bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102568/potongan/s2... ·...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi birokrasi saat ini sangat diperlukan dalam rangka perbaikan kualitas aparatur sipil negara. Dari sudut pandang masyarakat, birokrasi selama ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan, berbelit-belit, dan tidak professional. Dari sudut pandang pemerintah sendiri mulai merasa tidak nyaman dengan status aparatur sipil negara yang mempunyai predikat sewenang-wenang, koruptif dan tidak melayani. Pemerintah menghendaki adanya peningkatan pencitraan birokrasi dimata masyarakat, sehingga pemerintah sendiri juga menginginkan segera dilakukan perbaikan citra aparatur sipil negara melalui program reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan sebuah kebijakan yang dibuat untuk mengubah atau membuat suatu perbaikan dalam birokrasi pemerintahan Indonesia saat ini. Perubahan atau perbaikan yang ingin dilakukan dalam reformasi birokrasi mencakup struktur dan proses dalam penyelenggaraan pelayanan publik, serta perubahan pada mindset dan culturset pegawai. Reformasi birokrasi juga bertujuan untuk memperbaiki prosedur administrasi dibirokrasi pemerintah, perbaikan penggunaan keuangan negara dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Penjabarannya dituangkan dalam Permenpan & RB No.20 Tahun 2010 dan Permenpan & RB No.11 Tahun 2015 tentang road map Reformasi Birokrasi. Cerminan pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini masih belum memberikan pengaruh signifikan pada perubahan dan perbaikan yang terjadi di instansi pemerintah. Indikasi belum optimalnya pelaksanaan reformasi birokrasi dapat dilihat dari tingkat korupsi yang masih tinggi di kalangan aparatur pemerintah. Pelayanan publik yang masih belum optimal serta kinerja aparatur pemerintah yang belum sesuai dengan harapan masyarakat luas.

Upload: vandang

Post on 06-Sep-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi birokrasi saat ini sangat diperlukan dalam rangka perbaikan

kualitas aparatur sipil negara. Dari sudut pandang masyarakat, birokrasi

selama ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan, berbelit-belit, dan

tidak professional. Dari sudut pandang pemerintah sendiri mulai merasa tidak

nyaman dengan status aparatur sipil negara yang mempunyai predikat

sewenang-wenang, koruptif dan tidak melayani. Pemerintah menghendaki

adanya peningkatan pencitraan birokrasi dimata masyarakat, sehingga

pemerintah sendiri juga menginginkan segera dilakukan perbaikan citra

aparatur sipil negara melalui program reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi merupakan sebuah kebijakan yang dibuat untuk

mengubah atau membuat suatu perbaikan dalam birokrasi pemerintahan

Indonesia saat ini. Perubahan atau perbaikan yang ingin dilakukan dalam

reformasi birokrasi mencakup struktur dan proses dalam penyelenggaraan

pelayanan publik, serta perubahan pada mindset dan culturset pegawai.

Reformasi birokrasi juga bertujuan untuk memperbaiki prosedur administrasi

dibirokrasi pemerintah, perbaikan penggunaan keuangan negara dan

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan

reformasi birokrasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010

tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Penjabarannya

dituangkan dalam Permenpan & RB No.20 Tahun 2010 dan Permenpan & RB

No.11 Tahun 2015 tentang road map Reformasi Birokrasi.

Cerminan pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini masih belum

memberikan pengaruh signifikan pada perubahan dan perbaikan yang terjadi

di instansi pemerintah. Indikasi belum optimalnya pelaksanaan reformasi

birokrasi dapat dilihat dari tingkat korupsi yang masih tinggi di kalangan

aparatur pemerintah. Pelayanan publik yang masih belum optimal serta

kinerja aparatur pemerintah yang belum sesuai dengan harapan masyarakat

luas.

2

Tabel berikut ini memperlihatkan wajah birokrasi Indonesia yang

menjelaskan tentang tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kualitas

pelayanan publik, dan kapasitas/ akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

Tabel 1.1.

Wajah Birokrasi Indonesia

No Keterangan Indikator Skor Indonesia Skala

1. Tingkat KKN IPK** 34 0-100

Opini BPK WTP

(Wajar Tanpa

Pengecualian)

Pusat 74% 100%

Daerah 34%

2. Kualitas

Pelayanan

Publik

Indeks Pelayanan

Publik

7,22 0-10

Peringkat

Kemudahan Berusaha

114 1-189*

6 9**

3. Kapasitas dan

Akuntabilitas

Kinerja

Indeks Efektivitas

Pemerintah

(-) 0.29 (-) 2.5-

2.5

Instansi yang

akuntabel

64,56 %

(CC/Cukup Baik)

100%

*dari 181 negara

**dari 9 negara ASEAN

Sumber : Paparan Menteri PAN & RB, 2014.

Dari tabel di atas dapat dilihat akuntabilitas pengelolaan keuangan

instansi pemerintah yang berada pada kisaran nilai 64,56% dari target 100%.

Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan K/L

(Kementerian/Lembaga) dan pemda masih kurang baik, masih banyak instansi

pemerintah yang perlu ditingkatkan laporan keuangannya menuju ke opini

wajar tanpa pengecualian (WTP). Dalam hal pelayanan publik, pemerintah

belum dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan

perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik. Dalam hal

kemudahan berusaha (doing business), menunjukkan bahwa Indonesia belum

dapat memberikan pelayanan baik bagi para investor yang akan berbisnis di

Indonesia. Data International Finance Corporation pada tahun 2014,

menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-114 dari 189 negara di dunia.

Banyak faktor yang menjadikan kebijakan reformasi birokrasi dapat

berjalan dengan baik di instansi pemerintah. Faktor pendukung kesuksesan

pelaksanaan program kebijakan reformasi birokrasi salah satunya adalah

3

kemampuan berkomunikasi para pimpinan atau tim kebijakan tersebut kepada

publik internal organisasi. Kegiatan komunikasi akan memberikan

pengetahuan, pemahaman tentang visi dan misi serta tujuan kebijakan

reformasi birokrasi yang dilaksanakan. Publik internal seharusnya sudah

memahami dengan baik visi dan misi reformasi birokrasi. Publik internal

diharapkan juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyan seperti tujuan yang

ingin dicapai oleh organisasi mereka, bagaimana cara mencapainya, apa

bentuk kontribusi yang bisa diberikan oleh mereka secara kelompok (dalam

unit kerja) dan pribadi (sesuai dengan tugas pokok dan fungsi atau tupoksi).

Idealnya, pemangku kepentingan internal mampu menjawab pertanyaan-

pertanyaan tersebut dengan baik. Untuk dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan tersebut dengan baik, seluruh staf organisasi pemerintah perlu

disediakan informasi yang cukup secara terus menerus. Artinya, kegiatan

berkomunikasi dengan mereka perlu dilakukan secara serius, sistematis dan

berkesinambungan. Namun kurangnya perhatian akan pentingnya komunikasi

kepada publik internal menjadi penghambat proses pencapaian tujuan sebuah

kebijakan. Masalah-masalah komunikasi yang tidak efektif di internal

organisasi pemerintah mungkin dapat terjadi karena komunikasi tersebut

belum direncanakan dan dikelola dengan baik oleh pembuat kebijakan.

Disamping itu pembuat kebijakan juga tidak mengetahui seberapa besar

kebutuhan informasi yang perlu diberikan pada publik internal. Pembuat

kebijakan juga sering mengabaikan untuk dapat menciptakan sebuah informasi

yang menarik pada publik di internal organisasinya.

Merujuk dari penjelasan tersebut, maka dalam implementasi program

reformasi birokrasi mutlak diperlukan kegiatan komunikasi yang tepat.

Kegiatan komunikasi ini bertujuan sebagai jembatan penghubungan antara

pembuat kebijakan reformasi birokrasi dalam hal ini unsur pimpinan dengan

pihak pelaksana kebijakan atau pegawai di internal organisasi. Disinilah

aktivitas komunikasi yang efektif diperlukan dalam menyebarkan informasi,

pengetahuan, pemahaman, dan menumbuhkan komitmen kepada publik

internal organisasi. Kegiatan komunikasi tersebut dapat diwujudkan dalam

bentuk sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi. Sosialiasi akan berjalan

4

dengan baik manakala dikelola melalui tahap-tahap komunikasi agar berjalan

dengan efektif dan efisien.

