bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.poltekkes-smg.ac.id/repository/bab i - 5.pdf · 2021....
TRANSCRIPT
23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membangun sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis
merupakan idaman bagi setiap wanita di dunia, setiap wanita pasti
memiliki keinginan untuk dapat membanguan keluarga sesuai dengan
impiannya. Di Indonesia terutama di masyarakat pendesaan beranggapan
bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga yang dapat memiliki
keturunan, mereka beranggapan anak merupakan kunci dari keberhasilan
sebuah keluarga yang harmonis.
Menurut penelitian yang dilakukan Anggar di Indonesia terutama di
pedesaan terdapat stigma yang memberatkan wanita dimana ada anggapan
dari masyarakat bahwa wanita yang tidak bisa memiliki anak adalah
perempuan yang tidak sempurna karena tidak dapat membahagiakan
suami sedangkan penelitian yang dilakukan Bayram dan Beji di India
selatan terdapat kepercayaan dari masyarakat setempat bahwa wanita yang
tidak dapat memiliki anak atau rahim adalah wanita yang rendah, tidak
mampu melayani pasangannya dengan baik (http:// ejournal.lib.ui.ac.id/,
diakses pada tanggal 28 Januari 2017).
Bukan hanya masyarakat dan lingkunngan sekitar anggota keluarga
seperti kedua orang tua, saudara dan suami memiliki pandangan yang
sama bahwa memiliki anak merupakan tanda keberhasilan membangun
sebuah keluarga yang harmonis. Fenomena ini tentunya akan memberikan
tekanan psikologi pada wanita baik positif maupun negatif.
Bagi wanita yang sehat baik fisik maupun jasmani tentunya
tuntutan untuk dapat memiliki anak tidak akan memberikan tekanan yang
dapat menggangu mental dan psikologinya justru akan memberikan
kebahagiaan dan keceriaan dalam membangun sebuah keluarga yang di
inginkan oleh setiap wanita, tapi bagi wanita yang memiliki suatu masalah
2
yang membuat nya tidak bisa memiliki anak tentunya ini akan menjadi
masalah besar yang dapat mengganggu mental sosial, psikologi yang
mengalami tekanan dalam membangun sebuah keluarga yang harmonis.
Wanita yang tidak bisa memiliki anak akan timbul pemikiran yang
negatif terhadap dirinya, hilangnya rasa percaya diri sehingga dapat
mengganggu kesehatan jiwa. Terdapat dua faktor yang dapat membuat
wanita tidak bisa melahirkan atau sering disebut mandul, faktor keturunan
dan faktor penyakit yang diakhiri dengan proses tindakan medis
pengangkatan rahim atau sering di sebut operasi mioma histerektomi.
Keadaan tersebut tentunya akan mempengaruhi keadaan psikologi
individu, individu akan memiliki rasa cemas yang berlebih, ketakutan dan
timbul pemikiran negatif tentang dirinya yang dapat membuatnya depresi
yang diakibatkan oleh tekanan anggota keluarga yang berkeinginan untuk
dapat memiliki keturunan, pandangan negatif dari masyarakat yang
menilai individu gagal dalam membangun sebuah keluarga yang harmonis
yang bisa menimbulkan masalah gangguan kesehatan seperti gangguan
jiwa.
Keluarga merupakan faktor penting dalam membantu individu
terutama wanita yang mengalami masalah tersebut. depresi akibat timbul
pemikiran yang negatif terhadap dirinya, kurangnya kasih sayang dan
dukungan moral dari keluarga dapat membuat individu mengalami tekanan
psikologi yang berat yang dapat membuat pasien mengalami masalah
gangguan jiwa harga diri rendah akibat hilangnya rasa percaya diri, tidak
percaya dengan kemampuan diri, depresi dan timbul pemikiran negatif
tentang dirinya.
Harga diri rendah merupakan gangguan jiwa yang membuat
individu memiliki konsep diri yang negatif tidak percaya diri dengan
kemampuan diri, hilangnya kepercayaan diri, merasa gagal tidak bisa
mencapai keinginan yang sesuai, yang membuatnya menarik diri dari
interaksi dengan orang lain.
3
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) dalam
Yosep (2013), sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan jiwa
yang terdiri dari 150 juta mengalami depresi, 90 juta gangguan zat dan
alkohol, 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia serta 1 juta melakukan bunuh
diri setiap tahun. Berarti setidaknya terdapat satu dari empat orang
mengalami masalah mental dan gangguan kesehatan jiwa, sehingga
menjadi masalah yang serius diseluruh dunia.
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) di
Indonesia prevalensi Gangguan Mental Emosional yang ditunjukan dengan
gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15
tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan
jiwa berat, seperti schizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar
400.000 orang.
Berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi gangguan jiwa di Jawa
Tengah sebanyak 0,23 % untuk usia 15 tahun ke atas dari jumlah penduduk
24.089.433 orang berarti sekitar 55.406 orang di provinsi Jawa Tengah
mengalami gangguan jiwa berat, dan lebih dari 1 juta orang di Jawa
Tengah mengalami gangguan mental emosional.
Prevalensi jumlah pasien RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2014 sejumlah 8468, diantaranya resiko perilaku
kekerasan 3970 (46,88%) halusinasi 3610 (42,63%), isolasi sosial 738
(8,71%) dan harga diri rendah 150 (1,77%)
Data rekam medik RSJD Dr. Amino Gondohutomo Jawa Tengah pada
tahun 2015 total pasien gangguan jiwa untuk empat kasus besar berjumlah
5070 (99,98%), diantaranya resiko perilaku kekerasan 2258 (44,53%),
halusinasi 2296 (45,28%), isolasi sosial 454 (8,95%) dan harga diri rendah 62
(1,22%) sedangkan tahun 2016 untuk empat kasus besar berjumlah 5443
(99,98%), yang meliputi resiko perilaku kekerasan 2295 (42,36%), halusinasi
2503 (45,98%), isolasi sosial 513 (9,42%) dan harga diri rendah 132 (2,42%).
Kesimpulan dari data gangguan jiwa untuk empat kasus besar pada
tahun 2014,2015 dan 2016 bahwa gangguan jiwa mengalami peningkatan
4
sebesar 373 (7,36%) pasien, untuk penderita gangguan harga diri rendah
mengalami peningkatan 70 (112,9%).
Menurut penelitian Tyas, Wardhani dkk (2011) penderita gangguan
jiwa seringkali mendapat stigma dari lingkungan dan sekitarnya. Stigma
tersebut melekat pada penderita sendiri maupun keluarga. Beberapa orang
percaya bahwa gangguan jiwa merupakan hasil dari perilaku yang negatif
dan menyimpang dari perilaku normal. Orang dengan gangguan jiwa
dipercaya sebagai orang yang berbahaya dan tidak bisa diprediksi, kurang
kompeten, tidak dapat bekerja dan tidak akan pernah sembuh
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/, diakses pada tanggal 29 September
2016).
Sedangkan menurut penelitian Sherman (2007) efek dari stigma
dan penarikan diri secara sosial memiliki dampak yang lebih besar kepada
individu dari pada penderita gangguan jiwa itu sendiri. Keluarga juga
terkena dampak stigma dan kemungkinan dipersalahkan karena
menyebabkan atau berkontribusi terhadap gangguan jiwa yang diderita
anggota keluarganya. Perlakuan dari komunitas dapat berefek negatif
terhadap proses kesembuhan gangguan jiwa
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/, diakses pada tanggal 29 September
2016).
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, termasuk kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak
berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Tindakan yang
dilakukan perawat dalam mengurangi risiko masalah yang terjadi pada
kasus harga diri rendah salah satunya dengan melakukan komunikasi
teraupetik, dampak yang terjadi jika tidak dilakukan komunikasi teraupetik
dapat mengakibatkan gangguan interaksi sosial: menarik diri, perubahan
penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan
yang dapat mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Seseorang yang mengalami gangguan jiwa Harga Diri Rendah jika
tidak mendapatkan penanganan yang tepat dapat mengakibatkan perubahan
5
pola pikir yang negatif yang dapat merusak jiwa dan dapat menghambat
proses penyembuhan. Individu yang mengalami gangguan jiwa pasti
memiliki keinginan untuk sembuh dan ingin menjalani kehidupan yang
normal dan diterima di masyarakat.
Berdasarkan data dan fenomena yang ada serta gambaran latar
belakang masalah maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah Pada Ny. M Di Ruang Larasati
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah’’.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan Harga Diri Rendah Pada Ny. M di Ruang
Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. M Harga diri rendah di Ruang
Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. M Harga diri rendah di
Ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada Ny. M Harga diri rendah di
Ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. M Harga diri rendah di
Ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Provinsi Jawa
Tengah
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Ny. M Harga diri
rendah di Ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah
6
f. Membahas kesenjangan antara teori dengan penerapan Asuhan
Keperawatan pada X Gangguan Harga diri rendah di Ruang Larasati
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Karya tulis ini digunakan sebagai bahan informasi kepada rumah sakit
dalam pemberian asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan gangguan
harga diri rendah.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Karya tulis ini digunakan seabagai bahan informasi dan wacana bagi
institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan untuk mata kuliah keperawatan jiwa dengan masalah pasien
harga diri rendah.
3. Bagi Penulis
Dari hasil laporan karya tulis ini penulis dapat menambah wawasan dan
pengalaman serta ilmu dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan jiwa
dengan masalah pasien harga diri rendah.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka dalam Karya Tulis Ilmiah ini menguraikan tentang konsep
harga diri rendah dan proses keperawatan harga diri rendah. Konsep harga diri
rendah meliputi pengertian harga diri rendah, rentang respon, komponen-
komponen konsep diri, faktor yang mempengaruhi konsep diri, etiologi,
manifestasi klinik, akibat dan penatalaksanaan. Sedangkan proses keperawatan
harga diri rendah terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, rencana tindakan keperawatan pasien harga diri rendah dan evaluasi
yang akan dibahas sebagai berikut:
A. KONSEP HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
memiliki rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2010). Sedangkan menurut Direja
(2011) Harga diri rendah adalah evaluasi diri atau perasaan tentang
kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama
individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah
dari orang lain.
Kesimpulan dari data di atas saya menyimpulkan bahwa harga diri
rendah merupakan keadaan individu mengalami perasaan tidak berharga,
tidak berarti dan memiliki rendah diri tidak percaya dengan kemampuan
diri akibat dari evaluasi diri yang negatif
8
2. Rentang Respon
Rentang Respon Konsep Diri
Respon Adaptif Respon Maladaptif Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Kerancuan Depersonalisasi Diri Positif Rendah Identitas
Gambar 2.1 Rentang Respon Konsep Diri (Dermawan, 2013).
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang di hadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya.
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya
diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.
9
3. Komponen-Komponen Konsep Diri
Komponen-komponen konsep diri menurut Kozier (2011 p.444) terdiri
dari: identitas personal, citra tubuh, performa peran dan harga diri.
a. Identitas personal individu merupakan sensasi individualitas dan
keunikan yang disadari keyakinan dan nilai, kepribadian dan karakter
yang dimiliki rasa identitas yang kuat mengintegrasikan citra tubuh,
performa peran, dan harga diri ke dalam konsep diri sepenuhnya.
b. Citra tubuh adalah cara individu mempersiapkan ukuran, penampilan,
fungsi tubuh dan bagian-bagiannya. Citra tubuh memiliki aspek kognitif
dan afektif yang dapat mempengaruhi penampilan dan potensi dirinya.
c. Performa peran merupakan sekumpulan harapan mengenai bagaimana
individu yang menempati satu posisi tertentu berperilaku memenuhi
harapan sosial yang ditetapkan oleh masyarakat kelompok, budaya, atau
kelompok kecil yang salah satu anggotanya adalah individu terebut.
d. Harga diri adalah penilaian individu akan harga dirinya, yaitu
bagaimana standard penampilan dirinya dibandingkan dengan standard
dan penampilan orang lain dan dengan ideal dirinya sendiri. Seorang
yang memiliki harga diri tinggi merasa berarti, kompeten, mampu
menghadapi kehidupan dan mengendalikan takdirnya sendiri.
4. Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor utama
yang mempengaruhi konsep diri adalah perkembangan, keluarga dan
budaya, stresor, sumber daya, riwayat keberhasilan dan kegagalan serta
penyakit.
a. Perkembangan
Saat individu berkembang, faktor yang mempengaruhi konsep diri
berubah sesuai dengan kebutuhan perkembangan individu tersebut.
10
b. Keluarga dan budaya
Nilai yang dianut atau kepercayaan individu sangat dipengaruhi oleh
keluarga dan budaya. Kemudian dunia luar seperti teman sebayanya
juga mempengaruhi rasa dirinya.
c. Stresor
Dapat menguatkan konsep diri saat individu berhasil mengatasi
masalah. Stresor yang berlebihan akan menyebabkan respons
maladaptif. Kemampuan menangani stresor bergantung pada sumber
daya personal.
d. Sumber daya
Meliputi sumber daya internal dan eksternal, semakin besar sumber
daya yang dimiliki dan digunakan, pengaruh pada konsep diri akan
positif.
e. Riwayat keberhasilan dan kegagalan
Individu yang mengalami kegagalan menganggap bahwa dirinya gagal,
sedangkan yang mengalami keberhasilan memiliki konsep diri yang
positif.
f. Penyakit
Penyakit akan mempengaruhi konsep diri karena penyakit ataupun tindakan
medis yang mengakibatkan kecacatan akan membuat diri mereka tidak
lagi menarik.
5. Etiologi
Keliat (2012) berpendapat, penyebab dari harga diri rendah adalah
evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, mengkritik diri
sendiri, pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktivitas dan
penolakan terhadap kemampuan diri. Penampilan pada pasien dengan
harga diri rendah terlihat, dari kurang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapi, tidak berani menatap lawan bicara dan bicara lambat
dengan nada suara yang lemah.
11
6. Manifestasi klinik
Menurut Keliat yang dikutip oleh Carpenito (2011) dalam Prabowo, E
(2014 p.106) perilaku klien yang berkaitan dengan harga diri rendah
adalah:
a. Data subjektif: mengkritik diri sendiri atau orang lain, perasaan tidak
mampu, pandangan hidup yang pesimis, perasaan lemah dan takut,
penolakan terhadap kemampuan diri sendiri, ketidakmampuan
menentukan tujuan dan mengungkapkan kegagalan pribadi.
b. Data objektif: produktivitas menurun, perilaku destruktif pada diri
sendiri dan orang lain penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan
sosial, ekspresi wajah malu dan rasa bersalah, menunjukkan tanda
depresi ( sukar tidur dan sukar makan), tampak mudah tersinggung.
7. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita atau
keinginan seseorang dalam mewujudkan sesuatu yang ingin dicapai. Hal
ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah yang membuat
seseorang cenderung melakukan hal yang tidak optimal. Harga diri rendah
muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya. Ketika seseorang mengalami harga diri rendah, maka
akan berdampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari kelompoknya
dan cenderung menyendiri dan menarik diri (Prabowo, 2014 p.106).
8. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) terapi pada gangguan jiwa sudah
dikembangkan sehingga pasien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya.
a. Psikofarmaka
berbagai jenis obat psikofarmaka yang hanya diperoleh dengan resep
dokter, yang di bagi menjadi 2 golongan yaitu golongan generasi
12
pertama dan golongan kedua. Obat termasuk golongan pertama
misalnya chlorpromazine HCL dan Haloperidol dan obat golongan
kedua misalnya Risperidone, Olozapine dan Aririprazole.
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, pasien lain, perawat dan dokter. Dengan menjalin
komunikasi dapat menumbuhkan rasa percaya diri, dapat mengatasi
masalah yang di hadapi. Sehingga pasien dapat menilai diri dan
lingkungan secara positif serta dapat bersosialisasi tanpa timbul
pemikiran negatif tentang dirinya.
B. Proses Keperawatan Harga Diri Rendah
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama pada proses
keperawatan. Pada tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien secara sistematis untuk
menentukan rencana tindakan keperawatan. Data yang dikumpulkan
meliputi dari data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Direja, 2011
p.36).
a. Faktor Predisposisi
Menurut Herman (2011) yang dikutip oleh Prabowo (2014 p.103-
105) faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah:
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor
predisposisi harga diri rendah adalah:
a) Penolakan
13
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter, tidak
konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri
kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1) Trauma: Masalah spesifik dengan konsep diri adalah situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma
emosi seperti penganiayaan seksual dan psikologis pada masa
anak-anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran: Rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu
melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak
merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini
sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran terlalu
banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua
harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan
peran terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran yang
spesifik atau bingung tentang peran yang sesuai yang cenderung
membuat individu memiliki penilaian negatif terhadap dirinya.
3) Perilaku:
a) Citra tubuh yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh
tertentu, menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan
keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha
pengobatan mandiri yang tidak tepat, dan menyangkal cacat
tubuh.
14
b) Harga diri rendah diantaranya mengkritik diri atau orang lain,
produktivitas menurun, gangguan berhubungan, ketegangan
peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan
kemampuan diri, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan zat,
menarik diri dari realitas, khawatir, merasa diri paling penting,
distruktif pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa
bersalah, mudah tersinggung / marah, perasaan negatif terhadap
tubuh.
c) Kerancuan identitas diantaranya tidak ada kode moral,
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal yang
tidak berjalan baik, perasaan hampa, perasaan mengambang
tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak
mampu empati pada orang lain, masalah estimasi.
d) Depersonalisasi meliputi afektif (kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, perseptual (bingung
tentang seksualitas diri, sulit membedakan diri dari orang lain),
kognitif (bingung, disorienasi waktu, gangguan berfikir,
gangguan daya ingat).
c. Pohon masalah
Isolasi Sosial: Menarik Diri Efek
Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah Masalah Utama
Koping individu tidak efektif Sebab
Gambar 2.2 Pohon Masalah gangguan konsep diri: harga diri
rendah (Prabowo, 2014 p.108).
15
d. Menurut Prabowo (2014) masalah keperawatan harga diri rendah yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1) Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
2) Isolasi Sosial: Menarik Diri
3) Koping individu tidak efektif
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
3. Intervensi keperawatan
Rencana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada diagnosa
prioritas pada pasien harga diri rendah yaitu gangguan konsep diri: harga
diri rendah adalah sebagai berikut: Tujuan Umum (TUM): Pasien dapat
melakukan hubungan sosial secara bertahap.
Tujuan Khusus (TUK) Pertama: Pasien dapat membina hubungan
saling percaya. Kriteria Evaluasi: Pasien dapat mengungkapkan
perasaannya, ekspresi wajah bersahabat, ada kontak mata, menunjukkan
rasa senang, mau berjabat tangan, mau menjawab salam, pasien mau
duduk berdampingan, pasien mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi: Bina hubungan saling percaya dengan pasien dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, yaitu sapa pasien dengan
ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan,
tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai pasien,
jelaskan tujuan pertemuan jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati
dan menerima pasien apa adanya, beri perhatian pada pasien. Beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang
dideritanya. Sediakan waktu untuk mendengarkan pasien. Katakan pada
pasien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri.
Tujuan Khusus (TUK) Kedua: Pasien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Kriteria Evaluasi: Pasien
mampu mempertahankan aspek yang positif. Intervensi: Diskusikan
16
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien dan beri pujian /
reinforcement atas kemampuan mengungkapkan perasaannya. Saat
bertemu pasien, hindarkan memberi penilaian negatif, utamakan memberi
pujian yang realistis.
Tujuan Khusus (TUK) Ketiga: Pasien dapat menilai kemampuan
yang dapat digunakan. Kriteria Evaluasi: Kebutuhan pasien terpenuhi,
pasien dapat melakukan aktivitas terarah. Intervensi: Diskusikan
kemampuan pasien yang masih dapat digunakan selama sakit. Diskusikan
juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan dirumah sakit dan
dirumah nanti.
Tujuan Khusus (TUK) Keempat: Pasien dapat menetapkan dan
merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria
Evaluasi: Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan, pasien mengikuti
terapi aktivitas kelompok. Intervensi: Rencanakan bersama pasien aktivitas
yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan: kegiatan mandiri,
kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan bantuan total.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien. Beri contoh
cara pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien lakukan (sering pasien takut
melaksanakannya).
Tujuan Khusus (TUK) Kelima: Pasien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. Kriteria Evaluasi: Pasien mampu
beraktivitas sesuai kemampuan. Intervensi: Beri kesempatan pasien untuk
mencoba kegiatan yang direncanakan. Beri pujian atas keberhasilan
pasien. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Tujuan Khusus (TUK) Keenam: Pasien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada. Kriteria Evaluasi: Pasien mampu melakukan apa
yang dikerjakan, pasien mau memberikan dukungan. Intervensi: Beri
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien harga
diri rendah. Bantu keluarga memberi dukungan selama pasien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
17
Tujuan Khusus (TUK) Ketujuh: Pasien dapat memanfaatkan obat
dengan baik. Kriteria Evaluasi: Pasien dan keluarga dapat menyebutkan
manfaat, dosis, dan efek samping obat. Pasien dapat mendemonstrasikan
penggunaan obat. Pasien termotivasi untuk berbicara dengan perawat
apabila dirasakan ada efek samping obat. Pasien memahami akibat
berhentinya obat. Pasien dapat menyebutkan prinsip lima benar
penggunaan obat. Intervensi: Anjurkan pasien memninta sendiri obat pada
perawat dan merasakan manfaatnya. Anjurkan pasien dengan bertanya
kepada dokter tentang efek samping obat yang dirasakan. Diskusikan
akibat berhenti obat tanpa konsultasi. Bantu pasien menggunakan obat
dengan prinsip lima benar (Azizah, 2011 p.122).
4. Implementasi Tindakan Keperawatan Pasien Harga Diri Rendah
Tindakan keperawatan pasien harga diri rendah menurut Deden & Rusdi
(2013 p.78) meliputi:
1 Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan tindakan untuk klien meliputi:
1) pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
2) pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3) pasien dapat menetapkan kegiatan yang sesuai kemampuan
4) pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai
kemampuan.
5) Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih.
2 Tindakan keperawatan
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien.
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan
aspek positif yang masih dimilikinya, dengan cara berdiskusi tentang
18
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, kegiatan pasien
di rumah sakit, di rumah dan lingkungan terdekat pasien. Beri pujian
realistik dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien penilaian
yang negatif.
2) Membantu pasien menilai kemampuan yang digunakan
Dengan cara mendiskusikan dengan kemampuan pasien yang masih
bisa dilakukan pasien. Bantu pasien dalam memberi penguatan atau
terhadap kemampuan diri pasien dan perlihatkan respon yang
kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
3) Membantu pasien dalam memilih kemampuan yang akan dilatih.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari.
b) Bantu pasien menentukan kegiatan yang dapat pasien lakukan
secara mandiri, kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Susun bersama daftar
kegiatan pasien sehari-hari.
4) Melatih kemampuan yang dipilih pasien untuk tindakan
keperawatan.
Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang
dipilih, bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan dan
beri dukungan atau pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
pasien.
5) Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih.
Memberi kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan. Beri pujian atas kegiatan-kegiatan yang telah pasien
lakukan. Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih dan berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
19
3 Tindakan keperawatan dengan pendekatan Strategi Pelaksanaan (SP)
1) SP 1 pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien dengan cara pertama: menetapkan kemampuan yang
klien miliki.
a) Membina hubungan saling percaya
b) Membantu pasien menumbuhkan rasa percaya diri dengan
menanyakan kemampuan yang pasien miliki.
c) Memilih kegiatan yang dapat di lakukan pasien.
d) Melatih pasien cara melakukan aktivitas atau kegiatan yang
pasien pilih dan pasien biasa melakukannya.
e) Menganjurkan pasien melakukan memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
2) SP 2 pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai
dengan kemampuan pasien.
