bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia bab i.pdfmenjadi warga...

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dasar di Indonesia merupakan pondasi bagi jenjang pendidikan selanjutnya haruslah berperan dalam membentuk suatu pondasi yang kokoh berkaitan dengan watak serta kepribadian anak khususnya peserta didik. Namun apabila pondasi dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan yang berdampak pada pembentukan watak serta kepribadian anak tidak kuat, nantinya anak akan mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif. Pengarahan dari lingkungan terhadap perilaku anak yang berjalan dari waktu ke waktu secara terus-menerus tentu akan membentuk kepribadian anak. Lingkungan pendidikan dapat dikatakan berhasil jika lingkungan pendidikan tersebut mampu merubah tingkah laku anak baik dari segi kognitif, psikomotorik, hingga afektif anak ke arah yang lebih baik (Ahmadi, 2007). Sekolah merupakan lingkungan kedua dimana anak berinteraksi dengan warga sekolah (kepala sekolah, guru-guru, karyawan sekolah, dan siswa lain) dan mengembangkan kemampuannya. Perlu diketahui bahwa interaksi yang dilakukan oleh anak di sekolah mengandung muatan nilai serta aspek-aspek sosiomoral. Proses interaksi tersebut tidak hanya berkenaan dengan pendidikan kognisi anak melainkan berkenaan dengan perkembangan aspek-aspek pribadi lainnya. Sekolah Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Upload: halien

Post on 11-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dasar di Indonesia merupakan pondasi bagi jenjang

pendidikan selanjutnya haruslah berperan dalam membentuk suatu pondasi yang

kokoh berkaitan dengan watak serta kepribadian anak khususnya peserta didik.

Namun apabila pondasi dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan yang

berdampak pada pembentukan watak serta kepribadian anak tidak kuat, nantinya

anak akan mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif. Pengarahan dari lingkungan

terhadap perilaku anak yang berjalan dari waktu ke waktu secara terus-menerus

tentu akan membentuk kepribadian anak. Lingkungan pendidikan dapat dikatakan

berhasil jika lingkungan pendidikan tersebut mampu merubah tingkah laku anak

baik dari segi kognitif, psikomotorik, hingga afektif anak ke arah yang lebih baik

(Ahmadi, 2007).

Sekolah merupakan lingkungan kedua dimana anak berinteraksi dengan

warga sekolah (kepala sekolah, guru-guru, karyawan sekolah, dan siswa lain) dan

mengembangkan kemampuannya. Perlu diketahui bahwa interaksi yang dilakukan

oleh anak di sekolah mengandung muatan nilai serta aspek-aspek sosiomoral.

Proses interaksi tersebut tidak hanya berkenaan dengan pendidikan kognisi anak

melainkan berkenaan dengan perkembangan aspek-aspek pribadi lainnya. Sekolah

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

2

juga bertujuan untuk memfasilitasi segala sesuatu yang berkaitan dengan proses

perkembangan siswa agar menjadi pribadi yang sejalan dengan norma-norma

yang berlaku di masyarakat. Melalui sekolah, siswa dipersiapkan menjadi seorang

pribadi yang memiliki kepribadian yang baik. Siswa tidak hanya didik untuk

menjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang

baik pula (Darwis, 2006).

Menurut Ahmadi & Uhbiyati (2007), pendidikan harus mempersiapkan

siswa agar dapat hidup berdampingan secara damai dengan orang lain di

sekitarnya. Pendidikan mempunyai tugas untuk membentuk perilaku serta watak

pada anak agar kelak dapat menyesuaikan diri pada lingkungan hidupnya.Tentu

saja, sekolah tidak hanya menjadi pemeran tunggal didalam pembentukan

perilaku dan kepribadian anak tetapi harus berkolaborasi dengan lingkungan

rumah dan masyarakat agar lebih optimal.

Akhir-akhir ini kasus kekerasan di sekolah juga semakin marak ditemui

baik di media cetak maupun media elektronik. Bahkan kekerasan yang

merupakan bentuk perilaku agresif ini telah mengarah kepada tindak kriminal.

