bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/5159/2/dwi setiawan_bab i.pdf · mempunyai...
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada
dalam kehidupan bermasyarakat berupa tata nilai atau perilaku hidup masyarakat
lokal dalam berinteraksi dengan tempat atau daerah hidupnya. Sebagai salah satu
bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis, melainkan
berubah sejalan dengan waktu atau dinamis, tergantung dari tatanan dan ikatan
sosial budaya yang ada di masyarakat.
Masyarakat Jawa memiliki budaya secara turun temurun. Seiring dengan
perkembangan zaman, kedudukan budaya dalam pola kemasyarakatan
berkembang dari masa ke masa dan mengalami perubahan. Namun, perubahan
yang bersifat pembaharuan ini, tidak berpengaruh terhadap nilai–nilai budaya.
Nilai kebudayaan yang dimaksud memiliki kandungan-kandungan makna yang
menuju pada tatanan kehidupan. Makna tersebut dibentuk sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat yang akhirnya membentuk adat istiadat atau
tradisi. Adat istiadat merupakan bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang
(masyarakat) menjadi tingkah laku sehari-hari dalam hidup dan kehidupan serta
dalam pergaulan. Pelanggaran terhadap adat istiadat dapat berupa reaksi adat atau
tidak mendapat reaksi adat. Reaksi adat dapat berupa sanksi moral ataupun sosial
(Rezza Hidayat, 2012: 14).
1
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
2
Kabupaten Banyumas merupakan wilayah di Propinsi Jawa Tengah yang
mempunyai berbagai macam adat istiadat dan budaya yang melekat erat serta
masih terpelihara dalam kehidupan masyarakatnya. Hal ini dibuktikan dengan
ditetapkannya lima desa adat diwilayah Bayumas, penetapan tersebut merupakan
program Kementrian dalam Negeri terkait pelestarian desa adat. Ke lima desa
yang terpilih sebagai desa adat itu adalah Desa Gerduren di Kecamatan Purwojati
sebagai pusatnya tari khas Banyumas yakni lengger. Kemudian ke arah selatan
yaitu desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang, menjadi desa adat karena di situlah
pusat kegiatan dan tradisi warga keturunan Bonokeling, yaitu dengan
melaksanakan tradisi yang hingga kini masih dianut oleh keturunan bonekeling
yaitu sadranan. Bonokeling diperkirakan adalah seorang penyebar Islam awal di
Banyumas, khususnya di wilayah Jatilawang dengan memadukan Islam dengan
unsur kejawen. Kegiatan tradisi ini biasanya dilaksanakan pada hari jumat terahir
menjelang bulan Ramadhan. Selain itu, masyarakat desa Pekuncen juga memiliki
tradisi membuat kain lawon yang digunakan untuk membungkus jenazah kerabat
dan pengikut Kyai Bonokeling. Selanjutnya desa Kalisalak di Kecamatan Kebasen
memiliki tradisi jamasan jimat kalisalak peninggalan Sultan Amangkurat 1 dari
Mataram. Kemudian berturut-turut yaitu desa Cikakak Kecamatan Wangon dan
desa Pasir Wetan Kecamatan Karanglewas (di akses dari http://www.jurnas.com/
halaman/16/2011-11-05/187866, 6/3/2013. 21.35wib).
Budaya Banyumas merupakan subkultur Jawa yang memiliki corak ragam
tersendiri yang tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari pola kehidupan wong
cilik yang hidup di daerah pedalaman dengan ciri kultur agraris, sederhana,
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
3
egaliter, dan sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran kuno. Budaya Banyumas
merupakan budaya lokal yang mempunyai nilai-nilai yang unggul dan perlu
dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa. Kata “lokal” di sini tidak menunjuk
kepada wilayah geografis, karena budaya Banyumas sendiri tak terbatas pada
wilayah Kabupaten Banyumas. Budaya Banyumas dapat terwujud dalam dua hal,
yaitu budaya yang merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya
(intangible) sebagai warisan budaya yang ada dan berkembang pada masa lalu,
kini dan masa yang akan datang (Fidiyani, 2008: 23).