Proses kegiatan sosialisasi melalui pentahapan tersebut dapat dilakukan

dengan memberikan pemahaman tentang tujuan dan latar belakang sebuah

kebijakan dibuat, merumuskan perencanaan komunikasi, kemudian bagaimana

komunikasi itu dilakukan melalui implementasi aksi dan komunikasi serta

penilaian efektifitas program komunikasi tersebut dilakukan melalui proses

evaluasi program komunikasi. Hal inilah yang dimaksudkan sebagai proses

manajemen dalam komunikasi.

Manajemen komunikasi pemerintah dengan prinsip resiprokal yang

terpadu, terarah dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk efektivitas

pengorganisasian komunikasi kebijakan reformasi birokrasi. Manajemen

komunikasi yang mampu memaksimalkan proses pengelolaan sumberdaya

komunikasi untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan

yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi (individual, organisasional,

sosial). Pada prinsipnya komunikator dalam organisasi pemerintah

berkewajiban menjaga akses publik terhadap informasi, meningkatkan

kesadaran mengenai kebijakan reformasi birokrasi dan proses didalamnya,

memfasilitasi umpan balik dan komunikasi dua arah dengan publik, dan

menggunakan informasi tersebut untuk meningkatkan kinerja lembaga

Dalam praktiknya, sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi tidaklah

mudah, muncul banyak resistensi baik dalam maupun luar organisasi

pemerintah. Resistensi yang muncul dari pihak eksternal misalnya apatisme,

politisasi dan itikad baik (goodwill). Dari aspek internal kelembagaan

pemerintah seperti ketidaksiapan restrukturisasi organisasi, belum adanya

dukungan teknologi informasi untuk efisiensi pekerjaan, apriori berlebihan

terhadap perubahan yang akan terjadi, prasangka tentang ketidakadilan dalam

pemberian tunjangan kinerja dan pembagian pekerjaan.

Masalah utama komunikasi pemerintah dalam sosialiasi kebijakan adalah

tidak munculnya prinsip resiprositas antara pembuat kebijakan dengan

publiknya itu sendiri. Idealnya, publik mengetahui informasi atas kegiatan

untuk publik (public affairs) dan terpenuhinya hak untuk mengetahui (right to

5

know) masalah publik. Pelayanan informasi di organisasi pemerintah masih

tergantung pada faktor manusia dalam kontrol mekanisme struktural dan

dorongan kultural, selain ketetapan regulasi.

Manajemen komunikasi pemerintah pada publik internal bertujuan

menggugah kesadaran akan pentingnya pegawai dalam berperan aktif dan

mendukung kebijakan reformasi birokrasi. Keberhasilan kegiatan komunikasi

banyak ditentukan oleh manajemen komunikasi yang diterapkan. Di lain pihak

jika tidak ada manajemen komunikasi yang baik, efek dari proses komunikasi

bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh negatif.

Kebijakan reformasi birokrasi yang telah digulirkan pemerintah tersebut

mengisyaratkan bahwa semua instansi pemerintah pusat maupun daerah

berkewajiban untuk ikut melaksanakan kebijakan reformasi birokrasi tersebut.

Dalam perkembangannya, kebijakan reformasi birokrasi ini dilaksanakan oleh

instansi pemerintah secara bertahap. Hal ini terjadi karena masih banyak

instansi pemerintah pusat yang merasa belum siap dan belum mampu dalam

pelaksanaan kebijakan ini di organisasinya. Pada tahap awal reformasi

birokrasi pada tahun 2007 ada tiga instansi pemerintah yang dijadikan sebagai

pilot project kebijakan ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian

Keuangan, dan Mahkamah Agung. Sedangkan Lembaga Administrasi Negara

sebagai salah satu lembaga pemerintah baru menyatakan kesiapan dalam

pelaksanaan reformasi birokrasi pada tahun 2011. Hal ini menandakan bahwa

kebijakan reformasi birokrasi mulai dijalankan di Lembaga Administrasi

Negara mulai tahun 2011.

Keberhasilan Reformasi Birokrasi di Lembaga Administrasi Negara

dinilai penting karena lembaga ini mempunyai tugas sebagai lembaga yang

mendidik seluruh aparatur sipil negara di Indonesia. Pentingnya keberhasilan

pelaksanaan program reformasi birokrasi di LAN juga berkaitan dengan tugas

dan fungsi LAN sebagai rujukan dari sistem administrasi pemerintahan di

seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Harapannya dengan pelaksanaan

program reformasi birokrasi yang baik akan mempunyai efek positif dan

menjadikan stimulus serta contoh baik bagi keberhasilan reformasi birokrasi

instansi pemerintah lainnya.

6

Merujuk dari proses manajemen komunikasi yang dilakukan oleh tim

reformasi birokrasi dalam sosialisasi program reformasi birokrasi. Peneliti

ingin melihat sejauhmana tim reformasi birokrasi LAN mampu merumuskan

dan melaksanakan tahapan demi tahapan yang ada dalam kegiatan manajemen

komunikasi untuk membangun komunikasi yang efektif dalam sosialiasi

kebijakan reformasi birokrasi. Manajemen komunikasi yang dilakukan oleh

tim reformasi birokrasi menarik peneliti untuk menganalisis lebih mendalam

bagaimana tim reformasi birokrasi melakukannya di publik internal organisasi.

Bagaimana kegiatan manajemen komunikasi dalam sosialiasi kebijakan

tersebut penting untuk diketahui dan dianalisis dengan harapan dapat menjadi

contoh baik bagi instansi pemerintah lainnya untuk pelaksanaan reformasi

birokrasi.

B. Perumusan Masalah

Reformasi birokrasi adalah kebijakan nasional yang penting untuk

dikomunikasikan secara tepat pada seluruh pegawai di setiap lembaga

pemerintah. Manajemen komunikasi yang tepat diharapkan mampu

menjembatani kepentingan antara pembuat kebijakan dan pelaksana

kebijakan. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah yang diangkat

peneliti dalam penelitian ini adalah Bagaimana manajemen komunikasi

yang dilakukan Lembaga Administrasi Negara dalam sosialisasi program

Reformasi Birokrasi pada publik internal tahun 2012-2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan manajemen komunikasi yang dilakukan Lembaga

Administrasi Negara dalam sosialisasi program Reformasi Birokrasi pada

publik internal;

2. Menganalisis manajemen komunikasi yang dilakukan Lembaga

Administrasi Negara dalam sosialisasi program Reformasi Birokrasi pada

publik internal.

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian terkait

manajemen komunikasi pada sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi

di organisasi pemerintah;

b. Hasil penelitian ini diharapkan turut mengembangkan kajian ilmu

komunikasi strategis khususnya komunikasi organisasi dan hubungan

masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi kasus manajemen

komunikasi dalam sosialisasi kebijakan di organisasi pemerintah skala

besar dengan cakupan yang luas.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mencoba menggunakan

beberapa konsep sebagai pintu masuk kerangka berpikir. Pertama adalah

konsep reformasi birokrasi, kedua adalah konsep sosialisasi kebijakan; ketiga

adalah konsep manajemen komunikasi. Komunikasi dapat mencapai tujuan

efektif apabila unsur-unsur yang ada dalam proses komunikasi dikelola

sedemikian rupa dengan mengaitkan fungsi manajemen. Keempat adalah

konsep hubungan masyarakat khususnya hubungan pegawai (employee

relations) pada publik di internal organisasi yaitu penyampaian pesan kepada

pegawai mengenai program reformasi birokrasi.