Lebih parahnya, pelakunya adalah seorang anak seusia sekolah dasar. Kekerasan

merupakan suatu hal yang paling banyak ditakuti oleh manusia. Baik kekerasan

langsung maupun tidak langsung, baik kekerasan verbal maupun non verbal.

Kekerasan bisa terjadi dimana saja, di rumah, di lingkungan kerja, bahkan di

sekolah sekalipun. Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

3

kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah

praktik kekuasaan. Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi di sekolah adalah

bullying (Martono, 2012).

Kasus bullying di Indonesia sudah merajalela di sekolah-sekolah. Baik di

tingkat sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), saat ini kasus bullying menduduki

peringkat teratas pengaduan masyarakat. Periode 2011 hingga Agustus 2014,

KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25%

dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang

disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar,

diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (KPAI, 2014).

Bullying merupakan istilah yang asing bagi kebanyakan masyarakat

Indonesia, walaupun fenomena ini telah berlangsung lama dan terjadi di berbagai

segi kehidupan termasuk dunia pendidikan. Belum ada penelitian formal yang

mengukur pemahaman murid terhadap istilah bullying di Indonesia (Soedjatmiko,

2013). Bullying merupakan fenomena yang tersebar di seluruh dunia. Prevalensi

bullying diperkirakan 8 hingga 50% di beberapa negara Asia, Amerika, dan Eropa

(Kim, Koh, & Leventhal, 2008).

Prevalensi bullying di Indonesia belum terdapat data yang pasti.

Penelitian Huneck (2006), diperkirakan 10%-16% pelajar Sekolah Dasar (SD)

kelas IV-VI di Indonesia mengalami bullying sebanyak satu kali per minggu.

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

4

Survei di berbagai belahan dunia menyatakan bahwa bullying paling banyak

terjadi pada usia 7 tahun (kelas II SD), dan selanjutnya menurun hingga usia 15

tahun (Glew, Rivara, Feudtner, 2006). Studi lain menyatakan prevalensi bullying

tertinggi pada usia 7 tahun dan 10-12 tahun (Weir, 2007). Anak laki-laki lebih

sering terlibat dalam bullying dibandingkan anak perempuan (Netto, 2007).

Bullying memberikan dampak negatif terhadap pelaku dan korban. Dampak

terbesar dialami oleh korban bullying. Korban bullying mengalami gangguan

psikosomatik dan psikososial. Gangguan prestasi belajar dan tindakan bolos

sekolah yang kronik juga dikaitkan dengan kemungkinan menjadi korban

bullying. Strategi dalam penanganan bullying memerlukan pendekatan holistik

yang melibatkan guru, orangtua, murid, pekerja sosial, dan dokter (Yayasan

Pemantau Hak Anak, 2007). Dokter anak memiliki peran penting dalam

permasalahan bullying. Peran dokter anak di antaranya mengidentifikasi pasien

berisiko, menasihati keluarga, dan mendukung implementasi program anti-

bullying di sekolah. Peran lainnya ialah melakukan skrining masalah mental dan

melakukan rujukan apabila perlu (Vanderbilt, 2008).

Fakta menunjukkan, bullying terhadap anak yang terjadi di Indonesia

bukan fenomena yang baru di lingkungan sekolah, tempat tinggal dan lingkungan

bermain anak. Menurut Ken Rigby dalam buku Astuti (2008) menyatakan bahwa

bullying merupakan hasrat untuk menyakiti, yang diaktualisasikan dalam aksi

sehingga menyebabkan seorang individu atau kelompok menderita. Aksi ini

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

5

dilakukan secara langsung oleh seseorang ataupun kelompok yang lebih kuat,

biasanya kejadiannya berulangkali dan pelaku tersebut melakukan bullying

dengan perasaan senang.

