertulis maupun tidak tertulis (dokumen dan artifak), yang disesuaikan dengan

jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo, 1995: 94). Secara sederhana,

heuristik merupakan mencari jejak-jejak yang ditinggalkan karena setiap

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

21

aktivitas pastilah meninggalkan bukti-bukti bahwa pernah ada suatu aktivitas.

Sumber-sumber ini berupa:

a. Sumber Tradisi Lisan

Sumber tradisi lisan merupakan keterangan langsung dari para

pelaku. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut. Sumber lisan yang penulis

kumpulkan antara lain menggunakan metode sejarah lisan kepada sejumlah

informan yang dijadikan narasumber untuk melengkapi hal-hal yang tidak

termuat dalam dokumen, adapun informan yang penulis jadikan narasumber

adalah sesepuh dari Desa Rawaheng serta para warga dan tokoh masyarakat

yang oleh peneliti dianggap mengetahui mengenai seluk-beluk desanya.

Selanjutnya, melakukan wawancara dengan Kepala Desa untuk mengetahui

profil Desa yang beliau pimpin. Narasumber berikutnya adalah Kepala Adat

atau kuncen Desa Rawaheng sebagai pelaku di lapangan.

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-

keterangan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara

menurut sasaran penjawabnnya yaitu wawancara perorangan dan

wawancara kelompok. Wawancara perorangan yaitu apabila proses tanya-

jawab tatap muka itu berlangsung secara langsung antara pewawancara

dengan seseorang-seseorang yang diwawancarai. Sedangkan wawancara

kelompok apabila proses interviu itu berlangsung sekaligus dua orang

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

22

pewawancara atau lebih menghadapi dua orang atau lebih yang

diwawancarai (Narbuko dan Achmadi, 2010: 83).

b. Sumber Tulisan

Sumber tertulis yang penulis kumpulkan antara lain laporan data

statistik yang diperoleh dari Desa dan Kecamatan untuk mengetahui jumlah

warga, letak geografis desa Rawaheng, sarana kesehatan, sarana pendidikan

dan lain sebagainya.

2. Kritik

Kritik sendiri terbagi menjadi dua, pertama adalah kritik ekstern, yaitu kritik

yang dilakukan dari sisi luar (outentitas dari sumber) dalam hal ini peneliti

melakukan kritik terhadap dokumen-dokumen yang diberikan oleh informan

apakah berkaitan dengan peran kepala adat terhadap kelestarian budaya di desa

Rawaheng dilihat dari fisiknya (kertas, ejaan, tinta, dll) asli atau salinan. Kedua

adalah kritik intern, yaitu kritik dari dalam (mengecek kredibilitas dari sumber)

informasi yang telah diberikan oleh para informan dengan melihat dari

kejiwaan, serta kebenaran informasi itu sendiri. Tujuan yang hendak dicapai

dalam tahap ini adalah untuk memilih sumber yang relevan dengan masalah

yang dikaji (Kuntowijoyo, 1995: 98).

3. Interpretasi

Tahap selanjutnya adalah melakukan interpretasi (penafsiran) terhadap data

tersebut. Tahap ini sering disebut sumber subjektivitas, karena menurut

Kuntowijoyo (1995:100) pendapat tersebut sebagian benar dan sebagian lagi

salah. Interpretasi sebagai sumber subjektifitas dikatakan benar karena tanpa

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

23

penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan

mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain

dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Interpretasi mengandung

maksud sebagai penafsiran terhadap data yang terkumpul setelah dilakukan

penyeleksian atau pengujian sumber (kritik sumber). Dengan kata lain dalam

langkah ini peneliti menggabungkan semua fakta-fakta yang telah didapat dari

para informan menjadi satu kesatuan. Kemudian dilanjutkan dengan

melakukan penafsiran oleh penulis dengan keberadaan peran kepala adat

terhadap kelestarian budaya (Kuntowijoyo, 1995: 100).

4. Historiografi atau Penulisan Sejarah

Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dari berbagai

sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk tulisan sejarah. Setelah

melakukan penafsiran terhadap data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa

tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk

dibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan struktur dan gaya

bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain

dapat mengerti pokok-pokok pikiran yang diajukan oleh penulis. Pada tahap ini

peneliti melakukan penulisan sehingga dapat menjadi karya tulis ilmiah yang

sesuai dengan ketentuan keilmuan (Kuntowijoyo, 1995: 102).

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

24

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempelajari skripsi ini maka penulis akan mencoba untuk

menjelaskan sistematika yang tercantum didalamnya. Sistematika yang dipakai

adalah :

BAB 1 : Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Tinjauan Pustaka

F. Landasan Teori dan Pendekatan

G. Metode Penelitian

H. Sistematika Penelitian

BAB II Profil Desa Rawaheng

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

1. Letak dan Kondisi Geografis

2. Keadaan Demografi

B. Sarana dan Prasarana

1. Ekonomi

2. Pendidikan

3. Kesehatan

4. Peribadatan

5. Kelembagaan di Desa Rawaheng

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/Dwi Setiawan_BAB I.pdf · mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta masih terpelihara

25

6. Sistem Pemerintahan Desa Rawaheng

BAB III Asal Usul Kepala Adat

A. Sejarah Singkat Desa Rawaheng

B. Asal usul kepala adat dan tradisi di Rawaheng

C. Pemilihan Kepala Adat

BAB IV Peran Kepala Adat

A. Hubungan Peran Kepala Adat dengan Teori Kepemimpinan

B. Peran Dalam Menjaga Kelestarian Adat dan Tradisi

C. Peran Dalam Menengahi Konflik

D. Faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Melestarikan Budaya

BAB V Simpulan dan Saran

A. Simpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013