1. Reformasi Birokrasi

Konsep reformasi birokrasi mulai popular sejak bangsa Indonesia

memasuki era baru pemerintahan, yaitu sejak beralihnya pemerintahan dari

orde baru ke orde reformasi. Reformasi birokrasi merupakan sebuah upaya

sistematis yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan aparatur negara

yang bersih, kompeten, dan melayani. Banyak pendapat dan pendekatan yang

dikemukakan untuk menjelaskan tentang Reformasi Birokrasi. Menurut

Caiden dalam modul diklat khusus RB LAN (2012:9) reformasi administrasi

atau dalam terminologi yang lebih popular di Indonesia disebut sebagai

8

reformasi birokrasi adalah dorongan perubahan yang direncanakan untuk

menstranformasi administrasi dan mengatasi resistensi yang menyertai

transformasi tersebut. Caiden menggunakan istilah “perubahan yang

direncanakan” untuk membedakan reformasi birokrasi dari perubahan biasa

yang terjadi dalam organisasi publik. Sebuah organisasi publik tidak hidup

dalam ruang hampa, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan, baik

lingkungan politik, sosial, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan.

Sementara itu, Chapman dan Greenway dalam modul diklat khusus RB

LAN (2012:9) mendefinisikan reformasi birokrasi sebagai sebuah proses

perubahan pada struktur dan proses dalam penyelenggaraan pelayanan publik

sebagai konsekuensi dan tidak sesuainya struktur dan prosedur yag ada dengan

ekspektasi lingkungan sosial dan politik birokrasi. Fokus dari definisi tersebut

terletak pada tiga aspek, yaitu (1) reformasi birokrasi mencakup perubahan

struktur dan proses; (2) perubahan pada reformasi birokrasi mencakup

perubahan pada pelayanan publik; dan (3) reformasi birokrasi merupakan

tuntutan dari lingkungan di luar birokrasi.

Reformasi birokrasi sebagai bagian pembangunan nasional pada

dasarnya diarahkan untuk mendukung pencapaian visi pembangunan nasional

Indonesia, yaitu :Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur”.

Dalam kaitan tersebut, visi reformasi birokrasi Indonesia adalah

“Terwujudnya pemerintahan kelas dunia”. Makna visi tersebut adalah

terwujudnya pemerintahan yang professional dan berintegritas tinggi yang

mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan

manajemen pemerintahan yang demokratis. Misi reformasi birokrasi sesuai

dengan Grand design reformasi birokrasi adalah sebagai berikut :

a. Membentuk dan menyempurnakan peraturan perudang-undangan dalam

mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik;

b. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen

sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas , kualitas

pelayanan publik, mind set, dan culture set;

c. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif; dan

d. Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien.

9

Secara umum, dalam Grand design reformasi birokrasi 2010-2025 telah

dinyatakan bahwa tujuan reformasi birokrasi adalah menciptakan birokrasi

pemerintah yang professional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,

berkinerja tinggi, bersih, dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral,

sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dank ode etik

aparatur Negara. Sasaran yang ingin dicapai dari reformasi birokrasi adalah

sebagai berikut :

a. Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan

nepotisme;

b. Meningkatnya kualitas pelayanan publik pada masyarakat; dan

c. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Berdasarkan penjelasan mengenai konsep, visi, misi, dan tujuan dari

reformasi birokrasi tersebut dapat dijelaskan bahwa hal yang mendasar dalam

Reformasi Birokrasi adalah kegiatan untuk melakukan perubahan dari kondisi

saat ini yang dianggap kurang baik menjadi kondisi akan datang yang lebih

baik dan efektif. Reformasi birokrasi dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan

pusat dan daerah untuk menciptakan aparatur sipil negara yang efektif,efisien,

berjiwa melayani dengan orientasi kepada kinerja yang akan dihasilkan

berdasarkan perencanaan dan tujuan yang jelas.

2. Sosialisasi Kebijakan

Reformasi birokrasi memerlukan sebuah sarana penyampaian pesan

dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan yaitu seluruh pegawai di

organisasi pemerintah, sehingga diperlukan adanya sebuah aktivitas

komunikasi. Aktivitas komunikasi tersebut dapat dituangkan melalui kegiatan

sosialisasi kebijakan. Sosialisasi merupakan salah satu tindakan nyata dari

aktivitas komunikasi. Sosialisasi mempunyai definisi yang beragam. Dalam

ranah akademik, sosialisasi banyak digunakan dalam kajian sosiologi.

Pengertian sosialisasi menurut Charles R Wright adalah proses ketika

individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan

sampai tingkat tertentu norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang

10

tersebut untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain

(Sutaryo,2005:156).

Sosialisasi merupakan proses belajar, pada dasarnya sifat manusia

adalah tidak akan pernah puas untuk belajar sesuatu hal yang belum

diketahuinya, seperti belajar norma-norma untuk dapat beradaptasi dangan

lingkungan sosialnya, hal tersebut sejalan dengan pendapat Peter L Berger

bahwa sosialisasi merupakan proses dengan mana seseorang belajar menjadi

anggota masyarakat (Sutaryo,2005:156).

Fred Greenstein menjelaskan pengertian sosialisasi politik dalam arti

sempit dan luas yaitu:

1. Penanaman informasi yang di sengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang

oleh bahan-bahan intruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung

jawab.

2. Semua usaha untuk mempelajari, baik formal maupun informal, disengaja

ataupun tidak direncanakan, pada setiap tahap siklus kehidupan dan

termasuk didalamnya tidak secara eksplisit masalah belajar saja, akan

tetapi juga secara nominal belajar bersikap mengenai krakteristik-

kerakteristik kepribadian yang bersangkutan (Rush & Althoff, 2005:35).

Pada dasarnya penyebaran informasi mengenai nilai-nilai dan norma-

norma adalah inti dari sosialisasi yang dilakukan oleh badan-badan atau

kelompok-kelompok kepentingan untuk menanamkan nilai-nilai, sikap-sikap

dan pengetahuan pada objek sosialisasi. Menurut David Easton dan Jack

Dennis sosialisasi politik adalah suatu proses perkembangan seseorang untuk

mendapatkan pola tingkah lakunya (Rush & Althoff, 2005:35).

Sosialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pihak pengantar

pesan dan penerima pesan. Interaksi menjadi unsur penting dalam suatu

aktivitas sosialisasi. Dalam penelitian ini pihak pimpinan di Lembaga

Administrasi Negara merupakan suatu organisasi atau pihak yang melakukan

proses sosialisasi, dimana dia berperan sebagai pemilik atau pengolah pesan

untuk dikomunikasikan kepada targetnya dengan harapan target dapat

memahami dan mengadopsi pesan-pesan yang disampaikan (Effendy, 2006).

11

Sosialisasi sangat diperlukan dalam implementasi kebijakan Reformasi

Birokrasi di instansi pemerintah. Tuntutan perubahan yang mendasar dalam

birokrasi di Indonesia, memerlukan adanya kegiatan sosialisasi yang tepat,

efektif sehingga mampu menyampaikan pesan-pesan Reformasi Birokrasi

pada publik internal. Harapan dengan sosialiasi kebijakan yang efektif akan

memberikan pengaruh dan perubahan besar pada pelaksanaan reformasi

birokrasi di instansi pemerintah. Perubahan yang dimaksud dalam konteks

reformasi birokrasi merupakan pergeseran organisasi dari keadaan sekarang

menuju keadaan yang diinginkan, yaitu suatu keadaan yang lebih baik dari

keadaan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengertian dan konsep sosialiasi kebijakan

tersebut di atas, maka sosialiasi kebijakan dalam reformasi birokrasi dapat

dijelaskan sebagai proses interaksi komunikasi berupa pengantaran pesan-

pesan reformasi birokrasi yang didalamnya terdapat unsur-unsur pesan

perubahan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, dan diterapkan oleh

pihak yang menerima pesan tersebut. Kaitannya dengan penelitian ini,

sosialisasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses interaksi yang terjadi antara

pembuat kebijakan program reformasi birokrasi dengan target audiensnya,

yaitu publik eksternal ataupun publik internal. Sosialisasi juga berperan

sebagai media penyampaian pesan-pesan yang bersangkutan dengan

pengenalan kebijakan, pemahaman kebijakan, dan perubahan-perubahan yang

harus dilakukan dengan diterapkannya kebijakan reformasi birokrasi.