Desa Rawaheng merupakan salah satu wilayah bagian barat dari
Kabupaten Banyumas. Jarak tempuh dari Kota Purwokerto ke Desa Rawaheng
kurang lebih 45 kilometer. Untuk menuju Desa Rawaheng dari terminal
Purwokerto bisa naik angkutan umum dengan membayar kurang lebih 8000
rupiah dan turun di terminal Wangon. Kemudian dilanjutkan dengan naik
angkutan pedesaan ke arah selatan. Desa Rawaheng merupakan salah satu Desa
yang tidak kalah menariknya dengan lima desa adat di Banyumas, karena Desa
tersebut mempunyai keunikan dibandingkan desa-desa di sekitarnya dan juga
mempunyai suatu tradisi yang masih dipertahankan dan dijaga adat istiadatnya
oleh masyarakatnya, yaitu dengan menyajikan makanan berupa tape godog dan
opor bebek ketika melakukan pernikahan. Keistimewaan lainnya adalah ketika
memasuki bulan Rajab pada kalender Jawa, banyak warga yang membersihkan
makam orang tua, kemudiaan sore harinya mengadakan slametan dengan
mengundang beberapa tetangga sekitar rumah. Memasuki bulan Apit dilakukan
acara sedekah bumi, para warga beramai-ramai menuju perempatan desa dengan
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
4
membawa hasil bumi. Dalam tradisi pernikahan masyarakat Rawaheng, calon
pengantin putra yang akan mempersunting gadis dari desa Rawaheng harus
membawa minimal sepasang bebek atau itik sebagai simbol kesetiaan yang
kemudian dihidangkan untuk tamu-tamu undangan. Hal tersebut dilakukan
sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Menurut
kepercayaan warga desa apabila tidak menyajikan tape godog dan opor bebek,
terutama dalam kegiatan upacara pernikahan akan mendapat hal yang tidak
diinginkan (monografi Desa Rawaheng).
Pengertian desa berdasarkan Undang-Undang No.32 Th. 2004, desa diberi
pengertian sebagai “kesatuam masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui
dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten
atau kota. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (diambil dari http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/
hukum/uu32-04p.htm, 28/5/2013. 08.30wib).
Dari pengertian tersebut, sebetulnya jelas terlihat bahwa desa merupakan
bagian penting bagi daerah. Desa disebut bagian penting karena desa merupakan
satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keberagaman. Pada zaman
sekarang ini, ketika era modernisasi sudah mulai masuk di tengah-tengah
masyarakat, nilai budaya Jawa terutama nilai budaya lokal telah sedikit berkurang
apalagi terhadap kelestarian budaya lokal yang ada di daerah masing-masing.
Maka atas dasar ini penulis tertarik memilih judul “ Peran Kepala Adat dalam
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
5
Menjaga Kelestarian Budaya di Desa Rawaheng Kecamatan Wangon
Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2012”. Dalam hal ini penulis akan lebih
menekankan pada arah historis dan sosial dari peran kepala adat ini. Batasan ini
penulis lakukan agar dalam pembahasannya mudah untuk dipahami. Jika tidak
ada batasan, maka pembahasan akan melebar jauh karena peran kepala adat
merupakan kepemimpinan non formal yang memiliki keunikan tersendiri, di mana
kepemimpinan formalnya dijabat Kepala Desa dan pastinya semua aspek akan
menarik untuk dibahas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana profil Desa Rawaheng Kecamatan Wangon ?
2. Bagaimana Asal-usul kepala adat Desa Rawaheng Kecamatan Wangon ?
3. Bagaimana Peran kepala adat di Desa Rawaheng dalam menjaga kelestarian
Budaya ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui profil Desa Rawaheng.
2. Untuk mengetahui asal usul kepala adat Desa Rawaheng.
3. Mengetahui peran kepala adat Desa Rawaheng dalam menjaga kelestarian
Budaya.
