bab i pendahuluan a. latar...

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern seperti saat ini, Social Networking Site (SNS) atau jejaring sosial telah berkembang menjadi salah satu produk kemajuan teknologi yang paling sering digunakan. Kemampuannya untuk memberikan kemudahan akses berinteraksi menjadi salah satu feature yang paling diminati oleh manusia modern dewasa ini. Berkat adanya teknologi mobile dan kehadiran SNS, manusia dapat dengan mudah melakukan aktivitas komunikasi, di manapun dan kapanpun mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang mereka miliki. Ramainya penggunaan SNS tidak hanya terjadi di negara barat saja, namun Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan persentasi pengguna SNS yang tidak sedikit. Hingga awal tahun 2016, jumlah pengguna SNS di Indonesia mencapai 82 juta. Padahal sebelumnya, eMarketer mencatat jumlah pengguna SNS di Indonesia pada akhir 2015 mencapai angka 72.3 juta. 1 Perbedaan angka tersebut mengindikasi adanya peningkatan jumlah pengguna SNS di Indonesia setiap tahunnya. Dari sekian banyak pengguna SNS, tercatat sebanyak 77% penduduk di Indonesia dengan golongan usia 19-24 tahun diketahui mengakses SNS di manapun mereka berada dengan menggunakan media mobile phone. 2 Ini merupakan bukti bahwa adanya kemudahan teknologi mobile semakin diminati oleh sebagian besar penduduk di Indonesia saat ini. Banyaknya pengguna SNS tersebut menimbulkan suatu implikasi, yakni munculnya fenomena baru: Micro-Celebrity. Pada tahun 2008, akademisi dari Amerika bernama Theresa M. Senft pertama kali mencetuskan konsep Micro- Celebrity ini dalam bukunya yang berjudul Camgirl: Celebrity and Community in 1 eMarketer. 2016. Instagram Users in Indonesia Follow Fashion. Diakses dari http://www.emarketer.com/Article/Instagram-Users-Indonesia-Follow-Fashion/1013618. 3 Oktober 2016. Hal.1. 2 Statista. 2016. Statistics and Facts on Internet Usage in Indonesia. Diakses darihttps://www.statista.com/topics/2431/internet-usage-in-indonesia/. 18 September 2016. Hal. 1.

Upload: hakiet

Post on 11-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era modern seperti saat ini, Social Networking Site (SNS) atau jejaring

sosial telah berkembang menjadi salah satu produk kemajuan teknologi yang

paling sering digunakan. Kemampuannya untuk memberikan kemudahan akses

berinteraksi menjadi salah satu feature yang paling diminati oleh manusia modern

dewasa ini. Berkat adanya teknologi mobile dan kehadiran SNS, manusia dapat

dengan mudah melakukan aktivitas komunikasi, di manapun dan kapanpun

mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS

yang mereka miliki. Ramainya penggunaan SNS tidak hanya terjadi di negara

barat saja, namun Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan persentasi

pengguna SNS yang tidak sedikit.

Hingga awal tahun 2016, jumlah pengguna SNS di Indonesia mencapai 82

juta. Padahal sebelumnya, eMarketer mencatat jumlah pengguna SNS di

Indonesia pada akhir 2015 mencapai angka 72.3 juta.1 Perbedaan angka tersebut

mengindikasi adanya peningkatan jumlah pengguna SNS di Indonesia setiap

tahunnya. Dari sekian banyak pengguna SNS, tercatat sebanyak 77% penduduk di

Indonesia dengan golongan usia 19-24 tahun diketahui mengakses SNS di

manapun mereka berada dengan menggunakan media mobile phone.2 Ini

merupakan bukti bahwa adanya kemudahan teknologi mobile semakin diminati

oleh sebagian besar penduduk di Indonesia saat ini.

Banyaknya pengguna SNS tersebut menimbulkan suatu implikasi, yakni

munculnya fenomena baru: Micro-Celebrity. Pada tahun 2008, akademisi dari

Amerika bernama Theresa M. Senft pertama kali mencetuskan konsep Micro-

Celebrity ini dalam bukunya yang berjudul Camgirl: Celebrity and Community in

1eMarketer. 2016. Instagram Users in Indonesia Follow Fashion. Diakses dari http://www.emarketer.com/Article/Instagram-Users-Indonesia-Follow-Fashion/1013618. 3 Oktober 2016. Hal.1. 2 Statista. 2016. Statistics and Facts on Internet Usage in Indonesia. Diakses darihttps://www.statista.com/topics/2431/internet-usage-in-indonesia/. 18 September 2016. Hal. 1.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

The Age of Social Networks. Awalanya, konsep micro-celebrity ini muncul untuk

mengamati fenomena yang terjadi pada media sosial Twitter. Bagi mereka yang

disebut sebagai micro-celebrity, popularitas dan presentasi diri merupakan

konstruksi yang dibentuknya untuk (secara sengaja) dilihat dan dikonsumsi oleh

audiens. Mereka memiliki jumlah pengikut (followers) yang tidak sedikit.

Meskipun pada awalnya fenomena micro-celebrity ini berkembang di media

sosial Twitter, namun kini ketika media sosial berbasis foto mulai naik hingga

kemudian menduduki peringkat kedua sebagai media sosial yang paling digemari

di Indonesia, micro-celebrity perlahan hadir di dalamnya, hingga kemudian

menurunkan istilah selebgram dalam dunia media sosial.

Selebgram (akronim dari selebriti dan Instagram) memiliki salah satu sisi yang

menarik, yakni seringkali para selebgram ini dijadikan sebagai referensi gaya

hidup; baik dari acuan mode, tutorial memasak, travel tips, ataupun rekomendasi

kuliner dan objek wisata di suatu daerah tertentu. Salah satu yang tak kalah

pentingnya dalam dunia Instagram adalah kemunculan selebgram yang

memfokuskan dirinya pada gaya hidup (lifestyle). Merek busana yang mereka

kenakan, lokasi wisata yang mereka kunjungi, hingga camilan unik yang biasa

mereka konsumsi menjadi suatu acuan model bagi para pengikut yang memiliki

minat yang sama. Bahkan, tak jarang kepribadian para selebgram ini juga menjadi

salah satu daya tarik tersendiri bagi penggemarnya, termasuk pengelolaan konten

untuk dapat menjangkau audiensya.3

Berawal dari memotret foto yang menarik, kemudian proses editing untuk

mendapatkan foto cantik, hingga akhirnya foto tersebut dinikmati banyak

kalangan dan mendapatkan jumlah penyuka (likers) yang tak sedikit

menyebabkan selebgram menjadi salah satu role model yang dijadikan panutan

bagi para pengikutnya, sesuai dengan bidang yang digelutinya, seperti travelling,

cooking, ataupun gaya hidup (lifestyle). Banyaknya jumlah pengikut (followers)

serta penyuka (likers) pada sebuah unggahan pesan visual menyebabkan

3 Lidwina Mutia Sadasri. 2013. Internet, Selebriti Mikro, dan Kuasa: Analisis Wacana Faucaultion Chripstory akun Twitter @Triomacan2000 dan @Kurawa Masa Kampanye Pilkada DKI Jakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hal.16.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

selebgram memiliki ketenaran tersendiri di dunia maya, khususnya di media

Instagram.

Tentunya, hal ini tidak disia-siakan oleh para pebisnis dan pengusaha. Mereka

melakukan upaya endorsement terhadap para selebgram guna mempromosikan

atau sekadar memperkenalkan produk baru mereka kepada khalayak, sesuai

dengan target sasaran mereka. Hal ini merupakan suatu fenomena yang masuk

akal, sebab selebgram memiliki pengaruh yang kuat terhadap audiens, terutama

para pengikutnya. Seringkali, produk yang digunakan oleh selebgram memicu

adanya pemikiran dari pengikut dan penggemarnya bahwa jika ia mengenakan

produk yang sama dengan yang digunakan oleh selebgram, maka ia akan merasa

memiliki sifat yang sama dengan selebgram itu sendiri. Bahkan sering pula

terjadi, penggemar mau membeli atau mengonsumsi produk bukan semata-mata

karena ia membutuhkan peroduk tersebut, melainkan hanya karena ia merupakan

penggemar berat dari selebgram dan ingin terlihat sama seperti selebgram yang

dikaguminya. Di Indonesia, selebgram yang melakukan endorsement sering kali

disebut juga sebagai selebgram endorser.