Astuti (2008) dalam bukunya menjelaskan bahwa bullying merupakan

suatu tindakan untuk menyakiti orang lain dan menyebabkan seseorang menderita

dan mengganggu ketenangan seseorang. Tindakan penculikan, penganiayaan

bahkan intimidasi atau ancaman halus bukanlah sekedar masalah kekerasan biasa,

tindakan ini disebut bullying karena tindakan ini sudah bertahun-tahun dilakukan

secara berulang, bersifat regeneratif, menjadi kebiasaan atau tradisi yang

mengancam jiwa korban. Korban yang di-bully biasanya anak yang pendiam dan

anak yang susah bergaul dengan teman di sekitarnya. Bullying terjadi karena

adanya beberapa faktor penyebab yaitu, perbedaan ekonomi, agama, gender,

tradisi dan kebiasan senior untuk menghukum yunior-nya yang sering terjadi.

Adanya perasaan dendam atau iri hati, adanya semangat untuk menguasai korban

dengan kekuatan fisik dan daya tarik seksual. Selain itu, pelaku melakukan

bullying untuk meningkatkan popularitasnya dikalangan teman sepermainnya

(peergroup).

Bentuk penyimpangan perilaku yang terjadi pada siswa sekolah dasar

tidak hanya berupa kekerasan yang merupakan salah satu bentuk dari perilaku

agresif. Pada kenyataannya, hal-hal yang kita pandang sebagai perilaku yang

wajar dilakukan anak usia SD pun terkadang tergolong dalam penyimpangan

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

6

perilaku. Mulai hanya sekedar mengolok-olok temannya, memelototi teman,

hingga mencoreti hiasan kelas. Penyebab bullying terjadi tidak hanya oleh satu

faktor saja tetapi setiap bagian yang ada di sekitar anak juga turut memberikan

kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam munculnya perilaku

tersebut. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain faktor dari keluarga, faktor

lingkungan, faktor sekolah dan faktor pengaruh media. oleh karena itu penyebab

terjadinya perilaku bullying tidak hanya dilatar belakangi oleh satu faktor saja

tetapi segala faktor baik itu faktor eksternal maupun faktor internal (SEJIWA,

2008). Menurut Suharto dalam buku Huraerah (2012), dijelaskan bahwa korban

bullying biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut, berasal dari keluarga miskin,

anak yang mengalami cacat fisik, berasal dari keluarga yang broken home

(perceraian orang tua) atau keluarga yang menikah dini sehingga menyebabkan

belum matang proses pemikiran secara psikologis.

Tindakan kekerasan (bullying) yang dialami anak-anak adalah perlakuan

yang akan berdampak jangka panjang dan akan menjadi mimpi buruk yang tidak

pernah hilang dari ingatan anak yang menjadi korban. Menurut Saptandari dalam

buku Suyanto (2010), dampak yang dialami anak-anak yang menjadi korban

tindak kekerasan biasanya kurangnya motivasi atau harga diri, mengalami

problem kesehatan mental, mimpi buruk, memiliki rasa ketakutan dan tidak

jarang tindak kekerasan terhadap anak juga berujung pada terjadinya kematian

pada korban.

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

7

Dampak psikologis yang dialami korban bullying adalah munculnya

ganggunan kesejahteraan psikologis yang rendah dimana korban merasa tidak

nyaman, takut, rendah diri, tidak berharga, penyesuaian sosial yang buruk dimana

korban takut kesekolah, tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan, prestasi

akademik yang menurun, bahkan keinginan untuk bunuh diri daripada harus

menghadapi tekanan-tekanan berupa hinaan dan hukuman. Apabila bullying tidak

segera diatasi anak akan tumbuh sebagai pribadi yang pencemas, gugup dan

kurang percaya diri (Wiyani, 2012).

Peserta didik dalam jenjang pendidikan sekolah dasar sangat rentan akan

perilaku bullying. Perilaku kurang baik seperti bullying yang ditampilkan siswa di

sekolah akan mengganggu proses belajar mengajar yang berdampak pada hasil

belajar siswa. Apabila guru dan wali murid tidak benar-benar mengawasi

perkembangan peserta didik, peserta didik akan dapat menjadi korban bullying

atau bahkan pelaku bullying terhadap temannya. Oleh sebab itu guru selaku

pendidik atau wali murid disekolah harus mengawasi perkembangan peserta

didiknya agar tidak terjadi bullying pada peserta didiknya (Riri, 2013).

