bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64310/potongan/s1...bab i...

31
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin tingginya kompetisi dalam dunia pemasaran, konsumen menjadi lebih selektif dalam melakukan keputusan pembelian (purchase decision). Di sisi lain, preferensi konsumen terhadap sebuah produk berubah secara konstan. Dalam kondisi ini, penting bagi perusahaan untuk dapat memahami perilaku konsumen untuk membentuk suatu strategi komunikasi pemasaran yang kreatif dan mampu menggambarkan keadaan pasar. Salah satunya melalui periklanan. Iklan mengkomunikasikan suatu pesan yang mengandung tujuan untuk memberikan informasi, dan untuk membujuk (Farbey: 1997, 2). Informasi ini diharapkan mampu memberikan stimulus yang akan menimbulkan efek tertentu, seperti kesadaran terhadap produk, pemahaman mengenai produk, perubahan persepsi atau penilaian dan berujung pada tindakan fisik (misal, perubahan sikap, pembelian produk). Iklan dianggap sebagai salah satu media yang tepat karena mampu menyebarkan informasi secara massif serta dapat mencapai audiens yang tersebar secara geografis. Dalam mencapai efektivitas iklan, salah satu cara yang dipakai oleh pengiklan ialah dengan menggunakan brand endorser. Brand endorser merupakan figur pendukung dalam komunikasi pemasaran. Brand endorser sering juga disebut sebagai direct source (sumber langsung) yaitu seorang pembicara yang mengantarkan sebuah pesan dan atau memperagakan sebuah produk atau jasa (Belch & Belch, 2009:168). Mayoritas audiens saat ini cenderung lebih melihat siapa yang mengkomunikasikan pesan daripada apa yang dikomunikasikan. Untuk itu, baik perusahaan maupun pengiklan berusaha untuk mencari sosok yang tepat untuk mengkomunikasikan produknya. Selebriti terkenal menjadi pertimbangan yang besar untuk dijadikan sebagai brand endorser. Pertimbangan ini muncul dengan harapan bahwa penggunaan selebriti

Upload: lethuy

Post on 27-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan semakin tingginya kompetisi dalam dunia pemasaran,

konsumen menjadi lebih selektif dalam melakukan keputusan pembelian

(purchase decision). Di sisi lain, preferensi konsumen terhadap sebuah produk

berubah secara konstan. Dalam kondisi ini, penting bagi perusahaan untuk dapat

memahami perilaku konsumen untuk membentuk suatu strategi komunikasi

pemasaran yang kreatif dan mampu menggambarkan keadaan pasar. Salah

satunya melalui periklanan.

Iklan mengkomunikasikan suatu pesan yang mengandung tujuan untuk

memberikan informasi, dan untuk membujuk (Farbey: 1997, 2). Informasi ini

diharapkan mampu memberikan stimulus yang akan menimbulkan efek tertentu,

seperti kesadaran terhadap produk, pemahaman mengenai produk, perubahan

persepsi atau penilaian dan berujung pada tindakan fisik (misal, perubahan sikap,

pembelian produk). Iklan dianggap sebagai salah satu media yang tepat karena

mampu menyebarkan informasi secara massif serta dapat mencapai audiens yang

tersebar secara geografis.

Dalam mencapai efektivitas iklan, salah satu cara yang dipakai oleh

pengiklan ialah dengan menggunakan brand endorser. Brand endorser

merupakan figur pendukung dalam komunikasi pemasaran. Brand endorser sering

juga disebut sebagai direct source (sumber langsung) yaitu seorang pembicara

yang mengantarkan sebuah pesan dan atau memperagakan sebuah produk atau

jasa (Belch & Belch, 2009:168). Mayoritas audiens saat ini cenderung lebih

melihat siapa yang mengkomunikasikan pesan daripada apa yang

dikomunikasikan. Untuk itu, baik perusahaan maupun pengiklan berusaha untuk

mencari sosok yang tepat untuk mengkomunikasikan produknya. Selebriti

terkenal menjadi pertimbangan yang besar untuk dijadikan sebagai brand

endorser. Pertimbangan ini muncul dengan harapan bahwa penggunaan selebriti

2

sebagai brand endorser diharapkan mampu mewakili citra produk (product

image) yang diiklankan.

Saat ini, praktik penggunaan brand endorser sudah menjadi hal biasa

dalam iklan. Sebagian besar produk yang diiklankan menggunakan brand

endorser, terutama dari kalangan selebriti. Shimp (2007: 304-306) menyatakan

bahwa selebritis sangat berpengaruh disebabkan memiliki kredibilitas yang

didukung faktor keahlian (expertise), sifat dapat dipercaya (trustworthiness) dan

daya tarik (attractiveness). Melalui ketiga karakteristik tersebut, diharapkan

mampu memberikan rasa ketertarikan bagi masyarakat serta menumbuhkan brand

awareness dan brand recall secara instan.

Penggunaan selebriti sebagai brand endorser tersebut merupakan

keputusan yang kritikal bagi para pemasar. Bila diputuskan secara tepat maka

akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat penjualan produk. Di sisi

lain, membutuhkan biaya yang cukup tinggi ketika sebuah perusahaan

memutuskan untuk merekrut selebriti menjadi brand endorser. Konsekuensinya

adalah pemilihan brand endorser perlu mempertimbangkan kredibilitas terutama

kesesuaian antara citra brand endorser dan citra produk yang akan dibangun.

Asosiasi berulang dari suatu produk terhadap selebriti dalam iklan, mengarahkan

konsumen untuk berpikir bahwa produk tersebut memiliki sifat-sifat yang sama

dengan selebriti. Hal ini merupakan nilai tambah dalam penggunaan selebriti

sebagai brand endorser, karena menjadikan produk lebih mudah diingat terutama

untuk produk low involvement1.

Agnes Monica Muljoto atau yang biasa dikenal sebagai Agnes Monica

merupakan salah satu selebriti yang sering dijadikan sebagai brand endorser. Tak

kurang dari 25 produk telah ia endorse dalam kurun waktu tiga tahun. Ditilik dari

pendapat Shimp sebelumnya, salah satu diva Indonesia ini telah memenuhi syarat-

syarat sebagai brand endorser. Kiprahnya di dunia hiburan, terutama dalam

bidang tarik suara sudah tidak diragukan lagi. Berbagai penghargaan bertaraf

1Assael (1992) membagi produk berdasarkan tingkat keterlibatan konsumen serta kompleksitas

dalam pengambilan keputusan. Untuk low involvement product (produk dengan keterlibatan

rendah) adalah jika pembelian menyangkut produk yang tidak mengutamakan image, relatif

murah, tidak berisiko, dan lebih bersifat fungsional.

3

nasional maupun internasional kerap ia raih. Hal ini menyebabkan kredibilitasnya

sebagai seorang selebritis multi talenta telah dipercaya masyarakat.

Namun, banyaknya brand yang menjadikan Agnes Monica sebagai brand

endorser tentu tidak tanpa meninggalkan masalah. Agnes Monica bisa dikatakan

sebagai brand endorser yang sudah overused. Range produk yang ia endorse

sudah sangat jauh, mulai dari sampo hingga jamu (Mix Magazine, 2012:59).