Sosialisasi mengacu pada proses komunikasinya.

3. Manajemen Komunikasi

Banyak pengertian dan konsep-konsep manajemen komunikasi

dikemukakan oleh akademisi untuk dapat menjelaskan akan pentingnya

manajemen komunikasi dalam sebuah aktivitas komunikasi. Selanjutnya

dalam kerangka pemikiran ini akan dihadirkan beberapa pandangan dan

konsep oleh ahli komunikasi yang akan menjelaskan mengenai manajemen

komunikasi.

12

Suprapto (2009:130) menjelaskan bahwa dalam organisasi swasta

maupun pemerintah untuk menjalankan proses bisnisnya pasti memerlukan

manajemen. Manajemen diperlukan dalam sebuah organisasi sebagai sarana

untuk mengelola kegiatan usahanya dari awal sampai akhir, sehingga dengan

manajemen tujuan organisasi akan lebih mudah dan cepat tercapai.

Begitu pula dalam komunikasi, proses manajemen dalam komunikasi

diperlukan karena sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh pimpinan

organisasi swasta dan pemerintah adalah untuk berkomunikasi dengan publik

internal dan eskternalnya. Tujuannya untuk memberikan informasi tentang

kegiatan dan proses usahanya. Disamping itu dalam aktivitas komunikasi

diperlukan pula keputusan untuk memilih model kiriman-penerimaan pesan,

pilihan media dalam penyampaian pesan, teknik dalam menyampaikan pesan

dan pengelolaan pertemuan, yang kesemuanya itu membutuhkan pengelolaan

yang baik mulai dari analisis masalah, perencanaan, penerapan, dan evaluasi

kegiatan.

Sehingga jika ingin Komunikasi dapat mencapai tujuan secara efektif,

maka setiap unsur yang ada dalam proses komunikasi haruslah dikelola

dengan mengaitkan beberapa fungsi manajemen, yakni fungsi-fungsi

perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengendalian. Hal ini bisa

menjadi lebih jelas apabila digambarkan dalam tabel seperti berikut ini:

Tabel 1.2

Matrik Hubungan Fungsi Manajemen dan Unsur-Unsur Komunikasi

Fungsi

Manajemen

Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikator Pesan Media Khalayak Efek

Planning

Organizing

Actuating

Controlling

Sumber : (Suprapto, 2009:131)

13

Berbeda dengan pendapat sebelumnya yang mengaitkan langsung

fungsi manajemen dengan unsur-unsur komunikasi, pakar publik relations

Grunig (1992:4) memandang bahwa terminologi manajemen komunikasi

merupakan istilah yang interchangeably atau dapat dipertukarkan dengan

organizational communication dan publik relations. Grunig lebih lanjut

mengatakan :

Publik relations and communication management describe the overall

planning, execution, and evaluation of an organization’s communication

with both external and internal publik – groups that affect the ability of

an organization to meet its goal.

(Hubungan masyarakat dan manajemen komunikasi merupakan

keseluruhan dari perencanaan, keputusan, dan evaluasi terhadap suatu

komunikasi organisasi dengan kelompok publik di dalam dan diluar yang

mempengaruhi kemampuan sebuah organisasi untuk meraih tujuan-

tujuannya).

Sementara itu konsep/batasan manajemen komunikasi lainnya

disampaikan oleh Mark Fletcher. Manajemen komunikasi menurut Fletcher

(1999:156) pada dasarnya adalah manajemen atau pengelolaan atas bentuk

dari informasi (form of information), isi dari informasi (content of

information), dan konteks dari informasi (context of information) untuk

memberi hasil-hasil yang spesifik.

Fletcher menjelaskan bahwa form merujuk pada bentuk tertentu atas

apa yang dikatakan. Bentuk dari komunikasi, cara menggunakan bahasa

selaras dengan pengertian kalimat-kalimat, kata-kata spesifik dan sebagainya,

akan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap bagaimana hal itu dapat

diterima. Mengenai content, Fletcher menjelaskan bahwa jika kita

berkomunikasi dengan seseorang, kita membuat keputusan tentang isi

(content) seperti apa yang kita yakini akan diterima. Sementara itu, istilah

context, menurut Fletcher, merujuk pada tempat dimana komunikasi terjadi.

Pengertian tempat bisa berarti segalanya, mulai dari ruangan, tempat/ruang

diantara dua individu, momen bersejarah, konteks politik, dan sebagainya.

Ruler dan Vercic (2005) menawarkan konsep manajemen komunikasi

dalam pendekatan sosial, menjelaskan bahwa masyarakat luas merupakan unit

14

analisis dengan struktur dan lembaga-lembaga sosial menjadi dasar bagi

kualitas manajemen komunikasi. Ini berarti bahwa sudut pandang tidak dari

korporasi atau organisasi itu sendiri, tapi tempat organisasi dalam masyarakat

luas (struktur sosial). Manajemen komunikasi bergerak dalam membangun

masyarakat dengan membuat rasa situasi, menciptakan makna yang tepat dari

mereka, mencari kerangka diterima. Pendekatan reflektif Manajemen

Komunikasi ini melihat manajemen komunikasi melalui sudut pandang

tentang memaksimalkan, mengoptimalkan, atau memuaskan proses berarti

penciptaan, menggunakan informasi, persuasif, relasional, dan intervensi

diskursif untuk memecahkan masalah manajerial untuk menciptakan

legitimasi masyarakat (publik).

Peters dalam Ruler dan Vercic (2005) menjelaskan bahwa dalam

memahami manajemen komunikasi lebih dari sekedar memahami beberapa

konsep. Oleh karena itu, perlunya penggabungan pandangan dari hubungan

komunikasi, organisasi dan manajemen. Dengan melakukan itu, empat

pendekatan teoritis yang berbeda untuk manajemen komunikasi ditemukan

yaitu model informatif, persuasif, relasional, dan diskursif. Keempat model

yang dikemukakan tersebut, merupakan model manajemen komunikasi yang

dapat menjadi pilihan-pilihan sebuah organisasi dalam melakukan komunikasi

kepada publik internalnya. Pilihan model dilakukan berdasarkan situasi yang

dihadapi dan masalah komunikasi apa yang hendak di seleasaikan. Sehingga

tidak ada pilihan model manajemen yang terbaik dari keempat model tersebut,

organisasi bebas menentukan pilihan model manajemen komunikasi sesuai

dengan kebutuhannya.

Manajemen komunikasi merupakan proses kegiatan komunikasi melalui

beberapa tahap kegiatan untuk mempermudah dan mengefisienkan sumber

daya yang digunakan. Cutlip, Center & Broom (2009), menjelaskan

pentahapan dalam melakukan manajemen komunikasi, yakni :

e. Mendefinikan Masalah

Merupakan tahap dimana tim komunikasi melakukan penyelidikan

tentang latar belakang masalah dengan menganalisa situasi yang sedang terjadi

15

dan menangkap apa yang dibutuhkan oleh publik, serta memonitor opini

masyarakat sehingga problem/masalah komunikasi bisa ditentukan dan

dirumuskan.

f. Perencanaan Komunikasi

Dalam perencanaan komunikasi erat kaitannya dengan strategi

komunikasi yang akan dilaksanakan. Dalam perencanaan komunikasi terdiri

dari beberapa poin yakni perumusan sasaran dan tujuan, penetapan sasaran

khalayak, strategi pesan, strategi media, strategi komunikator, serta anggaran

dan jadwal.

g. Aksi dan Komunikasi

Dalam tahap ini terdiri dari dua poin yakni strategi aksi dan strategi

komunikasi. Strategi aksi berupa tindakan yang diambil oleh pemerintah

dalam mencapai tujuan program dengan melakukan perubahan atau perbaikan

dalam kebijakan, prosedur, produk, layanan, ataupun perilaku organisasi.