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
b) Memberi pujian atas aktivitas atau kegiatan yang pasien lakukan
dan melakukan kegiatan selanjutnya.
c) Melatih pasien meningkatkan percaya diri dengan melakukan
kegiatan yang biasa pasien lakukan
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
3) SP 3 pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
b) Menjelaskan cara menggunakan obat secara teratur
c) Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4 Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga
Tujuan tindakan untuk keluarga meliputi:
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit
maupun di rumah
20
2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien
5 Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
harga diri rendah adalah:
1) Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada
pasien.
3) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan
cara merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah
perawat lakukan sebelumnya.
4) Memberi pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan
pasien.
a) SP 1 Keluarga: Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat klien di rumah, menjelaskan tentang pengertian,
tanda dan gejala harga diri rendah.
(1) Menjelaskan tentang harga diri rendah
(2) Menjelaskan sebab harga diri rendah
(3) Menjelaskan tanda dan gejala halusinasi
(4) Menjelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah
b) SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktik merawat klien
langsung di hadapan klien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat klien dengan harga diri rendah langsung di hadapan
klien.
(1) Melatih keluarga cara merawat klien harga diri rendah
(2) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien
langsung di hadapan klien
c) SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan
(1) Membantu keluarga membuat jadwal kegiatan di rumah
termasuk minum obat.
21
(2) Menjelaskan tentang perawatan dan perkembangan klien.
7. Evaluasi
Evaluasi untuk menilai kemampuan klien, keluarga dan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
harga diri rendah. Evaluasi keperawatan merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan pasien
gangguan jiwa dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam
merawat pasien gangguan jiwa (Keliat, 2010 p.93).
Evaluasi suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola
pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai
berikut:
S: Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan:”bagaimana perasaan
Ny. M setelah latihan menyapu?”
O: Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada
saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah
diajarkan atau member umpan balik sesuai dengan hasil observasi.
A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons
pasien yang terdiri dari tindak lanjut pasien, dan tindak lanjut oleh
perawat.
22
Evaluasi tidak hanya fokus pada pasien tetapi keluarga juga perlu
dievaluasi karena mempunyai peran penting bagi perubahan perilaku positif
pasien. Evaluasi yang diharapkan yaitu:
a. Pasien dapat menilai kemampuan yang dimiliki
b. Pasien dapat memilih kemampuan yang akan dilatih
c. Pasien dapat melakukan kemampuan yang telah dilatih
d. Paien dapat melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
lain sampai semua kemampuan dilatih
e. Keluarga mengerti tentang harga diri rendah
f. Keluarga dapat melakukan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah
23
BAB III
METODE PENULISAN
Metoda penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini menguraikan tentang
metoda penulisan, sampel, teknik sampling, ruang lingkup, teknik
pengumpulan data, dan analisa yang digunakan dalam melaksanakan proses
keperawatan harga diri rendah.
A. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis adalah metoda deskriptif.
Penulis akan mendiskripsikan mengenai asuhan keperawatan kesehatan jiwa
dengan Harga Diri Rendah.
B. Sampel
Pada Karya Tulis Ilmiah penulis mengambil sampel dari beberapa pasien
yang dirawat di RSJD Dr. Amino Gondohutomo yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu pasien Ny. M yang dirawat di ruang Larasati dengan masalah
utama Harga Diri Rendah.
Pengambilan sampel karya tulis ini didasarkan pada:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi terjangkau dan akan di teliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien yang bersedia menjadi responden
b. Pasien yang kooperatif
c. Pasien dengan masalah keperawatan harga diri rendah tanpa adanya
komplikasi penyakit berat atau cacat fisik
d. Pasien yang dirawat di RSJD Dr.Amino Gondohutomo
e. Pasien dengan tahap penanganan akut
f. Pasien berusia 15-49 tahun
24
56
2. Kriteria eksklusi
Menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi
dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2009 p. 92).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien yang mengalami gangguan kesehatan yang tidak memungkinkan
pasien berkomunikasi seperti: bisu, tuli
b. Pasien dengan tahap penanganan krisis
Berdasarkan studi kasus dilapangan yang penulis lakukan, pasien yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien Ny.M yang dirawat di ruang
Larasati RSJD Dr Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
C. Teknik sampling
Teknik pengambilan sampel yaitu dengan teknik convenience sampling
metodh (non-probability sampling technique dimana subjek dipilih karena
kemudahan atau keinginan penulis) pada Ny. M dengan masalah Harga Diri
Rendah di ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah.
D. Ruang Lingkup Karya Tulis Ilmiah
Tempat dan Waktu
1. Tempat
Studi kasus dilakukan di ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah
2. Studi kasus Karya tulis ilmiah dilakukan pada tanggal 25 sampai dengan 27
Januari 2017.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam pengelolaan pasien Ny M meliputi:
1. Teknik pengumpulan data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
(sumbernya) yaitu klien dengan Harga Diri Rendah dengan melakukan
25
wawancara atau alat pengambil data langsung (lembar atau format asuhan
keperawatan kesehatan jiwa) pada subjek sebagai sumber informasi yang
dicari. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer meliputi:
a. Teknik observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengobservasi atau
memantau (mengamati) suatu objek untuk mendapatkan data.
b. Teknik Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mewawancarai atau
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan studi
pembelajaran yang dilakukan guna mendapatkan data yang diinginkan.
2. Teknik pengumpulan data sekunder (Tidak Langsung)
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain tidak
langsung diperoleh dari subjek penelitian. Data sekunder penelitian ini
adalah data pasien Harga Diri Rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
sekunder meliputi:
a. Studi dokumentasi
Merupakan pendataan dari berbagai teknik pengumpulan data yang
telah dilakukan agar tercatat data yang relevan.
b. Pengumpulan data rekam medik
Merupakan pendataan dengan melihat data rekam medik pasien Harga
Diri Rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
F. Analisis
Dalam proses analisis Karya Tulis Ilmiah penelitian ini penulis
lakukan melalui beberapa tahap dari proses pengumpulan data sampai
dengan evaluasi. Dalam proses pengumpulan data penulis menelaah data
yang diproleh dari berbagai sumber wawancara, observasi dan studi
dokumentasi. Proses pengumpulan data diawali dengan mengumpulkan
informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Informasi-
26
informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninjau literatur yang relevan,
informasi dari perawat ruangan, melihat rekam medis pasien, keluarga
pasien bahkan dari pasien itu sendiri yang mengarah pada data maupun
informasi tentang kesehatan jiwa pasien terutama pada gangguan Harga
Diri Rendah.
Analisis yang dilakukan penulis berikutnya penulis merumuskan
diagnosa keperawatan yang muncul pada pengkajian atau pengumpulan
data yang bermasalah, setelah merumuskan diagnosa keperawatan pasien
dengan Harga Diri Rendah penulis melakukan kegiatan asuhan
keperawatan yang terdiri dari 3 aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus
dan rencana tindakan keperawatan. Setelah itu, penulis melakukan
beberapa tindakan keperawatan, baik pada pasien maupun keluarga yang
mana sudah terdapat pada intervensi keperawatan (strategi pelaksanaan
pasien dan keluarga). Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan
yang dilakukan pada pasien dengan Harga Diri Rendah, yaitu pasien
dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, pasien dapat
memilih aspek positif yang dimiliki, pasien dapat menilai dan memilih
aspek positif keluarga, lingkungan dan aspek positif yang dimilikinya,
dapat dukungan dari keluarga dalam melakukan kegiatan aspek positif
yang dimiliki pasien agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada
pasien, pasien dapat menggunakan obat dengan benar untuk
menghilangkan pemikiran negatif terhadap dirinya yang membuatnya
rendah diri.
24
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang hasil dari asuhan
keperawatan pada Ny. M dengan Harga Diri Rendah di ruang Larasati. Penulis
juga akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan hasil kasus
asuhan keperawatan jiwa pada Ny. M dengan Harga Diri Rendah di ruang
Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Hasil dan
pembahasan yang penulis lakukan meliputi biodata, pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan yang
dilaksanakan pada tanggal 25 sampai dengan 27 Januari 2017.
A. Hasil
1. Biodata Klien
Pengkajian dilakukan pada hari Rabu tanggal 25 Januari 2017 jam
10.00 WIB. Dari pengkajian yang telah penulis lakukan didapatkan data
sebagai berikut: pasien berinisial Ny. M, umur 39 tahun, jenis kelamin
perempuan, agama Islam,pekerjaan PNS guru, alamat Ds Kragon
Rembang jawa tengah, suku/ bangsa Jawa Indonesia, No. RM 00056321,
tanggal masuk 07 Januari 2017, diagnosa medis Skizofrenia Tidak
Terinci.
2. Pengkajian
a. Riwayat Pasien
Berdasarkan data yang didapat penulis saat pengkajian. Ny. M
dibawa oleh ayahnya ke RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah pada tanggal 07 Januari 2017 pukul 09.30 WIB dengan
alasan masuk pasien mengunci diri di kamar,merasa dirinya bersalah,
rendah diri tidak percaya diri dan cenderung menarik diri dari
28
hubungan dengan orang lain. Saat di lakukan pengkajian pada tanggal
25 januari 2017 pukul 10.00 WIB di dapatkan data subjektif pasien
mengatakan” saya malu mas dengan kondisi saya, saya merasa
bersalah akibat dari kondisi saya yang tidak bisa memiliki anak yang
menjadi awal permasalahan dengan suami yang mengakibatkan suami
pergi dari rumah mas, saya juga merasa pandang negatif oleh orang
lain akibat kondisi masalah yang saya alami” sedangkan data objektif
yang ditemukan pasien sering menyendiri dikamar, pasien berpikiran
negatif terhadap dirinya, pasien terlihat murung dan saat di ajak
berkomunikasi kontak mata pasien kurang.
Pada pengkajian fokus ditemukan data pada faktor
predisposisi adalahPasien sudah pernah dirawat di RSJD DR Amino
Gondohutomo pada bulan Maret tepatnya tanggal 27 Maret 2016
pukul 09.00 WIB maret pasien dibawa ke RSJD karena depresi yang
disebabkan oleh pertengkarannya dengan suami yang membuatnya
depresi sehingga perlu mengkonsumsi obat. Namun pada saat pasien
kembali di rumah pasien mendapat pandangan atau stigma negatif dari
masyarakat sekitar yang mengganggu perasaan pasien, dan kejadian itu
pula yang membuat suami pasien merasa malu dan memicu
pertengkaran dengan pasien yang menyebabkan suami pasien pergi
dari rumah pada bulan Juli 2016. Kejadian tersebut membuat pasien
mengalami tekanan yang membuat pasien sulit minum obat dan
memicu timbul pemikiran negatif terhadap dirinya yang menyebabkan
pasien merasa bersalah, rendah diri dan tidak percaya diri dengan
dirinya merasa dirinya tidak berguna.sedangkan, pada faktor
presipitasi adalah ± 4 minggu setelah masuk rumah sakit pasien
mendapat pandangan atau stigma negatif dari lingkungan sekitar,
masyarakat yang menyebabkan depresi yang dialami pasien meningkat
bertambah berat ditambah dengan masalah suami yang malu dengan
keadaan pasien dan pergi dari rumah yang membuat pasien semakin
berpikiran negatif tentang dirinya, tidak percaya diri terhadap dirinya.
29
Pasien mulai mengurung diri di kamar, timbul rasa bersalah terhadap
diri sendiri yang membuat individu menarik diri dari lingkungan. Saat
pengkajian didapatkan data subjektif pasien “mengatakan mas malu
dengan kondisi dirinya, saya merasa renda bersalah, saya berpikir
bahwa kondisi saya menjadi penyebab suami pergi meninggalkan
rumah”sedangkan data objektif yang ditemukan pasien terlihat
murung, pasien lebih suka menyendiri dan menarik diri dari hubungan
dengan orang lain dan pasien memiliki pandangan negatif tentang
kondisi dirinya. Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah
b. Review System
Pada pemeriksaan fisik tanggal 07 Januari 2017 pukul 10.00
WIB didapatkan data untuk tanda – tanda vital adalah Tekanan darah
130/ 80 mmHg, Nadi 86x/ menit, Suhu 37°C, Respiration rate20x/
menit. Sedangkan, antopometriadalah Tinggi badan 150 cm dan Berat
badan 52 kilogram. Pemeriksaan pada head to toe: bentuk kepala
mesochepal, rambut hitam, telinga simetris normal tidak ada
penumpukan serumen, mata konjungtiva tidak anemis penglihatan
baik, hidung bersih tidak ada sekret dan pembesaran polip, mulut bibir
lembab tidak ada stomatitis, leher tidak ada pembesatran kelenjar
tiroid, abdomen simetris norma tidak ada nyeri tekan, baik ekstremitas
atas dan bawah tidak ada oedema dan lesi, rentang gerak normal.