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
6
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan bekal tambahan pengetahuan baik
bagi peneliti sendiri maupun bagi para pembaca umumnya yang belum
banyak mengetahui peran kepala adat dalam melestarikan budaya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini mampu mendorong para peneliti untuk lebih intensif lagi
menggali budaya lokal yang berkembang di masyarakat dan memberikan
rasa semangat generasi muda untuk menjaga dan melestarikannya.
Khususnya para mahasiswa pendidikan sejarah.
b. Memperkaya referensi mata pelajaran sejarah khususnya yang berkaitan
dengan masalah budaya.
c. Hasil penelitian mampu mendorong dilaksanakannya penelitian lebih lanjut
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian budaya Jawa.
E. Tinjauan Pustaka
Rezza Hidayat Febrianto (2012), dalam penelitiannya yang berjudul Peran
Kepala Adat (Kuncen) dalam Menjaga Kelestarian Kampung Naga Sebagai
Kampung Adat di Desa Negalasari Kabupaten Tasikmalaya, Penelitian ini berisi
tentang bagaimana peran kepala adat di kampung Naga dan relasi kuasa antara
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
7
kuncen dan masyarakat dalam menjalankan peranannya. Dalam hal ini, penelitian
yang terdahulu dengan penelitian yang saya lakukan memiliki beberapa perbedaan
jika penelitian yang dilakukan Rezza Hidayat objek penelitiannya tentang relasi
kuasa antara kuncen dan masyarakat dalam menjalankan peranannya.
Penelitian ini membahas peran kepala adat dalam menjaga kelestarian
kebudayaan di Desa Rawaheng. Kemudian lokasi penelitian yang dilakukan oleh
Rezza Hidayat berada di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, sementara
penelitian ini akan dilakukan di Desa Rawaheng Kecamatan Wangon.
Persamaannya adalah membahas tentang peran kepala adat.
Rika Wati (2003), dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Kepala
Adat dalam Penyelesaian Sengketa Warisan pada Suku Dayak Bawangan Pakaru
di Kecamatan Dustin Tengah, Kabupaten Selatan, Kalimantan Tengah,
menyatakan bahwa penelitian ini berisi tentang penyelesaian sengketa warisan
oleh kepala adat untuk mengambil kedamaian bagi masyarakat Dayak. Dalam hal
ini, penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang saya akan lakukan memiliki
beberapa perbedaan. Jika penelitian yang dilakukan oleh Rika Wati objeknya
adalah penyelesaian sengketa warisan oleh kepala adat, maka dalam penelitian ini
membahas peran kepala adat dalam menjaga kelestarian Budaya di desa
Rawaheng. Kemudian lokasi penelitian yang dilakukan oleh Rika Wati berada di
Kalimantan Tengah, sedangkan lokasi dalam penelitian ini di lakukan di
Kabupaten Banyumas.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah penelitian
sebelumnya membahas peran kepala adat dalam menyelesaikann sengketa tanah
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
8
warisan. Sedangkan penelitian ini akan fokus ke peran kepala adat dalam menjaga
kelestarian budaya desa Rawaheng.
F. Landasan Teori dan Pendekatan
1. Landasan Teori
Menurut Soerjono Soekanto (2001: 243) menyebutkan bahwa peranan
(role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
menjalankan hak dan kewajiban maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan
menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-
perbuatan orang lain. Pentingnya peranan adalah untuk mengatur perilaku
seseorang.
Manusia dalam hidupnya pasti tidak lepas dari budaya atau kebudayaan
sebagai identitas suatu daerah ataupun negara. Kabupaten Banyumas mempunyai
banyak kesenian tradisional yang mencerminkan budaya lokal masih dijaga
kelestariannya oleh masyarakat, salah satunya adalah Begalan. Begalan adalah
suatu jenis kesenian yang merupakan bagian upacara adat perkawinan di daerah
Banyumas. Upacara perkawinan yang disertai begalan biasanya dilakukan apabila
pasangan penganten terdiri dari anak bungsu dan anak sulung, terutama kalau
yang bungsu atau sulung dari pihak perempuan (Koderi, 1991: 53).