Bullying sering tidak ditanggapi secara serius oleh orang tua, orang tua

cenderung melimpahkan kasus tersebut kepada guru. Menurut Steven dalam

Astuti (2008) bullying akan menjadi lebih sering dilakukan karena minimnya

respon orang tua dan guru. Hal ini menegaskan bahwa orang tua dan guru lebih

sering membiarkan dan menganggap sepele apa yang terjadi pada diri anak

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

8

maupun siswanya. Seorang guru memiliki keterbatasan dalam melihat dan

mengamati satu persatu permasalahan yang dihadapi siswa-siswinya.

Upaya melaksanakan pendidikan di sekolah, dibutuhkan berbagai faktor

pendukung. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi kelas maupun sekolah yang

kondusif bagi siswa, yaitu kondusif secara fisik dan non fisik. Kondusif secara

fisik meliputi kondisi bangunan, fasilitas serta lingkungan yang dapat mendukung

keberhasilan pendidikan. Kondusif secara non fisik adalah terjaganya suasana

sekolah. Sekolah dikategorikan kondusif secara non fisik, bila sekolah tersebut

mampu menciptakan suasana yang damai atau peaceful. Wiyani (2012),

mengungkapkan sekolah yang damai memiliki 9 (sembilan) kriteria, yaitu bebas

dari pertikaian dan kekerasan, memiliki ketentraman, nyaman dan aman,

memberikan perhatian dan kasih sayang, mampu bekerja sama, akomodatif,

memiliki ketaatan terhadap peraturan, mampu menginternalisasikan nilai-nilai

agama dan berhubungan baik dengan masyarakat. Kondisi damai atau peaceful

menjadi kebutuhan setiap sekolah.

Kasus bullying di sekolah semakin lama menjadi fenomena yang

menyebar di dunia dan memiliki dampak negatif terhadap atmosfer sekolah dalam

menciptakan lingkungan belajar yang baik tanpa rasa takut. Selain itu bullying

juga memiliki dampak negatif untuk kehidupan ke depan bagi siswa baik pelaku

maupun korban, sehingga dengan adanya fenomena ini perlu adanya intervensi

untuk mengurangi perilaku bullying di sekolah (Darmawan, 2010).

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

9

Berdasarkan studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara dan pra

observasi pada anak SD dan terdapat kasus anak melakukan bullying terhadap

temannya sendiri. Beberapa anak melakukan bullying kepada anak lain secara

fsikis dan psikis. Bullying secara fisik nampak pada kejadian anak A mendorong

anak B hingga jatuh. Bullying secara psikis nampak pada kejadian seperti siswa

yang berkata tidak sopan pada saat dia tersinggung dan emosi, bahkan dalam

keadaan normal pun kata-kata kasar sering dipergunakan. Anak juga kerap

mengejek temannya hingga menangis. Terdapat juga anak yang menghasut

teman-temannya sehingga dia tidak memiliki teman sama sekali. Berdasarkan

hasil pra survey dan pra wawancara dengan beberapa guru di Sekolah Dasar

Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas terdapat berbagai kasus yang

berkaitan dengan penyimpangan perilaku yang dilakukan siswa, yakni: (1) Guru

melakukan bullying terhadap siswa (2) Siswa melakukan bullying terhadap teman

dan guru, (3) Siswa berbicara kurang sopan, (4) Siswa melakukan pencurian

uang teman sekelasnya, dan (5) Siswa berperilaku tidak sesuai dengan identitas

gendernya (transeksualisme).

Hal ini oleh guru dianggap lumrah dan wajar padahal di dalamnya adalah

bullying secara psikologis. Contoh lain misalnya menyebut anak bodoh, nakal

ataupun pemalas menjadi label bagi siswa, ini merupakan bullying secara verbal

yang dapat berdampak negatif bagi siswa. Hal-hal semacam ini kurang

diperhatikan guru sebagai salah satu bentuk tidak adanya sikap dan perilaku

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

10

respect kepada orang lain. Dengan dimilikinya pengetahuan tentang bullying oleh

guru sebagai pendidik, maka pada waktu melakukan pengamatan di sekolah dapat

dengan mudah mengenali, mengidentifikasi dan mengklasifikasi jenis-jenis

bullying yang sering terjadi di sekolah.