Banyaknya brand dengan berbagai positioning dan segmentasi seringkali

menyebabkan kebingungan di benak konsumen. Agnes Monica menjadi

terasosiasikan dengan berbagai brand yang tak jarang saling berseberangan value-

nya. Hal ini menyebabkan citra brand menjadi bias. Bahkan, Agnes Monica

pernah membintangi dua produk sampo yang sedang head on. Selain itu,

anggapan tidak etis juga muncul karena Agnes Monica terkesan melahap semua

tawaran iklan.

Fenomena multiple brand endorsement memberikan satu pertanyaan baru

dalam dunia periklanan mengenai respon konsumen terhadap brand endorser.

Rasionalitas konsumen yang semakin tinggi menjadikan konsumen semakin tahu

bahwa tidak mungkin selebriti yang bersangkutan menggunakan produk yang

diiklankannya. Eksposur yang tinggi terhadap endorser dengan berbagai

“bendera” yang dibawanya, tak pelak menimbulkan pertanyaan mengenai

kredibilitasnya sebagai brand endorser yang telah memberikan janji-janji dalam

setiap iklan yang ditayangkan. Penggunaan brand endorser akan efektif jika

masyarakat memiliki keyakinan bahwa seorang selebritis akan membeli dan

menggunakan produk yang ia iklankan meskipun dibayar untuk melakukannya

(Ries and Ries, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

Penilaian Konsumen Terhadap Kredibilitas Agnes Monica sebagai Brand

endorser.

4

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : “Bagaimana penilaian konsumen terhadap kredibilitas

Agnes Monica sebagai brand endorser ?”

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes

Monica sebagai brand endorser.

2. Untuk memaparkan penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes

Monica sebagai brand endorser.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Penulis

Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk lebih

mempelajari ilmu-ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dengan

kenyataan yang sebenarnya, khususnya dalam masalah brand management

dan perilaku konsumen (consumer behavior) dengan penggunaan selebriti

sebagai brand endorser.

2. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

untuk menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Jurusan Ilmu

Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Dari hasil penelitian ini,

diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi

pihak-pihak yang berkepentingan terhadap permasalahan brand

management dan perilaku konsumen (consumer behavior).

3. Bagi Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan

bagi perusahaan maupun pengiklan untuk mengembangkan strategi brand

endorser dengan lebih mengingat pemilihan selebriti bukan suatu program

yang murah, sehingga risiko yang harus ditanggung tentunya sangat besar

jika iklan yang telah disampaikan gagal dalam meningkatkan penjualan.

5

E. OBJEK PENELITIAN

Objek dalam penelitian ini adalah penilaian konsumen terhadap

kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Melalui kerangka model S-O-

R, penelitian ini akan melihat sikap konsumen dengan output persepsi konsumen

sebagai basis penilaian dan evaluasi konsumen terhadap kredibilitas Agnes

Monica dalam kapasitasnya sebagai multibrand endorsement.

F. KERANGKA TEORI

1. Komunikasi Pemasaran dalam Iklan

Untuk dapat mengetahui konsep dasar komunikasi pemasaran, terlebih

dahulu dapat dipahami tentang apa yang dimaksud pemasaran. Pemasaran secara

garis besarnya merujuk pada suatu bentuk aktivitas promosi yang melibatkan

faktor komunikasi kepada pembuat-pembuat keputusan perantara maupun kepada

konsumen langsung yang potensial (Mc Quail and Windahl, 1993:97). Konsep

pemasaran merupakan perkembangan yang signifikan, yang bermula dari

beberapa konsepsi, yaitu konsep produksi, konsep produk, dan terakhir konsep

penjualan, yang hanya berorientasi pada bagaimana mendongkrak penjualan

perusahaan. Konsep pemasaran berkembang ketika para pemasar perusahaan

menyadari bahwa akan lebih mudah untuk menjual produk mereka jika mereka

terlebih dahulu mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan dan dibutuhkan oleh

konsumen.

Di dalam sebuah proses pemasaran, pasti terdapat alur penyampaian

informasi atau pesan dari penjual (perusahaan bersangkutan) kepada pembeli

(konsumen). Kotler (2002:5) menyatakan terdapat empat konsep yang menjadi

pokok utama dari pemasaran yang disebut bauran pemasaran, yaitu produk

(product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Dari keempat

variabel bauran pemasaran, promosi merupakan alat utama dalam menjalankan

strategi komunikasi pemasaran. Ketiga variabel lainnya berkoordinasi dengan

variabel promosi untuk menciptakan suatu strategi berkomunikasi yang paling

6

efektif bagi perusahaan. Hal ini berarti bahwa komunikasi pemasaran terdapat

pada desain pemasaran yang ditetapkan perusahaan.

Komunikasi pemasaran merupakan proses dialog antara perusahaan

dengan pasarnya menyangkut produk yang diproduksi perusahaan dan ada

tidaknya kebutuhan dan permintaan dari pasar. Komunikasi pemasaran membawa

pesan produk atau jasa yang ditawarkan kepada pasar, melalui program-program

pemasaran yang sudah ditetapkan perusahaan. Dengan demikian, komunikasi

pemasaran merupakan alat yang digunakan untuk mengimplementasikan seluruh

strategi pemasaran perusahaan untuk dapat memasarkan dan lebih khusus lagi

mengkomunikasikan produknya dengan cara yang paling efektif.

M. Wayne de Lozier memberikan pengertian komunikasi pemasaran

sebagai berikut2 :

1. The process of presenting an integrated set of stimuli to a market target

with the intent of evoking a desired set of responses within that target

market.

2. Setting up channel receive, interpretation, and act upon message from the

market for purposes of modifying present company messages and

identifying new communication opportunities.

Jika diartikan secara bebas, maka komunikasi pemasaran merupakan proses

memberikan seperangkat stimulus yang terpadu kepada target pasar dengan tujuan

menimbulkan berbagai respon yang diharapkan dari target pasar tersebut.

Kemudian dilanjutkan dengan membentuk saluran-saluran untuk menerima,

mengintepretasikan, dan mengambil tindakan terhadap pesan-pesan yang datang

dari pasar yang diperlukan untuk memodifikasi berbagai pesan perusahaan

sebelumnya dan mengidentifikasi peluang-peluang komunikasi yang baru.

Saat ini pemasar mulai memandang komunikasi sebagai manajemen

proses pembelian pelanggan sepanjang waktu selama tahap prapenjualan,

penjualan, pemakaian, dan sesudah pemakaian (Kotler and Armstrong, 2010:113).

Konsumen yang berbeda-beda, memberikan konsekuensi pada program

komunikasi harus dibuat sesuai dengan segmen, tempat, dan bahkan individu yang

2Dalam Widodo A. Setianto. 2010. Handout Kuliah Komunikasi Pemasaran. Jurusan Ilmu

Komunikasi. Universitas Gadjah Mada.

7

berbeda-beda pula. Proses komunikasi dimulai dengan mengidentifikasi potensi-

potensi yang dapat membuat target konsumen berinteraksi dengan produk atau

perusahaan. Pemasar harus mengetahui pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh

pengalaman-pengalaman komunikasi ini pada setiap tahap pembelian.

Pengetahuan ini akan membantu pemasar dalam mengalokasikan dana

komunikasi mereka secara lebih efektif dan efisien.