Pasien mengatakan memiliki keluhan fisik Pasien mengatakan pernah
menjalani operasi miom histerektomi yang menjadi pemicu
pertengkaran dengan suami dan membuat pasien kurang percaya diri
terhadap kondisi dirinya dan merasa berbeda dengan orang lain.
c. Pemeriksaan Data Fokus
Pada pengkajian data psikososial ditemukan data Pasien
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Pasien sudah menikah dan
tinggal serumah dengan suaminya.Keluarga pasien menganut pola
asuh demokratis, tapi saat terjadi pertengkaran pasien mengatakan saat
di rumah pasien kurang berkomunikasi baik dengan suaminya dan
30
pasien cenderung atau lebih memilih berkomunikasi dengan orang tua
lewat telepon. Dalam pengkajian data psikososial ditemukan data
subjektif pasien “mengatakan mas saya merasa tidak diterima di
masyarakat akibat kondisi saya yang tidak bisa memilikianak, saya
malu mas pertengkarannya dengan suami yang mendapat stigma dari
masyarakat sekitar, saya enggan melakukan kegiatan PKK saya
merasa minder mas” sedangkan data objektif yang ditemukan pasien
lebih suka menyendiri dan menarik diri dari hubungan dengan orang
lain. Malasah Keperawatan koping individu tidak efektif
Pada pengkajian konsep diri ditemukan data, bahwa pasien
mengeluh dan berpikiran negatif tentang dirinya ditandai dengan saat
pengkajian gambaran diri ditemukan data subjektif pasien mengatakan
”kondisi tubuhnya saya berfungsi dengan baik mas, namun saya malu
terhadap kondisi saya mas yang tidak bisa memiliki anak, iya mas
saya dulu pernah menjalani operasi mioma histerektomi mas, saya
merasa bersalah gara-gara kondisi saya yang menyebabkan timbulnya
pertangkaran dengan suami saya mas, yang mengakibatkan suami
saya pergi dari rumah, saya malu mas dengan orang lain yang berada
disekitarnya saya yang berpikaran saya itu gagal dalam membangun
rumah tangga dan saya merasa diri saya tidak berguna mas”
sedangkan data objektif yang ditemukan pasien terlihat lebih suka
menyendiri dan saat di ajak berkomunikasi kontak mata pasien
kurang. Pasien memiliki pandangan negatif terhadap citra tubuhnya
ditandai dengan paasien kurang percaya diri dengan kondisi dirinya
dan berasumsi negatif terhadap kondisi yang pasien alami. Masalah
Keperawatan Harga Diri Rendah
Data identitas diri pasien “Pasien mengatakan dirinya seorang
perempuan yang berusia 39 tahun dan bekerja sebagai guru smp,
namun saat ini pasien sudah tidak mengajar karena mengalami sakit
yang membuat pasien berada di rumah sakit jiwa pasien mengatakan”
saya malu dengan kondisi situasi yang terjadi saat ini mas, saya
31
merasa tidak dihargai lagi seperti dulu saat masih mengajar menjadi
guru smp” dan pada data peran diri Pasien ”mengatakan bekerja
sebagai guru smp di kragen rembang peran dirinya sebagai pengajar
saat di smp dan saat di rumah pasien berperan sebagai ibu rumah
tangga namun saat ini pasien mengatakan saya merasa tidak berguna
mas, saya malu, saya kecewa terhadap kondisi dirinya saat ini”.
Masalah keperawatan Harga Diri Rendah.
Dari data pengkajian ideal diri Pasien ditemukan data subjektif
pasien mengatakan” saya ingin sembuh dan pulang ke rumah kedua
orang tuanya ssaya mas, ketika saya pulang saya ingin dapat kembali
mengajar dan bisa bisa dipandang baik oleh orang-orang mas”
sedangakan data objektif yang ditemukan pasien mengungkapkan
keinginan dirinya yang ingin cepat sembuh sedangkan dari pengkajian
harga diri ditemukan data subjektif menurut pandangan pasien tentang
dirinya Pasien mengatakan “saya malu terhadap kondisi saya mas
yang tidak bisa memiliki anak, iya mas saya dulu pernah menjalani
operasi mioma histerektomi mas, saya merasa bersalah gara-gara
kondisi saya yang menyebabkan timbulnya pertangkaran dengan
suami saya mas, yang mengakibatkan suami saya pergi dari rumah,
saya malu mas dengan orang lain yang berada disekitarnya saya yang
berpikiran saya itu gagal dalam membangun rumah tangga dan saya
merasa diri saya tidak berguna mas”. Masalah Keperawatan Harga
Diri Rendah
Pada pengkajian hubungan sosialnya didapatkan data subjektif
pasien mengatakan “orang terdekatnya saya itu kedua orang tuanya
saya mas, saya jarang mengikuti kegiatan PKK mas saya minder
dengan keadaan saya”. itu menandakan peran bagaimana dia berada
dalam kegiatan kelompok masyarakat, pasien mengatakan “saya tidak
suka mas ikut kegiatan sosial masyarakat saya lebih suka sendiri saya
tidak suka bersosialisasi dengan orang lain, saya lebih suka sendiri
mas, saya enggak mau berbincang-bincang terlalu lama dengan orang
32
lain, saya lebih suka menyendiri pasien mas” data objektif yang
ditemukan pasien lebih suka berdiam diri tidak mau mengikuti
aktivitas sosial. Pada pengkajian status mental diperoleh data yaitu
pasien tampak bersih, rambut berwarna hitam pendek, pakaian terlihat
lusuh, pakaian yang digunakan sesuai dengan aturan dari rumah sakit.
Pasien berbicara dengan nada pelan, Pasien dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan namun pasien tidak mau berkomunikasi
terlalu lama dengan orang lain. Interaksi selama wawancara kontak
mata pasien kurang, pasien mau menatap lawan bicara walau cuma
sebentar pasien lebih sering menunduk, Saat ditanya pasien mampu
menjawab pertanyaan dengan suara nada yang pelan dan Pasien tidak
suka di ajak berkomunikasi terlalu lama dengan orang lain. Masalah
Keperawatan isolasi sosial.
Pada pengkajian Mekanisme koping adaptif diperoleh data
pasienberbicara ketika diajak berbicara terlebih dahulu, pasien akan
keluar bila ada perawat yang mengajaknya untuk berjalan-jalan keluar
ruangan. Pada mekanisme koping maladaptif ditemukan data subjektif
Pasien mengatakan ”saya lebih suka sendiri mas, saya tidak suka
keramaian saya malu, minder dengan orang lain mas, saya takut
dipandang jelek sama orang mas”. dan bila pasien mendapat masalah
pasien lebih sering untuk memendam permasalahan itu sendiri tanpa
mau berbicara dengan orang lain ditandai dengan pasien mengatakan
”saya malu mas, saya gak mau bercerita dengan orang lain mas saya
minder dengan keadan saya” sedangkan data objektif yang diperoleh
pasien sering menyendiri dikamar dan lebih cenderung menjauh dari
hubungan sosial dengan orang lain. Masalah Keperawatan Koping
Individu tidak efektif
Pada pengkajian masalah psikososial dan lingkungan
didapatkan data pasien Pasien terlihat lebih senang menyendiri
dibanding bersosialisasi dengan orang lain, ketika di tanya bahwa
pasien malu terhadap dirinya tidak percaya diri dan lebih suka
33
menyendiri, lebih memilih untuk tidak berkomunikasi dengan orang
lain bila tidak diajak komunikasi dengan orang lain. Pasien
beranggapan bahwa orang lain mengganggap dirinya dengan
pemikiran negatif tentang kondisi dirinya. Masalah keperawatan
isolasi sosial.
d. Pengkajian aspek medis diagnosa medis yang Skizofrenia Tidak
Terinci.
e. Terapi medis
Berdasarkan hasil pengkajian dan obervasi pasien Ny.M pada
tanggal 7 Januari 2017 pukul 07.30 WIB sampai dengan tanggal 22
Januari 2017 pukul 17.30 WIB pasien mendapatkan obat olanzapine
2x 5mg, Ikalep 2 x 250 mg dan Fluoxetin 1 x 10 mg sedangkan pada
tanggal 23 sampai dengan tanggal 27 januari 2017 pukul 17.30 WIB
pasien hanya mendapat olanzapine 2x 5mg
f. Perumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari pengkajian
dan observasi diatas penulis dapat menganalisis data pasien Ny M
dengan menyimpulkan Masalah Keperawatan yang muncul sebagai
berikut:
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari pengkajian dan
observasi penulis memperoleh data subjektif pasien mengatakan “saya
malu terhadap kondisi saya mas yang tidak bisa memiliki anak, iya
mas saya dulu pernah menjalani operasi mioma histerektomi mas,
saya merasa bersalah gara-gara kondisi saya yang menyebabkan
pertangkaran dengan suami saya mas, yang mengakibatkan suami
saya pergi dari rumah, saya malu mas dengan orang lain yang berada
di sekitarnya saya yang berpikiran saya itu gagal dalam membangun
rumah tangga dan saya merasa diri saya tidak berguna mas, saya
merasa tidak dihargai mas, saya lebih senang sendiri saya minder,
takut dipandang jelek sama orang-orang disekitar saya”. Sedangkan
data objektif yang ditemukan pasien merasa malu terhadap dirinya,
34
pasien berpikiran negatif terhadap dirinya, pasien kurang memiliki ras
percaya diri, saat pasien diajak berkomunikasi kontak mata kurang
dan pasien lebih suka menyendiri dibanding bersosialisasi dengan
orang lain. Masalah keperawatan yang muncul adalah Harga Diri
Rendah
Berdasarkan dari hasil pengkajian dan observasi masalah
keperawatan kedua data yang diperoleh penulis data subjektif pasien
mengatakan “saya tidak suka mas ikut kegiatan sosial masyarakat saya
lebih suka sendiri saya tidk suka bersosialisasi dengan orang lain, saya
lebih suka sendiri mas, saya enggak mau berbincang-bincang terlalu
lama dengan orang lain, saya lebih suka menyendiri pasien mas”
sedangkan data objektif yang ditemukan pasien terlihat lebih suka
menyendiri di dalam kamar, pasien tidak suka berbincang-bincang
terlalu lama dengan orang lain dan saat diajak berkomunikasi kontak
mata kurang. Masalah keperawatan yang muncul adalah Isolasi sosial.
Berdasarkan dari hasil pengkajian dan observasi masalah
keperawatan ketiga data yang diperoleh penulis data subjektif pasien
merasa malu dengan kondisi dirinya ketika ada masalah yang dihadapi
pasien mengatakan dalam menyelesaikan masalah pasien lebih
memilih memendam dan tidak mau menceritakan nya dengan orang
lain ditandai dengan diperoleh data pasien berbicara ketika diajak
berbicara terlebih ditemukan data subjektif Pasien mengatakan “saya
lebih suka sendiri mas, saya tidak suka keramaian saya malu, minder
dengan orang lain mas, saya takut di pandang jelek sama orang mas”
dan bila pasien mendapat masalah pasien lebih sering untuk
memendam permasalahan itu sendiri tanpa mau berbicara dengan
orang lain ditandai dengan pasien mengatakan”saya malu mas, saya
gak mau bercerita dengan orang lain mas saya minder dengan keadaan
saya” Sedangkan data objektif: pasien lebih suka menyendiri dan
berdiam diri, pasien tidak suka berbicara dengan orang lain terlalu
lama dan beranggapan bahwa orang lain menilai dirinya dengan
35
pandangan yang negatif. Masalah keperawatan yang muncul adalah
Koping Individu Tidak efektif
Berdasarkan data diatas, ditemukan masalah keperawatan yaitu
Harga Diri Rendah, Isolasi sosial dan Koping Individu tidak efektif.