Sedangkan strategi komunikasi merupakan tahap dimana seluruh komponen

komunikasi, seperti khalayak, pesan, media, dan komunikator diintegrasikan

sehingga strategi komunikasi menjadi efektif dan tepat sasaran sehingga

tujuan awal program tercapai.

h. Evaluasi Komunikasi

Evaluasi merupakan tahap penilaian atas persiapan, pelaksanaan

(implementasi), dan hasil program (dampak). Evaluasi merupakan aktivitas

humas (pemerintah) dalam menilai apakah sosialisasi yang dijalankan telah

efektif dan mencapai tujuan.

Setelah memahami penjelasan mengenai arti dan konsep manajemen

komunikasi dari beberapa pakar komunikasi tersebut, benang merah yang

dapat di ambil dalam konsep manajemen komunikasi tersebut yaitu

manajemen komunikasi merupakan proses pengelolaan sumber daya

komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas

pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi.

Manajemen komunikasi menjadi hal yang penting dalam suatu organisasi,

karena bertujuan agar proses komunikasi organisasi tidak hanya berjalan

16

dengan efektif, namun juga efisien. Efektif disini berarti tujuan komunikasi

tercapai sesuai dengan rencana komunikasi. Sedangkan efisien berarti

menggunakan sumber daya komunikasi dengan sebaik-baiknya untuk

pencapaian hasil yang optimum. Sehingga proses yang dilakukan dalam

manajemen komunikasi akan mempermudah pencapaian tujan akhir dari

berbagai kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.

Dalam kaitannya dengan Sosialisasi program reformasi birokrasi,

komunikasi bukanlah sesuatu yang hidup sendiri. Sehingga manajemen

komunikasi dalam Sosialisasi program Reformasi Brokrasi dalam penelitian

ini diartikan sebagai “bagaimana kedua belah pihak berinteraksi serta

bagaimana pihak-pihak tersebut merencanakan dan melaksanakan proses

komunikasi yang efektif dalam aktifitas sosialisasi program reformasi

birokrasi.” Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah pertama,

arus informasi dari komunikator ke komunikan. Kedua, bagaimana sistem

komunikasi antara kedua belah pihak dalam perancangan hingga pelaksanaan

sosialisasi tersebut. Ketiga, jalinan antara jaringan komunikasi kedua pihak

tersebut dengan komunikasi media. .

Merujuk dari beberapa konsep yang dikemukakan oleh pakar

komunikasi di atas, peneliti akan menggunakan model pentahapan manajemen

komunikasi yang di kemukakan oleh Cutlip, Center, dan Broom. Konsep yang

dikemukakan oleh Cutlip, Center, dan Broom dipilih peneliti karena

menawarkan konsep yang lebih jelas dan terperinci mengenai bagaimana

komunikasi dapat dikelola dengan membaginya ke dalam empat tahapan

kegiatan.

4. Employee Relations/Internal Relations

Faktor penting dari kemajuan atau kemuduran sebuah organisasi

ditentukan oleh hubungan antara pimpinan puncak dengan para pegawai, naik

turunnya kondisi sebuah organisasi tergantung pada mereka sebagai mitra

kerja yang utama bagi organisasi. Mereka merupakan anggota tim yang

17

bernilai penting, karenanya kesuksesan seorang anggota kelompoknya

menjadi bagian dari keseluruhan kesuksesan organisasi.

Menurut Ardianto (2009:15), publik dalam public relations dapat

diklasifikasikan dalam beberapa kategori yaitu :

a. Publik internal dan publik eksternal : internal publik yaitu publik yang

berada di dalam organisasi atau perusahaan. Eksternal publik secara

organik tidak berkaitan langsung dengan organisasi seperti pers,

pelanggan, komunitas, dan pemasok.

b. Publik primer, sekunder, dan marginal: publik primer bisa sangat

membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik sekunder

adalah publik yang kurang bagitu penting dan publik marjinal adalah

publik yang kurang diperhatikan organisasi.

c. Publik tradisional dan publik masa depan yaitu karyawan dan pelanggan

adalah publik tradisional, mahasiswa/pelajar, peneliti, konsumen potensial,

dosen dan pejabat pemerintah adalah publik masa depan.

d. Proponent, opponent dan uncommitted: diantara publik terdapat kelompok

yang menentang perusahaan (opponents), yang memihak (proponent) dan

ada yang tidak peduli (uncommitted). Organisasi perlu mengenal publik

yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan.

e. Silent majority dan vocal minority. Yaitu publik yang dibedakan dari

aktivitas dalam mengajukan keluhan atau mendukung perusahaan. Dapat

dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif).

Publik yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah publik internal,

yaitu setiap individu yang bekerja di organisasi Lembaga Administrasi

Negara. Publik internal dalam konsep publik relations terdiri dari para

pegawai yang menjadi bagian utama dalam unit bisnis organisasi itu sendiri

serta menjadi fokus yang akan dilihat oleh peneliti dalam kaitannya dengan

manajemen komunikasi. Disamping karyawan publik internal juga terdiri dari

manager dan pemegang saham, serta keluarga pegawai.

18

Fokus utama yang akan dilihat oleh peneliti dalam konsep internal

relations adalah dari sisi pegawai sebagai aset utama sebuah organisasi.

Tujuan dibinanya hubungan dengan publik internal untuk menciptakan

hubungan baik yang harmonis, dalam rangka memperoleh kesepakatan

kerjasama diantara orang-orang yang menjadi bagian dari organisasi atau

organisasi. Disamping memungkinkan orang-orang tersebut untuk ikut

berprestasi lebih tinggi dengan mendapatkan kepuasan dan hasilnya.

Publik internal menurut Cutlip & Center (2009) dapat juga disebut

sebagai hubungan kepegawaian (employee relations) yang mempunyai arti

sekelompok orang yang bekerja disuatu organisasi yang jelas pekerjaan yang

dihadapinya. Untuk itulah fungsi dan peran public relations dalam hal ini

untuk membina hubungan komunikasi dengan masyarakat internal dan sebagai

corong informasi dari para pegawai kepada pihak manajemen atau sebaliknya.

Public relations mampu bertindak sebagai komunikator dan mediator antara

pimpinan terhadap pegawainya. Disamping mempunyai kemampuan untuk

mempertemukan atau menyampaikan tujuan dan keinginan-keinginan dari

pihak pegawai kepada organisasi atau sebaliknya dari pihak organisasi kepada

pegawainya.

Dilihat dari perspektif fungsi public relations secara menyeluruh maka

pada setiap perencanaan dan pelaksanaan suatu program informasi dan

komunikasi, posisi pegawai terletak pada bagian internal relations. Ini berarti

bahwa setiap usulan, masukan dan kerjasama antara manajemen dan pegawai,

serta pelaksana hubungan personalia, dan industri mempunyai arti penting di

dalam menentukan tujuan program komunikasinya. Dalam hal ini koordinasi

yang erat menjadi penting antara bagian internal relations dengan seluruh

pegawai serta bagian pelaksana organisasi.

Maksud dan tujuan kegiatan komunikasi hubungan masyarakat internal

yang dilaksanakan melalui kegiatan internal relations, antara lain sebagai

berikut: (a) sebagai sarana komunikasi internal secara timbal balik yang

dipergunakan dalam suatu organisasi atau organisasi (b) untuk menghilangkan

kesalahpahaman atau hambatan dalam komunikasi antara manajemen

19

organisasi dengan pegawainya; (c) sebagai sarana saluran atau alat komunikasi

dalam upaya menjelaskan tentang kebijaksanaan, peraturan dan ketatakerjaan

dalam sebuah organisasi atau organisasi; (d) sebagai media komunikasi

internal bagi pihak pegawai untuk menyampaikan keinginan-keinginan atau

sumbang saran dan informasi serta laporan pihak manajemen organisasi

(pimpinan).