Iklan merupakan salah satu alat komunikasi pemasaran yang penting dan

populer bagi perusahaan kepada konsumen. American Marketing Association

(dalam Morrisan, 2010:17) mendefinisikan iklan sebagai “any paid form of

nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by

an identified sponsor”. Dengan kata lain iklan adalah setiap bentuk komunikasi

berbayar yang bersifat nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis,

atau ide oleh suatu sponsor yang diketahui. Iklan dikatakan sebagai komunikasi

berbayar karena media yang digunakan harus dibeli kecuali untuk iklan layanan

masyarakat, sedangkan sifat iklan sebagai bentuk komunikasi nonpersonal karena

iklan melibatkan media massa yang dapat menyampaikan informasi kepada

khalayak luas dalam waktu yang bersamaan (Belch and Belch, 2009:16).

Dengan kelebihannya yang mampu menjangkau target konsumen secara

luas, iklan juga dapat membentuk brand image melalui tampilan-tampilan

simbolis melalui berbagai media yang ada. Namun, disisi lain sifatnya yang

nonpersonal menjadikan iklan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan

respon secara langsung dari target konsumen. Untuk itu, perusahaan harus benar-

benar memperkirakan dan menyadari bagaimanakah respon yang akan diberikan

oleh target konsumennya. Iklan diharapkan mampu membangun preferensi

masyarakat terhadap merk tertentu. Guna menunjang keberhasilan komunikasi

pemasaran terpadu, efektivitas iklan harus senantiasa diperhatikan, terutama

terkait dengan pesan dan media. Pesan yang ditampilkan harus menunjang benefit

dari produk yang dikemas dalam kreativitas.

8

2. Brand Endorser

Penggunaan brand endorser sudah menjadi hal biasa dalam bisnis saat ini.

Hampir sebagian besar brand menampilkan brand endorser dalam setiap strategi

periklanannya. Karakter yang menonjol dengan daya tarik yang kuat dan

popularitas yang tinggi menjadi pertimbangan penggunaan brand endorser dalam

strategi periklanan. Brand endorser bertindak sebagai user imagery bagi

konsumen. Brand endorser merupakan wujud nyata dari berbagai image atau

asosiasi yang dipikirkan oleh konsumen pada suatu brand. Asosiasi dan persepsi

yang muncul pada diri konsumen akan membentuk sikap imitasi terhadap brand

endorser yang mendorong pada tindakan pembelian.

Keller dalam bukunya Strategic Brand Management, menyatakan bahwa

pemilihan brand endorser merupakan salah satu upaya pembentukan karakter dari

sebuah brand (brand character), dimana karakter merupakan salah satu elemen

untuk meningkatkan ekuitas brand (2003:147). Melalui karakter, brand terlihat

lebih colorful dan penuh imajinasi, yang berdampak pada timbulnya atensi.

Karakter juga akan membentuk persepsi menyenangkan, menarik, dan berbagai

kesan positif lainnya yang secara tidak langsung dapat membentuk membangun

proses citra diri pada konsumen.

Lebih lanjut lagi, Goldsmith et al (2000) seperti dikutip Seno dan Lukas

(2007:6) memberikan definisi brand endorser sebagai berikut :

“Brand endorser as the extent to which a celebrity is "perceived as

possessing expertise relevant to the communication topic and can be

trusted to give an objective opinion on the subject”.

Goldsmith et al melihat brand endorser merupakan selebriti yang dianggap

memiliki keahlian yang relevan dengan topik yang dikomunikasikan serta dapat

dipercaya untuk memberikan pendapat yang objektif terhadap subjek. Terdapat

kata kunci yang dapat diperhatikan disini, yaitu “keahlian” dan “dapat dipercaya”,

yang menunjukkan bahwa sosok brand endorser lebih dari sekedar “pembicara”,

namun juga kemampuan brand endorser untuk membentuk keyakinan di benak

konsumen atas apa yang dikomunikasikannya. Selebriti dianggap sebagai sosok

yang tepat untuk memerankan brand endorser.

9

Para pemasar percaya bahwa kekuatan sebuah brand berada pada pikiran

konsumen dan pengalaman konsumen mengenai brand tersebut. Mc Cracken

(1989) dalam Ilicic and Webster (2011:6) menyatakan bahwa penggunaan

selebriti sebagai brand endorser merupakan bagian dari pembentukan citra

(image) sebagai kesatuan dalam kegiatan periklanan sehingga diperlukan

simbolisasi yang tepat antara citra brand endorser dan brand. Mc Cracken juga

mengungkapkan bahwa sosok dan citra selebritis yang dikenal masyarakat, secara

otomatis akan turut diteruskan pada produk yang ia endorse (dalam Belch and

Belch, 2009:176). Karakteristik dan kualitas selebriti akan membentuk sebuah

analogi terhadap atribut dan positioning produk kedalam benak konsumen.

Shimp (2010: 251-254) memberikan penjelasan mengenai atribut

(performance) brand endorser antara lain:

a. Credibility (kredibilitas).

Kredibilitas mengarah pada kecenderungan untuk meyakini dan mempercayai

seseorang. Kredibilitas brand endorser mencakup dua hal penting, yaitu dapat

dipercaya (trustworthiness) dan keahlian (expertise).

b. Attractiveness (daya tarik).

Daya tarik tidak hanya berkaitan dengan menarik secara fisik saja, tetapi

termasuk karakteristik yang luhur yang dipersiapkan oleh konsumen dalam

diri brand endorser, seperti kemampuan intelektual, kepribadian, gaya hidup,

dan keahlian dalam bidangnya. Konsep umum attractiveness terdiri dari tiga

komponen, yaitu ketertarikan fisik (physical attractiveness),

penghargaan/penghormatan (respect), kesamaan (similarity).

Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa brand

endorser identik dengan sosok yang terkenal (biasanya selebriti) yang dipilih

sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu dan dapat mewakili citra (image) dan nilai

(value) dari suatu produk. Selebriti dianggap sebagai sosok yang penting dan

dikenal luas oleh masyarakat serta memiliki penggemar yang selalu mengikutinya.

Dalam praktiknya, pemasar menetapkan kontrak dengan selebriti dalam jangka

waktu tertentu serta aturan-aturan bahkan batasan tertentu selama kontrak itu

berlangsung.

10

Banyak teori dan praktik lapangan memperlihatkan bahwa penggunaan

selebriti sebagai brand endorser dalam iklan akan meningkatkan perhatian dan

kesukaan publik terhadap produk yang diiklankan, persepsi konsumen terhadap

kredibilitas brand endorser, brand recall, brand recognition, niat untuk membeli,

hingga keinginan untuk membayar produk dengan harga yang lebih tinggi (Hsu

and Mc Donald, 2002). Logikanya adalah selebritis sebagai sosok yang terkenal

dapat menarik pehatian terhadap brand sebagaimana persepsi yang terbentuk

berdasarkan pengetahuan konsumen terhadap selebriti tersebut. Untuk itu,

pemilihan selebriti sebagai brand endorser perlu mempertimbangan tingkat

pengenalan masyarakat sehingga baik brand awareness maupun citra dari brand

dapat disalurkan.

Sebagai publik figur, selebriti biasanya memiliki penggemar (fans).

Penggemar inilah yang disasar oleh pemasar untuk menciptakan ceruk

kesempatan dalam pasar baik sebagai konsumen maupun sebagai salah satu media

komunikasi pemasaran dalam bentuk buzzer. Dalam praktiknya, penggunaan

selebriti sebagai brand endorser dapat berupa menjadi juru bicara produk, atau

hanya dikaitkan dengan produk. Bentuk-bentuknya dapat berupa secara eksplisit

('Saya mendukung produk ini'), implisit ('saya menggunakan produk ini'),

himbauan ('Anda harus menggunakan produk ini'), atau dikaitkan dengan produk

(hanya muncul bersama dengan produk)" (Seno and Lukas, 2007:4).