Guru memiliki peranan yang sangat besar dalam dinamika kelas. Sebagai

pihak yang dinilai memiliki otoritas atas jalannya suatu kegiatan belajar, guru

dituntut untuk dapat menciptakan iklim kelas yang sejuk dan memungkinkan

interaksi yang sehat antar komponen kelas yang ditandai dengan penghargaan dan

kesadaran akan perbedaan tiap-tiap siswa di kelas. Kurangnya pengawasan orang

dewasa atau guru pada saat jam istirahat, ketidakpedulian guru dan siswa terhadap

perilaku bullying, serta penerapan peraturan anti bullying yang tidak konsisten

merupakan kondisi-kondisi yang menumbuhsuburkan terjadinya bullying di

sekolah. Latar belakang sekolah juga turut mempengaruhi terjadinya bullying.

Secara konseptual, bullying cenderung terjadi di sekolah yang kurang memiliki

pengawasan, longgar dalam menerapkan aturan serta pihak-pihak pemegang

otoritas tidak memiliki sikap dan pandangan yang tegas terhadap bullying (Elliot,

2008).

Penelitian Newman, et al. (2008) membuktikan bahwa perilaku bullying

pada anak-anak dapat berkurang secara signifikan berkat kerjasama masyarakat,

konselor, guru dan siswa. Komitmen guru menjadi faktor yang menentukan dalam

penurunan kasus bullying, memiliki jangkauan paling luas untuk melakukan

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

11

intervensi yang secara intens berinteraksi dengan siswa baik pelaku, korban

maupun penonton. Guru juga dapat melakukan kontak dengan orang tua dan yang

paling penting memiliki peran utama dalam menciptakan sekolah aman. Selain itu

guru diidentifikasi sebagai agen kunci perubahan dalam penanganan perilaku

bullying meskipun pada kenyataannya guru hanya sedikit berperan dalam

penanganan bullying dan terbatas di lingkungan sekolah, serta pada pemanggilan

pelaku (Nugroho, 2009).

Biasanya guru dapat menangani bullying dalam setting kelas dengan

menerapkan strategi pengaturan perilaku. Kebanyakan guru belum merespon

peristiwa bullying secara efektif dan cenderung mengabaikan. Ini karena guru

merasa bahwa dirinya tidak memiliki keterampilan untuk menangani bullying.

Alasan yang membuat guru gagal dalam menangani perilaku bullying karena guru

tidak memahami pengertian bullying secara keseluruhan, tidak memiliki

kepercayaan diri untuk merespon perilaku bullying, memiliki rasa takut akan

membuat sesuatu yang lebih buruk bagi korban (Crothers & Kolbert, 2008).

Selain itu guru tidak mendapatkan laporan dari siswa yang mengetahui peristiwa

bullying serta merasa takut untuk bertanggungjawab dalam kasus yang

melibatkan kekerasan. Salah satu penyebab minimnya penanganan yang

dilakukan guru adalah pengetahuan guru yang rendah mengenai perilaku bullying

(SEJIWA, 2008). Pengetahuan guru terhadap bullying berdampak pada frekuensi

guru dalam menangani bullying. Semakin guru memahami dan memiliki

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

12

keterampilan maka penanganannya menjadi lebih intensif, namun pada

kenyataannya pengetahuan guru masih belum memadai (Nugroho, 2009).

Newman, Carlos dan Horne (dalam Sugiariyanti, 2010) melakukan

penelitian eksperimen terhadap para guru. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa program perlakuan yang diberikan kepada guru secara efektif

meningkatkan pengetahuan guru dalam penggunaan keterampilan intervensi,

efikasi diri personal guru dan etikasi diri yang berhubungan dengan menghadapi

anak-anak tipe khusus dan mengurangi bullying di ruang kelas yang dinilai

melalui acuan kedisiplinan. Selain itu, survei yang dilakukan oleh SEJIWA

(dalam Sugiariyanti, 2010) juga menyimpulkan bahwa peran guru sangat

diperlukan dalam mengatasi tindakan bullying dan menciptakan lingkungan yang

positif di sekolah. Namun, dampak negatif yang ditimbulkan dari tindakan

bullying belum disadari sepenuhnya oleh guru. Hasil survei tersebut menunjukkan

bahwa 18,3% guru (sekitar 1 dari 5 guru) menganggap bahwa mengintimidasi dan

mengejek adalah hal biasa dalam kehidupan siswa sekolah dan tidak perlu

diributkan. Sebanyak 27,5% guru (sekitar 1 dari 4 guru) berpendapat bahwa

sesekali mengalami penindasan tidak akan berdampak buruk pada kondisi

psikologis siswa.