Selebgram endorser yang memiliki banyak followers memungkinkan untuk

memberikan keuntungan lebih pada produk dan produsen, sebab pesan visual

yang diunggahnya memungkinkan untuk disaksikan oleh banyak audiens. Maka,

tak heran jika semakin banyak jumlah pengikut followers, maka semakin mahal

pula upah yang harus dibayarkan kepada selebgram endorser untuk mengunggah

satu kali foto. Sistem berbayar ini kemudian menyebabkan selebgram endorser

memiliki status sosial tersendiri, baik dalam dunia maya maupun dalam

kehidupan sesungguhnya. Besarnya upah yang harus dibayarkan, didukung

dengan banyaknya jumlah pengikut followers merupakan salah satu faktor yang

dapat mengindikasikan ketenaran dan kredibilitas selebgram tersebut.

Hasil unggahan yang baik adalah salah satu hal utama bagi selebgram

endorser untuk mendapatkan perhatian khalayak. Untuk menghasilkan hal itu, tak

jarang mereka melakukan usaha-usaha di belakang layar yang dapat dilakukannya

sendiri, maupun dengan bantuan orang lain. Mulai dari bersolek untuk performa

di depan kamera, pemilihan latar untuk objek pemotretan, pengunaan lensa

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

sebagai media perekam, serta pemilihan penggunaan smartphone sebagai media

pengunggah merupakan hal penting yang mereka perhatikan. Keseluruhan usaha

di balik layar tersebut merupakan proses produksi pesan visual yang nantinya

akan diunggah ke media Instagram. Semakin baik wujud pesan yang nantinya

akan diunggah, maka semakin banyak pula likers pada posting pesan tersebut.

Hal yang menarik dari fenomena selebgram endorser adalah bahwa dalam

dunia penelitian Ilmu Komunkasi, telah beberapa kali mengulas tentang

bagaimana selebgram endorser ini memiliki pengaruh terhadap audiens. Namun,

belum banyak penelitian yang mengulik bagaimana proses dibalik produksi pesan

yang dilakukan oleh selebgram endorser ini hingga menjadi sebuah unggahan

pesan visual berbentuk gambar, foto, maupun video endorsement yang menarik

perhatian dan memiliki pengaru yang kuat terhadap khalayak. Bagaimana

kehidupan keseharian selebgram endorser, serta bagaimana pemaknaan

selebgram sendiri bagi mereka, apakah untuk sekadar hobi, sekadar mengisi

waktu luang atau bahkan telah dijadikannya sebagai sebuah profesi merupakan

ranah yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Selain itu, media apa saja yang

dibutuhkannya untuk memroduksi sebuah pesan, seberapa besar upaya yang

dilakukannya, adakah kesamaan upaya dengan pengguna Instagram pada

umumnya dalam memroduksi sebuah pesan, serta berapa lama waktu yang

dihabiskannya untuk menghasilkan sebuah foto merupakan hal yang menarik

untuk ditelusuri lebih jauh lagi. Untuk itu, peneliti mencoba menelisik lebih dalam

lagi bagaimana aktivitas behind the scene yang dilakukan oleh selebgram

endorser dalam melakukan proses produksi pesan hingga menjadi sebuah

unggahan foto endorsement yang memiliki pengaruh terhadap pengikutnya.

Pada tahun 2016, jumlah pengguna Instagram di Indonesia didominasi oleh

pengguna dengan rentan usia 16-25 tahun.4 Di sisi lain, Yogyakarta sebagai Kota

Pelajar memiliki jumlah pemuda yang tidak sedikit dibandingkan dengan kota-

kota lain yang berada di Indonesia. Hingga akhir tahun 2016, jumlah pemuda

dengan rentan usia 15-24 tahun yang berada di Yogyakarta mencapai 477 ribu

4https://www.statista.com/statistics/279776/preferred-netizen-social-media-in-indonesia-by-age/, diakses pada tanggal 2 Desember 2016.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

jiwa5, dengan jumlah lelaki sebanyak 248.7 ribu dan perempuan sebanyak 228.3

ribu jiwa. Hal ini menarik bagi peneliti untuk menelisik lebih jauh selebgram

endorser yang berada di Yogyakarta, sebab sebagian besar pengguna Instagram

merupakan kaum muda, dan Yogyakarta merupakan wilayah dengan jumlah kaum

muda yang cukup banyak di Indonesia. Untuk itu, peneliti memilih selebgram

endorser asal Yogyakarta untuk menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi

fokus dalam penelitian ini adalah: Bagaimana proses produksi pesan yang

dilakukan oleh akun selebgram endorser pada media Instagram?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini disusun dengan tujuan:

1. Untuk mendeskripsikan proses produksi pesan yang dilakukan oleh akun

selebgram endorser.

2. Untuk menganalisis sosok dibalik akun selebgram endorser.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya serta memperluas wacana

Ilmu Komunikasi, khususnya dalam ranah produksi pesan yang dilakukan

oleh akun instagram endorser pada media Instagram.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca berkaitan

dengan cara, proses, serta dinamika yang terjadi selama produksi sebuah

unggahan pesan viusal pada akun instagram endorser.

5https://yogyakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/3, diakses pada tanggal 2 Desember 2016.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

E. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pemilik akun instagram endorser yang

memahami proses produksi pesan dibalik terciptanya sebuah unggahan

endorsement. Penelitian ini ingin mengamati proses dibalik terciptanya sebuah

pesan visual pada media instagram yang dilakukan oleh akun selebgram

endorser. Proses yang dimaksud adalah meliputi tata cara, tahap, serta dinamika

yang terjadi selama proses persiapan, pengambilan gambar, proses pemilihan

gambar dan editing, pemilihan caption, serta pengunggahan pesan visual

dilakukan oleh pemilik akun selebgram endorser. Tak jarang, selama proses

tersebut berlangsung, para pemilik akun selebgram endorser ini tidak murni

hanya melakukan serangkaian proses tersebut seorang diri, dan dengan

background visual yang seadanya. Sering kali mereka menggunakan jasa orang

ketiga untuk mempermudah pengerjaan, dan tak jarang mereka rela menelusuri

lokasi yang jarang dijamah atau berjarak cukup jauh demi mendapatkan

background pemotretan objek yang menarik. Proses inilah yang nantinya akan

menjadi kajian utama dalam penelitian ini.

Singkatnya, fokus penelitian ini terletak pada proses produksi pesan visual

yang dilakukan oleh pemilik akun selebgram endorser, dengan lokus penelitian

yang terletak pada ranah pesan dan selebgram endorser yang menjadi subjek

penelitiannya.

F. Kerangka Pemikiran

1. Proses Produksi Pesan

Pesan merupakan suatu komponen terpenting dalam proses komunikasi.

Pesanlah yang menyebabkan tujuan komunikasi yang dilakukan oleh

komunikator (encoder) dapat diterima oleh komunikan (decoder). Pesan

komunikasi dapat berwujud verbal maupun non-verbal. Ia sampai kepada

decoder melalui suatu medium perantara. Pada proses komunikasi, pengemasan

sebuah pesan tiap individu akan selalu berbeda-beda. Proses pengemasan inilah

yang menjadi hal penting dalam proses pesan dan nantinya akan dijadikan

landasan pemikiran dalam penyusunan penelitian ini.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Produksi pesan merupakan proses pembentukan dan penyampaian makna.

Interaksi sosial dan kultural merupakan dua konteks yang dapat memiliki

pengaruh terhadap proses pembentukan pesan. Pada tahapan produksi pesan,

terdapat pemaparan bagaimana proses penciptaan pesan seseorang dalam bentuk

tulisan, ucapan, maupun ekspresi dari pemroduksi pesan. Dibalik produksi

sebuah pesan, biasanya terdapat tujuan serta kepentingan-kepentingan tersendiri,

seperti kepentingan bisnis maupun kepentingan politik. John Fiske (2004)

menegaskan bahwa tujuan merupakan faktor yang krusial dalam memutuskan

apa yang membentuk sebuah pesan. Tujuan pesan dalam proses komunikasi

dapat bersifat informatif, persuasif, dan bersifat mengontrol.

Pada ranah produksi pesan, definisi dan teori yang terdapat didalamnya

sebagian besar memaparkan konsep encoding. Pemaparan yang ada memberikan

pemahaman kepada pembaca terhadap proses produksi, seperti teori logika

desain pesan, teori penyusunan tindakan, serta teori perencanaan dan tujuan

pesan.