Berikut ini adalah peran selebriti sebagai brand endorser yang biasa

digunakan dalam strategi periklanan menurut Schiffman dan Kanuk (2004:88).

a. Testimonial, jika secara personal selebriti menggunakan produk tersebut maka

dia bisa memberikan kesaksian tentang kualitas maupun benefit dari produk

atau brand yang diiklankan tersebut.

b. Endorsement, ada kalanya selebriti diminta untuk membintangi iklan produk

dimana dia secara pribadi tidak ahli dalam bidang tersebut. Biasanya, obyektif

yang ingin didapatkan dalam iklan tersebut hanyalah get voter.

c. Actor, selebriti diminta untuk mempromosikan suatu produk atau brand

tertentu terkait dengan peran yang sedang ia bintangi dalam suatu program

tayangan tertentu.

11

d. Spokeperson, selebriti yang mempromosikan produk, brand atau suatu

perusahaan dalam kurun waktu tertentu masuk dalam kelompok peran

spokerperson.

Mc Cracken menggambarkan selebritis sebagai brand endorser membawa

makna dan citra diri mereka dalam sebuah iklan dan disalurkan pada produk.

Berbagai makna tersebut mencakup status, gender, kelas, usia, kepribadian dan

gaya hidup (dalam Belch and Belch, 2009:176).

Gambar 1.1 Meaning movement and endorsement process

Sumber : Belch and Belch, (2009:176)

Di lain pihak, tidak selamanya penggunaan selebritis sebagai brand

endorser memberikan dampak positif bagi brand. Selebriti yang sering kali

digunakan sebagai brand endorser (overused), menjadikan makna dan citra

sebuah brand menjadi bias. Bahkan konsumen akan menjadi skeptis terhadap

selebriti ketika mereka menyadari bahwa selebriti tersebut dibayar untuk beriklan

hingga muncul anggapan bahwa selebritis tersebut terlalu oportunis dan tidak

tulus. Kemudian kepopuleran selebriti seringkali menimbulkan efek bumerang

bagi brand dimana konsumen justru lebih memperhatikan selebritis tersebut

daripada pesan dari iklan. Di sisi lain ketika selebriti mendapat masalah atau

kehilangan popularitasnya akan berdampak pada berkurangnya angka pemasaran

brand tersebut.

12

Paparan diatas, menjelaskan bahwa dalam strategi penggunaan selebriti

sebagai brand endorser perlu dievaluasi dan dipilih secara matang. Sangat penting

untuk memilih sosok yang dikenal baik dengan asosiasi yang relevan terhadap

brand. Untuk mengurangi bias, idealnya selebriti tidak terkait dengan berbagai

brand dan overexposed. Keikutsertaan selebriti dalam mengkomunikasikan brand

diluar kontrak iklan akan menambah keefektifan penggunaan selebritis sebagai

brand endorser.

3. Konsep Kredibilitas dalam Brand Endorser

Kredibilitas merupakan perihal yang dapat dipercaya. Kredibilitas juga

dapat diartikan sebagai alasan yang masuk akal untuk bisa dipercayai. Seseorang

yang memiliki kredibilitas berarti dapat dipercaya, dalam arti karakter dan

kemampuannya dapat dipercaya. Rogers dan Shoemaker memberikan definisi

kredibilitas sebagai“…the degree to wich a communication source or channel is

perceived as trustworthy and competent by the receiver.” (1971:244). Pernyataan

tersebut menunjukkan bahwa kredibilitas merupakan sejauh mana komunikator

(source) dipandang dapat dipercaya atas kemampuannya oleh khalayak. Dengan

kata lain, kredibilitas terkait dengan akurasi apa yang disampaikan seseorang

sebagai sumber komunikasi, yang berkaitan dengan pekerjaannya terhadap logika,

kebenaran, dan kejujuran kondisi yang ada.

Trustworthiness mengacu pada kelayakan untuk dipercayai. Kejujuran

sumber berkaitan dengan kesan dari penerima (receiver) atas sifat atau karakter

dari sumber menjadi pertimbangan utama. Sedangkan competency berkaitan

dengan kesan penerima atas keahlian yang dimiliki oleh sumber. Sehingga dalam

berkomunikasi, sumber akan dinilai berdasarkan kejujuran dan keahliannya terkait

dengan relevansi topik yang dikomunikasikan.

Kredibilitas mengacu pada kualitas daya persuasi yang bergantung pada

persepsi khalayak akan karakter pembicara. Devito (1997:459-461)

mengidentifikasi lima aspek kualitas utama dari kredibilitas :

13

a. Kompetensi, mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut

khalayak dimiliki oleh pembicara. Semakin tinggi pengetahuan dan kepakaran

yang dirasakan khalayak terhadap pembicara, semakin besar kemungkinan

khalayak untuk mempercayai pembicara.

b. Karakter, mengacu pada itikad dan perhatian pembicara kepada khalayak. Hal

ini merupakan sifat tertentu yang dimiliki komunikator berkaitan dengan

moralnya, seperti kejujuran, keadilan, dan kebenaran sehingga membuat

komunikan mempercayainya.

c. Intensi, mengacu pada motif atau faktor-faktor yang mendorong pembicara

untuk menampilkan pesan dengan cara-cara tertentu yang dapat meningkatkan

kepercayaan penerima.

d. Kepribadian, mengacu pada penampilan komunikator yang memiliki sifat-

sifat menyenangkan seperti bersahabat, terbuka, dan posisi positif lainnya

yang menunjukkan pribadi mereka.

e. Dinamis, mengacu pada pembawaan dalam menyampaikan pesan, seperti

dengan menunjukkan perilaku bersemangat, tegas, percaya diri, dan penuh

keyakinan.

Di lain pihak, kredibilitas tidaklah konstan. Kredibilitas sendiri sebenarnya

tidak terletak pada komunikator, melainkan pada persepsi komunikan. Persepsi

setiap komunikan terhadap komunikator berlainan dan berpindah-pindah dari satu

topik ke topik yang lain. Kredibilitas adalah sejauh mana penerima melihat

sumber memiliki pengetahuan yang relevan, keterampilan, atau pengalaman, serta

dapat dipercaya untuk memberikan pernyataan yang objektif (Belch and Belch,

2009:168). Kredibilitas merupakan salah satu penyebab timbulnya pengaruh dari

komunikator terhadap komunikan. Pengaruh ini dapat diartikan sebagai daya

persuasi yang menimbulkan perubahan sikap maupun tindakan sesuai dengan

yang diinginkan.

Dalam periklanan, kredibilitas brand endorser merupakan salah satu

faktor yang dipertimbangkan oleh audiens untuk mempercayai dan menanggapi

secara positif pesan yang disampaikan dalam iklan. Idealnya, kredibilitas brand

endorser dibentuk ataupun dipengaruhi oleh keahlian atau pengetahuan yang

14

dimiliki endorser (expertise), keterpercayaan publik terhadap brand endorser

(trustworthiness), dan daya tarik (attractiveness) spesifik dengan asosiasi yang

relevan dengan produk yg di-endorse (Keller, 1998:294). Publik lebih mampu

mempercayai suatu pesan bila orang yang menyampaikan pesan tersebut memiliki

cukup pengetahuan mengenai pesan yang disampaikan.