Mengacu paparan dan permasalahan di atas bahwa pelaku bullying akan

cenderung mengulang perilakunya ketika ada penguatan, sehingga perlu adanya

pengetahuan guru dalam menangani bullying. Ketika guru memiliki pengetahuan

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

13

menangani bullying maka guru akan menggunakan pengetahuan tersebut untuk

mencegah peristiwa bullying di sekolah. Sebaliknya apabila guru tidak memiliki

pengetahuan untuk menangani bullying, maka guru cenderung menganggap wajar

atau mengabaikan peristiwa bullying di sekolah.

Melihat luasnya permasalahan mengenai penyimpangan perilaku seperti

diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku

bullying. Hal yang demikian dikarenakan tindak kekerasan (bullying) dapat

memberikan dampak yang negatif untuk jangka waktu yang pendek dan panjang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian

tentang “Gambaran Pengetahuan Guru Tentang Perilaku Bullying di Sekolah

Dasar Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas“.

B. Rumusan Masalah

Besarnya pengaruh terjadinya bullying di sekolah berdampak negatif pada

siswa yang akan mengganggu proses belajar mengajar dan berdampak pada hasil

belajar siswa. Komitmen dan pengetahuan guru menjadi faktor yang menentukan

dalam penurunan kasus bullying. Berdasarkan uraian latar belakang masalah

diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat

pengetahuan guru tentang perilaku bullying pada anak SD di Desa Karangtengah

Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas?”.

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

14

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengetahuan guru tentang perilaku bullying pada anak SD

di Kelurahan Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan karakteristik guru SD di Desa Karangtengah Kecamatan

Baturraden Kabupaten Banyumas.

b. Mendeskripsikan pengetahuan guru tentang pengertian bullying pada anak

SD di Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

c. Mendeskripsikan pengetahuan guru tentang karakteristik bullying pada anak

SD di Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

d. Mendeskripsikan pengetahuan guru tentang bentuk bullying pada anak SD di

Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

e. Mendeskripsikan pengetahuan guru tentang penyebab bullying pada anak SD

di Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

f. Mendeskripsikan pengetahuan guru tentang dampak bullying pada anak SD

di Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

g. Mendeskripsikan pengetahuan guru tentang perilaku bullying pada anak SD

di Kelurahan Karangtengah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas.

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

15

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa tentang permasalahan yang ada di sekolah, terutama terkait dengan

berbagai macam perilaku bullying yang terjadi di sekolah dasar.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

informasi kepada guru mengenai berbagai perilaku bullying yang terjadi di

kelas, agar guru dapat menganalisis berbagai kemungkinan solusi untuk

mengatasi perilaku menyimpang siswa tersebut, serta mencegah terjadinya

perilaku bullying yang terjadi di sekolah.

3. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

keilmuan mengenai perilaku bullying dan bahan pertimbangan untuk

mengoptimalkan lembaga pendidikan sekolah dasar, khususnya melalui upaya

guru dalam mengatasi perilaku bullying di sekolah.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan

keilmuan dan wawasan dalam kegiatan ilmiah. Pengembangan keilmuan ini

dengan meneliti apa saja perilaku bullying yang terjadi di sekolah.