1) Teori Logika Desain Pesan (Message Design Logic)

Logika Desain Pesan merupakan teori yang dikemukakan oleh

B.J.O‟Keefe. Ia mengemukakan bahwa Teori Logika Desain Pesan terbagi

menjadi tiga logika, yaitu logika ekspresif, logika konvensional, dan logika

retorika (Miller, 2002:11). Logika ekspresif yaitu logika yang memandang

komunikasi sebagai cara untuk mengekspresikan diri serta untuk

menyatakan perasaan dan pikiran. Pesan yang disampaikan dalam logika ini

bersifat terbuka dan apa adanya.

Logika konvensional yaitu logika yang memandang komunikasi sebagai

permainan yang harus dimainkan dengan mengikuti sejumlah prosedur.

Tujuan dari logika ini adalah untuk menciptakan komunikasi yang sopan,

pantas, dan mengikuti aturan yang harus diketahui oleh kelompoknya.

Logika ini hanya dapat berjalan ketika seluruh komunikan dalam sebuah

kelompok menjalankan aturan-aturan yang ada. Selain itu, logika ini

dianggap berhasil ketika terdapat reaksi antar kelompoknya. Logika ini

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

menganggap bahwa pesan yang diproses merupakan pesan yang

berdasarkan pada aturan dan norma yang berlaku, sehingga lebih memiliki

sifat kesopanan dan kelayakan.

Logika retorika merupakan logika yang memandang komunikasi sebagai

suatu cara untuk mengubah aturan melalui negosiasi. Pesan-pesan yang

disusun pada logika ini cenderung bersifat fleksibel, berwawasan dan

berpusat pada komunikannya.

2) Teori Penyusunan Tindakan (Action Assembly Theory)

John Greene dalam Miller (2002:102) menjelaskan bagaimana cara

encoder mengorganisasikan pengetahuan dan pikiran, lalu menggunakannya

untuk membentuk sebuah pesan. Terdapat dua komponen utama dalam teori

ini, yakni pengetahuan akan isi (content knowledge) dan pengetahuan

prosedural (procedural knowledge).

Pengetahuan akan isi atau kandungan memaparkan bagaimana seorang

komunikator harus memahami kandungan, isi, atau hal yang ingin ia

komunikasikan. Sedangkan pengetahuan prosedural terdiri dari suatu

kesadaran akan konsekuensi dari berbagai aksi komunikasi, dalam situasi

yang berbeda-beda. Pada teori kumpulan aksi, komponen ini merupakan

komponen yang utama. Cara kerja pengetahuan prosedural ini dijelaskan

oleh Greene dalam (Littlejohn, 2001:101) seperti titik-titik yang saling

berhubungan antar satu sama lain. Asumsi utama pada pendekatan ini yakni:

anda mengerti tentang sesuatu, dan anda mengerti bagaimana melakukan

sesuatu itu.

Dalam (Miller, 2002:106), Greene menyebutkan bahwa kesinambungan

antar tindakan untuk membentuk penyampaian pesan merupakan suatu

proses yang rumit dan tidak selalu berhasil. Untuk itu, perlu kemampuan

tersendiri bagi pemilik akun selebgram endorser untuk mengambil tindakan

yang diperlukan secara efektif dan efisien, agar pesan dapat tersampaikan

dengan baik dan dapat memenuhi tujuan komunikasinya. Dengan kata lain,

kesinambungan tindakan yang dilakukan oleh akun selebgram endorser

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

sangat menentukan terhadap keberhasilan dan kredibilitas pesan visual yang

akan dipublikasikannya.

3) Teori Perencanaan dan Tujuan

Teori Perencanaan dicetuskan oleh Berger dalam bukunya berjudul

Planning Social Interaction pada tahun 1997. Dalam bukunya tersebut, ia

menjelaskan bahwa pemaparan mengenai teori ini berguna untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh perencanaan terhadap kemungkinan

dan kompleksitas, bagaimana aktor-aktor sosial menggagalkan rencana,

serta untuk mengetahui pengaruh kesuksesan atau kegagalan sebuah

perencanaan komunikasi.

Sedangkan teori tujuan yang dicetuskan oleh C. Berger dalam (Miller,

2002:107) ini memaparkan bahwa rencana-rencana dari perilaku

komunikasi merupakan sebuah representasi hirarki kognitif dari rangkaian

tindakan untuk pencapaian tujuan. Pada pembahasan ini, rencana dianggap

sebagai sebuah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh encoder guna

mencapai tujuan komuikasinya. Pada teori ini, dijelaskan bagaimana

encoder melewati proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia

ketika proses komunikasi berlangsung, mulai dari proses berfikir, proses

pembuatan keputusan, hingga sampai pada proses pembuatan simbol

sebelum memproduksi pesan.

Rencana-rencana merupakan gambaran mental dari langkah-langkah yang

akan diambil oleh seseorang untuk memenuhi sebuah tujuan. Littlejohn

(2008:185) menyebutkan bahwa seluruh rencana disebut sebagai hirarki

karena tindakan-tindakan tertentu diperlukan untuk menyusun segala

sesuatunya, sehingga tindakan-tindakan lain akan dapat diambil. Oleh

karena itu, perencanaan dapat dimaknai sebagai proses rencana-rencana

kegiatan. Perencanana pesan merupakan hal yang penting dalam produksi

pesan, sebab perencanaan mampu mempengaruhi suatu komunikasi untuk

dapat meraih tujuannya.

Pemaparan mengenai konstruksi tujuan dalam buku Miller dijabarkan lagi

ke dalam hal yang lebih spesifik. Dillard, Segrin & Hardin dalam (Miller,

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

2002:107) menyebutkan bahwa tujuan dalam hal ini diklasifikan lagi

menjadi dua, yakni tujuan primer dan tujuan sekunder. Tujuan primer

berada dalam situasi komunikasi di mana komunikator bertindak untuk

tujuan menyelesaikan masalah dalam interaksi. Penggunaan kalimat

persuasif merupakan salah satu konstruksi guna menimbulkan reaksi

interaksi terhadap audiensnya. Sedangkan tujuan sekunder tidak terdapat

penekanan di dalam interaksi. Tujuan sekunder lebih menekankan pada isu

hubungan (relational). Secara spesifik, tujuan sekunder terbagi ke dalam

lima tipe, sebagai berikut (Miller, 2002:108):

- Identity goals, melibatkan adanya konsep diri.

- Interaction goals, fokus dengan menjadi masyarakat yang tepat.

- Relational resource goals, fokus terhadap peningkatan atau pemeliharaan

aset hubungan, seperti dukungan, perhatian, atau stimulasi.

- Personal resource goals, fokus terhadap peningkatan atau pemeliharaan

terhadap aset individu.

- Arousal management goals, memusatkan pembahasan pada penjagaan

gairah (arousal) pada wilayah yang diterima.

Setelah berbicara mengenai beberapa pendekatan terhadap produksi pesan,

terdapat pula proses pesan yang juga akan digunakan sebagai landasan penelitian

ini. Jika pembahasan pada ranah produksi pesan berfokus pada konsep encoding,

maka pada ranah proses pesan, titik tekannya ada pada decoding, atau peroses

datang dan penerimaan pesan. pada ranah proses pesan, terdapat model

komunikasi yang peneliti anggap sesuai untuk menjadi landasan penelitian ini,

yakni Elaboration Likelihood Model. Asumsi dalam model ini adalah bagaimana

penerima dapat terpengaruhi oleh maksud dari pesan yang disampaikan oleh

komunikator, dan direalisasikan secara langsung. Model ini memiliki dua rute

penerimaan pesan, yaitu (Miller, 2002:118-119):

1) Terpusat (Central)

Rute ini merujuk pada detail pesan yang dipersuasifkan, argumen pesan

yang harus relevan, masuk akal, dan kuat. Rute ini digunakan ketika

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

komunikan memproses informasi yang baru masuk menggunakan rasio, lalu

menyelidiki dan mempertimbangkan pesan yang ia dapatkan untuk

kemudian dilakukan tindakan dengan sadar guna merespon pesan tersebut.

2) Periferal (Peripheral)

Rute ini merujuk pada pemikiran kognitif untuk mengevaluasi pesan

tersebut. Rute ini melihat bagaimana pesan itu diterima atau ditolak tanpa

memperhatikan sikap-sikap yang diminta atau diharapkan untuk diubah.