Pada saat sumber informasi (brand endorser) dipersiapkan kredibilitasnya,

sumber tersebut mengubah sikap melalui proses psikologis yang dinamakan

internalisasi (Shimp, 2007:304). Internalisasi terjadi bila seseorang menerima

posisi pendukung tentang suatu isu sebagai miliknya sendiri. Maka dari itu, ketika

seorang selebriti meng-endorse suatu brand, akan terjadi asosiasi yang saling

terkait satu sama lain antara brand dan selebriti di benak konsumen. Sehingga

dapat dikatakan, brand endorser berfungsi sebagai "pesan" yang

menginformasikan mengenai atribut produk dan kualitas suatu brand. Dengan

begitu, secara tidak langsung akan mengikis keraguan dan mendorong preferensi

konsumen terhadap brand. Maka dari itu selebritis dianggap sebagai sumber yang

kredibel dalam menginformasikan produk serta dalam merepresentasikan sebuah

brand.

Senada dengan Keller, Kotler (2000:56) menyatakan bahwa selebritis

sangat berpengaruh disebabkan memiliki kredibilitas yang didukung faktor

keahlian (expertise), sifat dapat dipercaya (trustworthiness) dan adanya kesukaan

(likability). Penambahan elemen kesukaan (likability), berdasarkan pemikiran

bahwa dengan kesukaan atau kekaguman audiens terhadap brand endorser, baik

mengenai penampilan fisik, bakat, maupun kepribadiannya akan turut diteruskan

kepada produkwalaupun brand endorser tersebut tidak memiliki keahlian yang

mumpuni terhadap produk. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa elemen

kesukaan merupakan salah satu faktor dari daya tarik (attractiveness) brand

endorser yang telah dipaparkan Keller sebelumnya.

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tingkat kredibilitas

brand endorser berpengaruh positif terhadap tingkat persuasif dan pembentukan

sikap konsumen terhadap produk yang merupakan indikator dari persepsi (Hakimi

et al, 2011). Hasil ini mendukung temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa

15

keberhasilan dan kegunaan dari sebuah iklan sangat bergantung pada persepsi

konsumen mengenai brand endorser (Lafferty et al, 2002). Terdapat hubungan

kausalitas antara kredibilitas brand endorser dengan persepsi konsumen yang

berdampak pada citra serta preferensi brand bagi konsumen. Hubungan antara

kredibilitas brand endorser terhadap brand menjadi lebih dari sekedar transaksi

satu arah antara biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar brand

endorser dengan citra brand yang dibeli konsumen melalui asosiasi terhadap

brand endorser.

Namun, bagaimanapun juga persepsi konsumen memegang peranan

penting dalam setiap strategi komunikasi pemasaran. Persepsi dianggap lebih

penting dibandingkan kenyataan (realita) karena persepsi dapat mempengaruhi

perilaku nyata dari konsumen. Menurut Burke & Eddel (dalam Yulistiano &

Suryandari, 2003), pembentukan sikap terhadap brand dipengaruhi secara

langsung oleh persepsi mengenai brand endorser, baik yang menggunakan

selebritis maupun yang bukan selebritis. Selain itu, persepsi mengenai endorser

juga mempengaruhi pembentukan sikap konsumen sasaran terhadap iklan. Jadi,

secara tidak langsung persepsi mengenai endorser (source-oriented thought)

mempengaruhi minat beli konsumen (purchase intention) melalui sikap terhadap

brand (brand attitude) dan sikap terhadap iklan (attitude toward the ad)

(Makmun, 2008).

4. Teori Stimulus-Organism-Respon (S-O-R)

Penelitian ini akan menggunakan teori S-O-R sebagai dasar dari proses

komunikasi. Teori S-O-R ini menunjukkan komunikasi sebagai proses dari “aksi-

reaksi” yang sangat sederhana. Dimana objek materialnya adalah manusia yang

meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan

konasi.Menurut Sendjaja (2007:5.15) teori S-O-R awalnya dipengaruhi oleh

prinsip stimulus-response yang merupakan dasar dari teori jarum hipodermik,

teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat

berpengaruh. Dalam teori ini isi media dipandang sebagai obat yang disuntikkan

16

kedalam pembuluh darah audience, yang kemudian diasumsikan akan bereaksi

seperti yang diharapkan.

Teori ini mengusung gagasan bahwa manusia memiliki peran yang sangat

penting dalam hal penerimaan stimulus dan pembentukan respon. Dalam teori ini

terdapat tiga elemen penting, yaitu:

a. Pesan (Stimuli, S), yaitu adalah pengaruh eksternal yang dapat memberikan

rangsangan pada individu yang berperan sebagai komunikan, sehingga pada

akhirnya komunikan memberikan respon terhadap stimulus tersebut.

b. Penerima (Organisme, O), yaitu pihak yang dikenai stimulus, yang kemudian

akan menginterpretasikan pesan tersebut sesuai dengan pengalaman (field of

experience), sehingga pada akhirnya komunikan tersebut akan memberikan

reaksi sebagai respon dari stimulus yang diterimanya. Dalam proses

pembentukan reaksi atau respon yang berupa perubahan sikap, terdapat tiga

variabel penting yang menunjang proses tersebut, yaitu perhatian, pengertian,

dan penerimaan (Hovland dalam Sendjaja, 2004: 5.15). Ketiga variabel ini

berperan penting dalam proses decoding stimulus yang berupa pesan,

sehingga pada akhirnya komunikan dapat memahami stimulus tersebut dan

dapat memberikan respon.

c. Efek (Respon, R), yaitu reaksi khusus yang muncul akibat dari stimulus.

Gambar 1.2 Model S-O-R

Sumber: Effendy (2003:255).

17

Ketiga elemen utama dalam teori S-O-R ini berurutan dan bersifat saling

mempengaruhi. Berawal dari pesan atau stimulus yang diberikan pada individu

sebagai komunikan. Kemudian diikuti dengan proses decoding dan intepretasi

yang dilakukan komunikan untuk memahami stimulus, setelah stimulus dapat

dimengerti maka komunikan tersebut akan memberikan respon yang dapat berupa

perubahan cara pandang, sikap, maupun perilaku. Terkait dengan penjelasan di

atas maka proses komunikasi yang terjadi miliki titik awal (starting point) dan

titik akhir (stopping point) yang jelas.

Adapun proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses

belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada

individu sebagai berikut :

Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau

ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus

itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini.

Namun, apabila stimulus diterima oleh organisme berarti terdapat perhatian

dari individu sehingga stimulus tersebut dapat dianggap efektif.

Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka

organisme tersebut dianggap telah mengerti stimulus ini dan dilanjutkan

kepada proses berikutnya.

Kemudian organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan

untuk bertindak atas stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka

stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu (organisme)

tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya

apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus

semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang

diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini,

faktor reinforcement memegang peranan penting. Selanjutnya, teori ini

mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung

kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.

18

Sesuai dengan yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian, bahwa

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap

kredibilitas brand endorser. Dari tujuan tersebut dapat dilihat adanya proses

komunikasi yang memiliki titik awal dan titik akhir yang jelas. Titik awal dalam

penelitian ini adalah seluruh iklan di berbagai media yang menampilkan Agnes

Monica sebagai brand endorser kemudian titik akhirnya adalah penilaian

konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica dalam kapasitasnya sebagai

multibrand endorser yang dihasilkan dari respon yang diberikan oleh responden.