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

16

E. Penelitian Terkait

1. Indawati, Ika (2016), judul “Upaya guru kelas untuk mengatasi perilaku

bullying pada siswa kelas IV di Sekolah Dasar Islam Lukman Hakim Pakisaji

Malang”. Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif dengan jenis

penelitian studi kasus. Hasil penelitian didapatkan bahwa upaya wali kelas

dalam mengatasi mengatasi perilaku bullying pada siswa kelas IV yatiu,

ketika ada permasalahan wali kelas memanggil siswa yang bersangkutan,

memasukkan dalam catatan buku BK (Bimbingan Konseling), siswa yang

memiliki permasalahan dipanggil satu-satu, memcari tahu masalah yang

terjadi, mengklasifikasikan terlebih dahulu permasalahannya.

Persamaan : Penelitian yang akan dilakukan juga tentang perilaku bullying

yang mengutamakan pada pengetahuan guru.

Perbedaan: Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif dengan jenis

penelitian studi kasus, sedangkan metode penelitian yang akan dilakukan pada

penelitian ini menggunakan kuantitatif deskriptif pendekatan cross sectional

(potong lintang).

2. Sitasari, Novendawati Wahyu (2016), judul “Pengetahuan dan ketrampilan

guru dalam menangani perilaku bullying”. Metode penelitian kuantitatif

dengan menggunakan desain deskripsi korelasi dengan pendekatan cross

sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

pengetahuan dengan keterampilan dalam menangani bullying. Artinya bahwa

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

17

pengetahuan yang dimiliki guru tidak mempengaruhi keterampilan guru

dalam menangani bullying. Ketika guru memiliki pengetahuan yang baik tidak

selalu diikuti dengan keterampilan yang baik. Begitu juga ada guru yang

memiliki keterampilan untuk menangani bullying yang baik, namun

pengetahuannya terhadap bullying masih minim.

Persamaan : Metode penelitian menggunakan kuantitatif deskriptif.

Perbedaan: Variabel penelitian yang digunakan pengetahuan dan ketrampilan

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel, sedangkan

variable penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran (mendeskripsikan).

3. Prayunika, Deva (2016), dengan judul “Gambaran tingkat pengetahuan

tentang bullying di SMP Negeri 11 dan SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta”.

Metode penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif cross sectional. Hasil

penelitian bahwa responden SMP Negeri 11 Yogyakarta dan SMP

Muhammadiyah 3 Yogyakarta memiliki pengetahuan tentang bullying baik.

Persamaan : Metode penelitian menggunakan kuantitatif deskriptif.

Perbedaan: Tempat, waktu, dan responden yang berbeda.

4. Setiani, Titis (2013), dengan judul “Hubungan antara tingkat pengetahuan dan

sikap guru Taman Kanak-Kanak dengan tindakan bullying. Metode penelitian

kuantitatif dengan menggunakan desain deskripsi korelasi dengan pendekatan

cross sectional. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4430/2/devi kurnia BAB I.pdfmenjadi warga sekolah yang baik tetapi juga menjadi warga masyarakat yang baik pula (Darwis, 2006)

18

tingkat pengetahuan dan sikap guru TK dengan tindakan bullying. Analisis

korelasi product moment diperoleh nilai sebesar rxy= 0,789 yang

menunjukkan ada hubungan yang kuat antara pengetahuan dan sikap. Hasil uji

hipotesis diperoleh nilai r hitung = 0,789 lebih besar dari r tabel= 0,361 yang

berarti hipotesis diterima, di mana tingkat pengetahuan dan sikap memiliki

hubungan yang positif dan signifikan.

Persamaan : Metode penelitian menggunakan kuantitatif deskriptif.

Perbedaan: Variabel penelitian yang digunakan pengetahuan dan sikap yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel, sedangkan variable

penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan yang

bertujuan untuk mengetahui gambaran (mendeskripsikan).

5. Fajrin, Ahmad Nur (2013), judul “Hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan perilaku bullying pada remaja di SMK PGRI Semarang”. Metode

penelitian kuantitatif, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif

dengan jenis studi korelasional. Pendekatan yang digunakan cross-sectional.

Hasil penelitian didapatkan bahwa Ada hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan perilaku bullying. Hasil analisa dengan p value = 0,001 (p < 0,05).

Persamaan : Metode penelitian menggunakan kuantitatif deskriptif.

Perbedaan : Tempat, waktu, dan responden yang berbeda.

Gambaran Pengetahuan Guru..., Devi Kurnia..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017