Rute ini menitikberatkan pada kredibilitas pesan itu sendiri. Apakah pesan

tersebut memiliki daya pikat? Apakah orang suka pada pesan itu? Apakah

orang yang memberi pesan dapat dipercaya? Selain itu, kredibilitas dari

komunikator juga sangat diperhatikan dalam rute ini.

Penentuan kedua rute diatas dipengaruhi oleh faktor motivasional dan faktor

kemampuan (Miller, 2002:120). Motivasi sedikitnya terdiri atas tiga hal.

Pertama, keterlibatan audiens dengan topik. Semakin penting topik yang diapilih

oleh akun selebgram endorser, maka audiens akan semakin antusias untuk

menyimak pesan yang diberikan. Faktor kedua adalah perbedaan pendapat.

Audiens akan menilai sebuah topik dari berbagai sumber. Faktor ketiga adalah

kecenderungan pribadi decoder atau audiens untuk berpikir kritis. Sedangkan

faktor kemampuan meliputi ketersediaan sumber data atau teori yang relevan

untuk menunjang argumentasi komunikator sebagai encoder.

Model Elaboration Likelihood mengasumsikan bahwa argumentasi pesan

yang kuat akan berhasil masuk ke dalam rute periphal, yakni pesan tersebut

dapat singgah meski untuk sementara waktu, atau bahkan dapat masuk ke rute

yang lebih dalam yakni rute central, di mana pesan tersebut dapat berpengaruh

ke dalam perubahan perilaku.

2. Micro-Celebrity

Lebih dari satu dekade, studi tentang selebriti menjadi sebuah wilayah yang

berkembang dan bertumbuh dengan subur dan bersaing dengan perluasan kultur

selebriti itu sendiri (Sadasri, 2013:42). Kajian mengenai selebriti sendiri menarik

untuk ditelisik lebih dalam sebab ia memiliki kedekatan khusus dengan khalayak

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

secara masif. Su Holmes dan Sean Redmond (2006:116) menyebutkan bahwa

kajian menegenai selebriti sangat berguna sebagai titik luncuran bagi investasi

individualitas, tubuh dan imaji tubuh, cara imaji media bekerja pada publik,

selebrasi kepribadian oleh kelompok dan audiens serta subkultur, persimpangan

psikologis terkait kemasyhuran atau reputasi, narsisme dan diri, kajian tentang

aib, ekonomi, politik, serta budaya dan sejumlah besar isu dan fokus yang saling

berpotongan. Aelan Arumpac (2006:7) menegaskan bahwa selebriti merupakan

objek yang unik untuk dianalisis, terutama jika ditinjau dari ketiga bagiannya,

yakni kepribaian, jangkauan, dan konteks. Tiga bagian dari selebriti tersebut

mempengaruhi eksistensi selebriti dalam masayarakat. “Kepribadian selebriti

menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemarnya, termasuk pengelolaan konten

untuk dapat menjangkau audiensnya” (Sadasri, 2013:15).

Perkembangan selebriti tidak dapat terlepaskan dari adanya kemajuan

teknologi dan digitalisasi media komunikasi, meskipun selebriti juga tidak selalu

bergantung pada teknologi tersebut. kehadiran teknologi komunikasi, khususnya

pada media komunikasi menyebabkan seseorang pada masanya nanti dapat

menunjukkan kehadiran dirinya pada dunia dalam kurun waktu yang singkat.

“Dalam relasi selebriti dan media baru, gejala selebrifikasi makin

masif melalui web-based media yang memungkinkan respon langsung,

baik dalam bentuk kuantitas follower maupun jumlah pengguna yang

klik „likes‟” (Sadasri, 2013:21)

Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa teknologi dan media baru tidak

hanya menyediakan outlet baru dalam eksploitasi selebriti, audiens, dan orang-

orang yang berada dalam rentang antara keduanya (Marwick, 2011:156). Salah

satu bentuk kemunculan media baru sebagai outlet baru dalam kemunculan

selebriti yakni dengan hadirnya media sosial berbasis foto, yang disebut

Instagram. Media ini mendorong munculnya transformasi selebriti berbasis

teknologi media.

Seperti yang telah disebutkan di atas, dengan adanya perkembangan media,

setiap orang dapat berperilaku dan menganggap dirinya sebagai selebriti mikro.

Hal ini dikarenakan adanya jumlah followers dan juga jumlah pengguna yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

klik „likes yang mereka miliki‟. Micro-celebrity muncul sebagai sebuah gaya

baru dalam online performance yang melibatkan tindakan peningkatan

popularitas melalui teknologi web, seperti blog dan situs jejaring sosial (Senft,

2008:25).

Awalnya, micro-celebrity lahir karena adanya media sosial Twitter. Para

micro-celebrity dalam dunia Twitter memiliki penggemar dan pengikut yang

dapat dilihat dari jumlah pengikutnya, jumlah retweet, serta jumlah tweet atau

kicauannya pada media Twitter. Jika selebriti memiliki fanbase untuk

menampung para penggemarnya, maka hal tersebut tidak perlu dilakukan oleh

para micro-celebrity, sebab dengan adanya media Twitter kala itu, mereka dapat

dengan mudah menjangkau audiens, termasuk para pengikut serta para

penggemarnya. Sehingga, kedekatan yang terjalin antara penggemar dan sosok

yang diidolakan akan lebih terlihat pada micro-celebrity. Shane Titlon (2011:2)

menyebutkan bahwa pada media Twitter, micro-celebrity secara kuantitatif

dibatasi dengan audiens yang dimiliki, yakni dengan minimal 6,000 akun

pengguna dan membentuk konten dalam ceruk tertentu.

Marwick (2011:58) mengatakan bahwa terdapat dua jenis tipe micro-

celebrity, yakni „yang diraih‟ (achieved) dan „yang dianggap‟ (ascribed). Tipe

achieved micro-celebrity dapat didefinisikan sebagai status yang diraih secara

sadar. Label selebriti berdasar pada seperangkat pilihan individu untuk

meningkatkan visibilitas, status, dan popularitas, seperti menjadi model atau

menjadi host video show. Sedangkan ascribed micro-celebrity yang dianggap

merupakan posisi selebriti yang ditetapkan melalui produksi media selebriti

tentangnya, seperti paparazzi atau blog.

Berbicara mengenai kajian selebriti, adanya relasi antara internet dan selebriti

membawa pembedaan konsep antara selebriti dan micro-celebrity pada konteks

situs jejaring sosial dan status (Sadasri, 2013:43). Selebriti secara konseptual

merujuk pada seseorang yang telah dikenal oleh banyak orang yang

menyukainya dan tidak dikenalnya (Marwick, 2011:218). Micro-celebrity secara

murni terbentuk karena adanya media sosial. Ia mendapatkan ketenaran karena

adanya media sosial, bukan karena adanya media entertainment layaknya

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

selebriti profesional. Micro-celebrity dengan selebriti profesional juga memiliki

pebedaan dalam tujuannya unutk meraih sukses dalam hal finansial, sedangkan

micro-celebrity dipandang dengan pemikiran dan tindakannya, tidak selalu

berkaitan dengan tujuan finansial (Marwick dan Boyd, 2011:139).

Kemunculan Instagram sebagai media berbasis visual menyebakan adanya

peralihan pengguna, termasuk peralihan domisili micro-celebrity. Pada dunia

Twitter, micro-celebrity akan tetap ada dan masih akan terus eksis sekalipun

Instagram telah menjadi media sosial yang patut diperhitungkan. Namun,

dengan adanya media sosial Instagram, maka muncul pula bentuk micro-

celebrity pada media sosial ini.

Dalam dunia Instagram, relasi antara micro-celebrity dengan pengikut atau

penggemarnya ditandai dengan adanya data kuantitatif berupa jumlah pengikut

atau follower. McNamara (2009:27-29) memaparkan adanya pengelolaan citra

melalui akuisisi teman, foto, status, dan beragam undangan kegiatan serta

kesemuanya yang berkaitan dengan pengaruh dalam jejaring yang dapat

meningkatkan popularitas dan posisi sosial selebriti tersebut.