Dengan demikian, teori S-O-R dianggap sebagai teori yang paling tepat untuk

menjelaskan fenomena yang terjadi dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan

penelitian hanya untuk melihat respon yang didapatkan dari organisme terhadap

stimulus yang diberikan.

G. KERANGKA KONSEP

Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan sikap konsumen terhadap

kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Kredibilitas disini dipahami

sebagai kredibilitas sumber, yaitu Agnes Monica sebagai brand endorser.

Kredibilitas sumber adalah tentang bagaimana modifikasi pada karakteristik-

karakteristik sumber mempengaruhi keinginan orang mengubah sikapnya

terhadap isu-isu tertentu (Hovland, Janis, dan Kelley, 1953 dalam Priester and

Petty, 2003:2). Hovland et al menemukan bahwa keahlian (expertise) dan

kepercayaan (trustworthiness) dianggap sebagai dua atribut penting dari

kredibilitas sumber. Namun, hal ini dirasa belum cukup untuk mendeskripsikan

kredibilitas sumber, sehingga ditambahkan satu atribut lagi yaitu daya tarik

(attractiveness).

Berdasarkan teori S-O-R, pembentukan sikap diawali dengan adanya

stimulus yang menimbulkan respon berupa tindakan komunikasi. Stimulus disini

dipahami sebagai sejumlah iklan yang di endorse oleh Agnes Monica. Organisme

dalam penelitian ini adalah konsumen laki-laki dan perempuan usia 18-22 tahun

dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) dan setingkatnya atau

minimal sedang menjalani masa studi tersebut. Kemudian yang menjadi fokus

19

penelitian ini adalah bagaimana proses perubahan sikap yang terjadi akibat dari

stimulus yang didapatkan. Dalam proses ini, terdapat tiga dimensi yang diukur,

yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan terhadap pesan atau konten dalam

iklan yang di endorse Agnes Monica. Kemudian, respon dipahami sebagai sikap

konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Sikap

disini merupakan tendensi untuk mengevaluasi objek, yaitu kredibilitas

sumberyang akan diukur menggunakan source credibility model dari Ohanian

(1991). Dasar pemikiran model ini adalah kredibilitas sumber dipengaruhi oleh

tiga dimensi, yaitu daya tarik (attractiveness), keahlian (expertise), dan

kepercayaan (trustworthiness).

Gambar 1.3 Kerangka Konsep

Bagan di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga jenis

variabel. Variabel pertama adalah iklan yang di endorse oleh Agnes Monica yang

berperan sebagai variabel bebas (independen). Iklan yang diukur adalah seluruh

iklan di berbagai media yang menampilkan Agnes Monica sebagai brand

endorser. Variabel kedua adalah sikap konsumen yang berperan sebagai variabel

antara (anteseden). Variabel ketiga adalah kredibilitas sumber yang berperan

sebagai variabel terikat (dependen). Penelitian ini akan berhenti pada proses

persepsi, karena kredibilitas brand endorser terletak pada persepsi konsumen

yang berdampak pada perubahan sikap konsumen terhadap produk. Penelitian

tidak berlanjut pada tahapan perilaku sebenarnya sebagai output dari sikap. Untuk

lebih jelas mengetahui variabel-variabel dari bagan kerangka konsep diatas akan

dijelaskan dalam tabel operasionalisasi konsep berikut ini

Tabel 1.1 Operasionalisasi Konsep

No Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala

1. Stimulus Iklan Eksposur iklan Frekuensi

Media yang digunakan

Nominal

2. Organisme

Sikap Konsumen

Perhatian Perhatian selektif

Perhatian terbagi

Perhatian terus menerus

Likert

Pengertian Daya ingat

Persepsi

Likert

Penerimaan Penerimaan positif

Penerimaan negative

Likert

3. Respon

Kredibilitas Brand

endorser

Daya Tarik

(Attractiveness) Kesamaan (Similiarity)

Kedekatan (Familiarity)

Kesukaan (Likability)

(Mc Guire:1985)

Likert

Keahlian (Expertise) Kesesuaian produk dengan endorser

Keterampilan endorser dalam

menggunakan produk

Kompetensi endorser terhadap produk

Pengalaman endorser terhadap produk

Likert

Keterpercayaan

(Trustworthiness) Ketulusan dalam meng-endorse produk

Kemampuan dalam meyakinkan

konsumen

Objektivitas dalam memberikan informasi

mengenai produk

Likert

21

H. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang

dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar

dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu

peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti

maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini

terdapat tiga variabel yang masing-masing berperan sebagai variabel bebas

(independen), variabel antara (anteseden), dan variabel terikat (dependen).

1. Variabel Iklan

Iklan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala jenis pesan persuasif

yang terdistribusi melalui media baik lini atas (above the line) maupun lini

bawah (below the line) dengan menjadikan Agnes Monica sebagai brand

endorser. Iklan berperan sebagai variabel independen (X2), yaitu variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan pada variabel dependen.

Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi eksposur.

a. Dimensi Eksposur (X2)

Eksposur timbul ketika stimulus datang dan menjangkau panca indera

responden, seperti tingkat keseringan responden dalam menerima terpaan

iklan (frekuensi) dan penggunaan media oleh responden (media habit).

2. Variabel Sikap Konsumen

Sikap konsumen berperan sebagai variabel anteseden (X1). Variabel anteseden

adalah variabel yang mendahului terjadinya hubungan antara variabel

independen (X) dan variabel dependen (Y). Variabel anteseden ini bisa

menjadi variabel intervening (memediasi hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen) atau menjadi variabel moderating

(memoderasi sehingga hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen semakin kuat). Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi perhatian,

dimensi pengertian, dan dimensi penerimaan.

22

a. Dimensi Perhatian (X1.1)

Dimensi ini menggambarkan tentang perhatian responden terhadap

intensitas iklan dengan brand endorser Agnes Monica. Proses perhatian

membantu efisiensi penggunaan sumber daya mental yang terbatas, yang

kemudian akan membantu kecepatan reaksi responden terhadap

rangsang.Indikator dari dimensi ini adalah:

- Perhatian selektif

- Perhatian terbagi

- Perhatian terus menerus

b. Dimensi Pengertian (X1.2)

Dimensi ini menggambarkan tentang proses responden dalam memahami

pesan stimulus yang diberikan, dalam hal ini adalah intensitas iklan yang

di endorse oleh Agnes Monica. Indikator dari dimensi ini adalah:

- Ketertarikan responden terhadap iklan dengan brand endorser Agnes

Monica.

- Daya ingat responden terhadap iklan dengan brand endorser Agnes

Monica

c. Dimensi Penerimaan (X1.3)

Dimensi ini menggambarkan tentang penerimaan audiens terhadap

stimulus, yaitu intensitas iklan dengan brand endorser Agnes Monica.

Tahap ini merupakan tahap pemberian kesimpulan atas stimulus yang

diberikan berupa penerimaan posititif maupun penerimaan negatif.

Indikator dari dimensi ini adalah pemahaman responden terhadap

informasi yang disampaikan oleh brand endorser dalam iklan.

3. Variabel Kredibilitas Brand Endorser

Kredibilitas brand endorser berperan sebagai variabel dependen (Y), yaitu

variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel ini diturunkan

ke dalam dimensi daya tarik (attractiveness), dimensi keahlian (expertise), dan

dimensi keterpercayaan (trustworthiness).