Sehingga tersusun pohon masalah, sebagai berikut:
Akibat Isolasi sosial
Core Problem Harga diri rendah
Penyebab Koping Individu idak Efekif Gambar 4.1. Pohon Masalah Harga Diri Rendah pada Ny.M
3. Berdasarkan data diatas yang diperoleh penulis baik dari pengkajian dan
observasi serta dari pohon masalah diatas penulis menyimpulkan diagnosa
keperawatan pasien Ny. M yaitu Harga Diri Rendah
4. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang utama
gangguan konsep diri: harga diri rendah dilakukan pada hari Rabu, tanggal
25 Januari 2017 pukul 10.450 WIB.
Tujuan Umum (TUM): pasien memiliki konsep diri yang positif.
Tujuan Khusus (TUK) pertama: pasien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat. Kriteria yang diharapkan: menunjukkan ekspresi
wajah yang bersahabat, rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
menyebutkan nama, mau menjawab salam, pasien mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensinya adalah bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik: sapa pasien dengan ramah
36
baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan
nama lengkap dan nama panggilan yang disukai, jelaskan tujuan
pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima
apa adanya, beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar pasien.
Tujuan Khusus (TUK) kedua: pasien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Kriteria yang diharapkan:
pasien dapat menyebutkan kemampuan yang dimiliki, aspek positif
keluarga, dan aspek positif lingkungan. Intervensinya adalah diskusikan
kemampuan aspek positif keluarga dan lingkungan yang dimiliki pasien,
bersama pasien membuat daftar tentang aspek positif pasien, keluarga,
lingkungan, dan kemampuan yang dimiliki pasien, utamakan memberi
pujian yang realistik dan hindarkan penilaian negatif.
Tujuan Khusus (TUK) ketiga: pasien dapat menilai kemampuan
yang dimiliki untuk digunakan. Kriteria yang diharapkan: pasien dapat
menyebutkan kemampuan yang dapat digunakan. Intervensinya adalah
diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat dilaksanakan dan
digunakan selama sakit,diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
Tujuan Khusus (TUK) keempat: pasien dapat (menetapkan)
merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria
yang diharapkan: pasien mampu membuat rencana kegiatan harian.
Intervensinya adalah rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi pasien, beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh
pasien lakukan.
Tujuan Khusus (TUK) kelima: pasien dapat melakukan kegiatan
sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Kriteria yang diharapkan: dapat
melakukan kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat. Intervensinya adalah
beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang direncanakan,
pantau kegiatan yang dilaksanakan, beri pujian atas keberhasilan pasien,
diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pasien pulang.
37
Tujuan Khusus (TUK) keenam: pasien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada. Kriteria yang diharapkan: pasien memanfaatkan
sistem pendukung yang ada di keluarga. Intervensinya adalah beri
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan
gangguan konsep diri: harga diri rendah, bantu keluarga memberikan
dukungan selama pasien dirawat, bantu keluaraga menyiapkan lingkungan
rumah.
Tujuan khusus (TUK) ketujuh: pasien dapat memanfaatkan obat
dengan baik. Kriteria yang diharapkan: pasien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat, dapat
mendemostrasikan penggunaan obat, termotivasi untuk berbicara apabila
dirasakan ada efek samping obat, memahami akibat berhentinya minum
obat, dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat. Intervensinya
adalah anjurkan pasien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya, anjurkan pasien dengan beratnya kepada dokter tentang efek
dan efek samping obat yang dirasakan, diskusikan akibat berhenti obat
tanpa konsultasi, bantu pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan selama 3 hari dan
diawali pada tanggal 25 Januari 2017 pukul 10.50 WIB yaitu Melakukan
tindakan SP1 Pasien yang pertama yaitu Membina hubungan saling
percaya seperti menyapa pasien dengan ramah, memperkenalkan diri
dengan sopan, menanyakan nama dan alamat pasien, menanyakan
masalah yang dihadapi pasien. Mendiskusikan kemampuan aspek positif
yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih
dapat digunakan atau dilakukan, membantu memilih atau menetapkan
kemampuan yang akan dilatih pukul 11.40 WIB yaitu melatih pasien
sesuai dengan kemampuan yang dipilih “merapikan tempat tidur”,
menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam
rencana harian. Evaluasi tindakan diperoleh evaluasi subjektif: pasien
38
menjawab pertanyaan yang diberikan perawat ditandai pasien mengatakan
“selamat pagi, nama saya ny M, saya malu mas melihat kondisi saya yang
seperti ini, saya pernah mengalami permasalahan keluarga yang membuat
saya bertengkar dengan suami saya yang membuat suami saya pergi dari
rumah, saya kalau di rumah terkadang sering bersih-bersih menyapu di
rumah, iya mas saya mau melakukan latihan merapikan tempat tidur
sedangkan data evaluasi objektif: pasien bersedia berjabat tangan, pasien
mau diajak berbincang- bincang walau hanya sebentar, kontak mata
kurang pasien cenderung kurang fokus, pasien bersedia
mendemonstrasikan merapikan tempat tidur. Assessment pada tindakan
masalah belum teratasi, pasien dapat merapikan tempat tidur walau belum
rapiplanning pertahankan SP 1P, pasien: anjurkan pasien merapikan
tempat tidur lagi agar rapi, perawat: latih dan bantu pasien dalam
merapikan tempat tidur
Dilanjutkan pada hari Kamis, 26 Januari 2017 pukul 09.15 WIB
yaitu: melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih merapikan
tempat tidur, mengevaluasi tindakan sebelumnya dilakukan pasien
merapikan tempat tidur, melatih pasien untuk membantu merapikan tempat
tidur, memasukan kegiatan yang dilakukan pasien ke jadwal harian.
Evaluasi tindakan diperoleh evaluasi subjektif: Ny M menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh perawat di tandai dengan mengatakan”
selamat pagi, baik, iya dimas, saya sudah merapikan tempat tidur tadi pagi,
iya saya bersedia melakukan kegiatan yang kedua”. Evaluasi tindakan
diperoleh evaluasi objektif: pasien terlihat sudah tidak menutup diri pasien
mau berjabat tangan tanpa ada rasa malu, pasien mau berbincang-bincang
dengan perawat tanpa terlihat malu atau menutup diri, pasien mampu
menceritakan kegiatan yang sudah di lakukan. Assessmentyang diperoleh
setelah tindakan selesai SP 1P teratasi, pasien mampu merapikan tempat
tidur sesuai dengan yang di ajarkan perawat. PlanningSP 2P, pasien:
anjurkan untuk melakukan latihan yang kedua membantu perawat dalam
menata piring makanan untuk pasien di meja makan, perawat: beri latihan
39
yang kedua SP 2P” membantu perawat dalam menata piring pasien di meja
makan”.
Jumat, 27 Januari 2017 pukul 11.00 WIB melakukan tindakan SP
2 Pasien yaitu: melatih pasien untuk membantu perawat dalam menata
piring makan pasien di meja makan untuk menghilangkan rasa malu dan
pandangan negatif tentang dirinya dengan melakukan hal yang dapat
meningkatkan rasa sosial pasien, mengevaluasi tindakan sebelumnya,
memberikan pengarahan tentang SP 2P pada pasien, melatih pasien untuk
membantu perawat dalam menata piring makan untuk pasien di meja
makan, memasukan nya kegiatan ke jadwal harian. Evaluasi tindakan yang
diperoleh evaluasi subjektif: pasien mengatakan ”selamat pagi mas, saya
malu mas dilihat banyak orang mas, saya takut menjatuhkan piring
mas”.evaluasi tindakan yang di peroleh evaluasi objektif: pasien tampak
malu dan sedikit cemas takut melakukan kesalahan, pasien tidak bisa
mengulang kegiatan SP 2P yang sudah di ajarkan, pasien hanya berdiam
diri takut dan malu dalam melakukan kegiatan membantu perawat dalam
menata piring makan pasien di meja makan. AssessmentSP 2P belum
teratasi, mengevaluasi tindakan yang sudah di ajarkan belum tercapai SP
2P belum teratasi. Planning latih kembali SP 2P, evaluasi kegiatan
tindakan yang dilakukan pasien dalam melakukan SP 2P
Pukul 17.00 WIB SP 2P mengevaluasi tindakan yang sudah
diarahkan atau diajarkan perawat, menanyakan kembali respon pasien
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan SP 2P. evaluasi yang diperoleh
dari kegiatan evaluasi subjektif: selamat sore mas, saya takut seperti tadi
siang mas saya malu di lihat banyak orang, iya mas saya mau mencoba
sekali lagi. Evaluasi tindakan yang diperoleh evaluasi objektif: pasien
tampak cemas dan malu takut melakukan kesalahan, pasien bisa
membantu perawat dalam menata piring makan pasien di meja makan
walau harus dimotivasi dan dituntun oleh perawat dahulu. Assasment pada
tindakan awal masalah SP2P teratasi planning lanjutkan SP Keluarga.
40
Dalam melakukan tindakan keperawatan baik implementasi dan
evaluasi penulis baru melakukan tindakan SP 1P dan SP 2P, sedangkan
tindakan yang belum dilakukan tindakan keperawatan berikutnya adalah
SP Keluarga meliputi: SP 1K keluarga mamapu menjelaskan pengertian
dan tanda-tandai orang yang mengalami Harga Diri Rendah, SP 2K
keluarga dapat menyebutkan tiga cara merawat pasien dengan Harga Diri
Rendah dan SP 3K keluarga mampu melatih pasien melakukan aspek
positif yang dimiliki dan keluarga mampu melakukan tindakan tindak
lanjut sesuai tindakan
B. Pembahasan
Pada pembahasan ini, penulis akan membandingkan antara kasus
yang penulis dapatkan pada kasus Ny.M dengan teori yang ada, penulis juga
menggali kesenjangan yang muncul antara kasus Ny.M dengan teori yang ada
serta membahas kesenjangan tersebut menggunakan teori lain yang
mendukung mengapa terjadi kesenjangan antara kasus yang didapat penulis
dalam memberikan asuhan keperawatan pasien Ny.M dengan teori yang ada.
Meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Masalah keperawatan yang pertama, yaitu Harga Diri Rendah
Menurut teori Yosep (2014) pasien dengan Harga Diri Rendah memiliki
manifestasi yang dapat dijumpai dengan melihat tanda-tanda Harga Diri
Rendah meliputi: mengkritik diri, merasa bersalah, menunda keputusan,
sulit bergaul, menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas,
menarik diri dari realitas, menciderai diri, berfikir negatif terhadap
dirinya, melukai orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan hidup
yang pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktifitas, penolakan
terhadap kemampuan diri, kuarang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapi, berkurang selera makan, tidak berani menatap
41
lawan bicara, lebih banyak menunduk dan bicara lambat dengan nada
suara lemah.
Pada kenyataanya pasien Ny M tidak mengalami kesulitan dalam
bergaul bergaul hanya perlu pendekatan yang lebih, pasien terlihat tidak
menciderai diri, pasien tidak ada tanda-tanda melukai orang lain, pasien
terlihat memiliki nafsu makan dan pasien Ny M berani menatap lawan
bicara walau sebentar.
Berdasarkan data tersebut ditemukan kesenjangan antara data yang
diperoleh penulis dan teori yang ada disebabkan pasien sudah mendapat
tindakan keperawatan oleh perawat di ruang larasati selama 18 dimulai
dari tanggal 7 Januari 2017 pukul 10.00 WIB sampai dengan 24 januari
2017 pukul 10.00 WIB. Keliat (2009) tujuan dilakukan tindakan
keperawatan pada pasien jiwa adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa,
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa dengan memberikan
tindakan keperawatan pada pasien jiwa.
Menurut Prabowo (2014) terapi untuk pasien dengan gangguan
Harga Diri Rendah salah satunya terapi Psikofarmaka berbagai jenis obat
psikofarmaka yang hanya diperoleh dengan resep dokter, yang di bagi
menjadi 2 golongan yaitu golongan generasi pertama dan golongan
kedua. Obat termasuk golongan pertama misalnya chlorpromazine HCL,
Thoridazine dan Haloperidol dan obat golongan kedua misalnya
Risperidone, Olozapine, Glanzapine, Fluoxetin dan Aririprazole.