Keterkaitan antara micro-celebrity dan Instagram terletak pada posisi

Instagram sebagai wadah baru dalam melahirkan micro-celebrity yang berdasar

pada adanya ketertarikan pengikut atau penggemar terhadap konten pesan visual

yang dihasilkan oleh micro-celebrity itu sendiri. Jika pada media sosial Twitter,

sosok micro-celebrity lebih terkenal karena kicauannya, maka di media sosial

Instagram, sosok micro-celebrity dapat meraih ketenaran karena konten pesan

visual yang diunggahnya ke dalam laman profil akun Instagramnya. Semakin

banyak yang tertarik pada akun micro-celebrity di Instagram, maka akan

semakin banyak pula jumlah likes dan follower yang ia miliki. Angka pada

jumlah likes dan follower pada Instagram sangat mudah mengindikasikan bahwa

individu tersebut merupakan micro-celebrity. Di Indonesia, istilah micro-

celebrity pada media Instagram selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan

Selebgram. Selanjutnya dalam penelitian ini, istilah selebgram akan digunakan

untuk mengindikasikan akun instagram micro-celebrity.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Menurut Hu, Manikoda, dan Kambhapati (2014:1) konten instagram terbagi

menjadi 8 kategori, yaitu: friends, food, gadgets, captioned photos, pet, activity,

selfie, dan fashion. Keseluruhan kategori tersebut masih dapat dikelompokkan ke

dalam 4 kategori umum, yaitu foto manusia (selfie, groufie, dan teman), foto

objek (meliputi hewan peliharaan, gawai, makanan, dan fashion), aktivitas

(meliputi kegiatan indoor dan outdoor) serta foto grafis (meliputi quotes dan

meme).

Namun, yang sering kali menarik perhatian dan tidak dengan mudah lepas

dari perhatian khalayak adalah berkaitan dengan fashion dan gaya hidup

(lifestyle). Adanya minat yang cukup besar bagi pengguna Instagram pada

fashion menyebabkan sebagian besar pengguna Instagram di Indonesia

mengikuti akun fashion.6 Landasan inilah yang digunakan peneliti untuk

menjadikan selebgram endorser bertemakan fashion dan lifestyle sebagai

informan dalam penelitian.

6eMarketer. 2016. Instagram Users in Indonesia Follow Fashion. Diakses dari http://www.emarketer.com/Article/Instagram-Users-Indonesia-Follow-Fashion/1013618. 3 Oktober 2016. Hal.1.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

3. Endorsement

Endorsement adalah strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk

meningkatkan citra ataupun meningkatkan penjualan produk mereka.

Perusahaan biasanya membayar sosok endorser untuk menggunakan produknya

lantas dipublikasikan melalui media. Hal ini digunakan untuk memudahkan

penyampaian pesan dari perusahaan kepada khalayak yang dituju. Sonwalkar,

Kapse, dan Pathak (2011:14) menyebutkan bahwa endorsement adalah sebuah

bentuk komunikasi di mana seorang selebriti bertindak sebagai juru bicara dari

sebuah produk atau merek tertentu. Sedangkan endorser merupakan atribut

dalam endorsement sebagai sumber informasi dan karakteristik pesan yang

dikomunikasikan untuk dapat mempengaruhi efektivitas proses komunikasi

(Mowen dan Minor, 2002:378).

Belch and Belch (2004:168) memaknai endorser sebagai icon atau sosok

tertentu yang sering juga disebut sebagai sumber langsung (direct source) untuk

mengantarkan sebuah pesan atau memperagakan sebuah produk atau jasa dalam

kegiatan promosi yang bertujuan untuk mendukung efektivitas penyampaian

pesan produk. Penggunaan endorser dalam iklan bertujuan agar dalam

menyampaikan pesan produk, terdapat sebuah dukungan yang menyebabkan

adanya kemudahan untuk penyampaian pesan produk tersebut kepada khalayak.

Pada penelitian ini, endorser dikaitkan dengan selebgram yang melakukan

kegiatan endorsement pada akun pribadinya.

Penggunaan akun micro-celebrity pada instagram sebagai endorser dalam

mengiklankan atau mempromosikan sebuah produk dipercaya memiliki

keefektifan tersendiri karena mampu mempengaruhi perasaan khalayak yang

menyaksikan unggahan pesan visual tersebut. Selain itu, beberapa penelitian

yang membahas mengenai pengaruh selebgram endorser terhadap audiens juga

menyebutkan bahwa selebgram endorser memiliki kekuatan yang cukup besar

untuk mempengaruhi sikap, hingga ke keputusan pembelian konsumen. Untuk

itu, tak jarang jika pebisnis dan pengusaha di Indonesia memanfaatkan akun

micro-celebrity sebagai salah satu media endorser.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Namun, dalam menentukan sosok endorser yang akan dijadikan sebagai

pendukung produk, terdapat bebrapa faktor yang harus diperhatikan.

Sebagaimana yang telah dicetuskan oleh Belch dan Belch dalam Widyaningtyas

(2013:11-12), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan

endorser adalah sebagai berikut:

1) Source Credibility, menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian,

pengetahuan dan pengalaman yang relevan yang dimiliki oleh endorser,

berkaitan dengan brand atau produk yang diiklankan serta kepercayaan

konsumen terhadap endorser untuk memberikan informasi yang tidak bias

dan objektif. Kredibilitas memiliki dua sifat penting, yaitu: a) Expertise,

merupakan pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dimiliki endorser

berkaitan dengan produk yang akan diiklankan. b) Truthworthiness,

mengacu pada kejujuran, integritas, dan dapat dipercayainya seorang

sumber.

2) Source Attractiveness, yakni adanya tampilan yang menarik dari selebgram

endorser guna membangiktkan minat audiens untuk menaruh perhatian

kepadanya. Dalam konsep ini, terdapat beberapa poin yang menggambarkan

daya tarik endorser, yakni meliputi: a) Similarity, merupakan persepsi

khalayak berkenaan dengan kesamaan yang dimiliki dengan endorser,

kemiripan ini dapat berupa karakteristik demografis, gaya hidup,

kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada

iklan, dan sebagainya. b) Familiarity, yakni pengenalan terhadap

narasumber melalui exposure, misalnya penggunaan endorser dipilih karena

keseringannya mengunggah pesan visual atau muncul di laman media

sosial. Sedangkan typical-person endorser dinilai berdasarkan keakraban

dengan sosok yang sering ditampilkan karena keseringannya dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari. c) Likeability, yakni adanya kecenderungan

audiens untuk suka terhadap endorser, bisa jadi karena kemampuannnya,

penampilan fisiknya, atau karena kepribadian dan karakter personal lainnya.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

3) Source Power, yakni berupa kekuatan atau kharisma yang dipancarkan oleh

endorser, sehingga mampu mempengaruhi pemikiran maupun tingkah laku

khalayak yang ingin dituju.

Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan oleh pebisnis atau pengusaha yang

hendak menggandengendorser sebagai pihak pendukung dalam mempromosikan

produk. Sehingga, pesan yang hendak disampaikan oleh pebisnis atau pengusaha

melalui selebgram endorser dapat tersampaikan kepada khalayak yang dituju.

Jika endorser yang dipilih tidak sesuai dengan nilai maupun tujuan yang dibawa

oleh pengusaha tersebut, maka bisa jadi pesan yang ingin disampaikan kepada

audiens dari pebisnis atau pengusaha akan terputus di tengah jalan.

Perlunya memperhitungkan faktor-faktor di atas didukung dengan pendapat

McCracken (1989:312), yang menyebutkan bahwa dalam tahap proses

pemindahan makna pesan, kredibilitas endorser merupakan hal pertama yang

mampu dengan mudah mempengaruhi khalayak. Endorser yang memiliki

jumlah pengikut yang banyak memungkinkan untuk memberikan keuntungan

lebih pada produk, sebab pesan visual yang diunggahnya memungkinkan untuk

disaksikan oleh banyak audiens. Maka, tak heran jika semakin banyak jumlah

pengikut (follower), maka semakin mahal pula upah yang harus dibayarkan

kepada akunselebgram endorser untuk mengunggah satu kali foto. Sistem

berbayar ini kemudian menyebabkan selebgram endorser memiliki status sosial

tersendiri. Besarnya upah yang harus dibayarkan, didukung dengan banyaknya

jumlah pengikut (follower) merupakan salah satu faktor yang dapat

mengindikasikan ketenaran dan kredibilitas selebgram tersebut.