23

a. Daya tarik (Attractiveness) (Y1)

Mengacu pada sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam

diri endorser. Lebih berkaitan dengan atribut fisik endorser sebagai

penilaian pertama seseorang (first impression). Indikator dalam dimensi

ini adalah :

- Kesamaan (similiarity), yaitu persepsi khalayak berkenaan dengan

kesamaan yang dimiliki dengan endorser. Kesamaan ini dapat berupa

karakteristik demografis, gaya hidup, kepribadian, masalah yang

dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada iklan, dan sebagainya.

- Kedekatan (familiarity), yaitu mengacu pada pengenalan terhadap

brand endorser melalui exposure.

- Kesukaan (likability), mengacu pada kesukaan audiens terhadap

brand endorser karena penampilan fisik yang menarik, perilaku yang

baik, atau karakter personal lainnya.

b. Keahlian (Expertise)(Y2)

Keahlian menunjukkan tingkat validitas dari pernyataan yang disampaikan

seorang endorser (Hovland, 1953). Keahlian disini merujuk pada

pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan yang dimiliki seorang

pendukung yang berhubungan dengan topik iklannya untuk menunjang

keterkaitan dengan produk yang dibawakan. Indikator dalam dimensi ini

adalah :

- Kesesuaian produk dengan brand endorser

- Keterampilan brand endorser dalam menggunakan produk

- Kompetensi brand endorser terhadap produk

- Pengalaman brand endorser terhadap produk

c. Keterpercayaan (Trustworthiness) (Y3)

Keterpercayaan (trustworthiness) mengacu pada kejujuran, integritas dan

dapat dipercayainya seorang sumber. Keterpercayaan menunjukkan derajat

keyakinan konsumen terhadap endorser dalam mengkomunikasikan

pernyataan dengan valid (Hovland, 1953). Disini, brand endorser

mengemban tugas untuk meyakinkan konsumen untuk mengambil suatu

24

tindakan keputusan pembelian melalui pengetahuan dan pengalamannya

terhadap isu tertentu seperti kehandalan brand. Indikator dalam dimensi

ini adalah :

- Ketulusan dalam meng-endorse produk

- Kemampuan dalam meyakinkan konsumen

- Objektivitas dalam memberikan informasi mengenai produk

I. METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Untuk mengetahui evaluasi konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica

sebagai brand endorser, diperlukan penelitian yang mampu menyasar seluruh

target konsumen produk-produk yang di-endorse oleh Agnes Monica. Hal ini

dilakukan untuk mendapat data yang luas sehingga dapat digeneralisasikan

berdasarkan segmen-segmen target konsumen tertentu. Untuk mendapatkan

generalisasi dalam memahami gejala atau realitas sosial dapat digunakan

penelitian kuantitatif.

Untuk mendapatkan pemahaman sekaligus mengukur evaluasi konsumen

terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser, dalam penelitian ini

akan digunakan metode penelitian survey. Metode penelitian survey merupakan

penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta mengenai fenomena-

fenomena yang terdapat dalam masyarakat dan mencari keterangan yang lebih

faktual dan sistematis (Singarimbun dan Efendi, 1995:25). Metode penelitian

survey menghasilkan informasi kuantitatif tentang opini publik, karakter/sikap,

maupun fenomena sosial (Ruslan, 2008:22). Metode ini digunakan sebagai teknik

untuk menggambarkan karakteristik atas dasar variabel-variabel tertentu dari

berbagai kasus. Dengan survey, peneliti akan menggambarkan karakteristik

tertentu dari suatu populasi, baik berkenaan dengan sikap, tingkah laku maupun

aspek sosial dan ditelaah dengan karakteristik yang menjadi fokus perhatian dari

penelitian.

25

Tipe penelitian survei yang digunakan adalah penelitian eksplanatori.

Penelitian eksplanatori adalah suatu jenis penelitian yang digunakan untuk

menjelaskan suatu hubungan sebab-akibat (hubungan kausal) dengan cara

mengadakan suatu pengujian terhadap hipotesis awal (Singarimbun, 2011:5).

Penelitian ini menggunakan explanatory survey karena peneliti ingin

menjelaskan mengenai hubungan antara eksposur iklan dengan brand endorser

Agnes Monica dan penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica dalam

kapasitasnya sebagai multibrand endorser. Di sini, berbagai iklan dengan brand

endorser Agnes Monica berperan sebagai variabel bebas (independen), sedangkan

kredibilitas Agnes Monica berperan sebagai varibel terikat (dependen), dengan

sikap konsumen menjadi basis dalam penilaian konsumen berperan sebagai

variabel antara (anteseden).

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

- H0: Berbagai iklan dengan brand endorser yang sama dalam periode yang

berdekatan tidak memiliki pengaruh yang positif terhadap penilaian

konsumen ataskredibilitas brand endorser.

- Ha: Berbagai iklan dengan brand endorser yang dalam periode yang

berdekatan memiliki pengaruh yang positif terhadap penilaian konsumen

atas kredibilitas brand endorser.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, populasi diatas dibatasi khusus di wilayah Daerah

Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan beberapa

alasan yaitu pertama, Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar

dan kota budaya yang memberikan ruang pertemuan bagi masyarakat dari

berbagai penjuru nusantara yang datang, terutama untuk menimba ilmu. Sehingga,

hasil penelitian diharapkan mampu menggambarkan secara general sikap

konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Kedua,

sebagai kota pelajar, Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya mayoritas warganya

merupakan kalangan muda yang merupakan audiens utama dari Agnes Monica.

26

Ketiga, berdasarkan pengamatan peneliti, interaksi antara Agnes Monica dengan

publik di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup sering, dilihat dari frekuensi gelaran

acara yang menghadirkan Agnes Monica.Terhitung dari Januari 2012-Maret 2013,

terdapat empat gelaran acara yang menghadirkan Agnes Monica di Yogyakarta.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian, dimana elemen

adalah unit terkecil yang merupakan sumber dari data yang diperlukan (Kuncoro,

2003:108 dalam Yusi dan Umiyati 2009:59). Dalam penelitian ini, populasi yang

digunakan adalah konsumen usia 18-22 tahun dengan pendidikan terakhir minimal

Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sedang menjalani studi pada jenjang

tersebut. Rentang usia tersebut dipilih karena usia ini dianggap mampu menerima

pesan dengan baik dan efek pesan tersebut dapat sesuai dengan keinginan dari

penyampai pesan. Hal ini dikarenakan fokus perhatian dan juga otak pada usia ini

cenderung lebih aktif dan mudah menyerap pesan daripada lainnya (Melissa,

2006: 48). Sehingga, kelompok usia ini lebih dapat memperhatikan orang lain,

dalam hal ini adalah brand endorser. Pikiran kelompok usia ini juga lebih kritis

dan mampu membuat keputusan pembelian atas suatu produk. Selain itu, rentang

usia tersebut juga merupakan target market dari brand yang di endorse oleh

Agnes Monica.

Kemudian, sebelum menentukan populasi, peneliti telah melakukan riset

singkat terhadap Twitter Agnes Monica (@agnezmo) dan empat fanpages Agnes

Monica di Facebook3

dengan mengkuantifikasi 100 pemakai pertama yang

berkontribusi dalam menyebarkan berbagai informasi terkait Agnes Monica serta

melakukan aktivitas sosial media4. Dari riset singkat tersebut, ditemukan bahwa

rentang usia 18-22 tahun merupakan mayoritas pengguna dengan prosentase 69%

laki-laki dan 31% perempuan.