Selanjutnya kegiatan internal relations dalam suatu organisasi dapat

dilaksanakan dalam bentuk berbagai macam aktivitas dan program antara lain

sebagai berikut: (a) program pendidikan dan pelatihan; (b) program motivasi

kerja berprestasi;(c) program penghargaan; (d) program acara khusus; (e)

program media komunikasi internal (Ruslan, 1999 : 273).

Di dalam internal relations unsur paling penting adalah komunikasi

pegawai. Kegagalan dalam menyajikan informasi kepada pegawai tentang

kebijaksanaan dan perkembangan organisasi yang mempengaruhi

kepentingannya, akan menimbulkan kesalahpahaman. Kegagalan yang serius

dalam komunikasi pegawai menciptakan kelambanan pegawai,

ketidakefisienan, penurunan hasil, penurunan semangat kerja, pemogokan

yang merugikan, kepailitan serta masalah lainnya yang menimbulkan dampak

merugikan pada penjualan, keuntungan dan citra publik (Moore, 2002 : 5).

Berdasarkan beberapa pengertian dan konsep tentang hubungan

karyawan dalam internal relations dapat dijelaskan bahwa pegawai

merupakan aset yang sangat penting untuk jalannya proses bisnis dalam

sebuah organisasi termasuk di organisasi pemerintah. Pegawai adalah sumber

daya organisasi yang merupakan ujung tombak setiap pekerjaan di organisasi,

sehingga organisasi harus mampu mengetahui kebutuhan pegawai. Hubungan

karyawan adalah komunikasi antara pimpinan dan karyawan sebagai media

pertukaran pesan untuk mengetahui apa yang dinginkan oleh pimpinan atau

pembuat kebijakan pada pegawainya dan harapan atau kebutuhan apa yang

diperlukan karyawan pada pimpinan agar pekerjaan tersebut dapat

dilaksanakan dengan baik. Proses employee relations dalam konsep internal

relations membutuhkan komunikasi dua arah dan saling timbal balik.

20

Membutuhkan media komunikasi yang tepat, dan manajemen komunikasi

yang tepat.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang sudah dipaparkan sebelumnya

menginformasikan bahwa reformasi birokrasi adalah sebuah kebijakan yang

wajib dilaksanakan oleh seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Tujuan

utama dari pelaksanaan program reformasi birokrasi adalah terwujudnya

sebuah organisasi pemerintah berkelas dunia dengan sumber daya aparatur

yang professional, berorientasi pada pelayanan publik,professional, dan

akuntabel. Tujuan yang ditetapkan tersebut harus diketahui, dimengerti, dan

dipahami oleh segenap pegawai yang bekerja di instansi pemerintah.

Komunikasi merupakan kegiatan yang wajib dilakukan untuk memberikan

informasi, dan pemahaman kepada semua pegawai mengenai program

reformasi birokrasi. Bentuk komunikasi yang digunakan oleh tim reformasi

birokrasi salah satunya melalui kegiatan sosialiasi kebijakan.

Sosialiasi kebijakan reformasi birokrasi merupakan aktivitas

komunikasi yang didalamnya terdapat pertukaran pesan antara pembuat dan

pelaksana kebijakan reformasi birokrasi, adanya media komunikasi yang

digunakan, pesan, waktu, dan komunikator serta target sasaran kebijakan

harus dikelola dengan tepat. Pengelolaan kegiatan komunikasi yang ada dalam

sosialiasi kebijakan ini memerlukan proses melalui pentahapan-pentahapan

kegiatan komunikasi yang disebut manajemen komunikasi.

Manajemen komunikasi yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi

akan berhasil apabila terjadi interaksi yang baik dan harmonis antara unsur

pimpinan dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan dan unsur pegawai dalam

hal ini pelaksana kebijakan. Hal yang diharapkan oleh pimpinan dan

kebutuhan karyawan harus dapat dipertemukan dengan baik dengan adanya

konsep hubungan karyawan (employee relations). Pengelolaan komunikasi

yang tepat dengan menggunakan konsep manajemen komunikasi yang baik

dengan mensinergikannya dengan konsep employee relations diharapkan

mampu mewujudkan tujuan reformasi birokrasi di Lembaga Administrasi

Negara.

21

F. Model Penelitian

Model penelitian ini dibuat untuk mempermudah pemahaman terhadap

kerangka pemikiran pada penelitian ini. Berikut ini akan disajikan sebuah

model penelitian yang merupakan tahap-tahap yang akan digunakan peneliti

sebagai pijakan dalam melakukan penelitian. Bagan berikut mengilustrasikan

model penelitian yang akan digunakan.

Sumber : Disarikan dari Cutlip, Center, dan Broom (2009).

Program reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh Lembaga

Administrasi Negara memerlukan kegiatan komunikasi dalam penyampaian

pesan perubahan kepada publik internalnya. Kegiatan komunikasi mempunyai

peran sebagai media penghubung antara pembuat kebijakan dan pelaksana

kebijakan reformasi birokrasi. Efektifitas penyampaian pesan dalam

komunikasi yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi LAN sangat

tergantung dari bagaimana tim reformasi birokrasi melakukan pengelolaan

dalam semua kegiatan komunikasinya.

Manajemen komunikasi yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi

LAN akan dilihat peneliti melalui dari empat tahap kegiatan yaitu tahap

pertama adalah tahap analisis pemahaman publik yaitu tahapan manajemen

komunikasi yang didalamnya merupakan kegiatan untuk mendefinisikan

Mendifinisikan Masalah Sasaran

Perencanaan Komunikasi RB

Aksi & Komunikasi RB

Evaluasi Program Komunikasi RB

Analisis Situasi/Pendefinisian

Masalah

Strategi Komunikasi

Implementasi

Evaluasi dan Hambatan

Komunikasi

Sosialisasi Program Reformasi Birokrasi

Pada Publik di Internal Organisasi LAN

RI Jakarta Tahun 2012-2015

Gambar 1.1. Model Penelitian

22

permasalahan yang ada di publik sasaran tentang program yang akan di

sampaikan, dan suatu kegiatan untuk mengetahui seberapa tahukah target

sasaran tentang program reformasi birokrasi yang akan disampaikan. Tahap

kedua yang ingin peneliti ketahui adalah kegiatan manajemen komunikasi dari

sisi perencanaan komunikasi yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi.

Peneliti ingin menganalisis bagaimana strategi yang dilakukan oleh tim

reformasi birokrasi dalam sosialisasi program reformasi birokrasi.

Tahap ketiga adalah aksi dan komunikasi. Pada tahapan ini peneliti

akan melihat dan menganalisis kegiatan-kegiatan komunikasi apa yang telah

dilakukan oleh tim reformasi birokrasi dalam sosialisasi kebijakan reformasi

birokrasi, yaitu bagaimana tim reformasi birokrasi mampu

mengimplementasikan strategi komunikasi yang telah ditetapkan dan

dirumuskan pada tahap perencanaan. Selanjutnya tahap terakhir yang ingin

peneliti analisis adalah tahap evaluasi komunikasi, yaitu bagaimana tim

reformasi birokrasi melakukan kegiatan evaluasi dari aksi dan komunikasi

yang telah dilakukan pada publik internal LAN. Apakah kegiatan komunikasi

yang telah dilakukan sudah efektif dalam penyampaian pesan atau belum.

Harapan dari dilakukannya manajemen komunikasi dalam proses

sosialisasi program reformasi birokrasi ini adalah publik internal mampu

mengetahui dan memahami serta menumbuhkan kesadaran akan tuntutan

perubahan yang harus dilakukan dalam program reformasi birokrasi pada

masing-masing individu di Lembaga Administrasi Negara. Sasaran yang

ingin dicapai dalam sosialisasi program Reformasi Birokrasi adalah

terciptanya perubahan pada mind-set dan culture-set pegawai di Lembaga

Administrasi Negara menjadi Aparatur Sipil Negara yang melayani, efektif,

efisien, bersih, dan akuntabel.

G. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan pada bagian

sebelumnya, untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka

peneliti akan menggunakan konsep manajemen komunikasi yang

23

dikemukakan oleh Cutlip, Center, dan Broom (2009) yang menawarkan

konsep manajemen komunikasi melalui empat tahapan kegiatan sebagai

berikut :

Analisis Situasi atau pemahaman tentang tujuan dan latar belakang

kebijakan Reformasi Birokrasi merupakan analisis tentang sejauh mana

pemahaman yang dimiliki oleh para pegawai di Lembaga Administrasi Negara

baik itu unsur pimpinan atau pembuat kebijakan maupun unsur staf atau

pelaksana kebijakan mengenai pemahaman mereka tentang tujuan, visi dan

misi kebijakan Reformasi Birokrasi. Di dalam sebuah tujuan terkandung

alasan mengapa sebuah kebijakan harus dijalankan dan solusi yang diharapkan

dengan adanya kebijakan tersebut.

Strategi komunikasi adalah panduan perencanaan komunikasi

(communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication

management) yang dilaksanakan oleh tim reformasi birokrasi LAN sebagai

sarana dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam program reformasi

birokrasi. Elemen dalam penerapan strategi komunikasi mencakup

perencanaan komunikasi, Penentuan publik sasaran, pemilihan media

komunikasi, dan antisipasi kendala. Dalam strategi komunikasi program

Reformasi Birokrasi dilakukan identifikasi pada target publik yaitu pemetaan

publik di dalam internal organisasi Lembaga Administrasi Negara yang

diperlukan dalam menyusun strategi.

Proses manajemen komunikasi tidak terlepas dari aksi dan komunikasi

yang dilakukan sesuai dengan program dan rencana yang telah ditetapkan.

Aksi dan komunikasi merupakan seluruh tindakan atau proses komunikasi

yang dilakukan dalam penyampaian pesan dan program reformasi birokrasi

kepada publik di internal organisasi LAN dan kendala yang dihadapi dalam

proses sosialisasi program reformasi birokrasi di LAN.

Evaluasi komunikasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh tim reformasi

birokrasi dalam menilai apakah sosialisasi yang dijalankan telah efektif dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

24

Sosialisasi kebijakan adalah suatu proses interaksi komunikasi berupa

pengantaran pesan dan kegiatan komunikasi program reformasi birokrasi yang

didalamnya terdapat unsur-unsur pesan perubahan pada mind-set dan culture-

set aparatur sipil negara yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, dan

diterapkan oleh pihak yang menerima pesan tersebut. Kaitannya dengan

penelitian ini, sosialisasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses interaksi yang

terjadi antara pembuat kebijakan program reformasi birokrasi dengan target

audiensnya, yaitu publik eksternal ataupun publik internal

H. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Alasan utama peneliti

menggunakan metode kualitatif yaitu peneliti ingin memahami permasalahan

sosial yang berkaitan dengan sosialiasi program reformasi birokrasi yang di

terapkan di instansi pemerintah khususnya di Lembaga Administrasi Negara.

Penggunaan metode kualitatif akan lebih mendekatkan peneliti dan informan,

sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih jelas, lengkap dan mendalam.

Penggunaan metode kualitatif dalam permasalahan sosialisasi kebijakan

reformasi birokrasi di Lembaga Administrasi Negara akan memberikan

gambaran holistik dengan lengkap melalui penjelasan yang diberikan melalui

kata-kata, laporan dari hasil wawancara peneliti dengan informan secara

terperinci, dan disusun dalam sebuah latar alamiah.

Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.

Menurut Yin (1997:18) studi kasus merupakan suatu inkuiri empiris yang

menyelidiki sebuah fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata

bilamana batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan jelas dan

dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. Penelitian studi kasus adalah sebuah

strategi penelitian yang terdiri atas metode yang mencakup semua yang meliputi

logika desain, teknik koleksi data, dan pendekatan spesifik terhadap analis data.

Alasan mendasar penggunaan metode studi kasus adalah adanya keunikan

pelaksanaan reformasi birokrasi di Lembaga Administrasi Negara (LAN)

dibandingkan instansi pemerintah lainnya. LAN merupakan sebuah lembaga

25

pemerintah yang merupakan rujukan utama berkaitan dengan konsultasi

kebijakan Administrasi Negara dan kebijakan publik. Keberhasilan reformasi

birokrasi LAN melalui strategi komunikasi internal yang tepat dilingkup

organisasi internal, akan berpengaruh pula pada proses penciptaan dan inovasi

kebijakan baru bagi perbaikan administrasi negara dan kebijakan publik. Hal ini

diharapkan dapat dijadikan referensi oleh instansi pemerintah lainnya dalam

melaksanakan kebijakan reformasi birokrasi.

Alasan selanjutnya adalah Lembaga Administrasi Negara merupakan

institusi pemerintah yang merupakan lembaga pembina, pendidik dan pelatih

aparatur sipil negara. Kurikulum dan teknik pendidikan dan pelatihan aparatur

sipil negara dikelola dan awasi oleh Lembaga Administrasi Negara. Keberhasilan

pelaksanaan Reformasi Birokrasi di LAN diharapkan dapat menjadi contoh baik

bagi instansi pemerintah lainnya dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Pemilihan studi kasus dalam penelitian ini juga melihat dari pertimbangan

waktu penelitian yaitu mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Walaupun

kebijakan reformasi birokrasi sudah ditetapkan sejak tahun 2010, namun

Lembaga Administrasi Negara baru melaksanakannya pada tahun 2011 karena

alasan kesiapan dan kemampuan organisasi. Pada rentang waktu tersebut

Lembaga Administrasi Negara mulai melaksanakan secara total program

reformasi birokrasi mulai dari analisis situasi, perencanaan komunikasi, aksi dan

komunikasi, dan evaluasi dari pelaksanaan program reformasi birokrasi, sehingga

metode studi kasus dinilai tepat digunakan dalam penelitian ini.

1. Objek Penelitian

Objek yang dipilih dalam penelitian ini adalah aspek-aspek utama dalam

manajemen komunikasi di internal organisasi Lembaga Administrasi Negara

yang terdiri dari analisis pemahaman tentang program reformasi birokrasi

oleh publik internal, perencanaan komunikasi, implemntasi berupa aksi dan

komunikasi dan evaluasi hambatan komunikasi yang ditemukan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Lembaga Administrasi Negara Jakarta.

Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena merupakan tempat

26

kebijakan reformasi birokrasi LAN dibuat, dan proses sosialisasi sebagian

besar di lakukan di Jakarta, disamping itu sebagian besar staf berada di LAN

Pusat Jakarta.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data terkait penelitian ini adalah melalui

wawancara mendalam (in-depth interview) dengan narasumber atau informan

terpilih. Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap narasumber yang

berasal dari pegawai Lembaga Administrasi Negara dari unsur pimpinan

setingkat Eselon II, Eselon III, Eselon IV dan Staf Pelaksana. Wawancara ini

bertujuan untuk menggali informasi secara mendalam terkait penerapan

manajemen komunikasi dalam sosialiasi kebijakan reformasi birokrasi.

Untuk mendapatkan gambaran yang holistik dan perspektif yang seimbang,

responden yang dipilih sebagai narasumber dalam penelitian ini mewakili tingkat

pimpinan senior, menengah, dan bawah serta staf.

Informan dalam penelitian ini antara lain, yaitu :

1) Bapak Andi Taufik dengan jabatan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Teknis dan Fungsional LAN RI selaku anggota tim penjamin mutu

reformasi birokrasi (quality insurance) di Lembaga Administrasi Negara

tahun 2013-2014, dan anggota tim Revolusi mental pada Tim Reformasi

Birokrasi tahun 2015.

2) Bapak Sudardi dengan jabatan Kepala Biro Umum LAN RI tahun 2013-

2015 sebagai ketua kelompok kerja manajemen perubahan budaya kerja

dan mindset reformasi birokrasi di Lembaga Administrasi Negara RI;

3) Bapak Hartoto dengan jabatan Kepala Bidang Perencanaan dan Pelaporan

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Tahun 2012-2015,

sebagai sekretaris tim reformasi birokrasi Lembaga Administrasi Negara

Republik Indonesia tahun 2011-2015.