4. Manajemen Media

Organisasi sebagai kekrangka kerja (frame of work) dari suatu manajemen

yang menunjukkan adanya bagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang

jelas antara pimpinan dan bawahan dalam suatu sistem manajemen modern

(Ruslan, 2002:88). Organisasi media memiliki dua aspek penting yang perlu

diperhatkan, yang pertama yaitu aspek manajemen komunikasi (communication

management) dan kedua adalah aspek hubungan antar manusianya (human

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

relations). Komunikasi manajemen organisasi atau perusahaan oleh O. U.

Effendy (dalam Ruslan, 2002:90-91) dijelaskan memiliki beberapa wujud

komunikasi, yaitu komunikasi vertikal, komunikasi horizontal, dan komunikasi

eksternal. Komunikasi vertikal yaitu arus komunikasi dua arah timbal-balik

dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen memiliki peranan yang cukup

vital, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan dari

bawah ke atas (upward communication). Komunikasi dari atas ke bawah terjadi

ketika pemimpin memberikan instruksi atau perintah kepada bawahannya,

sedangkan komunikasi dari bawah ke atas terjadi ketika bawahan memberikan

laporan atau pemberian saran kepada atasannya.

Kemudian yang kedua adalah komuikasi horizontal, yaitu komunikasi satu

level yang terjadi antara para karyawan dengan karyawan lainnya atau antara

pimpinan satu departemen dengan pimpinan departemen lainnya dalam satu

tingkatan yang sama. Ketiga, yaitu komunikasi eksternal, yang berlangsung

antara dua belah pihak organisasi atau lembaga dengan pihak luar, misalnya

komunikasi dengan pihak perbankan, rekan bisnis, pelanggan, maupun pejabat

pemerintah.

Hendry Fayol (1985) mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi-fungsi

manajemen, yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan (planning)

Manajemen berfungsi untuk menetapkan tujuan-tujuan organisasi dan

penentuan strategi kebijaksanaan proyek, program, prosedur, metode,

sistem, anggaran, serta standar yang dibutuhkan untuk mencapai

tujuan.

b. Pengorganisasian (Organizing)

- Penentuan sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan

untuk mencapai tujuan organisasi.

- Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok

kerja yang dapat menggiring hal tersebut pada tujuan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

- Penugasan tanggung jawab tertentu.

- Pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-

individu untuk melaksanakan tugasnya.

c. Penyusunan (Staffing)

Manajemen berfungsi untuk melakukan rekrutmen, pengembangan,

serta penempatan dan pemberian orientasi pada karyawan dalam

lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif.

d. Pengarahan (Leading)

Leading dalam fungsi manajemen yaitu bagaimana untuk

mengarahkan karyawan agar melakukan hal-hal yang berkaitan dengan

tujuan.

e. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan merupakan penerapan cara dan alat untuk menjamin

bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

M.T Myers dan G.E. Myers, dalam bukunya Management of

Communication, menyebutkan bahwa komunikasi memungkinkan

seseorang untuk mengkoordinasikan suatu kegiatan kepada orang lain

untuk mencapai tujuan bersama, tetapi komunikasi tidak sekadar

penyampaian informasi atau pesan dan mentransfer makna saja.

Komunikasi mengandung arti suatu proses transaksional, yaitu berkaitan

dengan pihak lainnya dalam upaya mempertukarkan suatu simbol/lambang

dan membentuk suatu makna serta mengembangkan harapan-harapannya.

Menurut keduanya, fungsi komunikasi dalam pembentukan pola pada

suatu organisasi dapat dianalisis produksi dan pengaturannya. Produksi

dan pengaturan yang terjadi dalam manajemen organisasi adalah sebagai

berikut:

- Menentukan rencana sasaran dan tujuan

- Merumuskan bidang-bidang masalah

- Mengkoordinasikan tugas-tugas secara fungsional

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

- Instruksi, petunjuk, dan perintah untuk melaksanakan fungsi serta

tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh bawahan

Mengembangkan sistem prosedur instruksi, pelaksanaan tugas atau

fungsi, dan kebijaksanaan umum perusahaan

G. Kerangka Konsep

Dari pemaparan konsep kerangka pemikiran di atas, peneliti menentukan

batasan konsep untuk melakukan penelitian ini. Konsep tersebut adalah

mengenai konsep produksi pesan, micro-celebrity, serta endorsement. Produksi

pesan merupakan proses pembentukan dan penyampaian makna. Interaksi sosial

dan kultural merupakan dua unsur penting yang dapat memiliki pengaruh

terhadap proses pembentukan pesan. Unsur psikologis juga merupakan salah

satu unsur yang dapat mempengarui proses penciptaan pesan yang kemudian

berwujud dalam bentuk tulisan, ucapan, tindakan, maupun visual. Selain itu,

dibalik produksi sebuah pesan, acap kali terdapat kepentingan-kepentingan

tersendiri, seperti kepentingan bisnis maupun kepentingan politik. Adapun faktor

krusial dalam pembentukan sebuah pesan adalah bertumpu pada tujuan. Tujuan

pesan di sini dapat bersifat informatif, persuasif, kontrol, dan sebagainya.

Konsep micro-celebrity merupakan salah satu perluasan strategi dalam

periklanan. Selebgram sebagai micro-celebrity dalam media Instagram dipilih

untuk menjadi medium penyalur pesan dari perusahaan atau pebisnis.

Penggunaan selebgram endorser sebagai penyambung pesan, menyebabkan ia

harus cermat dalam membentuk dan menyampaikan pesan yang sesuai dengan

tujuan perusahaan yang terdapat dalam produk. Pemilihan selebgram endorser

ini dilakukan dengan mempertimbangan berbagai faktor, seperti source

credibility, source attractiveness, dan source power.

Penelitian ini memusatkan perhatian pada konsep pertama, yakni konsep

mengenai produksi pesan. Peneliti ingin mengamati situasi yang sebenarnya di

lapangan ketika selebgram endorser melakukan proses produksi pesan, mulai

dari proses perencanaan, proses pembuatan makna pesan, hingga proses

penyampaian pesan melalui media Instagram.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Pada tahap produksi pesan, selebgram endorser diteliti bagaimana ia

memproduksi pesan dari proses perencanaan dalam logika yang nantinya

dijabarkan dengan menggunakan sudut pandang Teori Logika Desain Pesan,

yang terdiri atas tiga logika. Yakni logika ekspresif, logika konvensional, dan

logika retorika. Selebgram endorser dikaji apakah ia menyampaikan pesan

dengan sifat terbuka dan apa adanya, seperti yang dipandang dalam logika

ekspresif, ataukah selebgram endorser memandang bahwa pesan yang akan ia

sampaikan melalui akun instagram pribadinya merupakan komunikasi yang

harus melibatkan aturan-aturan yang berlaku guna menciptakan komunikasi

yang sopan, pantas, dan mengikuti aturan yang ada. Bisa juga, selebgram

endorser menggunakan logika retorika, yang memandang komunikasi sebagai

cara untuk mengubah aturan melalui negosiasi.

Tahap selanjutnya adalah menelaah selebgram endorser berasarkan Teori

Perencanaan dan Tujuan. Pada teori ini, terdapat pembagian makna tujuan, yakni

tujuan primer dan tujuan sekunder. Jika selebgram endorser cenderung

menggunakan kata-kata atau kalimat persuasif, berarti selebgram endorser

tersebut dapat dikategorikan sebagai komunikator yang memiliki tujuan primer.

Namun, jika tidak begitu terlibat dalam komunikasi persuasif, maka bisa jadi

selebgram endorser tersebut tidak menggunakan tujuan primer dalam

melakukan produksi pesan, melainkan menggunakan tujuan sekunder, di mana

tujuan sekunder sendiri terbagi ke dalam 5 tipe, yakni sebagai berikut (Miller,

2002:108):

- Identity goals, melibatkan adanya konsep diri.

- Interaction goals, fokus dengan menjadi masyarakat yang tepat.

- Relational resource goals, fokus terhadap peningkatan atau pemeliharaan

aset hubungan, seperti dukungan, perhatian, atau stimulasi.

- Personal resource goals, fokus terhadap peningkatan atau pemeliharaan

terhadap aset individu.