3 http://www.facebook.com/AgnesMonicaAndFans?ref=ts&fref=ts,

http://www.facebook.com/agnesmonicaindonesia?ref=ts&fref=ts,

http://www.facebook.com/AMFansClub?ref=ts&fref=ts,

http://www.facebook.com/groups/78225005885/?ref=ts&fref=ts 4 Melakukan retweet, mention, menyebarkan hashtag, serta memberikan komentar dan melakukan

posting.

27

Tabel 1.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi

DI Yogyakarta berdasarkan Sensus Penduduk 2010

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

15 – 19 144.199 141.564 285.763

Sumber: http://sp2010.bps.go.id/

Data kependudukan yang diambil adalah kelompok usia 15-19 tahun,

dengan asumsi pada tahun 2013 kelompok umur tersebut telah memasuki usia 18-

22 tahun, sesuai dengan populasi dalam penelitian ini. Sehingga, jumlah populasi

dalam penelitian ini adalah 285.763 orang.

Menurut Rahayu (2008:72), sampel adalah sebagian anggota populasi

yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat

mewakili populasinya. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan

rumus Slovin sebagai berikut:

N

n =

1 + N (e)2

285.763

n =

1 + 285.763 (0,05) 2

285.763

n =

715,40

n = 399,44 ≈ 400

Keterangan:

n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

28

e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan (batas kesalahan)

pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam

penelitian ini batas kesalahan adalah 5%.

Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan sampel sebanyak 399,44

yang dibulatkan menjadi 400 orang untuk memperoleh angka genap. Kemudian,

dengan prosentase responden, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari

penelitian ini adalah 400 orang usia 18-22 tahun dengan pembagian laki-laki

sebanyak 276 orang dan perempuan sebanyak 124 orang di Yogyakarta.

5. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah non probability

sampling dengan mengeliminasi elemen secara acak untuk menurunkan atau

mengeliminir bias (Yusi dan Umiyati 2009:67). Sedangkan untuk teknik

pengambilan sampel yang akan digunakan adalah convenience sampling

(accidental sampling). Pemilihan teknik pengambilan sampel ini dengan

pertimbangan kemudahan. Dalam teknik ini, pengambilan sampel tidak ditetapkan

terlebih dahulu. Peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang

dijumpai dengan kriteria yang sesuai sebagai sumber data. Setelah jumlahnya

dirasa mencukupi, pengumpulan data dihentikan, dan data diolah (Yusi dan

Umiyati 2009: 68).

6. Teknik Pengumpulan Data

Semua kegiatan penelitian akan berakhir pada penarikan kesimpulan yang

didapat oleh peneliti melalui serangkaian kegiatan penelitian yang telah

dilakukan. Akurasi dari kesimpulan yang dibuat sangat bergantung pada akurasi

data yang didapat. Dengan demikian, keberadaan data memegang peranan yang

signifikan dalam proses penetapan kesimpulan.

Penelitian ini akan menggunakan sumber data primer. Data primer yaitu

sumber data pertama dimana sebuah data dihasilkan (Bungin, 2001:19). Dalam

penelitian ini data primer dikumpulkan peneliti secara langsung melalui objek

penelitian. Menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada sampel yang telah

29

ditetapkan. Isi dari kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang terformat dan

berhubungan dengan penelitian yang diadakan. Metode kuesioner dalam

penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala Likert (Likert Scale) yang

kemudian mendapatkan data ordinal. Menurut Kinnaer dalam (Umar, 2000:69),

skala likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap

sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang tidak-senang, dan baik tidak-baik.

Data ordinal yang didapatkan kemudian akan diubah dalam bentuk rasio

guna memudahkan dalam pengolahan data pada program SPSS. Kemudian,

peneliti juga menggunakan studi pustaka yang dilakukan untuk mengumpulkan

data-data dan teori dalam penelitian ini. Peneliti memanfaatkan berbagai macam

data dan teori yang dikumpulkan melalui berbagai pustaka penunjang guna

melengkapi data yang berhubungan dengan topik penelitian.

7. Uji Validitas

Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30 kuesioner

awal yang terkumpul dengan Pearson test, yaitu membandingkan nilai angka

rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel), dimana derajat kebebasan = n-2.

Dengan sampel sebesar 30 responden, maka didapatkan nilai derajat kebebasan

(dk) = 28. Selang kepercayaan (α) ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai

dari rtabel adalah 0.239. Apabila angka rhitung > 0.239 maka item kuesioner

valid. Namun bila angka rhitung ≤ 0.239 maka item kuesioner dinyatakan tidak

valid/gugur. Hasil uji validitas akan ditampilkan pada bab 4.

8. Uji Reliabilitas

Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 kuesioner awal

yang terkumpul. Reliabilitas adalah kemampuan suatu instrumen menunjukkan

kestabilan dan konsistensi dalam mengukur konsep. Adapun pengujian ini

didasarkan pada nilai Cronbach Alpha, dimana ketentuannya jika nilai Cronbach

Alpha > 0.6. Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada bab 4.

30

9. Teknik Analisis Data

Setelah mengetahui metode penelitian, populasi dan sampling dan teknik

pengumpulan data yang akan digunakan pada saat penelitian, dibutuhkan pula

teknik dalam menganalisis data agar dapat dalam memproses data lebih sederhana

sehingga mudah dibaca dan interpretasikan. Penelitian ini akan menggunakan dua

teknik analisis data yaitu analisis korelasional dan analisis deskriptif.

Analisis Deskriptif (Statistika Deskriptif)

Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan

pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan

informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi

mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik kesimpulan

apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Kuswanto, 2012:27).

Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan cross tabulation.

Analisis Regresi

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan

analisis regresi sederhana. Analisis regresi sederhana adalah analisis untuk

mengetahui hubungan linier antara variabel independen (X2), variabel

anteseden (X1) dan variabel dependen (Y). Formula persamaan linier

adalah sebagai berikut:

Y = a0 + b1X1 + b2 X2 + b3 X1.X2

Keterangan:

Y = Variabel dependen

X1 = Variabel anteseden

X2 = Variabel independen

a = Konstanta (nilai Y apabila X=0)

b1 = Koefisien regresi untuk X1

b2 = Koefisien regresi untuk X2

b3 = Koefisien regresi untuk X3

31

Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test)

Tujuan penelitian korelasional menurut Gay dalam Emzir (2007:38);

Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antara

variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat

prediksi. Sedangkan menurut Suryabrata (1994:24) adalah untuk

mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan

variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien

korelasi.

Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi

antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1.

Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan

arah hubungan dua variabel acak. Untuk memudahkan melakukan

interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis

memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006:87):

0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

>0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

>0,25 – 0,5: Korelasi cukup

>0,5 – 0,75: Korelasi kuat

>0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat

1: Korelasi sempurna

10. Timeline Penelitian

Tabel 1.3 Timeline Penelitian

Tanggal Kegiatan

5 – 14 Juli 2013 Penyebaran Uji Kuesioner

16 Juli 2013 Uji Validitas & Uji Reliabilitas

18 Juli – 5 Agustus 2013 Penyebaran Kuesioner

6 – 17 Agustus 2013 Pengolahan Data