Desa Rawaheng yang merupakan wilayah bagian barat dari wilayah
Kabupaten Banyumas, juga mempunyai adat istiadat yang masih lestari sampai
saat ini. Pengertian adat istiadat yang dimaksud yaitu berbagai aturan, kegiatan
dan kebiasaan yang dilakukan sejak lama. Adat istiadat dapat dibagi dalam dua
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
9
kategori. Kategori pertama, adat istiadat yang erat kaitannya dengan upacara-
upacara atau aturan agama dan kepercayaan-kepercayaan kejadian alam atau roh-
roh halus. Contoh adat istiadat menurut aturan agama yaitu upacara kelahiran,
Khitanan, perkawinan dan kematian. Sedangkan dalam hal percaya terhadap
kekuatan gaib adalah suran, sadranan, sedekah laut dan sedekah bumi. Upacara-
upacara yang berkaitan dengan agama secara lambat laun mengalami proses
perubahan dalam pelaksanaannya sesuai dengan perkembangan pemahaman
terhadap agama yang dianutnya. Perkembangan intelektual, keadaan ekonomi dan
proses industrialisasi juga turut mempengaruhi. Kalau pun masih dilakukan, nilai-
nilai religinya sudah mulai bergeser. Kategori kedua, adat istiadat yang berupa
kebiasaan-kebiasaan atau kegemaran saja serta kebutuhan-kebutuhan hidup seperti
sandang pangan dan papan (Koderi, 1991: 109).
Kepala adat atau orang awam menyebutnya kuncen, mengandung arti yang
hampir sama dengan pemimpin. Di mana kepala adat atau kuncen merupakan
orang yang dituakan oleh masyarakat. Fungsi pemimpin adalah menggerakkan
orang yang dipimpin menuju tercapainya tujuan. Di samping itu, pemimpin harus
memiliki pikiran, tenaga dan kepribadian yang dapat menimbulkan kegiatan
dalam hubungan antarmanusia. Dalam konteks Desa Rawaheng, pemimpin adat
disebut kuncen. Pemimpin bukan hanya menjadi figur yang dianggap masyarakat
paling memiliki kemampuan untuk memimpin dalam suatu kelompok tetapi dapat
membawa yang dipimpin (masyarakat) mencapai suatu tujuan atas dasar
kepentingan bersama. Istilah masyarakat lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-
kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
10
hari. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin
socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata
arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Dalam analisa antropologi
definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat diartikan masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat
tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 1990: 143).
Kepemimpinan yang dijalankan oleh kuncen desa Rawaheng merupakan
kepemimpinan kharismatik yaitu kepala adat yang dipilih dari seorang yang masih
memiliki garis keturunan dengan kuncen terdahulu yang dianggap memiliki
kemampuan dalam ilmu magis atau gaib. Hal ini membuat masyarakat mematuhi
apa yang dikatakan oleh pemimpin karena kharismanya.
Ada beberapa tipe kepemimpinan, salah satunya adalah tipe kharismatik
atau kharismatis. Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya
tarik dan pembawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang
bisa dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar sebab-
sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki kharisma yang begitu besar. Dia
dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-
kemampuan superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha-Kuasa.
Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada
pendirian sendiri (Kartono, 2002: 69).
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
11
Seperti yang kita ketahui, Secara tidak langsung di Desa Rawaheng
terdapat dua kepemimpinan, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal.
Pemimpin formal dijabat oleh seorang kepala desa dan pemimpin informal
dipegang oleh kepala adat. Pemimpin Formal ialah orang yang oleh
organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan
dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi,
dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai
sasaran organisasi, sedangkan pemimpin informal adalah orang yang tidak
mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki
sejumlah kualitas unggul, mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu
mempengauhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat
(Kartono, 2002: 9).