- Arousal management goals, memusatkan pembahasan pada penjagaan

gairah (arousal) pada wilayah yang diterima.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Setelah dikaji dengan menggunakan teori Logika Desain Pesan dan Teori

Perencanaan dan Tujuan, aktivitas di balik layar oleh selebgram endorser

kemudian ditelaah dengan menggunakan Teori Penyusunan Tindakan. Pada

tahap ini, selebgram endorser akan dijabarkan berdasarkan content knowledge

dan procedural knowledge. Berdasarkan konsep content knowledge, selebgram

endorser dikaji sejauh apa ia memahami konten atau isi pesan yang akan ia

sampaikan ke khalayak melalui akun instagramnya. Kemudian, berdasarkan

konsep procedural knowledge, selebgram endorser dikaji bagaimana ia

memahami langkah dan tindakan yang akan diambilnya untuk menyampaikan

pesan yang telah ia pahami kontennya. Tindakan apa yang dipilihnya guna

mendukung tujuan dan penyampaian pesan secara efektif, serta bagaimana

tahap-tahap yang dilaluinya setelah menyusun pesan, memahami konten pesan,

menentukan tujuan, serta bagaimana manajemen yang dilakukan pada sebuah

akun selebgram endorser merupakan aspek yang akan ditelaah lebih dalam.

H. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan senjata utama yang digunakan untuk

membedah penelitian ini. Pemaparan metodologi penelitian pada bab ini disajikan

sebagai berikut:

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Lincoln

(dalam Newman, 2003:72), penelitian kualitatif menekankan pada proses

pemaknaan realitas sosial yang tidak diuji atau diukur secara ketat layaknya

penelitian kuantitatif. Pada pendekatan kualitatif, terdapat empat orientasi

utama yang perlu diperhatikan menurut Neuman (dalam Soemantri 2005:60),

yaitu: 1) Data diperlakukan sebagai sesuatu yang bermakna secara intrinsik,

2) Menggunakan perspektif non-positivistik dengan memfokuskan pada

makna subjektif, pendefinisian, metafora, dan deskripsi pada kasus. Dengan

demikian, penelitian kualitiatif bersifat transdental, yang di dalamnya

memiliki tujuan untuk menghilangkan keyakinan palsu yang terbentuk pada

sebuah objek kajian, 3) Menggunakan logika penelitian yang bersifat logic in

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

practice. Penelitian secara aktual dijalankan secara tidak teratur, lebih

ambigu, dan terikat pada kasus-kasus spesifik, 4) Menempuh langkah-

langkah penelitian yang bersifat non-linear untuk dapat menjalankan orientasi

dalam mengkonstruksikan makna.

Jika dipandang dari sudut pandang ontologis, realitas yang lahir pada

penelitian kualitatif bersumber dari adanya konstruksi realitas oleh individu

yang terlibat dalam penelitian tersebut. Adanya penekanan pada proses

pemaknaan realitas sosial menyebabkan pendekatan kualitatif dianggap

paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Sesuai dengan nilai dan

unsur orientasi yang terdapat pada pendekatan kualitatif, peneliti berusaha

untuk mengulik makna dan realitas sosiokultural yang terikat pada kasus

spesifik: proses produksi pesan oleh akun instagram endorser. Selain itu,

pemilihan pendekatan kualitatif ini diperkuat dengan adanya kesempatan

pada metode ini untuk dapat mendeskripsikan suatu fenomena secara rinci

dan mendalam.

2. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi.

Metode ini pada mulanya digunakan pada kajian Antropologi untuk meneliti

sosial budaya. Hammersley dan Atkinson (dalam Morley, 1992:187)

memaparkan metode Etnografi sebagai berikut:

“Simply one social research method, albeit an usual one, drawing

on a wide range of sources of information. The ethnographer

participates in people‟s lives for an extended period of time.

Watching what happens, listening to what is said, asking questions,

in fact, collecting whatever data are available to throw light on the

issues with which he or she is concerned.”

Metode etnografi menyebabkan peneliti sebagai etnografer harus turut

serta dalam penelitian secara mendalam pada kurun waktu tertentu, dengan

melakukan observasi partisipasi, di mana peneliti ikut masuk ke dalam

suasana lapangan. Dengan metode ini, peneliti dapat merasakan langsung

berada dalam lingkungan objek yang diteliti, untuk kemudian dilakukan

pengamatan mendalam serta pencatatan etnografis terhadap objek penelitian.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Sehingga, diharapkan peneliti mampu mendeskripsikan objek kajian secara

detail sesuai dengan pengalaman konkrit yang terjadi di lapangan. Tak jarang,

peneliti juga berusaha untuk menggambarkan praktik-praktik informan utama

berdasarkan observasi yang dilakukannya di lapangan, utamanya memusatkan

perhatian pada tingkah laku informan dengan berlatarbelakang sosial dan

budayanya.

Pada penelitian ini, peneliti ikut serta ke dalam suasana proses produksi

pesan visual yang dilakukan oleh sosok dibalik akun selebgram endorser,

baik berupa gambar, foto, maupun video. Peneliti akan mencoba mengamati

dan ikut terlibat dalam proses tersebut, mulai dari persiapan, proses editing,

pemilihan foto, serta pemilihan caption yang akan digunakan olehnya. Lebih

jauh lagi, peneliti akan ikut mencoba menelusuri lokasi-lokasi pengambilan

gambar, atau persiapan aksesoris yang dibutuhkan oleh orang-orang dibalik

akun selebgram endorser guna mendukung performanya dalam pemotretan.

Seluruh kegiatan akan peneliti ikuti untuk mendapatkan data yang konkrit dan

sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Selain itu, peneliti juga melakukan

wawancara mendalam guna mendapatkan keterangan yang lebih spesifik

berkaitan dengan objek penelitian yang akan dikaji.

3. Jenis Penelitian

“Hasil akhir dari penyusunan etnografi adalah suatu deskripsi verbal

mengenai situasi budaya yang dipelajari.” (Spradley, 2006:33). Maka dari

itu, penelitian yang dilakukan ini bersifat deskriptif, yakni memberikan

penggambaran terkait suatu fenomena tertentu. Terdapat upaya deskripsi,

pencatatan, serta analisis pada penggambaran suatu keadaan atau objek

penelitian. Penelitian yang bersifat deskriptif memusatkan pada pertanyaan

“siapa” dan “bagaimana” yang nantinya harus diuraikan berdasarkan apa

yang didapat oleh peneliti di lapangan. Penelitian deskriptif juga bertujuan

untuk menampilkan gambaran akurat mengenai setiap perincian situasi, latar

sosial, budaya, atau hubungan. Dengan demikian, realitas yang ada di balik

suatu fenomena dapat diselidiki kebenarannya.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan

partisipan (participant observation) dalam aktivitas keseharian informan,

serta melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) guna

mendapatkan hasil observasi deskriptif berkaitan dengan proses produksi

pesan yang dilakukan oleh sosok dibalik akun selebgram endorser.

Pengamatan partisipan dilakukan untuk mendapatkan kedekatan dengan

informan, berhubungan dengan lingkungan dan suasana yang terjadi ketika

informan tengah memroduksi sebuah pesan visual, baik berupa gambar, foto,

maupun video. Pada tahapan ini, peneliti secara terbuka mengamati perilaku

serta lingkungan yang ada, dengan kesediaan dari selebgram untuk menjadi

informan. Peneliti juga mengikuti kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh

informan, berkaitan dengan persiapan, proses produksi, hingga pasca-

produksi pesan. Sehingga, sebisa mungkin peneliti mendapatkan hasil

pengamatan sesuai dengan situasi empiris yang terjadi.

Untuk mendapatkan data penelitian yang lebih lengkap, peneliti

melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan.

Wawancara yang dilakukan tidak hanya terpatok pada panduan wawancara,

namun juga diperluas dengan pertanyaan spontan yang mendukung

penelitian. Sehingga, pertanyaan yang dilontarkan oleh peneliti merupakan

perpaduan antara pertanyaan terencana (closed ended questions) dan

pertanyaan spontan (open ended questions). Hal ini dilakukan agar peneliti

bisa mendapatkan data lebih lengkap dan rinci.

Nuansa yang dibangun saat melakukan wawancara adalah nuansa

informal, sehingga informan lebih leluasa untuk menjawab pertanyaan demi

pertanyaan yang dilontarkan oleh peneliti. Pertanyaan yang diajukan melalui

wawancara tidak hanya dilakukan satu kali pada satu waktu, melainkan

dilakukan setiap kali informan melakukan proses produksi pesan, sebab

informan tidak hanya memiliki satu lokasi saja untuk melakukan proses

produksi pesan, namun dilakukan di beberapa lokasi yang seing kali idak

terduga dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru. Wawancara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

mendalam dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang lebih rinci berkaitan

dengan objek penelitian, sehingga membutuhkan waktu yang panjang dan

intensif.