4) Ibu Puji Hastuti sebagai Kepala Bagian Kepegawaian dan Sumber Daya

Manusia sebagai ketua kelompok kerja SDM tim reformasi birokrasi tahun

2011-2013.

27

5) Bapak Maliki sebagai Pejabat Fungsional Widyaiswara terpilih sebagai

penerima kebijakan sosialisasi program reformasi birokrasi.

6) Bapak Siswandi & Cecep sebagai Staf terpilih di bagian Pendidikan dan

Pelatihan LAN RI Pejompongan dan Staft terpilih di bagian Sekretariat

Utama LAN RI Pusat.

b. Observasi.

Observasi yang akan dilakukan peneliti yaitu melakukan pengamatan saat

proses komunikasi terjadi di tataran publik internal. Komunikasi yang dilakukan

dari atasan ke bawahan, antar staf, dan komunikasi umpan balik dari staf ke

atasan. Seluruh dinamika proses komunikasi tersebut akan diamati secara

mendalam oleh peneliti untuk mendapatkan data dan pemahaman tentang

manajemen komunikasi yang dilakukan di publik internal oleh Lembaga

Administrasi Negara. Observasi juga dilakukan dengan melihat media yang

digunakan dalam proses sosialisasi pada publik internal.

c. Data Dokumen Resmi

Dokumen yang diteliti mencangkup dokumen yang dicetak ataupun yang

dihasilkan secara elektronik dan berhubungan secara langsung atau tidak

langsung dengan pelaksanaan manajemen komunikasi dalam sosialiasi kebijakan

Reformasi Birokrasi pada public internal di Lembaga Administrasi Negara

(LAN).

d. Studi Pustaka atau Literatur

Teknik ini berupa pencarian dan pengumpulan berbagai data terkait

dengan manajemen komunikasi pemerintah yang berkaitan dengan program

pelaksanaan Reformasi Birokrasi, baik yang diambil dari buku–buku ilmiah, hasil

penelitian dan jurnal tentang Manajemen Komunikasi dan Reformasi Birokrasi

dan sumber referensi lainnya dari internet. Data ini diharapkan mampu

memberikan kajian yang lebih mendalam secara teoritis dan mendukung temuan

data di lapangan serta hasil wawancara.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data-data terkumpul dari proses wawancara secara mendalam,

observasi, data dokumen resmi dan studi pustaka kemudian data tersebut

28

dilakukan analisis dengan teknik penjodohan pola. Hasil temuan tersebut

dihubungkan dengan teori yang relevan berdasar pada proposisi teoritis yang akan

menuntun ke arah studi kasus, direfleksikan melalui sejumlah pertanyaan riset,

tinjauan pustaka, dan pemahaman baru. Selain itu proposisi ini akan membantu

keseluruhan studi kasus dengan mendefinisikan penjelasan objek yang diamati.

Melalui pendekatan kualitatif maka teknik analisis data yang digunakan

memberikan pemaparan dan penjelasan secara mendalam terhadap kasus yang

diteliti. Dengan menggunakan teknik analisis data ini, dapat juga ditetapkan

serangkaian keterlibatan timbal balik tentang kasus yang diteliti. Kemudian

kekurangan-kekurangan yang ada dalam pelaksanaan manajemen komunikasi

yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Pelaksanaan Program

Reformasi Birokrasi.

Gambar 1.2. Strategi Analisis Data Penelitian

Sumber : Disarikan dari Yin (1997)

Strategi umum analisis kasus yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan objek penelitian yang di

analisis yaitu :

a. Analisis situasi di organisasi Lembaga Administrasi Negara, yaitu tentang

pemahaman pegawai tentang latar belakang, visi misi dan tujuan dari

pelaksanaan program reformasi birokrasi di Lembaga Administrasi

Negara;

b. Perencanaan Komunikasi yang digunakan dalam kegiatan sosialiasi

program reformasi birokrasi pada publik internal yaitu pegawai di

organisasi Lembaga Administrasi Negara;

c. Aksi dan Komunikasi, yaitu implementasi dari perencanaan komunikasi

yang telah dirumuskan oleh tim reformasi birokrasi di Lembaga

Administrasi Negara;

Strategi Umum

Analisis Kasus

Proposisi Teoritik Penjodohan Pola

29

d. Evaluasi Komunikasi, berupa tinjauan kegiatan komunikasi yang telah di

laksanakan dan mengetahui apakah kegiatan yang dilakukan sudah tepat

atau belum dalam kegiatan komunikasinya.

e. Sosialisasi kebijakan adalah suatu proses interaksi komunikasi berupa

pengantaran pesan dan kegiatan komunikasi program reformasi birokrasi.

Proposisi teoritik yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah :

Manajemen Komunikasi yang dilakukan Tim Reformasi Birokrasi Lembaga

Administrasi Negara dalam Sosialisasi Kebijakan Reformasi Birokrasi

dilakukan secara berkesinambungan.

Peneliti awalnya mengumpulkan berbagai data penelitian yang diperoleh

dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi terkait manajemen

komunikasi yang dilakukan oleh LAN dalam program Reformasi Birokrasi.

Peneliti kemudian mengkategorisasikan data berdasarkan kerangka pemikiran

dan kerangka konsep penelitian untuk kemudian dicari bagaimana kesesuaian

polanya dengan konsep penelitian yang telah dibuat. Kategorisasi data yang

diperoleh dari temuan data penelitian yaitu tahapan manajemen komunikasi

yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi LAN berupa analisis pemahaman

visi,misi, tujuan kebijakan, perencanaan komunikasi, implementasi berupa

aksi dan mengkomunikasikan kebijakan, dan yang terakhir adalah evaluasi

program komunikasi. Selanjutnya, data-data tersebut dianalisis dengan melihat

kesesuaian antara teori yang dikemukakan oleh Cutlip, Center, dan Broom

(2009) tentang fungsi Manajemen dalam komunikasi dengan bukti-bukti

temuan di lapangan. Selanjutnya hasil penjodohan antara teori dan temuan

disajikan secara sistematis ke dalam bentuk uraian hasil penelitian dan

analisis.

Pada akhirnya, data-data yang telah peneliti sajikan secara sistematis

tersebut dijadikan acuan dalam upaya penarikan kesimpulan penelitian.

Kesimpulan yang dibuat membahas tentang tahapan manajemen komunikasi

yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi LAN dalam sosialisasi program

Reformasi Birokrasi pada publik internal.

30

I. Sistematika Pembagian BAB

Pada penelitian ini, peneliti akan memaparkan manajemen komunikasi

dalam reformasi birokrasi pada publik internal di Lembaga Administrasi

Negara kedalam lima bab yaitu:

1. Bab I Pendahuluan

Bagian ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka pemikiran dan kerangka konsep, serta metodologi

penelitian.

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Bagian ini membahas berbagai konsep dari berbagai tokoh pemikir

maupun sumber literatur yang ada, yang digunakan dalam penelitian ini. .

3. Bab III Gambaran Umum Lembaga Administrasi Negara Republik

Indonesia

Menjelaskan sejarah singkat berdirinya Lembaga Administrasi Negara

serta uraian singkat mengenai perkembangan program reformasi birokrasi

yang dilakukan.

4. Bab IV Temuan Dan Analisis Manajemen Komunikasi Program

Reformasi Birokrasi

Menjelaskan analisis peneliti tentang berbagai data yang telah

dikumpulkan berdasarkan metode penelitian dan alur atau kerangka

pemikiran sebelumnya

5. Bab V Penutup

Bagan ini memuat kesimpulan dan saran dari peneliti terhadap

permasalahan yang timbul (yang diteliti).

J. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini dipandang perlu untuk melakukan pembatasan

masalah secara operasional. Pembahasan akan difokuskan pada manajemen

komunikasi dalam sosialisasi program Reformasi Birokrasi pada publik

internal yang dilakukan oleh tim reformasi birokrasi Lembaga Administrasi

Negara mulai tahun 2012 sampai dengan tahun 2015.