Menurut Kartono (2002: 33), Pemimpin adalah seorang pribadi yang
memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan kelebihan di satu
bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-
sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa
tujuan, sedangkan kepemimpinan (Kartono 2002: 135) adalah kemampuan untuk
memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu
usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah dicanangkan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori kepemimpinan. Teori
kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin dan
konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis,
sebab-musebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
12
sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartono, 2002: 27).
1. Tipe Kepemimpinan (Kartono, 2002: 69-73).
a. Tipe Kharismatis, ini memiliki kekuatan energi, daya-tarik dan pembawa
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain sehingga ia mempunyai
pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa
dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar sebab-
sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki kharisma begitu besar. Dianggap
mempunyai kekuatan ghaib dan kemampuan-kemampuan superhuman, yang
diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa.
b. Tipe Paternalistis, yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-
sifat antara lain sebagai berikut : (1) menganggap bawahannya sebagai
manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu
dikembangkan, (2) bersikap terlalu melindungi, (3) jarang memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4)
hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif, (5) tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah
memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk
mengembangkan imajinasi dan daya kreatifitas mereka sendiri, (6) selalu
bersikap maha-tahu dan maha-benar.
c. Tipe Militeristis, tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran
saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini
mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
13
pemimpin militeristis antara lain: (1) lebih banyak menggunakan sistem
perintah /komando terhadap bawahannya, keras sangat otoriter, kaku dan
seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki keputusan mutlak dari
bawahan, (3) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan
dari bawahannya, (4) komunikasi hanya berlangsung searah saja.
d. Tipe Otokratis. Otokrat berasal dari perkataan autos = sendiri dan kratos =
kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrat berarti penguasa absolut. Kepemimpinan
otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak
harus dipatuhi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi
dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail
mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan.
e. Tipe Laissez Faire. Pada tipe ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia
membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri.
Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya.
Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan
sendiri.
f. Tipe Populistis, adalah kepemimpinan yang dapat membangun solidaritas
rakyat. Misalnya Sukarno dengan ideologi marhaenismenya yang
menekankan masalah kesatuan sosial, nasionalisme dan sikap yang berhati-
hati terhadap kolonialisme dan penindasan-penghisapan serta penguasaan
oleh kekuatan-kekuatan asing.
g. Tipe Administratif, ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan
tugas-tugas administrasi secara efektif, sedangkan para pemimpinnya terdiri
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
14
dari teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakan
dinamika moderenisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat
dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah.
h. Tipe Demokratis, kepemimpinan ini berorientasi kepada manusia, dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat
koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa
tanggung jawab pada diri sendiri dan kerja sama yang baik. Kekuatan
kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin, akan
tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga
kelompok.
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Pamudji (1986), sebagai berikut: (1) gaya
otokrasi otoritarium, yaitu pemimpin yang menggantungkan pada kekuasaan
formalnya, organisasi dipandang sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, tidak suka menerima kritik dan saran
serta pendapat dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan ini sering
menggunakan gaya motivasi negatif berupa ancaman dan paksaan, (2) gaya
partisipasi demokratik yaitu pemimpin yang memandang manusia adalah mahluk
yang bermartabat dan harus dihormati hak-haknya. Dalam menggerakan
pengikutnya banyak menggunakan partisipasi dan memberikan contoh-contoh.
Kepentingan dan tujuan organisasi sejauh mungkin diintegrasikan dengan
kepentingan si pemimpin, suka menerima kritik dan saran serta pendapat dalam
pengambilan keputusan dan memberikan informasi seluas-luasnya pada
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
15
pengikutnya, (3) gaya bebas Free-rein style yaitu pemimpin yang hanya
mengikuti kemauan pengikut, menghindari diri dari penggunaan paksaan atau
tekanan. Pemimpin lebih banyak memberikan kebebasan kepada pengikutnya
untuk menentukan tujuan organisasi dan dalam menghadapi permasalahan
organisasi.