Wawancara yang dilakukan dapat berkaitan dengan latar belakang

informan, motif informan dalam menentukan lokasi pengambilan pesan,

proses editing, pemilihan kata untuk diunggah ke media Instagram, serta

bagaimana aktivitas yang dilakukan setelah proses unggah selesai dilakukan.

Keseluruhan hasil wawancara peneliti catat ke dalam buku catatan etnografis.

Adapun teknik pengumpulan data selain kedua teknik yang telah

disebutkan di atas adalah dengan dokumentasi. Dokumentasi diambil baik

dengan dokumentasi audio, maupun visual. Dokumentasi audio dapat berupa

rekaman suara yang diambil ketika melakukan wawancara. Sedangkan

dokumentasi visual dapat berupa foto, dapat juga berupa pengambilan video.

5. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan pengamatan dan wawancara, peneliti melakukan

seleksi terhadap data yang diperoleh, yakni data yang dibutuhkan untuk

penelitian, serta data tambahan yang dapat mendukung penelitian. Setelah

proses penyeleksian selesai dilakukan, peneliti menggunakan data-data yang

telah terseleksi tersebut guna dilakukan analisis data. Analisis data dalam

metode penelitian kualitatif dipahami sebagai berikut:

“Upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil

observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman

peneliti akan kasus yang sedang diteliti dan menyajikannya bagi

orang lain sebagai temuan.”(Muhadjir, 1996:105)

Merujuk pada pengertian tersebut, langkah yang peneliti lakukan setelah

penyeleksian data adalah pemaknaan peneliti terhadap data yang kemudian

diolah dan menjadi temuan yang representatif bagi khalayak. Perujukann

terhadap teori dan konsep dilakukan pada tahap ini guna menghasilkan

sebuah temuan. Dalam hal ini, digunakan dua cara. Pertama, yakni

menggunakan cara deduktif, sedangkan yang kedua adalah dengan

menggunakan cara induktif.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

Cara yang pertama, yakni dengan cara deduktif, merupakan cara yang

dilakukan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara teori yang ada dengan

praktik di lapangan. Teori yang telah dipilih sebelumnya dijadikan rujukan

dalam membaca data yang telah didapatkan dari lapangan.

Sedangkan yang kedua, yakni dengan cara induktif. Cara ini memandang

data yang telah terseleksi diamati secara lebih general. Jika di dalamnya

terdapat tindakan-tinddakan komunikasi, maka hal tersebut dapat

digeneralisasikan. Kemudian, hasil dari generalisasi data tersebut

dikategorikan ke dalam beberapa kotak pembahasan sesuai dengan konsep

dan teori yang digunakan.

6. Teknik Pemilihan Informan

Pada penelitian ini, sumber data atau pelaku dari fenomena yang akan

diteliti disebut dengan “informan”. Informan dalam penelitian ini merupakan

pemilik akun selebgram endorser yang berasal dari Daerah Istimewa

Yogyakarta. Pada penelitian ini, terdapat 2 pemilik akun selebgram endorser

yang berkontribusi besar.

Kedua informan tersebut dipilih karena memenuhi 4 kriteria informan

menurut (Spradley, 1997: 63-70), yakni sebagai berikut:

a) Enkulturasi penuh, yaitu selebgram endorser memahami dan mengerti

dengan baik perihal proses produksi pesan visual, mulai dari proses,

hingga pasca pengunggahan, berikut dengan situasi dan kondisi di

lapangan yang terjadi.

b) Suasana budaya yang tidak dikenal, ini berarti suasana dan kebudayaan

yang hendak diteliti tidak diketahui sebelumnya oleh peneliti.

c) Mempunyai waktu yang cukup, yakni selain selebgram endorser bersedia

menjadi informan penelitian, mereka juga memiliki waktu yang cukup

untuk dilakukan penelitian terhadapnya.

d) Non-analitik, yakni selebgram endorser yang dimintai keterangannya

berkaitan dengan objek yang diteliti memaparkan informasi dari sudut

pandangnya, bukan dari sudut pandang luar. Sehingga, mereka dapat

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

memaparkan suasana budayanya sesuai dengan yang sebenarnya terjadi,

bukan bersentuhan dengan sudut pandang dari luar.

Untuk memilih informan, peneliti melakukan pengamatan terhadap akun-

akun selebgram endorser diYogyakarta yang memiliki fokus terhadap fashion

dan lifestyle. Berdasarkan kriteria di atas, peneliti telah mengajukan

permintaan kepada 7 selebgram endorser dan mendapatkan 5 respon dari 7

permintaan yang dikirim. Dari 5 respon tersebut, peneliti menyaring lagi

menjadi 2 selebgram endorser berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Informan telah menjadi selebgram selama minimal satu tahun.

b. Informan merupakan selebgram yang menerima produk endorsement

selama minimal satu tahun.

c. Informan merupakan selebgram yang diakui oleh media massa atau

media online melalui pemberitaan atau peliputan yang pernah

dilakukan oleh media massa atau media online.

d. Informan bersedia memberikan informasi yang lebih mendalam kepada

peneliti.

e. Informan dipilih dari lingkup yang paling dekat dengan objek

penelitian, sehingga akan memperdalam informasi yang dibutuhkan

oleh peneliti.

f. Informan berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga

memudahkan peneliti dalam mengobservasi dinamika proses produksi

pesan.

Informan yang dipilih merupakan selebgram asal Yogyakarta yang

menerima produk endorsement pada akun instagram mereka, yakni akun

@permatasafiraoa dan @miraans_. Keduanya telah dikenal sebagai

selebgram endorsement selama lebih dari dua tahun. Kedua selebgram

endorser tersebut dipilih karena memiliki konsentrasi produk yang sama,

yakni di bidang lifestyle dan fashion.

Selain itu, kedua selebgram memiliki keunikan masing-masing yang

cukup menarik untuk diteliti. Keunikan keduanya terletak pada tone warna

yang dipilih untuk profil mereka. Informan pertama, yaitu

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

@permatasafiraoa memiliki keunikan dalam memilih warna foto yang

cendderung berwarna dan kontras. Sedangkan informan kedua, yaitu

@miraans_ memilih untuk menggunakan tone warna yang hangat dan

lembut. Kedua perbedaan yang unik ini menyebabkan peneliti ingin

mengetahui bagaimana proses yang mereka lakukan untuk memproduksi

pesan yang dititipkan kepada mereka.

7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak

di tengah-tengah Pulau Jawa, yang terdiri dari empat kotamadya dan empat

kabupaten, Provinsi DIY. Secara geografis, Daerah Istimewa Yogyakarta

terletak pada titik koordinat 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40' - 111º

0' Bujur Timur.

Kedua lokasi tersebut dipilih oleh peneliti berdasarkan pada lokasi tempat

tinggal informan yang akan diteliti, yakni di wilayah Daerah istimewa

Yogyakarta. Meskipun begitu, besar kemungkinan bagi informan untuk

berpindah lokasi ke wilayah yang lebih luas untuk mendapatkan latar foto

yang dianggapnya menarik. Secara keseluruhan, lokasi penelitian terbilang

fleksibel, mengikuti gerak selebgram endorser.

8. Sistematika Penulisan

BAB I

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka

pemikiran, serta metode penelitian yang dituangkan dalam bab ini.

BAB II

Pada Bab II, terdapat tulisan mengenai kajian pustaka berkaitan dengan

pemahaman konsep dan teori yang akan digunakan untuk membedah

penelitian, utamanya berkaitan dengan proses produksi pesan dan micro-

celebrity,dan endorsement.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113803/potongan/S1-2017...mereka berada, baik untuk keperluan bisnis, maupun sekadar berseluncur di SNS yang

BAB III

Pada Bab III, dipaparkan temuan di lapangan berupa deskripsi informan,

lengkap dengan aktivitas kesehariannya.

BAB IV

Pada bab ini, penulis akan memaparkan pembahasan dan analisis penelitian

yang telah dilakukan. Bab ini merupakan penjabaran inti dari penyusunan

penelitian ini.

BAB V

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, yang merupakan penutup dari seluruh

rangkaian penelitian ini.