Pada kenyataanya dalam pemberian obat sebagai terapi
psikofarmaka dalam pemberian obat pada pasien Ny.M mengalami
pengurangan melihat dari data rekam medik saat pasien masuk pada
tanggal 7 januari 2017 pukul 09.30 WIB pasien diberikan obat 3 jenis
obat olanzapine 2x 5mg, Ikalep 2 x 250 mg dan Fluoxetin 1 x 10 mg
sampai tanggal 23 Januari 2017 pukul 17.30 WIB sebagai terapi
psikofarmaka namun pada tanggal 24 Januari 2017 pukul 07.30 WIB
pasien mendapat pengurangan obat yang awalnya mendapat 3 jenis obat
42
olanzapine 2x 5mg sekarang hanya 1 jenis obat sebagai terapi
psikofarmaka yang dijalani.
Berdasarkan data tersebut ditemukan kesenjangan antara data yang
diperoleh penulis dan teori yang ada disebabkan, kenapa terjadi
pengurangan obat pada pasien Ny.M karena pasien dalam fase akut bukan
lagi dalam fase krisis. Menurut Stuart yang dikutip oleh Nurjanah (2014)
Fase penanganan akut dengan kondisi pasien Memerlukan intervensi
keperawatan individu dan intervensi dalam menyelesaikan ADL, Tidak
memahami atau menolak program pengobatan memerlukan observasi
penuh keperawatan dan memerlukan intervensi keperawatan Resiko
mencederai diri sendiri atau orang lain menunjukkan gangguan persepsi,
kognitif, dan afektif dan memerlukan pengarahan ulang, orientasi dan
pembatasan yang nyata. Sedangkan Fase penangann krisis adalah fase
penanganan dengan kondisi pasien tergantung penuh dalam pelaksanaan
ADL, tidak memahami atau menolak program pengobatan,memerlukan
intervensi keperawatan satu persatu sepanjang shift, beresiko mencederai
diri sendiri dan orang lain dan menunjukkan gangguan persepsi, kognitif,
afektif yang konsisten dan berat.
terapi medik berupa Olanzapine 2x 5mg yang berfungsi
menyeimbangkan kembali zat kimia di otak sehingga mengurangi
halusinasi, kegelisahan, dan membuat orang berfikir lebih jernih sehingga
lebih aktif berperan dalam kehidupan sehari-hari. Ikalep 2 x 250 mg,.
Indikasinya diberikan pada pasien epilepsi jenis petit mal (Simple &
Complex Absence Seizure) Kontraindikasi: penyakit jantung, hati dan
ginjal, hipertensi, glaukoma. (Dalami, dkk, 2009).
Peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien
Ny.M meliputi pemberian terapi psikofarmaka, Pemberian TAK (terapi
aktivitas kelompok) dan Komunikasi Terapeutik. Prabowo (2014) terapi
aktivitas kelompok merupakan rencana pengobatan pada pasien
gangguan jiwa yang menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial seperti melakukan aktivitas sebagai
43
stimulus untuk memberikan pasien pengalaman dan menjadikanya
pembelajaran dalam menyelesaikan suatu masalah. Sedangkan
komunikasi terapeutik menurut Direja (2011) mendefinisikan terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan denga seni dari penyembuhan.
Disini dapat diartikan bahwa komunkasi teraupetik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatanya difokuskan untuk
penyembuhan pasien. Sedangkan manfaat komunikasi terapeutik itu
sendiri untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat
dan pasien melalui hubungan perawat-klien. Proses komunikasi yang
baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu
pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap
perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya untuk
mencegah adanya tindakan yang negative terhadap diri sendiri (Direja,
2011)
Dalam penelitian Rosdiana (2009), telah dibuktikan bahwa macam-
macam gangguan jiwa, HDR, Halusinasi, RPK, isolasi sosial dan DPD
perlu komunikasi terapeutik komunikasi perawat dengan pasien jiwa
mempunyai efek penyembuhan baik dalam kontens kesehatan jiwa
maupun kesehatan fisik. Dalam melakukan komunikasi terapeutik
Menurut Keliat yang dikutip Direja (2011) mengungkapkan terdapat 5
sikap perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik seperti
berhadapan antara pasien dan perawat, mempertahankan kontak mata,
membungkuk ke arah pasien yeng bertujuan untuk menunjukan
keinginan untuk mendengar apa yang diucapkan pasien,
memepertahankan sikap terbuka dan tetap rileks.
Pada kenyataanya penulis dalam melakukan komunikasi terapeutik
duduk bersebelahan dengan pasien, Berdasarkan data tersebut ditemukan
kesenjangan antara data yang diperoleh penulis dan teori yang ada
disebabkan dalam kenyataannya melakukan komunikasi terapeutik
penulis perlu mengikuti apa yang diinginkan pasien bisa berupa waktu
dan tempat. Pada saat melakukan komunikasi terapeutik Ny M lebih
44
senang jika komunikasi terapeutik dilakukan di ruangan kamar pasien,
yang hanya difasiliti kamar tidur pasien dan kamar mandi dalam,
sehingga penulis harus mengikuti kondisi yang ada dengan melakukan
komunikasi teraupetik dengan duduk bersebelahan tidak berhadap-
hadapan agar pasien lebih merasa nyaman.
Dalam melakukan tindakan keperawatan pemberian reinforcement
juga penting dalam meningkatkan rasa percaya diri pasien setelah
melakukan tindakan keperawatan yang sudah dijalani seperti terapi
psikofarmaka, terapi aktivitas kelompok dan setelah melakukan tindakan
keperawatan komunikasi terapeutik penulis dengan pasien. Menurut
Wade dan Tavis (2008) yang dikutip Perdana Putra dalam penelitiannya
penguatan reinforcement yang dikategorikan atas dua bentuk yaitu
reinforcement primer dan reinforcement sekunder. Reinforcement primer
merupakan stimulus yang secara alami memeperkuat suatu perilaku,
biasanya karena dapat memenuhi kebutuhan psikologi sedangkan
reinforcement sekunder merupakan stimulus yang memiliki kemampuan
untuk memperkuat perilaku melalui asosiasi dengan inforcement lainnya.
Keluarga berperan penting dalam proses penyembuhan pasien
Ny.M yang mengalami masalah keperawatan harga diri rendah, keluarga
bisa menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat proses
penyembuhan pasien, keluarga yang tidak memberi dukungan baik fisik
maupun moral bisa menghambat pasien dalam proses penyembuhan.
Menurut Nuraenah (2012) Dukungan keluarga, keluarga sangat berperan
penting dalam proses penyembuhan klien. Salah satu peran dari fungsi
keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga dalam memberikan kasih sayang.
Dukungan keluarga meliputi: sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita sakit. Fungsi dari peran keluarga adalah sebagai
sistem pendukung dalam memberikan pertolongan bagi anggota keluarga
yang menderita gangguan jiwa.
45
Masalah keperawatan yang kedua, yaitu Isolasi Sosial. Menurut
teori Townsed yang dikutip muhith (2015) pasien dengan isolasi sosial
memiliki manifestasi tanda dan gejala seperti: kurang spontan, apatis,
ekpresi wajah kurang berseri, afek tumpul, tidak merawat dan
memeprhatikan kebersihan diri kebersihan diri, komunikai verbal
menurun. Pasien lebih suka menyendiri dibandingkan bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar, pemasukan makan dan minum terganggu,
aktivitas menurun dan menolak hubungan dengan orang lain.
Kenyataanya pada saat penulis melakukan pengkajian dan
observasi pada pasien Ny.M diperoleh data pasien dapat memperhatikan
dan merawat kebersihan diri dengan mandi 2x sehari, pasien tidak
terganggu pemasukan makan dan minumnya dan pasien mau
berhubungan dengan orang lain.
Berdasarkan data tersebut ditemukan kesenjangan antara data yang
diperoleh penulis dan teori yang ada disebabkan pasien sudah mendapat
tindakan keperawatan komunikasi terapeutik, terapi aktifitas klompok dan
terapi lingkungan
Pasien yang sudah yang sudah mendapatkan komunikasi terapeutik
tentunya akan mengalami perubahan komunikasi verbal yang lebih baik
seperti yang di jelaskan ramdhani yang dikutip oleh nyumirah (2013)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa pada proses komunikasi akan
terjadi memberikan penerapan keterampilan berkomunikasi diajarakan
cara bertanya untuk konfirmasi, cara memberi dan menerima pujian, cara
mengeluh dan menghadapi keluhan, cara menolak, cara meminta tolong,
cara berempati dan cara berinteraksi dengan oarng lain sedangkan Dalam
penelitian Rosdiana (2009), telah dibuktikan bahwa macam-macam
gangguan jiwa, HDR, Halusinasi, RPK, isolasi sosial dan DPD perlu
komunikasi terapeutik komunikasi perawat dengan pasien jiwa
mempunyai efek penyembuhan baik dalam kontens kesehatan jiwa
maupun kesehatan fisik klien dengan defisit (merawat diri)
46
Menurut Dermawan & Rusdi terapi lingkungan merupakan terapi
yang berkaitan dengan menjaga dan memelihara aspek lingkungan yang
kondusif yang berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang
akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologi
seseorang.
Masalah keperawatan yang ketiga, yaitu Koping Individu Tidak
Efektif. Menurut Prabowo (2014) menjelaskan Koping individu tidak
efektif merupakan ketidakmampuan yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon
terhadap situasi yang mengancam. Meningkatnya mekanisme koping
individu salah satunya dengan adanya dukungan sosial. Dengan adanya
dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat dapat
menimbulkan perasaan diperhatian, disenangi dan dihargai sehingga
dapat merubah mekanisme koping individu.
Kenyataannya pada saat penulis melakukan pengkajian dan
observasi pada pasien Ny.M diperoleh data pasien mengatakan malu
dengan kondisi dirinya ketika ada masalah yang dihadapi pasien
mengatakan dalam menyelesaikan masalah pasien lebih memilih
memendam dan tidak mau menceritakan nya dengan orang lain. Namun
setelah mendapatkan tindakan keperawatan seperti terapi psikofarmaka,
terapi aktivitas klompok dan kominkasi terappeutik, pasien cenderung
terbuka mau bercerita berbagi dengan perawat dan dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan walau masih perlu bimbingan dan arahan dari
perawat.
Berdasarkan data tersebut ditemukan kesenjangan antara data yang
diperoleh penulis dan teori yang ada disebabkan pasien sudah mendapat
tindakan keperawatan komunikasi terapeutik, terapi aktifitas klompok,
terapi psikofarmaka dan terapi lingkungan serta mendapat dukungan dari
perawat yang selalu memberikan motivasi kepada pasien. Menurut
Rasmun yang dikutip oleh penelitian Amri dan Syaefudin mengatakan
47
tingkat keberhasilan atau keefektifan koping yang digunakan oleh
individu dalam menghadapi kecemasanya dalam menyelesaikan masalah
dapat diartikan bahwa dalam menghadapi stressor jika strategi koping
yang digunakan efektif serta lingkungan yang mendukung maka akan
menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam
sebuah kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat menghasilkan gangguan
kesehatan fisik maupun psikologis. Faktor yang bisa menjadi
penghambat dalam proses penyembuhan pasien dengan koping individu
tidak efektif adalah keluarga namun keluarga juga bisa menjadi faktor
yang mempercepat proses penyembuhan dan mengubah pola pikir pasien
menjadi positif dan memiliki koping individu yang efektif.
Faktor penghambat penulis yaitu penulis perlu mengikuti kondisi
keadaan pasien yang memiliki mood yang berubah-ubah yang dapat
mengganggu proses pengkajian dan komunikasi terapeutik dan tidak dapat
melakukan pengkajian dengan maksimal karena keluarga pasien pada saat
pengkajian belum ada yang menjenguk. Faktor pendukung yang
didapatkan penulis selama melakukan pengkajian adalah hubungan saling
percaya antara perawat dengan pasien terbina cukup baik dan penulis
mendapat informasi lain dari perawat ruangan. Sedangkan solusi yang
dilakukan penulis saat ini adalah validasi kepada perawat ruangan dan
melihat buku status klien.