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, wewenang juga dapat dijumpai
dimana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu
tangan. Seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang
memimpin atau membimbing orang banyak. Bentuk-bentuk wewenang seperti
yang dikemukakan Max Weber yaitu wewenang Kharismatis, Tradisional, dan
Rasional. Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada
kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri
seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang karena anugrah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang disekitarnya mengakui akan adanya kemampuan
tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, karena mereka menganggap bahwa
sumber kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan
kemampuan manusia umumnya. Wewenang kharismatis akan dapat tetap bertahan
selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh masyarakat (Soekanto,2001:
311-312).
Max Weber membagi kepemimpinan dan wewenangnya menjadi tiga:
tradisional, rasional dan karismatik. Pengertian pertama, pemimpin tradisional
mendapatkan wewenangnya di masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan di
masyarakat secara tradisional. Biasanya berkaitan dengan hubungan kekeluargaan,
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
16
atau dapat secara turun temurun berdasarkan tradisi yang diwarisi, seperti raja.
Kedua, Pemimpin rasional adalah kepemimpinan yang wewenangnya didasarkan
pada hukum dan kaidah-kaidah yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat. Pada
masyarakat yang menerapkan nilai-nilai demokratis, biasanya pemimpin yang
mendapatkan kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan
terbatas. Dan ketiga, pemimpin karismatik yaitu didasarkan pada seseorang yang
mempunyai kemampuan khusus yang didapatkan karena anugrah. Wewenang ini
tidak diatur oleh kaidah-kaidah tradisional dan rasional, bahkan sifatnya
cenderung irasional. Adakalanya wewenang kharismatik bisa hilang dari seorang
pemimpin manakala masyarakatnya sendiri telah berubah dan mempunyai faham
yang berbeda. Dan karisma bisa saja bertahan dan bahkan meningkat sesuai
dengan individu yang bersangkutan membuktikan manfaat bagi masyarakat dan
pengikut-pengikutnya akan menikmatinya (Mustafa, 2011: 16).
Kata “Kebudayaan” dan “culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang
bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai
suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti “daya dari budi”.
Karena itu mereka membedakan “budaya” dari “kebudayaan”. Demikianlah
“budaya” adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
“kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Dalam istilah
“antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata “budaya” di sini hanya
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
17
dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama
(Koentjaraningrat, 1990: 181).
Kata culture, yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan
“kebudayaan” berasal dari kata latin colere yang berarti “mengolah,
mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang
arti culture sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah
tanah dan merubah alam (Koentjaraningrat, 1990: 182).
Koentjaraningrat mengemukakan di dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Ilmu Antropologi (1990) bahwa dia setuju sekali dengan pendapat
seeorang ahli sosiologi, Talcott Parsons yang bersama dengan A.L. Kroeber
menganjurkan untuk membedakan secara tajam antara wujud kebudayaan sebagai
suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu
rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Koentjaraningrat (1980:
87) menggolongkan tiga wujud kebudayaan, yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak
dapat diraba atau difoto. Lokasinya adadi dalam kepala-kepala, atau dengan
perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan
bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
18
tadi dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam
karangan dan buku-buku hasik karya para penulis warga masyarakat
bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disk,
arsip, koleksi microfilm, dan lain-lain.
Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau social
system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan
serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, dari hari kehari, dan tahun ke
tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem
sosial itu bersifat konkret, terjadi disekelilig kita sehari-hari, bisa diobservasi,
difoto dan didokumentasi.
Wujud kebudayaan ketiga disebut sebagai kebudayaan fisik, dan tak perlu
memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari
aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya
paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,
dan difoto. Seperti pabrik, pesawat, komputer dan alat elektronik lainnya, alat-alat
kerja. Isi kebudayaan sering juga disebut unsur-unsur kebudayaan universal terdiri
dari tujuh unsur, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial,
(4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6)
sistem religi, dan (7) kesenian (Koentjaraningrat, 1990: 204). Ketiga wujud
kebudayaan itu menunjukan identitas bangsa pendukungnya yang di dalamnya
mengandung norma-norma dan tatanan nilai yang mengatur tingkah laku manusia
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
19
dalam hidup bermasyarakat seperti hubungan manusia dalam ini individu dengan
masyarakat, hubungan manusia dengan leluhurnya.
2. Pendekatan Penelitian
Berangkat dari beberapa asumsi yang diungkapkan di atas, pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: menggunakan pendekatan antropologi
dan sosiologi. Pendekatan Antropologi digunakan untuk menggambarkan
kehidupan sehari-hari serta corak kebudayaan desa dengan adanya kepala adat
sebagai pemimpin non formal. Penulis juga melakukan pendekatan Sosiologis
karena berkaitan langsung dengan masyarakat sehingga menuntut penulis untuk
lebih dekat dengan masyarakat sebagai objek yang dipimpin oleh kepala adat.
Seperti yang tertulis dalam buku Sartono Kartodirdjo (1993: 4),
penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan,
ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-
unsur mana yang diperhatikan, dan lain sebagainya. Pendekatan Sosiologi sudah
tentu akan meneropong segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, umpamanya
golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan
golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan, ideologi, dan lain sebagainya.
Pendekatan Antropologis mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku
tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola
hidup dan lain sebagainya.
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
20
Kedua pendekatan ini penting berkaitan dengan judul yang penulis ambil
yaitu Peran Kepala Adat dalam Menjaga Kelestarian Budaya di Desa Rawaheng,
Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2012.
G. Metode Penelitian
Pada bagian ini merupakan penguraian mengenai metode dan teknik
penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan dengan
skripsi yang berjudul Peran Kepala Adat dalam Menjaga Kelestarian Budaya di
Desa Rawaheng Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas Tahun 2002-2012.
Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode sejarah yaitu dengan
cara menggabungkan metode penelusuran historis dokumenter dan metode
penyeilidikan dengan teknik observasi. Observasi dilakukan dalam dua jenis,
yaitu survei kepustakaan dengan mengumpulkan dan mempelajari semua pustaka
yang memuat perihal yang berkaitan dengan judul atau rumusan masalah serta
observasi lapangan yaitu mengadakan penelitian dan pengamatan langsung ke
obyek serta mendokumentasikan.
Adapun tahapan-tahapan metode sejarah adalah sebagai berikut.
1. Heuristik
Heuristik merupakan sebuah tahapan atau kegiatan untuk mencari ataupun
menemukan sumber, data dan informasi mengenai masalah yang diangkat, baik
tertulis maupun tidak tertulis (dokumen dan artifak), yang disesuaikan dengan
jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo, 1995: 94). Secara sederhana,
heuristik merupakan mencari jejak-jejak yang ditinggalkan karena setiap
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
21
aktivitas pastilah meninggalkan bukti-bukti bahwa pernah ada suatu aktivitas.
Sumber-sumber ini berupa:
a. Sumber Tradisi Lisan
Sumber tradisi lisan merupakan keterangan langsung dari para
pelaku. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut. Sumber lisan yang penulis
kumpulkan antara lain menggunakan metode sejarah lisan kepada sejumlah
informan yang dijadikan narasumber untuk melengkapi hal-hal yang tidak
termuat dalam dokumen, adapun informan yang penulis jadikan narasumber
adalah sesepuh dari Desa Rawaheng serta para warga dan tokoh masyarakat
yang oleh peneliti dianggap mengetahui mengenai seluk-beluk desanya.
Selanjutnya, melakukan wawancara dengan Kepala Desa untuk mengetahui
profil Desa yang beliau pimpin. Narasumber berikutnya adalah Kepala Adat
atau kuncen Desa Rawaheng sebagai pelaku di lapangan.