2. Diagnosa keperawatan
Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis terhadap Ny. M pada
tanggal 25 Januari 2017, ditemukan data-data yang mengarahkan pada
Harga Diri Rendah seperti pasien mengatakan malu terhadap kondisi
dirinya, tidak berharga, memiliki pemikiran negatif terhadap diri sendiri,
tidak percaya dengan kemampuan diri, merasa gagal sehingga penulis
mengganggap diagnosa keperawatan tersebut sebagai diagnosa yang
utama.
48
Terdapat beberapa teori yang menyebutkan diagnosa keperawatan
pada pasien dengan Harga Diri Rendah dibagi menjadi dua yaitu:
gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah dan Harga Diri Rendah.
Menurut Prabowo (2014) menyebutkan gangguan Konsep Diri: Harga Diri
Rendah merupakan penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh prilaku sesuai dengan ideal diri sedangkan Direja (2011)
harga diri rendah merupakan evaluasi diri atau perasaan tentang diri dan
kemampuan yang negatif dan dipertahankan dalam waktu lama sedangkan
menurut Yosep (2014) Harga Diri Rendah merupakan perasaan tidak
berharga, tidak nerarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mecapai keinginan sesuai ideal diri.
Kenyataannya dalam penulis menegakkan diagnosa keperawatan
penulis melakukan pendokumentasian dengan cara menentukan masalah
keperawatan yang menjadi akibat, core problem, dan causa dengan
menggunakan format yang telah distandarkan, penulis menegakan
diagnosa keperawatan pada Ny.M dengan single diagnosa.
Berdasarkan data tersebut ditemukan kesenjangan antara data yang
diperoleh penulis dan teori yang ada, dari hasil pengkajian dan observasi
pada pasien Ny.M serta mengacu pada teori Yosep (2014) dan Direja
(2011) yang menegakan diagnosa pasien Harga Diri Rendah dengan single
diagnosa, dalam merumuskan serta memunculkan diagnosa penulis
menggunakan single diagnosa yaitu Harga Diri Rendah. Menurut
Carpenito yang dikutip Direja (2011) diagnosa keperawatan merupakan
penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu
terhadap masalah kesehatan yang mampu diatasi oleh perawat berdasarkan
pendidikan dan pengalamanya, diagnosa keperawatan adalah penilaian
atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian
49
3. Intervensi keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. M dengan Harga
Diri Rendah diruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi
Jawa Tengah selama 3 hari pada tanggal 25-27 Januari 2017. Penulis
menyusun intervensi sesuai dengan tujuan umum dan tujuan khusus
intervensi keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dilakukan pada Ny.M dengan
menggunakan teori menurut Prabowo (2014) terdapat tujuan umum
pasien dengan Harga Diri Rendah dan 7 tujuan khusus pasien dengan
Harga Diri Rendah meliputi: TUM (Tujuan Umum) yaitu pasien dapat
memiliki konsep diri yang positif dan 6 Tujuan Khusus diantaranya
pasien dapat membina hubungan saling percaya, pasien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, pasien
dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk digunakan, pasien dapat
menetapkan, merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampua yang
dimiliki, pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang
telah dibuat, pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dan
pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Akan tetapi pada kenyataan penulis mengalami kesulitan dalam
merencanakan tujuan khusus yang ke 4,5 dan 6, hal ini dikarenakan pada
saat penulis merencanakan tujuan khusus 4 dan 5 penulis mengalami
kesulitan yang disebabkan pasien Ny.M tidak dapat menetapkan,
merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan
pasien masih bingung dengan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat sehingga perlu memerlukan arahan dari Perawat,
Berdasarkan data yang diperoleh penulis terdapat kesenjangan
dengan teori yang ada di karenakan melihat kondisi pasien yang masih
belum bisa menetapkan, merencanakan aspek potitif yang dimiliki maka
penulis dalam memutuskan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pasien dalam memutuskan
rencana tindakan keperawatan. Menurut Keliat (2006) dalam menentukan
50
tujuan khusus, tujuan umum, perawat perlu memiliki kemampuan kritis
berpikir dan kemampuan menjalin hubungan kemitraan dengan pasien
dan keluarga yang bertujuan untuk menjalin kerjasama yang baik antara
perawat, pasien dan keluarga. Dalam kenyataan nya penulis sulit
menjalin kerjasama dengan pasien dalam menentukan rencana rindakan
keperawatan sedangkan pada tujuan khusus 6 pasien dapat
memanfaatkan sistem pendukung yang ada yang dalam pelaksanaanya
perlu melibatkan keluarga sedangakn sedangkan pada periode tanggal 25
sampai 27 Januari tidak ada keluarga yang menjenguk Ny.M.
berdasarkan hal tersebut terdapat kesenjangan antara data yang diperoleh
penulis dengan teori yang ada.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan selama tiga hari yaitu
tanggal 25-27 Januari 2017 dengan mengunakan strategi pelaksanaan
pada pasien dan keluarga.
Implementasi keperawatan dilaksanakan selama tiga hari yaitu
tanggal 25 sampai dengan 27 Januari 2017 dengan mengunakan strategi
pelaksanaan pada pasien dan keluarga. Strategi pelaksanaan pasien dan
keluarga yang mengalami kesenjangan dengan teori yaitu SP Pasien dan
Strategi Pelaksanaan Keluarga.
SP 1 Pasien yaitu melaksanakan kegiatan aspek positif yang
dimiliki, dalam kenyataannya pada Ny. M belum dapat melakukan
kegiatan dengan benar sehingga perlu mendapat pengulangan SP 1 P. Hal
ini dikarenakan kondisi pasien yang belum percaya diri dalam melakukan
kegiatan aspek positif yang dimiliki sehingga Ny. M masih perlu arahan
dari perawat dalam melaksanakan kegiatan aspek positif yang di miliki
SP 1 Pasien yaitu pasien dapat menetapkan dan melakukan
kegiatan aspek positif yang kedua, dalam kenyataannya SP 2 Pasien perlu
penggulangan kembali dikarena pasien merasa malu dan takut melakukan
kesalahan sehingga perlu arahan dan motivasi dari perawat agar pasien
51
mau mencoba kembali kegiatan aspek positif yang dimiliki. Oleh karena
itu penulis mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melanjutkan
SP selanjutnya yang belum tercapai SP K. Pada kenyataan nya penulis
belum melakukan SP Keluarga dikarenakan pada pada periode tanggal 25
sampai 27 Januari tidak ada keluarga yang menjenguk Ny.M.
Menurut Salahudin (2009) yang dikutip oleh Waskitho peran
keluarga dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa diantaranya:
memberikan dukungan kasih sayang, perhatian serta bantuan utama
terhadap penderita gangguan jiwa seperti pengertian dan pemahaman
tentang berbagai manifestasi gejala-gejala sakit yang terjadi pada pasien
gangguan jiwa, membantu dalam aspek administrasi dan finansial yang
dikeluarkan selama proses pengobatan pasien jiwa, untuk itu yang harus
dilakukan oleh keluarga adalah nilai dukungan dan kesediaan menerima
apa yang sedang dialami oleh pendertita sebagaimana kondisi kesehatan
penderita dapat dipertahankan serta diklaim sehat oleh tenaga psikolog,
Dokter dan tenaga medis kesehatan lainnya dan kembali menjalani hidup
bersama keluarga dan masyarakat sekitar. Pada kenyataanya terdapat
kesenjangan antara data yang diperoleh penulis dengan teori dukungan
yang ada keluarga Ny. M belum ada yang menjenguknya padahal
keluarga berperan penting dalam proses penyembuhan klien dengan
memberikan dukungan yang positif kepada klien.
Faktor penghambat penulis temui pada saat memberikan asuhan
keperawatan pada Ny. M dengan Harga Diri Rendah yaitu keterbatasan
waktu penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien, kurang
keterlibatan keluarga selama pemberian asuhan keperawatan.
Faktor pendukung terlaksananya asuhan keperawatan gangguan
Harga Diri Rendah pada Ny. M tidak lain karena adanya kerjasama
dengan perawat di ruang Larasati, klien dan tim kesehatan lain baik
langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam
melaksanakan intervensi asuhan keperawatan tersebut. Tindakan
keperawatan yang belum dilakukan penulis adalah melakukan tindakan
52
asuhan keperawatan SP Keluarga pada Ny M dikarenakan karena penulis
hanya memberikan asuhan keperawatan selama 3 hari dan selama
tindakan keperawatan pada Ny M keluarga tidak datang menjenguk
pasien dan rencana yang dilakukan penulis adalah mendelegasikan
tindakan keperawatan SP Keluarga pada perawat ruangan agar pasien dan
keluarga mampu melakukan tindakan keperawatan SP Keluarga.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada
respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(Hermawan, 2011, p. 39).
Dalam melakukan evaluasi pada saat memberikan asuhan keperawatan
jiwa pada Ny. M dengan Harga Diri Rendah, penulis menggunakan
evaluasi formatif dimana evaluasi dilakukan setelah tindakan diberikan.
Evaluasi keperawatan pada SP 1 Pasien yang merupakan
pengembangan dari TUK 1, TUK 2, TUK 3, TUK 4 dan TUK 5 yang
mana setiap TUK memiliki kriteria evaluasi masing-masing. Dari data
yang diperoleh penulis terdapat kesenjangan antara hasil data yang
didapatkan penulis saat melakukan tindakan keperawatan asuhan
keperawatan pada Ny M dengan teori yang ada
Evaluasi keperawatan pada SP 1 Pasien yang merupakan
pengembangan dari TUK 3 dan TUK 4 . Dari beberapa kriteria evaluasi
menurut Lilik (2011) yang memiliki kesenjangan yaitu pasien dapat
melakukan aktivitas terarah sesuai dengan aspek positif yang dimiliki dan
pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan. Pada kenyataannya Ny. M
pasien masih bingung dalam melakukan aktivitas terarah sesuai dengan
aspek positif yang dimilki dan dalam melakukan aktivitas sesuai
kemampuan pasien perlu arahan dan bimbingan dari perawat yang
dilakukan pada pagi hari dan perlu pengulangan SP 1 Pasien hari
berikutnya dan akhirnya SP 1 Pasien tercapai dengan 2x pelaksanaan.
53
Evaluasi keperawatan pada SP 2 Pasien yang merupakan
pengembangan dari TUK 4 dan TUK 5. Dari beberapa kriteria evaluasi
menurut Lilik (2011) yang memiliki kesenjangan adalah pasien dapat
memilih kegiatan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan aspek positif
yang dimiliki pasien yang kedua dan pasien mampu beraktivitas sesuai
kemampuan. Pada kenyataannya Ny. M tidak bisa menentukan kegiatan
aspek positif kedua yang akan dilakukan sehingga perlu arahan dari
perawat dan dalam melakukan tindakan aktivitas yang dipilih pasien masih
merasa malu takut melakukan kesalahan jadi perlu motivasi dan arahan
dari perawat yang dilakukan pada pagi hari dan perlu pengulangan SP 2
Pasien hari sore hari dan akhirnya SP 2 Pasien tercapai dengan 2x
pelaksanaan. Berdasarkan data yang diperoleh dalam melakukan tindakan
asuhan keperawatan pada Ny M dikarenakan kondisi pasien yang belum
stabil dan mood pasien yang berubah-ubah yang perlu arahan dan
pimbingan perawat sehingga pasien dapat melakukan tindakan
keperawatan untuk proses penyembuhan dalam melakukan tindakan
keperawatan. Didukung teori menurut Harahap (2010) berubahaan mood
merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi, pasien dengan mood
yang tertekan mengalami kehilangan energi dan minat, perasaan bersalah,
sulit kosentrasi, hilang nafsu makan dan pikiran yang berfikiran negatif
tenang dirinya. Tanda dan gejala gangguan mood dapat juga berupa
perubahan pada tingkat aktivitas, penurunan kemampuan kognitif,
pembicaraan dan fungsi vegetatif.