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara
menurut sasaran penjawabnnya yaitu wawancara perorangan dan
wawancara kelompok. Wawancara perorangan yaitu apabila proses tanya-
jawab tatap muka itu berlangsung secara langsung antara pewawancara
dengan seseorang-seseorang yang diwawancarai. Sedangkan wawancara
kelompok apabila proses interviu itu berlangsung sekaligus dua orang
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
22
pewawancara atau lebih menghadapi dua orang atau lebih yang
diwawancarai (Narbuko dan Achmadi, 2010: 83).
b. Sumber Tulisan
Sumber tertulis yang penulis kumpulkan antara lain laporan data
statistik yang diperoleh dari Desa dan Kecamatan untuk mengetahui jumlah
warga, letak geografis desa Rawaheng, sarana kesehatan, sarana pendidikan
dan lain sebagainya.
2. Kritik
Kritik sendiri terbagi menjadi dua, pertama adalah kritik ekstern, yaitu kritik
yang dilakukan dari sisi luar (outentitas dari sumber) dalam hal ini peneliti
melakukan kritik terhadap dokumen-dokumen yang diberikan oleh informan
apakah berkaitan dengan peran kepala adat terhadap kelestarian budaya di desa
Rawaheng dilihat dari fisiknya (kertas, ejaan, tinta, dll) asli atau salinan. Kedua
adalah kritik intern, yaitu kritik dari dalam (mengecek kredibilitas dari sumber)
informasi yang telah diberikan oleh para informan dengan melihat dari
kejiwaan, serta kebenaran informasi itu sendiri. Tujuan yang hendak dicapai
dalam tahap ini adalah untuk memilih sumber yang relevan dengan masalah
yang dikaji (Kuntowijoyo, 1995: 98).
3. Interpretasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan interpretasi (penafsiran) terhadap data
tersebut. Tahap ini sering disebut sumber subjektivitas, karena menurut
Kuntowijoyo (1995:100) pendapat tersebut sebagian benar dan sebagian lagi
salah. Interpretasi sebagai sumber subjektifitas dikatakan benar karena tanpa
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
23
penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan
mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain
dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Interpretasi mengandung
maksud sebagai penafsiran terhadap data yang terkumpul setelah dilakukan
penyeleksian atau pengujian sumber (kritik sumber). Dengan kata lain dalam
langkah ini peneliti menggabungkan semua fakta-fakta yang telah didapat dari
para informan menjadi satu kesatuan. Kemudian dilanjutkan dengan
melakukan penafsiran oleh penulis dengan keberadaan peran kepala adat
terhadap kelestarian budaya (Kuntowijoyo, 1995: 100).
4. Historiografi atau Penulisan Sejarah
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dari berbagai
sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk tulisan sejarah. Setelah
melakukan penafsiran terhadap data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa
tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk
dibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan struktur dan gaya
bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain
dapat mengerti pokok-pokok pikiran yang diajukan oleh penulis. Pada tahap ini
peneliti melakukan penulisan sehingga dapat menjadi karya tulis ilmiah yang
sesuai dengan ketentuan keilmuan (Kuntowijoyo, 1995: 102).
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
24
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempelajari skripsi ini maka penulis akan mencoba untuk
menjelaskan sistematika yang tercantum didalamnya. Sistematika yang dipakai
adalah :
BAB 1 : Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Landasan Teori dan Pendekatan
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penelitian
BAB II Profil Desa Rawaheng
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Kondisi Geografis
2. Keadaan Demografi
B. Sarana dan Prasarana
1. Ekonomi
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Peribadatan
5. Kelembagaan di Desa Rawaheng
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013
25
6. Sistem Pemerintahan Desa Rawaheng
BAB III Asal Usul Kepala Adat
A. Sejarah Singkat Desa Rawaheng
B. Asal usul kepala adat dan tradisi di Rawaheng
C. Pemilihan Kepala Adat
BAB IV Peran Kepala Adat
A. Hubungan Peran Kepala Adat dengan Teori Kepemimpinan
B. Peran Dalam Menjaga Kelestarian Adat dan Tradisi
C. Peran Dalam Menengahi Konflik
D. Faktor Penghambat dan Pendukung Dalam Melestarikan Budaya
BAB V Simpulan dan Saran
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Peran Kepala Adat..., Dwi Setiawan, FKIP UMP, 2013