Evaluasi keperawatan pada SP Keluarga yang mana merupakan
pengembangan dari TUK 6 dan TUK 7 dengan kriteria evaluasi yang
belum tercapai meliputi pasien dapat melakukan apa yang diajarkan
perawat secara mendiri, pasien mau memanfaatkan fasilitas yang dan yang
berkaitan dengan keluarga, pasien mengerti tantang pentinngnya
memanfaatkan obat yang di beri perawat, keluarga dapat membina
hubungan saling percaya dengan perawat, keluarga dapat menyebutkan
pengertian, tanda dan gejala Harga Diri Rendah, pasien dan keluarga dapat
54
menyebutkan manfaat, dosis, efek samping obat dan dapat menyebutkan
prinsip 5 benar minum obat. Hal ini terjadi karena ketidakcukupan waktu
penulis untuk melaksanakan implementasi dan ketidakhadiran keluarga
sehingga tidak dapat melakukan strategi pelaksanaan keluarga.
Evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perkembangan
kesehatan pasien setelah dilakukan implementasi keperawatan jiwa dan
kriteria evaluasi sesuai dengan tujuan khusus dalam teori seperti klien
mampu membina hubungan saling percaya kepada perawat dengan
ekspresi wajah bersahabat, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Pasien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki, pasien
dapat menilai kemampuan yang dimiliki, pasien dapat menetapkan dan
merencanakan kegiatan aspek positif yang dimiliki sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki, pasien dapat melakukan kegiatan aspek positif
yang dimilki sesuai dengan kemampuannya dan pasien dapat
memanfaatkan sistem pendukung yang ada dan melakukan aktivitas
terjadwal (Lilik, 2011). Berdasarkan data yang ada untuk mengatasi
tindakan keperawatan yang belum dilakukan yaitu tindakan SP Keluarga
penulis memberikan pendelegasikan tindakan asuhan keperawatan
selanjutnya pada perawat Ruang Larasati untuk melanjutkan tindakan
asuhan keperawatan pada Ny. M meliputi SP 1K keluarga mampu
menjelaskan pengertian dan tanda-tanda orang yang mengalami Harga Diri
Rendah, SP 2K keluarga dapat menyebutkan tiga cara merawat pasien
dengan Harga Diri Rendah dan SP 3K keluarga mampu melatih pasien
melakukan aspek positif yang dimiliki dan keluarga mampu melatih pasien
melakukan tindakan tindak lanjut sesuai tindakan yang dipilih. Menurut
penelitian Yakob Tomatalata dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
pendelegasian merupakan tindakan tindak memercayakan tugas (yang
pasti dan jelas), kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban dan
pertanggung jawaban kepada orang yang mampu mengelolah pekerjaan
55
sesuai dengan bidangnya secara individu dalam setiap posisi tugas.
Pendelegasian dilakukan dengan cara membagi tugas, kewenangan, hak,
tanggung jawab, kewajiban serta penanggunng jawab yang ditetapkan
dalam suatu penjabaran atau deskripsi tugas formal dalam organisasi yang
bertujuan untuk mencapai tujuan atau kriteria hasil yang di inginkan.
24
56
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Ny. M dengan
masalah utama gangguan Harga Diri Rendah yang dilaksanakan pada tanggal
25-27 januari 2017 di Ruang Larasati RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah, yang telah penulis lakukan maka penulis membuat
simpulan sebagai berikut:
1. Pada saat melakukan pengkajian penulis membuhtuhkan ketelitian dalam
mengambil data, baik dari data subjektif maupun objektif dengan
melakukan wawancara, observasi melihat status pasien atau rekam medis
dan melakukan validasi perawat ruangan. Penulis juga harus menyiapkan
mental baik secara fisik maupun psikologis dan berkonsentrasi secara
penuh untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara langsung
dengan pasien yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Hal ini
menjadi pengalaman pertama bagi penulis dalam mengambil kasus
keperawatan jiwa.
2. Dalam menegakkan diagnosa keperawatan berfokus pada satu masalah
utama yaitu pasien dengan Harga Diri Rendah. Dalam menentukan
diagnosa keperawatan penulis mencari beberapa sumber yang relevan
dan berdiskusi dengan pembimbing Klinik/CI dan perawat ruangan.
3. Penulis menyusun perencanaan keperawatan pada Ny. M dengan
diagnosa keperawatan Harga Diri Rendah. Pada saat menyusun
perencanaan keperawatan penulis tidak melibatkan klien maupun
keluarga karena kondisi klien yang masih dalam penanganan akut,
kurang bisa diajak kerjasama, tidak dapat memutuskan dengan pemikiran
yag jernih dan belum bisa menetapkan, merencanakan aspek potitif yang
dimiliki sehingga penulis melakukan kolaborasi dengan perawat ruangan
untuk merencanakan keperawatannya.
57
4. Dalam melakukan implementasi atau tindakan keperawatan dibutuhkan
beberapa komponen penting yaitu adanya perawat, klien, keluarga dan
komunikasi terapetik agar dapat tercapai secara maksimal. Perlu
dicermati dalam melaksanakan tindakan keperawatan, klien sangat
membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang lebih
mengerti keadaan dan permasalahannya. Disamping itu perawat atau
penulis juga membutuhkan kehadiran keluarga untuk melakukan
kerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien. Akan
tetapi dalam kasus pengelolaan keluarga Ny. M tidak ada yang
berkunjung.
5. Dalam melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. M dari keseluruhan
tindakan keperawatan yang dilakukan, penulis merencanakan rencana
tindak lanjut pada klien untuk Strategi Pelaksanaan (SP) yang belum
optimal dan yang belum terlaksana dengan cara mendelegasikan atau
memberikan surat pendelegasian kepada perawat ruangan. Hal tersebut
dilakukan karena keterbatasan waktu pengelolaan kasus sehingga penulis
tidak dapat melakukan kunjungan rumah dan tidak ada anggota keluarga
yang menjenguk klien pada saat kelolaan kasus.
6. Faktor penghambat yang didapatkan oleh penulis yaitu adanya
keterbatasan waktu dalam pelaksanaan kelolaan kasus dan
ketidakhadirannya keluarga menjenguk klien selama pelaksanaan
kelolaan kasus sehingga pelaksanaan strategi pelaksanaan keluarga dalam
tindakan asuhan keperawatan jiwa tidak terlaksana. Kemudian faktor
pendukung dalam pelaksanaan keolaan kasus asuhan keperawatan jiwa
pada Ny. M dengan Harga Diri Rendah yaitu kepatuhan pasien dalam
pelaksanaan tindakan dan adanya kerjasama antara penulis dengan
perawat di ruang Larasati, klien dan tim kesehatan lain baik langsung
maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam melaksanakan
intervensi asuhan keperawatan jiwa.
58
7. asuhan keperawatan jiwa dengan Harga Diri Rendah pada Ny. M terdapat
beberapa kesenjangan antara teori dan kasus dalam merumuskan masalah
keperawatan.
8. Pasien dengan Harga Diri Rendah dapat disembuhkan apabila
diketemukan lebih dini, mendapatkan penangangan medis dan
keperawatan secara tepat dan optimal, serta dapat dukungan keluarga dan
orang sekitar. Pasien akan mengalami kekambuhan jika tidak meminum
obat secara teratur dan tidak mendapat dukungan dari kerabat dekat atau
keluarga.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Layanan di rumah sakit sudah baik tetapi perlu ditingkatkan agar mutu
pelayanan semakin meningkat. Perlu adanya tempat beribadah dimasing-
masing ruangan agar pasien dapat melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya, pasien perlu dibina dalam melakukan ibadah dengan baik
2. Bagi Perawat
Untuk peran perawat sudah bagus, namun perlu ditingkatkan lagi
pelayanan kepada pasien dengan Harga Diri Rendah memerlukan
penanganan yang lebih dibanding penanganan pada kasus masalah
kesehatan jiwa yang lain karena pasien dengan Harga Diri Rendah
memerlukan perhatian, dukungan moral dan reinforcement dalam
kegiatan yang pasien lakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri
pasien secara intensif dalam melakukan perawatan dan lebih banyak aktif
mengadakan terapi aktivitas kelompok agar pasien dapat membentuk
sosialisasi dan membangkitkan motivasi untuk kesembuhan pasien
dengan cara komunikasi terapeutik yang lebih intensif. Membantu
mengingatkan klien untuk selalu beribadah sesuai dengan keyakinannya.
3. Bagi Keluarga
Saran disampaikan kepada keluarga melalui perawat ruangan agar
keluarga dapat berperan aktif dalam penyembuhan pasien dengan
59
memberikan dukungan secara psikis terhadap kemampuan-kemampuan
kpasien selama dirawat dan sering menjenguk pasien angar dapat
memotivasi pasien dalam proses penyembuhan.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Memberi informasi kepada mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan
dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa khususnya Harga Diri
Rendah.
5. Bagi Masyarakat
Diharapkan mampu membantu dalam proses penyembuhan orang yang
mengalami gangguan jiwa dengan tidak menganggap gangguan jiwa
suatu hal yang aneh dan sebagai aib masyarakat dan tidak
mengucilkannya. Peran masyarakat dalam penerimaan kondisi pasien di
lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi proses adaptasi pasien
terhadap kondisi sosial masyarakat yang baru, sehingga diharapkan
hubungan interpersonal harus dikembangkan untuk meningkatkan harga
diri dan martabat pasien.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anggar, (2014) stigma yang memberatkan wanita dimana ada anggapan dari
masyarakat bahwa wanita yang tidak bisa memiliki anak dikarena
menderita Mioma Uteri.(http://ejournal.lib.ui.ac.id/, diakses pada tanggal
28 Januari 2017).
Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Akemat dan Budi Anna Keliat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta: EGC.
Depkes, (2014) Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang Dengan Gangguan
Jiwa(ODGJ). (http://www.Depkes.go.id/article/view/2014/10270011/stop-
stigma-dan-diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html
diakses pada tanggal 20 september 2016 pukul 14.45 WIB)
Dinkes, (2012) buku profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012 (online).
(http://www.dinkesjatengprov.go.id diakses pada tanggal 23 september
2016 pukul 11.00 WIB)
Direja, Ade Hermawan Surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kozier, Barbara (et al.). (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. Jakarta: EGC.
Lestari w, (2014) Stigma dan penanganan penderita gangguan jiwa berat yang di
pasung.(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewfile/
3605.html diakses pada tanggal 23 september pukul 21.00 WIB)
61
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Octaviani dkk, (2014) peran psychological capital terhadap konflik peran ganda
pada wanita bekerja di kantor pusat PT Semen Indonesia (online).
(http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/jurnal-Leni/pdf.html
diakses pada tanggal 20 september pukul 21.00 WIB)
Pinilih S, (2015) Manajemen kesehatan jiwa berbasis komunitas melalui
pelayanan keperawatan kesehatan jiwa di wilayah Dinas kabupaten
Magelang.(http://download.portalgaruda.org/article/4268title/managemen-
kesehatan-jiwa-berbasis-komunitas-melalui-pelayanan-keperawatan-
kesehatan-jiwa-komunitas-diwilayah-dinas-kabuaten-magelang.html
diakses pada tanggal 21 september 2016 pukul 16.00 WIB)
Prabowo, Eko. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Purwasih dkk, (2015) penatalaksanaan gangguan jiwa dengan gangguan konsep
diri: harga diri rendah di ruang gatot koco rsjd Dr Amino Gondohutomo
Semarang.(http://ejournal.akperkridahusada.ac.id/index.php/profesikepera
watan/article/28.html diakses pada tanggal 20 september pukul 20.00
WIB)
Widhawati, N S. (2016). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Jiwa Harga
Diri Rendah pada Sdr A Di Ruang Madrim RSJD. AMINO
GONDOHUTOMO Provinsi jawa tengah.
Setiadi. (2013). Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:
Graha ilmu.
62
Sutini Titin dan Iyus Yosep. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Tohirin. (2015). Metode Penilitian Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan
Konseling. Jakarta: Salemba Medika.
Nirwana (2015). Pengaruh pendelagasian wewenang dan pembagian kerja
terhadap kepuasan kerja karyawan dalam pelayanan dan pengawasan
kinerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan.(http:// eprints.ums.ac.id/,
di akses pada tanggal 26 Mei 2017 pukul 15.00 WIB)